Jayapura —- Ketua Barisan Merah Putih yang juga Ondoafi Waena, Kota Jayapura, Ramses Ohee mengimbau semua pihak baik masyarakat sipil, adat, organisasi, paguyuban dan TNI/POLRI untuk bahu-membahu menjaga keamanan di Papua menjelang pemilihan gubernur Papua, Januari 2013.
“Saya himbau kepada semua pihak agar bersama-sama menjaga Papua agar tetap aman dan damai,”
kata Ramses di hadapan wartawan di Waena, Kota Jayapura, Selasa (18/12).
Menurut dia, calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua lolos verifikasi oleh KPU setempat merupakan putra terbaik Papua.
Dalam pertarungan politik di pemilihan gubernur (Pilgub) Papua periode ini, kata dia, harus ada yang menang dan kalah. Karena itu, menurut dia, wajar jika ada yang kalah.
“Saya kira mungin belum waktunya bagi yang kalah, tetapi masih ada periode yang akan datang dan hal itu bisa dilakukan lagi,”
ujar Ramses.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua pada pekan kemarin menetapkan enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bersaing dalam pilgub Papua 2013.
Jayapura — Guna menciptakan situasi yang kondusif selama jalannya proses Pemilukada gubernur dan Wakil gubernur di wilayah paling timur di Indonesia ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua kembali menggelontorkan dana hibah tahap II kepada Polda Papua.
“Penyerahan dana hibah tahap II oleh Pemprov Papua sebanyak Rp10 Miliar, dimana tahap pertama juga telah diserahkan dana sebasar Rp10 miliar dan itu sudah digunakan,”
kata Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian kepada wartawan, di Jayapura, Sabtu (15/12).
Dia menjelaskan, dana sebesar Rp10 miliar ini akan digunakan oleh kepolisian dan juga TNI untuk pengamanan. Kemudian sampai dengan 10 Januari 2013 kita diberikan waktu untuk menggunakan sekaligus mempertanggungjawabkan keuangan tersebut.
“Nanti dana-dana ini kita akan kelola dengan transparan di lingkungan internal Polda Papua dan tentunya dana ini kita akan gunakan dalam rangka Pemilukada termasuk menciptakan situasi yang kondusif untuk berlangsungnya Pemilukada di Papua,”
jelasnya.
Saat ditanya apakah dana tersebut cukup untuk pengamanan, ujar Tito, dana yang ada tentunya kita sudah lakukan revisi karena pada pengajuan Pemilukada beberapa tahun yang lalu itu komponen TNI belum masuk. Kemudian pihaknya juga melihat polanya, dimana hanya penjagaan dan pengawalan. Sedangkan kegiatan ini lebih banyak kegiatan yang lebih persuasif untuk melakukan penciptaan kondisi yang kondusif.
“Jadi bukan penciptaan kondusif untuk memenangkan pasangan, tetapi menciptakan kondisi agar masyarakat kondusif mendukung Pemilukada yang aman dan damai,”
tandasnya.
Menyinggung soal berapa total dana yang diajukan, kata Tito, yang pihaknya ajukan sesuai revisi adalah Rp80 miliar. Karena pada Pemilukada 2006 lalu hitungan kita sesuai dokumen Rp54 miliar.
“Sekarangkan harga sudah naik, kemudian kabupaten bertambah banyak, sehingga otomatis anggaran pasti akan bertambah. Tetapi kami kembalikan ke pemerintah provinsi untuk melakukan rasionalisasi,”
katanya.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Papua Constant Karma mengatakan, 2012 programnya untuk dana pengamanan Pemilukada Rp25 miliar sampai dengan akhir tahun, tapi kita sudah gelontorkan sebanyak dua kali, dimana tahap I Rp10 miliar dan tahap II Rp10 miliar.
“Dana ini untuk pengamanan, karena kita kan harus ciptakan kondisi yang kondusif. Seperti kemarin polisi bergerak ke arah Pirime dan Tiom, inikan semua terkait dengan Pemilukada, kawasan-kawasan tersebut juga perlu ditangani supaya Pemilukada dapat berjalan baik,”
katanya.
Dia mengakui, memang Polda Papua mengajukan dana cukup besar tetap nanti kami akan rasionalisasi lagi.
“Soalnya dari Bappeda dan keuangan harus ada rasionalisasi nanti dari situ baru kami akan ambil keputusan berapa banyak dana yang akan di bantu untuk awal 2013,”
Fakfak — Kapolres Fakfak AKBP. Rudolf Michael menyakatkan, situasi keamanan di Fakfak telah bergeser dari level C atau aman, menjadi level A alias rawan. Dimana level A, merupakan sebuah ukuran tertinggi untuk kondisi keamanan suatu daerah atau disebut kondisi keamanannya adalah tidak aman.
“Dahulu mungkin benar anggapan kita bahwa, situasi Fakfak aman-aman saja. Namun seiring perkembangan jaman, paradigma itu telah bergeser,”
ujar Kapolres pada acara tatap muka antara Kapolres Fakfak dan Komandan Kodim 1706 Fakfak dengan seluruh elemen masyarakat se Kabupaten Fakfak di Aula Anton Sudjarwo, Mapolres Fakfak, belum lama ini.
Menurutnya, berdasarkan data nyata yang dihimpun Polres Fakfak, ternyata, sangkaan meleset. Kondisi Fakfak yang dulu aman atau dalam istilah Kepolisian berada dalam level C, kini bergeser menjadi level A. Artinya, Fakfak kini sudah tidak aman lagi.
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Kapolres, dari Januari sampai Oktober 2012, telah terjadi 209 kejadian atau lebih kurang 20 kejadian gangguan keamanan tiap bulan. Kapolres juga menyampaikan, bahwa minuman keras menempati rangking pertama dan utama, penyebab terjadinya tindak pelanggaran, disusul judi.
“Hampir pada kejadian pelanggaran keamanan atau pada kecelakaan lalu lintas, penyebab utamanya adalah minuman keras. Padahal, sampai saat ini, polisi telah memusnahkan lebih dari sebelas ribu ton miras,”
kata Kapolres.
Untuk itu Kapolres meminta peran aktif masyarakat untuk turut membantu menciptakan kondisi keamanan Fakfak, yang kembali kondusif, dimana bukan saja aparat Kepolisian atau TNI, namun seluruh komponen masyarakat. (Jubi/Stendy Teriraun)
Jayapura — Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) X Jayapura mengajukan bantuan kapal ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), guna menunjang tugas mereka.
Komandan Lantamal X Jayapura, I Gusti Putu Wijamahaadi mengatakan, di tahun 2013 mendatang pihaknya mengajukan pengadaan satu buah kapal ke DPRP, namun pihaknya belum tahu apakah disetujui atau tidak.
“Kebutuhan armada di Papau masih banyak dan kami yakin pemerintah tak bisa memenuhi. Sepanjang Otsus Papua bari tahun ini kami minta bantuan pengadaan kapal ke gubernur dan DPRP untuk pengamanan wilayah. Kami sudah maju dan hubungi pak Nason Uti Anggota Komisi C DPRP. Namun kami belum tahu hasilnya,”
kata I Gusti Putu Wijamahaadi, Jumat (7/12).
Menurutnya, pihak Lantamal membutuhkan lebih dari 10 kapal jenis KRI untuk memantau pelanggaran di perairan Papua. Jika KRI tersebut terpenuhi maka akan dilakukan penempatan kapal dibeberapa wilayah seperti Jayapura, Sarmi, Manokwari, Mamberamo dan Serui.
“Saat ini kami hanya memiliki dua KRI yakni Phyton dan Kalakay. Untuk wilayah Papua di Utara sini kan tidak terlalu banyak pelanggaran yang terjadi sehingga hanya ditempatkan dua kapal. Tapi untuk wilayah Selatan Papua banyak KRI ke sana mencegah pelanggaran. Jadi patrolinya terbatas, tidak jauh-jauh,”
ujarnya.
Ia mengklaim sepanjang tahun ini beberapa pelanggaran terjadi di perairan Papua. Salah satunya tentang isu transfer ikan ditengah laut yang dilakukan oleh nelayan Thailand dan Filipina, serta banyaknya imigran gelap misalnya dari Selandia Baru, Rusia dan Timur Tengah.
“Di laut hampir tidak ada pelanggaran yang serius kecuali isu transfer ikan di tengah laut dan isu di Jayapura terkait orang asing. Tapi harus diwaspadai, orang asing tidak hanya lewat, tapi mereka mencari data. Itu yang bahaya buat kita,”
jelasnya.
Dari PNG lanjut dia, yang kerap diselundupkan adalah vanili yang kadang dicegat disekitar perairan Jayapura.
“Speed boat penyelundupan ikan juga banyak digunakan dari PNG. Lantamal di sini bukan operasi, hanya mendukung KRI yang melakukan pengisian bahan bakar. Pengoperasian pelanggaran laut itu tugas Gugus Keaamanan Laut (Guskamla) yang ada di Biak,”
Jayapura, (29/11)—Ketua Dewan Adat Papua Balim (DAPB), Lemok Mabel menilai perlawanan fisik dan simbol elit birokrasi mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka(OPM) menjelang hari-hari bersejarah dan keagamaan selalu ada di Papua setiap tahun. Perlawanan simbol dengan pengibaran bendera Bintang Fajar di sudut-sudut kota, penyerangan pos TNI/Polri atau penyerangan warga mulai terjadi tahun ini.
Perlawanan itu, menurut Lemok, bernuansa politis birokrasi pemerintah.
“Berdasarkan kebiasan, menjelang hari-hari bersejarah dan hari-hari gerejani Papua terus terjadi aksi-aksi yang bermuatan politik oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab demi kepentingan para elit di birokrasi dan kelompok yang tidak suka Papua damai,”
kata lemok lewat releasenya kepada www.tabloidjubi.com, Kamis (29/11). Kelompok yang tidak suka Papua damai itu, menurut Lemok, sudah mulai melakukan aksi penyerangan pos polisi dan anggota Polisi diPirime.
Maka itu, DAP Balim menghibau. Pertama, kejadian di Pirime diselesaikan dengan baik melalui aparat yang berwenang sesuai pendekatan hukum yang baik.
Kedua, Pada satu Desember, DAP BAlim menghimbau masyarakat tidak mengibarkan bendera Bintang Fajar. Ketiga, masyarakat dihimbau jaga di setiap sudut kota dan yang mengibarkan bendera ditangkap dan diserahkan ke pihak berwenang. (Jubi/Mawel)
Jayapura (29/11)—Jonah Wenda, Juru Bicara (Jubir) Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat, mengatakan, pelaku penyerangan dan penembakan tiga polisi di Polsek Pirime, Lany Jaya, Papua bukan OPM, tetapi pihak yang ketiga yang ‘dipelihara’.
“Itu kelompok pihak ketiga yang digunakan untuk kacaukan keamanan dan juga untuk membunuh rakyat Papua dan menodai kemurnian perjuangan kemerdekaan rakyat Papua,”
kata Jonah Wenda di Tanah Hitam, Kota Jayapura, Papua, Kamis (29/11) siang.
Kata dia, TPN Papua Barat tidak akan pernah melakukan kontak fisik. Sejak tahun 2005 menyatakan kepada dunia untuk mendorong penyelesaian status politik Papua secara damai. Lanjut dia, jika pelakunya dari OPM, mereka tidak lari dan pasti bertanggung jawab, sebab, tujuan mereka bukan pengacau keamanan.
Jonah Wenda mempertanyakan oknum yang menamakan diri Goliat Tabuni itu. Ia juga mempertanyakan persoalan KTT TPN di Biak yang menurut dia, mandatnya dari Wakil Panglima Kodam Tabi, Kolonel Terry Satto yang menampung banyak orang dari luar Papua Barat.
“Terry Satto itu siapa dan kerjanya apa? Ini bisa mengotori tujuan perjuangan murni bangsa Papua Barat,”
kata Wenda lagi.
Menurut dia, adanya saling tuding setiap terjadi penembakan di Papua semestinya direspons pemerintah pusat dengan membuka ruang dialog.
Dia juga meminta kepada TNI/Polri untuk lebih profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Prinsipnya kalau rakyat tidak diganggu dan diperhatikan dengan baik, pasti tidak ada kekacauan,”
kata dia.
Ia meminta pemerintah pusat untuk membebaskan semua tahanan politik Papua Barat dan segera membuka ruang perundingan dengan pengawasan pihak yang netral, menghentikan semua operasi militer di Tanah Papua, menghentikan semua program pemekaran kabupaten maupun provinsi dan juga pemilukada sebelum terjadi perundingan dengan rakyat bangsa Papua Barat lewat kelima juru runding Bangsa Papua Barat.(Jubi/Timo Marten)
Lanny Jaya – Paska terjadinya penyerangan Polsek Pirime yang menewaskan 3 anggota kepolisian yang sedang berjaga oleh kelompok orang yang diduga OPM pada hasi Selasa (28/12) kemarin, pihak Kepolisian Darah Papua telah melakukan penambahan pasukan di lokasi kejadian dan daerah – daerah disekitar lokasi kejadian.
Dari informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan bahwa, sejumlah Pasukan tambahan telah didatangkan dari Jayapura menggunakan pesawat dan tiba di bandara Wamena pada hari ini. setibanya Pasukan tambahan ini dibandara Wamena, pasukan ini sempat mengeluarkan tembakan sebanyak 8 kali ke udara dan langsung menaiki kendaraan yang telah disiapkan menuju lokasi kejadian.
Selain itu, dari lokasi kejadian ( Pirime ) terjadi pembakaran terhadap rumah – rumah warga setempat oleh aparat Militer Indonesia dan mereka ( Militer Indonesia ) menahan 4 orang warga Papua dan dimasukan secara paksa kedalam mobil box milik Aparat.
Selain itu, Untuk membantu kerja Polda Papua dalam mengejar pelaku penyerangan Polsek Pirime kemarin, Pihak Kepolisian RI ( Kapolri ) akan mengirimkan tim khusus dari Brimob ke Papua dalam waktu dekat ini, dan memerintahkan kepada seluru jajaran kepolisian di Papua untuk meningkatkan kewaspadaan. [ wp ]
Ketua FPNSPKP, Zakeus Wakerkwa, S.Sos yang didampingi Sekretaris, Aponi Kilungga, SE saat diwawan- carai.
Jayapura – Ketenangan masyarakat Kabupaten Puncak yang sedang menanti penyelesaian konflik, yaitu bayar kepala (pembayaran denda), pasca konflik Pemilukada yang menelan puluhan korban jiwa, kini terusik lagi. Ini menyusul adanya informasi Pergantian Antar Waktu (PAW) Ketua KPU Kabupaten Puncak, Nas Labene sesuai putusan No 17/DKPP-PKE-1/2012 tertanggal 21 November 2012.
Forum PNS Peduli Kabupaten Puncak (FPNSPKP) yang selama ini terus mengkritisi Kepemimpinan di Kabupaten Puncak, angkat bicara soal PAW Ketua KPU Puncak tersebut.
Forum ini, menilai pergantian Ketua KPU Puncak ini menjadi ancaman baru di Kabupaten Puncak. Soalnya, pergantian itu jelas mengundang kekecewaan masyarakat Puncak yang saat ini sedang menunggu penyelesaian pembayaran kepala.
“Masalah lama belum beres, kini kasus baru muncul lagi. Ini jelas membuat masalah di Puncak kian rumit, sementara Pilgub maupun Pemilukada Kabupaten Puncak sudah semakin dekat,”
jelas Ketua FPNSPKP, Zakeus Wakerkwa.S.S.os yang didampingi Sekretaris FPNSSPKP, Aponi Kilungga, SE kepada Bintang Papua di Abepura, Minggu (25/11).
Dijelaskan, PAW Ketua KPU Puncak ini menimbulkan tanda tanya besar, selain dilakukan disaat tahapan sudah mulai jalan, juga pergantian dilakukan hanya untuk ketua saja yakni Nas Labene.
“Harusnya kalau ganti, termasuk juga 4 anggota, karena itu satu paket, jika hanya ketua, ini menyisahkan tanda tanya besar ada apa di balik PAW ini,”
katnya penuh tanya. Dikatakan, PAW Ketua KPU dengan alasan diduga terlibat kepengurusan Partai Damai Sejahtera (PDS) dan tidak memenuhi syarat domisili, maka jelas ini alasannya klasik dan terkesan dibuat-buat.
“Nah, perta nyaannya, mengapa tak digugurkan saat verifikasi awal oleh KPU Provinsi, padahal saat itu banyak calon yang layak. Jika sekarang baru dijadikan alasan PAW Ketua KPU berarti ini ada kepentingan siapa lagi, dan KPU Papua harus bertanggung jawab dan jelih melihat ini,”
katanya.
KPU Papua diminta lebih teliti melihat PAW ini, jangan ada masalah baru lagi, kasihan rakyat dikorbankan. Begitu juga pemerintah pusat, jangan hanya lempar masalah ke Puncak, setelah itu diam tanpa solusi, akhirnya masyarakat jadi korban. Contohnya, adanya dualisme dukungan Parpol yang memicu konflik di Puncak, pusat hanya lempar masalah, tak ada solusi, lalu masyarakat yang bentrok.
“Ini jangan sampai terulang lagi, masyarakat Puncak sudah sangat butuh kedamaian, terutama menjelang Natal 2012,”
jelasnya.
Karena itu, Forum ini menawarkan dua alternatif supaya hal ini tidak menimbulkan persoalan baru. Pertama, biarkan Ketua KPU yang ada tetap menyelesaikan tugas-tugasnya menuntaskan Pilgub maupun Pemilukada Puncak. Kedua, jika mau di PAW sekalian 4 anggotanya. Penggantinya diambil dari calon-calon KPU yang memenuhi syarakat sebelumnya.
Namun menurut keduanya, PAW Ketua KPU Puncak yang berpotensi menimbulkan masalah baru ini, tak lepas dari kepemimpinan Caretaker Bupati Puncak Drs. James W Maniagasi yang dianggap gagal melaksanakan tugas yang diamanatkan, yakni menyelesaikan konflik dan menfasilitasi penyelenggaraan Pilgub dan pemilihan Bupati definitif.
“Kalau caretaker selalu berada di tempat tugas melakukan kordinasi yang baik dengan semua komponen, masalah PAW Ketua KPU ini jelas tidak terjadi, tapi kita lihat sendiri Caretaker tidak pernah di Puncak. Sudah 8 bulan dilantik, baru 5 kali ke Puncak. Dia lebih memilih habiskan waktu di Jayapura-Jakarta. Jadi bukannya menyelesaikan masalah, tapi membuat persoalan baru. Sebagai staf juga kami kecewa karena terpaksa kerja terpencar dimana-mana ,”
kata keduanya prihatin.
Dan terbuktinya, Penjabat Gubernur sebelumnya sudah pernah menegur Caretaker beberapa kali untuk ke tempat tugas, namun tidak diindahkan. Sambil menambahkan Forum PNS ini tidak punya kepentingan apa-apa, selain hanya mengkritisi kebijakan pemerintahan Puncak yang tidak jalan sebagaimana mestinya.
Untuk itu, Caretaker Gubernur Provinsi Papua yang baru drh. Constan Karma diminta segera mengganti Caretaker Kabupaten Puncak , Drs. James W Maniagasi, yang sejak awal dianggap bermasalah. Dalam hal ini Gubernur harus meninlanjuti hasil Putusan PTUN Jakarta Timur, No: 87/6/2012/PTUN-JKT tertanggal 2 Agustus 2012, tentang Perkara Surat Klarifikasi Pengangkatan, Drs James W Maniagasi sebagai Caretaker Bupati Puncak. Sebab putusan PTUN itu sudah jelas membatalkan Caretaker Bupati Puncak, lantaran terbukti bermasalah yaitu sudah pensiun dari PNS.
“ Selaku mantan Sekda, Bapak Constan Karma tahu masalah Puncak,dari a-z beliau tahu, begitu juga yang berhubungan masalah hukum.”
jelas Ketua Forum PNS Peduli Kabupaten Puncak , Zakeus Wakerkwa.S.S.os, kepada Bintang Papua, Sabtu (17/11), di Abepura. (don/don/l03)
JAYAPURA – Masih adanya perdebatan soal momen 1 Desember, tak luput dari perhatian aktivis Hak Asazi Manusia, Sebby Sambom yang saat ini masih dalam pelariannya di hutan. Ia menyampaikan bahwa momen tanggal 1 Desember bukanlah hari kemerdekaan, melainkan Dekolonialisasi PPB.
“Tidak perlu ada penaikan bendera, mungkin ibadah atau doa syukur, karena 1 Desember itu bukan kemerdekaan Papua, tetapi saat itu dekolonialisasi PBB yang disahkan dalam resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 dan nomor 1541 pada tahun 1960, itu adalah bagian dari persiapan kemerdekaan Papua Barat, sebab Belanda sebagai Negara yang menduduki wilayah Papua Barat saat itu berkewajiban memerdekakan atau memberika kemerdekaan kepada Papua Barat, jadi 1 Desember itu bukan kemerdekaan Papua,”
jelas Sebby saat dihubungi, Bintang Sabtu (24/11).
Masih menurut Sebby,
”Sayangnya, niat baik itu dimanfaatkan lain oleh Amerika, Indonesia dan PBB untuk menyerahkan Papua Barat ke pangkuan Indonesia,”
tandasnya.
Pada kesempatan tersebut, Sebby juga mengurai alasan dia dan beberapa rekannya melarikan diri ke hutan.
“Ada kelompok orang Papua lain yang iri hati dan cemburu dengan kerja kami, mereka bekerjasama dengan pihak ketiga untuk berusaha mengejar kami, mereka ingin menangkap kami dan membunuh kami, akhirnya saya dan beberapa aktivis lainnya memilih untuk bersembunyi, ini bulan keenam kami di hutan,”
ujarnya. Ketika dimintai kejelasan mengapa mereka harus dikejar, ditangkap dan dibunuh, Sebby mengatakan bahwa,
”Ada video perintah untuk membunuh saya, perintah itu dari Mathias Wenda, walaupun saya sangsi dan menduga itu direkayasa oleh kelompok tertentu yang sedang ‘bermain’, dan ada alasan-alasan lainnya, seperti stigma aparat terhadap kami, bahwa kami dianggap seperti teroris, sehingga mereka mengutus Densus 88 untuk mengejar kami,”
kata Sebby.
Situasi hingga saat ini menurut Sebby masih belum aman bagi dirinya dan beberapa aktivis lainnya, hal ini karena menurut dia aparat menurunkan Densus 88 untuk melakukan pengejaran terhadap mereka, walaupun dalam beberapa kesempatan Kapolda Papua menyampaikan bahwa sudah tidak ada Densus 88 di Papua.
“Kami di stigma oleh aparat sebagai teroris sehingga dengan alasan itu mereka bisa bebas menangkap dan menembak kami, padahal apa yang kami lakukan sepenuhnya adalah memperjuangkan hak-hak kami, dan hak itu adalah hak penentuan nasib sendiri, itu dijamin dan dilindungi oleh hukum internasional,”
ujarnya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa yang dilakukan di Tingginambut, Mulia, adalah pelantikan Goliath Tabuni,
”Tidak ada Konferensi Tingkat Tinggi, hanya pelantikan, saya punya rekaman pembicaraan dengan tuan Goliath, kalau Bintang Papua mau saya bisa kasih rekamannya,”
tandas Sebby.
Tidak lupa Sebby berpesan kepada para aktivis dan masyarakat Papua,
”Jangan takut dan panik dengan keadaan seperti ini, saya juga berharap agar aparat keamanan hentikan menyerang kami, jangan lagi lukai perjuangan kami, karena apa yang kami lakukan adalah berjuang atas hak-hak kami dan ini adalah aspirasi kami,”
JAYAPURA –Wakil Ketua I Solidaritas Hukum Dan HAM Demokrasi Rakyat Sipil Papua (SHDRP), Alius Asso, meminta kepada aparat kepolisian agar bisa bertindak persuasif terkait pengamanan 1 Desember nanti, yang dirayakan sebagai HUT OPM.
Menurut pria kelahiran Kampung Hepupa, Jayawijaya 19 September 1986 itu, perayaan tiap 1 Desember bagi orang Papua merupakan hal yang biasa, sebagaimana hari besar lainnya yang dirayakan seperti perayaan 17 Agustus oleh pemerintah Indonesia.
“Makna 1 Desember bagi orang Papua begitu bersejarah dan perlu dikenang lewat perayaan-perayaan tiap tahunnya. Anak kecil saja tahu tentang makna perayaan 1 Desember,”
jelasnya saat dihubungi, Minggu, (24/11).
Menurut, jebolan SMU YPK Betlehem 2006 lalu, 1 Desember nanti di sejumlah wilayah adat dan sekarang diklaim sebagai 7 negara bagian dari Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) seperti Mamta, Saireri, Bomberay, Domberay, Me Pago, Ha Anim dan lainya pasti akan menyambut hari tersebut dengan perayaan berupa ibadah syukuran ataupun upacara bendera.
Tetapi Asso tidak bisa melarang dan juga tidak mengahimbau jika ada yang mengibarkan Bendera Bintang Kejora (BK) pada saat itu.
“Saya tidak bisa melarang jika ada yang lakukan hal itu (mengibarkan BK,red), itu merupakan hak dari mereka,”
jelasnya. Lanjutnya, aparat keamanan harus profesional dalam menyikapi permasalahan seperti ini, karena setiap tahun berjalan sudah menjadi rutinitas rakyat Papua untuk memperingati hari bersejarah tersebut, dan ini sudah berlangsung sejak turun temurun.
“Jika melihat hal seperti ini, polisi harus bertindak bijak dan profesional. Tidak represif, tapi merangkul. karena jika tidak pasti akan ada korban lagi dari rakyat Papua. Kalau di Sentani mungkin akan dilakukan di makam Theys dalam bentuk ibadah, tapi kalau di Kota Jayapura lainnya belum dipastikan karena lokasi ibadah,”
katanya.
“Adanya stateman dari Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian bahwa akan ada pengamanan 1 Desember oleh POLRI dan TNI, hal itu merupakan tugas dari aparat keamanan, hanya saja jika bertugas tidak berlebihan dengan cara kekerasan. Bila hanya ibadah saja, kenapa harus dilarang oleh aparat keamanan,”
sambungnya.
Ditambahkannya, iklim demokrasi kini sedang berkembang, yang mengekspresikan diri dalam menyampaikan aspirasinya secara damai, namun jika aspirasi itu dilarang, maka Negara ini telah membungkam ruang demokrasi di Negara ini di atas ketidakadilan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Pengamanan itu perlu, negara ini kan punya UU yang melindungi warganya. dan dalam demokrasi, sudah jelas ada dalam UU 1945 pada alinea pertama,”