Bahas 11 Kursi, BMP RI Akan Kumpulkan Semua Stakeholder

JAYAPURA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Barisan Merah Putih (BMP) RI Perwakilan Provinsi Papua, Yonas Nusi, mengatakan, selaku organisasi yang memperjuangkan hak-hak masyarakat orang asli Papua yang diatur melalui UU No 21 Tahun 2001 yang sesungguhnya UU telah memberikan sebuah kewenangan yang sangat luas kepada masyarakat dan pemerintah diseluruh tanah Papua untuk bisa melakukan aktifitas pemerintahan dan pelayanan publik dalam rangka pencapaian target kehidupan yang lebih baik dari waktu yang telah lalu.

Terkait hal dimaksud tersebut (UU otsus) bahwa pihaknya melihat sebuah harapan yang sangat besar karena Negara RI telah menyiapkan fasilitas Negara lewat putusan masyarakat asli Papua untuk masuk dalam sistem Negara dalam parlamen guna masyarakat adat asli Papua turut menentukan keputusan-keputusan politik dalam memberikan ruang keberpihakan sehingga orang Papua akan cepat makin setara dengan saudara-saudara nusantara yang lain

“Hal ini merupakan wujud dari komitmen NKRI percepatan pembangunan di Tanah Papua dan inilah yang diperjuangkan oleh BMP,”

tegasnya saat menghubungi Bintang Papua, Rabu, (23/10).

Guna mewujudnyatakan intisari komitmen Negara tadi, disatu sisi perlu seluruh stakeholder yang mendiami Tanah Papua khususnya pemimpin adat seluruh tanah Papua harus mampu menyatukan arah pandang pikir terkait peluang yang sangat baik dimana secara cuma-cuma pemimpin atau utusan adat masuk kedalam parlamen.

Untuk maksud tersebut diatas organisasi BMP RI akan mengundang seluruh stakeholder untuk bisa hadir dalam sebuah musyawarah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mana Negara telah mengakui hak konstitusi orang asli Papua untuk masuk kedalam parlamen.

Olehnya itu kami akan mengundang utusan dewan adat, utusan LMA, organisasi perempuan, organisasi pemuda yang dibentukl dan berkantor pusat di Papua (non organisasi pemuda nasional), pimpinan agama, dewan presidium Papua, termasuk TPN OPM, dan masyarakat asli Papua yang ada di perantauan untuk duduk sama-sama membicarakan tentang hak konstitusi rakyat asli Papua yang dianulir selama ini oleh pelaksana Pemilu yakni KPU Provinsi Papua yang membagi jatah kursi tanpa memperhitungkan hak orang asli Papua yang diamanatkan UU Otsus.

“Meski putusan MK sudah jelas mengenai 11 kursi itu, tapi kenyataannya pemerintah daerah, DPRP dan KPUD Provinsi Papua tidak secara langsung telah mensolimi hak-hak adat rakyat Papua,”

tandasnya. (nls/aj/lo2)

Ditulis oleh Redaksi Binpa, 25 Oktober 2012 06:35

Presiden Kaget, Ada BMP di Papua

Bintang Papua – Kiprah Barisan Merah Putih BMP) yang selalu menyuarakan aspirasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) final ternyata membuat kaget Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Demikian disampaikan Ketua Umum Badan Pelayanan Pusat Perekutua Gereja Gereja Baptis Papua Pdt. Socrates Sofyan Yoman MA saat jumpa pers di Kantor Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, Jayapura, Kamis (22/12).

Dia mengatakan, ketika tokoh gereja gereja Papua melakukan audiensi dengan Presiden di Puri Cikeas, 16 Desember ada beberapa masalah krusial yang didiskusikan antara lain menyangkut kiprah BMP di Papua sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Sinode Gereja Kristen Indonesia(GKI) di Tanah Papua Pdt. Yemima Krey STh kepada Presiden bahwa seolah olah hanya BMP yang selalu setia kepada NKRI sedangkan kelompok yang lain tak setia kepada NKRI.

Kepala Negara kontan menanggapinya seraya mengatakanpihaknya belum pernah mengetahui kehadiran BMP di Tanah Papua. “Tak boleh situasi diciptakan seperti itu,” tukasnya menirukan Presiden. Ketua Umum DPP BMP Indonesia Papua Ramses Ohee yang dihubungi via ponselnya semalam terkait pernyataan Presiden ini tapi tak aktif. (mdc/don/l03)

Diposting oleh mamage • Pada Saturday, 24 December 2011 15:13 WIB<

Melenceng dari Agenda, Kongres Rakyat Papua III Danggap Makar

Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III
Ketua Forum KOmunikasi NKRI Izak Karubaba dkk saat menyampaikan pernyataan terkait hasil Kongres Rakyat Papua III

JAYAPURA- Kongres Rakyat Papua III yang berlangsung di Padang Bulan Abepura Papua, Rabu 19 Oktober akhirnya dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan, dianggap mengancam keutuhan NKRI, karena membentangkan bendera bintang kejora (symbol Papua Merdeka) dan mendeklarasikan terbentuknya negara Papua Barat. ‘’Tindakan Yaboisembut dan kawan-kawannya adalah ancaman bagi keutuhan bagi NKRI, karena mendeklarasikan berdirinya negara republik demokratik Papua Barat, jadi tindakan aparat membubarkan secara paksa sangat tepat dan sesuai aturan yang berlaku di negeri ini,’’tegas Izak Karubaba Ketua Forum Komunikasi NKRI Provinsi Papua, Kamis 20 Oktober. Lanjut dia, Forkorus dan sejumlah pengikutnya telah bertopeng di balik masyarakat adat Papua, untuk melegitimasi tindakannya mendirikan negara dalam negara. ‘’Forkorus telah mengikis hak dasar orang Papua, dengan kerap mengatasnamakan seluruh masyarakat adat asli Papua untuk kepentingan politiknya, sehingga negara harus menangkap dan memprosesnya sesuai hukum yang erlaku,’’tegasnya.

Ketua Laskar Merah Putih Provinsi Papua, Nico Mauri juga menandaskan hal senada, bahwa kongres Rakyat Papua yang awalnya untuk memperjuangkan hak dasar orang Papua, telah dimanipulasi Forkorus Yaboisembut untuk kepentingan politiknya yakni Papua merdeka. ‘’Kongres telah melenceng dari agenda sesungguhnya yakni memperjuangkan hak dasar orang asli Papua, menjadi deklarasi berdirinya sebuah negara Papua Barat, jelas itu tindakan ilegal dan harus ditindak karena mengancam keutuhan negara dan bangsa,’’paparnya.

Menurut Nico, langkah aparat keamanan membubarkan secara paksa kongres adalah tepat, karena kongres sudah menjadi ajang makar. ‘’Tindakan aparat sudah sesuai UU, apabila ada yang mengancam negara harus ditindak,’’tegasnya.

Mengenai adanya jatuh korban dari rakyat tak berdosa, Nico Mauri menegaskan, itu adalah sebuah resiko, dan Forkorus Yaboisembut yang mengklaim dirinya sebagai presiden Republik demokratik Papua Barat harus bertanggung jawab. ‘’Dia (Forkorus) harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban tak berdosa, karena agenda kongres telah melenceng dari aturan, jadi dia mesti diproses,’’ tukasnya.

Tapi lanjut Nico, jika memang ada prosedur yang salah dalam penanganan pembubaran paksa kongres Rakyat Papua, aparat keamanan juga harus mempertanggung jawabkannya. ‘’Harus diselidiki kalau memang ada yang salah penerapan hukum dari aparat keamanan,’’singkatnya.

Yang pasti, tegas Nico lagi, Forkorus harus mempertanggung jawabkan tindakannya sesuai dengan hukum, karena aksinya mendeklarasikan sebuah negara diatas negara, aparat kemudian bertindak.

Laskar Merah Putih, Forum Komunikasi NKRI, Barisan Merah Putih, Pemuda Panca Marga, Yon Serna Trikora RI, Gelora 45, LIRA dan Forum Kominkasi Putra Putri Penerus Pejuang Pembebasan Irian Barat RI menyakan sikapnya yakni, menolak tegas pendeklarasian dan penyusunan kabinet Pemerintahan Negara Frederasi Republik Papua Barat 19 Oktober kemarin, karena tidak sesuai dengan amanat konstitusi NKRI dan UU 45. Menolak tegas penggunaan bendera bintang kejora di seluruh Tanah Papua. Selaku Anak-anak adat asli Papua yang tergabung dalam organisasi diatas, menolak tegas seluruh keputusan Kongres 3 Rakyat Papua, karena kegiatan tersebut adalah Makar yang telah menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia. Di mohon kesedian TNI/Polri di Tanah Papua agar bertindak cepat tepat tegas, menahan pelaku penyelenggara kongres III rakyta Papua, agar dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya yang menentang NKRI serta simbol negara. Polda Papua harus tegas mengusut tuntas penyandang dana kegiatan kongres sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di NKRI.

Diserukan kepada seluruh masyarakat Papua tidak terprovokasi disaat peserta kongres pulang ke daerahnya masing-masing, dan Polres sert Kodim disetiap kabupaten, harus menertibkan setiap peserta kongres yang turun naik kapal laut, pesawat agar tidak menyampaikan hal-hal yang akan menimbulkan keresahaan masyarakat umum di wilayah masing-masing. Apabila ada oknum yang melakukan tindakan melawan hukum agar ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nico Mauri juga berjanji, akan terus mengawal proses hukum terhadap Forkorus Yaboisembut dan rekan-rekannya. ‘’Kami yang tergabung dalam forum putra-putri pejuang Papua Barat, akan terus mendorong aparat penegak hukum memproses Forkorus dan teman-temannya, seusai dengan aturan yang berlaku,’’tukasnya.

Sementara Jubir Tapol Napol Saul Bomay atas nama Dewan Komando Revoludsi juga menyatakan, menolaK dengan tegas Negara Federasi Papua Barat yang dideklarasikan dalam Komngres Rakyat Papua II 19 Oktober 2011.

Alasannya, karena Negara Federasi yang sesungguhnya dideklarasikan itu masih bagian dari Republik Indonesia, sehingga ditolak. Menurut Saul Bomay Negara Federasi yang ditawarkan dan diproklamasikan sesungguhnya berawal dari gagalnya Otsus Papua dan Otsus sesungguhnya menawarkan Negara Federasi, dan kelompok Dewan Komando Revolusi Militer TPN OPM menolak hasil kegagalan otsus yang ditawarkan dalam Negara Federasi, selain menolak Federasi, Dewan Revolusi tetap mempertahankan Deklarasi 1 Juli 1971 yang diperingati sebagai hari proklamasi Kemerdekaan Republik Papua Barat secara defakto dan Dejure yang akan diperjuangkan secara Hukum Internasional.

Baik Dewan Revolusi TPN OPM, KNPB punya sikap sama menolak Negara Federasi dalam NKRI, sebab yang kami inginkan adalah kemerdekaan penuh sebagai sebuah Negara terlepas dari Republik Indonesia, ungkap Saul Bomay saat bertandang ke redaksi Bintang Papua Kamis( 20/10).(jir/Ven/don/l03)

GMP Tolak Kongres Rakyat Papua III

Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Papua Simon Ohee (baju merah) didampingi anggotanya saat menggelar jumpa pers terkait, (13/10).
Ketua Gerakan Merah Putih Provinsi Papua Simon Ohee (baju merah) didampingi anggotanya saat menggelar jumpa pers terkait, (13/10).
JAYAPURA – Rencana akan digelar Kongres Rakyat Papua (KRP) III pada 16 Oktober mendatang di Jayapura mendapat penolakan dari Gerakan Merah Putih (GMP) Provinsi Papua dan Presidium Pemuda Peduli Rakyat(Pepera) Papua.

Ketua GMP Provinsi Papua Simon Ohee saat memberikan keterangan pers di Prima Garden, Kamis (13/10) mengatakan bahwa GMP dan Pepera Papua menyatakan sikap menolak rencana digelarnya KRP III, sebab persoalan kebangsaan sudah tuntas dan Papua adalah wilayah yang sah dari NKRI.

“Tidak perlu mengorbankan rakyat banyak. Kepada elit politik juga stop melakukan pembohongan publik. Hal ini dikarenakan semua tahu bahwa sampai saat ini internasional tetap mendukung wilayah Papua sebagai bagian yang sah dari NKRI, sehingga tidak perlu membohongi rakyat seolah-olah ada dukungan interansional,” tegasnya.

Menurutnya, KRP III hanyalah sarana pengalihan isu korupsi. “Jangan dijadikan tempat perlindungan para koruptor. Akan lebih baik jika energi yang kita miliki kita arahkan untuk memperjuangan hal-hal yang lebih konkret yang dibutuhkan rakyat,” ungkapnya.

Simon juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah dijajah, oleh karena itu rakyat Papua tidak mau lagi dijajah, karena hanya akan membuat trauma. “Negara ini hanya NKRI yang berdiri secara sah sehingga KRP III ini dirasa tidak perlu ada dan tidak perlu digelar di Jayapura. Kita jangan membuat rakyat terus terlelap dalam mimpi-mimpi yang tidak realistis,” ujarnya.

Terkait hal itu pihaknya menyerukan kepada seluruh rakyat agar tidak perlu terprovokasi dengan kondisi yang ada. “Perdamaian di Papua harus tetap dijaga. Gejolak Ambon jangan sampai membias ke Papua,” himbaunya.(ado)

Hentikan Pembentukan Milisi di Papua

JAKARTA, KOMPAS.com — Imparsial mendesak pemerintah menghentikan pembentukan milisi di Papua. Aktivis Imparsial Ardimanto dalam pertemuan di Kontras, Jakarta, Selasa (23/8/2011), mengatakan, mobilsasi warga sebagai milisi semakin mengkhawatirkan di Papua.

“Itu mengadu dan memecah belah warga,” kata Ardimanto.

Agus Kosay, mahasiswa Papua yang hadir dalam dialog tersebut, menambahkan, milisi membuat masyarakat terbelah. Adapun Kordinator Umum Komunitas Adat Masyarakat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Dorus Wakum menegaskan, milisi dibentuk aparat dan rawan menimbulkan konflik warga luar Papua dengan warga Papua.

“Juga ada upaya mengadu sesama warga asli Papua dari daerah asal yang berbeda,” kata Wakum.

Ardimanto membenarkan ucapan Wakum dan menyatakan, milisi dan pos-pos TNI banyak dibentuk menempel komunitas pedagang dari luar Papua. Para aktivis melihat ada upaya mengadu domba masyarakat melalui keberadaan milisi-milisi tersebut.

Kompas.com

BMP Kecam Pendiskreditkan NKRI

Catatan SPMNews:
Ingatlah banga Papua, bahwa Gueteres Papua yang dulunya kita pikir orang dari tempat lain itu sudah muncul di ibukota Papua Barat, bernama Ramses Ohee. Coba dia maju lawan kalau bisa????
—————————

Ramses Ohee
JAYAPURA (PAPOS) –BMP (Barisan Merah Putih), mengecam ulah pihak-pihak yang mengatasnamakan organisasi seperti DAP (Dewan Adat Papua), KNPB (Komite Nasional Papua Barat), ONPB (Ototitas Nasional Papua Barat) yang selama ini mendiskreditkan NKRI dan memprovokasi masyarakat.

“Kami minta tindakan sekelompok organisasi yang telah memprovokasi masyarakat agar segera dihentikan, karena itu adalah upaya untuk memisahkan Papua dari NKRI,” kata Ketua BMP Ramses Ohee kepada wartawan usai acara pembacaan pernyataan BMP kepada wartawan kediamannya, Jumat (5/12).
Sekelompok organisasi tersebut lanjut dia, telah memutarbalikan fakta dengan pernyataannya seakan pemerintah negara Vanuatu, Newzeland dan anggota parlemen dan lain-lain sebagainya mendukung untuk penentuan nasib bagi Papua Barat.

Menurutnya, pernyataan itu pernyataan yang menyesatkan karena sampai saat ini pemerintah Newzeland, tidak pernah mengeluarkan surat dukungan secara resmi kepada organisasi Papua Merdeka (OPM).

Bahkan pelaksanaan Pepera 1969 yang dinyatakan cacat, dan meminta PBB mengakui kemerdekaan Papua Barat pada tanggal 1 Desember 1961, oleh sekelompok organisasi tersebut juga merupakan pernyataan yang salah, karena pada tahun 1969 rakyat Papua telah memutuskan untuk bergabung dengan NKRI.

Ramses mengatakan, pernyataan bahwa Papua Barat merupakan tanah darurat adalah pembohongan publik yang cenderung tendensius, karena status tanah Papua berstatus tertib sipil dan situasi Papua hingga saat ini aman dan kondusif.

Untuk itu BMP sebagai barisan yang peduli terhadap tanah Papua dan juga NKRI meminta kepada TNI/Polri agar menindak tegas tokoh perorangan maupun kelompok yang selama ini telah mengeluarkan statement anti republik Indonesia, yang menyatakan suatu pernyataan pilitik dalam memisahkan diri dari NKRI.

“Aksi sekelompok massa yang berlangsung pada tanggal 1 Desember di makan Theys juga merupakan aksi Makkar,” terang Ranses lagi.

Dikatakan, BMP dalam situasi apa pun siap mempertahankan Papua agar tetap bersatu dengan NKRI, meski ada upaya sekelompok orang yang ingin memisahkan Papua dari NKRI.

“Silahkan jika ada organisasi-organisasi yang mau menentang NKRI, atau mau memisahkan Papua dari NKRI, kami BMP siap melawan mereka,” ucap Ramses Ohee.

Sebagai anak-anak Papua, BMP, kata Ramses telah bertemu sekelompok organisasi tersebut membicarakan tentang keinginan mereka memisahkan diri dari NKRI, namun mereka tetap pada pendapatnya yang menginginkan Papua tetap merdeka.(lina)

Ditulis Oleh: Lina/Papos
Sabtu, 06 Desember 2008

http://papuapos.com

Papua Tak Bisa Dipisahkan dari NKRI

[JAYAPURA] Barisan Merah Putih dan Komponen Masyarakat Peduli Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Tanah Papua menyatakan Papua tak bisa dipisahkan dari NKRI. Sebab, Indonesia adalah negara yang memiliki keagaman suku dan ras antara lain Melayu, Arab, Tionghoa, dan Melanesia.

Karena itu Papua adaah bagian sah dari Indonesia Raya sejak integrasi 1 Mei 1963. Jadi pernyataan bahwa ras Melanaesia yang ada di Papua adalah provokatif dan tidak berdasar.

Hal itu disampaikan Ketua Barisan Merah Putih, Ramses Ohee didampingi sekretarisnya Yonas A Nussy dalam pernyataan sikap kepada wartawan di Jayapura, Papua, Jumat (5/12) petang.

Pernyataan ini disampaikan Rames Ohee terkait atas Deklarasi Bangsa Papua Barat yang dibacakan Sekjend Presedium Dewan Papua, Thaha Alhamid, pada perayaan ibadah peringatan 1 Desember, hari yang disebut-sebut Hari Kemerdekaan Papua Barat, di Taman Peringatan Kemerdekaan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Memori Park Freedom and Human Right Abuse) di Sentani, Kabupaten Jayapura, Senin (1/12) lalu.

Diungkapkan seperti kita ketahui ras Melanesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia, karena bukan hanya masyarakat Papua saja yang memiliki ras Melanesia. Tetapi, di daerah Indonesia lainnya seperti Nusa Tenggara Timur dan Pulau Maluku juga ras Melanesia. Mereka hidup rukun dan damai bersama saudara-saudara-nya sebangsa dan setanah air Indonesia, yang berideologikan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sedangkan pelaksanaan Pepera 1969 cacat hukum dan moral, serta tidak sah serta meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mengakui kemerdekaan Papua Barat 1 Desember 1961. Kami barisan Merah Putih di Tanah Papua menyatakan bahwa pernyataan tersebut tidak berdasar, karena saya selaku Ketua Umum yang juga sebagai pelaku sejarah Pepera 1969, mengetahui secara persis bagaimana pelaksanaan Pepera 1969,”ujar Ramses.

Pembohongan Publik

Ditegaskan Ramses, rakyat Papua saat itu memutuskan untuk bergabung dengan NKRI dan telah disetujui dan ditetapkan PBB melalui resolusinya Nomor 2504 Tanggal 19 November 1969.

“Yang berarti, Papua adalah mutlak bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI. Pernyataan deklarasi politik yang menyatakan Pepera tidak sah adalah pembohongan publik, untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang ingin agar pembangunan di Papua melalui Otsus tidak berjalan lancar, “ujarnya.

Sedangkan Papua tanah darurat, menurut Ohee, adalah pernyataan pembohongan publik dan cenderung tendensius, karena sampai saat ini status Tanah Papua merupakan tertib sipil dan tanah damai.

Dia menilai pernyataan PDP yang meminta PT Freeport ditutup dan eksploitasi gas alam oleh British Petrolium Indonesia di Tangguh, Bintuni, Papua Barat, harus ditutup karena melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan genoside di Tanah Papua adalah sangat tidak benar.

Barisan Merah Putih dan komponen masyarakat peduli NKRI meminta Tom Beanal yang mengklaim dirinya sebagai Pemimpin Bangsa Papua Barat, adalah salah satu komisaris PT Freeport yang digaji sekitar Rp 50 juta per bulan, dan telah menikmati fasilitas yang diberikan Freeport harus menolak rencana penutupan tersebut.

Selain itu, Ramses mempertanyakan, masyarakat tujuh suku di sekitar area tambang PT Freeport yang menerima dana 1 persen dari pendapatan perusahaan tersebut PT Freeport, berniat menutupnya.

“Sangatlah aneh apabila tujuh suku dengan tokohnya Tom Beanal sendiri ingin menutup PT Freeport, sementara yang bersangkutan menikmati fasilitasnya. Itu berarti Tom Beanal melakukan pembohongan terhadap diri sendiri,” ujarnya.

Menanggapi dukungan dari berbagai Negara Uni Eropa, Amerika Serikat, Vanuatu, Negara Kepulauan Pasifik, dan Anggota Parlemen Australia terhadap penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat, adalah pernyataan yang tidak mendasar.

Karena tidak ada negara yang mengeluarkan surat dukungan secara resmi pada organisasi Papua Merdeka. ” Sampai saat ini, negara-negara tersebut masih mendukung keberadaan Papua sebagai bagian dari NKRI, “ujarnya.[154]

Di Merauke, Milisi Piaraan Polri-TNI Bikin Resah Warga Papua

Oleh : MaroNet

Merauke, MaroNet – Warga Papua yang hidup di pinggiran kota Merauke (Mangga Dua, Kelapa Lima, Kuda Mati, Kampung Baru, Kampung Domba, Mopah Lama dan Sayap 1 & 2) saat ini tidak bebas beraktifitas seperti biasanya karena hidup mereka terancam setiap hari. Ancaman tersebut datang dari sebuah kelompok milisi piaraan Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia (Polri-TNI). Mereka tidak segan-segan membacok siapa saja tanpa alasan yang jelas.

Kelompok ini bergerak dengan leluasa, diberi makan, dilindungi dan diberi fasilitas komunikasi berupa telepon seluler (HP) dan sarana serta jalur transportasi oleh Polri-TNI. Sejak meningkatkan aksi-aksi kriminal mereka pada pertengahan tahun 2007 lalu sampai saat ini, kelompok ini tidak pernah tertangkap. Belum jelas apa motif sesungguhnya dibalik kejahatan ini.

Dari data yang berhasil dihimpun MaroNet, setidaknya sudah 10 orang yang menjadi korban kebuasan mereka. Beberapa perempuan diperkosa dan dibunuh, ada juga yang dianiaya sampai cacat permanen karena berusaha meloloskan diri dari upaya pemerkosaan. Ada juga laki-laki yang dibacok sehingga mengalami cacat permanen. Mereka yang kena bacok biasanya menjalani perawatan di RSUD Merauke dengan tebusan biaya yang tidak sedikit.

Tindakan milisi ini, yang boleh dibilang cukup sadis jika dilihat dari kerusakan tubuh dan gangguan mental yang dialami para korban, telah membuat warga Papua lainnya tidak bebas beraktifitas. Mereka setiap hari dihantui rasa takut yang luar biasa.

Anehnya, yang menjadi sasaran kejahatan dan teror permanen hanyalah orang-orang Papua, berasal dari kelas terhisap, menjalani hidup di pinggiran kota Merauke karena disingkirkan secara sistematis dan tidak manusiawi oleh kelas penghisap-rasis yang menguasai seluruh pusat kota yang dibangun selama lebih dari satu abad diatas kehancuran kaum pribumi.

Warga non Papua yang mayoritas, kelompok elit dan segelintir orang Papua yang berasal dari kelas penghisap tidak pernah dibacok kelompok ini. Keamanan mereka terjamin, hidup mereka diwarnai seribu satu macam kemudahan tanpa berpikir sedikitpun tentang nasib orang Papua di pinggiran kota yang rawan kena bacok kapan saja, tanpa dugaan dan persiapan untuk menyelamatkan diri atau sekedar membela diri.

Adalah Wilibrodus Tikuk yang disebut-sebut sebagai pemimpin kelompok ini. Pemuda kerempeng asal suku Muyu yang akrab dipanggil Willy ini selalu lolos bersama kelompoknya setelah melakukan aksi-aksi kriminal mereka. Sebenarnya aksi-aksi kriminal kelompok ini sudah dijalankan sejak tahun 2005, tetapi volumenya baru ditingkatkan sejak pertengahan tahun 2007 lalu.

“Sejak pertengahan 2007 lalu kelompok mereka mulai pegang HP dan beberapa anggota kelompok tersebut biasa terlihat akrab dengan Tim Buser (Buru Sergap) dari Polres Merauke,” tutur sumber terpercaya kepada MaroNet.

Kepada MaroNet, banyak saksi mata menyebutkan, beberapa anggota Buser sempat terlihat beberapa kali menikmati Miras Lokal, Sopi, bersama tiga anggota kelompok Willy di Mopah Lama dan Mbuti Laut. Mereka terlihat sangat akrab. Suasana kekeluargaan dan pertemanan mereka begitu sempurna sehingga tidak ada kesan bahwa sebenarnya yang duduk bersama-sama menikmati Miras menggunakan satu gelas takaran saat itu adalah Polisi dan anggota sebuah kelompok milisi yang terkenal sadis dan sudah banyak menelan korban.

Saksi mata lain yang tinggal di SP 2 Tanah Miring (pemukiman para transmigran) mengatakan, kelompok Willy biasa diberi makan oleh beberapa orang Intelijen TNI yang bersarang di Markas Korem 174/Anim Ti Waninggap. “Terus terang saja, semua orang disini sudah tahu, dorang (mereka-red) diberi makan oleh Intel Korem yang suka menyamar dan berkeliaran siang-malam di Tanah Miring sini,” jelas seorang saksi mata yang meminta dengan sangat agar namanya tidak ditulis di Weblog MaroNet.

Aksi kelompok Willy yang terakhir terjadi berturut-turut pada hari Minggu (1/6) sekitar pukul 07.00 WPB dan hari Senin (2/6) malam sekitar pukul 21.00 WPB di tempat terpisah dengan korban yang berbeda. Korban bacok pada hari Minggu adalah seorang pemuda warga Kampung Domba bernama Amandus Nenggereng asal suku Muyu. Ia dibacok kelompok Willy di pasar Mangga, sebuah pasar tradisonal Papua di kawasan Kuda Mati, saat sedang tidur dalam keadaan mabuk.

“Setelah membacok Amandus dengan parang, Willy dan kelompoknya kabur sambil baku telepon dengan HP,” ungkap seorang saksi mata yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari tempat kejadian. Akibat bacokan itu, Amandus mengalami luka yang cukup parah. Daun telinga kirinya putus, telapak tangan kanan robek, tulang kering kaki kanan retak, bagian dahi dan tengkorak belakang juga robek akibat bacokan parang. Saat ini, Amandus Nenggereng masih dirawat secara intensif di RSUD Merauke.

Korban lainnya adalah seorang warga Kelapa Lima bernama Julius Lindep. Pria kekar asal suku Muyu yang akrab disapa Juli Di ini dibacok kelompok Willy pada hari Senin malam, dengan luka yang tidak terlalu serius. Beberapa orang saksi mata menyebutkan, Willy dan kelompoknya langsung kabur sambil berkomunikasi via HP setelah membacok Juli Di.

Seperti korban-korban lainnya, Amandus dan Juli Di sama sekali tidak mempunyai masalah dengan kelompok Willy maupun kelompok-kelompok lain. “Amandus bilang dia tidak punya masalah dengan siapa-siapa dan dia kaget ketika dibacok kelompok Willy,” tutur seorang kerabat Amandus kepada MaroNet. Pernyataan bernada serupa juga disampaikan oleh beberapa kerabat Juli Di kepada MaroNet ketika dikonfirmasi via HP.

Warga di sekitar tempat kejadian menyebutkan bahwa sepertinya ada kelompok tertentu yang mengatur semua operasi kriminal kelompok Willy dengan fasilitas komunikasi dan transportasi untuk memudahkan mereka meloloskan diri dari kejaran warga di sekitar tempat kejadian. Menurut warga, kelompok yang mengatur kebutuhan milisi pimpinan Willy jelas berasal dari pihak Polri-TNI karena banyak bukti keakraban satuan-satuan Polri-TNI dengan kelompok milisi ini.

“Jelas sekali, pemangsa orang Papua itu (maksudnya Polri-TNI-red) ada di belakang kelompok milisi Willy karena dari dulu mereka selalu lolos walaupun kota Merauke ini kecil, orang Papua sedikit, sementara jumlah anggota militer (Polri-TNI) sudah menembus angka ribuan, sistem intelijen mereka bagus dan sarana transportasi untuk mengejar penjahat sangat lengkap,” ujar seorang warga Kuda Mati sambil berteriak ketika MaroNet meminta pendapatnya.

Warga lainnya dengan nada sangat menyesal mengatakan, “Kelihatan sekali Tim Buser dari Polres Merauke selalu datang terlambat karena memang mereka sengaja memberikan kesempatan kepada pelaku untuk kabur dari tempat kejadian. Cara seperti ini sudah basi karena berulang kali dilakukan oleh Polisi dalam hampir setiap kasus kriminal yang dilakukan milisi piaraan mereka.”

Keluarga korban yang ingin membalas dendam tidak pernah menemukan kelompok Willy. “Kami selalu cari mereka untuk bunuh-mentah tapi tidak pernah ketemu, kami kira mereka pakai ilmu gaib untuk menghilang secara tiba-tiba, tetapi setelah kami lacak, mereka sebenarnya dibeking Polisi dan Tentara. Polisi dan Tentara menyiapkan segala sesuatu yang mereka perlukan, mulai dari makan-minum, tempat sembunyi, sampai saat ini mereka dikasih HP sehingga koordinasi kelompok mereka semakin mudah,” jelas seorang pria yang mengaku kerabat dekat Gervin Wonopka.

Gervin Wonopka, pemuda asal suku Muyu, adalah salah satu korban yang pernah dibacok langsung oleh Willy beberapa waktu lalu dan mengalami cacat permanen setelah menjalani proses perawatan yang cukup lama dan banyak menelan biaya.

Dari keluhan warga, tampaknya mereka sudah muak dengan berbagai propaganda Polri-TNI. Polri yang selalu mengaku sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat sementara TNI yang selalu mengaku sebagai Ksatria Pelindung Rakyat ternyata di mata rakyat Papua tidak lebih dari kelompok penjahat yang sedang menjalankan fungsinya sebagai mesin pembasmi rakyat Papua.

“Omong kosong, tidak pernah ada pelindung rakyat yang jahat, bernaluri kanibal, suka minum darah kaum lemah, lihai menipu dan pandai membenarkan diri seperti mereka ini,” kata seorang Mahasiswa Unimer.

Terhadap aksi bacok yang menimpa Amandus Nenggereng, seperti biasanya, pihak Kepolisian Resort Merauke berlagak tidak tahu dan berpura-pura serius menyelidiki kasus ini sambil bersiap-siap mengejar pelaku. Sebagaimana dilansir SKH Cenderawasih Pos Edisi Selasa, 03 Juni 2008, Kapolres Merauke AKBP Drs. I Made Djuliadi, SH mengatakan pihaknya masih mnyelidiki siapa pelaku dan apa latar belakang penganiayaan ini.

“Kita masih lakukan penyelidikan karena pelakunya belum diketahui,” ujarnya kepada Yulius Sulo dari Cenderawasih Pos. Penipuan publik melalui saluran media dan jasa para wartawan ini langsung diamini Kasat Reskrim Polres Merauke Iptu Fahrurozi yang saat itu mendampingi sang Kapolres ketika memberikan keterangan pers.

Kalau pihak Kepolisian Resort Merauke berlagak tidak tahu sebagaimana terungkap dari pernyataan Kepala Suku Perang di jajaran ini, para Kepala Suku Perang di jajaran TNI lebih memilih diam karena memang alasan mereka pasti masuk akal dan sejalan dengan logika kejahatan yang mereka bangun selama ini: Kamtibmas menjadi urusan Polisi, Tentara menjaga kedaulatan Negara. Demikianlah, skenario busuk “si kembar siam” ini dipastikan akan terus berlanjut dari hari ke hari.***

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny