Sepuluh orang ditangkap, diduga rencanakan makar

Lily Wahid, Ahmad Dhani, dan Rachmawati Soekarnoputri, menyampaikan keterangan pers terkait keterlibatan mereka pada aksi 212 di Jakarta, 1 Desember 2016.—tempo.co
Lily Wahid, Ahmad Dhani, dan Rachmawati Soekarnoputri, menyampaikan keterangan pers terkait keterlibatan mereka pada aksi 212 di Jakarta, 1 Desember 2016.—tempo.co

Jakarta, Jubi – Sebanyak sepuluh orang ditangkap oleh polisi terkait dugaan upaya permufakatan jahat. “Telah ditangkap 10 orang pada rentang waktu 03.00 hingga 06.00 WIB pagi hari ini,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Pol Rikwanto di Jakarta, Jumat (2/12/2016).

Rikwanto merinci kesepuluh orang tersebut berinisial AD, E, AD, KZ, FH, RA, RS, SB, JA dan RK. Ia menyebut delapan di antara mereka ditangkap atas tuduhan makar dan akan dikenai Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP dengan ancaman hukuman penjara minimal 20 tahun atau maksimal penjara seumur hidup. “Kalau JA dan RK dikenai pelanggaran Pasal 28 Undang-undang ITE,” katanya.

Menurut dia, setelah ditangkap, kesepuluh orang tersebut langsung dibawa ke Markas Komando Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Mantan Kabidhumas Polda Metro Jaya ini mengatakan penangkapan 10 orang tersebut atas hasil penyelidikan Polda Metro Jaya. Ia pun berujar tidak ada perlawanan dalam penangkapan mereka. “Tidak ada perlawanan,” katanya.

Kesepuluh orang itu merupakan tokoh yang beberapa di antaranya aktif mendukung aksi 2 Desember. Mereka adalah musikus Ahmad Dhani yang ditangkap di Hotel San Pacific, Eko ditangkap di rumahnya di Perum Bekasi Selatan, Aditya Warman ditangkap di rumahnya.

Selain itu Purnawirawan TNI Kivlan Zein juga ditangkap di rumahnya di Komplek Gading Griya Lestari. Putri presiden pertama Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri juga ikut ditangkap sekitar pukul 05.00 WIB, di rumahnya. Beberapa aktivis seperti Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, juga Rizal Kobar juga dikabarkan turut ditangkap. Menurut Martinus, saat ini mereka dibawa untuk menjalani pemeriksaan di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Di tempat terpisah, pengacara Yusril Ihza Mahendra juga dikabarkan siap mengadvokasi pihak yang ditahan. (*)

Pasal Makar Minta Ditambahkan

JAYAPURA—Kejaksaan Negeri (Kejari) Jayapura minta penyidik Polres Jayapura menambahkan pasal makar dalam kasus pembunuhan yang menewaskan 4 orang di Nafri oleh tersangka Dany Kogoya Cs.

Pasalnya, kegiatan Dany Kogoya Cs kala itu tak hanya aksi pembunuhan berencana, tapi juga mengibarkan bendera Bintang Kejora simbol perjuangan separatis Papua merdeka, sehingga perlu disisipkan pasal makar.

Demikian disampaikan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jayapura John W Rayar, SH Selasa (13/11). Dikatakan, pihaknya baru menerima berkas perkara Dany Kogoya Cs dari penyidik Polres Jayapura Kota.

Setelah sebelumnya mempelajari berkas ini, kemudian mengembalikan ke penyidik , karena ada kekurangan. Dan oleh penyidik berkas perkara yang bersangkutan sudah dipenuhi sekaligus dikembalikan ke Kejaksaan Negeri Jayapura pada Senin (12/11). Dia mengutarakan, pihaknya akan mempelajari lagi berkas perkara Dany Kogoya Cs sudah dipenuhi sesuai petunjuk dari Kejaksaan Negeri. “Kalau sudah dipenuhi akan di-P21-kan untuk selanjutnya tersangka dan barang buktinya diserahkan ke Jaksa,” tandasnya.

Terpisah, Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK membenarkan adanya petunjuk dari Kejaksaan Negeri Jayapura untuk ditambahkan pasal makar pada kasus Dany Kogoya Cs.

Menurutnya, dugan makar juga didukung dengan alat bukti yang disita pihak kepolisian.

“Ada barang bukti juga yang mengarah ke makar. Dan itu bisa menguatkan petunjuk Kejaksaan,”

katanya. (mdc/don/l03)

Rabu, 14 November 2012 08:30, Binpa

Sidang Buchtar Tabuni, Filep Karma Tak Mau Disumpah

http://www.bintangpapua.com, Kamis, 26 Juli 2012 23:38

Buchtar TabuniJAYAPURA – Ketua Umum KNPB Buctar Tabuni kembali menjalani Persidangan di Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis( 26/7/2012) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Hanya saja Majelis Hakim Haris Munandar yang menyidangkan kasus ini sempat jadi bingung karena Filep Karma, saksi yang didatangkan tidak mau diambil sumpahnya.
Awalnya Filep Karma mau menjawab pertayaan Majelis Hakim, hanya saja pada saat mau diambil sumpahnya Filap Karma sudah menolak

Hakim melontarkan pertanyaan kepada Filep Karma: “Siapa nama saudara, saksi menjawab, Filep Karma. Lantas hakim melanjutkan pertanyaan dimana tempat dan tanggal lahir saksi Filep Karma, ia menjawab semua pertanyaan itu. Setelah dijawab oleh Saksi Filep Karma, hakim melanjutkan, saksi warga negara mana? dia menjawab, Papua Barat. Saksi beragama apa? ia menjawab tak punya agama, berarti atheis ya, hakimpun binggung,,,… Kenapa tak punya agama. Saya tidak beragama, tapi percaya pada Tuhan. Apakah saudara saksi seorang PNS, dia menjawab, seorang pejuang, karena pejuang saya dipenjara, hakim bertambah binggung.

Filep Karma: “Saya tidak mau diambil sumpah, saya lebih takut kepada Tuhan saya dari pada kepada manusia. Hakim: itu pikiran saudara saja. Filep, ya saya berkata benar Pak”. Hakim, “Iya, saudara perlu diambil sumpahnya melalui kitabnya/syariatnya”. Filep: “saya tidak mau melanggar ajaran dari Tuhan saya, firman Tuhan saya adalah hukum positif”. Hakim: “Sekarang sidang ini hukum positif berlaku disini sebagai tata cara persidangan”.Hakim Haris Munandar bertanya, bagaimana jaksa mau diajukan tidak saksi Filep Karma sebagai saksi, karena jawabab Filep yang dianggap tak masuk akal. Dalam sidang mendegarkan keterangan saksi, jaksa menghadirkan Filep Karma sebagai saksi tunggal, dengan jawabannya yang tidak sesuai persidangan, terpaksa Hakim memerintahkan Jaksa agar saksi Filep Karma tidak diajukan dalam persidangan mendegarkan keterangan saksi.

Demikian Jaksa yang dipimpin Ahmad Kobarubun, Jhon Rayar dan seorang jaksa tidak mengajukannya sebagai saksi, demikian Sidang mendegarkan keterangan saksi dalam sidang Buctar Tabuni ditunda minggu depan, Senin, 30 Juli 2012 oleh Hakim Haris Munandar.

Ditemui terpisah, Penasehat Hukum Buctar Tabuni, Gustaf Kawer mengatakan, dengan berjalannya sidang yang terpaksa saksi tidak dapat diajukan jaksa sebagai saksi, oleh Gustaf dinilai, jaksa seharusnya tahu tata cara atau urutan urutan seseorang bila diajukan sebagai saksi yakni sesuai pasal 185 ayat 7 KUHP. Namun yang terjadi dalam sidang kali ini, jaksa juga dalam menghadirkan saksi tidak melihat ketentuan pasal 185 ayat 7 KUHP. Menurutnya jaksa seharusnya siap dan tahu prosedur menghadirkan saksi, dengan tidak adanya saksi yang dihadirkan jaksa, semakin membuat persidangan molor dan kita mau menganut asas cepat yang berarti biaya juga kurang.(Ven/don/l03)

‘Cap Makar’ Jangan Dijadikan Alasan

JAYAPURA – Pasca Kongres Rakyat Papua III yang berakhir jatuhnya korban jiwa, mendorong Lima Ketua Dewan Adat Papua buka suara, dengan mengeluarkan penyataan sikap. Intinya, mereka menyesalkan adanya tindakan kekerasan yang dilakukan aparat sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Mereka juga minta jangan stigma atau ‘cap makar’ atau separatis yang dialamatkan kepada orang Papua dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan tindakan kekerasan. Lima perwakilan masyarakat Adat Papua itu, masing masing Ketua Dewan Adat Biak, Yan Pieter Yarangga, Ones Wanande Ketua Dewan Adat Mampta, Lemak Mabel \Ketua Dewan Adat wilayah Baliem, Yulius Hisage ketua Dewan Adat Hubula Lembah Baliem dan Izak Heselo Ketua Dewan Adat Hosolimo Kurima Wamena. Menurut mereka, betapapun hasil Kongres yang selesai digelar oleh aparat dinilai bertentangan dengan hukum di Indonesia, namun Dewan Adat Papua menilai tindakan represif yang berlebihan dan tidak manusiawai yang dilakukan aparat TNI – POLRI merupakan tindakan yang tak dapat ditolerir.

Kelima Perwakilan masyarakat Adat Papua ini dalam pernyataannya kepada Wartawan menyatakan, tindakan kekerasan kepada rakyat Papua peserta kongres yang dilakukan aparat bersenjata terhadap rakyat Papua tak bersenjata menunjukkan aparat keamanan sesungguhnya masih mempertahankan pola- pola lamanya, yang militeristik dalam merespon tuntutan Politik Masyarakat Papua. Seolah olah cap makar dan separatis yang dikenakan kepada orang Papua merupakan pembenaran bagi aparat keamanan untuk melakukan tindak kekerasan.

Kelima Dewan Adat Papua ini menyatakan, peristiwa pasca Kongres III Papua merupakan rangkaian dari kesekian kasus yang merenggut nyawa masyarakat adat Papua diatas Tanah leluhurnya, yang sampai pada hari ini tak pernah diusut, diungkap serta pelakunya dibawah ke pengadilan untuk diselesaikan secara adil oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Di lain pihak, masyarakat adat Papua selalu saja diseret dalam proses hukum dengan berbagai macam cara dan alasan yang faktanya adalah maraknya praktek impunitas yang masih dipertontonkan oleh negara terhadap rakyat Papua.

Berdasarkan pengalaman itulah, maka segenap masyarakat adat Papua menyatakan rasa dukanya yang mendalam terhadap masyarakat adat Papua yang menjadi korban dari insiden pasca Kongres III Rakyat Papua pada 19 Oktober 2011 lalu, dimana kejadian ini satu dari lembaran kelam panjang yang terus menerus menimpa masyarakat adat Papua sejak hadirnya Pemerintah Indonesia di Tanah Papua.

Kelima Perwakilan Masyarakat Adat Papua ini kepada wartawan mengemukakan bahwa sebagai masyarakat adat mereka sangat menyesalkan dan mengutuk keras tindakan brutalitas aparat dalam insiden pasca Kongres III Rakyat Papua yang dilakukan terhadap masyarakat adat Papua. Tindakan sama dilakukan terhadap Ondofolo Forkorus Yaboisembut dimana Ondofolo Forkorus diseret, dipukul, ditendang, dijemur dan mendapat caci makian, Menurut Lima Ketua Dewan Adat Papua ini, tindakan brutalitas aparat ini sangat merendahkan martbat kemanusiaan beliau, apalgi dalam proses beliau sebagi seorang Pemimpin adat/Ondofolo dan Ketua Dewan Adat Papua.

Para Ketua Dewan adat melihat insiden pasca Kongres merupakan satu dari sekian insiden lainnya yang terkait persoalan Politik Papua yang terus terulang dan menimpa masyarakat Adat Papua, kami berkeyakinan bahwa hal seperti ini akan mungkin terus terjadi dimasa yang akan datang, apabila akar persoalan yang melatarbelakangi berbagai aksi Politik masyarakat adat Papua tidak diselesaikan secara adil dan bermartabat.

Menurut kelima ketua Dewan adat, Kongres Rakyat Papua yang usai digelar semua berjalan aman karena antara para peserta kongres saling salam menyalami, setelah akan meninggalkan lapangan Kongres, semua peserta Kongres berjalan dengan tenang, dua jam kemudian aparat melakukan penyerangan dan membubarkan massa kongres yang tidak bersenjata dan tidak melakukan perlawanan, namun terus dikejar dan dianggap musuh, seharusnya aparat malu berhadapan denga masyarakat adat Papua yang tidak bersenjata dan melakukan perlawanan, justru kami menilai tindakan mengejar dan brutalitas aparat itulah yang disebut makar, ungkap mereka.

Dewan Adat mempertanyakan kembali surat ijin yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan yang resmi dikirimkan kepada Pantia Kongres dengan menugaskan Dirjen Otda Kemdagri untuk membuka dan menjadi Keynode Speaker pada KRP III di Auditorium Uncen Jayapura, dengan sepihak Pula Kemendagri memerintahkan membubarkan Kongres karena dinilai makar.

“Kalau Kami melakukan makar dengan adanya Bintang Kejora yang dibawakan dalam tarian, sesungguhnya itu bukan makar, yang dapat dikatakan makar, ketika bendera Bintang Kejora dipasang dan dinaikkan pada tiang dan ditancapkan saat Kongres, namun kenyataan itu tak terbukti,” ungkap mereka.

Para Ketua Dewan Adat juga menyingkung tempat pelaksanaan Kongres yang dilakukan di lapangan, dikatakan ini menunjukkan Pemerintah sudah tidak menghargai masyarakat Adat Papua dan dianggap tidak ada, “padahal kami ini datang untuk bicarakan hak hak dasar kami dalam negara ini yang terabaikan dan kami telah diusir keluar dan tidak diberi tempat layak dalam sebuah gedung sebagaimana permintaan kami untuk menempati gedung Auditorium dan GOR,”katanya.

Hal ini menujukkan Pemerintah, terutama Kemendagri terus melakukan pembohongan terhadap orang Papua, padahal mereka sendiri mengeluarkan ijin resmi bahwa Kongres Rakyat Papua III boleh dilaksanakan, lantas kemudian mereka juga melarang dan merintahkan aparat melakukan penangkapan. (Ven/don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny