Polri Tetapkan 5 Tersangka Kongres Papua

Metrotvnews.com, Jakarta: Kepolisian Daerah Papua telah menetapkan lima tersangka terkait Kongres Papua III di Padang Bulan, Jayapura, Papua, Rabu kemarin. Empat orang dinilai melakukan makar, dan seorang lainnya terbukti membawa senjata tajam.

“Yang ditetapkan tersangka lima orang. Empat orang makar dikenai Pasal 106 KUHP, yang satu UU darurat. Sisanya dipulangkan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/10).

Kelima tersangka adalah Forkorus Yaboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar, Dominikus Sorabut, dan Gat Wenda.

Empat orang dijerat Pasal 110 Ayat (1) KUHP, Pasal 106 KUHP dan Pasal 160 KUHP. Sementara seorang lainnya, Gat Wenda, dijerat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena terbukti membawa senjata tajam.

Polda Papua telah memulangkan ratusan orang lainnya yang ikut diciduk saat pembubaran paksa kongres. Kongres dibubarkan karena terdapat sejumlah pelanggaran, yakni pengibaran bendera kejora dan deklarasi Papua merdeka.(IKA)

Pekerja HAM Sesalkan Tindakan Kekerasan Fisik KRP III

MANOKWARI – Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, sangat menyesalkan terjadinya tindakan aksi kekerasan fisik yang terjadi dalam proses penangkapan yang dilakukan oleh aparat keamanan dari gabungan POLRI-TNI terhadap para Penjaga Tanah Papua [PETAPA] beserta beberapa unsur pimpinan dalam KRP III Kamis [19/10] di lapangan Zakheus – Abepura, Jayapura. Di dalam tayangan kamera tv swasta yang menayangkan sekilas gambarnya, nampak saudara Edison Waromi, SH [mantan tahanan politik dan Presiden Eksekutiv West Papua National Authority/WPNA] ditangkap dan digiring ke mobil baracuda milik Polresta Jayapura. Juga nampak ada gambar lain dari tv swasta tersebut yang menunjukkan betapa sangat brutalnya aparat Polisi dari Polres Jayapura yang melakukan tindakan memukul/menganiaya bahkan menendang saudara Selpius Bobii pada bagian perut, tubuh, bahkan wajahnya dan ditayangkan di tv swasta tersebut pada sepanjang siang hingga malam hari tadi. Juga digelandangnya sekitar 300 orang warga Papua yang diduga menjadi peserta dalam KRP III yang oleh Kapolresta Jayapura dinyatakan sebagai sebuah acara yang memenuhi tuduhan Makar.

Indikator Makar menurut aparat keamanan, karena para pimpinan KRP III seperti Ketua Dewan Adat [DAP] Papua Forkorus Yaboisembut dan Selpius Bobii maupun Edison Waromi telah mendirikan negara dalam negara melalui pembacaan deklarasi yang menyatakan terhitung sejak tanggal 19 Oktober 2011, Negara Federasi Papua telah berdiri dan merdeka sebagai sebuah negara baru.

Rupanya aparat keamanan di bawah pimpinan Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setyawan, SIK memang telah berwaspada sejak acara pembukaan KRP III dimana ada pembentangan Bendera Bintang pagi atau Morning Star dalam pentas tari yang dialkoni oleh Grup Musik SAMPARI. Tapi hal ini tidak menjadi sebab hingga aparat keamanan bertindak membubarkan penyelenggaraan KRP III ini hingga usai. Hanya setelah adanya pembacaan Deklarasi Negara Federasi Papua Barat bersamaan dengan pemilihan dan pnetapan Forkorus Yaboisembut sebagai Presiden dan Edison Waromi,SH sebagai Perdana Menteri dan diikuti denagn penetapan lambang negara, mata uang, bahasa serta batas-batas negara.

Ini semua sudah cukup bagi aparat keamanan gabungan POLRI-TNI untuk mendesak masuk ke arena KRP III dengan maksud melakukan penangkapan terhadap para pimpinan dan peserta kongres tersebut Rabu kemarin. Hal itu disebabkan karena POLRI senantiasa menempatkan pasal-pasal Makar dalam KUH Pidana sebagai padanannya, yaitu pasal 106 dan 110 KUH Pidana.

Seharusnya tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap para pimpinan KRP III beserta peserta dan personil PETAPA tersebut tidak perlu terjadi, apabila adanya komunikasi yang dibangun dengan intensif dan teratur terus terjadi diantara aparat keamanan dengan penanggung jawab aksi tersebut. Kenapa demikian ? karena sebenarnya tidak perlu ada langkah pembubaran dan penangkapan rakyat sipil oleh aparat keamanan, jika memang komunikasi sudah dibangun dengan baik dari mulanya.

Komunikasi yang baik diantara pihak penyelenggara KRP III dengan Kapolresta Jayapura ini rupanya tidak berjalan sesuai harapan semulanya yaitu bahwa Polisi memberikan “ijin” bagi penyelenggaraan KRP III tapi dengan catatan tidak boleh mendirikan Negara Dalam Negara.

Namun demikian karena sudah ada pendirian negara Federasi Papua oleh peserta KRP III yang dilengkapi dengan struktur pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presidennya dan ada pernyataan Negara tersebut resmi berdiri terhitung sejak tanggal 19 Oktober 2011, maka aparat keamanan langsung bertindak untuk menangkap dan membubarkannya karena dinilai sudah mengarah kepada tindak pidana Makar.

Terus terang saya sangat menyesalkan terjadinya penangkapan yang diwarnai aksi kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap para peserta KRP III itu sendiri, termasuk di dalamnya terhadap Selpius Bobii kala itu.

Menurut pendapat saya bahwa saat ini, pihak peserta KRP III dan Dewan Adat Papua serta komponen perjuangan harus segera mempersiapkan Tim Advokat yang dapat memberikan Pembelaan Hukum terhadap para pimpinan KRP III tersebut sejak awal mereka ditangkap dan disidik oleh aparat Polisi di Mapolresta Jayapura sejak kemarin. Kamis [19/10] kemarin hingga proses selanjutnya dijalankan.(cr-30/pin/don/l03)

Melenceng dari Agenda, Kongres Rakyat Papua III Danggap Makar

Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III
Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III

JAYAPURA- Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung di Padang Bulan Abepura Papua, Rabu 19 Oktober akhirnya dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan, dianggap mengancam keutuhan NKRI, karena membentangkan bendera bintang kejora (symbol Papua Merdeka) dan mendeklarasikan terbentuknya negara Papua Barat. ‘’Tindakan Yaboisembut dan kawan-kawannya adalah ancaman bagi keutuhan bagi NKRI, karena mendeklarasikan berdirinya negara republik demokratik Papua Barat, jadi tindakan aparat membubarkan secara paksa sangat tepat dan sesuai aturan yang berlaku di negeri ini,’’tegas Izak Karubaba Ketua Forum Komunikasi NKRI Provinsi Papua, Kamis 20 Oktober. Lanjut dia, Forkorus dan sejumlah pengikutnya telah bertopeng di balik masyarakat adat Papua, untuk melegitimasi tindakannya mendirikan negara dalam negara. ‘’Forkorus telah mengikis hak dasar orang Papua, dengan kerap mengatasnamakan seluruh masyarakat adat asli Papua untuk kepentingan politiknya, sehingga negara harus menangkap dan memprosesnya sesuai hukum yang erlaku,’’tegasnya.

Ketua Laskar Merah Putih Provinsi Papua, Nico Mauri juga menandaskan hal senada, bahwa kongres Rakyat Papua yang awalnya untuk memperjuangkan hak dasar orang Papua, telah dimanipulasi Forkorus Yaboisembut untuk kepentingan politiknya yakni Papua merdeka. ‘’Kongres telah melenceng dari agenda sesungguhnya yakni memperjuangkan hak dasar orang asli Papua, menjadi deklarasi berdirinya sebuah negara Papua Barat, jelas itu tindakan ilegal dan harus ditindak karena mengancam keutuhan negara dan bangsa,’’paparnya.

Menurut Nico, langkah aparat keamanan membubarkan secara paksa kongres adalah tepat, karena kongres sudah menjadi ajang makar. ‘’Tindakan aparat sudah sesuai UU, apabila ada yang mengancam negara harus ditindak,’’tegasnya.

Mengenai adanya jatuh korban dari rakyat tak berdosa, Nico Mauri menegaskan, itu adalah sebuah resiko, dan Forkorus Yaboisembut yang mengklaim dirinya sebagai presiden Republik demokratik Papua Barat harus bertanggung jawab. ‘’Dia (Forkorus) harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban tak berdosa, karena agenda kongres telah melenceng dari aturan, jadi dia mesti diproses,’’ tukasnya.

Tapi lanjut Nico, jika memang ada prosedur yang salah dalam penanganan pembubaran paksa kongres Rakyat Papua, aparat keamanan juga harus mempertanggung jawabkannya. ‘’Harus diselidiki kalau memang ada yang salah penerapan hukum dari aparat keamanan,’’singkatnya.

Yang pasti, tegas Nico lagi, Forkorus harus mempertanggung jawabkan tindakannya sesuai dengan hukum, karena aksinya mendeklarasikan sebuah negara diatas negara, aparat kemudian bertindak.

Laskar Merah Putih, Forum Komunikasi NKRI, Barisan Merah Putih, Pemuda Panca Marga, Yon Serna Trikora RI, Gelora 45, LIRA dan Forum Kominkasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat RI menyakan sikapnya yakni, menolak tegas pendeklarasian dan penyusunan kabinet Pemerintahan Negara Frederasi Republik Papua Barat 19 Oktober kemarin, karena tidak sesuai dengan amanat konstitusi NKRI dan UU 45. Menolak tegas penggunaan bendera bintang kejora di seluruh Tanah Papua. Selaku Anak-anak adat asli Papua yang tergabung dalam organisasi diatas, menolak tegas seluruh keputusan Kongres 3 Rakyat Papua, karena kegiatan tersebut adalah Makar yang telah menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia. Di mohon kesedian TNI/Polri di Tanah Papua agar bertindak cepat tepat tegas, menahan pelaku penyelenggara kongres III rakyta Papua, agar dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya yang menentang NKRI serta simbol negara. Polda Papua harus tegas mengusut tuntas penyandang dana kegiatan kongres sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI.

Diserukan kepada seluruh masyarakat Papua tidak terprovokasi disaat peserta kongres pulang ke daerahnya masing-masing, dan Polres sert Kodim disetiap kabupaten, harus menertibkan setiap peserta kongres yang turun naik kapal laut, pesawat agar tidak menyampaikan hal-hal yang akan menimbulkan keresahaan masyarakat umum di wilayah masing-masing. Apabila ada oknum yang melakukan tindakan melawan hukum agar ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nico Mauri juga berjanji, akan terus mengawal proses hukum terhadap Forkorus Yaboisembut dan rekan-rekannya. ‘’Kami yang tergabung dalam forum putra-putri pejuang Papua Barat, akan terus mendorong aparat penegak hukum memproses Forkorus dan teman-temannya, seusai dengan aturan yang berlaku,’’tukasnya.

Sementara Jubir Tapol Napol Saul Bomay atas nama Dewan Komando Revoludsi juga menyatakan, menolaK dengan tegas Negara Federasi Papua Barat yang dideklarasikan dalam Komngres Rakyat Papua II 19 Oktober 2011.

Alasannya, karena Negara Federasi yang sesungguhnya dideklarasikan itu masih bagian dari Republik Indonesia, sehingga ditolak. Menurut Saul Bomay Negara Federasi yang ditawarkan dan diproklamasikan sesungguhnya berawal dari gagalnya Otsus Papua dan Otsus sesungguhnya menawarkan Negara Federasi, dan kelompok Dewan Komando Revolusi Militer TPN OPM menolak hasil kegagalan otsus yang ditawarkan dalam Negara Federasi, selain menolak Federasi, Dewan Revolusi tetap mempertahankan Deklarasi 1 Juli 1971 yang diperingati sebagai hari proklamasi Kemerdekaan Republik Papua Barat secara defakto dan Dejure yang akan diperjuangkan secara Hukum Internasional.

Baik Dewan Revolusi TPN OPM, KNPB punya sikap sama menolak Negara Federasi dalam NKRI, sebab yang kami inginkan adalah kemerdekaan penuh sebagai sebuah Negara terlepas dari Republik Indonesia, ungkap Saul Bomay saat bertandang ke redaksi Bintang Papua Kamis( 20/10).(jir/Ven/don/l03)

Pasca Pembubaran KRP III, Tiga Mayat Ditemukan

Salah satu Mayat yang ditemukan kemarin
Salah satu Mayat yang ditemukan kemarin
JAYAPURA – Sehari pasca dibubarkannya Kongres Rakyat Papua III (KRP) oleh aparat gabungan TNI dan Polri di Lapangan Bola Zhakeus, Jalan Yakonde, Padangbulan Abepura, pagi kemarin, Kamis (20/10), warga Abepura dan sekitarnya dikagetkan dengan penemuan 3 (tiga) mayat di perbukitan belakang Korem 172, Distrik Heram, berjarak ratusan meter dari lokasi berlangsungnya Kongres Rakyat Papua III. Penemuan pertama terjadi pada pagi hari, saat itu ditemukan 2 (dua) mayat dengan jarak sekitar 50 meter antara kedua mayat tersebut, sementara penemuan kedua terjadi sekitar pukul 14.00 WIT, saat itu ditemukan satu mayat yang langsung dijemput oleh pihak keluarganya dan dibawa ke rumah duka untuk selanjutnya dikuburkan. Dua mayat yang ditemukan pada pagi hari antara lain, DK (25 tahun), laki-laki, anggota Petapa, Luka bacok di kepala, dan MS, laki-laki, anggota Petapa, luka tusuk di paha kanan, sementara mayat ketiga yang ditemukan siang menjelang sore hari adalah, YS (36 tahun), laki-laki. (maaf nama korban kami singkat dengan pertimbangan tertentu).

“Jenasah ditemukan oleh temannya yang juga adalah saksi, awalnya karena saksi mecoba mencari korban tetapi tidak ditemukan, akhirnya saksi mencoba untuk menelpon ke handphone korban, ternyata setelah ditelepon, telepon milik korban sedang aktif, karena telepon tersebut aktif tetapi tidak diangkat-angkat juga, akhirnya saksi melakukan pencarian, dan akhirnya ditemukan di perbukitan tersebut dan di bawah turun oleh temannya itu,” jelas Kapolresta Jayapura, AKBP, Imam Setiawan kepada wartawan.

“Saya perlu sampaikan bahwa, pada saat kejadian pembubaran tersebut, kami mendengar suara tembakan dari arah atas gunung, saat itu saya berada di lokasi dan mendengar sendiri suara tembakan itu, kemudian dari arah belakang korem juga terdengar empat kali suara tembakan yang mengarah ke asrama korem, kami coba lakukan tembakan balasan untuk mengusir tetapi kami tidak lakukan pengejaran sampai ke atas karena kami lebih memilih untuk konsentrasi mengamankan sekitar 300 orang yang sedang kami tahan dilapangan tempat kongres,” ujar Imam Setiawan.

Ditambahkannya lagi, bahwa,”Mayat itu ditemukan di atas, jaraknya cukup jauh dari lokasi kongres, dan kami tidak sampai ke atas sana, pada saat kami lakukan kekeran, ternyata ada kelompok lain yang sedang berada diatas gunung itu, saya menduga mereka melakukan penyerangan kepada korban-korban ini agar dapat mendiskreditkan aparat keamanan, saya khawatirkan itu adalah pekerjaan kelompok Danny Kogoya,” tandas Kapolresta.

Lokasi penemuan mayat yang jauh dari lokasi kongres tidak semakin memperkuat dugaan Kapolresta bahwa, pelaku tersebut adalah pihak atau kelompok yang sedang berusaha memancing di air keruh dan berusaha memanfaatkan situasi yang terjadi pasca pembubaran kongres.

Ditegaskan lagi oleh Kapolresta, bahwa, bersama TNI, pihaknya akan terus berupaya untuk mencari dan menemukan siapa pelaku yang telah menghilangkan nyawa ketiga korban tersebut. “Kita akan tetap berusaha untuk menemukan siapa pelakunya, dan apabila kami temukan pelakunya, akan tetap diproses sesuai hukum yang berlaku,” jelasnya.

Asrama Tunas Harapan Kena Imbas

Rupanya pembubaran dan penangkapan peserta Kongres Rakyat Papua III, tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga menimbulkan kerugian harta, serta berimbas pada rusaknya sejumlah fasilitas asrama Tunas Harapan yang dikelolah Keuskupan Jayapura.

Harta yang diduga dihancurkan aparat gabungan saat menangkap pelaksana kegiatan kongres adalah 4 bua mobil strada dan 5 sepeda motor, selain itu fasilitas asrama Tunas Harapan yang letaknya tidak jauh dari lokasi kongres menjadi sasaran.

Asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswa dan pelajar dari daerah-daerah yang menekuni pendidikan di Kota Jayapura. Kerugian yang dialami asrama Tunas Harapan ini adalah rusaknya sejumlah fasilitas penunjang belajar seperti buku-buku yang dihamburkan computer dihancurkan dan beberapa leptop hilang, selain itu pintu asrama rusak dan kaca jendela pica.

Ketua Asrama yang namanya tidak ingin dikorankan akibat trauma, mencurgai pengrusakan ini dilakukan aparat saat mencari peserta kongres sekaligus mencari data –data. “Kecurigaan ini karena banyak peluru yang kami temukan di sekitar asrama,”katanya.

Lanjutnya, “kami ini generasi penerus bangsa dan Negara kemudian fasilitas atau penunjang belajar dihancurkan. Untuk itu, kami berharap kepada penanggung jawab kegiatan maupun aparat keamanan harus bertanggung atas kerusakan dan kerugian tersebut. Kami mau mendata, namun penghuni sebagian karena takut masih di luar untuk itu sesudah masuk atau kembali mendata kehilangan atau kerusakan secara detail kemudian akan disampaikan lebih dalam waktu dekat. Dan kami tetap mengharapkan pihak-pihak terkait untuk bertanggung jawab atas kerugian yang kami hadapi ini,”harapnya. (bom/cr-31/don/l03)

‘Negara Federasi Harus Dilihat Sebagai Bentuk Aspirasi’

JAYAPURA—‘Negara Federasi Papua Barat’ hasil bentukan Kongres Rakyat Papua (KRP) III, disikapi sejuk oleh Anggota DPR Papua Tonny Infandi.

Dikatakan, Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk itu sesungguhnya dipandang sebagai suatu bentuk aspirasi rakyat Papua yang juga harus ditanggapi berdasarkan aturan hukum yang berlaku di negara ini. Namun demikian, dia mengatakan, hendaknya semua pihak harus melihat persoalan ini dengan hati nurani dan menghargai prinsip- prinsip hak asasi manusia baik secara internasional maupun secara sesama anak bangsa.

“Marilah kita bersama memupuk persatuan dan kesatuan demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” katanya ketika dihubungi di ruang kerjanya, DPR Papua, Kamis (20/10). Dengan demikian, tegasnya, tak ada pihak yang harus dikorbankan karena mereka juga adalah bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kedudukan yang sama.
Untuk itu, kata dia, Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk itu tak dilokalisir seolah olah telah terbentuk negara baru. “Betapapun di dalam suatu negara atau di atas negara sesungguhnya tak ada,” ujarnya.

Ditanya apakah terbentuknya Negara Federal Papua Barat ini inkonstitusional, kata dia, pihaknya tak mengatakan hal itu inkonstitusional. Pasalnya, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang menyakiti dan melukai hati mereka, sehingga bisa saja mereka mengadakan aksi aksi baru yang kemudian akan merugikan kita semua.

Apakah perlu DPR Papua menyikapi Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk ini melalui suatu pembahasan, lanjutnya, pihaknya menyetujui dan mengajak wakil wakil rakyat untuk proaktif mengadakan pendekatan karena DPR Papua adalah representasi daripada rakyat Papua, sehingga peran serta dan kebijakan DPR Papua itu penting dalam rangka memberikan pemahaman pemahaman bila perlu seluruh aktivitas rakyat Papua pro merdeka atau yang bertentangan dengan haluan negara bisa diatur dalam suatu Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) agar seluruh aspirasi diproteksi dan berlangsung dalam koridor koridor yang berlaku sesuai perundang undangan.

Selanjutnya, terkait penangkapan ratusan peserta KRP III bahkan diantaranya tewas mengenaskan, dia ungkapkan, selaku anggota DPRP yang dipilih oleh rakyat dan atas nama rakyat dirinya menyesal dan prihatin ada sejumlah korban yang berjatuhan. Pasalnya, peserta KRP III menggelar kegiatan ini dengan tangan kosong tanpa melakukan perlawanan dengan alat alat tajam atau senjata untuk melawan negara. Tapi para peserta KRP III masih didalam batas kewajaran yang sebenarnya diproses dengan aturan yang ada agar bangsa dan negara ini bisa mendapat pengakuan yang wajar, rasional dan obyektif dari dunia internasional dalam hal pembelaan HAM dan demokratisasi.

“Bagi peserta KRP III yang ditahan dan diproses hukum tapi selanjutnya dibebaskan,” tandasnya.
Tapi, ungkapnya, pihaknya mengharapkan peran serta TNI/Polri hendaknya lebih profesional melalui pendekatan persuasif.

Terkait tewasnya 3 peserta KRP III antara lain Melkias Kadepa di perkebunan di belakang Lapangan Misi Zakeus, Padang Bulan pada Rabu (19/10) pukul 16.00 WIT, Anggota DPR Papua Albert Bolang SH MH yang dihubungi via ponsel semalam menegaskan bila ada peristiwa pembunuhan pasti ada pelakunya. Namun, peristiwa pembunuhan ini belum dapat dipastikan pelakunya. Pasalnya, dalam peristiwa seperti ini kemungkinan pihak III yang ikut memperkeru situasi.

Karena itu, pihaknya mengharapkan aparat kepolisian secara tegas dan mengusut tuntas siapa pelaku atau aktor intelektual dibalik peristiwa mengenaskan ini.

“Aparat kepolisian untuk mengungkap peristiwa ini secara obyektif dan tuntas serta menerapkan hukum positif yang sesungguhnya untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan tersebut,” ucapnya. (mdc/don/l03)

KRP III, 2011 Dibubarkan Aparat Neo-Kolonial Indonesia

Menanggapi peristiwa penembakan, pengejaran dan penangkapan yang terjadi seusai Penyelenggaraan apa yang kong-kalingkong DAP-WPNA sebut “Kongres Rakyat Papua III, 2011, maka Leut. Gen. A. Tabi, Sec-Gen. Tentara Revolusi West Papua, sayap militer dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyatakan ” Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya.” Katanya lagi, “Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya..”

Berikut petikan wawancara dengan PMNews:

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat pagi. KRP III, 2011 dibubarkan paksa oleh aparat neo-kolonial Indonesia. Presiden yang diangkat KRP dimaksud Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menterinya Edison Waromi ditangkap bersama 300 orang lainnya. Sementara itu Lambert Pekikir dari salah seorang pemimpin gerilyawan di Perbatasan West Papua – PNG menuntut keduanya bertanggungjawab dan menolak hasil KRP III, 2011. Apa tanggapan TRWP?

A. Tabi (TRWP): Selamat pagi. Sabar dulu, ini ada beberapa hal yang ditanyakan, jadi saya jawab satu-per-satu, supaya saya tidak salah paham maksud pertanyaannya.

Pertama, mengenai pembubaran Kongres. Itu hal yang wajar, karena tanah air kita sedang diduduki oleh kekuasaan asing, yaitu neokolonial Indonesia sehingga memang mereka punya tugas mengamankan daerah jajahan mereka. Itu bukan hanya terjadi di tanah air kita. Lihat saja di Pulau Jawa juga banyak gerakan yang dianggap bertujuan atau mengarah kepada pemisahan diri dari NKRI, maka pasti mereka ditangani, dan kalau ada rapat atau kongres, pasti mereka dibubarkan. Itu konsekuensi logis, jadi kita tidak perlu merasa heran atau memarahi aparat NKRI. Memang itu tugas mereka. Memang untuk itulah mereka mulanya datang ke tanah air.

Kedua, mengenai apa yang KRP III sebut Presiden dan Perdana Menteri, yaitu satunya Ketua Dewan Adat Papua dan lainnya Ketua atau mereka sebut Presiden West Papua National Authority. Kedua lembaga ini sendiri punya cerita masing-masing. Seperti dinyatakan Panglima saya sebelumnya DAP semestinya mengurus adat. Artinya DAP harus paham “Apa artinya hak-hak dasar?”

Hak-hak dasar itu pertama dan terutama ialah hak untuk hidup. Disusul hak untuk hidup bebas (free from…), artinya bebas dari penindasan, bebas dari pengekangan, bebas dari intimidasi dan teror, bebas dari penyiksanaan, dan bebas dari penjajahan. Kebebasan ini juga dimaknai sebagai “free to…” artinya bebas untuk, jadi bebas untuk berkumpul, bebas untuk berpendapat, bebas untuk menyampaikan pendapat dan sebagainya, tetapi pada saat kebebasan ini bertabrakan dengan “hukum NKRI”, maka ada pemaksaan untuk membatasi kebebasan itu.

Anda perlu perhatikan, yang menjadi masalah di sini “hukum” yang mengatur: yaitu memajukan kebebasan, yang melindungi dan yang membatasi kebebasan itu. Memang siapa saja berhak untuk menyatakan diri sebagai presiden dan perdana menteri apa saja, tetapi saat ia bertabrakan dengan presiden dan perdana menteri lain yang sudah ada, maka jelas ada tindakan yang diambil oleh mereka yang sudah menjadi presiden dan perdana menteri di situ mendahului mereka.

Hukum-hukum itu tidak pernah diatur oleh Dewan Adat Papua. Bagaimana mungkin DAP berpatokan kepada UU Otsus No. 21/2001 yang adalah produk hukum penjajah? Bagaimana mungkin hukum penjajah dijadikan dasar untuk membentuk negara baru? DAP sebagai Dewan dari Adat Papua seharusnya menghasilkan produk-produk HUKUM ADAT PAPUA, yang kemudian dapat dijaikan sebagai patokan bagi berbagai pihak dan komponen bangsa Papua sebagai dasar dan pijakan dari berbagai kegiatan yang dilakukan, termasuk sebagai dasar penyelenggaraan KRP III ini.

Dewan Adat Papua bertugas mengawasi pelaksanaan dari Hukum Adat Papua yang dihasilkannya dan seterusnya. Yang terjadi sekarang justru Dewan Adat Papua itu berubah sekejap menjadi Dewan Eksekutiv bangsa Papua, yaitu Presiden. Apakah ini sebuah kepandaian dan kelihaian orang Papua atau sebalinya?

Sampai di sini sudah jelas?

PMNews: Kami sedang ikuti dan paham.

TRWP: OK, saya lanjutkan.

Terkait dengan hukum, perlu dicermati bahwa kalau benar ini KRP III, maka KRP I, 1961 dan KRP II, 2000 haruslah menjadi pijakan agar sejarahnya berlanjut. Jangan kita memotong-motong sejarah perjuangan sebuah bangsa menjadi sesuatu yang sulit dipahami alur ceritanya karena ia terpotong-potong, dengan tema cerita yang beraneka ragam, dengan pemain yang bergonta-ganti, dengan nama yang berlainan pula. Bangsa ini sedang memainkan drama yang sangat kacau dan tidak sesuai aturan main. Sebuah drama yang tidak pantas ditonton.

Yang terjadi hari ini justru merupakan kelanjutan dari sejarah Bintang-14, yaitu tiba-tiba tokoh Papua Dr. Thom W. Wainggai tiba_tiba saja muncul dalam pentas politik Tanah Papua dan tiba-tiba saja memproklamirkan Melanesia Raya Merdeka tanggal 14 Desember 1988, waktu itu saya sendiri masih di bangku sekolah. Saya juga pernah dipanggil ke salah satu gereja dekat Kampus Uncen Abepura dan kami berdoa semalam-suntuk untuk peristiwa dimaksud. Kami yang lain pulang karena gagasan-gagasan yang dikeluarkan waktu itu kebanyakan masih di alam mimpi, dan juga karena sejarahnya tidak bersambung dengan sejarah bangsa dan Tanah Papua yang sudah lama kami tahu sampai saat ini. Kami lihat dengan jelas apa yang terjadi waktu itu sangat mendadak, tidak berdasar, tidak berakar, tidak terencana baik, orang-orangnya tidak dipasang dan diatur dengan baik, dan akhirnya hanya merupakan sebuah impian yang muluk-muluk dan mencelakakan. Kelihatannya cerita yang berulang saat ini, walaupun orangnya berbeda, dengan menggunakan nama organisasi yang berbeda, dengan mengibarkan bendera yang berbeda, dari perilaku dan mimpi-mimpinya nampak jelas, ini sebuah kelanjutan cerita tahun 1988.

Cermati saja, yang menyelenggarakan KRP I dan II itu berbendera bintang Berapa? Hubungkan saja dengan KRP III mengibarkan Bendera apa? Ya benar bendera yang sama, tetapi perlu diingat, yang dikibarkan di mata rakyat itu bendera yang dikenal bangsa Papua, yang dikibarkan di Luar Negeri dan di dalam hati itu dengan jumlah bintang yang berbeda sama sekali. Kalau Dr. Thom W. Wainggai sebagai tokoh mereka sudah tahu Bintang Kejora begitu lama, kenapa dia harus bikin bendera baru, beri nama negara baru, mengangkat dirinya sebagai tokoh utama? Bukankah sejarahnya berulang?

PMNews: Permisi, sebelum berlanjut, kami potong di situ dulu supaya jelas.

TRWP: Silahkan

PMNews: Pemimpin gerilyawan di wilayah Perbatasan Lambert Pekikir menolak KRP III ini dengan alasan yang berbeda dari alasan yang Anda sampaikan?

TRWP: Alasannya sama saja, persis sama. Cuma kata-kata yang dipakai dan cara menyampaikannya yang berbeda. Perlu dilihat bahwa beliau seorang gerilyawan tetapi nampak sekali sangat tahu bahasa politik. Memang kebanyakan gerilyawan di Tanah Papua ialah diplomat, mereka tahu berdiplomasi ketika berhadapan dengan pihak luar (entah itu wartawan atau masyarakat umumnya, apalagi dengan aparat NKRI). Kalau tidak begitu, banyak gerilyawan yang ditangkap dan tidak ada  hari ini.

Saya kira ini hal ketiga yang perlu saya sampaikan tadi. Yaitu bahwa Semua gerilyawan di hutan Pulau New Guinea itu semuanya bicara satu hal dan hal yang sama. Dunia luar memang melihat seperti kami terpecah-pecah, tetapi mereka tidak tahu kami terpecah-pecah dalam hal apa, karena apa, dan untuk apa, dan mereka tidak tahu apa manfaat dari padanya. Yang mereka tahu hanya apa kerugian dari perbedaan-perbedaan yang ada. Jadi, prinsipnya General Yogi, Lambert Pekikir, Col. Nggoliar Tabuni, General Titus Murib semuanya mengatakan hal yang sama persis, cuman cara penyampaian dan penggunaan kata-katanya berbeda. Untuk membantu mengkoordinir, sekali lagi mengkoordinir dan mengakomodir bukan untuk mengatur perbedaan itulah maka General TRWP Mathias Wenda sebagai Panglima paling Senior dari sisi usia dan dari sisi pengalaman gerilya saat ini telah membentuk Tentara Revolusi West Papua dengan sistem administrasi dan menejemen yang modern dan profesional.

Semua perubahan ini dilakukan berdasarkan Hukum Revolusi (Undang-Undang Revolusi West Papua) yang telah disusun secara lengkap dan dilakukan dengan Surat-Surat Keputusan yang resmi, tidak seperti generasi pendahulu yang hampir tidak pernah meninggalkan bekas atau catatan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk tindak-lanjutnya.

PMNews: Apakah TRWP juga memayungi gerilyawan dari Bintang-14?

TRWP: Tidak! Bintang-14 punya sayap militer bernama TPN PB dengan Ketua Dewan Militer General Jouweni dan Jubir Dewan Militernya Jonah Wenda. TPN PB itu sayap militernya sedangkan sayap politiknya ialah WPNA. Nah kini WPNA dan DAP yang menyelenggarakan Kongres.

PMNews: Kalau begitu, di mana TPN PB dan apa tindakan mereka sebagai tindak-lanjut kegiatan ini?

TRWP: Semua susunan dan tatanan organisasi TPN PB belum jelas, sama tidak jelasnya dengan organisasi politiknya WPNA. Mereka menggunakan nama WPNA tetapi mengibarkan Bintang Kejora. Sama dengan itu TPN PB itu bentukan Bintang-14, tetapi mengkleim dirinya murni TPN. Jadi, semuanya menjadi serba kacau.

PMNews: Kami perlu paham, apa bedanya TPN/OPM dengan TPN PB? dan Apa hubungannya dengan TRWP dan OPM?

TRWP: Kita perlu sosialisasi sejarah perjuangan ini dengan baik. Banyak informasi pernah tersedia di http://www.westpapua.net tetapi sekarang sudah tidak ada, tidak tahu kenapa. Tapi secara singkat begini:

[stickyleft]Perlu diingat makna dan arti dari setiap istilah dan kata-kata yang dipakai dalam memberikan nama-nama kepada setiap organisasi yang mengkelim memperjuangkan hak bangsa Papua. Jangan terfokus kepada isu-isu yang mereka bawa saja. Itu bisa mencelakakan diri sendiri.[/stickyleft]1. TPN PB itu bentukan kelompok bintang-14 yang mengkleim dirinya sebagai TPN murni, tetapi dia menambah kata PB, sama dengan nama negara yang mereka umumkan yaitu Republik Demokratik Papua Barat.

2. TPN/OPM itu sebuah nama pemberian NKRI, dengan maksud dan tujuan akhir mematikan perjuangan Papua Merdeka. dengan menjadikan TPN dan OPM menjadi satu, maka lama-kelamaan apa yang dibuat OPM menjadi perbuatan TPN, apa yang dibuat TPN menjadi dosa OPM. Jadi, kita dikacaukan oleh wacana penjajah, seolah-olah dua organisasi induk sayap militer dan sayap politik itu satu dan sama saja. SEBENARNYA BUKAN BEGITU! Keduanya bukan satu dan bukan sama. Keduanya berbeda dan terpisah. Lihat saja catatan sejarah, tidak pernah ada orang Papua muncul pertama kali menggunakan nama TPN/OPM, yang ada OPM dengan TPN bukan TPN dan OPM. Pemberian posisi OPM yang mendahului atau TPN yang mendahului itu saja sudah menentukan pembedaan dan perbedaan arti dan maknanya. Yangterjadi selama ini berakibat pembodohan dalam pendidikan poiltik Papua Merdeka.

[stickyleft]PMNews kan sudah lama memuat dua aliran politik bangsa Papua, yaitu politik buru-pungut dan politik tanam-pungut. Keduanya milik bangsa Papua, tetapi keduanya harus dimanfaatkan kapan dan di era mana itu harus diperhatikan. Kedua penganut politik harus belajar satu sama lain.[/stickyleft]3. Oleh karena banyak kekacauan dan pembodohan inilah maka Gen Wenda melakukan reorganisasi organisasi perjuangan Papua Merdeka dengan membedah sayap militer dengan tetap mempertahankan dan mempersiapkan OPM sebagai organisasi induk perjuangan Papua Merdeka. Apa yang dipersiapkan dalam OPM? Yang dipersiapkan itu manusianya dan menejemen organisasinya. Supaya OPM menjadi organisasi induk kegiatan politik di dalam dan di luar negeri, bukan PDP, bukan DAP, bukan WPNA, bukan Republik Demokratik West Papua. Itu maksudnya.

Jadi, General Wenda ialah Panglima Tertinggi Komando Revolusi, bukan Panglima Tertinggi TPN/OPM. Lihat nama dan kata-kata dalam nama itu, keduanya berbeda. Menurut Wenda, pemimpin OPM sedang dipersiapkan, jadi akan muncul, dan saat itu, bukan pemimpin TPN/OPM lagi, tetapi pemimpin TRWP dan pemimpin OPM. Cuma akan ada variasi dalam organiasi TRWP.

Nah, sekarang mengenai pelaksana dan penanggungjawab Kongres ini. Presiden dan PM Versi WPNA (Kelompok Bintang-14) Tidak Bertanggungjawab atas Tindakannya. Kenapa setelah mereka diangkat langsung berakibat pengorbanan sebagai lanjutan pengorbanan sebelumnya. Kita mau hentikan korban berjatuhan lebih jauh, bukan menambahkan. Karena itu setiap tindakan mereka yang menyebut dirinya pemimpin harus diukur, diantisipasi dan dipersiapkan. Memang semua perjuangan dalam hidup manusia harus ada pengorbanan, termasuk korban nyawa, tetapi jangan kita ditembak di rumput-rumput dan di hutan rimba dan dibiarkan seperti bukan manusia yang tidak punya martabat seperti itu. Kalau bertanggungjawab dan siap mati, ya melarikan diri, jangan biarkan rakyat lari kocar-kacir, jangan bubar tanpa hormat, jangan begitu mudahnya dicerai-beraikan begitu hanya dengan tembakan peringatan. Pemimpin harus mampu melindungi mereka, dan menyatakan diri bertanggungjaweb dihadapan hukum penjajah, bukan ditangkap dan ditahan tetapi menyerahkan diri. Itu yang harus dilakukan penyelenggara kegiatan-kegiatan Papua Merdeka di dalam negeri selanjutnya.

PMNews: Kami kembali kepada penyelenggaraan kongres. Apa tanggapan akhir dan saran kepada bangsa Papua?

TRWP: Kami menyarankan agar semua pihak tidak dibodohi dan tdiak membodohi diri sendiri. Kita bukan orang-orang Papua zaman Jouwe, Messet dan Joku lagi, ini era baru, era generasi muda memimpin dan mengarahkan perjuangan ini. Kita jangan dikaburkan dengan gelak dan gelagat oportunis. Kita lupakan cara orang lain bikin panggung, lalu kita melompat naik dan manggung tanpa malu. Kita tinggalkan politik ala NKRI, yang tidak tahu malu dan yang tidak pernah meminta maaf. Kita harus berpedoman kepada sejarah, sejarah perjuangan bangsa Papua, sejarah tokoh perjuangan Papua Merdeka, sejarah Organiasi Perjuangan Papua Merdeka, sejarah tipu muslihat dan gelagat penjajah. Kita sudah terlalu lama dibodohi orang lain dan membodohi diri sendiri. Kapan bangsa ini mau menjadi pandai? Pandai membaca sejarah, pandai mengenal tokohnya, pandai mengelola kekuatan dan kelemahannya, pandai mengenal batas-batas kewenangan dan organisasinya, pandai memanfaatkan moment dan peluang?

Lambert Pekikir Tetap Tak Akui Hasil Kongres

Lambert Pekikir
Lambert Pekikir
JAYAPURA – Kongres Rakyat Papua III yang telah berakhir dan merekomendasikan Pembentukan ‘Negara Federasi Papua Barat’, ternyata tetap ditolak oleh Pimpinan TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir. Dalam pernyatyaannya, Lembert menegaskan bahwa, hasil itu bukan aspirasi dari apa yang diharapkannya, dan itu bukanlah bagian dari aspirasi TPN/OPM. “Kami tetap menolak, apapun hasil kongres itu, karena bukan itu yang kami harapkan, itu aspirasi mereka, bukan aspirasi kami, aspirasi kami adalah merdeka, sekali lagi, kami menolak hasil itu, dan kami juga tidak menyetujui kongres itu,” ujar Lambert Pekikir saat dihubungi Bintang Papua, Rabu (19/10) malam kemarin. Kongres Rakyat Papua III yang berakhir kemarin, juga telah memilih Forkorus Yaboisembut sebagai Presiden dan Edison Waromi sebagai Perdana Menteri, dan keputusan itupun tidak diakui dan ditolak oleh Lambert Pekikir. Dikatakannya, itu bukanlah yang dikehendaki oleh TPN/OPM, itu kehendak pihak lain, sehingga tidak diakui dan mereka menolak.

Lambert menegaskan bahwa, sebuah Negara yang memiliki Presiden atau Perdana Menteri adalah sebuah Negara yang sudah merdeka. “Kita ini masih berjuang, dan belum merdeka, tetapi kenapa sudah ada presiden dan perdana menteri, ada apa ini, jangan main-main dengan semua ini, jangan bohongi masyarakat,” tanya Lambert Pekikir.

“Kami juga dengar kalau ada yang mengundurkan diri dari kongres karena dibatasi dan tidak dikasih kesempatan untuk menyampaikan aspirasi atau pandangan politik, ini kan aneh, kenapa harus ada yang dibatasi dan tidak bisa sampaikan pandangan politik, saya harap itu tidak benar-benar terjadi, tetapi kalau itu terjadi, berarti ada yang sudah diseting dari kongres itu,” ujarnya lagi.

Lambert juga menegaskan bahwa, jangan membiarkan rakyat jadi korban dari keinginan pihak-pihak tertentu. “Kalau sudah kerusuhan dan terjadi penangkapan dengan terjadi tembak menembak begitu, mereka harus siap untuk bertanggung jawab, jangan lepas tangan, karena masyarakat akan menjadi korban, kita ini sudah menderita, jangan lagi tambah beban penderitaan, mereka harus bertanggung jawab, supaya rakyat tidak menjadi kambing hitam,” ujar Lambert Pekikir. (bom/don/l03)

Didaulat Jadi ‘Presiden’ Forkorus Ditangkap

Edison Waromi, Perdana Menteri Republik Demokratik Papua Barat Versi KRP III, 2011
Edison Waromi, Perdana Menteri Republik Demokratik Papua Barat Versi KRP III, 2011

JAYAPURA – Kongres Rakyat Papua III yang dimulai Senin (17/1) di lapangan Zakeus, Padang Bulan sampai Rabu (19/10) kemarin berakhir tragis. Sejumlah Tokoh gerakan Papua Barat yang dinilai punya andil dalam Kongres tersebut diciduk aparat gabungan TNI-Polri, yang melakukan pembubaran massa di sekitar lokasi Kongres , Rabu (19/10), kemarin. Suara tembakan yang dilepaskan aparat gabungan TNI dan Polri kerap kali terdengar di sekitar lokasi kongres. Tembakan tersebut untuk memperingati dan membubarkan masyarkat yang berkumpul di sepanjang jalan menuju Waena, karena dinilai menghambat kerja aparat keamanan dalam menjalankan tugas pengamanan setelah dibubarkannya kongres III Papua. Akibatnya Abepura dan sekitarnya sempat mencekam. Dalam pembubaran massa itu, dua tokoh gerakan Papua Barat yang didaulat sebagai “Presiden” dan “Perdana Menteri” yaitu Forkorus Yaboisembut dan Edison Waromi, diamankan aparat gabungan TNI/Polri, Rabu.

Keduanya ditangkap setelah satu jam sebelum Kongres Papua III mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Papua Barat di Lapangan Zakeus, Padang Bulan. Tak hanya itu data terakhir dari kepolisian menyebutkan, ada 300 orang peserta kongres ikut diamankan, dan digiring ke Mapolresta Jayapura.

Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan kepada wartawan di TKP mengatakan, KRP III, mengatakan massa terpaksa dibubarkan aparat karena dianggap melanggar kesepakatan yang disepakati bersama antara penanggung jawab Kongres dengan Aparat. “Kami sudah toleransi diawal pelaksanaan kongres, dimana bendera Bintang Kejora dikibarkan, namun kami tetap sabar bahwa acara pengibaran itu dilakukan dalam sebuah tarian hingga masih dapat ditolerir,”katanya.

Kapolres menyatakan, aparat terpaksa membubarkan massa Kongres karena hasil kongres yang telah mendeklarasikan negara Federasi Papua Barat sudah masuk dalam bentuk kegiatan Makar dan hal ini tidak dibenarkan Hukum. Apalagi hasil kongres menyatakan berdirinya Negara Federasi yang terpisah dari NKRI, apalagi telah terpilih Presiden dan Perdana Menteri Forkorus dan Edison Waromi.

“Jelas ini merupakan tindakan makar mendirikan negara dalam Negara yang sah, maka kami segera mengambil langkah membubarkan KRP III serta mengamankan Forkorus dan Edison,” ungkap Kapolresta Imam Setiawan kepada Wartawan Rabu( 19/10) Sore kemarin usai pembersihan areal Kongres oleh aparat gabungan TNI dan Polisi.

Kapolresta juga menyatakan, agar masyarakat tidak terprovokasi dengan keadaan,. Sementara itu aparat Kepolisian melakukan bolakade di ruas jalan Padang Bulan, tepatnya didepan SMP Paulus hingga jalan Sosiri Padang Bulan, hal ini mengakibatkan warga dan sebagian masyarakat umum tidak dapat melintas dijalan tersebut

Di tempat terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol Wachyono mengatakan, kongres Papua III telah melanggar perijinan sehingga dibubarkan. “Kongres dibubarkan karena melanggar perijinan. Dimana yang pertama membentangkan bendera bintang kejora pada saat pembukaan, dan yang kedua adalah membacakan deklarasi Papua Barat. Padahal itu tidak ada dalam perijinan, sehingga harus dibubarkan,” kata Wachyono saat dihubungi wartawan Antara melalui telepon seluler dari Jayapura, Rabu malam.

Dia menilai, inti dari kongres Papua III tidak sesuai dengan ijin yang dilayangkan ke pihak kepolisian. Dimana pelanggaran itu sudah terjadi sejak pembukaan hingga berakhirnya kongres, sehingga harus dibubarkan.

“Inti dari kongres itu apa?, Pelanggarannya disitu karena tidak sesuai dengan apa yang diajukan,” ujarnya.

Menurut dia, akibat dari pelanggaran itu, pihak aparat gabungan TNI dan Polri terpaksa menangkap beberapa peserta kongres, diantaranya Presiden Papua Barat Forkorus Yaboisembut dan Perdana Menteri Edison Waromi.

“Tugas kepolisian kan mengamankan jalannya kongres tersebut, ternyata dari pihak mereka tidak ingin diamankan malah melanggar aturan, terpaksa beberapa orang kita amankan untuk ditahan dan dimintai keterangan,” ujarnya.

Saat menyinggung soal pasal yang akan dikenakan, kata Wachyono, saat ini belum bisa ditetapkan karena masih harus diperiksa. Jika nantinya ada unsur makar atau lainnya baru akan dikenakan.

“Intinya masih dalam pemeriksaan awal dan diamankan untuk dimintai keterangan. Dari jumlah yang ditangkap tidak semuanya dinyatakan tersangka, pasti ada yang dilepas,” katanya.
Sementara terkait informasi bahwa adanya korban tewas dalam pembubaran tersebut, Wachyono mengaku, sampai saat ini pihaknya belum mendapat laporan tersebut.

“Itukan baru isu, kabar pastinya belum ada. Yang pasti saya masih menunggu data pasti dari aparat yang bertugas dilapangan,” katanya.

Diketahui, dibubarkannya kongres Papua III oleh aparat gabungan TNI dan Polri berlangsung pada pukul 15.00 WIT setelah dibacakannya deklarasi kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi Abepura dan sekitarnya berangsur normal, namun aparat kepolisian tetap melakukan penjagaan di beberapa titik rawan guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Sementara itu hasil pantuan wartawan Bintang Papua, penutupan Kongres Rakyat Papua- KRP III berakhir dengan pendeklarasian Berdirinya Negara Federasi Papua Barat oleh Forkorus Yoboisembut. Terbentuknya Negara Federasi Papua Barat yang dinyatakan resmi sesuai hasil Kongres Rakyat Papua Tahun 2011 secara resmi menyatakan Papua Barat sebagai Negara dengan Kepala Negera Forkorus sendiri dan Edison Waromi sebagai Perdana Menteri.
Dalam pernyataan resmi hasil Kongres yang dibacakan Forkorus dihadapan peserta KRP III, menunjukkan Papua sebagai suatu Negara Amerika serta negara negra lainnya didunia harus mengakui kedaulatan Negara Papua Barat serta memasukkan Negara Federasi Papua Barat sebagai anggota Perserikatan Bangsa bangsa( PBB). Forkorus bersama unsur pimpinana Negara Papua Barat menyatakan dideklarasikannya Negara Papua Barat, maka perangkat perangkat sebuah Negara sudah sudah ditetapkan, dimana nama negara adalah Negara Federasi Papua Barat , lambang Negara Burung Mambruk memiliki Bendera Kebangsaan yaitu Bintang Fajar, dengan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua serta mata uang Golden dengan bahasa nasional Vigin, melayu Indonesia lokal Papua serta bahasa Inggris.

Forkorus juga menjelaskan tentang batas batas negara Papua Barat, dengan asas falsafah negara Dengan demikian hari ini, Rabu 19 Oktober kami menyatakan merdeka dan berdaulata penuh sebagai Negara. Dengan dideklarasikannya Negara federasi Papua Barat maka Indonesia segera mengakhiri kedudukannya di Papua Barat demikian isi pernyataan Forkorus . Dinyatakan bahwa Negara Belanda, Indonesia dan Amerika serikat segera mengambil alih kekuasaan di Papua Barat dalam tempo sesingkat singkatnya.

Setelah pembacaan pernyataan berdirinya Negara Federasi Papua Barat, unsur pimpinan Negara yang dipilih dalam Kongres Rakyat Papua III segera membahas asas asas negara Papua Barat serta Undang undang Negara. Setelah Forkorus yang diangkat sebagai Kepala Negara selesai membacakan deklarasinya dihadapan massa Kongres, semua peserta kongres yang hadir menyambut dengan sambutan hangat dengan mengelililngi lapangan Zakheus Tunas Harapan.

Adapun Selpius Bobi sebagai Ketua KRP III menyatakan, “ Kami bangsa Papua Barat melalui forum tertinggi telah mendeklarsikan kembali deklarasi lembali proklamasi yang pernah dinyatakan oleh komite Nasional Papua tanggal 19 Oktober tahun 1961 dan hari ini genap 50 tahun, dimana 50 tahun bangsa Papua hidup megembara dari episode ke episode dari jaman untea belanda hingga hari ini kami mau mengembalikan kedaulatan sejati yang pernah ada itu, komitemen kami bulat, ungkap Selpius Bobi. Hari ini kami rakyat Bangsa Papua mau menyatakan dan mengembalikan kedamaian sejati yang pernah ada.

Selpius menerangkan bahwa Kongres Rakyat Papua yang digelar ini merupakan kemauan rakyat Papua, ketika ralyat Papua mendengar akan ada kongres Papua III mereka semua datang dan membiayai sendiri Kongres Papua ini bahkan membiayai panitia, dan kongres yang berlangsung hari ini adalah murni dari rakyat Papua, dengan demikian hari ini kami telah berdaulat untuk itu ada beberapa upaya untuk mewujudkan Negara Federasi Papua Barat melalui mekanisme Hukum Internasional, hingga PBB mengakui Kedaulatan kami.(Ven/cr-31/bom/don/l03)

Buntut Kongres Rakyat Papua, 2 Orang Ditemukan Tewas

Papua – Kongres Rakyat Papua (KRP) III, yang berujung ricuh di Padang Bulan Abepura Jayapura, Rabu (19/10/2011) menyisahkan duka. Dua orang ditemukan tewas atas nama Dani Kabepa yang diketahui seorang mahasiswa, sementara seorang Satgas Petapa (Penjaga Tanah Papua) belum diketahui identitasnya. Petapa merupakan satgas yang menjaga dan mengamankan jalannya kongres.

Kedua mayat ditemukan di pegunungan belakang Korem 172/PWY sekitar pukul 10.00 WIT oleh masyarakat yang kemudian melaporkannya ke Polsek Abepura.

Kedua mayat saat ini sudah berada di kamar jenazah RSUD Dok II Jayapura untuk keperluan otopsi. Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian mengenai penyebab kematian kedua korban.

Sementara itu, Polda Papua telah menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus pidana makar saat acara KRP III di Jayapura yang berakhir ricuh.

Kepada wartawan, Kabid Humas Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan telah menetapkan para tersangka dengan Pasal 110 ayat (1) KUHP dan Pasal 106 KUHP dan Pasal 160 KUHP tentang makar.

Kelima tersangka tersebut, yakni Forkorus Yoboisembut, Edison Gladius Waromi, August Makbrawen Sananay Kraar dan Dominikus Sorabut serta Gat Wenda.

Sementara untuk tersangka Gat Wenda dikenakan Pasal 2 ayat (1) UU darurat No 12 th 1951 tentang membawa senjata tajam tidak dengan sah.

(anw/anw)

Aktivitas di Abepura Kembali Normal

REPUBLIKA.CO.ID,JAYAPURA–Aktivitas warga Abepura dan sekitarnya di Kota Jayapura, Papua, Kamis kembali normal.

Setelah pada Rabu (19/10) kemarin sempat mencekam karena pembubaran paksa oleh aparat gabungan POLRI/TNI terhadap kegiatan Konres Rakyat Papua (KRP) III yang diselenggarakan oleh Tim Kerja Nasional Rakyat Papua Barat (TKNRPB) dilapangan bola Wisli/Zakeus Abepura-Padang Bulan.

Kembali normalnya aktivitas warga Abepura dan sekitarnya dapat dilihat dari muali ramainya aktivitas sejumlah pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainya, seperti pasar youtefa, Sekolah-sekolah dan kantor pemerintahan. “Hari ini kami kembali berjualan setelah kemarin sempat tutup seharian,” kata salah satu karyawan toko di jalan Gerilyawan Abepura, Gunawan.

Menurutnya, kegiatan KRP III yang dibubarkan paksa oleh aparat gabungan POLRI/TNI dan dengan banyak bunyi tembakan tekah membuat warga Abepura dan sekitarnya takut.
“Kami takut jikalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.

Senada itu, Kartika Aprilia warga Padang Bulan yang sempat terjebak macet karena pembubaran paksa tersebut mengatakan Ia dan temanya sempat lari menyelamatkan diri karena kaget dan takut bunyi tembakan. “Kami sempat lari ke rumah teman yang ada di Abepura,” katanya.

Pada Rabu (19/10) sore sekitar pukul 15.00 waktu setempat, KRP III dibubarkan secara paksa oleh aparat gabungan Polri dan TNI, yang dipimpin langsung oleh Kapolres Jayapura Kota AKBP Imam Setiawan, SIK.

Dengan menangkap Forkorus Yaboisembut sebagai presiden dan Edison Waromi sebagai perdana menteri Papua Barat. Selain menangkap dan mengamankan orang penting lainya dalam KRP III, aparat gabungan tersebut yang dilengkapi dengan senjata lengkap, truk dan barakuda juga mengamankan puluhan hingga ratusan peserta dan pasukan penjaga tanah Papua (Petapa).

Hingga kini sejumlah peserta KRP III masih menjalani pemeriksaan yang intensif di Mapolda Papua. Kapolres Jayapura Kota, juga mengimbau agar masyarakat setempat dan daerah lainya di Papua agar tidak terprovokasi dengan sejumlah isu-isu yang menyesatkan yang dienduskan oleh oknum-oknum yang tidak bertangggung jawab lewat KRP III.

“Saya imbau kepada masyarakat agar tidak cepat percaya dan terprovokasi dengan isu yang menyesatkan, seperti yang digaungkan dalam KRP III,” katanya.
Redaktur: taufik rachman
Sumber: antara

STMIK AMIKOM

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny