Presiden Terima Tiga Menlu Negara Rumpun Melanesia

JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima kunjungan kehormatan para menteri luar negeri negara-negara Pasifik rumpun Melanesia (Melanesian Sparhead Groups/MSG), di Kantor Presiden, Rabu (15/1).

Tiga menlu MSG yang datang, yakni Menlu Papua Nugini (PNG) Rimbink Pato, Menlu Fiji, Ratu Inoke Kubuabola dan Menlu Kepulauan Solomon, Soalagi Clay Forau. Para menlu datang ke Indonesia, bersama kepala delegasi negara MSG, sejak 11 Januari lalu.

“Mereka berada di Indonesia atas undangan pemerintah untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan negara-negara Pasifik, khususnya MSG, di bidang ekonomi dan pembangunan,” kata Menlu RI Marty Natalegawa dalam keterangan pers seusai mendampingi Presiden dalam pertemuan itu.

Ketiga menlu telah berkunjung ke Jayapura (Papua) dan Ambon (Maluku) untuk melihat perkembangan dan pembangunan di sana. Menurut Menlu Marty, kunjungan tersebut untuk meningkatkan pemahaman tentang perkembangan di dua provinsi tersebut.

“Meningkatkan pemahaman tentang perkembangan di Papua dan Papua Barat karena para menlu pada waktunya nanti diharapkan memberikan rekomendasi pada pemimpin negara masing-masing,” sambungnya.

Dalam pertemuan dengan Presiden SBY tadi, ketiganya menginformasikan apa yang mereka lihat dalam kunjungan ke Indonesia. Presiden sendiri, lanjut Marty, menekankan pentingnya hubungan bilateral dengan masing-masing negara, juga kepentingan antara kawasan Pasifik dan Asia Tenggara.

Menlu PNG Rimbink Pato, yang memberi keterangan pers sesudah Marty membenarkan bahwa kunjungannya ke Papua dan Maluku untuk melakukan hubungan dengan masyarakat Indonesia. “Terdapat sekitar 11 juta bangsa Melanesia di kedua provinsi tersebut. Kami ingin melihat apa saja yang terjadi di Papua dan Maluku, serta Maluku Utara. Kami sekaligus melihat hubungan antara MSG Grup dan Indonesia,” ujar Pato.

Pato menyampaikan bahwa dalam pertemuan tadi, Presiden SBY berbagi pandangan tentang perkembangan di provinsi-provinsi tersebut serta visi konektivitas Indonesia. Pato menyambut baik visi tersebut dan berharap Indonesia juga mengembangkan konektivitas dengan negara-negara Melanesia, begitu pun sebaliknya.

Menurut Pato, dalam pembicaraan dengan Presiden SBY tadi juga dibahas peningkatan kerja sama pendidikan, ekonomi, kebudayaan, dan teknologi.

Mendampingi Presiden ketika menerima ketiga menlu MSG ini, antara lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Menlu Marty Natalegawa, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, dan Seskab Dipo Alam. (flo/dom/jpnn)

Ditulis oleh Redaktur Sumeks, Rabu, 15 Januari 2014 20:17

Enhanced by Zemanta

Gubernur: Lupakan Masa Lalu

Wamena Airport, Papua Province, Indonesia
Wamena Airport, Papua Province, Indonesia (Photo credit: Wikipedia)

JAYAPURA — Usai menerima kedatangan delegasi yaitu para Menlu Melanesian Spearhead Group (MSG), Gubernur Papua Lukas Enembe meminta semua pihak untuk melupakan masa lalu. “Kalau ada pelanggaran HAM dan kini kita tata kembali demi masa depan dan kemajuan rakyat Papua,” tegasnya.

Hal ini dikatakan Gubernur didampingi Sekda Papua Hery Dosinaen dan Asisten III Recky D Ambrauw siang lalu Senin (13/1) usai melakukan pertemuan tertutup selama dua jam dengan delegasi MSG yang diantaranya dari Papua Nugini diwakili Hon Rimbink Pato, Kemudian dari Fiji HE Ratu Noke Kubuabola, serta Solomon Hon Soalaoi Clay Forau.

Diakui oleh Gubernur semasa orde baru banyak pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, akan tetapi sejarah sudah mencatat dan reformasi telah bergulir.

“Dimana kita ada pada jalur reformasi. Indonesia lebih terbuka dari sebelumnya dan kepada siapa saja. Dengan demikian, reformasi membawa dampak yang membuat lahirnya UU No.21 Thn 2001, yang membawa dampak bagi rakyat Papua. Itu yang saya katakan kepada delegasi MSG,”

aku Gubernur.

Dengan demikian sebagai Gubernur dirinya mendorong untuk lebih membangun rakyat Papua.

“Semua potensi yang ada di Papua akan digunakan untuk rakyat Papua. Ini yang saat ini saya sedang berjuang sebelum Presiden SBY datang ke Papua. Saya juga meminta agar pajak yang dikirimkan ke Jakarta dikembalikan ke Papua. Ini baru penyelesaian menyeluruh bagi rakyat Papua,”

jelasnya panjang lebar.

Kunjungan dari delegasi MSG ini, terangnya, lebih mendekatkan kepada kelanjutan dari MSG atas permintaan orang Papua yang berada di sana, untuk melihat Papua. Mereka ini baru pertama kali datang ke Papua, dan nantinya perwakilan dari Papua akan melakukan kunjungan balasan.

“Ini pertemuan lebih terbuka. Sehingga semua orang bisa melihat perubahan yang terjadi di Papua. Tidak ada lagi tekanan politik, pelanggaran HAM, Ini lebih terbuka. Nantinya hubungan ini akan lebih dibangun lewat kerjasama budaya, ekonomi dan juga kita akan saling melakukan kunjungan,”’

ujar Gubernur.

Gubernur Papua bersama Delegasi MSK (TabloidJubi.com)
Gubernur Papua bersama Delegasi MSK (TabloidJubi.com)

Pada pertemuan ini juga dibahas mengenai Otonomi Khusus Plus. Dimana Pemerintah Pusat saat ini berusaha mencari solusi untuk kemajuan rakyat Papua.

“Itu yang kita sudah jelaskan dan kita lupakan masa lalu kalau ada pelanggaran HAM dan ini kita tata kembali demi masa depan dan kemajuan rakyat Papua, ” harapnya.
Sementara itu pimpinan delegasi MSG dari Papua Nugini Hon Rimbink Pato usai pertemuan kepada wartawan mengatakan, hasil pertemuan tertutup dengan Gubernur Papua banyak hal yang dibicarakan. Dimana menurutnya menjadi bahan diskusi yang sangat menarik.

Dalam pertemuan itu juga Negara-Negara Kepulauan Pasifik yang tergabung MSG ini, merasa ada kesamaan Provinsi Papua dari segi budaya.

“Kami membahas semuanya secara detail. Termasuk juga kesepakatan pembangunan ekonomi, regulasi Papua dan program di Indonesia, serta dibidang perdagangan Joint venture,” jelasnya yang menggunakan bahasa Inggris.

Delegasi MSG ini juga mengakui penerapan otonomi khusus di Papua yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia berjalan dengan sangat bagus.

Rimbink Pato juga mengakui dua Negara lainnya yakni Vanuatu dan New Kaledonia memutuskan mengundurkan diri berkunjung ke Papua disaat-saat terakhir keberangkatan. “Kami tidak tahu alasannya,”tambahnya.

Sementara itu kedatangan delegasi tiga Negara anggota MSG ini diwarnai dengan aksi pemalangan Kampus Universitas Cenderawasih dari Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat (Gempar). Para mahasiswa ini melakukan orasi didalam kampus dengan pengawalan aparat keamanan.

Sepanjang jalan dari arah Sentani – Jayapura, situasi aman dan kondusif. Usai melakukan Pemprov Papua delegasi MSG juga akan melakukan pertemuan dengan Kodam XVII Cenderawasih.

Gunakan Heli ke Bandara Sentani, Massa Gempar Anggap Itu Pecundang
Kedatangan kelima Menteri Luar Negeri Anggota Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) Papua disambut dengan demo para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gempar di depan Gapura Uncen Abepura.

Hal yang menarik, bahwa ada sejumlah turis dari negara luar yang melakukan kunjungan ke Museum Uncen Waena, dan mengira itu kelompok delegasi MSG, sehingga sempat menyampaikan orasinya.

Sambil berdemo, para mahasiswa membakar ban dan menyampaikan orasi politiknya secara bergantian oleh perwakilan mahasiswa. Demo yang dilakukan sejak pagi hingga siang pukul 13.30 Wit terpaksa bubar dengan sendirinya, karena harapan bertemu dengan delegasi MSG di depan Gapura Uncen Abepura tidak kesampaian, karena delegasi MSG menggunakan Helikopter milik TNI ke Bandara Sentani, tidak menggunakan kendaraan mobil.

Para pendemo ketika melihat Helikopter, spontan berteriak bahwa Pemerintah Indonesia penakut dan pecundang.

Sementara itu, salah satu Orator, yakni, Alfaris Kapisa, menandaskan, pada dasarnya delegasi MSG sudah tahu pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Papua, meskipun kenyataan ada upaya dari Pemerintah Indonesia untuk mengalangi delegasi MSG melihat langsung kondisi pelanggaran HAM di lapangan.

Dalam orasinya itu juga meminta kepada para mahasiswa dan rakyat Papua untuk memboikot pelaksanaan Pemilu 2014 dan seterusnya, dan para mahasiswa diminta mengawal pelaksanaan pencoblosan untuk melihat siapa yang coblos, dan jika ada orang asli Papua yang mencoblos, itu berarti dia itu adalah Yudas yang mengkhianati perjuangan luhur kemerdekaan rakyat Papua yang sedang berjuang saat ini. Spontan saja orasinya itu disambut setuju oleh massa pendemo.

“Kita sepakat untuk boikot pemilu dan tidak usah bayar SPP, karena dari uang itu digunakan untuk bayar polisi untuk datang memukul kita,” ungkapnya dalam orasinya di depan masa pendemo di Gapura Uncen Abepura, Senin, (13/1).

Dirinya menyerukan kepada seluruh komponen rakyat Papua untuk menyaturkan barusan untuk berjuang, karena perjuangan ini berat, dimana yang dibelakang Negara Indonesia itu Amerika Serikat dan Negara-Negara luar yang mempunyai kepentingan ekonomi di Tanah Papua. Dan kasus Biak berdarah dan Wamena Berdarah Tahun 1977 itu pada dasarnya didalangi oleh Amerika dan Australia.

Sedangkan orator lainnya yang tidak menyebutkan namanya, menghimbau kepada para mahasiswa untuk berhati-hati dengan BEM, karena ada sejumlah BEM, seperti BEM Uncen melakukan MoU dengan pemerintah dengan hanya memanfaatkan perjuangan para mahasiswa untuk mencari kepentingannya semata, bukan kepentingan para mahasiswa dan rakyat Papua.

Ditempat terpisah, Salah satu Badan Pengurus Komite Nasional Papua Barat (NRPB), Tony Kobak, mengatakan, sangat kecewa atas kehadiran MSG yang secara tersembunyi. Apalagi, kesepakatan awalnya bertemu dengan rakyat Papua itu tidak terlaksana. Itu akibat dari dibungkamnya ruang demokrasi di Papua.

“Indonesia mengaku diri sebagai negara demokrasi itu sangat tidak benar, kalau negara demokrasi, maka berikan ruang untuk rakyat Papua sampaikan aspirasi,” bebernya. Menurutnya, kehadiran MSG di Tanah Papua, bukan berarti Papua langsung merdeka, jadi seharusnya Pemerintah Indonesia berikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk sampaikan aspirasinya, bukan dihalang-halangi.

“Kami mau sampaikan aspirasi ke MSG bahwa kami adalah bagian dari Melanesia, bukan orang Indonesia, dan kami mau sampaikan bahwa rakyat Papua banyak terjadi pelanggaran HAM. Janji di sidang Nomea harusnya dipenuhi, bukan datang ke Papua tapi tidak penuhi janji. Jadi kami kecewa,”

tukasnya lagi.

Dirinya juga menilai bahwa penangkapan terhadap aktivis HAM dan aktivis Papua merdeka merupakan penangkapan sewenang-wenang tanpa ada pelanggaran yang dibuat, bahkan rakyat Papua diintimidasi dan diteror. Dan tentunya disini dirinya mempertanyakan undang-undang Indonesia yang menyatakan menyampaikan pendapat dimuka umum yang tidak dilaksanakan sendiri oleh aparat keamanan.

“Kami mempertanyakan undang-undang itu, dimanakah keadilan bagi rakyat Papua. Kami harusnya dihormati, karena untuk sementara kami ada di Indonesia, tapi selama ini kami tidak dihormati dan malah diinjak-injak. Demokrasi hanya diatas kertas. Jangan alamatkan kami rakyat Papua Barat sebagai teroris, karena kami sampaikan kebenaran,”

tandasnya.(ds/Nls/don/l03)

Rabu, 15 Januari 2014 03:36, BinPa

Enhanced by Zemanta

Babak Baru Nasib Papua Paska Menlu MSG

English: Coat of arms of Republic of West Papu...
English: Coat of arms of Republic of West Papua Bahasa Indonesia: Lambang Republik Papua Barat Русский: Герб Республики Западное Папуа (Photo credit: Wikipedia)

Usai berkunjung ke Papua Barat 13 Januari 2014, pertemuan singkat empat menteri luar negeri negara-negara pasifik yang juga bagian dari Melanesian Spearhead Groub (MSG), Lukas Enembe selaku Gubernur Papua menerima kunjungan tersebut. Misi yang digagas Indonesia dengan menuangkannya dalam bentuk kerjasama ekonomi (join statemen ekonomi), salah satunya adalah tidak mengganggu wilayah kedaulatan masing-masing.

Menanggapi hal itu, seluruh rakyat Papua dan Papua Barat menolaknya. Bagi mereka, seharusnya, MSG berkunjung ke Papua terkait resolusi KTT-MSG yang mana menegasikan penentuan nasib sendiri West Papua. Bahkan, ketemu dengan mereka yang punya aplikasi ke MSG. Hal serupa juga dinyatakan oleh negara Vanuatu yang merupakan corong kemerdekaan Papua Barat saat ini, sehingga menarik diri dari misi tersebut.

Walau kehadiran menlu MSG seolah-olah pro-Pemerintah pusat dan daerah, tetapi, mereka (pejuang Papua) masih punya amunisi politik yang mendapat dukungan penuh dari jajaran negara Vanuatu.

Perlu diketahui, delegasi MSG selama berkunjung, seluruh biaya ditanggung negara Indonesia. Sehingga apa yang mereka lakukan selama di Papua dan Indonesia, sesuai dengan pemberi dana. Kecuali, kedatangan mereka didukung oleh suatu badan independen. Bagaimanapun juga, empat menlu MSG yang hadir ke Papua, seluruh pembiayaan perjalanan ditanggung Indonesia sebagai negara pengundang. Sehingga, ketika ruang dialog yang di inginkan orang Papua agar delegasi bertemu dengan komponen yang bersebrangan dengan Indonesia, tak realisasi. Ya, kemauan Jakarta (pusat) tak mau memakai dana negara bagi kepentingan menyambungkan persoalan Papua. Mereka fokus pada upaya kerjasama ekonomi saja.

Sampai saat ini, kementerian politik, hukum dan keamanan, sebagai pihak yang menjalankan misi ini, belum membuka berapa nilai uang negara yang digunakan.

Sebenarnya, dikatakan empat menteri luar negeri tidak benar. Karena Kanaky Sosialis masih menunggu referendum pada September tahun ini. Sehingga, yang berstatus menlu pada misi ini hanyalah tiga menlu (PNG, FIJI dan Salomon). Namun, konteks Melanesian Spearhead Groub, seluruh anggota dalam groub ini disebut menteri luar negeri negara-negara MSG termasuk Sosialis Kanaky. Inilah pengartian sesungguhnya dari delegasi tersebut.

Dan pada akhirnya, kedepannya setelah status Papua Barat masuk sebagai keanggotan MSG, giliran berikutnya, daerah Melanesian seperti Maluku, NTT, NTB terikut didalmnya. Sebab, zona dagang dan politik semacam ini sudah marak berdiri dibelahan dunia. Sebut saja, ALBA di Amerika Latin maupun UNI Afrika.

Tuntutan Papua medeka sekarang harus berhadapan dengan regulasi ekonomi internasional yang menjadi barometer dunia. Adanya APEC, G-77, AFTA, TPPA dan MSG. Asia-Pasifik pun dipersiapkan bahkan mempersiapkan diri menyambut berlakunya pasar bebas Asian-Pasifik. Sudah nampak polemik tersebut. Geliat yang terjadi di Papua juga merupakan ekses dunia pula. Pertarungan hegemoni ideologi kapitalis versus sosialis, tak luput dari oriestasi masa kini, termasuk bumi Papua Barat. Adanya perlombaan menancapkan kepentingan ekonomi, memicu eskalasi politik regional dan internasional.

Sampai proses ini, pada akhirnya, pertarungan ekonomi dan perjuangan Papua Merdeka, terus bertolak belakang. Dimana perjuangan mewujudkan negara Papua Barat sebagai satu wilayah politik yang sejajar dengan negara-negara dunia. Apa yang terjadi dengan kehadiran delegasi menteri luar negeri melanesia, merupakan pola lama yang terus dipakai dalam mengatasi masalah Papua. Cara kasi uang sebagai bentuk suap, kerjasama ekonomi demi mengalihkan tuntutan demokrasi dan hak asasi Manusia, budaya dan politik kedaulatan.

Pemerintah Indonesia tentu mengangap bahwa babak baru Papua paska kunjungan empat menlu MSG adalah bagaimana pemerintah Indonesia mengatasi persoalan tuntutan kemerdekaan dalam zona dagang dunia. Sebab, dunia saat ini bergaining pada konteks market. Sementara gerakan Papua Merdeka menilai bahwa aplikasi kemerdekaan dilaihkan kedalam bentuk kerjasama ekonomi, bentuk pelecehan nyata bagi cita-cita pemenuhan hak, yang terus dilakukan oleh penguasa Indonesia yang notabene menjunjung tinggi mukadimah konstitus Republik Indonesia “Kemerdekaan Adalah Hak Segala Bangsa, Maka dari itu Penjajahan harus di hapuskan”.

OPINI | 14 January 2014 | 21:30, Kompasiana, Oleh Arkilaus Baho

Enhanced by Zemanta

5 Menteri MSG Akan ke Papua

English: Coat of arms of Republic of West Papu...
English: Coat of arms of Republic of West Papua Bahasa Indonesia: Lambang Republik Papua Barat Русский: Герб Республики Западное Папуа (Photo credit: Wikipedia)

Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M Tito Karnavian M.A., Ph.D., saat bersalaman dengan sejumlah Pejabat teras usai melakukan pertemuan di ruang Raputama, Jumat (10/1) kemarin. JAYAPURA – Sebelum kedatangan 5 menteri luar negeri (Menlu) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua dalam waktu dekat, Kapolda Papua. Irjen (Pol) Drs. M Tito Karnavian M.A., Ph.D., menggelar tatap muka dengan Kasdam XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Hinca Siburian mewakili Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Crhistian Zebua di ruang raputama, Mapolda Papua, Jumat (10/1) petang.

Dalam pertemuan tertutup yang dipimpin langsung Kapolda dengan dihadiri sejumlah pejabat teras di Mapolda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih berlangsung kurang lebih empat jam tersebut. Selain membahas kedatang MSG, juga membahas tentang peristiwa di daerah Kabupaten Puncak Jaya dan di daerah Timika.

Juru bicara Polda Papua, Kombes (Pol) Pudjo Sulistyo S.IK., menjelaskan, bahwa dalam pertemuan salah satu utama yang dibahas terkait rencana kedatangan lima Menlu MSG ke Indonesia, terutama di Papua yang rencana, kedatangan mereka belum bisa dipastikan.

Kedatang MSG ke Papua, kata Kabid Humas, berdasarkan hasil komunikasi yang sudah dilakukan pada bulan Juni lalu oleh MSG, termasuk Indonesia, sehingga dari rencana tersebut akan datang ke Indonesia dan juga akan datang ke Papua, yang rencananya akan berkunjung di Jayapura, Manokwari dan Sorong.

“Tujuan utama MSG datang ke Papua untuk mengecek pengamanan dan serta perkembangan di Papua maupun di Papua Barat, hanya saja masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari Jakarta tentang jadwal kedatangan mereka ke Papua,” ujarnya.

Apakah kedatangan mereka membahas isu di Papua yang selama ini berteriak untuk merdeka, Kabid Humas mengemukakan bahwa kedatangan mereka tidak lain melihat pembangunan yang ada di tanah Papua.

“Memang itu isu yang terungkap selama ini, namun kedatangan mereka hanya untuk melihat perkembangan pembangunan, yang mana seluruh stakeholder, baik masyarakat Papua asli maupun pendatang yang lama di Papua diberikan kesempatan yang sama untuk diberikan pembangunan, terutama dalam bidang bidang pendidikan, kebudayaan, agama, ekonomi komunikasi dan lain sebagainya,”

ujarnya.

Juga Disikapi Kelompok Organisasi Papua Merdeka

Rencana kedatangan delegasi Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) ke Papua Barat juga turut disikapi rakyat Papua Barat dan kelompok organisasi Papua Merdeka (OPM).

Juru Bicara TPN OPM, Jonah Wenda, mengatakan, beberapa hari terakhir, pihaknya mendapat informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya bahwa delegasi Foreign Ministers Mission (FMM) Melanesian Spearhead Group (MSG) atau Misi Para Menteri Luar Negeri Negara-Negara Melanesia, telah diundang oleh Pemerintah Indonesia untuk mengunjungi Papua dan Indonesia (Jakarta).

Undangan ini merupakan hasil kesepakatan yang telah dituangkan kedalam Komunike Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG di Noumea pada 21 Juni 2013 lalu. Dimana pada point 20 dan 21 Komunike KTT MSG disebutkan bahwa delegasi FMM yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Fiji akan mengunjungi Jakarta dan kemudian ke Papua dalam Tahun 2013 berdasarkan undangan dari pemerintah Indonesia.

“Kunjungan delegasi FMM-MSG dimandatkan untuk menyoroti isu pelanggaran HAM di Papua. Namun, hingga kini, belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan rencana kunjungan delegasi FMM-MSG. Kami sendiri mendapat informasi bahwa pada 12 Januari 2014, delegasi FMM-MSG akan tiba di Jakarta. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak mengijinkan delegasi FMM-MSG untuk mengunjungi Papua. Jika delegasi FMM-MSG tidak mengunjungi Papua, maka upaya untuk menyoroti persoalan HAM di Papua tidak akan berjalan secara maksimal,” ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Aula P3W Padang Bulan Sosial, Jumat, (10/1).

Dijelaskannya, sebelum Komunike KTT MSG ditandatangani, Pemerintah Vanuatu danpimpinan Front Pembebasan Nasional Sosialis Kanak (FLNKS) sangat khawatir dengan sikap Pemerintah Indonesia yang akan menutupi semua kasus pelanggaran HAM yang mereka lakukan terhadap rakyat Papua Barat. Kekhawatiran tersebut Nampaknya akan segera terbukti, yang mana pemerintah Indonesia masih bersikap tertutup dan membatasi kunjungan delegasi FMM-MSG ke Papua Barat.

Pada dasar itu, mengacu pada situasi yang berkembang seperti dipaparkan diatas, maka pihaknya mengeluarkan pernyataan, berupa, (1) mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk segera memberikan klarifikasi secara terbuka kepada rakyat Papua Barat, terkait rencana kunjungan delegasi FMM-MSG ke Jakarta maupun Papua. (2). Menyarankan delegasi FMM-MSG yang berkunjung ke Papua agar bertemu dengan Perwakilan Rakyat Papua Barat yang memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan Bangsa Papua Barat. (3) Menyarankan delegasi FMM-MSG yang berkunjung ke Papua untuk bertemu dan mendengar langsung kesaksian dari para korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

“Dalam kesempatan yang baik ini, kami juga ingin menghimbau kepada seluruh rakyat Papua Barat agar mempersiapkan mobilisasi umum dalam rangka menyambut delegasi FMM-MSG. Tata cara penyambutan harus dilakukan sesuai dengan tradisi sopan-santun adat dan budaya Melanesia,”

bebernya.

Lanjutnya, jika Pemerintah Indonesia Gentelmen, harus terbuka untuk delegasi datang ke Papua lihat kondisi yang ada, bahwa ini Pemerintah Indonesia sudah 50 tahun membangun Papua dan ini hasil pembangunannya. Tetapi bila tertutup, berarti itu ada sesuatu yang disembunyikan.

Ditempat yang sama, Ketua Panitia Penjemputan Delegasi FMM MSG, Pdt. Benny Jantewo, menandaskan, soal ketidakjelasan kedatangan delegasi FMM MSG, itu pihaknya mempertanyakan kepada Pemerintah Indonesia, bagaimana konsekuen dengan niat baik Pemerintah Indonesia, karena kesepakatan KTT Nomea itu delegasi MSG datang ke Papua atas permintaan Pemerintah Provinsi Papua.

“Mau tanya Jakarta konsekuen ataukah tidak atas permintaan mereka di KTT Nomea. Kami berterima kasih Pemerintah Indonesia yang mana waktu pertemuan di Nomea ada pertemuan untuk hadir, ini sesuatu yang bagus, karena mau keterbukaan, cuma kami kecewa, karena waktu 6 bulan lalu Juni 2013-23 Desember 2013, ini sudah lewat baru muncul pernyataan bahwa mau ke Papua, ini jelas tidak ada konsekuensi atas permintaan sendiri dalam forum resmi negara-negara di MSG,”

paparnya.

Meski demikian, namun, jika pada 12 Januari 2014 delegasi FMM MSG ini benar-benar hadir, maka harus ada koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan pihaknya selaku masyarakat adat yang sudah siapkan diri untuk penyambutan kedatangan delegasi Menteri Luar Negeri MSG itu. Akan tetapi bila belum ada kepastian, maka pada Senin, (13/1) pihak akan bertemu Gubernur, DPRP, MRP, Kapolda Papua dan Pangdam, untuk mencari tahu kepastian kedatangan para delegasi, karena apapun Gubernur perpanjangan tangan pemerintah pusat, dan tujuan kedatangan MSG ke Papua sehubungan dengan pelanggaran HAM.

“Kami masyarakat adat sebagai korban HAM tidak bisa kerja sendiri, juga Pemerintah Indonesia bekerja sendiri-sendiri, tapi kita semua bekerja sama-sama untuk melihat masalah ini secara bersama-sama pula. Kesepakatan Nomea kan itu atas undangan Pemerintah Indonesia, maka penyambutan perlu kita siapkan, supaya kehadiran mereka delegasi menjadi ragu. Kerjasama itu perlu supaya situasi dilapangan tidak terjadi kendala, ini perlu yang kita bicara agar rakyat tidak menjadi soal,”

katanya lagi.

Ditandaskannya, pada situasi akhir-akhir ini, persoalan seperti ini sudah diatur sedemikian rupa oleh pihak lain sehingga menghalangi para korban HAM untuk hadir memberikan kesaksian dalam pertemuan kedatangan FMM-MSG tersebut.

Menurutnya, harusnya korban pelanggaran HAM perlu didengar kesaksian para korban HAM tidak hanya untuk delegasi MSG, tapi juga harus didengar Pemerintah Indonesia juga, Polda dan Kodam juga harus dengar, karena yang melakukan pelanggaran HAM adalah pihak Polisi/TNI. Dengan kata lain semua harus terbuka saja, siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus pelanggaran HAM itu, apalagi persoalan HAM ini sudah memicu sampai di dunia internasional.

“Kita harus terbuka dan main kucing-kucingan dan sembunyi-sembunyi , ini kan perjuangan kami. Kapolda pernah menyatakan larangan senjata boleh, tapi perjuangan damai boleh dilaksanakan jadi ini bagian kami, jadi kenapa kita tidak sama-sama luruskan masalah, siapa benar dan siapa yang salah,”

tukasnya.

Untuk penyambutan sendiri, pihaknya akan menyambut para delegasi dengan adat budaya Malanesia. Tarian adat dan suling bambu, tambur di Bandara Sentani, dan itu sebuah penghormatan terhadap saudara-saudara sesama Malanesia di Pasifik Selatan yang tidak dibayangkan akan datang ke Papua.

Tentunya kedatangan para delegasi tersebut untuk melihat pembangunan di era Otsus dan sebelumnya, apakah selama ini Pemerintah Indonesia betul-betul membangun Papua ataukah tidak. Dan jika protokoler Pemerintah Provinsi Papua setuju, maka para delegasi diarahkan untuk survei dari Kemiri sampai Pasir 2, Distrik Jayapura Utara untuk melihat pembangunan, apakah ada pemberdayaan ekonomi orang asli Papua, apakah ada Mall orang asli Papua, apa ada bengkelnya, rumah makannya, atau masih jualan pinang di pinggir jalan.

Kemudian, perlu bertemu dengan dengan Komnas HAM Papua untuk melihat dan mendengar langsung pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Dan dalam era Otsus ini akan ada yang mengamanatkan bahwa perlindungan terhadap orang asli Papua. Dalam rangka perlindungan itu diarahkan paling tidak MSG bertemu dengan KPA Provinsi Papua dengan rumah sakit bahwa berapa orang asli Papua yang menjadi korban HIV/AIDS, ini supaya jelas bahwa kedepannya Papua ini jelas ataukah tidak, ini terbuka saja, karena rakyat Papua ingin tidur diatas tanah ini, bukan untuk hancur.(loy/Nls/don/l03)

Sabtu, 11 Januari 2014 06:56, BinPa

Enhanced by Zemanta

PNG Tolak Kantor OPM di Port Moresby

JAYAPURA—Peresmian Kantor Perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Port Moresby, Papua New Guinea (PNG) yang direncanakan digelar Selasa (18/6), sebagaimana disampaikan Ketua Komisariat Diplomasi Komite Nasioanl Papua Barat (KNPB) Pusat Warpo Wetipo, ternyata ditolak pemerintah negara tetangga tersebut.

Demikian disampaikan Consul atau Kepala Perwakilan di Konsulat Republik Indonesia Vanimo, PNG Jahar Gultom melalui surat elektronik yang dikirim kepada wartawan di Jayapura, Jumat (7/6). Dikatakan Jahar Gultom, sehubungan dengan isu pembukaan Kantor OPM di Port Moresby disampaikan. Pertama, Pemerintah PNG mengakui bahwa Papua adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menghargai hubungannya dengan Indonesia.

Kedua, Duta Besar RI di Port Moresby telah menyampaikan concern Pemerintah RI tentang hal ini melalui saluran diplomatik dan meminta agar Pemerintah PNG untuk tidak mengizinkan pembukaan Kantor Perwakilan OPM tersebut.

Ketiga, Pemerintah RI ini telah mendapat perhatian dari Pemerintah PNG dan berjanji akan mendalami masalahnya dan tak akan menolerir hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas PNG.

Keempat, Sekjen Departemen Luar Negeri PNG bahwa ada pihak di PNG yang memiliki afinitas atau persamaan kepentingan antara PNG dan RI.

Kelima, saat ini adalah masa terbaik yang ada dalam hubungan bilateral RI-PNG, dimana kedua Pemerintah sedang giat- giatnya meningkatkan kerjasama di berbagai bidang dan dalam waktu dekat Perdana Menteri PNG Piter O’Neill akan berkunjung ke Indonesia dengan delegasi yang besar.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes (Pol) I Gede Sumerta Jaya, SIK ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Jumat (7/6) mengatakan pihaknya pada Rabu (5/6) telah menerima surat pemberitahuan aksi demo damai pada Senin (18/6) dari Badan Pengurus Pusat (BPP-KNPB) yang ditandatangani Ketuanya Buchtar Tabuni, guna mendaftarkan Papua Barat bergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). Namun demikian, tandas Kabid Humas, pihak Polda tak memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).

Karenanya, kata Kabid Humas, pihaknya tak memiliki kewajiban memberikan pengamanan kepada aksi demo KNPB tersebut. Tapi bila aksi demo ini ternyata dilakukan, maka pihaknya akan melakukan upaya-upaya persuasif. Bila massa tetap memaksa akan dilakukan pembubaran. Dan bila ini terjadi tentunya kita akan menerapkan tindakan pidana makar yang diancam hukum penjara 20 tahun.

“Karena selama ini materi-materi yang selalu disuarakan KNPB adalah kemerdekaan Papua Barat dan menentang pemerintahan yang sah,” pungkasnya.
Alasan tak diberikan STTP, I Gede mengatakan, aksi demo tersebut mendukung atau menyuarakan kemerdekaan Papua Barat, karena didalam UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Pasal 6 menyatakan warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Selanjutnya, UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua Pasal 2 menyatakan Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI.(mdc/don/l03)

Sumber: Sabtu, 08 Jun 2013 11:00, Binpa

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny