Ribuan Mahasiswa Papua Unjuk Rasa, Protes New York Agreement

TEMPO.CO, Jayapura – Sekitar seribu warga dan mahasiswa yang menamakan diri Komite Nasional Papua Barat (KNPB), menggelar unjuk rasa di ruas jalan utama Sentani-Abepura, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Senin pagi, 15 Agustus 2016.

Dari pemantauan di lapangan, tampak para pendemo itu datang dari berbagai tempat di Jayapura, seperti dari Kelurahan Waena dan Yabansai, Distrik Heram; dan dari Kelurahan Awiyo, Kota Baru; serta Waimohrock, Distrik Abepura.

Mereka datang menggunakan kendaraan roda dua dan empat, bahkan ada yang berjalan kaki. Sebagian meneriakkan yel-yel merdeka. Beberapa demonstran memegang spanduk atau pamflet bertuliskan, “West Papua”.

Pada puncak aksi, para pengunjuk rasa berkumpul di Lingkaran Abepura, sekitar 5-10 meter dari Markas Polsek Abepura yang bersebelahan dengan kantor Distrik Abepura.

Aparat kepolisian dari Polsek Abepura dan Polres Jayapura Kota dibantu Sabhara dan Brimobda Polda Papua mengatur kelancaran arus lalu lintas yang mulai terlihat macet.

“Demo ini perlu pengawalan aparat, takutnya terjadi hal-hal yang tidak diduga,” kata Jein, seorang warga Abepura pada kantor berita Antara.

Aksi unjuk rasa hari ini sudah direncanakan sepekan lalu. Aksi ini bertujuan untuk memperingati 54 Tahun New York Agreement. Perjanjian yang difasilitasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu dilakukan antara Indonesia dan Belanda tentang masa depan Papua.

Perjanjian inilah yang memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada Indonesia untuk mengontrol Papua Barat (sekarang Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat—) setelah masa transisi singkat di bawah PBB lewat United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) West Guinea.

Bazoka Logo, juru bicara KNPB, menegaskan bahwa New York Agreement adalah akar persoalan politik di Papua, yang juga menjadi salah satu landasan perjuangan pergerakan Papua Merdeka.

“Akar persoalan di Papua itu bukan pembangunan, juga bukan persoalan kesejahteraan dan kemiskinan, tetapi Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang dilakukan tanpa menempatkan orang Papua sebagai subyek,” katanya.

Bazoka menuding Indonesia, Belanda, Amerika Serikat, serta PBB ketika itu, membahas nasib dan masa depan orang Papua tanpa melibatkan mereka.

ANTARA | TABLOID JUBI

Demo New York Agreement di Papua, 6 Anggota KNPB Ditangkap

TEMPO.CO, Jayapura – Polres Jayapura Kota menangkap enam orang pengunjukrasa yang diduga melakukan tindakan anarkis di sepanjang jalan perumnas, Distrik Waena, Kota Jayapura. Aksi pembakaran ini diduga dilakukan di sela aksi demonstrasi seribuan warga dan mahasiswa Papua yang mengatasnamakan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Senin 15 Agustus 2016.

“Ada sejumlah anggota KNPB yang kami amankan, tapi identitasnya belum diketahui pasti,” kata Kapolres Jayapura Kota AKBP Tober Sirait kepada Antara.   “Kami masih di lapangan dan belum mendapat laporan resmi tentang identitas pendemo yang ditangkap,” kata Sirait.

Pengunjukrasa ditangkap setelah diduga melakukan aksi pembakaran di ruas jalan perumnas dengan membakar ban bekas, membakar lapak para pedagang serta memotong pohon yang ada di sepanjang jalan di kawasan perumnas itu. Aksi itu membuat arus lalu lintas  di kawasan tersebut lumpuh. Banyak pertokoan yang  memilih menutup tokonya.

Semula, massa demonstran hanya berorasi di kawasan rusunawa. Belakangan, massa bergerak sekitar 10 km sampai di depan pusat perbelanjaan “Ramayana” yang terletak di jalan raya Abepura. Selama di sana, pimpinan massa secara bergantian melakukan orasi hingga polisi akhirnya mengalihkan arus kendaraan yang melintas depan pusat perbelanjaan di Kotaraja, untuk menghindari kemacetan kian parah.

Meski begitu, Juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) membantah massa aksinya melakukan pembakaran.  “Kami tidak tahu siapa yang bakar-bakar itu. Yang jelas bukan kami. Karena massa KNPB yang pertama lewat di sekitar Perumnas II Waena itu ditangkap. Lalu tiba-tiba ada yang bakar-bakar itu. Massa KNPB selanjutnya lewat dengan kawalan polisi,” kata Bazoka Logo, Juru bicara KNPB kepada Jubi, Senin  15 Agustus 2016.

Dari pemantauan, tampak bahwa titik api terlihat di di sepanjang jalan utama Abepura, dimulai dari depan jalan masuk gang Jati, Perumnas II Waena sampai di depan asrama Mimika, Perumnas I Waena. Empat gerobak jualan milik para pedagang kali lima yang disimpan di pinggiran jalan ikut dibakar oleh massa.

Massa juga membakar kayu dan ban mobil. Selain itu massa juga memalang jalan dengan menghamburkan batu-batu dan botol-botol minuman.

Polisi dari satuan Brimob melakuan penyisiran yang dimulai dari jalan masuk ke lapangan Futsal CNI, perumnas II Waena. Aparat juga menyisir  massa yang lari dari jalan masuk ke perumahan Graha Yotefa. Beberapa kali aparat mengeluarkan tembakan.

“Ada orang melakukan pembakaran di beberapa titik jalan, ketika polisi sudah ada di tempat itu. Kenapa polisi membiarkan mereka bakar-bakar? Kami tidak bertanggungjawab,” kata Logo.

Seorang warga di Perumnas II Waena mengaku ia melihat ada sekelompok orang yang mendorong gerobak gorengan yang biasa ditaruh di pinggir jalan ke tengah jalan lalu membakarnya.

“Tidak tahu siapa mereka, tiba-tiba saja ada yang dorong gerobak ke jalan terus dibakar,” kata Simon, warga Perumnas II, Waena, Jayapura ini.

Logo meminta polisi membuktikan dan mengungkap siapa pelaku pembakaran tersebut.

“Orang bakar-bakar karena  ada sebab dan akibat. Silahkan pihak kepolisian buktikan dan ungkap pelakunya. KNPB tidak bertanggungjawab atas pembakaran itu. Kami hanya minta pihak aparat menghargai kami untuk sampaikan aspirasi kami ke DPR Papua. kami tidak minta yang lain. Itu saja,” tegas Bazoka Logo.

ANTARA | TABLOID JUBI

Ada Pengakuan Negara Terhadap Politik Papua

LIPI dan sejumlah LSM serta individu di Jakarta selama ini bersuara bahwa di Papua itu persoalan utama adalah politik maka pendekatan harus politik, dialog atau referendum.

Tetapi, selama ini pemerintah klaim tak ada soal politik di Papua. Dan dianggap soal Papua adalah soal eknomi, pendidikan dan kesejahteraan. Juga pemerintah mengatakan di Papua itu tidak ada TPN-OPM, yang ada adalah kelompok kriminal bersenjata, kelompok pengacau keamanan dan lainnya. Intinya tak ada pengakuan bahwa ada TPN- OPM di Papua.

Namun tak sadar, apa yang pemerintah klaim itu, bahwa kini, pengakuan itu datang tanpa disadari, secara logika pemerintah sudah mengakui ada tiga peristiwa pengakuan akan eksisnya TPN-OPM dan persoalan Papua adalah persoalan politik.

Pertama, koran Rakyat Merdeka Edisi 22 Maret 2016, Halaman 2 memberitakan, pengakuan kepala BIN, Sutiyoso atas keberadaan TPN-OPM di teritory Papua dan Papua Barat.

Kedua, waktu lalu, Menkopolhukam, Luhut B. Panjaitan datang ke Jayapura dan kunjungi makam Pemimpin Besar Bangsa Papua, Alm. Theys Hiyo Eluay. Saat ia datang, lukisan-lukisan bintang kejora (Gambar Bendera Papua) di makam tersebut ditutup dengan kain putih dan menabur bungga.

Ketiga, Jokowi saat diwawancara wartawan Aljazera mengakui bahwa ia sadar ada gerakan politik yang kini mulai pengaruhi Pasific.

Sekarang sudah ada pengakuan terbuka oleh Indonesia atas persoalan politik bangsa Papua (Melanesia). Tapi, Indonesia tetap malas tahu dan masih lihat dari kacamata kesejahteraan. Indonesia abaikan dialog dan referendum.

Tidak mengapa, yang penting pengakuan itu secara tidak langsung sudah naikan status masalah Politik Papua di Pasific, Afrika, Rusia, dan China serta Eropa.

Papua saat ini sudah terdaftar sebagai salah satu wilayah bersama 60 bangsa lain yang berjuang untuk kemerdekaan dan segera akan terdaftar di komisi dekolonisasi PBB. Setelah itu, masuk pada tahapan referendum.

Proses ini berjalan karena rakyat yang terus melawan atas mediasi KNPB dan organisasi lainnya. Ini terjadi karena rakyat terus mendukung ULMWP dengan berbagai cara, aksi, dana dan doa.

Jadi bangsa Melanesia dan lebih khususnya orang Papua sadar bahwa Indonesia atau siapapun tidak akan memberikan kemerdekaan West Papua, kalau orang Papua sendiri berdiam diri. Merdeka akan di raih hanya dengan berjuang, doa, memberi sumbangan dana pada organisasi payung ULMWP serta terlibat dalam demonstrasi-demontrasi yang dibuat oleh rakyat Papua yang dimediasi oleh gerakan-gerakan yang ada di tanah Papua, semacam KNPB, Garda, AMP, dan lainnya untuk mendapatkan simpati dunia menuju referendum Bangsa Papua yang merdeka. (*)

ULMWP Sebagai Anggota Peninjau Sudah Cukup, Jangan Minta Banyak Sebelum Benahi Diri

Kembali dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP) lewat Secretary-General, Lt. Gen. Amunggut Tabi menyatakan

“para fungsionaris ULMWP, KNPB dan PNWP, jangan terlalu panas-panash tahi ayam, tinggalkan cara main kampungan yang mau makan cepat-cepat sebelum masak betul.”

Lewat Surat Singkat yang telah dikirim, kali ini lewat Kurir dari MPP TRWP per hari ini, TRWP menyatakan,

Terima apa yang sudah diberikan Tuhan. Syukuri dan rawat apa yang sudah ada di tangan. Jangan biasakan diri seperti bangsa Israel di padang Gurun menuju Tanah Kanaan, yang tiap hari terus menuntut Tuhan, padahal Tuhan telah berikan apa yang mereka perlukan, tepat waktu, tepat porsi, tepat menurut kesanggupan bangsa yang akan menanggung segala berkat Tuhan.

Pesan dari Panglima Tertiggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda dikutip dalam surat ini berbunyi:

Kita ini mau bikin negara. Anak-anak jangan terbiasa dan sampai mati jadi aktivis trus. Kita sudah menjadi anggota MSG, itu penonton, peninjau, setengah, penuh, tidak masalah, kita sudah diterima sebagai keluar besar ras Melanesia. Itu sudah cukup! Yang harus dilakukan sekarang mentuntut MSG untuk mendapatkan anggota penuh. Itu terlalu emosional, Anak-anak jangan berpikir seperti orang tua. Kita mau bikin negara, jadi orang-orang ULMWP itu bicara harus sebagai Pejabat Negara, bukan sebagai aktivis, bukan sebagai pejuang Papua Merdeka tetapi sebagai Pejabat Negara West Papua.

Cara berpikir, cara bertindak, cara kalimat disusun, cara kata-kata dipilih, cara berpakaian, semua harus disesuaikan. Ketua KNPB, ketua PNWP, pejabat ULMWP jangan muncul dengan pakaian-pakaian preman, milisi atau jangan bicara seperti aktivis. Tunjukkan jatidiri, “kalian bisa bernegara, bukan hanya berjuang untuk bernegara”.

Selanjutnya surat ini juga mengutip ucapan dalam Bahasa Lani dari Gen. Wenda,

Ap yabu yonggo pegatak woge inok, inogonda wopinuk, yi wa yipinuk, lago lakwe menggarak kwe, kit kinandogon wupagai-peram pagagi ekwe ti kinenggali o. Wim muk wakorak aret me, kinayum-kinobangge pipak yirino. Alla onggo yo’niragarak, muk anggota peninjauh agarak ti aret me, kit enege parlemen mendek nogo menat-menat kit yabu eriyak paga ari waga ti. Kinone liru paga, facebook paga, eyongga me, kaganit nogwe ti paga arigin lek. Time enege mbulogwe mengga’nom. Kinene kinogonda warogo, wone mbaninip, lago larigin, tamban erinip, puasa erinip.

Negara ekwe menggarak nogo li’luk la’luk erinip, kinoba lengge yi worawak. Muk MSG unggogwe nogorik Bintang Kejora muk nagakorak kwe, kit kinebe erom nonggweme, airport paga, acara ekwe me, yumunggok enege komole mendek inayum yikop ti. Kinenggali lek a? Ap yabu yonggo pogo’ndak inaruk konembinuk wogwe ti kiniki aninggin lek a? Kinenggali o!!!

Menutup isi surat yang dimonopoli versi Bahasa Lani ini Ge. Tabi menyatakan bahwa langkah-langkah ke dalam West Papua harus dilakukan, bukan selalu menuntut negara-ngara Melanesia berbuat sesuatu, tetapi orang West Papua sendiri harus mengambil langkah-langkah yang jelas untuk membentuk negara.

Semua kebiasaan, tindakan, pola pikir, periaku, kata-kata seperti aktivis harus dihentikan, dan sekarang kita muncul sebagai pejabat negara. Belajar dari contoh Jasser Arafat sebagai Ketua dari Palestinian Liberation Organisation (PLO), dan ikuti langkah itu.

Melanesian Leaders Defer West Papua Decision

By Adam Boland – pasifik.news

Melanesian leaders have deferred making a decision about elevating the diplomatic status of the West Papua independence movement until September.

Vanuatu pushed hard for the United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) to be given full membership of regional economic body, the Melanesian Spearhead Group (MSG).

Vanuatu Prime Minister Charlot Salwai told the MSG summit in Honiara that Melanesia should stand as one.

But that was always going to be a challenge with Fiji and Papua New Guinea worried about the impact on the sovereignty of Indonesia. The West Papua region is part of Indonesian territory.

“Simply put, the ULMWP is no more than a separatist group that has no place in the MSG’s future,” says Indonesia’s Deputy Foreign Minister Desra Percaya.

With Fijian Prime Minister Frank Bainimarama leaving the summit early and PNG Prime Minister Peter O’Neill missing it completely to focus on political troubles at home, it became clear a breakthrough would not be reached.

Senior Indonesian diplomat Sade Bimantara took to Twitter to declare the issue dead.

But Victor Yeimo from the West Papua National Committee says the deferral will simply give leaders more time to consider the criteria for membership.

“Our application was postponed to the next special summit before September. That will be done in Vanuatu,” he said. “The reasons for delays are due to the definition of ‘new members’, that has not formulated properly to ensure ULMWP’s application will be accepted.”

Mr Yeimo thanked Vanuatu and the Solomon Islands for their vocal support and hopes it will create new momentum leading up to September.

Demo Damai Dukung ULMWP ke MSG Pindah Ke Anjungan Expo Waena

JAYAPURA –Jubi –  Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan dukungan sepenuhnya Perwakilan Papua Barat United Liberation Movement of West Papua (ULMWP) untuk masuk menjadi anggota tetap Melanesian Spreadhead Group (MSG) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tanggal 14-16 Juli 2016 di Honiara, ibukota Kepulauan Salomon.

“Kami tak mengharap dan menjanjikan kepada rakyat bahwa ULMWP diterima menjadi anggota tetap MSG sekaligus proses menuju Papua Merdeka. Tapi ini semua adalah suatu kemajuan politik atau spirit menuju pembebasan bangsa Papua Barat,” tegas Koordinator Lapangan Umum KNPB Bazoka Logo disela-sela aksi demo damai di Anjungan Expo Waena, Kota Jayapura, Rabu (13/7).

Dikatakan, pihaknya memastikan pengakuan terhadap status politik Papua Barat dan perjuangan menuju negara merdeka dan berdaulat tak hanya diakui Indonesia, tapi juga telah diakui dunia internasional, antara lain negara-negara yang tergabung didalam MSG, seperti Indonesia, Papua New Guinea (PNG), Fiji, Salomon Island, Vanuatu.

Terkait aksi demo damai mendukung ULMWP ke MSG yang semula diagendakan berlangsung di Lapangan Trikora, Abepura pada tanggal 13-14 Juli 2015, menurut Bazoka, pihak KNPB dan pihak Polresta Jayapura sehari sebelumnya telah menyepakati akisi demo damai tak dilakukan di Lapangan Trikora, tapi di Anjungan Axpo Waena.

Pantuan Bintang Papua di Anjungan Expo, Waena, aksi demo damai berupa peragaan seni budaya Melanesia, pegelaran musik dan prosesi bakar batu. Sementara aparat keamanan tengah berjaga-jaga di seputaran Anjungan Expo, Waena. (mdc/aj)

Jelang Putusan ULMWP, KNPB Besok Gelar Aksi Serentak

Selasa, 12/07/2016 22:13 WIB

KBR, Jakarta- Sejumlah kelompok di Papua Rabu ini akan menggelar aksi besar-besaran di sejumlah kota di Papua. Aksi ini mendukung Gerakan Pembebasan Papua Barat  ULMWP diterima jadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).

Sekretaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Ones Suhuniap, mengatakan akan tetap beraksi meski menghadapi ancaman pembubaran dari Kepolisian. Kata dia, aksi ini akan digelar di antaranya di Manokwari, Jayapura, Timika, dan Yahukimo.

“Aksinya bermacam-macam. Ada yang berbentuk demo turun ke jalan, ada yang panggung terbuka, ada yang pawai, ada yang berbentuk ibadah atau syukuran,” ungkap Ones kepada KBR, Selasa (12/7/2016) malam.

Ones   optimistis ULMWP jadi anggota tetap di MSG. Sebab, mereka telah memenuhi persyaratan, yakni membentuk wadah persatuan seperti ULMWP dan menjadi anggota observer MSG selama setahun terakhir. Selain itu, kata dia, MSG akan berpihak pada Papua karena mereka merupakan saudara satu bangsa Melanesia.

Menanggapi aksi besar-besaran itu  Juru Bicara Polda Papua Patrige Renwarin menegaskan pendemo yang mendukung ULMWP,  tidak diizinkan untuk melakukan aksinya.

“Mereka tidak diizinkan, mereka tidak diberikan surat tanda terima pemberitahuan. Kita juga menjawab surat mereka dengan surat untuk menjelaskan, yang isinya surat penolakan itu, isinya bahwa harus mereka lengkapi persyaratan-persyaratan yang sudah diamanatkan UU no 9 tahun 98, tentunya kan mereka tidak bisa lengkapi hal itu,” ungkap Patrige kepada KBR (12/7/2016).

Juru Bicara Polda Papua Patrige Renwarin melanjutkan, “pasti mereka akan melakukan kegiatan itu tapi belum tahu kegiatannya seperti apa. Kalau di dalam permohonan pemberitahuannya, mereka akan lakukan demo damai dan ibadah. Sudah disampaikan oleh Kapolres Jayapura Kota bahwa sebisa mungkin tidak laksanakan demo. Kalau toh laksanakan ibadah, tentunya pastinya kita akan amankan dan kita juga tidak akan lakukan tindakan-tindakan polisional.”

Patrige menambahkan, komunikasi telah dilakukan oleh Kapolres Jayapura Kota dengan pendemo. Menurutnya, jika ingin melakukan aksi, mereka perlu memenuhi syarat seperti mendaftarkan organisasinya secara resmi ke Kesbangpol terlebih dulu. Jika demo tetap dilakukan, maka kata Patrige, kepolisian akan melokalisir pergerakan massa seperti yang juga telah dilakukannya selama ini.

“Selama ini kita tidak lakukan penangkapan tapi kita ajak mereka baik-baik. Dan mereka mau, mereka menuruti di bawa ke Polres ataupun tempat-tempat lain yang memang tidak mengganggu aktivitas itu yang istilahnya kita pakai istilah dilokalisir. (tidak ditahan?) Tidak pernah ditahan, kecuali mereka melakukan aksi anarkis merusak mobil angkutan yang lewat, kendaraan orang dibakar atau dilemparin, seperti itukan, pasti pidana,” katanya.

Optimistis

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan optimistis ULMWP tidak bakal menjadi anggota penuh dalam KTT Khusus Melanesian Spearhead Group (MSG) yang berlangsung 14-15 Juli di Kepulauan Solomon. Ia beralasan, ULMWP bukan sebuah negara, sehingga memberinya keanggotaan penuh sama dengan melanggar perjanjian pendirian MSG.

Luhut menyatakan, pemerintah melobi anggota MSG untuk menggagalkan upaya ULMWP.

“(Kalau ULMWP diterima?) Ya nggak lah, kan dia bukan negara, kan sudah ada keputusan sebelumnya, yang boleh kan harus negara. (Jadi optimistis?) Ya kita harus hidup optimis. (Pemerintah lakukan lobi?) Semua ada lobi, masak hidup nggak ada lobi, harus ada pendekatan,” kata Luhut di Kemenkopolhukam, Selasa (12/7/2016).

Luhut menambahkan, saat ini perwakilan pemerintah dari Kementerian Luar Negeri dan Kemenkopolhukam telah berada di Kepulauan Solomon untuk mengikuti agenda tersebut. Kata dia, pemerintah mengharapkan bisa diterima menjadi anggota penuh.

“Itu (jadi anggota penuh-red) yang kita harapkan. Tim lagi di sana, kemlu dengan deputi I di sini, ya kita lihat saja,” ujar dia. 

Melanesian Spearhead Group (MSG) menggelar KTT Khusus Rabu ini di Solomon Island. Salah satu agendanya adalah penetapan keanggotaan ULMWP. Jika ULMWP jadi anggota tetap MSG, maka lima anggota MSG bisa membahas isu Papua hingga ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. MSG beranggotakan negara Melanesia di Pasifik yakni Fiji, Papua Nugini, Kaledonia Baru, Kepulauan Salomon, dan Vanuatu. 


Editor: Rony Sitanggang

DPRP Akan Panggil Kapolda Papua Soal Demo KNPB

Jayapura, Jubi – Tim Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Profinsi Papua akan memanggil Kapolda Papua terkait penghadangan-penghadangan terhadap demonstran KNPB yang hendak menyampaikan aspirasi ke Kantor DPRP.

“Kami berencana memanggil Kapolda Papua untuk menjelaskan kepada kami tentang rakyat yang tidak bisa ke DRP,” ungkap anggota dewan Laurenzius Kadepa bersama Tim Anggota DPRP kepada demonstran KNPB di lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (15/06/2016)

Kata dia, dewan sudah punya alasan kuat untuk memanggil dan meminta keterangan kepada Kapolda Papua. Polisi sudah tiga kali membatasi demonstran KNPB dan tidak sampai ke kantor DPRP untuk menyampaikan aspirasi.

Pembatasan pertama pada 2 Mei 2016. Polisi mengiring rakyat masuk ke lapangan Markas Komando Brigade Mobil Polda Papua di Kota Raja. Kedua, polisi membatasi rakyat Papua duduk menyampaikan aspirasinya di Putaran Taxi, Perumnas III Waena pada 31 Mei 2016. Ketiga, polisi membatasi rakyat duduk di lingkaran Abepura pada 15 June 2016.

“Kami harus menerima aspirasi anda di jalan-jalan ini. Pertama di Mako Bri-mob kota Raja pada 2. Mei. Kedua putaran Taxi Waena,”ungkapnya sambil menemui demonstran di lingkaran Abe pada 15 June.

Bazoka Logo, Koordinator Aksi mengatakan pihaknya tidak punya niat duduk di jalan menyampaikan aspirasi. Pihaknya punya niat baik sampai ke gedung parlemen tetapi polisi membatasinya sehingga harus duduk di jalan-jalan.

Kata dia, akibatnya tim anggota DPRP Provinsi selalu datang menemui demonstran di lapangan. yang dipimpin Yakoba Lokbere didampingi Nazon Uti, Laurenzius Kadepa, akibatnya terjadi kemacetan dan toko-toko pun ikut ditutup.

Atas masalah itu, Logo dengan jiwa besar menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat yang merasa terganggu. Ia berharap rakyat memahami dengan realitas yang ada.

“Kalau polisi izinkan kami pasti dengan tertib ke DPRP,”tegasnya. (*)

Ratusan Massa Papua Merdeka Orasi di Tengah Kota Jayapura

Jayapura, Jubi – Sedikitnya seratusan lebih demonstran pro Papua Merdeka yang menamakan diri Komunitas masyarakat Dok 7,8,9 Tanjung Ria Jayapura melakukan orasi damai di tengah Kota Jayapura, tepatnya di Taman Imbi, Rabu (15/6/2016). Aksi itu dimulai sekira pukul 15:00 WIT.

Demonstran awalnya berniat melakukan aksi damai di halaman kantor DPR Papua. Namun puluhan polisi yang berjaga sejak pagi menghalangi pendemo masuk ke halaman kantor wakil rakyat Papua itu. Polisi menutup dan menjaga semua pintu masuk. Alasannya, demonstran tak memiliki ijin dari kepolisian setempat. Demonstran yang dikoordinir Asius Ayemi itu tak putus asa.

Demonstran akhirnya memilih menyampaikan orasi politiknya di Taman Imbi. Dalam orasinya, Asius Ayemi sempat mengkritik polisi yang menghalangi pihaknya memasuki halaman DPR Papua.

“Ini rumah rakyat, kenapa polisi halangi kami. Biarkan kami masuk ke halaman DPR Papua. Apakah wakil rakyat menerima kami atau tidak itu terserah mereka. Buka ruang demokrasi. Ini rumah rakyat. Ini kantor kami,”

kata Asius.

Sementara Filipus Robaha dalam orasinya mengatakan, ini menjadi catatan dan pelajaran politik. Para legislator Papua itu bukan dipilih oleh aparat keamanan, Polri dan TNI, namun rakyat sipil. Rakyat yang punya hak suara memilih.

“Kita pilih mereka menyuarakan aspirasi kita. Menjadi lidah rakyat, bukan lidah aparat keamanan. Papua Merdeka itu pasti. Papua Merdeka bukan hanya dipikirkan Edison Waromi, Papua Merdeka bukan hanya dipikirkan Buhctar Tabuni dan lainnya, tapi Papua Merdeka menjadi candu orang Papua dari Sorong sampai Samarai,”

kata Filipus Robaha dalam orasinya.

Katanya, candu Papua Merdeka bukan karena pemikiran orang-orang Papua tapi pendiri atau peletak GKI di tanah Papua, I.S. Kijne. Kijne mengatakan, “bangsa ini akan bangkit memimpin dirinya sendiri”. Ini yang terus ada dalam benak orang Papua”.

Setelah berorasi kurang lebih 90 menit, seorang perwakilan demonstran membacakan pernyataan sikap. Beberapa poin pernyataan sikap itu antar lain, menolak kedatangan Meko Polhukam, Luhut Panjaitan ke Papua. Pelaporan HAM di West Papua harus diselesaikan di luar kepentingan politik Indonesia karena aktor pelanggaran HAM di Papua adalah Negara Indonesia. Tak mungkin negara mengadili negara. Sejak Indonesia menganeksasi Papua Barat pada 1963, dan sampai kapan pun tak ada jaminan hidup kepada bangsa Papua. Indonesia hanya butuh kekayaan alam dan sumber daya alam Papua, bukan orang asli Papua.

“Itu motivasi sesungguhnya Indonesia di Papua. Kami rakyat Papua tak butuh sandiwara politik Jakarta melalui tim terpadu penanganan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat bentukan Menko Polhukam. Kami menolak tim penanganan pelanggaran HAM di Papua buatan Indonesia yang melibatkan Marinus Yaung. Matius Murib dan Lien Molowali. Mereka ini tak punya kapasitas menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,”

kata perwakilan demonstran itu.

Pernyataan sikap lainnya, mendesak penentuan nasib sendiri. Mendesak tim pencari fakta Forum Island Pasifik segera ke Papua. Mendesak aktivis HAM, agama korban dan seluruh rakyat Papua menolak tim bentukan Menkopolhukam. (*)

Negosiasi Buntu, Massa Aksi KNBP Ancam Demo Hingga Malam

Jayapura, Jubi – Negosiasi antara polisi dan massa aksi Komite Nasional Papua Barat tidak membuahkan hasil. Ratusan massa aksi dibeberapa titik di Jayapura tak dizinkan berkumpul bersama. Massa ancam akan duduki jalanan hingga tengah malam.

Aksi KNPB ini bertujuan menolak kedatangan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM Luhut B Panjaitan, yang direncanakan tiba di Jayapura pada Rabu (15/6/2016) ini.

Pantauan Jubi, ada tiga kelompok aksi di Perumnas 3 yang dihadang polisi. Pertama, sekitar 500 massa dari arah Rusunawa Universitas Cenderawasih (Uncen), sekelompok mahasiswa Uncen yang mengenakan jas almamater kuning di jalan Direktorat  Uncen, dan sekitar 300 massa di Jalan Perumnas 3 tempat putaran taxi. Jumlah massa terus bertambah.

Massa aksi menolak tim penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Papua yang dibentuk oleh Menko Polhukam - Jubi/Victor Mambor
Massa aksi menolak tim penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Papua yang dibentuk oleh Menko Polhukam – Jubi/Victor Mambor

Salah satu orator di putaran taxi Perumnas 3, Pontius Omoldoman, yang juga Ketua Majelis Permuswaratawan Mahasiswa Universitas Cenderawasih, menyerukan pihaknya akan bertahan di jalanan, tepat di mana massa aksi dihadang polisi, hingga malam apabila mereka tak diizinkan bergabung bersama massa aksi lainnya.

“Massa aksi di beberapa titik sudah berkumpul di Merpati, Abepura. Mereka datang dari beberapa titik. Tapi kami yang di sini, kenapa tidak diizinkan? Jadi, kalau polisi masih tidak mengizinkan, kami akan tetap bertahan di sini sampai malam, bila perlu sampai jam 12 malam,” kata Pontius dihadapan para polisi yang menolak permintaan mereka.

Negosiasi massa aksi yang dihadang dekat Gerbang Direktorat Uncen pun berbuah penolakan.

Kepala Polisi Resort Abepura AKBP Tober Sirait yang langsung memimpin pengahadangan dan pengawasan dekat Gapura Direktorat Uncen menyatakan terima kasih kepada massa aksi karena menjalankan aksi dengan tertib dan aman.

Dua perempuan yang ikut dalam aksi Komite Nasional Papua Barat, Rabu (15/6/2016) - Jubi/Yuliana Lantipo
Dua perempuan yang ikut dalam aksi Komite Nasional Papua Barat, Rabu (15/6/2016) – Jubi/Yuliana Lantipo

“Terima kasih ade, karena kamu teratur, tidak mengganggu lalulintas walaupun agak terhambat,” ucap AKBP Tober Sirait saat membuka negosiasi dengan KNPB.

Namun, ia menegaskan menolak permintaan mereka karena bertentangan dengan hukum di Indonesia.

“Saya sebagai Kapolres menyampaikan permohonan maaf kepada kalian semua,  permintaan saudara tidak bisa saya fasilitasi, karena apa yang jadi tujuan ade-ade ini sudah kami tahu. Ada perbedaan prinsip. Prinsipnya adalah ideologi, bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945,” ucap Kapolres.

Agus Kossay, negosiator KNPB mempertanyakan sikap mantan Kapolres Keerom tersebut. Ia menyatakan menerima untuk tidak reli ke kantor DPRP di Jayapura kota. Namun, ia mempertanyakan mengapa permintaan mereka ditolak untuk diberikan tempat di lapangan kosong, tidak jauh dari Gerbang Uncen.

Massa aksi bertahan di sekitar putaran taxi Perumnas III, Waena karena tak bisa melanjutkan aksi mereka menuju DPRP - Jubi/Victor Mambor
Massa aksi bertahan di sekitar putaran taxi Perumnas III, Waena karena tak bisa melanjutkan aksi mereka menuju DPRP – Jubi/Victor Mambor

“Kami minta polisi mundur, kami maju, sedikit ke lapangan itu, supaya lalu lintas di jalan ini lancer dan tidak ganggu orang yang lewat. Tapi, kenapa polisi tolak? Kalau terjadi masalah karena disenggol atau yang lain, siapa yang mau tanggungjawab?” tutur Agus.

Hingga menjelang pukul 3 sore, massa aksi di tiga titik di Perumnas 3 itu masih bertahan.

Aparat polisi bersiaga dengan menurunkan ratusan anggota dilengkapi pentungan dan tongkat karet. Satu mobil Gegana diparkir persis dibelakang kumpulan massa aksi di Perumnas 3. Beberapa truck polisi juga tampak disiagakan di sepanjang jalan tersebut. (*)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny