MRP Temui DPRP

JAYAPURA [PAPOS]- Majelis Rakyat Papua [MRP] temui DPRP, Jumat [13/5] dalam rangka melakukan konsultasi penyusunan Tata tertib [Tatib] MRP dengan DPRP. Konon pertemuan ini dilakukan secara mendadak. Pertemuan ini antara MRP dan DPRP tertutup. Turut hadir ketua DPRP, Drs. Jhon Ibo, MM beserta unsure pimpinan dan anggota DPRP lainnya.

Pjs MRP Toram Wambrauw mengatakan pihaknya datang ke DPRP untuk melakukan konsultasi terkait penyusunan tata tertib MRP yang baru. Sebab tata tertib MRP merupakan sebuah dokumen hukum yang didalamnya mengatur tentang fungsi dan tugas MRP yang mesti dijalankan.

Sebelum MRP mengadakan pertemuan dengan pihak DPRP. Menurut Toram, MRP terlebih dahulu mengadakan pertemuan khusus dengan Mendagri. Pertemuan ini guna mengklarifikasi hal-hal apa saja yang perlu disusun dalam Tatib MRP. ‘’Tatib ini sangat penting sebagai dasar dalam perjalanan MRP dipemerintahan Papua,’’ujar Toram.

Untuk itu, bila Tatib MRP sudah disusun maka diharapkan pelaksanaan tugas dan fungsi MRP dapat berjalan dengan sendirinya yang pada akhirnya semua tugas MRP dapat terselesaikan dengan hasil yang baik.

Pada frinsip kata dia, MRP berkeinginan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam hal keberadaan MRP dipemerintahan Papua. Apakah kedudukan MRP itu sendiri atau apakah MRP berkedudukan di ibukota Provinsi atau di kabupaten dan kota Provinsi.

Secara Yuris formal, menurut dia kedudukan MRP tersebut tepatnya berada diprovinsi Papua. Dengan demikian setiap Provinsi akan ada MRP. Itu sesuai dengan PP perdasus no 4 tahun 2010 tentang tata tertib MRP yang baru, kemudian menjadi dasar pemilihan anggota MRP yang baru bahwa di Provinsi Papua harus ada MRP disetiap Provinsi.

Oleh karena itu, Pemerintah pusat melalui pemerintahan Provinsi Papua lebih menekankan MRP supaya ada disetiap Provinsi Papua. Dengan hadirnya lembaga MRP tersebut dimasing-masing Provinsi kedepannya dapat membantu tugas dan kewajiban pemerintahan Papua.

Nah, sebelum MRP mensyahkan Tatib terlebih dahulu diadakan pertemuan persamaan persepsi dengan semua pihak supaya nantinya dapat bersama-sama dengan pemerintah Papua dan MRP menjalankan tugas pemerintahan sehingga apa yang telah disepakati dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apappun. Pada akhirnya dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari keputusan tata tertib MRP. ‘’Jadi sekarang keputusan tata tertib MRP belum final hanya masih sebatas konsultasi dengan pihak DPRP,”pungkas Toram [ cr-62].

MRP Temui DPRP

JAYAPURA [PAPOS]- Majelis Rakyat Papua [MRP] temui DPRP, Jumat [13/5] dalam rangka melakukan konsultasi penyusunan Tata tertib [Tatib] MRP dengan DPRP. Konon pertemuan ini dilakukan secara mendadak. Pertemuan ini antara MRP dan DPRP tertutup. Turut hadir ketua DPRP, Drs. Jhon Ibo, MM beserta unsure pimpinan dan anggota DPRP lainnya.

Pjs MRP Toram Wambrauw mengatakan pihaknya datang ke DPRP untuk melakukan konsultasi terkait penyusunan tata tertib MRP yang baru. Sebab tata tertib MRP merupakan sebuah dokumen hukum yang didalamnya mengatur tentang fungsi dan tugas MRP yang mesti dijalankan.

Sebelum MRP mengadakan pertemuan dengan pihak DPRP. Menurut Toram, MRP terlebih dahulu mengadakan pertemuan khusus dengan Mendagri. Pertemuan ini guna mengklarifikasi hal-hal apa saja yang perlu disusun dalam Tatib MRP. ‘’Tatib ini sangat penting sebagai dasar dalam perjalanan MRP dipemerintahan Papua,’’ujar Toram.

Untuk itu, bila Tatib MRP sudah disusun maka diharapkan pelaksanaan tugas dan fungsi MRP dapat berjalan dengan sendirinya yang pada akhirnya semua tugas MRP dapat terselesaikan dengan hasil yang baik.

Pada frinsip kata dia, MRP berkeinginan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam hal keberadaan MRP dipemerintahan Papua. Apakah kedudukan MRP itu sendiri atau apakah MRP berkedudukan di ibukota Provinsi atau di kabupaten dan kota Provinsi.

Secara Yuris formal, menurut dia kedudukan MRP tersebut tepatnya berada diprovinsi Papua. Dengan demikian setiap Provinsi akan ada MRP. Itu sesuai dengan PP perdasus no 4 tahun 2010 tentang tata tertib MRP yang baru, kemudian menjadi dasar pemilihan anggota MRP yang baru bahwa di Provinsi Papua harus ada MRP disetiap Provinsi.

Oleh karena itu, Pemerintah pusat melalui pemerintahan Provinsi Papua lebih menekankan MRP supaya ada disetiap Provinsi Papua. Dengan hadirnya lembaga MRP tersebut dimasing-masing Provinsi kedepannya dapat membantu tugas dan kewajiban pemerintahan Papua.

Nah, sebelum MRP mensyahkan Tatib terlebih dahulu diadakan pertemuan persamaan persepsi dengan semua pihak supaya nantinya dapat bersama-sama dengan pemerintah Papua dan MRP menjalankan tugas pemerintahan sehingga apa yang telah disepakati dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apappun. Pada akhirnya dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari keputusan tata tertib MRP. ‘’Jadi sekarang keputusan tata tertib MRP belum final hanya masih sebatas konsultasi dengan pihak DPRP,”pungkas Toram [ cr-62].

Tinggal Tunggu Persetujuan MRP

JAYAPURA [PAPOS]- Usulan pemekaran provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah dari provinsi Papua, yang muncul sejak beberapa tahun silam, sudah sampai di tangan pemerintah pusat, hanya saja pemekaran itu masih terkendala belum adanya persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Demikian dikemukakan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua, Paulus Sumino kepada wartawan di Jayapura, Rabu. Menurut dia, sesuai aturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, disebutkan kalau rencana pemekaran provinsi baru dari provinsi paling timur itu, harus atas rekomendasi MRP.

“Kita tahu kalau MRP sendiri belum memberi rekomendasi mereka kepada usulan pemekaran dua provinsi yakni Papua Selatan dan Papua Tengah. Itu yang membuat pembahasannya di DPR RI menjadi belum maksimal,” terang Paulus Sumino.

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua selama dua periode dari partai Golkar itu menambahkan, sebenarnya pemekaran dua provinsi baru di Papua itu, sudah masuk dalam 20 daerah yang dibahas DPR RI. “Dalam priode MRP lalu, sampai lima tahun tidak ada persetujuan tentang dua provinsi ini. Intinya dua provinsi ini relative sudah memenuhi syarat lain-lain, tinggal menunggu rekomendasi MRP. Kita berharap MRP periode ini bisa melakukannya,” kata Paulus Sumino.

Menyinggung penilaiannya tentang kinerja MRP sendiri, dia katakan kalau lembaga ini baru pertama dan satu-satnya didunia serta baru satu kali periode sehingga lepas dari semua kekurangnya, harus bisa dianggap tahap pertama adalah belajar. “Periode kedua ini tentunya kita harapkan akan lebih baik lagi dan lebih focus dalam tugasnya, sesuai amanat UU Otsus,” paparnya.[bel/ant]

Written by Bel/Ant/Papos
Friday, 06 May 2011 00:00

Tinggal Tunggu Persetujuan MRP

JAYAPURA [PAPOS]- Usulan pemekaran provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah dari provinsi Papua, yang muncul sejak beberapa tahun silam, sudah sampai di tangan pemerintah pusat, hanya saja pemekaran itu masih terkendala belum adanya persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Demikian dikemukakan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua, Paulus Sumino kepada wartawan di Jayapura, Rabu. Menurut dia, sesuai aturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, disebutkan kalau rencana pemekaran provinsi baru dari provinsi paling timur itu, harus atas rekomendasi MRP.

“Kita tahu kalau MRP sendiri belum memberi rekomendasi mereka kepada usulan pemekaran dua provinsi yakni Papua Selatan dan Papua Tengah. Itu yang membuat pembahasannya di DPR RI menjadi belum maksimal,” terang Paulus Sumino.

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua selama dua periode dari partai Golkar itu menambahkan, sebenarnya pemekaran dua provinsi baru di Papua itu, sudah masuk dalam 20 daerah yang dibahas DPR RI. “Dalam priode MRP lalu, sampai lima tahun tidak ada persetujuan tentang dua provinsi ini. Intinya dua provinsi ini relative sudah memenuhi syarat lain-lain, tinggal menunggu rekomendasi MRP. Kita berharap MRP periode ini bisa melakukannya,” kata Paulus Sumino.

Menyinggung penilaiannya tentang kinerja MRP sendiri, dia katakan kalau lembaga ini baru pertama dan satu-satnya didunia serta baru satu kali periode sehingga lepas dari semua kekurangnya, harus bisa dianggap tahap pertama adalah belajar. “Periode kedua ini tentunya kita harapkan akan lebih baik lagi dan lebih focus dalam tugasnya, sesuai amanat UU Otsus,” paparnya.[bel/ant]

Written by Bel/Ant/Papos
Friday, 06 May 2011 00:00

Masa Kerja Majelis Rakyat Papua Diperpanjang

Ribuan warga Papua menuntut pembubaran dan pembatalan pemilihan anggota MRP di Papua (26/1). TEMPO/ Jerry Omona TEMPO Interaktif, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan telah memperpanjang masa kerja anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) periode 2010-2015 hingga satu bulan mendatang. Masa kerja anggota MRP itu harusnya berakhir pada 31 Januari lalu. Meski dari pihak MRP sudah menyampaikan bahwa mereka membutuhkan 15 hari untuk perpanjangan, namun Gamawan memutuskan memperpanjang satu bulan. “Saya sudah perpanjang satu bulan supaya aman (save). Mudah-mudahan dalam 15 hari ini sudah selesai,” kata Gamawan di kantornya, Jum’at (4/2). Menurut Gamawan, proses pemilihan anggota MRP periode yang baru masih terus berjalan. Ia melihat sudah tidak ada kendala dalam prosesnya, anggaran dan peraturan daerah istimewa (perdais) juga sudah turun. “Tapi mekanismenya ini masih perlu waktu,” ujarnya. Karenanya, ia mengharapkan anggota MRP dapat segera merampungkan tugas mereka dalam waktu kurang dari satu bulan ke depan. “Masih ada waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan. Kita kasih satu bulan supaya tidak ada perpanjangan-perpanjangan lagi,” kata dia. MRP, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, adalah representasi tokoh-tokoh masyarakat Papua yang berwenang memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar warga Papua. Tokoh-tokoh masyarakat Papua yang mengisi MRP terdiri atas para wakil adat, wakil agama, dan wakil perempuan. MAHARDIKA SATRIA HADI, Jum’at, 04 Februari 2011 | 18:12 WIB

, ,

Ada Peserta Menolak dan Menuntut Dilakukan Refrendum

PESERTA : Saat sosialisasi anggota MRP di Biak, Selasa [25/1] , Sejumlah peserta mengemukakan penolakan MRP dan malah minta agar pemerintah melakukan Refrendum

PESERTA : Saat sosialisasi anggota MRP di Biak, Selasa [25/1] , Sejumlah peserta mengemukakan penolakan MRP dan malah minta agar pemerintah melakukan Refrendum
BIAK [PAPOS] – Sosialisasi tentang pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua [MRP] yang dilakukan Panitia Pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua [MRP] di gedung wanita Biak, Selasa [25/1], diwarnai ketegangan. Lantaran sejumlah peserta secara terang-terangan menolak pemilihan anggota MRP, bahkan peserta ada yang menuntut dilakukan Refrendum.

Hal ini mengemuka saat memasuki sesi tanyajawab, sejumlah peserta menyampaikan pertanyaan gemukakan tentang penolakan tentang keberadaan MRP itu sendiri, dan meminta agar panitia segera menghentikan segala bentuk pentahapan terkait memilih anggota MRP periode 2010-2015 itu.

Bahkan, saat memasuki sesi tanyajawab, sejumlah peserta menuntut agar pemerintah segera melakukan referendum menuju pembebasan politik rakyat Papua, karena menilai MRP yang nota bene untuk merepresentasikan aspirasi rakyat rakyat Papua, dan juga lahir dari UU Otsus No 21 tahun 2001 itu, telah gagal total.

Permintaan referendum itu mengemuka saat penanya pertama, Marike Rumbiak yang berasal dari perwakilan perempuan, Dewan adat Byak itu, menyampaikan pandangannya tentang sejumlah pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap Orang Papua selama ini. Menurut Marike, ia memiliki sejumlah bukti dan data, bahwa keberadaan MRP pada periode lalu tidak dapat berbuat apa-apa terkait aspirasi yang disampaikan orang asli Papua untuk menyelesaikan sejumlah pelanggaran yang dinilai melanggar HAM tersebut. “Saya mewakili perempuan dari Dewan adat Byak meminta agar sosialisasi ini dibubarkan, dan tidak ada pemilihan MRP untuk perwakilan Perempuan dari Biak ini,” pinta Marike dengan suara keras

sambil berjalan menuju meja panitia sembari menyerahkan photo-photo kekerasan terhadap orang Papua. Dan sontak seluruh peserta pun bertepuk tangan sambil berdiri.

Demikian penanya kedua, Gerald Kafiar yang mengaku mewakili adat Byak, juga dengan suara lantang ia menyampaikan agar anggota MRP periode lalu dapat dihadirkan pada sosialisasi tersebut, sehingga dapat memberi penjelasan tentang apakah MRP itu perlu dilanjutkan atau tidak. Atau setidaknya kata Gerald, anggota MRP yang lama itu dapat menyampaikan penjelasan tentang apa yang mampu diperbuat oleh MRP pada periode lalu. “Kami dewan adat menolak dengan tegas pemilihan MRP ini. MRP merupakan boneka yang sedang dibentuk untuk memecah-belah persatuan rakyat Papua, jadi sebaiknya dihentikan,” tegasnya.

Namun demikian ada juga peserta menilai bahwa proses yang telah ditentukan pemerintah dalam pemilihan anggota MRP itu, agar tetap dibiarkan berjalan, sedangkan tuntutan politik [Refrendum] yang mengemuka pada sosialisasi itu, hendaknya dapat disampaikan melalui mekanisme lain, dan diluar dari pada acara Sosialisasi MRP yang sedang berlangsung.

Menanggapi sejumlah pertanyaan serta usulan yag disampaikan, anggota tim sosialisasi yang berasal dari akademisi diantaranya, Frans Reumi menyampaikan kepada sekitar 240 orang peserta yang hadir, aspirasi yang disampaikan terkait Refrendum dan sebagainya diluar dari konteks pembahasan anggota MRP, agar disampaikan melalui jalur dan mekanisme lain. “Jangan di campur-aduk urusan Politik dengan peraturan maupun perundang-undangan. Kami datang dari Jayapura untuk melakukan sosialisasi terkait pemilihan anggota MRP, dan diluar dari pada konteks itu, kami tolak untuk berkomentar,” ujar Frans Reumi.

Sementara itu, tim fasilitator sosialisasi, Jimmy Murafer, ketika dikonfirmasi usai kegiatan mengatakan, pihak fasilitator tidak akan terpengaruh terkait dengan penolakan pemilihan MRP dari Dewan adat maupun unsur perempuan dari wilayah IV Biak dan Supiori itu. “ Tahapan tetap jalan. Hingga Tiga hari kedepan, panitia akan membuka pendaftaran bagi lembaga/ kelompok untuk segera diferifikasi hingga pelantikan anggota MRp pada 12 Pebruari 2011 mendatang.’’

Jika ada yang mendaftarkan lembaganya, maka tentunya akan diferifikasi. Dan jika tidak ada yang mengajukan, berarti tidak ada yang diferifikasi. Saya kira itu intinya,” kata Jimmy, yang seharinya menjabat sebagai kepala bidang pengkajian masalah strategis pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlidungan masyarakat provinsi Papua. [gia]

Written by Bahagia/Papos
Wednesday, 26 January 2011 00:00

Penolakan MRP Semakin Memanas

JUMPA PERS : Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua dan kelompok WPNA saat melakukan jumpa pers terkait penolakan terhadap pemilihan anggota MRP dan bahkan meminta harus dibubarkan sebab Otsus Papua telah gagal melindungi hak hidup orang Papua.

JUMPA PERS : Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua dan kelompok WPNA saat melakukan jumpa pers terkait penolakan terhadap pemilihan anggota MRP dan bahkan meminta harus dibubarkan sebab Otsus Papua telah gagal melindungi hak hidup orang Papua.
JAYAPURA [PAPOS]- Aspirasi penolakan terhadap Majelis Rakyat Papua (MRP) semakin memanas, hampir sebagian besar komponen masyarakat Papua meminta agar MRP ditiadakan.

Penolakan terhadap lembaga presentatif masyarakat asli Papua datang dari pihak Dewan Adat Papua, kalangan rohaniawan Papua, Dewan Adat Biak kemudian Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua juga menolak untuk dilakukan pemilihan anggota MRP bahkan meminta agar lembaga itu dibubarkan.

Ketua Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua, Usama Yogobe kepada Wartawan Rabu (12/1) kemarin mengatakan, masyarakat Papua menilai Otonomo Khusus Papua gagal sebab Otsus tidak mengakomodir hak-hak hidup rakyat Papua.

Masyarakat Papua melalui Mubes MRP tanggal 9-10 Jini 2010 dengan resmi telah mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat sehingga perangkat Otsus seperti Majelis Rakyat Papua harus ditiadakan.

Usama Jogobe juga mengatakan, bahwa Ketua MRP Agus Alua dan seluruh anggotanya seharusnya mendengar hati nurani masyarakat adat Papua, dimana rakyat Papua telah menolak Otsus sehingga untuk menghargai rakyat ketua MRP bersama anggota MRP tidaklah menerima perpanjangan jabatan dari pemerintah RI melainkan melakukan sidang istimewa dan membubarkan MRP.

Hal yang sama juga disampaikan kelompok West Papua National Agreetment (WPNA) melalui Jek Wanggae yang mengatakan kalau MRP harus dibubarkan sebab Otsus Papua telah gagal melindungi hak hidup orang Papua.

Jek menuturkan, aspirasi rakyat Papua yang tertuang dalam 11 rekomendasi Mubes MRP sampai saat ini tidak ditindak lanjuti DPRP sebagai wakil rakyat, sehingga masyarakat Papua tidak lagi percaya kepada DPRP.

Lanjut Jek, saat ini pemerintah sedang memainkan stategis politik untuk mengamankan kepentingan Negara di Papua dengan membentuk LMA untuk menyaingi Dewan Adat Papua (DAP) dan stategis politik tersebut akan melahirkan konflik antara masyarakat adat di Papua.

Untuk itu Jek berharap, sebaiknya proses pemilihan MRP dihentikan dan segera membubarkan LMA, sebab masyarakat Papua tidak menginginkan MRP ada di Papua.

“ Kalau pemerintah terus memaksakan kehendak untuk tetap melakukan pemilihan MRP maka masyarakat adat Papua akan bertindak menyatukan kekuatan untuk melakukan pergerakan aksi penolakan MRP di Papua,” katanya.

Dia juga berharap agar pemerintah tidak menacing-mancing kemarahan masyarakat Papua sehingga tidak terjadi konflik yang menghancurkan masyarakat adat Papua.

“ Seharusnya pemerintah mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah di Papua dan dialog,” ungkap Jek Wanggae.

Selain Jek Wanggae dan dan Usama Yogobe, Badan Esekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasi Papua yang disampaikan oleh Muse Wero juga mengatakan sikap menolak MRP dibentuk kembali.

Muse mengungkapkan bahwa pihak Gereja serta Dewan Adat Papua telah menyatakan sikap menolak MRP sehingga mahasiswa Papua juga menyatakan sikap menolak tegas pembentukan MRP dan mahasiswa Uncen siap turun jalan jika ada aksi tentang penolakan MRP nanti. [eka]

Written by Eka/Papos
Thursday, 13 January 2011 00:59

Mendagri Akan Lantik Anggota MRP

Written by Cr-59/Papos
Wednesday, 29 December 2010 06:31

JAYAPURA [PAPOS]- Setelah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) tahap II yang bertugas selama lima tahun yakni periode 2011-2016 terpilih, maka akan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Keberadaan Majelis Rakyat Papua [MRP] merupakan satu-satunya lembaga representative kultur Papua yang berkedudukan di ibukota provinsi Papua, namun perwakilan MRP akan dibentuk yang berkedudukan di ibukota Provinsi Papua Barat.

Setelah masa tugas anggota MRP periode 2005-2010 berakhir Oktober 2010 lalu yang kemudian diperpanjang hingga 31 Januari 2011 mendatang. Kemudian akan dilakukan pemilihan dimana saat ini telah dilakukan tahapan-tahapan pemilihan anggota MRP periode 2011-2016, seperti pembekalan serta training of trainer terhadap teknis pemilihan bagi penyelenggara pemilihan di masing-masing Kabupaten/Kota se- provinsi Papua dan Papua Barat.

Tertundanya pemilihan anggota MRP periode kedua ini disebabkan karena Peraturan Daerah Khsusus (Perdasus) tentang pemilihan MRP baru saja disahkan oleh DPRP.

Pelaksana Tugas Badan Kesatuan Bangsa Setda Provinsi Papua sebagai fasilitator, Drs.Didi Agus kepada Papua Pos diruang kerjanya, Selasa [28/12] kemarin, mengatakan, Perdasus tentang pemilihan anggota MRP yang baru saja disahkan tersebut yaitu Perdasus Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2010 yang isinya antara lain Ketentuan Umum, Keberadaan kedudukan dan keanggotaan, persyaratan calon, hak memilih dan dipilih dan wilayah pemilihan serta Quota.

Selain itu dalam Perdasus Nomor 4 Tahun 2010 juga tertuang mekanisme penyelenggaraan pemilihan sampai pada pelantikan serta aturan tentang pergantian antar waktu dilakukan untuk mengisi kekosongan anggota MRP, tambah Didi Agus.

Didi menambahkan sejak disahkannya Perdasus Nomor 4 Tahun 2010, masih banyak penyelenggara pemilihan dari Kabupaten/Kota belum memahami maksud dari Perdasus tersebut, sebab itu para penyelenggara pemilihan di beri pembekalan serta training of trainer tehnis pemilihan anggota MRP yang nanti akan dilaksanakan di kabupaten/kota.

Didi Agus berharap, agar dalam pelaksanaan pemilihan anggota MRP di Kabupaten/Kota dapat memahami dan mengerti tata cara pemilihan anggota MRP, selain itu akan dilakukan simulasi tata cara musyawarah adat, musyawarah Agama serta musyawarah bakal menentukan calon.

Panitia penyelenggara pemilihan hanya sebatas fasilitator, sebab pemilihan anggota MRP berbeda dengan pemilihan Politik, MRP berkaitan dengan kultur, dimana pelaksanaannya dilakukan dengan cara musyawarah sebagaimana yang tertuang dalam sila ke empat dari Pancasila.

Setelah dilakukan pemilihan anggota MRP, maka pelantikan anggota MRP periode 2011-2016 yang akan dilaksanakan 31 Januari 2011 mendatang yang rencanakan akan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, bersamaan dengan berakhirnya perpanjangan kepengurusan anggota MRP periode 2005-2010, kata Didik.[cr-59]

Hanya Laporan Berkala Biasa, Tidak Ada Perintah Membungkam Aktivis di Papua

Laporan setebal 25 halaman yang dibuat Agustus 2007 atau 13 tahun silam itu di bagian akhirnya tercantum nama Lettu (Inf) Nur Wahyudi sebagai Danpos Satgas Ban-5 Kopassus Pos I Kotaraja.

Didalamnya ada sederet nama para aktivis yang menurut pengakuan mereka dijadikan “target operasi”, namun dari dokumen yang berhasil di peroleh Bintang Papua dari blog berbahasa Inggris milik Alan Nairm jurnalis Amerika Serikat yang pertama kali mempublikasikan dokumen tersebut, nama – nama aktivis dimaksud tidak lebih dari daftar para aktivis yang berdomisili di wilayah Kotaraja dan sekitarnya yang getol menyuarakan ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan mengkritisi Pemerintah, dan sama sekali tidak ada perintah untuk membungkam mereka semua.Dan buktinya nama – nama yang tercatat di dalam dokumen yangdikeluarkan 13 tahun lalu itu, hingga kini orang – orangnya masih segar bugar dan tetap menjalankan aktivitas mereka, memperjuangkan ketidakadilan yang diterima oleh orang Papua selama ini.

“Adapun nama tokoh – tokoh gerakan sipil dan politis vokal yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya, antara lain :

  1. Pdt. Socrates Sofyan Yoman (Ketua Gereja Baptis Pa­pua),
  2. Markus Haluk.(Sekjen AMPTI),
  3. Buchtar Tabuni (Aktivis),
  4. Aloysius Renwarin, SH.(Ketua Elsham)
  5. , DR. Willy Mandowen.(Mediator PDP),
  6. Yance Kayame (Ketua Komisi A DPRP),
  7. Lodewyk Betawi,
  8. Drs.Don Agustinus
  9. Lamaech Flassy MA (Staf Ahli PDP),
  10. Drs. Agustinus Alue Alua (Ketua MRP),
  11. Thaha Al Hamid.(Sekjen PDP),
  12. Sayid Fadal Al Hamid (Ketua Pemuda Muslim Papua),
  13. Drs.Frans Kapisa.(Ketua Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua),
  14. Leonard Jery Imbiri,S.Pd.(Sekretaris Umum DAP),
  15. Pdt.DR.Benny Giay.(Pdt KINGMI Papua),
  16. Selfius Bobby (Mahasiswa STT Fajar Timur)”,

Demikian tertulis pada halaman 6 Laporan Triwulan I Pos Kotaraja yang berhasil diperoleh Bintang Papua. Yang kemudian dilanjutkan dengan daftar nama

Tokoh Adat (Ondoafi), dan Tokoh Masyarakat yang berdomisili di seputar wilayah Kotaraja dan sekitarnya, lengkapnya dalam laporan tersebut tertulis, “Adapun nama tokoh adat, tokoh masyarakat yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya antara lain :

  1. Ramses Ohee (Ondoafi Waena),
  2. Jhon Mebri (Ondoafi Yoka, Daulat Frengkiw (Ondoafi Nafri), dan
  3. George Awi (Ondoafi Enggros).

Selain itu juga dilaporkan secara lengkap daftar kantor instansi pemerintah, sarana pendidikan, sarana ibadah, pusat – pusat ekonomi dan perbelanjaan, daftar parpol, dan komposisi dan jumlah penduduk di Jayapura secara umum berdasarkan suku bangsa, yang kesemuanya data tersebut terangkum dalam Bagian Keadaan dan Kondisi Daerah Operasi Satgas Ban-5 Pos I Kotaraja, termasuk daftar 6 orang anggota Satgas Ban-5 yang bertugas. Mulai dari awal sampai akhir laporan setebal 25 halaman itu, sama sekali tidak ada instruksi secara halus maupun tersamar, apalagi tegas yang bertujuan untuk “membungkam” apalagi menghabisi para aktivis yang pro Merdeka, maupun yang getol menyuarakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat di Papua dan aktivis yang vokal mengkritisi Pemerintah.

Lembar pertama laporan itu pada kop-nya tertulis dengan huruf balok SATGAS BAN – 5 POS I KOTARAJA, yang disambung dengan judul laporan dengan huruf balok juga “LAPORAN TRIWULAN I POS KOTARAJA, sedangkan sistematika penulisannya terdiri dari Pendahuluan, Keadaan, Tugas Pokok, Konsep Operasi, Pelaksanaan, Prediksi kedepan, Hambatan dan cara Mengatasi, serta Kesimpulan dan Saran. Adapun maksud dari penyusunan Laporan Triwulan tersebut seperti tercantum pada halaman 1 adalah memberikan gambaran, masukan dan laporan tentang kegiatan yang telah dan yang akan dilaksanakan oleh anggota Pos Kotaraja dalam mengimplementasikan tugas pokok Satgas Ban -5, dengan tujuan sebagai bahan masukan kepada Dan Satgas Ban – 5 Kopassus agar mengetahui situasi dan kondisi di daerah Kotaraja, kegiatan anggota Pos Kotaraja serta kegiatan kelompok Gerakan Sipil Politis/Bersenjata di seputaran Kotaraja.

Dalam laporan itu juga dilaporkan beberapa strategi dan pola pendekatan yang dilakukan oleh Satgas untuk meredam dan meminimalisir berkembangnya paham separatisme yang mengancam keutuhan negara yang terus di dengungkan oleh tokoh – tokoh Papua, dimana mereka mencoba mengidentifikasi pola gerakan, paham ideologi, kelemahan, kekuatan, serta pihak – pihak yang bisa dijadikan “kawan” untuk mematikan ideologi separatisme dimana kesemua laporan itu terangkum dalam halaman 8 dengan judul Keadaan Musuh.

Sebagaimana pengakuan Forkorus pada media ini Senin (15/11) bahwasanya selain ia merasa di mata – matai oleh intelijen, saat ini juga beredar sejumlah uang yang bertujuan untuk melenyapkan dan membungkam kevokalannya, dan itu diperkuat dengan informasi bocornya dokumen operasi Kopassus yang menurut pengakuan Forkorus sendiri ia belum melihat secara langsung dokumen tersebut dan hanya mendengarnya dari beberapa rekan yang sudah membaca lansiran beberapa media online atas blog Alan Nairm di, jurnalis Amerika Serikat yang mempublikasikan dokumen itu. Menurut Andi Widjajanto Direktur Executive Pacivis UI dalam bukunya berjudul Panduan Perancangan Undang – Undang Intelijen Negara yang diteribitkan 2006 lalu, bahwa semestinya dalam melakukan kegiatan-kegiatan intelijen, alat negara tidak boleh melanggar hak-hak dasar (non-derogable rights) meliputi:

(a) hak untuk hidup; (b) hak untuk bebas dari penyiksaan;

(c) hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi;

(d) hak untuk bebas dari perbudakan;

(e) hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; dan

(f) hak untuk memiliki kebebasan berpikir, keyakinan nurani, dan beragama.

Sehingga kegiatan mematai – matai atau memantau setiap kegiatan politis apalagi yang menjurus kepada makar yang dikhawatirkan mengganggu keutuhan suatu negara adalah tindakan legal sama seperti hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang diberikan negara kepada warga sipil. sepanjang tidak melanggar hak – hak dasar manusia, dan itu terjadi di semua negara yang menganut azas demokrasi. Peraturan terakhir yang diberlakukan terhadap intelijen nasional adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2004. Untuk fungsi koordinasi semua kegiatan intelijen, Badan Intelijen Negara (BIN) berpegang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2002, sedangkan terkait Komunitas Intelijen Daerah (KID) yang saat ini terbentuk di semua tingkat kabupaten merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 11 Tahun 2006. (Bersambung)

DPRP Minta Masa Jabatan Anggota MRP Diperpanjang

JAYAPURA—Menindaklanjuti sikap masyarakat yang  telah menyatakan mengembalikan Otsus, maka DPRP, DPRD Papua Barat dan MRP  direncakan  melakukan pertemuan bersama, 15 September 2010 di Jayapura. Agenda utama  pertemuan itu menyangkut Perdasus  tentang pemilihan anggota MRP, serta evaluasi  Otsus yang  telah berjalan selama  sembilan tahun di Tanah Papua.

Demikian Ketua Komisi A DPRP Ruben Magai ketika ditanya Bintang Papua di ruang kerjanya, Selasa (31/8) kemarin.  Untuk  membahas kedua masalah krusial ini, ujarnya, DPRP minta agar  masa jabatan anggota MRP yang akan berakhir Oktober ini diperpanjang selama 6 bulan, hingga anggota MRP periode mendatang  terbentuk. Hal ini dimaksud   agar ang­gota MRP juga dapat memberikan saran dan masukan serta indikator indikator kegagalan dan  keberhasilan  saat evaluasi  Otsus tersebut.

Menurutnya,  draf Perdasus  tentang pemilihan anggota MRP telah diserah­kan pihak eksekutif  kepada DPRP, serta beberapa poin tuntutan masyarakat beberapa waktu lalu yang dibawa ke DPRP. Saat per­temuan DPRP bersama masyarakat  telah disepa­kati  untuk  dibahas bersama menyangkut kegagalan Otsus.

“Kegagalan Otsus itu nanti juga akan kita dorong sampai terbentuknya Pansus Otsus kemudian kita evaluasi kegagalan dan keberhasilan Otsus, sehingga pada momen ini MRP yang  sekarang ini harus ada dan mereka juga harus presentasi selama lima tahun sebagai lembaga kultural itu mereka lihat seperti apa,” katanya.

Dikatakan, upaya pengesahan Perdasus  tentang pemilihan  anggota MRP tetap jalan di DPRP sesuai mekanisme. Setelah Perdasus  tersebut disahkan selanjutnya dilakukan  verifikasi  dan seleksi di lapangan tetap jalan.  Selama masa verifikasi dan seleksi administrasi oleh panitia seleksi itu yang nanti akan dimanfaatkan.

Ketika ditanya draf Perdasus tentang pengang­katan anggota MRP  berasal dari pihak  lembaga yakni eksekutif dan Demokratic Center Uncen, dia mengatakan,  tak ada soal kare­na keduanya itu adalah se­buah kekayaan untuk dapat menyatukan kedua konsep tersebut.

Terkait  sikap  MRP yang telah menyatakan mengembalikan Otsus, tapi di sisi lain mereka justru hendak  evaluasi  Otsus, tuturnya, sebenarnya MRP telah melaksanakan UU untuk memfasilitasi masyarakat adat menyampaikan apa yang mereka lihat dan mereka rasakan dalam masa perjalanan Otsus.

Dengan demikian, tambahnya, pada saat mereka menyatakan pengembalian Otsus bukan otomatis MRP bubar  tapi mereka juga melaksanakan konstitusi memfasilitasi masyarakat adat untuk menyampaikan aspirasi mereka.                
Kenapa proses pembahasan peraturan pemilihan anggota MRP sangat lambat, menurut dia, hal itu ada keterkaitan dengan kesiapan draf  Perdasus terutama di eksekutif juga ada kaitannya dengan DPRP yang menjadi tugas Badan Legislasi DPRP.
Menyoal draf Perdasus,  katanya,  kelompok mana saja bisa menyampaikannya seperti yang telah dilaksanakan Demokratic Center Uncen dan eksekutif  serta bisa juga dari inisiatif DPRP. Tapi  semua ini intinya adalah menyiapkan regulasi supaya dapat dipakai sebagai  acuan.

“Kita dorong dalam sebuah mekanisme dan  kita  sahkan supaya itu dapat dipakai sebagai dasar untuk   merekrut semua anggota MRP,” imbuhnya.
Kenapa draf Perdasus tentang pemilihan anggota MRP terlambat, ujarnya,  hal ini dikarenakan  DPRP juga  memiliki agenda kerja yang harus segera dibahas. Tapi dengan niat baik eksekutif dan Demokratic Center Uncen yang telah  memberikan suatu konsep dan pada saat pembahasan diprentasikan  untuk penambahan penambahan dari setiap pasal UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus tersebut.

Dikatakannya,  revisi  UU Otsus dapat dilakukan setelah dievaluasi UU Otsus seperti pasal pasal mana yang harus direvisi atau pasal pasal mana dikurangi agar pelaksanaan Otsus di Papua dapat berjalan.  Tanpa melakukan evaluasi tapi eksekutif telah mengisukan pihaknya telah mengevaluasi itu inkonstitusional.

“Mau direvisi atau diubah itu sudah pelanggaran pemerintah juga tak boleh inkonstitusional karena UU itu jelas atas dasar usul rakyat. Usul rakyat itu dibicarakan dalam sebuah  bentuk evaluasi.  Rekomendasi rekomendasi yang dihasilkan dalam evaluasi itu menjadi bahan pertimbangan untuk dilaksanakan revisi terhadap UU Otsus. (mdc)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny