Nicolaas Jouwe: Cucu, Tete Benci Manusia Papua dengan Ego Besar, tetapi Miskin Pemikirannya untuk Masa Depan Papua

Selama seminggu penuh, tepat Bulan Mei, tahun 2000, telah berlangsung Kuliah Khusus dengan topik, “Sejarah dan Arah Papua Merdeka” di Den Haag, Negeri Belanda. Ruang kuliahnya ialah ruang tamu dari Rumah mantan gerilyawan TEPENAL Alez Derey, dan dosen yang memberikan kuliah ialah Prof. OPM Nicolaas Jouwe. Mahasiswanya hanya satu orang, bernama Capt. TPN/OPM Amunggut Tabi.

Setelah kuliah itu berlangsung, maka Capt. TPN/OPM Amunggut Tabi datang ke Tanah Papua, menghadiri Kongres Rakyat Papua II (KRP II) 2000.

Akan diberitakan dalam PMNews rentetan perkuliahan dimaksud. Akan tetapi terkait dengan arahan umum Gen. Mathias Wenda dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyangkut perjuangan Papua Merdeka dan “ego” dari tokoh dan aktivis Papua Merdeka hari ini, maka kita angkat catatan perkuliahan ini dengan judul “Nicolaas Jouwe: Cucu, Tete Benci Manusia Papua dengan Ego Besar, tetapi Miskin Pemikirannya untuk Masa Depan Papua

Topik ini, “ego pemimpin Papua harus dimatikan”, itu muncul pada Prof. OPM Jouwe berkuliah tentang

“Apa penyebab utama kegagalan demi kegagalan dialami oleh para tokoh perjuangan Papua Merdeka, padahal Timor Leste yang baru mulai berjuang 10 tahun belakangan malah sudah merdeka waktu itu?”

Ini pernyataan sebagai pertanyaan dari sang mahasiswa kepada professornya, karena dia baru saja kehilangan banyak teman-temannya dari Timor Leste karena mereka telah pulang dari Eropa, setelah mengakhiri perjuangan mereka. Sang mahasiswa bertanya, mereka berjuang belakangan tetapi masuk ke garis finish duluan, sedangkan orang Papua mengambil start 10 tahun lebih dulu, tetapi belum juga menunjukkan garis-garis final.

Jawaban pertama dari Nicolaas Jouwe sebagai berikut

Cucu, Tete kasih tahu bahwasannya para pejuang Papua Merdeka, anak-anak dan cucu-cucu saya semua, sekalian bangsa Papua yang masih berjuang dengan ego-ego pribadi, dengan kepentingan kelompok sendiri dan mengesampingkan kepentingan Bintang Kejora, seperti adik saya Theys Eluay dan lain-lain, mereka semua akan mati sebelum tete mati. Mereka tidak akan melihat Papua Merdeka.

Mereka akan mati di seberang sungai Yordan. Alasannya karena mereka itu egonya besar, egonya masih hidup. Kepentingan pribadi mereka untuk dapat kursi di DPR RI, di provinsi Irian Jaya, untuk menjadi pejabat itulah sebabnya mereka minta Papua Merdeka. Ini alasan dan cara salah. Ini hanya melayani ego pribadi.

Sama dengan itu, cucu sudah tahu di hutan itu banyak terjadi cek-cok dan baku bunuh kiri-kanan. Ini anak Derey masih ada, dia ada dengar. Generasi mereka ini tidak baik, mereka harus mati semua dulu baru Indonesia keluar dari Tanah Papua.

Bahwasannya ego pribadi Alex Derey, Theys Eluay,. Thom Beanal, Mathias Wenda, semua harus mati dulu, itu baru Papua Merdeka.

Ingat cucu, Fretelin menyatukan semua perjuangan Timor Leste, dan mereka lepas. Orang Papua sidang beribu-ribu kali di Negeri Belanda ini, mereka bilang mau satukan barisan. Tetapi tokoh-tokoh seperti …., …., …., mereka-mereka ini yang tidak mau bersatu. Masing-masing pertahankan ego dan kelompok mereka.

Cucu harus camkan, dan ingat baik-baik. Bahwasannya sebuah perjuangan kebangsaan untuk mendirikan negara baru seperti kita bangsa Papua, kita butuh orang-orang negarawan, yang sepenuh hidupnya memikirkan kepentingan bangsanya dan berjuang untuk negara West Papua.

Saya yakin, cucu, saya percaya cucu. Tuhan sudah kasih tahu tete, makanya tete datang ke sini. Generasi kalian ini-lah yang akan membawa Papua menjadi merdeka. Tetapi cucu harus jaga adik-adik semua, siapa saja yang ego-nya besar, suruh mereka mundur dari barisan ini. Kalau tidak kalian akan tunda waktu kemerdekaan bangsa Papua.

Perkuliahan dilakukan selama 24 jam, 2 minggu, Senin sampai Minggu. Babi yang disembelih waktu itu diantar langsung dari warung yang telah dipesan Tete Jouwe, babi guling ala Bali, dua ekor, dan anggur yang dibawa waktu itu 2 karton, masing-masing karton berisi kira-kira 12-20 botol.

Tete Jouwe memang senang anggur, sangat menyukainya, dan pipa cerutu selalu di mulutnya sambil berbicara. Tongkat komando adatnya selalu saja disamping. Saat bicara yang penting, bersifat komando atau mandat, beliau selalu memnita cucunya, Capt. TPN/OPM Amunggut Tabi untuk memegang dan mencium tongkatnya itu.

[Berlanjut ke cerita 2)

Gen. TRWP Mathias Wenda: Berduka Cita atas Meninggalnya Penggagas Bendera Bintang Kejora Nicolaas Jouwe

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tenrtara Revolusi West Papua (TRWP), General TRWP Mathias Wenda dengan ini menyatakan

BERDUKA CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas wafatnya tokoh penggagas Bendera Bintang Kejora dan penggagas Negara Republik West Papua, Nicolaas Jouwe pada tanggal 16 September 2017

Segenap perwira, pasukan dan rakyat bangsa Papua, yang berjuang untuk kemerdekaan West Papua di seluruh Tanah Papua, dari Sorong sampai Samarai, dari kepulauan Misol sampai ke kepulauan Fiji menyampaikan

Salam Hormat dan Salut

 

 

 

 

 

atas semua yang telah dilakukan Alm. Nicolaas Jouwe selama ini.

Dengan menundukkan kepala, dengan mengangkat hati sampai ke Tuhan Pencipta Kita, kami segenap pejuang Papua Merdeka berdoa kepada Tuhan, agar perjuangan ini mecapai cita-cita terakhir, sebagaimana yang telah almarhum sampaikan kepada Lt. Gen. Amunggut Tabi pada tanggal 1-10 Mei 2000, menjelang Kongres Rakyat Papua 2000.

Gen. TRWP Mathias Wenda dengan ini menghimbau kepada semua pejuang Papua Merdeka, mari kita jauhkan diri dari sikap dan mentalitas pecah-belah, saling melapor, saling mencurigai, saling menceritakan.

Biarkan para mantan pejuang Papua Merdeka seperti Fransalbert Joku, Nick Messet, dan lain-lain berada di Indonesia, karena mereka telah menyelesaikan tugas perjuangan Papua Merdeka. Jangan benci mereka, jangan jauhi mereka, jangan memaki-maki atau menolak mereka.

Biarkan orang-orang pro NKRI seperti Lukas Enembe, Pater Neles Tebay, Ramses Ohee dan lain-lain untuk hidup di tanah leluhur mereka dengan tenang. Jangan membenci mereka, jangan memusuhi mereka.

Di dalam setiap hati mereka, mereka menangis, di kamar pribadi mereka, mereka berdoa kepada Tuhan, di dalam lubuk hati mereka, mereka tahu mereka bukan orang Indonesia.

 

Nicholas Jouwe, Tokoh Fenomenal Papua Tutup Usia

Jakarta, PAPUANEWS.ID – Nicholas Jouwe, seorang tokoh Papua yang sempat menjadi sorotan meninggal dunia pada Sabtu (16/9) sekitar Pkl. 03.15 WIB di rumah Duka Jl. Kedondong 16 Komp. Kalibata, Jakarta Selatan.

Sebagian besar pihak keluarga Nikholas Jouwe menginginkan jenazah dimakamkan di Jayapura (tempat kelahirannya).

Mantan tokoh pro-kemerdekaan papua ini meninggal di usia 94 tahun. Nicholas Jouwe lahir pada 24 November 1923 di Jayapura.

Nama Nicholas Jouwe tidak bisa dilepaskan dari sejarah pergerakan papua merdeka. Ia adalah tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM). Nicholas Jouwe oleh Belanda pernah diperintahkan untuk membuat Bendera Kebangsaan Bintang Kejora.

Sejak tahun 1960 -2008, ia tinggal di Belanda dan selama itu dimanfaatkan oleh elemen Separatis di luar negeri untuk minta Kemerdekaan Papua ke PBB. Nicholas Jouwe dibawa oleh penjajah Belanda dan dijanjikan akan diberikan Kemerdekaan namun tak kunjung terealisasi.

Setelah beberapa puluh tahun menetap di Belanda, Nicholas Jouwe merasa hanya menjadi kambing hitam dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia serta menghabiskan sisa hidupnya di tanah air.

Baca juga :   Pemprov Akan Pecat ASN yang Kedapatan Mabuk

Sekilas Perjalanan Hidup Nicholas Jouwe

Nicolaas Jouwe adalah pemimpin Papua yang terpilih sebagai wakil presiden dari Dewan Nugini yang mengatur koloni Belanda, Nugini Belanda. Sementara itu yang bertindak sebagai presiden dari Dewan Nugini adalah seorang pegawai negeri Belanda, Frits Sollewijn Gelpke.

Jouwe adalah politisi Papua yang mendapat jabatan tertinggi di koloni tersebut. Setelah koloni tersebut diserahkan ke UNTEA pada Oktober 1962 dan enam bulan kemudian diserahkan ke Indonesia, Jouwe meninggalkan Papua dan pergi ke Belanda, disana ia menetap di kota Delft. Dia bersumpah tidak akan pernah kembali ke tanah kelahirannya jika masih diduduki oleh Indonesia, namun pada tahun 2010 ia kembali ke Papua Barat dan kembali menjadi WNI. Pada saat itu Jouwe berubah dari seorang yang pro-kemerdekaan Papua menjadi pro-Indonesia.

Alasannya kepulangan Jouwe ke Indonesia secara lengkap terdapat dalam sebuah buku karya Nicolaas Jouwe bertajuk: Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran dan Keinginan.

Melalui penuturan Jouwe lewat buku ini, terungkap serangkaian fakta-fakta yang membuktikan adanya konspirasi internasional di balik gagasan menginternasionalisasikan Papua sebagai langkah awal menuju Papua Merdeka, lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Buku ini memulai dengan satu pernyataan menarik dari Jouwe, sebagai bentuk rasa bersalah sekaligus pertobatan atas langkah yang diambilnya kala itu.

“Saya pribadi menilai pelarian saya ke Belanda merupakan pilihan yang patut disesali. Namun kini, saya menyadari bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI,” begitu tukas Jouwe.

Pada bulan Oktober 2008, sebuah film dokumenter ditayangkan di televisi Belanda berisi tentang kehidupan Jouwe. Dalam film dokumenter itu, Jouwe menegaskan sikapnya untuk tidak kembali ke Papua Barat yang diduduki Indonesia. Namun pada bulan Januari 2009, ia diundang oleh pemerintah Indonesia untuk mengunjungi tanah leluhurnya. Jouwe merespon positif, dan ia akhirnya mengunjungi Papua dan Indonesia pada Maret 2009. Tentang kunjungannya itu, sebuah film dokumenter lanjutan dibuat oleh sutradara yang sama. (dw)

Pencipta Bintang Kejora Merasa Ditipu Belanda

JAKARTA – Penulis buku ‘’Kembali ke Indonesia, Langkah, Pemikiran, dan Keinginan’’, Nicolaas Jouwe mengatakan, dirinya yang menciptakan bendera bintang kejora dan ikut mendirikan Tentara Papua Merdeka (OPM) untuk berjibaku dengan tentara Republik.

Saya yang menciptakan bendera bintang kejora yang dikibarkan pertama kali pada 1 Desember 1961. Itu tipu muslihat Belanda, karena semenjak kemerdekaan Papua yang dikumandangkan 1 Desember 1961, masyarakat Papua tidak pernah menikmati kemerdekaan itu,’’kata Nicolaas Jouwe saat bedah buku karyanya itu, di Gedung Nusantara IV, komplek parlemen, Senayan Jakarta, kamis (27/3).

Dikatakan, Belanda menjanjikan jika Papua merdeka, ia akan dijadikan presiden. Namun setelah lebih dari 40 tahun, Nicolaas sadar bahwa apa yang ia sebut ‘perjuangan’ untuk Papua merdeka hanyalah kemerdekaan akal-akalan Belanda untuk mempertahankan kepentingannya di bumi Nusantara yang kaya ini.

Dalam bukunya, yang diterbitkan PT Pusaka Sinar Harapan, Jakarta 2013, Nicolaas menulis, pelariannya merupakan pilihan yang patut disesali.

‘’Saya merasa pelarian ke Belanda merupakan pilihan yang patut disesali. Kembali ke Tanah Air dengan keyakinan baru, bahwa hanya ada satu cara mewujudkan impian memajukan tanah Papua, yakni bersama-sama Pemerintah Indonesia membangun dan terus membangun Tanah Papua semakin mandiri, maju dan sejahtera, ‘’tulis Nicolaas Jouwe.

Sementara itu, Sekertaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sudarsono Hardjosoekarto mengatakan, munculnya aspirasi otonomi khusus plus setelah pemerintah pusat memberikan otonomi khusus (Otsus) semenjak 2001 bagi Papua, mengindikasikan bahwa pemerintah belum mempunyai kesabaran dalam merawat ke-Indonesiaan di Bumi Cenderawasih

’Munculnya tuntutan agar Jakarta memberikan Otsus plus dengan hak-hak yang lebih besar lagi pada Papua dalam urusan keuangan dan luar negeri, mengindikasikan kita tidak sabar merawat ke-Indonesiaan di Papua, ‘’kata Sudarsono Hardjosoekarto, saat jadi pembahas bedah buku ‘’Kembali ke Indonesia, langkah, pemiiran, keinginan’’, karya Nicolaas Jouwe, di gedung DPD, Senayan jakarta, Kamis (27/3).

Menurut Mantan Dirjen Kesbangpol Kemendagri itu, sesungguhnya mayoritas masyarakat Papua bangga jadi bagian Indonesia. Mereka juga berkhidmat membawa “Merah Putih’’.

‘’Tapi, faktor komunikasi pusat-daerah dan persepsi yang keliru dari sebagian pejabat pusat dan daerah, menyebabkan isu atau masalah Papua selalu mengemuka,’’ ungkapnya.

Dikatakannya, Papua istimewanya didekati dengan silaturahmi ke-Indonesiaan dengan niat tulus membangun ke-Indonesiaan di Papua.

‘’Implementasinya jangan lagi dengan pendekatan struktural pusat-daerah. Ada cara lain yang lebih kreatif dan manusiawi, misalnya pertukaran pelajar dan pemuda antar provinsi di Indonesia. Dengan cara seperti itu, akan terjalin ke-Indonesiaan yang sesungguhnya,’’ saran mantan Dirjen Otda Kemendagri itu.

 Sumber : Koran Cenderawasih Pos, Jum’at 28 Maret 2014

Up ↑

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny

Melanesia Web Hosting

Melanesia Specific Domains and Web Hosting

Sem Karoba Tawy

Patient Spectator of the TRTUH in Action

Melanesia Business News

Just another MELANESIA.news site

Sahabat Alam Papua (SAPA)

Sahabat Alam Melanesia (SALAM)

Melanesian Spirit's Club

Where All Spirit Beings Talk for Real!

Breath of Bliss Melanesia

with Wewo Kotokay, BoB Facilitator

Fast, Pray, and Praise

to Free Melanesia and Melanesian Peoples from Satanic Bondages