Jayapura – Forum Kerja sama (Foker) LSM Papua memprediksi tahun 2014 mendatang, produk hukum ataupun gagasan-gagasan untuk kemajuan pembangunan di Bumi Cenderawasih akan jalan di tempat.
Ketua Starring Comitte Foker LSM Papua, Sefter Manufandu mengatakan, gagasan berupa dialog Jakarta-Papua dan terutama pemberlakukan UU Otsus plus tidak akan terjadi di tanah Papua. Ini dikaitkan dengan 2014, adanya dua agenda penting pemilihan umum, diantaranya pemilihan calon anggota legislatif dan pemilihan presiden.
Pihaknya mengklaim yang hanya diperlukan Papua saat ini adalah kebijakan politik yang baik.
“Ide-ide dan produk hukum, seperti UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua dan juga gagasan tentang dialog Jakarta-Papua yang dicetuskan untuk melahirkan harapan baru, mustahil dapat dilakukan pada tahun mendatang,”
jelasnya kepada wartawan dalam keterangan persnya di Kantor Foker LSM, Senin (30/12).
Khususnya Otsus Plus yang saat ini berada di pintu gerbang, menurut Sefter, sebenarnya itu adalah proyek Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun hingga saat ini, plus yang dimaksudkan belum jelas.
“Papua hanya membutuhkan political will yang baik, untuk mempercepat proses-proses kapasitas tertentu. Hari ini yang lemahnya adalah berkaitan dengan bagaimana jangkauan pelayanan pemerintah yang maksimal. Dari sisi kesehatan, pendidikan maupun ekonomi kerakyatan,”
ujarnya.
Proyek lain yang dilakukan untuk kemajuan di Papua oleh Presiden SBY adalah Keberadaan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), yang mengklaim akan melakukan percepatan di tanah Papua. Namun sepanjang UP4B berjalan di Papua dan Papua Barat sejak 2011 silam, belum juga membawa perubahan yang berarti untuk masyarakat setempat.
“Dari sisi komparatif, Papua memiliki anggaran yang luar biasa dan ststus kewenangan khusus serta jumlah penduduk 1,8 juta. Dari sisi komparatif itu, dibutuhkan political will untuk mempercepat pembangunan Papua. Misalnya masalah kesehatan, dimana-mana terjadi pandangan tentang kesehatan Papua yang sangat buruk sekali. Mungkin ada satu atau dua rumah sakit yang berada di beberapa kabupaten yang dapat menjadi contoh yang baik. Ada juga bupati yang cerdas menjalankan aspek sosial,”
akunya.
Lebih gamblang Foker Papua mendesak Provinsi Papua dan Papua Barat melakukan suatu grand design untuk dapat memproteksi orang asli Papua beserta sumber daya alamnya (SDA), walaupun Papua masuk dalam koridor VI untuk MP3E yakni percepatan pembangunan ekonomi.
Misalnya saja di Teluk Cenderawasih sudah blok migas oleh Repsol, di Fakfak area wilayah Bomberai akan dibangun Minapolitan, didaerah Merauke dan sekitarnya telah ada MIFEE.
“Namun pada kenyataannya pendekatan lebih kepada eksploitasi sumber daya alam dan meminggirkan rakyat pemilik hak ulayat tanah dan menimbulkan aspek bencana sosial yang lain,”
bebernya.
Sementara itu Program Manajer Foker LSM, Abner Mansai menambahkan, perkembangan kehidupan masyarakat di tanah Papua sepanjang 2013, diwarnai dengan berbagai permasalahan, baik politik, HAM, pengelolaan SDA, masyarakat adat, isu Perempuan dan lain sebagainya.
“Hampir sebagian permasalahan ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Permasalahan-permasalahan ini juga sebenarnya merupakan akumulasi dari persoalan yang sama yang dari tahun ke tahun tidak tertangani dengan baik. Sebagai contoh adalah; pelanggaran HAM diberbagai daerah di tanah Papua masih saja terjadi, penyelesaian masalah Papua melalui dialog damai yang terus didorong oleh masyarakat Papua tidak mendapatkan respon positif dari Jakarta, pembabatan dan konversi hutan untuk kepentingan bisnis skala besar seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan masih marak terjadi, eksploitasi Sumber daya alam (SDA) masih terus dilakukan baik legal maupun ilegal bahkan terjadi secara massif,” urainya.
Dari sisi lingkungan hidup, sambungnya, komitmen pemerintah daerah dalam mendukung upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim justru terjadi sebaliknya. Ini bisa dilihat dari semakin tingginya ijin investasi diberbagai daerah yang berpotensi merusak hutan, hanya dengan alasan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Disisi lain, perampasan terhadap tanah dan sumber-sumber hidup milik masyarakat adat, juga semakin marak terjadi. Sebagai contoh; perampasan tanah milik masyarakat adat Malind Anim di Merauke untuk kepentingan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), penambangan emas ilegal di Degeuwo (Paniai) belum dilesaikan dengan baik. Pendulangan pasir laut di pulau Panjang Fakfak, eksplorasi minyak dan gas alam di blok Domberai, pencurian kayu dihampir seluruh Tanah Papua, sama sekali tidak terkontrol bahkan seakan-akan dibiarkan begitu saja.
“Dari sisi politik dan pengelolaan pemerintahan daerah, muncul keinginan perubahan terhadap UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua dengan UU Pemerintahan Papua, atau apapun namanya nanti, ternyata menyebabkan pertentangan baru berbagai kalangan antara yang setuju (pro) dan yang tidak setuju (kontra) terhadap keinginan tersebut. Dan mungkin masih banyak lagi permasalahan sosial dimasyarakat yang tidak muncul dipermukaan, atau bahkan terpendam karena tidak menjadi perhatian,”
tandasnya. (lea/don/l03)
Selasa, 31 Desember 2013 10:59, BinPa