Rekomendasi MRP Tak Memiliki Kekuatan Hukum

JAYAPURA [PAPOS]- Pro kontra atas munculnya Surat Putusan MRP nomor 14 tahun 2010 tentang orang asli Papua dalam Pemilukada atau walikota dan wakil walikota serta Bupati dan wakil Bupati harus orang asli Papua terus muncul kepermukaan. Salah satunya dari anggota Dewan Pimpinan Daerah [DPD] pusat, Paulus Sumino.

Menurut Sumino, MRP tidak memiliki kewenangan untuk mengatur wakil walikota dan wakil Bupati. MRP hanya punya kewenangan untuk merekomendasikan calon Gubernur dan calon wakil Gubernur Papua sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2001.

Partai Politik Lokal dan Nasib 11 Kursi di DPRP

Pengunjuk rasa dari Forum Komunikasi Kristen Papua (FKKP) membentangkan spanduk yang berisi tuntutan UU Otsus yang belum memihak kepada hak hak orang asli Papua. (Foto: JUBI/Musa Abubar)
Pengunjuk rasa dari Forum Komunikasi Kristen Papua (FKKP) membentangkan spanduk yang berisi tuntutan UU Otsus yang belum memihak kepada hak hak orang asli Papua. (Foto: JUBI/Musa Abubar)

Pengunjuk rasa dari Forum Komunikasi Kristen Papua (FKKP) membentangkan spanduk yang berisi tuntutan UU Otsus yang belum memihak kepada hak hak orang asli Papua. (Foto: JUBI/Musa Abubar)

JUBI—Ketua MRP Agus Alua mengatakan, sudah banyak usulan dan saran termasuk draft Perdasus ke DPRP maupun pemerintah, tetapi sampai saat ini belum direspon. “Sudah dua tahun lalu draft Perdasus diserahkan ke DPRP,” ujar Alua belum lama ini saat Hari Ulang Tahun ke-3 MRP.

Bahkan Alua menambahkan, MRP ibarat berjalan di tengah hutan rimba tanpa ada pegangan. Namun belakangan pemerintah di Jakarta telah mengeluarkan PP No 64/2008 tentang urusan administrasi keuangan, terutama menyangkut pendapatan dan tunjangan bagi para anggota MRP. Bayangkan saja, gaji anggota MRP berkisar Rp 12 Juta/Bulan sedangkan bagi Ketua dan para Wakil Ketua MRP berkisar antara Rp 15 Juta/Bulan.
Warga berharap mungkin dengan biaya penunjang dan gaji bagi seorang anggota MRP bisa menambah semangat dan kinerja mereka. Minimal dengan adanya dukungan dana ini mampu meningkat kinerja MRP dalam memberi masukan bagi hak hak dasar orang asli Papua.

Meski terdapat keluhan dari MRP tentang belum keluarnya beberapa aturan tentang Perdasus dan Perdasi, namun Ketua DPRP Jhon Ibo saat menerima para pendemo yang menamakan dirinya Forum Komunikasi Kristen Papua (FKKP) di DPRP belum lama ini di Kantor DPRP menegaskan, saat ini DPRP sudah membahas 24 Perdasi dan Perdasus dari 34 yang direncanakan.

John Ibo mengatakan, kegiatan untuk membahas Perdasus dan Perdasi tidak semudah membalikan telapak tangan karena harus meminta petunjuk dari Pemerintah Pusat di Jakarta.

Mengenai tuntutan 11 kursi di DPRP yang dialokasikan Pemerintah Pusat untuk wakil dari Papua, John Ibo mengatakan akan memperjuangkan 11 kursi itu untuk melindungi hak hak orang asli Papua, apalagi Pemilu 2009 sudah diambang pintu.

“Posisi 11 kursi di DPRP sampai sekarang belum ada kepastian, sehingga pihaknya mendesak pemerintah pusat agar dalam Pemilu 2009, khusus untuk Papua dibuat dua bilik suara. Bilik pertama untuk suara nasional dan bilik kedua untuk 11 kursi yang mewakili rakyat Papua,” ujar Jhon Ibo seraya menambahkan karena UU telah mengatur 11 kursi untuk wakil dari Papua.

“Pemerintah Pusat memanfaatkan kursi untuk orang Papua, tetapi UUnya belum keluar sampai sekarang, sehingga kita berjuang agar 11 kursi tidak jatuh ke orang lain,” tegas John Ibo.

Dia juga menambahkan akan memperjuangkan partai lokal di Provinsi Papua minimal periode mendatang. Adalah sangat sulit kalau MRP berjalan sendiri tetapi harus bergandengan tangan dengan DPRP, Pemerintah dan juga berbagai stake holder. Jika pembagian wewenang bisa tercapai tentunya MRP tidak lagi mencampuri rona rona politik dan hanya memperjuangkan hak hak kultur orang asli Papua.

Partai Politik Lokal
Memang upaya membentuk partai politik lokal di Papua, menurut Hengki Bleskadit, Dosen Fisip Universitas Cenderawasih (Uncen) bahwa ada keinginan untuk mendirikan partai politik lokal dan ada banyak teman yang menyinggung bahwa partai politik lokal itu perlu ada. “Sayangnya dalam UU Otsus belum direvisi terutama Pasal 28.

Dikatakan Bleskadit, jika waktu itu ada DPRP atau pihak pihak lain yang diajak oleh MRP untuk menyiapkan draft rancangan UU tentang partai politik lokal mungkin bisa didorong untuk masuk ke pemerintah pusat di Jakarta.

“UU Otsus Papua sedikit dilanggar untuk bisa dimasukan agar partai politik lokal bisa ada,”ujar Bleskadit.
Lebih lanjut, urai Bleskadit, pengalaman di Aceh saja mereka sudah beberapa kali mengubah UU Otsus Aceh atau UU NAD No 18/2001 itu akhirnya partai politik lokal mereka masukan di dalamnya UU Pemilu baru
Semua aturan dan jatah kursi sudah ditentukan termasuk 56 kursi di DPRP tetapi sekarang masuk dalam pencalonan ini muncul lagi tiupan tentang 11 kursi di DPRP. Dalam hal ini apakah MRP harus berjuang agar ada rekrutmennya secara khusus. “Kami yang berada di KPU merasa bahwa rugi dan tahapan tahapan rekrutmen sudah lewat. 56 kursi dan enam Dapil sudah ditetapkan oleh KPU Pusat bahwa semua itu sudah ada,” ujar Bleskadit.

“Kalau kita mau lakukan itu kita akan menyangkal memang bukan aturan dan tidak ada di dalam UU No:10/2008 dan Peraturan KPU sudah memutuskan dan keputusan KPU bahwa jumlah Dapil dan jumlah itu sudah ada,” kata Bleskadit.

Sekarang, lanjut Bleskadit, jumlah 11 kursi sekarang jadi persoalan .kalau misalnya ada proses rekrutmen khusus dan dilibatkan lagi msyarakat adat. “Siapakah masyarakat adat itu,” tanya Bleskadit.

Mengenai 11 kursi di DPRP, menurut Rudi Mebri, warga Yoka, mekanisme menyangkut 11 kursi, mungkin bisa dibahas bersama para Caleg yang sudah ditetapkan nanti. Supaya mereka itu diberikan TPS khusus untuk semua orang Papua di mana mereka berdomisili untuk memilih wakil mereka sehingga dia tahu asal usullnya saat duduk di kursi dewan dan bisa berbicara hak hak hak konsituen. “Kegagalan kami pada 2004 sebelas kursi yang diduduki oleh masyarakat atau saudara saudara kami dari daerah lain yang tampaknya justru merugikan kami di Papua,” ujar Mebri. Hal ini, lanjut Mebri, perlu ada TPS tambahan di luar TPS yang diberikan khusus orang asli Papua dimana pun dia berada dan memiliki hak untuk mencoblos saudara saudaranya dalam 11 kursi nanti. “Saya usulkan TPS khusus bagi orang Papua untuk memilih wakilnya nanti,” ujar Mebri.

Perjuangan MRP untuk memperoleh jatah 11 kursi di DPRP sangat sulit dan memerlukan kerja keras. Pasalnya, proses pencalonan legislatif sudah final mulai dari rekrutmen hingga Daftar Celeg Tetap (DCT).

Amandemen
Perihal 11 kursi di DPRP, Direktris ALDP Papua dan aktivis HAM Anum Siregar menandaskan, belum ada dasar hukumnya. Untuk itu perlu dilakukan amandemen terhadap UU Otsus sehingga ada peluang untuk membentuk partai partai lokal di Papua.

“Pembentukan partai politik lokal butuh mekanisme. UU Otsus memang memiliki wewenang yang cukup besar, tetapi persoalannya kemudian secara teknis tampaknya UU Otsus mandul. Misalkan kuota 11 kursi untuk DPRP di dalam UU Otsus menyebutkan, untuk DPRP terdapat tambahan 125 % sehingga menjadi 11 kursi,” cetus Anum.

Persoalan yang perlu disimak, tukas Anum, adalah dalam tataran teknisnya tidak ada aturan dalam bentuk Perdasi, Perdasus maupun PP yang mengatur lebih teknis. Belajar dari Aceh, mereka sadar ketika lahir UU Nangroe Aceh Darusalam (NAD), tetapi amandemen di Aceh telah dilakukan berulangkali sehingga sudah ada kepastian hukum.

Melihat kondisi ini, menurut calon anggota DPRP dan juga Wakil Ketua KNPI Provinsi Papua Marthinus Werimon, jika ingin belajar untuk mengamandemen seperti di Aceh seharusnya orang Papua membutuhkan anggota DPR dan DPRP yang mampu bertarung dan kompak dalam memperjuangkan amandemen serta 11 kursi.
Karena itu, menurut Werimon, langkah pertama 11 kursi akan dibicarakan dan diselesaikan pada Pemilu 2014. “Agar jangan sampai muncul konflik baru, maka hal itu akan dilakukan setelah UU Otsus diamandemen,” tegas Werimon.

Selanjutnya, urai Werimon, sudah saatnya partai politik lokal di Papua pada Pemilu tahun 2014. Karena UU Parpol yang baru nanti dihasilkan pada DPR 2009. “UU Otsus Papua harus diamandemen dan di Papua harus ada partai politik lokal di tahun 2014 nanti,” ujar Werimon.

Saat ini sering muncul pertanyaan, mengapa menjelang Pemilu 2009 baru 11 kursi mulai dibicarakan. Menanggapi pertanyaan soal 11 kursi yang sudah ada sejak tahun 2004 lalu, menurut anggota DPRP Heni Arobaya, ini merupakan kelemahan pihak DPRP. “Tetapi saya ingin menyampaikan bahwa untuk membahas dan menyiapkan draft Perdasi atau Perdasus, maka harus memiliki suatu mekanisme.

“Kami punya hak tinjau tetapi tidak bisa menggunakannya begitu saja, sebab ada mekanisme, dimana organisasi, MRP dan komponen masyarakat masyarakat lainnya perlu mendorong draft itu untuk dibahas dan disarankan melalui Biro Hukum Pemprov Papua,”ujar Arobaya. Kemudian dia menambahkan, draft tersebut akan diserahkan kepada DPRP dan selanjutnya dibahas serta disosialisasikan kepada seluruh masyarakat untuk dipertimbangkan apakah telah mengakomodir semua kepentingan termasuk orang asli Papua. “Kalau semua kepentingan telah diakomodir, maka kita akan mensahkan Perdasus dan Perdasi tersebut,” tukas Arobaya. (Dominggus A Mampioper)

Written by TabloidJubi.com Administrator
Sunday, 23 November 2008

Berita Sekilas: Militar Indonesia atas Komando Kol. Siagian Beroperasi di Vanimo dan Sekitarnya

Dari Mabes Pusat Pertahanan Tentara Revolusi Papua Barat melaporkan bahwa Operasi Intelijen dan propaganda shock therapy lancar dilakukan aparat dan alater terorisme negara kolonial NKRI di Papua Barat, di kampung dan kota, di rimba dan bahkan di luar wilayah kedaulatan NKRI.

Satu minggu belakangan ini Kol. Burhanuddin Siagian dan 8 orang anggotanya sekarang beroperasi secara khusus dengan sejumlah individu yang menamakan dirinya anggota TPN/OPM (masih menggunakan nama TPN/OPM) dengan tujuan membujuk para anggota TPN/OPM itu (bukan anggota TRPB atau OPM menyerahkan diri ke pangkuan Ibutiri Pertiwi yang kejam itu. Keberadaan Siagian terkait erat dengan pekerjaan para penghianat Papua dan penjilat tempat kotoran NKRI, Messet-Joku Cs, dipimpin Ibu Penghianat I. Joku, Ketua Barisan Merah-Putih Papua bergerak di bidang diplomasi untuk membujuk dan membawa pulang para pencari suaka orang Papua di luar negeri. Ada beberapa berita dilansir Cepos, yang konon milik TNI/NKRI Kodam di Papua tentang rencana Markas Victoria an. Yor Kogoya dan rombongan berniat menyerahkan diri dan seterusnya.

Burhanuddin Siagian berhasil dengan tugas-tugasnya di Acheh, dan dianggap sangat sukses, maka ia dipindah-tugaskan ke Papua Barat. Hubugnan Acheh-Papua Barat kini sedang dipasang atas nama Papua Merdeka oleh Kolonel Burhanuddin Siagian. Tujuannya untuk menggali jaringan pejuang Papua Barat Merdeka, mengenal siapa di balik semua gerakan, dan akhirnya mematikan jaringan dan individu yang menggerakkan perjuangan Papua Merdeka. Ibu Papindo I. Joku sedang memakai seorang Papua lain bernama Al.M., berasal dari Kabupaten Jayapura, sementara Ibu Papindo Joku ada di baliknya, di belakangnya lagi Kol. Siagian, di belakangnya NKRI, dan sedang keluar-masuk ke pos-pos pertahanan TRPB dan melakukan pembicaraan-pembicaraan seputar persiapan senjata dan pemantapan organisasi.

Hingga belakangan ini pasukan Siagian bergerak terbuka di wilayah PNG, Vanimo, menimbulkan reaksi keras dari Somare dan Belden Namah (Seorang kapten Tentara PNG, PNGDF, Komandan operasi perbatasan PNG dengan NKRI, yang kini anggota legislativ di Vanimo sementara tetap memegang jabatan militer dimaksud, memiliki hubungan bisnis dengan Kopassus-NKRI dalam bidang pembalakan hutan).

Lebih dari 10 masyarakat tak berdosa juga dibawa melintas batas dan akhirnya tertangkap di Vanimo, dipenjarakan. Mereka dibawa dengan tujuan melakukan Latihan bersama Angkatan Bersenjata TPN/OPM, atas komando Gen. TRPB Mathias Wenda. Setelah dikonfirmasi., kami atas nama Mabes Pusat Pertahahan Komando Revolusi Tertinggi TRPB menyatakan korban penahanan ini telah berada di Vanimo, dan akan dipulangkan menurut waktu yang ditentukan oleh aparat kepolisian PNG. Secara resmi tidak ada program pelatihan. Program tunggal yang kita sedang galakkan sekarang ini adalah konsolidasi internal dan restrukturisasi organisasi, tidak ada agenda lain”. demikian dari SekJend TRPB Leut Gen. A. Tabi.

Menurut Tabi, “Untuk itu, kali berikutnya, semua langkah, seumpama mobilisasi dana, perang, latihan militer, apa saja, harus ada Surat Perintah dalam bentuk SPO atapun Surat Mandat dari Panglima Tertinggi. Ini zaman pascamodern, jadi semua berita tanpa bukti tertulis sebenarnya TIDAK USAH masyarakat ikut. Kita sedang urus negara, sebuah bangsa sedang menentang sebuah negara untuk membentuk negara, jadi tidak bermartabat kalau semua perintah Panglima Tertinggi dibawa dari mulut ke mulut. Orang Papua juga harus pintar dan sudah harus belajar setelah ditipu bertubi-tubi selama 45 tahun lebih. Kenapa masih juga mau ditipu?”

Somare di Jakarta Sekarang?

Saat ini Capt. PNGDF Belden Namah dan Somare dikabarkan ada di Indonesia membicarakan ketegangan dimaksud, disuguhi paha putih dan menutup mulut mereka dengan hidangan ala Jawa:suap, sogok, dan diam.

Ada sejumlah kasus yang perlu dicermati dan disikapi secara bijak oleh masyarakat dan bangsa Papua, di seluruh dunia:
1. Penangkapan 42 orang di Fak-Fak setelah mereka mengibarkan Bintang Kejora;
2. Kekacauan terbuka di Kota Vanimo oleh Pasukan Kopassus;
3. Pengiriman sejumlah aktivis Papua Merdeka ke Pulau Jawa dan lainnya dengan alasan untuk membeli seragam buat TPN/OPM, melobi senjata, dan sebagainya;
4. Memberikan Surat Panggilan kepada sejumlah Kepala Suku dan/atau Tokoh Adat di Papua Barat, dengan topik Undangan Melakukan Konsultasi Umum demi keamananan;
5. Pemekaran 5 kabupaten Baru di Pegunungan Tengah dan rencana Pemekarang Provinsi Papua Tengah dengan Ibukota di Timika;
6. Memberikan tekanan kepada para Kepala Suku dan politisi di Vanimo, PNG mengatasnamakan Somare untuk mengusir para pejuang dari Rimba Papua di wilayah perbatasan;
7. Melakukan operasi dan propagandan teror di wilayah perbatasan, atas nama penertiban dan pengamanan wilayah perbatasan.

Langkah Antisipasi Bangsa Papua

Yang harus dilakukan para pejuang dan rakyat di Papua Barat Merdeka adalah:
1. Membiarkan mereka cari makan, mereka makan dan mati karena kenyang, sama dengan sikap kami bersama terhadap anak bangsa Papua yang kini menjabat di kursi pemerintahan NKRI;
2. Agar rakyat Papua tidak terpancing dengan isu-isu seperti:
2.1 Latihan bersama pasukan TPN/OPM di wilayah perbatasan dalam rangka mempersiapkan pasukan TPN/OPM (Tidak ada pasukan TPN/OPM di perbatasan sekarang. Yang ada adalah Pasukan TRPB, dan OPM kini bermarkas pusat di Port Vila, Republik Vanuatu);
2.2 Tidak terpancing dengan isu-isu “OPM akan menyerang” atau “melakukan serangan” di mana saja, baik di perbatasan ataupun di kampung-kampung atau terutama di wilayah sekitar Tembagapura dan Bintuni, di mana ada perusahaan asing, dengan alasan meminta dana tambahan untuk makan-minum mereka kepada pemerintah asing;
2.3 Dengan sepenuhnya mendukung gerakan dan langkah Majelis Rakyat Papua (MRP), memboikot Pemilu 2009. Sekarang masa untuk operasi secara politik, bukan militer lagi, maka rakyat Papua yang dijadikan sebagai bagian dari NKRI, sebaiknya membuktikan diri “Tidak Setuju” itu dengan memboikot Pemilu 2009.
2.4 Agar semua berita dari mulut ke mulut mengatasnamakan Gen. TRPB Mathias Wenda tidak diterima dengan begitu lugu/polos. Semua berita itu harus dibuktikan dengan Surat Resmi, dengan Kop: “Tentara Revolusi Papua Barat (TRPB), Markas Pusat Pertahanan Komando Revolusi Tertinggi”, atau Surat Langsung dari Panglima Tertinggi dengan Kop Surat “Panglima Komando Revolusi Tertinggi – Tentara Revolusi Papua Barat”. Komando Pertahanan Sayap militer untuk Papua Merdeka sekarang TIDAK MENGGUNAKAN nama TPN/OPM lagi, Kantor Pusat OPM berada di Port Vila, Vanuatu, Markas Pusat TRPB berada di Timba Papua (Timur dan Barat).

Demikian dan harap menjadi pengetahuan umum,

SPMNews Crew
Seperti disampaikan langsung ke Crew SPMNews

Pangdam: MRP Sebaiknya Jangan Masuk Ranah Politik

Parpol Nilai Ancaman MRP Terlambat

JAYAPURA-Sikap MRP (Majelis Rakyat Papua) yang mengancam akan Pemilu 2009, apabila pemerintah tidak mengindahkan soal keterwakilan perempuan dan 11 orang Papua di DPR Papua, juga ditanggapi Pangdam XVII/Cenderawasih.

“Saya tidak berpikir untuk mencampuri urusan orang lain. Tapi kalau ingin saya sampaikan bahwa sebaiknya MRP meletakkan pada posisinya sesuai dengan fungsi dan peran yang diamanatkan dalam undang-undang. Itu saja,” kata Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Haryadi Soetanto kepada wartawan di Makodam, Rabu (3/7) kemarin.

Apalagi, kata Pangdam Haryadi Soetanto, Undang-Undang telah mengamanatkan kepada MRP dalam kaitannya pengurusan terhadap pemberdayaan perempuan, masalah yang berkaitan dengan adat istiadat dan agama, sehingga Pangdam meminta agar hal tersebut ditekuni terlebih dahulu. “Tekuni itu dulu, jangan masuk ke dalam ranah politik,” sarannya kepada MRP.

Pangdam berpendapat bahwa jika ingin memberikan komentar boleh saja, siapapun warga Negara Indonesia boleh memberikan komentar, tetapi tidak memberikan suatu keputusan. Ia menilai bahwa ke depan kondisi keamanan di Tanah Papua akan semakin kondusif, bahkan Pangdam mengaku mempunyai keyakinan akan kondusifnya di wilayah Tanah Papua ke depan, selama semua saling bekerjasama, saling bahu-membahu.

“Saya yakin akan semakin kondusif, jika ada kerjasama, termasuk rekan-rekan wartawan tidak memberitakan sesuatu yang bisa menimbulkan suatu kondisi yang tidak nyaman, bisa memicu seseorang yang berbuat tidak pada tempatnya dan pemberitaan itu dilakukan dengan fakta yang berimbang serta lebih pada hal-hal yang bersifat konstruktif, sehingga saya yakin kondisi ini akan tenang,” ujarnya.
Suasana yang kondusif dan nyaman ini, kata Pangdam, bukan untuk pihaknya saja atau untuk satu dua orang saja, tetapi untuk seluruh masyarakat yang ada dan hidup di Tanah Papua. “Saya tidak melihat bahwa itu akan mengganggu keamanan di Papua,” tukasnya.

Sementara itu, soal rencana DPRP untuk melakukan uji publik terkait perdasi dan perdasus apakah sudah dibicarakan dengan Kodam XVII/Cenderawasih? Pangdam mengakui belum ada. “Sampai saat ini belum ada. Kita serahkan kepada lembaga yang membuat Undang-Undang. Tentu saja Undang-Undang itu, sebelum diundangkan perlu disosialisasikan dan diuji,” ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, ada lembaga-lembaga dan pejabat yang menangani masalah itu, namun jika memang ada kaitannya dengan masalah keamanan negara, seharusnya memintakan pendapat kepada TNI yang ada di Papua, dalam hal ini Kodam XVII/Cenderawasih.

Parpol Nilai MRP Terlambat ///

Ancaman boikot pemiluh oleh MRP juga mendapat reaksi dari sejumlah ketua Parpol.

Ketua Partai Bintang Reformasi (PBR) Yanni misalnya, ia mengatakan bahwa sejak dulu pihaknya sudah konsisten terhadap pelaksanaan Undang Undang 21/2001 khususnya yang menyangkut pasal 28 yang mengharuskan prioritas bagi orang asli Papua itu. “Memang itu sudah menjadi komitmen kita bahwa orang asli Papua harus mendapatkan prioritas untuk menduduki kursi legislative,” katanya kepada Cenderawasih Pos kemarin.
Tetapi persoalannya baru dibicarakan sekarang ini sepertinya sangat sulit sebab sejumlah aturan dan perundang-undangan yang terkait pelaksanaan Pemilu 2009 seperti UU Parpol dan UU Pemilu 2009 sudah keburu ditetapkan dan disahkan sejak beberapa bulan lalu. “Jadi mungkin agak terlambat,” imbuhnya serius.

Kata Yanni kalau memang MRP hendak memperjuangkan 11 kursi untuk orang asli Papua itu, harusnya sebelum semua aturan dan perundang-undangan itu ditetapkan sehingga dapat diakomodir dalam aturan itu. Tapi sayangnya selama ini MRP tidak pernah memperjuangkan itu, padahal itu adalah tugas utama mereka yakni memberikan proteksi dan perlindungan kepada orang asli Papua.

“Jadi kalau saya lihat, kalaupun sekarang ada, maka semangatnya itu tidak konsisten dan hanya muncul di permukaan bicara sesaat dan setelah itu bias dan hilang lagi,” katanya.

Ditanya kenapa hal itu tidak ikut diperjuangkan oleh legislatif mengingat dewan memiliki hak inisiatif dan hak legislasi, Yanni mengatakan bahwa selama ini pihaknya baik di Partai (PBR) maupun di Komisi A juga sudah seringkali diusulkan tetapi cenderung tidak ditindaklanjuti. Yang ada kata dia, diantara elit politik maupun MRP hingga eksekutif terkesan tidak serius. “Jadi ide itu ada tetapi tidak ditindaklanjuti,” imbuhnya.
Selama rentang waktu hampir 8 tahun Otsus berjalan tentunya aneh jika hal sepenting itu tidak juga dilaksanakan. Boikot Pemilu tentunya bukan sebuah jalan keluar, karena satu-satunya jalan adalah dengan menseriusi masalah ini dan mau konsisten dan bekerja keras. “Jadi kalau memang ingin memperjuangkan itu, kami mohon dukungan semua elemen masyarakat karena ketika PBR kuat maka cita – cita itu pasti terwujud,” katanya sedikit berkempanye. Ia juga mengajak MRP dan semua pihak untuk duduk sama-sama dan semua harus mau kerja keras sehingga harapan dan keinginan itu dapat terwujud.

Sementara itu, Ketua Bidang Organisasi Karderisasi dan Keanggotaan (OKK) Partai Golkar Yance Kayame, SH menanggapi statemen Ketua MRP itu dengan sedikit guyon ia mengatakan bahwa terlambat bagi MRP untuk menyampaikan itu. “MRP itu sudah terlambat, harusnya dari dulu, kalau MRP mau konssisten perjuangkan hak – hak orang asli Papua,” katanya.

Menurut dia, sejak dilantik tahun 2005 lalu sebagai lembaga representase cultural orang asli Papua harusnya MRP sudah mendorong dan melaksanakan tugas untuk mengakomodir hak – hak orang asli Papua itu. Bukan setelah semua Parpol dan semua perangkat aturan tentang Pemilu dan Parpol ditetapkan baru statemen itu dikeluarkan. Namun begitu sesungguhnya tidak ada masalah kalau sekarang MRP mempertanyakan hal itu ke KPU hanya saja berkali – kali ia menagaskan bahwa semuanya telah terlambat bahkan sangat terlambat.

Kata Yance Kayame, memboikot Pemilu bukanlah jalan keluar sebab Pemilu itu adalag agenda nasional. “Tidak seharusnya mau boikot Pemilu, selama ini MRP juga belum bekerja maksimal apalagi sampai urus masalah ini, waktunya sangat mempet baru mau bicara, jadi kami sangat sayangkan,” katanya.

Ia hanya menyarankan agar MRP sebaiknya mengambil langkah – langkah aktif membicarakan masalah ini dengan pemerintah pusat dan daerah termasuk dengan KPU sendiri. “Karena seperti saya bilang tadi, sudha terlambat,” tandasnya.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Provinsi Papua Ramses Wally, SH yang ditemui Cenderawasih Pos kemarin juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda. Sembari bernyanyi ia mengatakan kalau MRP sangat terlambat. “Terlambat sudah, terlambat sudah, semuanya telah berlalu,” katanya menirukan syair lagu Panbers.

Kata Ramses Wally, kalau MRP benar – benar memperjuangkan hak – hak masyarakat Indonesia yang asli Papua seharusnya sejak dilantik dulu sudah menyusun agenda ini, sehingga bisa dilaksanakan dengan baik. Tetapi selama MRP dilantik, MRP dilihatnya tidak pernah membicarakan masalah itu. “Tapi ini setelah semuanya sudah ditetapkan baru MRP mau bicara begitu, sementara semua Parpol sudah diverivikasi sekarang kita tinggal menunggu nomor urut baru MTP kaget mau boikot Pemilu seperti baru bangun tidur saja,” tuturnya.

Kata Ramses, kalau MRP mau boikot Pemilu itu bukan cara yang jentelmen dan lagi, Pemilu itu adalah agenda nasional. “Jadi suka tidak suka atau mau tidak mau semua tetap harus ikut,” tandasnya.(ta)

Boikot Pemilu Bukan Solusi – Agus Sumule: KPU Harus Berani Tegur Parpol, MRP Proaktif

JAYAPURA- Ribut-ribut soal sikap Majelis Rakyat Papua (MRP) yang mengancam akan memboikot Pemilu 2009 jika jatah 11 kursi di DPR Papua tidak diakomodir, rupanya ditanggapi serius DR Agus Sumule dan Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny S.Sos. Sebagai salah seorang perumus Undang Undang 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua, Agus Sumule mengatakan kalau sikap itu bukanlah suatu jalan keluar yang baik. Continue reading “Boikot Pemilu Bukan Solusi – Agus Sumule: KPU Harus Berani Tegur Parpol, MRP Proaktif”

Boikot Pemilu Bukan Solusi – Agus Sumule: KPU Harus Berani Tegur Parpol, MRP Proaktif

JAYAPURA- Ribut-ribut soal sikap Majelis Rakyat Papua (MRP) yang mengancam akan memboikot Pemilu 2009 jika jatah 11 kursi di DPR Papua tidak diakomodir, rupanya ditanggapi serius DR Agus Sumule dan Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny S.Sos. Sebagai salah seorang perumus Undang Undang 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua, Agus Sumule mengatakan kalau sikap itu bukanlah suatu jalan keluar yang baik. Continue reading “Boikot Pemilu Bukan Solusi – Agus Sumule: KPU Harus Berani Tegur Parpol, MRP Proaktif”

MRP Harus Minta Maaf kepada TNI

JAYAPURA- Ada yang menarik dari puncak peringatan HUT ke-45 Kodam, Sabtu (17/5). Itu, tidak lain hadirnya pimpinan MRP Agus Alua, yang belum lama ini mengeluarkan Skep ( Surat Keputusan) tentang sikapnya terhadap PP 77 Tahun 2007 tentang lambang daerah yang dinilai menyudutkan TNI di Papua. Tak pelak Skepnya itu menyulut reaksi keras pimpinan TNI di Papua, bahkan mengancam akan melakukan somasi. Continue reading “MRP Harus Minta Maaf kepada TNI”

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny