Kekerasan di Papua Meningkat 10 Hari Ini

JAKARTA, KOMPAS.com — Kekerasan di Papua meningkat dalam 10 hari terakhir ini. Demikian dikemukakan Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Indria Fernida dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (23/8/2011).

Ia menjelaskan, peristiwa terakhir pada hari Minggu (21/8/2011) mengakibatkan seorang warga tewas di dekat kebunnya.

“Korban bernama Das Komba (30) ditemukan tewas di kebunnya. Pascaperistiwa itu, masyarakat menjadi ketakutan dan merasa tidak aman,” kata Indria.

Sepanjang bulan Agustus, sudah terjadi sembilan tindakan kekerasan di Papua.

Dalam catatan Kontras, rangkaian kekerasan tersebut adalah:

1. Penembakan terhadap warga sipil di Nafri (1 Agustus). Sebanyak empat orang meninggal dunia. Selanjutnya tanggal 4 Agustus, Dany Kogoya yang mengaku sebagai Panglima Perang Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) mengaku bertanggung jawab.

2. Penusukan terhadap calon mahasiswa La Ode Rusdi di Jayapura (2 Agustus).

3. Rangkaian penembakan terhadap warga sipil (1 dan 16 Agustus) terjadi di pinggiran Kota Jayapura di perkampungan Nafri dan Abe Pantai, Tanah Hitam, dan Kamp Key.

4. Pembunuhan terhadap dua tenaga pengamanan Kantor Kwarda Pramuka (15 Agustus). Korban adalah Majib dan Abner Kambu.

5. Upaya pembunuhan terhadap Indra, mahasiswa STAIN Al Fatah, Jayapura (16 Agustus).

Sementara itu, di daerah pedalaman, seperti di Paniai, terjadi serangan atas Polsek Komofa (16 Agustus), rentetan tembakan di lapangan kantor Bupati Paniai (17 Agustus), kontak senjata di jalan trans-Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Paniai (17 Agustus) dengan korban tewas satu orang diduga anggota OPM, sementara dua polisi dan satu tukang ojek terluka.

Terdapat juga kontak senjata di Distrik Madi-Paniai (17 Agustus) yang mengakibatkan kendaraan pengangkut makanan tertahan. Lainnya, penembakan terhadap tukang ojek di Jalan Yamo Distrik Mulia di Kabupaten Puncak Jaya (20 Agustus). Korban tewas atas nama Buasan (40).

LAGI KEJAHATAN NEGARA RI PADA BANGSA PAPUA

oleh Ismail Asso pada 18 Juni 2011 jam 20:37
By : Ismail Asso

Pendahuluan
Indonesia melalui aparat militer secara ketat membatasi kunjungan wartawan asing ke Papua. Semua media massa nasional dan lokal sangat dibatasi. Bahkan media local dikontrol penuh dan dikuasai militer RI.
Ruang gerak rakyat Papua diawasi secara ketat oleh militer, misalnya dalam rangka penyampaian aspirasi. Rakyat Papua akhirnya dibungkam menjadi mayoritas diam (silence mayority). Papua dijadikan kawasan rahasia operasi militer. Peneliti asing tidak diberi izin masuk kecuali peneliti Indonesia feriferal.
Singkat kata, Papua tidak boleh diketahui Internasional, proses apa yang sedang terjadi dalam kaitannya system kebijakan politik Otonomi Khusus Indonesia diberlakukan di Papua. Alasannya Papua adalah masalah internal Indonesia (NKRI). Internasionalisasi issu Papua kalau bukan sangat ditakuti, pejabat Indonesia sama sekali tidak memberi ruang. Pemerintah pusat sangat membatasi secara sangat ketat melalui kaki tangan militernya di Papua.
Otonomi Khusus Papua sepenuhnya dikontrol militer Indonesia. Rakyat Papua akhirnya dibungkam oleh system ketat penguasa NKRI. Papua Daerah Operasi Militer (DOM) terselubung dikemas dalam bungkusan Otonomi Khusus yang isinya: “Pembunuhan massal rakyat orang Papua”.
Kenyataan paling actual Papua saat ini adalah: “Pembunuhan besar-besaran orang Asli Papua”. Hal ini dilakukan tanpa didasari orang Papua sendiri secara sistematis.Demikian ini tentu saja tidak diketahui dunia luar (dunia internasional). Pembunuhan sistematis dilakukan APARAT MILITER ORGANIK DAN NON ORGANIK sepanjang Otsus diberlalakukan evektif sejak tahun 2003-2011 kini masih berlangsung hingga tulisan ini diturunkan.
Adalah kenyataan ledakan kematian (pemusnahan) besar-besaran orang Papua Asli telah nyata benar-benar sedang berlangsung kini. Tulisan ini mau membeberkan itu hanya beberapa aspek secara terbatas.
HIV/ADIS
Ledakan kematian paling utama disebabkan oleh persebaran HIV/AIDS. Akibatanya pertumbuhan jumlah penduduk asli Papua menurun drastis. Laporan Universitas Yale Amerika Serikat (16 April 2011) bahwa :
“Populasi orang Asli Papua 1,760.557 juta jiwa. Jumlah pendatang (non Papua) akan naik 10,82%=5.174.782. Dan tahun 2020 pendatang menjadi 7.287.463 juta jiwa. Orang Asli Papua 2020 28.99% vs pendatang (non Papua) =71.01%“.
Hal ini sangat mengkhawatirkan karena total penduduk Papua yang hanya 1,7 juta jiwa tidak akan bertambah kecuali jumlah pendatang dan militer Indonesia terus membengkak. Penyebaran HIV/AIDS terlalu cepat dan penyakit sosial politik lain ikut mempengaruhi tingkat penurunan jumlah penduduk Asli Papua.
Hal ini bukan saja momok menakutkan tapi kita sedang menghadapi kenyataan pembunuhan dan pelenyapan etnis Papua sedang berlangsung depan mata menjadi kenyataan paling tragis bagi peradaban umat manusia.
A. Peran Internasional Urgen
Karena itu peran Internasional sangat urgen dibutuhkan disini untuk menyelamatkan Papua dari genosida sekaligus ecosida. PBB harus turun tangan atau kalau tidak, Papua lenyap. Kecuali Papua memisahkan diri dari Indonesia adalah pilihan dan jalan keluar terbaik untuk mengakhiri pembasmian etnis penduduk Papua.
Sebab untuk mengakhiri pembasmian etnis dan pengurasan harta kekayaan Papua oleh pencuri tidak ada jalan lain selain Papua harus memisahkan diri. Dan ini harus didukung internasional.
Bentuk campur tangan Internasional bukan suatu keharusan tapu mutlak diperlukan karena sangat urgen. Sebagai bentuk tanggungjawab moral bagi semua bangsa dunia, maka Intervensi Internasional adalah solusi mengakhiri pembasmian etnis Papua.
Semua ini bukan hanya tanggungjawab Indonesia dan Belanda tetapi internasional harus segera turun tangan untuk membantu menyelesaikan solusi secara menyeluruh. Soal Papua harus menjadi perhatian dan keprihatinan penting semua pihak disini. Jika tidak Papua dan penduduknya, etnis Papua hanya tinggal waktu, akhirnya Papua beserta seluruh isi alam dan manusianya hanya tinggal nama dan kenangan dalam sejarah buku pelajaran anak-anak SMU dunia.
Pemusnahan dan pembunuhan massal etnis Papua secara sistematis disengaja Indonesia ini harus diakhiri. Pemusnahan etnis Papua serta sumber daya alamnya harus dihentikan. Karena itu perlu menjadi perhatian Internasional terutama PBB. Dan peranan penting internasional untuk mengakhiri semua itu sangatlah dibutuhkan agar semua pihak segera turun tangan bagi masa depan penyelamatan Papua.
Penyebaran HIV/AIDS sangat cepat dan pengurasan kekayaan alam Papua sebagai suatu prestasi penjajah untuk melenyapkan bangsa Papua dari muka bumi sesungguhnya bukan hanya tanggungjawab Bangsa Papua saja akan tetapi merupakan tanggungjawab masyarakat dunia Internasional untuk mengakhirinya. Jika Anda tidak percaya silahkan dating ke Papua lihat sendiri proses apa yang sedang terjadi.
*** ***
*Ismail Asso; adalah Ketua Umum FKMPT dan Pembina WEWANAP, Tinggal di Jayapura.

Kritikan Ketua DAP, Dianggap Biasa

JAYAPURA—-Sorotan Ketua Dewan Adat (DAP) Forkorsus Yoboisembut yang menilai Komnas Ham penakut, ditanggapi suatu hal yang biasa oleh Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Mathius Murib, SH. DIkatakan, kritikan Ketua DAP tersebut, sebagai suatu kriktik membangun dan juga motivasi atau dorongan untuk lebih konsisten dan serius mengungkap fakta fakta yang berkaitan dengan kasus HAM di Papua.Demikian disampaikan ketika dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Sabtu (5/12). Ia dimintai tanggapannya terkait pernyataan Ketua DAP Forkorsus Yoboisembut yang menyoroti bahwa selama ini Komnas HAM takut mengungkap sejumlah kasus pelanggaran HAM yang terus menerus terjadi di Papua sebagaimana dilansir Bintang Papua, Kamis (2/12).

Menurutnya, pihaknya juga menyampaikan kepada semua pihak termasuk DAP bahwa Komnas HAM mempunyai kewenangan mengungkap fakta fakta atau peristiwa peristiwa yang diduga melanggar HAM. Sedangkan terkait proses hukum adalah kewenangan aparat penegak hukum sesuai fungsinya masing masing. “Komnas HAM membatasi pada pengungkapan fakta,” katanya. Dia menambahkan, pihaknya mengakui beberapa kasus pelanggaran HAM justru Komnas HAM belum mengungkapnya tapi secara umum semua fakta fakta yang terjadi Komnas HAM sudah sering mengungkapnya.

Jadi prinsip yang dianut Komnas HAM, ujarnya, sebagai lembaga mandiri, independen, netral dan tak memihak. Dalam pengungkapan fakta atau rekomendasi rekomendasi Komnas HAM kepada siapapun atau pihak manapun baik aparat maupun masyarakat yang dari fakta menunujukkan mereka bertanggungjawab pihaknya merekomendasikan.“Lalu proses berikutnya kalau dia diduga kuat terlibat dan bertanggungjawab yakni proses berikut sesuai dengan kewenangan masing masing,” ungkapnya. (mdc/don/03)

290 Kekerasan Aparat di Papua Dibiarkan

Video yang diposting di YouTube ini menunjukkan dua pria Papua tengah dianiaya oleh beberapa orang yang diduga pasukan keamanan Indonesia. Salah satu personel keamanan melakukan penganiayaan dengan mengarahkan benda tumpul ke alat kelamin pria Papua tersebut.
Video yang diposting di YouTube ini menunjukkan dua pria Papua tengah dianiaya oleh beberapa orang yang diduga pasukan keamanan Indonesia. Salah satu personel keamanan melakukan penganiayaan dengan mengarahkan benda tumpul ke alat kelamin pria Papua tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituntut memerintahkan kepada Panglima TNI dan Kapolri agar memberikan perlindungan kepada para pembela HAM (Hak Asasi Manusia), khususnya yang berada di daerah konflik seperti Papua.

Diharapkan, petinggi institusi keamanan nasional itu dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan memproses laporan-laporan kekerasan di Papua serta menindak tegas para pelakunya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menilai pemerintah tidak pernah menanggapi secara serius terhadap setiap laporan para pembela HAM yang menyebut di Papua masih sering terjadi kekerasan oleh aparat terhadap sipil.

Ia mencontohkan, laporan sejumlah organisasi HAM di Papua dan Jakarta pada Mei 2008. Dalam laporan itu, setidaknya ada 290 kasus penyiksaan aparat militer dan kepolisian di Papua pada kurun waktu 1997-2007.

“Tetapi, hingga saat ini tidak pernah ada upaya pemerintah untuk menindaklanjuti laporan tersebut,” ucap Poengky dalam siaran persnya, Jumat (22/10/2010) di Kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Jakarta Timur.

Ketidakseriusan pemerintah ini terus berlanjut setelah beredarnya video penyiksaan yang diduga dilakukan aparat Brimob terhadap Yawan Wayeni dan penyiksaan oleh aparat TNI AD di Puncak Jaya baru-baru ini.

Sebelumnya, Imparsial, SKP Jayapura, Sinode GKI Papua, Progressio, dan Franciscans International pernah menyampaikan Laporan Penyiksaan di Aceh dan Papua 1998-2007 kepada pemerintah Indonesia, Special Rapporteur Anti Penyiksaan Manfred Nowak dan Komite Anti Penyiksaan PBB.

“Presiden perlu memerintahkan jajarannya untuk menghapus penyiksaan di Indonesia demi melaksanakan rekomendasi Komite Anti Penyiksaan PBB,” imbuh Poengky.

Guna percepatan pemrosesan kasus pelanggaran HAM berat di Papua, Imparsial berharap Komnas HAM dan Kejaksaan Agung bisa bekerjasama dengan baik.

Ini penting agar kasus-kasus semacam itu, termasuk kasus Wasior-Wamena yang hingga saat ini masih menggantung, dapat segera dituntaskan.

Komnas HAM, lanjut Poengky, perlu dilibatkan dalam investigasi kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan oleh aparat militer, polisi dan intelijen. “DPR sebaiknya mengawasi kinerja aparat kepolisian, militer dan intelijen dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM,” terang dia.

Kompas.com, Adi Dwijayadi | yuli | Jumat, 22 Oktober 2010 | 23:47 WIB

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny