Panitia Klaim 10 Ribu Peserta Sudah Tiba

Sementara itu seakan tak peduli dengan adanya pihak yang menolak Kongres, menjelang Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang dijadwalkan dibuka pada 16—19 Oktober 2011 di Auditorium Uncen, Panitia KRP III menggelar pawai damai Kamis (13/10) siang yang dilakukan puluhan anggota Penjaga Tanah Papua (PETAKA) atau Satgas Kelompok Pro Merdeka siang dengan menumpang 7 unit truk terbuka mengelilingi Sentani, Abepura dan Kota Jayapura (PP). Pawai itu dimulai dari lapangan Makam Theys di Sentani. Ketua Panitia KRP III Selpius Bobii yang dihubungi Bintang Papua semalam membenarkan pihaknya menggelar pawai damai keliling Sentani—Abepura—Kota Jayapura (PP) sekaligus gelar pasukan agar KRP III berlangsung aman dan damai serta menyampaikan kepada publik KRP sudah siap digelar.

Ketua Fron PEPERA ini juga mengklaim sejak Kamis (13/10) sudah sekitar 10.000 peserta KRP III yang dari sejumlah wilayah di Tanah Papua sudah tiba di Kota Jayapura. Bahkan delegasi dari Kabupaten Jayawijaya telah bertolak dari Wamena dengan berjalan kaki (long march) menuju Kota Jayapura.

Terpisah, Kapolresta Jayapura Ajun Komisaris Besar Polisi Imam Setiawan SIK yang dihubungi via ponsel terkait izin penyelenggaraan KRP III menegaskan, izin penyelenggaraan KRP III diberikan pihak Kapolda Papua. Hal ini lantaran KRP III diiikuti peserta dari wilayah wilayah di Tanah Papua. (mdc/Ven/don/l03 )

Exclusive: TPN/OPM Wilayah Perbatasan Tolak Kongres

Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin
Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin
Pemimpin TPN/OPM Wilayah Perbatasan, Lambert Pekikir, bersama sebagian kekuatan militernya, saat dikunjungi Bintang Papua, di Markas Besarnya, Kamis (13/10) kemarin.
JAYAPURA – Meski rencana pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III tinggal menghitung hari, namun rencana itu masih terus menuai pro kontra. Kali ini Pemimpin Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) wilayah perbatasan, Lambert Pekikir dari Markas besarnya, menyatakan dengan tegas, menolak Kongres Rakyat Papua III yang rencananya akan dilaksanakan pada 16 Okteober 2011 nanti, Menurut Pekikir, Kongres tersebut bukanlah solusi bagi keinginan TPN/OPM yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara gamblang, Lambert Pekikir, juga berpendapat bahwa, apa yang sudah dilakukan pada kongres-kongres sebelumnya ternyata tidak memberikan hasil apa-apa,”Kongres pertama, tidak ada hasil, kongres kedua, juga tidak ada hasil, malah muncul otonomi khusus, sekarang mau bikin kongres ketiga lagi, untuk apa ? tidak ada gunanya,” tegas Lambert Pekikir kepada Bintang Papua, di Markas besarnya, Kamis (13/10) kemarin.
Lambert Pekikir yang saat didatangi Bintang Papua, sedang memimpin upacara dengan sekitar 50 bala tentara bersenjata, juga menyampaikan beberapa hal sebagai tuntutan dari TPN/OPM yang selama ini melakukan perjuangan tanpa lelah, bertumpah darah, hingga korban nyawa,”Inilah perjuangan Papua Barat, saya dan teman-teman memulai perjuangan dengan jalan seperti, dan akan tetap seperti ini, kami tidak akui kongres itu, karena itu adalah sebuah kekeliruan, rakyat yang ingin merdeka tetapi mengikuti kongres itu adalah sebuah kesalahan dan kekeliruan,” teriaknya.

Secara khusus, Lambert Pekikir menegaskan bahwa,”Merdeka adalah jawaban atas kematian, darah, tangis air mata yang berderai selama ini, kami sudah lama menderita, kami sudah lama susah, jangan lagi bodohi kami dengan trik-trik murahan, perjuangan ini adalah untuk mencapai kemerdekaan, dan kongres tidak bisa menjawab itu,” tegasnya lagi.

Selain penolakan tegas atas Kongres Papua III yang akan digelar, Lambert Pekikir juga, secara lantang menyampaikan bahwa,” Organisasi Papua Merdeka bersama kekuatan militernya, Tentara Pembebasan Nasional, Menolak segala bentuk tawaran Pemerintah Negara kesatuan Republik Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik politik yang terjadi di tanah Papua Barat !,” ujar pria brewok yang juga menjabat Koordinator umum TPN/OPM se Papua itu.
Selain Pimpinan TPN/OPM, penolakan kongres juga datang dari Presidium Pemuda Peduli Rakyat (Pepera).
Menurut Pepera dalam statemennya yang dibacakan Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (GMPI), Stev Waromi, penolakan terhadap penyelenggaraan Kongres tersebut adalah karena masalah kebangsaan di Papua sudah tuntas.

“Papua adalah wilayah yang sah dari NKRI, tidak perlu mengorbankan rakyat banyak,” ungkapnya dalam sebuah jumpa pers di Prima Garden, Kamis (13/10).

Selain itu, Kongres Papua III adalah sebuah kebohongan public. “Elite politik, WPNA/ILWP stop melakukan pembohongan public. Kita semua tahu bahwa sampai saat ini internasional tetap mendukung wilayah Papua sebagai bagian yang sah dari NKRI. Jadi tidak poerlu membongi rakyat, seolah-olah ada dukungan internasional,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Gerakan Merah Putih (GMP), Simion Ohee menyatakan bahwa Penentuan Pendapat Rakyat Tahun 1969 yang dikenal dengan Pepera, sudah diakui dunia internasional. “Itu adalah salah satu fakta sejarah yang sudah diakui oleh negara-negara di dunia, dan tidak bisa diganggu gugat,” ungkapnya.
Sehingga, menurutnya yang paling penting untuk dipikirkan bersama adalah bagaimana dapat membangun Papua dari berbagai aspek pembangunan, baik pembangunan manusia, pembangunan ekonomi, dan pembangunan lainnya. “Alangkah baiknya bicara soal Sumber Daya Manusia (SDM) kita orang Papua supaya lebih maju. Papua sudah sah dalam NKRI kok,” ungkapnya lagi.

Dikatakan juga terkait dengan puluhan triliun rupiah yang digelontorkan untuk Papua, Ia mempertanyakan arah dana tersebut. Karena ia menduga bahwa dana tersebut adalah banyak yang dikorupsi. Dan untuk menutupi korupsinya, dengan membayar orang-orang untuk mengalihkan dari issu korupsi ke issu referendum ataupun issu merdeka.

Karena itu, Ia menghimbau semua pihak untuk tetap menjaga rasa persatuan san kesatuan untuk membangun Papua. “Jangan terpengaruah issu merdeka. Karena kita sudah merdeka untuk membangun, merdeka kesehatan, merdeka di bidang ekonomi, itu yang perlu dipikirkan saat ini,” harapnya.(bom/aj/don/l03)

H-2, Kongres Belum Ada Ijin Tempat

Jefry Warisyu dan dua orang masyarakat sedang member keteranagn pers. Mereka menyatakan menolak Kongres Rakyat Papua III.
Jefry Warisyu dan dua orang masyarakat sedang member keteranagn pers. Mereka menyatakan menolak Kongres Rakyat Papua III.
JAYAPURA- Meski pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III tinggal 2 hari lagi, namun dimana tempat akan dilaksanakan belum juga jelas. Ketua Panitia Kongres Rakyat Papua III Selpius Bobi mengungkapkan, ada kesan ada pihak menghalang halangi Pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III yang dipusatkan di Auditorium Uncen pada 16 Oktober mendatang. “Sampai Jumat( 14/10) kami belum mendapatkan ijin untuk menggunakan gedung Auditorium Uncen, padahal pemberitahuan dan surat sudah kami layangkan kepada pihak Uncen dalam hal ini Rektor Uncen, agar Gedung Auditorium dapat digunakan dalam Kongres nanti. Kata Selpius kepada Bintang Papua, Jumat( 14/10).

Selain Auditorium, Panitia berencana gunakan GOR Cenderawasih Jayapura, namun sampai Jumat kemarin, Panitia belum juga mendapatkan ijin penggunaan GOR, demikian pula Auditorium Uncen. Menurut Selpius Bobi, Pantia Penyelenggara Kongres Rakyat Papua menilai telah ada permainan dan tekanan agar Auditorium Uncen maupun GOR tidak digunakan sebagai tempat Kongres. “ Namun kami tetap jalankan agenda Rakyat, meski tidak gunakan Auditorium atau GOR Kongres tetap jalan karena merupakan kemauan bersama seluruh rakyat Papua di Kampung kampung. Bila kedua tempat ini tak diijinkan, ada lapangan yang dapat digunakan, jadi tetap jalan, biar di lapangan,”, ungkapnya.

Selpius mengatakan, pihaknya sekarang masih menunggu STTP dari kepolisian. Terlepas dari ijin penggunaan gedung, sebenarnya ada agenda pokok yang dibicarakan dalam Kongres nanti yakni hak hak dasar rakyat Papua di Kampung kampung yang sampai kini masih diperkosa, diintimidasi , jadi rakyat Papua membicarakan sendiri apa yang mereka alami, apa yang akan dibuat setelah itu langkah langkah yang harus diambil dengan agenda kesepakatan terkait hak hak Dasarnya itu.

Dia menerangkan, bila banyak kalangan menilai kongres Papua III yang akan digelar tidak terlepas dari pembiayaan Pemerintah pusat atau Daerah, Selpius Bobi menanggapi seluruh proses terselenggaranya Kongres sepenuhnya dibiayai oleh rakyat Papua sendiri, dari transportasi, makanan, minuman semua dibiayai rakyat sendiri, semua punya tanggung jawab berkontribusi terhadap agenda Kongres, jadi semua komponen Rakya punya cara sendiri membiayai Kongres, himgga keterlibatannya dalam kongres nanti, ya, karena merupakan agenda rakyat yang penting.
Sementara itu Kongres aksi penolakan masih saja terjadi. Setelah sebelumnya Lambert Pekikir selaku Panglima TPN/OPM wilayah perbatasan RI-PNG dan Presidium Pemuda Peduli Rakyat (Pepera) menyatakan penolaksannya atas penyelenggaraan Kongres Papua III, menyusul Organisasi Massa Pancasila Sejati yang dipimpin Mantan Panglima TPN/OPM wilayah Genyem dan sekitarnya, Jefry Warisyu, juga menyatakan penolakan.

Hal itu disampaikan saat menggelar jumpa pers di Rumah Makan Maranli, Jumat (14/10). “Kongres Rakyat Papua hanya lelucon saja, permainan politik saja. Bukan yang sebenarnya. Dan orang-orang yang didatangkan dari tiap-tiap daerah seperti dari Sorong, Biak, Manokwari, Fak-Fak dan lain-lain, hanya diperalat, hanya dengan upah nasi bungkus dan uang rokok saja,” ungkap Jefry didampingi dua masyarakat asal Genyem, Phileps Waicang dan Paulus Yambeyabdi.

Dikatakan, Kongres tersebut dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk membujuk dan merayu Pemerintah Pusat. “Bahwa kongres rakyat Papua digelar dengan tujuan untuk mengamankan stabilitas politik atau ‘asal bapak senang’,” ungkapnya lagi.

Hal itu, menurutnya karena dalam kenyataannya masih ada separatis bersenjata di hutan Papua. Dan masih adanya separatis politik yang mengobok-obok roda pemerintahan,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, Kongres Papua III diadakan oleh orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan. “Sehingga kongres Rakyat Papua hanya sebuah alas an. Padahal semua itu hanya sebuah proyek untuk emncari keuntungan pribadi saja,” lanjutnya.

Menyikapi berbagai penolakan tersebut, Ketua Panitia Kongres Rakyat Papua III, Selpius Bobii mengatakan bahwa hal itu dilihatnya sebagai pandangan lepas, hanya karena belum memahami apa yang sesungguhnya sedang dikerjakannya.

“Agenda kongres ini kan bukan agendanya TPN/OPM, bukan agendanya PDP, bukan agendanya WPNA, bukan agendanya KNPB, bukan agendanya komponen-komponen tertentu. Ini agendanya bangsa, kalau bicara bangsa adalah bicara 273 suku. Kalau hari ini 273 suku katakan bahwa mereka bicara mau adakan kongres, tidak ada satupun yang mau gagalkan kongres,” tegasnya, saat dihubungi Bintang papua melalui telepon genggamnya tadi malam.

Dikatakan juga, penolakan tersebut merupakan irama dan bagian dari demokrasi. “Itu sebuah kekayaan. Tetapi harus memahami peran masing, tidak boleh baku ganggu, tidak boleh siku sana-sini. Tetapi memahami peran masing-masing, mari kita berjuang sesuai peran kita masing-masing demi menegakkan hak-hak dasar orang asli papua, termasuk hak politiknya,” jelasnya.

Ditegaskan bahwa yang penting dari 273 suku di Papua datang untuk agenda Kongres. “Dengan membiayai diri sendiri, bahkan termasuk membiayai panitia. Dan itu tidak ada pihak yang bisa gagalkan,” tegasnya.

Dikatakan juga, berbagai komentar yang makin menyudutkan panitia kongres, tidak akan menyurutkan niat panitia bersama masyarakat.

“Tidak akan melemahkan apa yang sesungguhnya masyarakat siapkan. Dan pengamanan sudah siap 4000 pengamanan, untuk pengamana kongres ini,” tegasnya.

Apabila ada pihak yang berupaya menggagalkan, ditegaskan bahwa pihaknya akan bongkar siapa dibalik upaya tersebut. “Untuk itu jaringan advokasi kami sudah siap dan sedang pantau ini. Dan kami akan mengungkap siapa yang akan bermain,” tegasnya lagi.

Terkait persiapannya, menurut Selpius Jumat (14/10) sudah 8000-9000 peserta dan penggembira yang dating. “Dan malam ini (Jumat malam) sekitar 5000 orang akan datang dengan kapal. Belum lagi dari Mamta (Mamberamo Tami),” ungkapnya.

Sedangkan masalah tempat penyelenggaraan kongres, hingga berita ini diturunkan belum dapat dipastikan. “Tempatnya antara Auditorium Uncen atau tempat lain di sekitar Abe dan Kotaraja. Pokoknya di satu tempat termasuk kemungkinan di tempat terbuka,” jelasnya.

Saat disinggung kemungkinan dilaksanakan di Lapangan Makam Theys di Sentani, dikatakan bahwa tempat tersebut adalah alternative terakhir. “Di Makam Theis, itu alternative yang paling terakhir,” jelasnya.

Untuk STTP (Surat tanda terima Pemberitahuan) dari kepolisian, dikatakan bahwa hal itu tidak ada maslaah, karena Pemerintah Pusat telah memebri lampu hijau. “Itu kalau Jakarta sudah oke, surat resmi Menkopolhukan sudah saya terima, mereka kirim lewat Fax. Sehingga Pangdam dan Kapolda tidak bisa tahan agenda ini,” jelasnya.

Ormas Pancasila Sejati Tolak Kongres PAPUA III

Organisasi Masyarakat Pancasila Sejati menolak pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III yang digelar 16 hingga 19 Oktober 2011 mendatang. Penolakan terhadap Kongres Rakyat Papua III merujuk dari pengalamanan pelaksanaan Kongres I dan II yang dianggap kelompok Masyarakat Pancasila ini tidak membawa perubahan melainkan Kongres yang digelar merupakan permainan Politik oknum oknum tertentu.

Penolakan terhadap Kongres Rakyat Papua III diungkapkan Jefri Warisyu bersama dua anggota Ormas Pancasila Sejati dalam jumpa persnya di Abepura, Jumat( 14/10) siang kemarin. Jefri Warisyu mengaku mewakili masyarakat Genyem. Dia mengatakan, Kongres Rakyat Papua III bukan kegiatan sebenarnya yang diinginkan masyarakat, apalgi dalam Kongres mendatangkan masyarakat dari Daerah seperti Sorong, Biak, Manokwari, Fak fak dan daerah lainnya di Papua. Kedatangan masyarakat dari daerah ini hanya diperalat dan jadi kuda Politik dengan upah nasi bungkus dan uang rokok, serta spion Politik dalam percaturan Politik.

Jefri Warisyu mempertanyakan, ada apa hingga kegiatan Kongres digelar menjelang Pemilukada, setiap lima tahun, ini berarti kongres rakyat Papua dimanfaatkan oleh orang orang tertentu untuk membujuk dan merayu Pemerintah Pusat, bahwa Kongres rakyat Papua bertujuan mengamankan stabilitas Politik, tetapi kenyataannya masih ada separatis bersenjata di rimba raya dan masih adanya separatis Politik yang mengobok obok roda Pemerintahan.

Ormas Pancasila Sejati mengusulkan, agar Kongres Rakyat Papua III yang digelar, sebaiknya diwujudkan dengan baik hingga tidak terkesan asal asalan, hingga jadi pekerjaan orang yang tak mempunyai Pekerjaan, hingga jadi sebuah alasan padahal semua itu hanya sebuah proyek untuk mencari keuntungan Pribadi. Menurut Jefri Warisyu dan kedua rekannya, pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III, dengan jelas ditolak, karena dinilai tidak menghasilkan sesuatu yang baik sesuai harapan rakyat Papua, hal ini bila dipandang dari sudut pandang Agama, belum dapat dikatakan baik, karena mustahil mendapatkan solusi yang baik, hanya pembodohan dan penipuan saja, ungkapnya.

KRP III Forum yang Penting Untuk Dilaksanakan

Kalau ada yang menolak, namu ada juga yang setjh Konres III dilaksanakan.
Anggota Presidium Dewan Papua yang juga Ketua Pilar Pelaku Sejarah Fred Suebu
mengatakan, Kongres Rakyat Papua (KRP) III merupakan sebuah forum yang sangat penting untuk dilaksanakan dimana forum ini menjadi salah satu ajang atau kesempatan untuk Papua membenahi diri. Dikatakan, menjelang KRP ini bisa terlihat banyak terjadi tarik ulur antara penyelenggaraannya.

“Sepertinya ada tarik menarik dimana ada yang setuju dan ada yang tidak setuju padahal moment ini merupakan moment yang penting,” ujarnya ketika menandangi Redaksi Bintang Papua Jumat sore (14/10).

Menurutnya, KRP III yang direncanakan diselenggarakan tanggal 16-19 Oktober 2011, persiapannya sudah dikerjakan secara maksimal oleh panitia penyelenggara sehingga diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Dimana jika dilihat sejak beberapa tahun yang silam, masalah Papua ini sudah diangkat hingga ke tingkat internasional.

“Solidaritas internasional sudah sangat tinggi terkait dengan penyelesaian masalah Papua sehingga Papua sendiri dan Negara Indonesia harus ambil bagian dalam hal ini,” imbuhnya.

Lanjutnya, dengan melihat tingginya solidaritas internasional, maka masyarakat Indonesia pun harus turut memberikan dukungan serta sumbangan. Hal ini harus dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu anggota dekolonisasi PBB sehingga muncul solidaritas internasional.

“Selama ini, hingga KRP III tidak ada sosok yang berani muncul untuk menyelesaikan permasalahan Papua ini sehingga diharapkan dari Presiden hingga Menterinya dapat melihat masalah ini lebih serius lagi,” tukasnya.

Dituturkannya, selama 10 tahun ini tidak ada evaluasi dalam hal penyelesaian masalah Papua ini seharusnya setiap 5 tahun sekali, kongres ini harus dilaksanakan.

“Kongres ini penting untuk membenahi Papua jika memang ada anggota yang keluar atau meninggal dalam kepengurusan organisasi yang mengurusi persoalan khusus Papua di tingkat internasional,” tandasnya.

Selain itu, perlu juga adanya persiapan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang telah menyelenggarakan kongres ini sehingga ketika kongres ini dibahas ditingkat internasional maka ketika keputusannya muncul, Papua sudah bisa berjalan sebagaimana mestinya.

“Ketika tanggal 1 Desember 1961 sudah dideklarasikan sebuah kemerdekaan maka hal tersebut baru dinyatakan secara de facto saja sehingga pernyataan secara de jure harus bisa dicapai ketika pelaksanaan KRP III nantinya,” pungkasnya. (aj/ven/dee/don/l03)

Kongres Rakyat Papua III Undang Menkopolhukam

Forkorus Yaboisembut
Forkorus Yaboisembut

SENTANI – Rencana Kongres Rakyat Papua III yang rencananya akan digelar mulai 16 Oktober besok terus dimantapkan. Hingga kemarin pihak penyelenggara masih terus berkoordinasi agar agenda yang melibatkan ribuan masyarakat adat dari daerah-daerah ini bisa berjalan dengan lancar.

Meski pemantapan terus dilakukan, namun untuk lokasi kongres sendiri panitia belum bisa menyebutkan secara pasti. “Kepastian tempat atau lokasi kongres masih diusahakan,” ujar Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboi Sembut yang dihubungi Cenderawasih Pos siang kemarin.

Dkatakan, awalnya ada niat untuk menyelenggarakan kegiatan akbar tersebut di Auditorium Uncen, namun pihak pengelola mengaku trauma dengan agenda KPP lalu yang sempat terjadi pelemparan-pelemparan. Panitia juga tengah meloby untuk menggunakan GOR Cenderawasih maupun Hotel Sentani Indah, namun jika tempat-tempat tersebut gagal, maka alternatif lainnya adalah lapangan Theys di pertigaan Bandara Sentani.

“Belum ada kepastian akan menggunakan yang mana. Sabtu besok (hari ini) baru bisa diketahui karena panitia sedang mengusahakan. Daruratnya ya pakai lapangan Theys,” kata Forkorus.
Ia menjelaskan bahwa agenda di tanggal 16 nanti hanyalah ibadah pembukaan dan materi inti baru akan disampaikan pada 17-18 Oktober, sedangkan tanggal 19 Oktober penutupan kongres.
Untuk materi dalam kongres itu, Forkorus mengatakan bahwa ada undangan yang disampaikan kepada Menkopolhukam, tapi entah siapa yang datang nantinya belum diketahui. Selain itu ada pemateri dari kelompok LSM, kaum perempuan maupun pemuda.

Tentang kelompok lain termasuk Presidium Dewan Papua (PDP) yang kabarnya tak sepenuhnya menyetujui kegiatan ini Forkorus tak menampik hal tersebut. Ia membenarkan bahwa ada beberapa orang di PDP yang tak setuju diadakan kongres, namun mantan guru dan pengawas sekolah ini mengatakan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan ia sendiri tak ingin mempersoalkan itu. Baginya siapa saja boleh menyampaikan pendapat asal tidak disertai dengan tindakan yang melanggar hak manusia itu sendiri.

“Itu biasa dalam pesta demokrasi. Kami tidak bisa melarang orang berbicara. Kebenaran itu relatif,” ujar Forkorus diplomatis.

Menurutnya jika PDP tidak setuju, tentunya itu merupakan pendapat yang perlu dijadikan masukan, namun yang jadi persoalan di sini adalah kongres merupakan keinginan rakyat banyak dan berada di tangan Bangsa Papua. Jadi tidak tepat jika mengkalim salah satu pihak, sementara ada banyak pihak lain yang menginginkan. “Tapi tak semua anggota PDP dan hanya beberapa orang saja. Kami juga sedang melakukan pendekatan untuk menyatukan pendapat,” tambahnya.
Tentang beberapa hari terakhir terlihat truk-truk yang mengangkut Penjaga Tanah Papua (Petapa) dengan jumlah lebih dari 100 orang yang nampak hilir mudik, Forkorus membenarkan bahwa ada 11 truk dan 3 bus yang sering melintas dari Sentani hingga Jayapura, namun tujuannya adalah mengantarkan para Petapa ini untuk pulang. “Petapa memang ada yang kami arahkan untuk membersihkan lapangan Theys dan pulangnya kami coba mengantarkan. Kan ada yang tinggal di Hamadi hingga Dok IX,” bebernya.

Saat ini, pihaknya masih terus menunggu mengalirnya massa dari daerah-daerah. “Ada beberapa daerah yang sudah tiba di Jayapura di antaranya Mamta, Jayapura, Sorong, Biak, Serui dan Wamena. Masih ada beberapa daerah yang segera tiba,” imbuhnya.

Sementara menyangkut soal izin yang dikeluarkan oleh polisi, Kabag Ops Polres Jayapura, Kompol Hapri mengakui bahwa informasi tentang akan digelarkan Kongres Papua telah diketahui namun hingga tadi malam pihaknya belum mendapat surat pemberitahuan dari pihak penyelenggara menyangkut rencana kegiatan tersebut. “Kami memang telah diberitahu soal rencana kongres ini tapi masih simpang siur apakah dilakukan di Sentani atau di Abe atau di Jayapura, tapi hingga sekarang saya belum menerima surat apapun dari pihak penyelenggara,” ujar Hapri tadi malam.

Sementara itu, gelombang penolakan atas rencana Kongres Rakyat Papua (KRP) III itu kembali bermunculan. Jika sebelumnya penolakan itu dilontarkan oleh Gerakan Pemuda Merah Putih (GMP) Provinsi Papua dan Presidium Pemuda Peduli Rakyat (Pepera) Papua, kali ini penolakan tersebut datang dari Organisasi Masyarakat Pancasila Sejati (OMPS) Papua .

Ketua OMPS Jeffry Warisu, dalam jumpa persnya di rumah makan Maranli Abepura, mengatakan KRP III kurang tepat, karena KRP bukan sebenarnya melainkan permainan politik yang mana masyarakat yang di datangkan dari daerah-daerah untuk ikut serta dalam kegiatan KRP III ini hanya diperalat dan menjadi kuda politik dengan upah nasi bungkus dan uang rokok saja, namun sebetulnya mereka dijadikan pion dalam percaturan politik .

“Kami melihat bahwa KRP III ini digelar pada saat menjelang pemilukada berarti ini jelas bahwa ada sesuatu hal dibalik ini semua, yang mana KRP III ini hanya digelar dengan tujuan politik yaitu masih ada separatis politik yang mengobok-obok roda pemerintahan,”ungkapnya Jumat (14/9)
Lebih lanjut Jeffry mengungkapkan KRP III ini sebaiknya diwujudkan dengan baik dan jangan hanya asal-asalan, yang mana KRP III ini dinilai asal-asalan sehingga ini hanya dijadikan alasan untuk mencari keuntungan pribadi, sehingga kesimpulannya mayoritas masyarakat Papua menolak KRP III karena tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik sesuai dengan harapan rakyat Papua.

Sementara itu, Forum Generasi Muda Trikora Papua Republik Indonesia (FGMTP) RI Papua, DPD FKP5 Irian Barat dan LMP Papua serta BMP RI berpendapat bahwa agenda Kongres Rakyat Papua III hanya akan mencederai tatanan kehidupan sesama suku – suku di Papua, juga sesama suku dari nusantara lainnya di Tanah Papua yang selama ini berjuang bersama membangun tanah Papua sejak 1 Mei 1963 Papua masuk dalam NKRI.

Olehnya itu beberapa elemen massa ini menyatakan sikap menolak kongres itu. Pernyataan sikap itu dibacakan oleh Ketua FGMTP RI Perwakilan Papua, Izaak S.Karubaba. “Pertama, FGMTP RI Papua, DPD FKP5 Irian Barat dan LMP Papua serta BMP RI adalah anak–anak Adat Tanah Papua yang tidak sepaham dan menolak dengan tegas pelaksanaan Kongres Papua III di Jayapura yang di jadwal pada Tanggal 16 – 19 Oktober 2011 yang mana jelas – jelas hanya dapat menghancurkan tatanan kesukuan Adat Asli Papua juga hanya mementingkan kelompok tertentu, dan merugikan rakyat Papua secara menyeluruh oleh karena itu kami menghimbau agar Kongres Papua III perlu dibubarkan secara tegas oleh aparat keamanan TNI / POLRI, apabila kegiatan tersebut dipaksakan terlaksana,” tuturnya.

Beberapa elemen tersebut menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan kekerabatan serta menjaga keharmonisan diantara sesama suku – suku Asli Papua biar tidak terkontaminasi atau terprovokasi dengan informasi yang sengaja di hembuskan dengan menjanjikan hal – hal yang kurang bertanggungjawab.

“Kami juga menghimbau dan mengajak kepada seluruh generasi muda adat Papua agar segera satukan barisan dan mengawal pembangunan nasional yang diawali saat ini di seluruh Tanah Papua dengan mempersipakan masyarakat secara menyeluruh menuju pesta demokrasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur 2011-2016,” paparnya.

Sementara Ketua LMP Papua, Nico Mauri, S.Th, menandaskan, siapapun dia yang membuat negara di dalam negara adalah sebuah pelanggaran konstitusi. Pasalnya Belanda telah mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan NKRI.

Ditegaskannya, pada prinsipnya NKRI sudah merupakan harga mati bahwa NKRI itu dari Sabang sampai Merauke. Untuk itu selaku anak bangsa harus merapatkan barisan untuk mengamankan NKRI dari segala ancaman juga mengawal otsus agar benar-benar dilaksanakan sesuai dengan harapan semua orang.

Sementara itu, Sekretaris Umum, FGMTP RI Papua, Berth ST.Wairara, menyatakan, setiap orang dalam membicarakan Papua, hendaknya jangan hanya berdasarkan cerita-cerita tapi berdasarkan dokumen-dokumen yang ada. Dan secara sah, Papua adalah bagian dari NKRI. Ini terbukti sejak NKRI merdeka, nasib Papua telah dibicarakan sejak 19 Desember 1945.

Dalam perjalannya Papua bertekad bulat untuk menggabungkan diri dengan NKRI, yang telah turut diperjuangkan oleh orang-orang Papua sejak saman Hindia Belanda. Dimana dapat dilihat dari berbagai rentetan sejarah perjuangan yang ada, yang hingga akhir adanya Pepera itu.
Senada dengan itu, Sekjen BMP RI Perwakilan Papua, Yonas Nusi, mempertanyakan, apakah benar kongres DAP itu berbicara mengenai kultur Papua. Kalau berbicara mengenai kultur, kenapa sampai sekarang ini Perdasus mengenai kultur Papua hingga saat ini belum dibuat. Dan juga kenapa pihaknya tidak diundang untuk ikut dalam kongres dimaksud.

Dengan melihat dari materi kongres DAP itu, pihaknya menilai bahwa kongres itu bukan berbicara mengenai kultur Papua melainkan merupakan sebuah konsultasi politik yang dibuat dan dibangun. (ade/ado/nls)

Stoppress: H-3, Aparat Gabungan Lakukan Sweeping

Semakin dekatnya pelaksanaan Kongres Rakyat Papua II, disikapi aparat keamanan dengan cara meningkatkan kewaspadaan. Salah satunya, melakukan sweeping Jumat (14/10) tadi malam di Depan TMP Waena. Sweeping ini memeriksa setiap barang bawaan warga dengan menghentikan setiap kendaraan rodao 4 yang lewat untuk diperiksa aparat gabungan TNI-Polri. Setiap barang bawan yang mencurigakan seperti barang tajam (sajam) diamankan aparat.

Hingga berita ini ditulis diperoleh kabar jika sweeping tersebut berhasil menyita sejumlah barang bukti, yang selanjutnya diamankan ke Polsekta Abepura, termasuk surat-surat yang terkait dengan kongres Rakyat Papua II.(don/don/l03)

Tolak Kongres Dinilai Wajar

Forkorus Yaboisembut,S.Pd saat memberi keterangan pers Rabu (12/10) terkait dengan rencana Kongres Rakyat Papua III
Forkorus Yaboisembut,S.Pd saat memberi keterangan pers Rabu (12/10) terkait dengan rencana Kongres Rakyat Papua III
JAYAPURA – Meski mendapat penolakan dari Forum Komunikasi Putra-putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat, karena khawatir bisa menimbulkan disintegrasi bangsa, namun panitia Kongres II Rakyat Papua sepertinya tidak akan terpengaruh dengan penolakan tersebut. Mereka tetap yakin kongres ini akan dibuka Senin (17/10). Sebab menurut pihak panitia, kongres ini telah mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat, dimana kongres ini sebagai momen untuk melakukan dialog politik bagi orang Papua yang berada di luar sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu sebagaimana diungkapkan Forkorus Yaboisembut selaku Ketua Dewan Adat Papua (DAP) mewakili kepemimpinan kolektif Papua, saat menggelar jumpa pers di Kantor DAP Waena, Rabu (12/10). Sehingga, pihaknya menilai sebagai satu hal yang wajar bila ada yang menyatakan menolak, atau tidak setuju digelarnya kongres tersebut.

“Itu hak mereka, yang di luar sistem itu hak mereka, yang penting kita tidak saling bersinggungan. Adanya dua pihak yang berlainan, ini tugas pemerintah untuk bisa mengakomodir semuanya,” jelasnya saat ditanya terkait penolakan maupun kekhawatiran dari sejumlah pihak bahwa Kongres III nanti akan mengarah ke disintegrasi bangsa.

Menurutnya yang tidak boleh adalah melarangnya. “Karena itu sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),” tegasnya.

Dikatakan bahwa apa yang dikatakan pihak yang tidak setuju, mungkin benar. Dan apa yang menjadi pendapat pihak yang setuju atau mendukung, juga benar. Karena, menurutnya kebenaran tersebut adalah relatif.

“Yang absolut itu hanya dari Tuhan. Antara dua kebenaran ini mustinya ketemu pada titik yang bisa mengakomodir keduanya. Saya senang itu,” ujarnya.

Terkait undangan terhadap sejumlah tokoh di luar negeri, menurutnya belum ada kejelasan tentang kepastian kehadirannya. “Kendalanya itu diantaranya ada yang visa, uang dan faktor keamanan maupun factor lain itu bisa saja,” jelasnya.

Pro kontra terhadap penyelenggaraan Kongres, menurutnya belum merupakan hambatan yang berarti bagi panitia. “Hambatan yang ada hanya dari pihak Polisi, karena panitianya diminta identitas berupa KTP, untuk bisa terbit STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan ),” jelasnya.

Terkait tempat penyelenggaraan, menurutnya direncanakan akan dilangsungkan di Auditorium Uncen. Namun, menurut Ketua Panitia, Selpius Bobii hal itu juga masih dalam tahap loby kepada pihak pengelolanya.

Dalam himbauannya, Forkorus menyatakan bahwa tidak ada pemalangan dan pemungutan serta penagihan apapun di Kota Jayapura dan sekitarnya yang dilakukan siapapun dengan mengatasnamakan Kongres ke-III Papua.

“Bila terjadi dan terindikasi segera laporkan kepada pihak yang berwajib/keamanan setempat,” ungkapnya dalam salah satu poin himbauan yang dikeluarkannya.(aj/don/l03)

Khawatir Terjadi Disintegrasi

Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak Kongres Rakyat Papua III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10).
Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak Kongres Rakyat Papua III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10).
JAYAPURA—Meski Panitia Kongres Rakyat Papua (KRP) III menyampaikan alasan bahwa kegiatan ini dilakukan penuh damai, namun tidak demikian bagi kelompok yang menamakan diri Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat. Mereka mengkhawatir dari Kongres Papua III ini bisa terjadi disintegrasi bangsa dan negara. Pasalnya, KRP III diprediksi membicarakan 3 hal antara lain Trikora, Pepera dan Otsus.

Ketua DPD Forum Komunikasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat Drs. Izaak Samuel Karubaba didampingi Sekretaris DPP Barisan Merah Putih Nico Mauri, Sekretaris Pemuda Panca Marga Provinsi Papua Berth ST Wairara dan Penerus Trikora Yonas Nussy ketika membacakan pernyataan sikap politik menolak KRP III di Hamadi Tanjung, Jayapura, Selasa (11/10). Tiga hal yang diprediksi dibicarakan KRP III, masing masing Trikora. Padahal Trikora telah disampaikan 3 hal yakni gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda dan kibarkan bendera merah putih di seluruh dataran Irian Barat serta mobilisasi umum, sedangkan Pepera dikatakan cacat hukum karena tak sesuai Act Free Choice.

Padahal, kata dia, antara pemerintah Belanda dan Indonesia telah membicarakan pelaksanaan Pepera yang nantinya diadakan secara musyawarah dan mufakat sesuai UUD 1945 serta kegagalan Otsus.

Menurut dia, mengamati kondisi politik dan stabilitas di seluruh Tanah Papua yang merupakan daerah integral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka Forum Generasi Muda Trikora Papua Republik Indonesia memandang perlu menyikapi beberapa kegiatan yang dilakukan, sengaja maupun tak sengaja yang terkondisikan lewat Dewan Adat Papua (DAP) yang kini mengagendakan digelarnya Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang diselenggarakan pada tanggal 16 Oktober 2011 dengan agenda yang jelas – jelas mencederai tatanan kehidupan sesama suku – suku di Papua juga sesama suku dari Nusantara lainnya di Tanah Papua yang selama ini berjuang bersama membangun Tanah Papua sejak 1 Mei 1963 Papua masuk dalam NKRI.

Karena itu, lanjutnya, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Papua Indonesia menyatakan sikap politik sebagai berikut yang dibacakan Izaak Samuel Karubaba. Pertama, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia adalah anak – anak adat Tanah Papua yang tak sepaham dan menolak dengan tegas pelaksanaan KRP III di Jayapura yang dijadwal pada tanggal 16 – 19 Oktober 2011 yang jelas – jelas hanya dapat menghancurkan tatanan kesukuan adat asli Papua juga hanya mementingkan kelompok tertentu, dan merugikan rakyat Papua secara menyeluruh oleh karena itu kami menghimbau agar KRP III perlu dibubarkan secara tegas oleh aparat keamanan TNI / Polri, apabila kegiatan tersebut dipaksakan terlaksana.

Kedua, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora menghimbau kepada semua pihak apabila dalam agenda KRP III masih mempersoalkan masalah Pepera maka hal ini perlu disikapi oleh seluruh komponen anak bangsa untuk mengelar apel siaga Generasi Muda Trikora juga meminta pihak TNI / Polri menindak tegas kepada penyelenggara KRP III dimaksud.

Ketiga, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia mempertanyakan Kongres Adat dimaksud diselenggarakan oleh siapa dan kenapa sengaja mengakomodir kelompok tertentu saja sebagai peserta KRP III, sementara jelas – jelas dalam pernyataan Ketua Dewan Adat Papua dalam acara salah satu media di jayapura mendukung salah satu Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua yang jelas jelas sampai saat ini belum diakuinya Anak Papua Asli atau tak lewat Konsolidasi Adat dan penetapan Perdasus menyangkut orang asli Papua inikah yang disebut pembohongan publik.

Keempat, menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menjaga lingkungan kekerabatan serta menjaga keharmonisan diantara sesama suku – suku Asli Papua biar tak terkontaminasi / terprofokasi dengan informasi yang sengaja di hembuskan dengan menjanjikan hal – hal yang kurang bertanggungjawab.

Kelima, Forum Komunikasi Generasi Muda Trikora Republik Indonesia menghimbau kepada seluruh Generasi Muda Adat Papua agar segera satukan barisan dan mengawal pembangunan nasional yang diawali saat ini di seluruh Tanah Papua dengan mempersipakan masyarakat secara menyeluruh menuju pesta demokrasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2011 – 2016.

Keenam, menyeruhkan kepada seluruh masyarakat diseluruh Tanah Papua agar memberikan kepercayaan kepada Pemerintah, TNI / Polri agar bertindak tepat cepat guna mengatasi dan mengantisipasi setiap pergerakan yang jelas – jelas mengacaukan stabilitas dan keutuhan NKRI di Tanah Papua, dimana secara de jure dan de facto Papua ( dulu adalah bagian ) mutlak dari pada NKRI yang tidak dapat dipisahkan oleh siapapun.

Terpisah, Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai S.IP menegaskan, pihaknya menghimbau agar sebelum menggelar KRP III, Panitia mesti menyiapkan sejumlah anggaran untuk akomodasi dan transportasi para peserta. Pasalnya, apabila masalah ini tak dipersiapkan secara baik dikhawatirkan timbul masalah baru di Tanah Papua.

“Pada saat KRP II mantan Presiden Almarhum Gus Dur membantu panitia Rp 1 Miliar. Tapi untuk KRP III ini ada anggaran atau tidak. Ini harus dibicarakan baik baik bukan asal bicara,” katanya.

Selanjutnya, kata dia, KRP III perlu mendapatkan izin dari pemerintah serta melakukan koordinasi bersama pihak keamanan agar kegiatan ini berjalan terkoordinir dan aman. “Jangan sampai terjadi seperti di Timika yang merengut nyawa manusia,” ujarnya.

Terkait pernyataan Panitia KRP III bahwa pemerinta pusat telah menyetujui dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan membuka KRP III, menurut Anggota Komisi A DPR Papua dr. Yohanes Sumarto, Panitia KRP III ketika bertemu Deputi I Kemenpolhukam dianggap telah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat.

Padahal kenyataannya sesuai penjelasan dari Menkopolhukam Djoko Suyatno yang untuk klarifikasi kebenaran adanya kesediaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka dan bertindak sebagai keynote speaker KRP III 16-19 Oktober 2011 di Jayapura sebagaimana rilis yang disampaikan Panitia KRP III Selpius Bobii ke pelbagai media massa di Jayapura mengklaim bahwa KRP telah mendapat respon dan dukungan dari pemerintah pusat melalui Deputi I Politik Dalam Negeri Kemenpolhukam KRP III sekaligus akan dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga bertindak sebagai keynote speaker. Bila berhalangan Presiden akan menugaskan seorang Menteri tak benar seperti apa yang mereka klaim itu.

Menteri mengatakan, tentang KRP III nggak ada perintah Presiden untuk Menteri membuka KRP III. Presiden juga tak menugaskan Menteri. “Mereka itu diterima saja. Nggak ada janji – janji dari Staf saya. Staf nggak bisa memutuskan gitu lho,” kata DJoko Suyatno. (mdc/don/l03)

Hasil Kongres Harus Dihargai

JAYAPURA – Kongres Papua III (16-19 Oktober) yang persiapannya semakin matang, menurut Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut,S.Pd nantinya adalah akan menghasilkan apa yang murni menjadi keinginan masyarakat di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).

Ditekankan, apapun hasil dari Kongres Papua III nanti harus diakui dan dilaksanakan oleh pemerintah RI yang juga harus diakui oleh Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Apa yang diakomodir di Kongres, itu yang harus diakomodir oleh negara.

Apa yang diputuskan di kongres, harus diikuti oleh seluruh negara anggota PBB,” tandasnya saat menggelar jumpa pers di kantor DAP, Waena.

Terkait hal itu, Ia menghimbau kepada Pemerntah Indonesia, di era demokrasi apapun hasilnya harus dihargai. “Kalau betul kita mejunjung tinggi demokrasi, apapun yang diputuskan dalam kongres meskipun itu mungkin menyakitkan, Pemerintah Indonsia harus menerima,” tandasnya lagi.

Disinggung apabila tidak diakui dan tidak dilaksankaan Pemerintah Indonesia, dan juga tidak diakui Negara-negara anggota PBB, menurutnya hal itu adalah hal biasa.
“Ada yang senang mapun tidak senang, itu biasa. Kita akan terus berupaya untuk meyakinkan mereka bahwa ini benar,” jelasnya.

Disinggung masalah lokasi konggres, dikatakan bahwa pihaknya sudah membicarakannya dengan pihak Uncen untuk menggunakan Auditorium. “Namun Uncen minta STTP dari kepolisian. Karena kapolda kemarin (Senin 10/10) baru tiba di Kota Jayapura, maka hari ini (10/10) .(aj/don/l03)

KRP III Bicarakan Hak Dasar Orang Asli Papua

JAYAPURA [PAPOS] – Kongres Rakyat Papua (KRP) III yang akan berlangsung di Jayapura, Papua, pada 16 – 19 Oktober 2011, juga akan mengagendakan upaya pelestarian bahasa daerah di wilayah tersebut.

“Selain bicara tentang hal politik, kami akan membicarakan hak-hak dasar orang asli Papua, termasuk membahas pelestarian bahasa daerah asli Papua yang terancam punah,” kata Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut S.Pd di Jayapura, Papua, Jumat.

Selain masalah bagaimana pemenuhan hak-hak dasar orang asli Papua yang akan dibahas dalam KRP III 2011, pelestarian bahasa daerah Papua juga perlu mendapatkan porsi yang lebih baik,

Menurutnya, ada peserta asli Papua, peninjau dan penggembira yang akan hadir dalam kongres tersebut.”Pada kesempatan itu adalah hal yang baik dan tepat untuk membahas itu,” kata Yaboisembut yang juga merupakan penanggung jawab pelaksanaan KRP III.

Sementara itu, Ketua Panitia KRP III dan Ketua Tim Kerja Rekonsiliasi Nasional Rakyat Papua Barat (TKRNRPB) Selpius Bobii juga mengatakan, tujuan KRP III yakni ingin mengemukakan penilaian yang adil dan jujur terhadap realitas dalam berbagai bidang kehidupan rakyat di Tanah Papua secara menyeluruh.”Lebih khusus perlindungan, pemberdayaan dan pengutamaan hak-hak dasar orang asli Papua (keberpihakan) yang diatur dalam undang-undang Otsus,” katanya.

Selain itu, juga bertujuan menemukan sejauh mana pemerintah dan negara berkomitmen membangun Papua yang bermartabat.

“Intinya mencari mekanisme dan langkah-langkah yang tepat bagi penyelesaian masalah Papua yang lebih demokratis, aman, sejahtera, dan bermartabat dalam kerangka masyarakat global yang lebih maju dan lebih baik,” katanya.

Sebelumnya, pada Kamis (6/10) bertempat di Kantor Dewan Adat Papua di Expo-Waena telah TKNRPB dan kepemimpinan nasional Papua telah melaksanakan jumpa pers terkait pelaksanaan dan perancanaan KRP III, salah satunya membahas tentang jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut dan ditetapkan sesuai jadwal. Yang diperkirakan ribuan masyarakat asli Papua dari 39 kabupaten/kota akan hadir. Dari informasi yang didapatkan, KRP III direncanakan akan dihadiri oleh sejumlah pejabat petinggi negara lainnya. [bel/ant]

Written by Bel/Ant/Papos
Saturday, 08 October 2011 00:00

Koffi Anan Juga Diundang

Ketua DAP Forkorus Yaboisembut dan Ketua KRP III, 2011, Selvius Bobby
Ketua DAP Forkorus Yaboisembut dan Ketua KRP III, 2011, Selvius Bobby

JAYAPURA – Kongres Rakyat Papua III yang tinggal satu minggu lagi digelar, menurut Ketua Panitia Pelaksana, Selpius Bobii dan Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut, juga mengundang sejumlah tokoh internasional, termasuk Wartawan dari Luar Negeri (LN). “Undangan sudah kita sampaikan ke Koffi Anan, Ketua Sub Komisi Asia Pasifik Konggres AS, Eni Valeo Mavaega, Drough Lefer, juga sejumlah Wartawan Internasional,” jelasnya saat menggelar jumpa pers di kantor DAP, di Waena, Kamis (6/10). Namun, hingga digelarnya konferensi pers sore kemarin, menurutnya belum ada satupun yang posotif bisa datang. “Kalau Eni Valeo Mafaega sudah pastikan tidak datang, dia kasih saran untuk menyurat ke Ban Ki Moon, dan itu sudah kita lakukan,” jelasnya.

Sedangkan undangan dari luar negeri yang lain, saat ini masih menunggu kepastian terkait visa kunjungannya diberi atau tidak oleh Kedutaan Besar Negara Republik Indonesia di Negara asal masing-masing.

Sementara itu, makin dekatnya ivent yang merupakan forum tertinggi rakyat Papua dalam mengambil keputusan terkait agenda rakyat Papua tersebut, menurut Selpius Bobii sebagian peserta telah datang. Yakni dari komponen atau organisasi- organisasi, kelompok pemuda, perempuan, TPN/OPM, adat dan organisasi – organisasi lain. “Itu yg memiliki hak suara,” jelasnya.

Sedangkan mengenai tempat diselenggarakannya ivent yang diperkirakan dihadiri puluhan ribu orang, baik itu perserta, peninjau maupun penggembira, belum mendapat kepastian mengenai tempat.

“Kalau di tiga tempat itu tidak bisa, terpaksa kita gunakan Lapangan Theys,” jelasnya.

Disinggung antisipasi panitia terhadap kemungkinan akan adanya pengibaran bendera bintang kejora dalam ivent tersebut, menurut Forkorus pihaknya hanya bisa member himbauan.

“Kita sudah meminta, supaya hal itu (pengibaran Bendera Bintang Kejora) jangan dulu. Nanti kalau sudah ada pengakuan, sekalian lah. Mudah-mudahan mereka bisa mendengar,” jelasnya.(aj/don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny