NRFPB Menentang Pemberlakuan UU Terorisme Di Papua

MANOKWARI ­­- Rencana pemberlakuan Undang-Undang Terorisme terhadap kasus kekerasan bersenjata yang terjadi di tanah Papua oleh Mabes Polri ditentang keras kelompok Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB). Menurut Gubernur NRFPB wilayah Mnukwar Markus Yenu langkah yang diambil Mabes Polri tersebut tidak sesuai kondisi riil yang terjadi di tanah Papua.Kami menolak UU teroris di Papua karena konflik Papua ini terjadi sejak integrasi Papua ke dalam NKRI, jadi kalau kami dicap sebagai separatis atau teroris itu keliru, tandas Yenu dalam keterangan pers kepada wartawan di Manokwari, kemarin.

NRFPB menilai UU terorisme sengaja diterapkan  di tanah Papua dengan maksud agar simpati masyarakat terhadap gerakan perlawanan di Papua menurun. Tujuan akhirnya adalah agar perjuangan kemerdekaan Papua mati.Ini sengaja untuk menjatuhkan citra gerakan perlawanan masyarakat, sambung staf perdana menteri NRFPB Marthen Manggaprow.NRFPB menilai.  pemberlakukan UU teroris di Papua adalah bagian dari membuka lahan baru bagi Detasemen Khusus (Densus) 88 anti teror. Target ke arah itu sudah dimulai dengan  menciptakan teror lewat kejadian penembakan misterius yang terus terjadi sampai sekarang ini di wilayah Papua.Selama ini yang melakukan teror itu kan TNI/Polri, perjuangan Papua Merdeka itu perjuangan yang bermartabat, tandas Marthen lagi.

Terkait itu, Perdana Menteri NRFPB Edison Waromi yang saat ini masih berada dibalik jeruji besi  dalam sikap politiknya menyerukan sejumlah hal penting yang perlu disikapi pemerintah pusat.Yakni, perjuangan kemerdekaan bangsa pribumi pemilik sah negeri Papua Barat bukan perjuangan teroris dan komunis atau sejenisnya. Pemerintah pusat diserukan segera menghentikan segala bentuk kekerasan khususnya di Wamena, Puncak Jaya, Yapen Waropen, Merauke dan wilayah lain di tanah air Papua Barat.

¨Juga menghentikan pengejaran, penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan terhadap aktivis pro demokrasi dan HAM lainnya atau kepada aktivis KNPB”.

Sebab, KNPB bukanlah organisasi teroris seperti yang disinyalir aparat keamanan Indonesia.Edison Waromi juga menyerukan agar Jakarta membuka akses bagi lembaga kemanusiaan internasional, wartawan internasional dan peneliti asing ke Papua Barat agar bisa mengetahui dan memantau situasi di seluruh tanah air Papua Barat sebagai perwujudan dari penghormatan atas nilai-nilai demokrasi dan HAM.Pemerintah Indonesia juga diminta menghormati prinsip-prinsip universal HAM yang telah diratifikasi oleh PBB serta segera menarik seluruh anggota personil organik maupun non organik TNI/Polri  keluar dari tanah air Papua Barat.

¨Perdana Menteri NRFPB yang sekarang berstatus Tahanan Politik ini juga menyerukan pembebasn Tapol/Napol di seluruh tanah Papua Barat dan penjara-penjara lain di seluruh Indonesia dengan tanpa syarat.¨
Pemerintah Indonesia juga perlu membuka diri untuk berunding dengan NRFPB yang dimediasi oleh pihak ketiga atau negara netral. (sr)
Sabtu, 22 Desember 2012 , 10:08:00, RS

Memperjuangkan Kebebasan Berekspresi, Dominikus Sorabut terima Hibah Hellman/Hammett 2012

dominikusJayapura — 41 penulis dari 19 negara menerima hibah Hellman/Hammett untuk komitmen mereka dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan keberanian mereka dalam menghadapi penganiayaan. Salah satunya adalah Dominikus Sorabut, Tahanan Politik Papua.

“The Hellman/Hammett membantu penulis yang telah menderita karena mereka menerbitkan informasi atau mengekspresikan ide-ide yang mengkritik atau menyinggung perasaan orang yang berkuasa,”

kata Lawrence Moss, koordinator program hibah Hellman/Hammett melalui release Human Rights Watch yang diterima tabloidjubi.com, Kamis (20/12) malam.

Hibah Hellman/Hammett diberikan setiap tahun kepada para penulis di seluruh dunia yang menjadi sasaran penganiayaan politik atau pelanggaran hak asasi manusia. Sebuah panitia seleksi dibentuk setiap tahun untuk memutuskan penerima penghargaan uang tunai hibah untuk menghormati dan membantu penulis yang karyanya dan kegiatan telah ditekan oleh kebijakan pemerintah yang represif.

Tahun ini, sebanyak 41 penulis dari 19 negara telah diputuskan oleh panitia seleksi sebagai penerima hibah Hellman/Hammett. Salah satunya adalah Dominikus Sorabut yang dipenjara karena keterlibatannya dalam Kongres Rakyat Papua (KRP) III, Oktober tahun lalu. Oleh Panitia seleksi, Dominikus Sorabut disebutkan sebagai aktivis Papua yang menghasilkan sejumlah film dokumenter tentang isu-isu seperti perusakan hutan, penambangan liar, dan upaya pemerintah Indonesia untuk memberantas budaya budaya Papua. Pada tahun 2010, Dominikus mewawancarai seorang petani Papua yang disiksa oleh tentara Indonesia dan membantu memberikan paparan internasional tentang penyiksaan dan penderitaan para petani di wilayah pegunungan Papua. Sorabut telah menulis beberapa artikel dan sejumlah naskah buku tentang masyarakat Papua. Dominikus dipenjara bersama empat tokoh Papua lainnya dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena dianggap melakukan kejahatan (makar) terhadap negara (Indonesia). Saat ini Dominikus menjalani hukumannya di penjara Abepura, Jayapura, Papua.

“Cerita-cerita menarik dari pemenang hibah Hellman/Hammett menggambarkan bahaya bagi wartawan dan penulis di seluruh dunia,”

kata Moss.

Bersama Dominikus, seorang penyair Bali, Putu Oka Sukanta juga menjadi penerima hibah The Hellman/Hammett. Penyair kelahiran tahun 1939 ini, juga seorang jurnalis di masa mudanya dan aktif dalam asosiasi seniman kiri ‘selama era Soekarno. Pada tahun 1966 ia ditahan selama satu dekade karena tulisan-tulisannya.

Selama 23 tahun terakhir, lebih dari 750 penulis dari 92 negara telah menerima hibah Hellman / Hammett hibah hingga US $ 10.000 per orang, dengan total lebih dari $ 3 juta. Program ini juga memberikan hibah darurat kecil untuk penulis yang harus meninggalkan negara mereka atau yang membutuhkan perawatan medis segera setelah menjalani hukuman penjara atau penyiksaan.

Hibah Hellman/Hammett ini diberikan untuk mengenang dramawan Lillian Hellman dan novelis Dashiell Hammett. Keduanya sama-sama dipertanyakan oleh Kongres AS tentang keyakinan politik dan afiliasi mereka selama investigasi anti-komunis agresif yang terinspirasi oleh Senator Joseph McCarthy pada 1950-an. Hellman kemudian kesulitan menemukan pekerjaan dan Hammett menghabiskan waktunya di penjara.

Pada tahun 1989, para wali yang ditunjuk dalam surat wasiat Hellman meminta Human Rights Watch untuk merancang sebuah program guna membantu para penulis yang mengungkapkan pandangan mereka yang bertentangan dengan pemerintah, karena mengkritik pejabat pemerintah, atau untuk menulis tentang subyek yang tidak diinginkan oleh pemerintah.

Dua belas penerima hibah The Hellman/Hammett tahun ini berasal dari Republik Rakyat Cina. Empat dari mereka berasal dari Tibet dan tetap anonim karena alasan keamanan. Lima penerima berasal dari Vietnam, empat dari Ethiopia, dan tiga dari Iran.

Berikut adalah penerima hibah The Hellman/Hammett :

1.    Anonymous (Burundi)
2.    Bertrand Teyou (Cameroon)
3.    Eskinder Nega (Ethiopia)
4.    Mesfin Negash (Ethiopia)
5.    Woubshet Taye (Ethiopia)
6.    Reeyot Alemu (Ethiopia)
7.    Buya Jammeh (The Gambia)
8.    Anonymous (Rwanda)
9.    Abdelgadir Mohammed Abdelgadir (Sudan)
10.    Silvanos Mudzvova (Zimbabwe)
11.    Zaw Thet Htwe (Burma)
12.    Wang Lihong (China)
13.    Qi Chonghuai (China)
14.    Huang Qi (China)
15.    He Depu (China)
16.    Huuchinhuu Govruud (China)
17.    Memetjan Abdulla (China)
18.    Gulmire Imin (China)
19.    Sun Wenguang (China)
20.    Four anonymous Tibetans (China)
21.    Putu Oka Sukanta (Indonesia)
22.    Dominikus Sorabut (Indonesia/Papua)
23.    Malik Siraj Akbar (Pakistan)
24.    Zubair Torwali (Pakistan)
25.    Sonali Samarasinghe Wickrematunge (Sri Lanka)
26.    Huynh Ngoc Tuan (Vietnam)
27.    Huynh Thuc Vy (Vietnam)
28.    Nguyen Huu Vinh (Vietnam)
29.    Pham Minh Hoang (Vietnam)
30.    Vu Quoc Tu (Vietnam)
31.    Urunboy Usmonov (Tajikistan)
32.    Dovletmyrat Yazkuliyev (Turkmenistan)
33.    Dr. Abdul Jalil Al-Singace (Bahrain)
34.    Isa Saharkhiz (Iran)
35.    Keyvan Samimi (Iran)
36.    Hila Sedighi (Iran)
37.    Mohamad Al Ahmad Al-Ali (Syria)
38.    Ahmed Mansoor (United Arab Emirates)

(Jubi/Benny Mawel)

Friday, December 21st, 2012 | 01:38:01, TJ

Tak Gampang Jadi Anggota PBB

Franzalbert Yoku Soal Klaim Bahwa Papua Barat Sudah Terdaftar di PBB

SENTANI— Pernyataan Agustinus Waipon, yang mengaku selaku  Kepala Kantor Sekretariat Negara Republik Papua Barat versi Presiden Yance Hembring,  bahwa perjuangan panjang Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilebur menjadi Administrasi Negara Republik Papua Barat (NRPB) akhirnya terdaftar secara resmi menjadi anggota PBB, mendapat tanggapan dari  Franzalbert Yoku yang merupakan salah satu mantan tokoh OPM yang banyak berjuang di luar negeri.  Ia mengatakan pernyataan itu merupakan sebuah pembohongan publik. Pasalnya, jangankan terdaftar di PBB untuk bisa masuk ke gedung PBB saja cukup sulit.

“Itu pembohongan publik dari para oportunis yaitu para adventure atau pekerjaan petualang politik. Saya tahu, karena saya dulu jadi petualang politik dan saya kerjanya begitu. Selain jadi wartawan, saya juga jalankan propaganda seperti itu,”

ujar kepada Bintang Papua Senin pagi (19/11) yang ditemui di kediamannya.

Dikatakan, tetapi sekarang ini, dirinya memilih untuk menerima kenyataan dan kebenaran serta bagaimana dengan sepuluh jari yang dimilikinya bisa bergabung dengan Negara Indonesia guna mendorong upaya untuk memajukan Papua.

“Masyarakat diminta untuk lebih selektif dan waspada supaya jangan terjerumus dalam suasana yang menjadikannya korban akibat dari adanya berita propaganda dan jangan sampai dimanfaatkan oleh LSM yang ‘mencari kerja”.

Dimana setelah Timor-Timor selesai,  maka selanjutnya Papua juga ingin dijadikan lahan untuk berkampanye di luar negeri guna mendapatkan dana,” urainya.

Menurutnya, biasanya hal seperti ini akan sampai memanfaatkan situasi yang ada, bahkan situasi yang tidak ada bahkan ada yang tidak benar untuk bahan propaganda guna mendapatkan dukungan dan simpati serta dana.

“Yang jelas pembicaraan tersebut bohong, sebab PBB bukan satu badan untuk mengafiliasikan diri, LSM atau gerakan agama atau siapa saja,”

imbuhnya.

Dijelaskannya, PBB beranggotakan negara-negara yang berdaulat yang sudah mendapat rekornisi dari sesama negara yang merdeka dan berdaulat serta rekornisi dari PBB yang mana negara seperti inilah yang bisa mendaftar jadi anggota.

“Jadi kalau ada organisasi atau LSM di Papua ataupun di seluruh wilayah Indonesia yang sudah berafiliasi kesana (PBB-Red) itu bohong,”

tandasnya.

Tetapi, lanjutnya, jika mereka berafiliasi ke Indigenous Peoples Moved yang juga ada relasinya dengan PBB, itu memang benar. Tetapi jangan, lantas ada yang mengatakan bahwa OPM di Papua atau Papua Barat dan lain sebagainya sudah berafiliasi atau mendaftar ke PBB.

“Tidak ada cerita seperti itu sepanjang yang saya tahu, tetapi jika teman-teman wartawan ada yang tahu lebih baik daripada saya, tolong dijelaskan kepada teman-teman di Papua dan Papua Barat bagaimana duduk kebenarannya,”

tukasnya.

Dituturkan Franz, pihaknya meminta sekali lagi, agar jangan masyarakat Papua dibodohi terus, jangan masyarakat Papua dengan waktu yang sangat mahal dibohongi terus lalu membuang waktu yang sangat mahal yang tadinya untuk membangun negeri dan dirinya sendiri.

“Semudah itu. Coba bayangkan saja, seorang wartawan untuk dapat akreditasi dari PWI di Indonesia dan Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) untuk mendukung atau mengcover saja bukan mendaftar menjadi anggota PBB, untuk bisa masuk ke gedung PBB bisa membutuhkan waktu 5-10 hari hanya untuk mengurus security atau keamanan,”

ungkapnya.

Lanjutnya, hal tersebut baru di luar gedung PBB dan biasanya hal tersebut pihak swasta yang menangani yaitu pihak swasta yang ditunjuk oleh PBB seperti ILWP apalagi setelah tanggal 11 Desember lalu. Yang jelas tidak bisa segampang itu masuk gedung PBB. Yang mana setelah itu, untuk meminta waktu, jangankan Sekjen PBB, pejabat tengah saja di PBB, prosesnya cukup rumit dengan harus menyakinkan, karena PBB tidak berurusan dengan asosiasi dan LSM tetapi berurusan dengan negara resmi sehingga tiap hari PBB bekerja dengan duta-duta besar yang ditunjuk oleh negara anggota PBB untuk berurusan dengan Sekretariat PBB,

“Dari Indonesia tidak bisa berangkat kesana kecuali lewat Kemenlu jadi tidak bisa sembarangan. Apalagi orang Papua pikir bisa semudah masuk Bandara Sentani,”

pungkasnya.

Selain itu, tentang isu-isu bahwa PBB akan datang melakukan perubahan politik di Indonesia, bagi Franzalbert Yoku memiliki alasan yang sama, dimana tanpa mekanisme yang tadi dijelaskan tidak bisa sesukanya datang dan mengatur Indonesia apalagi mengurus urusan dalam negeri Indonesia.

“Hal tersebut berlaku untuk untuk semua anggota PBB seperti misalnya Negara Siria, PBB tidak semudah itu libatkan diri apalagi menyangkut proses yang bertahap dan rumit sampai keputusan dewan keamanan sampai mengintervensi seperti itu, memang ada apa di Papua hingga PBB bisa seperti itu,”

tanyanya.

Tidak hanya itu, hal yang berkaitan dengan hal tersebut yang harus disampaikan Franzalbert Yoku lainnya adalah banyak orang di Papua percaya bahwa Sekjen PBB yaitu Ban ki Mon memiliki kuasa seperti presiden yang berlaku seperti bos besar dari semua kepala negara di dunia ini.

“Itu pemahaman yang keliru dan salah. Sebab Sekjen PBB tidak punya kuasa apa-apa atas negara-negara di dunia. Sekjen PBB adalah Kepala Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu unit administratif yang mengurus persidangan dan urusan dengan kepentingan negara anggota PBB dengan PBB,”

paparnya.

Franzalbert kembali menjelaskan bahwa kepala administratif dari sekretariat tersebut adalah Sekjen PBB tadi. Yang mana Sekjen PBB bukan bos dunia seperti yang orang Papua bayangkan sehingga ada saja dari waktu ke waktu yang mengatakan bahwa Sekjen PBB akan membacakan teks proklamasi kemerdekaan Papua di Bandara Sentani dan lain sebagainya.

“Masuk akal kah setelah saya jelaskan tadi? Itu pembicaraan orang bodok!! Dan saya tidak mau dunia melihat Papua ini dihuni oleh orang Papua yang tusuk lubang hidung dengan taring babi dan lari-lari di jalan dengan jubi dan panah tiap hari, tidak kerja di kantor, tidak berusaha dan lain sebagainya. Papua jauh dari gambaran itu,”

katanya lagi.

Ditambahkannya, jangan masyarakat Papua mapun Pemerintah Indonesia menggambarkan bahwa Papua dihuni oleh orang bodok, masih primitif, setengah telanjang, tidak tahu keadaan dunia apalagi memahami mekanisme yang begitu jelas mengatur seperti PBB. (dee/don/l03)

Selasa, 20 November 2012 09:50, www.bintangpapua.com

Marinus: Harus Cabut Dulu Resolusi PBB Tentang Pepera

SEMENTARA ITU, Pengamat Politik Hukum, yang juga Dosen Hubungan Internasional, FISIP-Uncen Jayapura, Marinus Yawung mengatakan,  apabila PBB mengakomodir isu/aspirasi NRPB, apalagi menjadi NRPB terdaftar sebagai anggota PBB, maka secara hukum internasional dan politik luar negeri seharusnya PBB mencabut dulu resolusi PBB Nomor  5142 tertanggal 26 Desember 1969 tentang hasil Pepera di Tanah Papua, tapi sampai saat ini resolusi PBB dimaksud belum dicabut.

“Kalau masalah Papua sekadar dibicarakan sebatas diplomatis sesama diplomat PBB itu wajar saja, tapi jika sampai dibicarakan  di sidang PBB dan ditetapkan menjadi anggota PBB, maka resolusi PBB mengenai Pepera harus dicabut dulu,”

jelasnya kepada Bintang Papua saat dihubungi via ponselnya, Senin, .

Meski demikian, dirinya belum mengetahui adanya siaran resmi dan pernyataan resmi dari PBB yang menyatakan Papua telah terdaftar menjadi anggota PBB. Sementara dalam sidang PBB ke-56 tahun 2012 ini, dalam Pidato Presiden SBY sudah mengarah pada Milinium Developmen Goals, yang dalam hal ini menyangkut masalah terorisme, isu agama, dan lain sebagainya bukan masalah isu Papua Barat. Ditegaskannya, Presiden SBY maupun organisasi bentukan apapun, tidak berhak mendaftarkan sebuah Negara (apalagi Negara yang belum jelas terbentuk secara dejure), karena yang berhak adalah Negara anggota PBB, karena sebuah Negara menjadi anggota PBB harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB itu sendiri. Demikian pula jika isu Papua jika dibahas di PBB, juga harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 anggota PBB.

“Yang pastinya politik luar negeri Indonsia tidak akan terganggu, malah kedepannya akan semakin lebih efektif dengan terpilihnya Presiden Barak Obama, karena Indonesia akan menjadi patners strategis dalam menjembatangi masalah-masalah isu sosial, kesehatan, pendidikan yang terjadi di Papua dan Indonesia, tetapi isu Papua Merdeka tetap menjadi batu-batu kerikil dalam sepatu diplomasi Indonesia, tapi tidak mengurangi panggung politik Indonesia dalam dunia Internasional,”

tukasnya.

Ditempat terpisah Pengamat Sosial Politik dan Hukum Internasional, Meliana Pugu, secara singkat menandaskan, negara terbentuk  atas 4 dasar utama, yakni, geografis, penduduknya, sumber daya, dan pengakuan, sementara Papua hanya satu hal yang belum bisa dipenuhi yakni  pengakuan secara hukum baik dari Negara RI maupun semua negara anggota PBB.

Menurutnya, jika Papua Barat sudah terdaftar sebagai anggota PBB, tentunya disini harus dipertanyakan apakah Papua Barat sudah menjadi Negara yang berdaulat, dan jika terdaftar tentunya terdaftar dengan nomor pendaftaran berapa, dan kapan pendaftarannya, itu harus jelas dalam surat keputusan PBB.(nls/don/l03)

Selasa, 20 November 2012 09:50,www.bintangpapua.com

KNPPB Versi Yance Hembring Siap Lakukan Konsolidasi

JAYAPURA – Menyusul  dilantiknya Komite Nasional Pemuda Papua Barat (KNPPB) versi Presiden Yance Hembring,  Rabu (14/11) pukul 12.30 WIT di Kampung Singgriwai, Distrik Nimboran, Kabupaten Jayapura, Ketua KNPPB versi Yance Hembring, yakni, Roberth Buwe, mengatakan, pihaknya akan melaksanakan konsolidasi organisasi ke tingkat provinsi NRPB sampai di kabupaten/kota se-NRPB.

Konsolidasi dimaksud dilakukan untuk pembentukan KNPPB pada tingkat bawah secara berjenjang, sehingga bersama-sama selaku pemuda se-NRPB mengangkat sumpah janji ikrar pemuda untuk memperjuangkan secara tuntas perjuangan kemerdekaan NRPB secara utuh dan berdaulat.

“Yang pastinya kami akan menggalang persatuan dan kesatuan diantara anak sesama negeri Malanesia untuk bersatu padu perjuangkan kemerdekaan bangsa NRPB,”

ungkapnya kepada Bintang Papua di kediamannya, Sabtu, (17/11). Pada kesempatan itu, dirinya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Repoblik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada warga Negara Papua Barat untuk memperjuangkan kemerdekaannya hingga mendapatkan pengakuan dunia internasional.(nls/don/l03)

Senin, 19 November 2012 09:34,www.bintangpapua.com

Dokumen NFRPB yang Ditemukan Didalami

Tampak aparat kepolisian melakukan sweeping di pertigaan Genyem-Sentani-Doyo Jumat (19/10) . Dalam razia tersebut lima orang berhasil diamankan yang pada akhirnya dilepas kembali karena terbukti mereka hanya ikut-ikutan saja dalam peringatan KRP III.
Tampak aparat kepolisian melakukan sweeping di pertigaan Genyem-Sentani-Doyo Jumat (19/10) . Dalam razia tersebut lima orang berhasil diamankan yang pada akhirnya dilepas kembali karena terbukti mereka hanya ikut-ikutan saja dalam peringatan KRP III.
SENTANI – Lima orang yang diamankan saat polisi melakukan sweeping dan razia Jumat (19/10) di wilayah Kabupaten Jayapura, lantaran ditemukan membawa sejumlah dokumen rahasia terkait Negara Republik Federal Papua Barat (NFRPB), akhirnya dilepas. Pasalnya, setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif oleh jajaran Polres Jayapura, lima orang yang diamankan tersebut diketahui hanya ikut-ikutan saja pada aksi peringatan setahun KOngres Rakyat Papua (KRP) III.

Kelima orang tersebut, diantaranya berinisial CD, YY, MK, HY dan YK, mereke sebelumnya diamankan di Polsek Sentani Kota. Hal itu dibenarkan Kapolres Jayapura AKBP Anthonius Wantri Julianto.

Ia mengatakan, ternyata kelima orang yang diamankan tersebut hanya ikut-ikutan saja pada aksi peringatan KRP III yang rencananya digelar di Lapangan Theys Eluay Sentani.

“Kelima orang tersebut hanya kami ambil keterangan karena hasil pemeriksaan mereka terbukti haya ikut-ikutan, akhirnya kami lepas,” ujarnya kepada wartawan Sabtu (20/10) ketika ditemui di Travellers Hotel Sentani.

Meski orangnya dilepas, namun dokumen-dokumen terkait dengan Negara Federal Republik Papua Barat yang ditemukan pada kelima orang tersebut, hingga saat ini masih didalami oleh pihak kepolisian guna kepentingan penyelidikan. “Untuk dokumen sedang didalami untuk dianalisa,” imbuhnya.

Sementara itu, dari data yang berhasil dikumpulkan Bintang Papua, beberapa barang yang sempat diamankan ketika razia berlangsung diantaranya, selebaran berupa copyan himbauan perayaan 1 tahun KRP III, dokumen lies sumbangan dan himbauan rakyat bangsa Papua, copyan seruan Nasional Republik Federal Papua Barat sekretariat Negara Jayapura-West Papua, kwintansi penerimaan sumbangan dari masyarakat setempat, kwintansi pengeluaran untuk kegiatan perayaan KRP III, tiga buah flashdisk, kamera digital, satu lembar baju pakaian PDL Petapa, celana PDL dan sepatu PDL.
Sebagimana diketahui, sebelumnya, Jumat (19/10) di sejumlah titik yang berada di Kabupaten Jayapura dilakukan sweeping oleh jajaran Polres Jayapura yang diback up BKO Brimobda Papua. Sweeping ini dilaksanakan, terkait rencana digelarnya ibadah syukur atas peringatan KRP III di Lapangan Theys Eluay, Sentani. Dimana atas rencana kegiatan ini, Polres Jayapura menurunkan personelnya sebanyak 1 kompi dengan dibantu dengan 3 pleton personel dari Brimobda Papua. (dee/don/l03)

Senin, 22 Oktober 2012 07:23, BP.com

Peringatan KRP III : Di Sentani 5 Orang Diamankan Di Manokwari 4 ‘BK’ Dirampas

Massa warga asli Papua yang tergabung dalam West Papua National Authority (WPNA) saat menggelar demo di Manokwari Jumat (19/10) kemarin, ada beberapa dari mereka mengenakan atribut Bintang Kejora.
Massa warga asli Papua yang tergabung dalam West Papua National Authority (WPNA) saat menggelar demo di Manokwari Jumat (19/10) kemarin, ada beberapa dari mereka mengenakan atribut Bintang Kejora.

SENTANI— Rencana digelarnya ibadah syukur atas peringatan KRP (Kongres Rakyat Papua) III di Lapangan Theys Eluay, Sentani, Jumat (19/10) gagal dilaksanakan. Meski batal dilaksanakan, petugas sempat mengamankan 5 orang yang diduga membawa dokumen rahasia, senjata tajam dan KTA (Kartu Tanda Anggota). Mereka adalah, CD, YY, MK, HY dan YK. Dimana ke-5 orang tersebut diamankan di Polsek Sentani Kota.

Sementara di Manokwari 4 Bendera Bintang Kejora (BK) berhasil dirampas aparat dari massa yang unjuk rasa guna mengecam dan menuntut pengusutan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, sekaligus memperingati KRP III.

Gagalnya peringatan di Sentani karena di sejumlah titik yang berada di Kabupaten Jayapura dilakukan sweeping oleh jajaran Polres Jayapura, diback up BKO Brimobda Papua.

Kapolres Jayapura AKBP Anthonius Wantri Julianto mengatakan atas rencana kegiatan ini, pihaknya menurunkan personelnya 1 kompi dibantu 3 pleton personel dari Brimobda Papua.

“Personel ini untuk menjaga keamanan serta menjamin masyarakat agar dapat melaksanakan aktivitasnya dengan lancar dan tidak ada gangguan,” imbuhnya. Disebutkannya, untuk melakukan penjagaan keamanan, ditempatkan personel di 7 titik dari Kampung Harapan sampai ke Sentani Barat.

“Dari Polda Papua tidak mengeluarkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) yang artinya kegiatan tersebut (Peringatan KRP III-Red) tidak boleh berlangsung,”

ujarnya kepada wartawan Jumat siang (19/10) ketika ditemui tengah berpatroli di Jalan Masuk Bandara Sentani.

Dipaparkannya, pihaknya mulai melakukan penjagaan sekitar pukul 07.00 WIT di beberapa titik yang dianggap rawan. Sedangkan sweeping dilakukan bertujuan untuk meminimalisir hal-hal yang dianggap dapat mengganggu keamanan.

Ditambahkan, mengingat banyak administrasi yang tidak dilengkapi oleh pihak panitia penyelenggara ibadah syukur tersebut, maka jika tetap bersikeras melakukan ibadah syukur akan dibubarkan.

Dari pantauan Bintang Papua di lapangan, sekitar pukul 09.30 WIT, 2 unit truk yang berisi para Petapa (Penjaga Tanah Papua) yang melaju dari arah Doyo menuju Sentani diminta untuk kembali dan dilarang menuju ke Lapangan Theys Eluay Sentani ketika sampai di pertigaan Genyem-Doyo-Sentani.

Tidak hanya itu, anggota polisi yang berjaga juga melakukan sweeping terhadap setiap kendaraan roda empat yang melintas, baik itu kendaraan umum maupun pribadi. Alhasil, para pengendara motor yang tidak lengkap administrasinya seperti tidak menggunakan helm, spion pun mendapat teguran lisan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya ditahan motornya. Sedangkan kondisi Kota Sentani dan sekitarnya tetap kondusif seperti biasanya. Tidak ada yang berubah, hanya saja di beberapa titik seperti di pertigaan Genyem-Sentani-Doyo, Jalan Masuk Bandara Sentani dan di Kampung Harapan ditempatkan anggota Polres Jayapura dan Brimobda Papua.

Manokwari

Unjuk rasa ratusan warga asli Papua, tergabung dalam West Papua National Authority (WPNA), Jumat (19/10) kemarin, nyaris terjadi kericuhan. Unjuk rasa guna mengecam dan menuntut pengusutan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, sekaligus memperingati hari ulang tahun deklarasi hak politik bangsa Papua Barat, tersebut terjadi insiden kecil. Sejumlah aparat kepolisian Resor Manokwari, yang melakukan pengawalan jalannya unjuk rasa, sempat merampas empat bendera Bintang Kejora, dari tangan para demonstran. Perampasan bendera BK ini terjadi di Jalan Yos Sudarso.

Awalnya aksi unjuk rasa tersebut berjalan damai. Sekitar ratusan warga asli papua, berkumpul di Samping GOR Sanggeng Manokwari. Sambil membawa berbagai atribut yang berisikan tentang kecaman sejumlah pelanggaran HAM di Tanah ini, tetapi juga mereka mendesak kepada Pemerintah Indonesia, untuk segera memberikan kemerdekaan dan lepas dari NKRI.

Sekitar puluhan aparat dari Polres Manokwari dan dibantu oleh puluhan prajurit dari Brigade Mobil Kompi C Manokwari, terus melakukan pengawalan sejak dari Jalan Pahlawan hingga berakhir di Gereja Elim Kwawi.

Unjuk rasa dengan cara long march tersebut, sempat mengganggu aktivitas pengguna jalan. Alhasil, sejumlah ruas jalan yang dilalui oleh para pengunjuk rasa menjadi macet. Polisi akhirnya mengalihkan arus lalu lintas ke jalan alternative untuk menghindari terjadinya kemacetan. Beberapa tempat usaha yang dilalui para demonstran pun terpaksa diututup sementara oleh para pemiliknya.

Di perempatan Lampu Merah Sanggeng, tepatnya di Jalan Pahlawan dan Jalan Yosudarso, masa yang dari GOR Sanggeng bertemu dengan masa yang tergabung dalam Kelompok Mahasiswa Asli Papua. Kemacetan di ruas jalan ini pun tak terhindarkan. Beberapa saat, konvoi masa pun terhentikarena kemacaten. Namun akhirnya berjalan normal, setelah polisi harus turun tangan untuk memperlancar arus lalu lintas tersebut.

Sejak awal aksi unjuk rasa, aparat terus melakukan pengawalan terhadap jalannya aksi tersebut. Kapolsek Kota, AKP Monang Pasaribu, SH mengaku, polisi akan melakukan penangkapan terhadap mereka yang mencoba untuk mengibarkan Bendera Bintang Kejora.

Suasan masa yang bergerak laju hingga di depan Bank BRI, mulai terlihat panas. Beberapa pengunjuk rasa, mencoba untuk menaikan Bendera Bintang Kejora yang sudah mereka persiapkan. Polisi yang sedang melakukan pengawalan dari arah belakang langsung masuk ke dalam barisan. Sebanyak 4 buah Bendera Bintang Kejora, akhirnya diamankan aparat. Meski perampasan itu berhasil, namun aksi tersebut mendapat kecaman dari para pengunjuk rasa. Keributan pun terjadi. Emosi pun tak terhindarkan. Sempat baku dorong antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Kondisi pun mulai mereda setelah masing-masing pihak menahan diri. Dalam aksi perampasan bendera itu, polisi tidak mengamankan pelaku. Suasana panas terus terjadi hingga di Swissbel Hotel. Pengawalan aksi unjuk rasa itu pun semakin diperketat. Sesjumlah aparat dengan senjata organic, terus bersama-sama dengan para pengunjuk rasa hingga finish di Gereja Elim Kwawi. Di tempat tersebut, mereka berdoa bersama dan membubarkan diri dengan damai.(dee/sera/don/l03)

Sabtu, 20 Oktober 2012 06:52, BP.com

Peringatan KRP III : Kibarkan Bintang Kejora Polisi Siap Bubarka

Jayapura – Adanya rencana sekelompok masyarakat untuk memperingati setahun Kongres Rakyat Papua (KRP) III di lapangan Theys, Sentani Kabupaten Jayapura, Jumat 19 Oktober hari ini, Polda Papua secara tegas menyatakan tidak memberikan izin.

Bahkan Polisi mewarning tidak segan-segan membubarkan dan menindak dan menindak tegas pihak-pihak yang ingin mengibarkan bendera Bintang Kejor atau lambang perjuangan bangsa Papua Barat saat perayaan peringatan KRP III berlangsung.

“Polisi tetap mengedepankan langkah-langkah persuasif. Tapi, bila ada pihak yang memaksakan kehendak, terutama mengibarkan Bintang Kejora akan ditindak tegas dan diproses sesuai hukum yang berlaku,”ujar Juru Bicara Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya Kamis 18 Oktober.

I Gede mengungkapkan, pihak Panitia Perayaan Peringatan KRP II telah menyampaikan permohonan izin menggelar peringatan setahun KRP III. Namun, Polda tidak mengeluarkan izin atau Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). “Polisi kuatir adanya upaya-upaya makar atau mendirikan negara diatas negara diprakarsai Presiden NFRPB Forkorus Yoboysembut, sehingga tidak memberikan izin,”tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Perayaan KRP III yang juga Ketua Tim 7 NFRPB Pdt. Kelly Yabansabra, S.Theo menyatakan, peringatan hanya menggelar ibadah syukuran, dan juga sekaligus mengibarkan Bendera Bintang Kejora, Bintang Empatbelas berdampingan dengan Bendera Merah Putih sekaligus mengundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hari Ini KRP III Dirayakan Dalam Ibadah Syukur

Meski mendapat penolakan dari Markas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dan tidak mendapatkan ijin dari Polda Papua, namun Panitia berjanji akan tetapt melakukan perayaan setahun KRP 3 dalam bentuk ibadah syukur.

Sedangkan Pernyataan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua Barat, Jhona Wenda, bahwa Markas Pusat TPN Papua Barat telah mengeluarkan instruksi/seruan dan pernyataan sikap terkait dengan hasil Kongres Rakyat Papua (KRP) III maupun kegiatan-kegiatannya yang sudah/dan akan dilaksanakan kedepannya, yang intinya menolak hasil KRP III dan peringatakan KRP III, ternyata mendapat tanggapan serius dari Sekretaris Panitia Peringatan Deklarasi Pemulihan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat KRP III, Elly Serwa.

Menurutnya dengan pernyataan Jhona Wenda dimaksud, pihaknya mempertanyakan posisi Jhona Wenda didalam perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat. Apalagi statmennya itu patut dipertanyakan dan diselidiki.

Dirinya menilai pernyataan yang dikeluarkan Jhona Wenda itu merupakan pernyataan sepihak yang mungkin saja sudah dipengaruhi oleh kepentingan tertentu. Soal kepentingan tertentu siapa Elly tidak menyebutkannya.

“Jangan sampai pernyataan Jhona Wenda sudah dikolaborasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu sehingga berbicara seperti itu. Apakah Jhona Wenda sudah capek berjuang?,” ungkapnya saat menghubungi Bintang Papua via ponselnya, Kamis, (18/10).

Dirinya tidak berkomentar banyak, hanya saja menyatakan, semua proses perjuangan menuju kemerdekaan bangsa Papua Barat yang dalam hal ini secara defacto dan dejure diakui keberadaannya, itu harus dihargai oleh rakyat Papua, entah itu diperjuangkan oleh siapapun.

Terkait dengan peringatakan KRP III dimaksud, kata Elly, tetap dilaksanakan pada hari ini (Jumat, 19/10) pada pukul 09.00 Wit di lapangan almahrum Theys Hiyo Eluay. Untuk itu semua komponen diharapkan turut hadir untuk merayakannya.

Peringatan KRP III tersebut hanya dilakukan dalam ibadah syukur, soal kehadiran Presiden SBY, pihaknya belum bisa memastikannya, namun secara undangan tertulis sudah disampaikan ke Kantor Kepresidenan. “Kami tidak jadi dikibarkan Bendera Merah Putih, Bendera Bintang Fajar dan Bendera PBB. Hanya ibadah syukur biasa saja,” paparnya.

Mengenai permintaan ijin ibadah, pihaknya tidak menyampaikannya ke Polda Papua, hanya disampaikan surat pemberitahuan saja. Disamping itu pula hal ini sudah dikoordinasikan terus menerus dengan pihak Polda Papua. “Ini hanya ibadah biasa, jadi intinya siapapun tidak punya hak untuk membatasi seseorang untuk berdoa kepada Tuhan,” tukasnya.(mdc/jir/nls/don/l03)

Jumat, 19 Oktober 2012 01:40, BINTANGPAPUA.com

Peringati KRP III Dinilai Wajar

Jayapura – Terkait rencana sekelompok masyarakat memperingati peristiwa kekerasan Kongres Rakyat Papua III yang menelan korban jiwa, DPR Papua menganggap hal itu hanya sebatas penyampaian aspirasi, dan meminta aparat keamanan untuk tidak lagi menggunakan cara-cara kekerasan.

“Kalau ada warga masyarakat yang ingin memperingati peristiwa KRP III, itu wajar-wajar saja dan itu bagian dari demokrasi, setiap warga memiliki hak yang sama menyampaikan aspirasi, selama masih dalam koridor hukum,”ujar Ruben Magai Ketua Komisi A DPR Papua saat ditanya tanggapannya mengenai rencana itu, Senin 15 Oktober diruang kerjanya.

Lanjut dia, untuk itu aparat keamanan jangan juga selalu mengedepankan kekerasan dalam menangani penyampaian aspirasi masyarakat. “Jangan lagi gunakan cara-cara kekerasan, karena itu hanya meninggalkan trauma mendalam bagi rakyat Papua. Dalam demokrasi menyampaikan aspirasi ada hal biasa,”ujarnya.

Ia mengatakan KRP saat ini sudah menjadi sejarah bagi masyarakat Papua, sehingga jika ada yang memperingatinya,adalah sangat wajar. “Kalau KRP diperingati, lumrah karena sudah bagian dari sejarah rakyat Papua,”imbuhnya. Pada kesempatan yang sama, Ruben Magai juga menyampaikan pemerintah di Papua saat ini juga sudah tidak demokratis. Penuh intimidasi terbukti aktivis mendapatkannya. “ Pemerintah tidak demokratis bukti pemerintah tidak mampu mengelolah persoalan Papua,”tukasnya.

Menurutnya, dalam menyelesaikan persoalan Papua, harus mengedepankan dialog. “Hanya dengan dialog yang bisa mengurai segala permasalahan Papua, bukan dengan kekerasan yang hanya mengundang dunia internasional, serta membuat luka rakyat Papua,”tukasnya.

Dan ingat, sambungnya, rakyat Papua semakin ditekan akan semakin berteriak. “Siapapun kalau terus menerus ditekan pasti berteriak,”paparnya.
Ruben juga mengklaim, bahwa otsus yang sudah diberikan pemerintah pusat selama 11 tahun, tidak lagi berguna dan dirasakan rakyat Papua, karena sama sekali tidak lagi memproteksi kepentongan rakyat Papua. “Saya kira otsus sudah tidak ada lagi artinya, sebab tidak lagi melindungi kepentingan rakyat Papua, seperti contohnya Pilgub, yang mengembalikannya ke KPU yang berarti sama saja dengan UU general lain, tidak memiliki kekhususan,”paparnya.(jir/don/l03)

Source: Selasa, 16 Oktober 2012 06:23, BintangPapua.com

1 Tahun KRP III Akan Diperingati

Senin, 15 Oktober 2012 02:11, BintangPapua.com

Ketua Panitia Perayaan KRP III, Pdt. Ketty Yabansabra, S.Teol (kiri) bersama anggota saat memberikan keterangan pers, Sabtu (13/10).
Ketua Panitia Perayaan KRP III, Pdt. Ketty Yabansabra, S.Teol (kiri) bersama anggota saat memberikan keterangan pers, Sabtu (13/10).

JAYAPURA – Kelompok yang menamakan diri Negara Federasi Republik Papua Barat (NFRPB) mengatakan, bakal memperingati 1 tahun Konferensi Rakyat Papua (III) yang saat itu mendeklarasikan pemulihan kemerdekaan ‘Bangsa Papua’ di Lapangan Misi Padang Bulan Abepura, tepatnya 19 Oktober 2011 lalu.

Ketua Panitia Perayaan Konferensi Rakyat Papua (KRP) III, yang juga selaku Ketua Tim 7 NFRBP, Pdt. Ketty Yabansabra, S.Teol, mengatakan, perayaan tersebut dilaksanakan tanggal 19 Oktober dalam bentuk ibadah syukur dan dialog, yang akan menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jika undangan NFRPB dipenuhi Presiden SBY.

Dijelaskan, perayaan dalam bentuk ibadah dimaksud dan dialog dipastikan dilaksanakan dengan damai, bersahabat, dan sopan santun, sebab tema yang diangkat dalam perayaan tersebut adalah Papua dipulihkan dari perdamaian dunia.

Mengenai hal itu, melalui Tim yang dibentuk dan disahkan oleh ‘Presiden NFRPB’, Forkorus Yoboisembut,telah menyampaikan surat-surat kenegaraan, salah satunya perihal ibadah syukur dan dialog kepada Presiden RI yang tembusannya kepada menteri terkait, Kapolri, Panglima TNI, Pangdam Papua, Kapolda Papua Gubernur Papua dan pihak lainnya. Dimana ada balasan surat dari pihak-pihak tersebut bahwa telah menerima surat dan dokumen dari NFRPB. “Itu sikap hormat dari pemerintah pusat kepada kami NFRPB, jadi kami simpulkan bahwa pasti mendapatkan ijin ibadah syukur peringatan KRP III. Jelas kami akan menyampaikan surat permintaan ijin ke Polda Papua untuk ibadah syukur ini,” ungkapnya dalam keterangan Persnya di Kantor Sekretariat Dewan Adat Papua (DAP), Sabtu, (13/10). “ Yang terlibat dalam ibadah syukur itu seluruh komponen masyarakat di tanah Papua termasuk kami undang semua warga NKRI yang ada di tanah Papua yang sangat kami akui tingkat kesopanannya untuk turut hadir merayakannya,” ujarnya lagi.
Tentang deklarasi yang diisampaikan pada sesi terakhir KRP III, rakyat Papua menyatakannya sebagai final solution (solusi final) dari semua upaya-upaya pembangunan dari pemerintah NKRI dari sejak digelarkannya pembangunan dengan tema kesatuan NKRI dengan Papua yang bertolak dari adat dan kebudayaan yang sama mulai dari Kerajaan Sriwijaya sampai pada kesultanan Tidore, yang sudah saatnya harus berdiri sendiri menjadi Negara yang berdaulat secara hukum.

Lanjutnya, mengenai rencana dialog dengan Presiden SBY, pihaknya telah menyerahkannya ke Presiden SBY dan para petinggi di Jakarta yang diantar langsung pada tanggal 13-16 September 2012 lalu. Namun demikian, pihaknya meragukan dibukanya ruang dialog Jakarta-Papua, karena pada 10 tahun lalu ruang dialog juga diminta tapi gagal dilaksanakan.

Meski demikian, secara defacto telah mempunyai status politik dan hukum menjadi NFRPB yang ditandai dengan pembacaan deklarasi kemerdekaan bangsa Papua pada KRP III Papua lalu yang dicatat sebagai deklarasi pemulihan kemerdekaan dan kedalautan bangsa Papua yang sudah diperjuangkan sejak tahun 1961 hingga tahun 2011 lalu.

“Status hukum NFRPB terus kami dorong dan upayakan adanya pengakuan dari Negara-negara anggota PBB teristimewa Negara Kesatuan Repoblik Indonesia (NKRI),” tandasnya.

Sedangkan Kepala Keamanan NFRPB, Elias Ayakading, mengharapkan supaya tragedi yang terjadi pada KRP III lalu jangan terulang lagi pada peringatan 19 Oktober 2012 mendatang, sebab thema yang kita usung sudah jelas, yakni, pemulihan kemerdekaan bangsa NFRPB.

Untuk itu, dirinya menghimbau kepada aparat keamanan di atas tanah Papua, supaya bersama-sama kita wujudkan damai di tanah Papua. Dan kepada seluruh masyarakat Papua baik orang Papua sendiri maupun non Papua bahwa pihaknya menjamin keamanan perayaan ibadah syukur hari ulang tahun KRP III ini dalam kedamaian aman dan damai.

Dirinya juga minta kepada pihak-pihak terkait agar tidak mengembangkan isu-isu yang tidak bertanggungjawab. sebab pelaksanaan ibadah syukur dengan keadaan aman dan damai, dan tidak akan terjadi gangguan keamanan.(nls/don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny