Keindonesiaan Orang Papua Harus Disentuh Dengan Pembangunan

Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MHJAYAPURA — Ditengah kondisi masyarakat Papua yang masih banyak hidup dalam kemiskinan dan keterisolasian, Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., menegaskan pemerintah pusat harus berpikir keras untuk mencari jalan guna bisa menumbuhkan rasa kebangsaan bagi orang Papua. Dan menurutnya, satu-satunya solusi adalah dengan melakukan pembangunan yang langsung menyentuh ke masyarakat.

“Keindonesiaan orang Papua kalau tidak disentuh dengan pembangunan yang memadai mungkin keindonesiaan juga akan lebih cepat mereka rasakan, bahwa kami adalah warga Indonesia, tapi dalam kondisi kemiskinan dan keterbelakangan yang dihadapi oleh masyarakat kita, mungkin ada yng tidak tahu bahasa Indonesia, mungkin tidak tahu apa itu Bhineka Tunggal Ika, apa itu Pancasila dan UUS 1945 karena hampir semua masyarakat Papua hidup adalam keterisolasian,”

cetusnya.

Itulah sebabnya gubernur Papua dengan Wakil Gubernur dipercayakan oleh Papua yang menjabat hampir 1 tahun 6 bulan dengan memahami perosalan yang ada, hendak mendorong adanya perbaikan di Papua.

Papua tidak bisa menjadi pasar tetapi harus menjadi tempat produksi karena ini yang membuat harga-harga mahal,” ucap Gubernur ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Sosialisasi Pancasila di Gedung Sasana Krida Kantor Gubernur Papua pada Sabtu (16/11) lalu.

Setiap orang Jakarta, menurut gubernur, memandang Papua hanya menggunakan kacamata Jakarta, Papua tidak seperti yang dipandang setiap orang melalui media masa, TV, akibatnya mereka belum memahami sesungguhnya masalah di Papua, jika memahami Papua mereka harus bertahun-tahun hidup ditanah ini karena persoalannya sangat kompleks.

“Bagaimana meyakinkan orang Papua kepada Indonesia kalau kita hanya bicara-bicara saja, tapi programnya harus sampai mendarat ke hati rakyat orang Papua yang hidup dalam keterisolasian,”

ujar Gubernur.

Oleh sebab itu, Gubernur sebagai pemimpin bersama jajarannya saat ini fokus mendorong untuk dilakukannya refisi terhadap UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua, karena hal tersebut dianggapnya sebagai satu-satunya jalan untuk menjawab seluruh masalah yang ada di Papua.

“Itulah sebabnya saya memandang perlu mendorong UU Otsus Plus yang mengatur tentang bagaimana avermasi dan bagaimana mengelola potensi sumber daya alam untuk dimnafaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, itu sebenarnya hakiki dari keindonesiaan kita,”

tuturnya.

Gubernur yang berbicara didepan wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang, menyampaikan keinginannya agar yang bersangkutan dapat memberikan dukungannya untuk dapat membantu agar UU tersebut bisa segera disahkan.

“Harapan kita perjuangan Otsus yang sampai hari ada di DPR RI, Wakil Ketua MPR bisa mendorong bersama-sama karena ini bisa menjadi solusi bagi persoalan orang Papua dalam rangka keindonesiaan Papua, dalam rangka keutuhan NKRI, dalam rangka membuka pintu negara-negara tetangga kita yang ada dibatas terluar,”

ucapnya.

“Kalau rakyat kita bisa terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterisolasian maka otomatis identitas kita sebagai warga negara Indonesia akan terwujud, ini yang mungkin harus menjadi konsen pemerintahan kita saat ini, bagaimana secara maksimal meletakkan pondasi sehingga ini menjadi penting bagi pemimpin-pemimpin berikutnya.”

Pungkas Gubernur. (ds/don)

Senin, 17 November 2014 05:22, BinPa

RUU Otsus Plus Mengarah ke Negara Federal

Sabtu, 18 Oktober 2014 10:05, BinPA

Michael ManufanduTimika – Masih terganjalnya pengesahan RUU Otsus Plus Papua di Pusat, ditengarai karena materi dari RUU Plus tersebut tidak sesuai konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sinyalemen itu seperti diungkapkan Mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Kolombia, Michael Manufandu. Tokoh Papua ini menilai materi Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan Pemprov Papua ke Komisi II DPR RI tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena mengarahkan Papua menjadi sebuah daerah federal.

“Saya kira kalau materinya merongrong negara kesatuan, sudah tentu akan terganjal di pusat karena Indonesia bukan negara federal. Kalau nanti RUU Otsus Plus Papua itu disetujui Pemerintah Pusat, maka pasti ke depan daerah lain juga akan meminta yang sama,” kata Michael Manufandu di Timika, Jumat (17/10).

Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri maupun Komisi II DPR RI nantinya pasti akan melakukan evaluasi total terhadap materi RUU Otsus Plus Papua yang diperjuangkan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe bersama para bupati/walikota di Provinsi Papua itu.

Hal itu terjadi lantaran ada banyak materi RUU Otsus Plus Papua yang terkesan multi tafsir dan mengganggu kepentingan nasional. “Saya kira ada banyak pasal dalam RUU Otsus Plus Papua itu yang akan dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI. Karena itu pengesahan RUU tersebut akan membutuhkan waktu yang cukup lama,” ujar mantan Dubes RI untuk Kolombia itu.

Ia mengatakan, penyusunan sebuah RUU memerlukan pengkajian secara mendalam dari berbagai aspek, termasuk dari sisi tata bahasa.

“Harus hati-hati menggunakan bahasa agar tidak menimbulkan multi tafsir. Saya berharap tim Kemendagri, tim Pemprov Papua dan tim Pemprov Papua Barat agar melakukan sinkronisasi materi RUU Otsus Plus Papua sehingga nantinya UU itu bisa diterima semua pihak,”

ujar Michael Manufandu.

RUU Otsus Plus Papua merupakan perubahan terhadap UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Jika UU Nomor 21 tahun 2001 hanya memuat 24 BAB dengan 79 pasal, maka RUU Otsus Plus Papua berisi 51 BAB dengan 369 pasal.

Gubernur Papua Lukas Enembe beberapa waktu lalu mengatakan RUU Otonomi Khusus Pemerintahan di Tanah Papua yang telah diajukan ke Komisi II DPR RI sudah mengakomodasi kepentingan soal hak-hak pengelolaan sumber daya alam yang selama ini sebagian besar disetor ke pusat agar dikembalikan menjadi penerimaan Pemprov Papua.

“Harapan kita segala kekayaan alam yang dikelola di bumi Papua termasuk Freeport, kekayaan alam di laut, hutan dan lain-lainnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua,”

kata Lukas Enembe usai melantik Bupati-Wakil Bupati Mimika, Eltinus Omaleng-Yohanis Bassang di Timika awal September lalu. (ant/don/l03)

Hati Gubernur Papua Hanya Untuk Kemandirian dan Kesejahteraan Orang Asli Papua

Suasana pertemuan DPD KNPI Provinsi Papua dalam membahasa program kerja dan membahas dukungan terhadap RUU Otsus Plus yang diperjuangkan Gubernur Papua, Lukas Enembe,SIP,MH dan tim asistensi RUU Otsus PlusJAYAPURA – Ketua DPD KNPI Provinsi Papua, Max M.E. Olua, S.Sos., M.Si., mengatakan, pandangan KNPI Papua selaku pemuda Papua komitmen untuk mendukung perjuangan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., dan Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, S.E., M.H., terhadap UU Otsus plus dimaksud.

Dikatakan, Otsus Plus diperjuangkan untuk kesejahteraan masyarakat Papua, dan bukan untuk saat ini saja, tetapi pada masa depan anak cucu negeri ini. Sebagaimana pihaknya selaku pemuda Papua mengikuti perkembangan yang di Jakarta dan mendalami isi dari draff RUU Otsus Plus tersebut.

Kandungan dari RUU Otsus Plus itu bila kita pelajari baik dari 375 pasal, itu betul-betul manifestasi atau mempertajam UU No 21 Tahun 2001, yang dalam Otsus Plus itu benar-benar ada afirmative dan proteksi dalam hak kesulungan atas kekayaan alam di negeri ini.

Istilah Pemerintah Pusat bahwa telah memberikan anggaran/fiskal, lalu pertanyaan, itu diberikan dalam bentuk apa? juga rakyat terkadang terjebak bahwa Papua sudah mendapat dana sekian puluh trilyun, misalnya dana Rp40 Triliun. Dana dialokasikan Rp40 T, tapi itu kongkrit hanya diatas kertas saja, kenyataanya tidak, makanya dalam Otsus Plus itu, meminta agar Pemerintah Pusat, selain memberikan anggaran tetapi juga harus memberikan kewenangan dan kelembagaan untuk dikelola sendiri terlepas dari Pemerintah Pusat. ‘’Dana Otsus yang terbagi dalam lintas sektoral (lembaga kementrian di daerah) yang dalam asas dekonsentralisasi itu, barulah kita semua berbicara dana puluhan triliun itu,’’ katanya.

Kritikan terhadap perjuangan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., dalam memperjuangkan Undang-Undang Pemerintahan Papua menjadi amanah bagi Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., untuk terus memperjuangkannya. Pihaknya memberik apreasi dengan mengesampingkan kritikan yang ada, karena bagaimanapun perjuangan yang dilakukan Gubernur Lukas Enembe, S.IP., M.H., bersama tim asistensi UU Otsus Plus dan rakyat Papua belum berakhir, karena sudah masuk dalam tahapan yang boleh dikatakan mencapai 90 persen penyelesaiannya, tinggal 10 persen disahkan oleh DPR RI periode 2014-2019 yang sebentar lagi dilantik.

“KNPI Provinsi Papua beserta KNPI kabupaten/kota pada prinsipnya berkomitmen untuk mendukung perjuangan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP., M.H., dan Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal S.E., M.H., terhadap UU Otsus plus dimaksud,”

ujarnya kepada wartawan di Sekretariat DPD KNPI Papua, Sabtu, (4/10).

Recovernya RUU Otsus Plus tersebut, bukan dibatalkan melainkan karena sempitnya waktu, menyebabkan DPR RI periode ini tidak punya waktu banyak membahasnya, karena ada hal-hal yang sangat krusial yang harus dibehas intensif oleh DPR RI untuk disempurnakan gula dalam pelaksanaannya mampu memberikan kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyat Papua.

Patut diingat bahwa recovernya UU Otsus Plus dimaksud tidak lain karena adanya kesalahan dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, sebab sebagaimana pengakuan Gubernur Lukas Enembe, S.IP., M.H., dalam pertemuan bersama dengan tim asistensi Otsus Plus bahwa draff UU Otsus Plus sebenarnya sudah dimaksukan pada 19 Maret 2014 lalu, namun draff itu tidak diseriusi oleh Kemendagri, sehingga membuat Gubernur Lukas Enembe membentuk tim asistensi Otsus Plus, tugasnya mengawal pembahasan RUU Otsus Plus itu di Kemendagri ditengah-tengah injury time masa akhir jabatan DPR RI sekarang ini. Jadi sebetulnya rec-over (dilanjutan pembahasannya oleh anggota DPR RI Periode 2014-2019) RUU Otsus Plus itu bukan kesalahan Pemerintah Provinsi Papua.

Perjuangan harus didukung oleh semua komponen anak bangsa yang hidup dan makan diatas negeri Bum Cenderawasih ini. Tidak perlu dikritik demi kejayaan kesejahteraan orang asli Papua.’’ Harus kita ingat semua bahwa gubernur berganti gubernur, bahkan diera Otsus Papua selama 12 tahun lalu, tidak ada perjuangan yang berarti dari para pembesar di Tanah Papua ini,’’ imbuhnya.

Bayangkan saja, selama era Otsus berjalan meski dana Triliunan diantaranya sekitar dana Otsus Rp40 T (fiskal daerah) diturunkan ke Papua, itu tidak membawa dampak berarti, karena pemberian anggaran tidak disertai dengan pemberian kewenangan. Akibatnya, dana triliunan tersebut masih saja dikelola oleh pemerintah pusat di daerah melalui lembaga vertikalnya, seperti Balai Pembangunan Infrastruktur Provinsi Papua dan lembaga vertikal pusat lainnya di daerah yang jelas setiap tahun anggaran berjalan di era Otsus ini masih mendapatkan jatah dana Otsus, yang semestinya lembaga vertikal pemerintah pusat di daerah harusnya tidak mengelola dana Otsus tetapi harus dana langsung dari Pemerintah Pusat.

Kondisi anggaran yang terbagi habis ke instansi vertikal pusat di daerah ini yang menyebabkan berapa besar anggaran pun yang dikucurkan ke Papua tidak akan mampu memandirikan dan mensejahterakan rakyat Papua. “Yang selama ini alokasi dana yang dialokasikan dari pusat ke daerah itu hanya Rp3 triliun saja, karena sebagian besar dana Otsus masih dikelola oleh lembaga sektoral di daerah. Maka UU Otsus Plus ini betul-betul diperjuangkan, supaya tidak hanya fiskal diberikan saja tetapi juga kewenangan dan lembaga dari pusat juga diberikan ke pemerintah daerah yang ujungnya untuk kesejahteraan rakyat Papua,” imbuhnya.

Persoalan ketidakberhasilan Otsus yang disampaikan oleh rakyat Papua bahwa tidak membawa kemandirian dan kesejahteraan bagi rakyat Papua, inilah mengetuk hati Lukas Enembe, S.IP., M.H., yang dipercayakan oleh Tuhan dan rakyat Papua untuk memimpin Papua dalam 5 tahun mendatang. Keprihatinan seorang Gubernur Lukas Enembe inilah membuat Gubernur Lukas Enembe merevisi UU Otsus menjadi Otsus yang diperluas atau UU Pemerintahan Papua.

Kita bayangkan saja, Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa, baik kekayaan pertambangan, kekayaan kehutanan, dan kekayaan laut yang melimpah ruah, namun hasilnya hampir 80 persen di nikmati oleh bukan penduduk Papua. Sebut saja, hasil dari pertambangan PT. Freeport yang 1 truck PT. Freeport saja menghasilkan duit Rp40 M/sekali angkut. Dari Rp40 M tersebut dikalihkan dengan sekitar 400 truck milik PT. Freeport semuanya itu dinikmati oleh bukan penduduk asli Papua, karena selain Kantor Pusat PT. Freeport Indonesia berada di DKI Jakarta, tetapi juga tambang hasil galian diproduksi menjadi produk siap dipasarkan semua dilakukan di Amerika Serikat (AS) tentunya pajak dan retribusinya dinikmati oleh orang Jakarta dan warga AS, sementara Papua hanya mendapatkan royalti saja yang kenyataannya tidak mampu mensejahterakan rakyat Papua.

Demikian, pula kekayaan perikanan laut, misalnya saja ikan, rata-rata investor menangkap ikan di perairan laut Papua (termasuk perairan Maluku) namun kapal-kapal ikan tersebut membongkar muatannya di Makassar, Surabaya dan daerah lainnya, tentunya pajak dan retribusi masuk ke daerah bersangkutan, sementara Papua tidak mendapatkan apa-apa. Hal seperti itupun pada bidang kehutanan dan lainnya.

Beberapa contoh diatas terjadi karena kewenangan dalam pemberian perijinan dan lainnya diberikan oleh kementrian di Pemerintah Pusat, sementara Papua tinggal melaksanakan perintah Jakarta (Pemerintah Pusat) dan tidak boleh membantah, sedangkan yang mempunyai wilayah adalah rakyat Papua, akhirnya hanya menjadi penonton saja menyaksikan investor mengambil kekayaan alam Papua, dan rakyat Papua tinggal hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangannya, yang diibaratkan sebagai Tikus Mati diatas Lumbung Padi. (***)

Sumber: BintangPAPUA.com, Rabu, 08 Oktober 2014 09:34

Timotius Murib: Siapa Minta Referendum ?

JAYAPURA – Tudingan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus bakal mempercepat referendum di Papua dinilai merupakan pembohongan publik. Pernyataan seperti itu dapat menyesatkan rakyat Papua. Jadi patut dipertanyakan kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Papua. Lantaran orang-orang yang tinggal di tanah Papua bukan hanya etnis Papua sendiri, melainkan berbagai elemen masyarakat lain hidup dengan penuh kedamaian di bumi Cenderawasih.
Demikian disampaikan Ketua MRP Papua, Timotius Murib ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (24/9) terkait komentar berbagai kalangan di media yang menyebutkan pengesahan draf Otsus Plus percepat referendum. Timotius menyatakan naif bila ada ungkapan menyebutkan bahwa pengesahan draf Undang undang Otsus Plus mempercepat referendum.

Jadi apa yang disampaikan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang mengaitkan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus dengan referendum itu merupakan pembohongan publik. ‘’Hal itu, bagi saya sangat menyesatkan rakyat di Tanah Papua. Saya minta tak perlu mengeluarkan pernyataan seperti itu. Malah saya bertanya kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Tanah Papua, bila UU Otsus Plus disahkan,’’ tegas Timotius.

Dikatakan, penegasan ini perlu disampaikan sehingga tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat. Sebab bisa saja ketika rakyat Papua minta referendum dari RI hari ini, namun yang akan menentukan sikap referendum bukan dilakukan segelintir orang atau sekelompok orang, melainkan melibatkan seluruh masyarakat yang ada di Papua.

Murib memberikan sebuah ilustrasi terkait referendum. Orang yang hidup di Tanah Papua ini bukan orang asli Papua saja. Ada banyak orang yang hidup di Tanah ini, jumlah mereka lebih banyak dari orang Papua asli. Aneh rasanya jika orang Papua yang sedikit ini minta referendum. Itu tentu hal yang mustahil dan tidak mungkin terlaksana bila dibandingkan dengan jumlah penduduk non Papua.

Nah, dalam posisi seperti itu orang Papua akan tetap kalah. Yang menentukan referendum itu adalah seluruh rakyat yang tinggal di tanah Papua, tanpa baik orang Papua maupun non Papua. ‘’Malah pemikiran saya nanti justru ikut NKRI,” kata Timotius dalam ilustrasinya.

Untuk itu, ia meminta agar oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, jangan membohongi rakyat dengan hal yang tidak benar. ‘’Mari kita berfikir positif supaya rakyat Papua sejahtera. Saya juga mengajak semua pihak mendukung proses draf Otsus Plus untuk tanah Papua dengan baik sehingga ada kehidupan yang lebih baik dirasakan masyarakat asli Papua,’’ tandasnya.

Lebih lanjut Ketua MRP, ketika Undang undang Otsus Plus diberlakukan di tanah Papua, maka semua Undang-Undang Nasional dan peraturan sektoral lainya tidak akan berlaku lagi di Tanah Papua. Semua aturan akan tunduk di bawah Undang-Undang Otsus Plus atau Undang-undang Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat ditunjang dengan Perdasi- Perdasus.

Dengan demikian nantinya, hak-hak, rakyat Papua terakomodir dalam Perdasi/Perdasus. Hal ini kata Timotius sangat penting dan terkait dengan kebijakan pengelolaan kehutanan dan hasil bumi di Tanah Papua. Lantaran sistem desentralisasi sangat merugikan Papua. Artinya, kebijakan pusat lebih dominan atas hasil hutan maupun hasil bumi tanah Papua.

Contoh kasus, semua perijinan kehutanan maupun pertambangan langsung diberikan oleh Kementerian. Kebijkana itu berlaku untuk semua jenis perijinan kehutanan dan lain-lainya pengelolaan kekayaan alam tanpa melibatkan Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur dan para Bupati di Kabupaten. Pemerintah daerah tidak berdaya, ketika pemerintah bertanya ada jawaban perijinan diberikan langsung Kementerian.

Oleh karena itu tukasnya, tak salah jika Pemerintah Provinsi Papua memperjuangan draf Otsus Plus untuk di berlakukan di seluruh Tanah Papua untuk memproteksi kekayaan alam Papua. Ketika Undang-Undang Otsus Plus diberlakukan, otomatis tanah-tanah yang diplotkan untuk tujuan tertentu dihapuskan, tidak berlaku lagi. Kebijakan perijinan dikembalikan kepada Pemerintah daerah ditunjang dengan Perdasi – Perdasus. ‘’Malah dari pengamatan saya selama ini yang terjadi kebijakan pusat berbenturan Pemda Provinsi Papua.

Tidak benar

Disamping itu, Timotius juga menolak secara tegas pernyataan yang menyudutkan bahwa konsultasi Otsus Plus melibatkan Eropa dan Amerika. Draf Undang-Undang Otsus bagi Provisi Papua yang berlaku di Tanah Papua lanjutnya, merupakan cikal bakal aspirasi rakyat Papua yang direkomendasikan rakyat dalam rapat dengar pendapat di Hotel Sahid Jayapura.

Amanat Undang-undang No. 21 Thn 2001 pasal 77 menyatakan, evaluasi terhadap Otsus dilakukan tiap tahun, namun selama 13 tahun lebih implementasi Undang-undang ini tak pernah dilakukan evaluasi oleh rakyat Papua.

MRP periode II mulai melakukan evaluasi terhadap Undang-undang Otsus Papua ini bersama rakyat dengan menghadirkan kelompok intelektual akademisi orang asli Papua di 29 Kabupaten dan kota di Provinsi Papua serta melibatkan 11 Kabupaten di Provisi Papua Barat di tujuh zona adat. Saat dengar pendapat evaluasi Otsus, utusan rakyat Papua dari tujuh zona adat menyatakan Otsus gagal dan dikembalikan. Rakyat Papua minta segera digelar dialog Papua-Jakarta.

Selanjutnya kata dia, hasil dengar pendapat diplenokan kemudian disampaikan Gubernur Papua Lukas Enembe ke Presiden, Mendagri dan semua petinggi negara di Jakarta. Hasilnya, Gubernur langung membentuk tim asistensi daerah, setelah tim asistensi daerah terbentuk selanjutnya jadi cikal bakal draf perubahan menyeluruh terhadap Undang – undang No. 21. Tahun 2001.

Secara jelas rakyat Papua nyatakan sikap. Rakyat Papua ingin terjadi ada perubahan, maka terjadilah perombakan menyeluruh terhadap Undang-undang Otsus Papua, dimana perubahan menyeluruh itu melibatkan semua komponen termasuk kelompok intelektual dan akademisi orang asli Papua.

Undang-undang Otsus Papua, kata Timotius merupakan Undang-undang yang akan berlaku di tanah Papua untuk perubahan menuju kemakmuran orang Papua. Ini tentunya perjuangan yang mahal. ‘’Jadi tidak perlu berkomentar miring. Justru yang saya pertanyakan apakah mereka menyumbangkan segenap pikirannya untuk draf Otsus Plus. Jadi saya minta stop melakukan pembohongan publik di media,’’ tegasnya. (ven/ari/l03)

Kamis, 25 September 2014 15:41, BintangPapua.com

Marinus: Pengesahan RUU Otsus Plus Dapat Percepat Referedum

Selasa, 23 September 2014 05:38, BintangPapua.com

Marinus YaungJAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Hukum, HAM, Sosial Politik Indonesia, FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Papua akan semakin cepat menuju referendum di Tahun 2015 apabila RUU Otsus Plus disahkan oleh DPR RI.

Alasannya, karena seharusnya elit politik di pusat bertanya dan sekaligus menganalisa mengapa sampai draft RUU Otsus Plus lebih banyak dikonsultasi atau disosialisasikan ke Eropa dan Amerika Serikat daripada ke masyarakat Papua? Yang dibaca publik selama ini tujuan konsultasi publik ke Eropa dan Amerika Serikat dimaksudkan untuk meredam dukungan negara-negara Eropa, khususnya parlemen Eropa dan Amerika Serikat terhadap perjuangan Papua merdeka. Namun langkah politik ini pada akhirnya telah menjerumuskan Papua kedalam konspirasi internasional yang ingin memecah belah Indonesia menjadi 4 negara merdeka, termasuk Papua di dalamnya.

Pada Tahun 2015 sesuai dokumen rahasia Mantan Perdana Menteri Israel, Manahen Begin, yang membangun konspirasi internasional dengan Amerika Serikat dan sekutunya untuk memecah belah negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia yang direncanakan di belah menjadi 4 negara merdeka. Memperkuat pendapat ini bulan Agustus 2014 lalu setelah draft ke-14 RUU Otsus Plus direvisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menimbulkan ketidakpuasaan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH., yang mengambil sikap protes Gubernur Lukas Enembe langsung menjadi topik pembicaraan di parlemen Eropa dan Amerika Serikat.

“Betapa seriusnya perhatian asing terhadap RUU Otsus Plus, harusnya menjadi peringatan dini bagi elite politik di Jakarta untuk mewaspadainya,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (22/9).

Kewenangan yang terlalu besar bagi Papua dalam Otsus Plus, apabila sudah diimbangi dengan rasa nasionalisme elit politik Papua terhadap merah putih semakin tinggi? Elit politik di DPR RI jangan terlalu cepat percaya dengan elite politik Papua.

Karena konsultasi RUU Otsus Plus ke Eropa dan Amerika Serikat, secara politik merupakan bentuk undangan langsung pemerintah Indonesia untuk mengikutsertakan asing terlibat langsung dalam mengurus masalah Papua. Dan kita tahu sejarah Indonesia membuktikan bahwa keterlibatan asing selalu diwarnai tindakan-tindakan subversif dan mengancam integrasi bangsa. Pihak asing selalu ingin Indonesia bubar seperti negara Yugoslavia atau Uni Soviet, agar wilayah-wilayah penyangga ekonomi Indonesia seperti Papua bisa dikuasai dan dikendalikan asing.

irinya khawatir kalau DPR RI tergesa-gesa dan terburu-buru menetapkan RUU Otsus Plus menjadi UU Pemerintah Papua, tanpa memikirkan skenario asing dalam RUU ini untuk melepaskan Papua, maka jangan salahkan Papua kalau Tahun 2015, Papua akan menyusul Timor Leste menjadi negara sendiri, dan tinggal dua wilayah di Indonesia yang akan merdeka berikutnya.

Sebab itu, sebelum terlibat jauh, dirinya mengingatkan pemerintahan Presiden SBY ataupun Pemerintahan Jokowi untuk menunda dulu RUU Otsus Plus ini, dan mengevaluasi kembali politik invisible hand pihak asing dibalik desakan elit politik Papua yang terlalu bernafsu meloloskan RUU ini dan mendorong digelarnya dialog damai nasional Jakarta-Papua untuk membicarakan ulang model-model pengelolaan dan penanganan masalah Papua, apakah harus melalui RUU Otsus Plus atau referendum atau regulasi hukum yang lain, yang semuanya dalam kerangka menciptakan perdamaian dan keadilan di Tanah Papua. Tapi kalau pemerintah tidak membaca baik politik invisible hand pihak asing dibalik RUU Otsus Plus ini, maka RUU Otsus Plus ini akan menjadi pisau politik yang menusuk pemerintah Indonesia dari belakang.

“Ketika kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar ada di tangan elite politik Papua, maka selesai sudah hubungan Jakarta dengan Papua yang dibangun selama 50 Tahun,” tandasnya.(Nls/don/l03)

Draft Otsus Plus Sudah Habiskan Miliaran Rupiah

Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua Yan Permenas Mandenas, S.Sos, M.SiJAYAPURA – Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPR Papua Yan Permenas Mandenas, S.Sos, M.Si, menyatakan Penyusunan Draft Otsus Plus telah menghabiskan dana miliran rupiah. Hal itu diungkapkan terkait pernyataan Asisten I Pemprov Papua, Doren Wakerkwa yang menyatakan tidak benar adanya penyusunan draft UU Otsus Plus selama ini memboroskan anggaran.

Yan Mandenas menandaskan, Doren Wakerkwa tidak mengetahui masalah penggunaan, tapi dia (Doren) hanya mengetahui soal bagaimana rancangan penyusunan Draft Otsus Plus tersebut.

Ia mengatakan, jikalau beliau menyatakan tidak terjadi pemborosan anggaran, itu hal sangat keliru. Sebab memobilisasi orang ke Jakarta sudah terjadi pemborosan anggaran, kemudian anggaran yang sudah dipakai lobbi Otsus Plus kurang lebih Rp15 Miliar. Kini Pemprov minta ijin prinsip untuk penambahan anggaran mendahului RAPBD 2015 dengan nilai Rp50 miliar dan sekarang Gubernur Papua sudah tandatangan. Tinggal tandatangan Ketua DPR Papua.

“Jangan selalu berdalih melibatkan semua rakyat Papua dalam penyusunan Draft UU Otsus Plus itu. Ini yang harus kita tanyakan, rakyat Papua mana yang dimaksud. Mekanisme dan tahapan Otsus Plus ini juga jauh dari harapan. DPR Papua wajib mengoreksi pemerintah untuk mereview kembali perjalanan Otsus itu,”

kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (16/9) kemarin.

Yan Mandenas mengemukakan, apa yang disusun dalam draft otsus Plus belum tentu diterima semua rakyat Papua, karena barang tersebut membutuhkan proses yang transparan dengan melibatkan banyak pihak.

“Kalau saya lihat Otsus Plus ini lebih menggiring agar kebijakan Pemprov Papua lebih besar. Kalau masalah kesejahteraan masyarakat itu tidak ada sehingga dari sini kita bisa tahu kalau digiring lebih kepada agar Otsus Plus ini bisa memberikan kewenangan luas kepada gubernur dan jajarannya untuk bisa memperkuat kewenangannya dalam melakukan manuver pembangunan,”

ujarnya.

Oleh karena itu, Yan Mandenas meminta agar jangan terus mengatasnamakan rakyat hanya karena Alam Papua tahu siapa yang tulus dan siapa yang tidak. “Kami Yakin ada penyimpangan dalam mendorong Otsus Plus ini. Itulah sebabnya saya selalu bersuara,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan Yan Mandenas, sebelum melangkah dalam pengambilan keputusan tetap harus diambil solusi terlebih dahulu. Sebab Agenda di Jakarta sekarang hanya menyampaikan finalisasi draft Otsus Plus itu. Tapi belum tentu disahkan karena belum masuk Prolegnas.

“Dipusat kan butuh pengkajian lagi. bukan hanya dibahas dengan DPR RI tapi juga Menteri terkait. Saya lihat tim yang ada sekarang ini tidak terorganisir dan tidak mewakili semua rakyat Papua, sehingga kontra. Saya bukannya menolak Otsus plus, tapi kalau belum mengakomodir semua kepentingan itu harus dikoreksi. Jangan berpikir jangka pendek tapi dalam jangka panjang,”

tutupnya. (Loy/don/l03)

Rabu, 17 September 2014 12:04, BintangPapua.com

Papua Minta Kewenangan, Bukan Uang!

JAYAPURA – Orang asli Papua tidak minta uang, tetapi kewenangan sebagaimana termuat di dalam UU Otsus Plus. “Ini kan sangat lucu. Kita minta di UU Otsus Plus itu kewenangan bukan uang. Ditawar dengan berapa besarpun tidak mempan,” tegas Ketua MRP Timotius Murib ketika ditanya wartawan beberapa waktu lalu terkait masih terjadi pro kontra UU Otsus Plus antara Pemerintah Papua.

Timotius Murib mengatakan, pemerintah pusat selalu menolak bila orang asli Papua minta kewenangan, karena selalu curiga. Padahal kewenangan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan WNI yang ada di Tanah Papua.

Kalau mereka sejahtera kebangaan orang Indonesia juga,” jelas Timotius Murib, seraya menambahkan, pemerintah pusat stop curiga. Tapi bangun Papua dengan hati yang baik supaya kita sejahtera tanpa ada pikiran-pikiran yang lain.”

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada pemerintah pusat untuk menunjukkan sikap jujur bahwa Rp1.500 Triliun APBN pertahun separohnya disumbang oleh Papua melalui semua perusahaan tambang di seluruh Tanah Papua. Masing-masing tambang emas PT. Freeport Indonesia, Gas Bumi di Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, minyak bumi di Sorong serta segala HPH yang beroperasi di Tanah Papua.

Isi Draft Otsus Plus Dikembalikan Seperti Semula

Sementara itu di tempat terpisah, Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Papua Sendius Wonda, mengungkapkan, jika saat ini pihak kementrian dan lembaga yang melakukan harmonisasi kepada Draft Otsus Plus, telah mengembalikan isi rancangan tersebut seperti sedia kala.

Seperti diketahui sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., yang didampingi ketua MRP Timotius Murib dan Ketua DPR Papua Deerd Tabuni pada 13 Agustus 2014 lalu sempat berbicara keras kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan fauzi karena gubernur mengetahui jika hasil harmonisasi yang dilakukan kementrian dan lembaga banyak merubah isi dari rancangan yang disebut sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua.

“Pada saat itu, Gubernur mengancam akan melepaskan baju, dan mengatakan apabila apa yang disampaikan oleh masyarakat Papua jika tidak diakomodir saya mau buka baju disini. Sehingga informasi itu cukup heboh di lingkungan kementerian Dalam Negeri, akhirnya Mendagri langsung perintahkan kepada Dirjen untuk kembalikan melakukan pertemuan dengan tim asisten daerah dan kembali,”

ucap Sendius.

Selepas itu, ungkap Sendius kepada wartawan di kantor Gubernur Papua pada Jumat 922/0p8) lalu, kembali dilakukan pertemuan antara tim asistensi daerah dengan Mendagri dan akhirnya semua pasal yang dikeluarkan dikembalikan semua.

“Dari yang saya ikuti dari terakhir sampai draft asli sekarang sudah ada di Dirjen dan beberapa waktu kedepan ini Mendagri akan melakukan presentasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah presentasi selesai, kita harap dalam pertemuan Gubernur dengan Presiden di Biak itu diharapkan sebagai pembicaraan lebih lanjut untuk mendorong UU Otsus Pemerintahan di Tanah Papua,”

ucap Sendius.

Diharapkan, usai dilakukannya presentasi kepada Presiden, maka Presiden akan mengeluarkan Ampres kemudian selanjutnya akan dibahas di DPR RI sebelum Presiden mengakhiri masa jabatannya.

Mengenai banyaknya penhilangan pasal yang dilakukan saat harmonisasi oleh Kementrian dan lembaga, Sendius menyayangkan hal tersebut. “Ini kan menyusun kata demi kata, pasal demi pasal draft ada filosofinya. Dimana melibatkan akademisi yang melakukan kajian, kemudian akademisi menjelaskan kenapa pasal ini muncul,” terangnya.

“Kalau orang menyusun rancangan undang-undang harus melihat kebelakang, kajian akademisi seperti apa. Tetapi di sana luar biasa, tetapi setelah tim asistensi daerah menjelaskan kondisi daerah, kemudian kenapa pasal-pasal ini dihilangkan pada hal kita kasih muncul dengan berbagai asal sehingga semua diakomodir kembali termasuk partai lokal yang sebelumnya dihilangkan, dikembalikan,” sambungnya.

Namun saat ini, ungkap Sendius, proses harmonisasi masih dilanjutkan dan memasuki tahapan krusial karena pembahasannya sedang pada tahap pengkajian pasal-pasal yang menyangkut ekonomi.

“Untuk masalah keuangan, kehutanan dan pajak masih berada pada tingkat pimpinan, itu yang mungkin yang dibicarakan oleh Gubernur dengan Presiden. Sehingga ada level-level tertentu yang tidak bisa putuskan tingkat bawah, tetapi menjadi keputusan tingkat atas,” pungkasnya. (mdc/ds/don/l03)

Sumber: Senin, 25 Agustus 2014 06:12, BINPA

DPD KNPI Papua Minta Pemerintah Pusat Segera Sahkan Draff UU Otsus Plus

Suasana konferensi persnya Ketua DPD KNPI Provinsi Papua, Max M.E. Olua, S.Sos., M.Si., dan jajarannya dalam memberikan dukungan terhadap Draff UU Otsus PlusJAYAPURA – Ketua DPD KNPI Provinsi Papua, Max M.E. Olua, S.Sos, M.Si., mengatakan, melihat upaya terobosan yang dilakukan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP., MH., dan Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, SE., MM., dalam masa kepemimpinan yang belum mencapai 2 tahun, namun pencapaian kinerja Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal, sangat gemilang bagi kesejahteraan masyarakat Papua melalui visi misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera yang menjadi harapan titik sentral pembangunan Tanah Papua kedepannya.

Ditegaskannya, bagi pemuda Papua memandang perlu mengeluarkan pernyataan sikap dukungan penuh dalam rangka memperjuangkan draff Otsus Plus yang saat ini sudah ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Karena pihaknya melihat Otsus Plus didalamnya mengandung penguatan kebijakan affermative, proteksi dan kewenangan kepada masyarakat asli Papua diberbagai sektor, pembangunan yang adil dan rekonsiliasi,  serta penguatan kewenangan Pemerintah Provinsi Papua. Maka pihaknya meminta Pemerintah Pusat segera mensahkan draaf UU Otsus Plus menjadi UU Otsus Plus tanpa syarat, sebab demi kesejahteraan rakyat Papua.

“Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP., MH., dihadapan Pemerintah Pusat telah memberikan penguatan bagi draff UU Otsus Plus dimaksud, maka kami UU Otsus Plus disahkan tanpa ada syarat apapun,” ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Sektariat DPD KNPI Provinsi Papua, Selasa, (19/8).
DPD KNPI Papua, menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh atas sikap yang diambil Gubernur Lukas Enembe dengan mempertaruhkan reputasi dan jabatannya dihadapan Pemerintah Pusat demi membela kepentingan akan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Dalam draff Otsus Plus sudah jelas dikatakan Gubernur Lukas Enembe bahwa kalimat yang berbau federal dan referendum sudah hapus dari draff UU Otsus Plus itu. Karena yang diminta Gubernur Lukas Enembe adalah kewenangan daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) baik itu yang ada di laut, hutan dan perut bumi (tambang) Papua yang selama ini masih dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat melalui departemennya. Ini tidak lain demi kesejahteraan masyarakat Papua.

“Kami pemuda Papua tetap mengawal dan mendorong terus agar UU Otsus Plus itu disahkan secepatnya. Ini demi semata-mata bagi kesejahteraan rakyat Papua,” bebernya.

Alasan pihaknya memberikan dukungan penuh. Karena semua pasti tahu bahwa kandungan yang ada dalam UU Otsus Plus tidak lain. Pertama, selama UU Otsus berlaku kurang lebih 12 tahun belum ada keberpihakan penuh terhadap hak-hak dasar orang asli Papua, baik dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kreatif dan sebagainya.

Kedua, keinginan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal bahwa agar masyarakat asli Papua benar-benar menjadi tuan di negerinya sendiri. Misalnya menjadi tuan di dalam kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarganya demi terwujudnya Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera di dalam segala aspek kehidupan.

Ketiga, bahwa sudah saatnya masyarakat asli Papua menjadi motor (Subyek) pembangunan di Tanahnya sendiri dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya raya untuk membangun daerahnya, dirinya sendiri dan keluarganya untuk menjadi lebih maju, mandiri dan lebih sejahtera, bukan menjadi penonton (Obyek) dalam setiak gerak langkah pembangunan saat ini dan kedepannya. Yang sebagainya tertuang dalam 9 program prioritas Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal yang terjabarkan dalam program GERBANGMAS HASRAT PAPUA.

Kemarin, (Selasa, 19/8) DPD KNPI Provinsi Papua memberikan keterangan pers menyatakan

Di tempat yang sama, Sekretaris DPD KNPI Papua, Sudin Rettob, menandaskan, pemuda Papua mengapreasikan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe/Wakil Gubernur Klemen Tinal yang adalah orang muda yang berani dan tegas dalam mengambil langkah-langkah kebijakan yang menurut pemuda Papua sangat strategis dalam rangka membawa Papua kearah yang lebih baik. Apalagi khusus mengenai kebijakan Gerbangmas Hasrat Papua yang tentunya sebuah filosifis yang sudah dirancang sedemikian bagus dalam memandirikan dan mensejahterakan masyarakat Papua.

“Luar biasa Gubernur Lukas Enembe yang mempertaruhkan reputiasnya untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat Papua. Kami ajak rakyat Papua bangkit untuk mendukung kebijakan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal demi kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.

Wakil Ketua DPD KNPI Papua Bidang Pengembangan Karakter Pemuda, Benyamin Gurik, menandaskan, UU Otsus Plus ini lahir dari Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal tidak lain atas dasar evaluasi terhadap implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Yang juga buntut dari aksi-aksi penolakan terhadap UU Otsus Papua (penolakan terbesar pada Tahun 2005 dan 2010) yang merasa bahwa UU Otsus ini belum memberikan manfaat yang cukup besar dalam mensejahterakan dan mengangkat harkat dan martabat rakyat Papua. Sehingga begitu Lukas Enembe dan Klemen Tinal terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Papua menilai UU Otsus ini perlu ada perubahan dan pembobotan terhadap UU Otsus itu sendiri. Yang akhirnya langkah yang diambil adalah bertemu dengan DPRP, MRP, dan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan akademisi membahas membahas rekonstruksi UU Otus tersebut menjadi UU Otsus Plus.

“Penolakan terhadap UU Otsus itu tidak lain masyarakat asli Papua merasa UU Otsus tidak mampu memberikan perlindungan, pemberdayaan dan proteksi kepada orang asli Papua. Dan Orang Papua sudah kecewa dengan Pemerintah, sebab menganggap UU Otsus itu sebuh solusi tapi kenyataannya tidak. Maka Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal melihat bahwa ini perlu ada perubahan. Selama ini kan 5 bidang tidak diberikan kepada Papua, tetapi ditangani pusat, yakni, pertahanan keamanan, moneter, luar negeri dan fiskal,” tukasnya.

Ditandaskannya, meski kewenangan pemerintahan diberikan kepada Provinsi Papua sebagaiman tertuang dalam UU Otsus, tapi faktanya bahwa itu membuat Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Tanah Papua menjadi bingung karena di samping itu juga diberlakukan UU N0 32 tentang pemerintahan daerah. Dengan demikian, solusinya yang diambil Gubernur Lukas Enembe ini agar mengusulkan UU Otsus Plus demi menselaraskan produk-produk hukum yang berlaku di Tanah Papua. Ini sebuah langkah yang sangat strategis demi menghentikan polemik pertentangan UU tentang pemerintahan daerah/otonom, juga demi menjaga keutuhan NKRI di Papua, dan juga demi kepentingan orang asli Papua yang bisa menjadi tuan di negerinya sendiri.

“Jika UU Otsus Plus ini tidak diperhatikan baik oleh Pemerintah Pusat, maka ini berdampak buruk bagi persatuan dan kesatuan NKRI. Masa pemerintahan Presiden SBY segera berakhir, jadi diminta  Presiden yang menggantikan SBY harus merestui UU Otsus Plus ini,” tukasnya.

Wakil Ketua DPD KNPI Papua Bidang Sumber Daya Manusia dan Kaderisasi, Isak Rumbarar, menambahkan, perjalanan UU Otsus yang dulu mencuat di publik bahwa itu jembatan emas, tapi faktanya tidak sesuai harapan. Sehingga apa yang diperjuangkan Gubernur Lukas Enembe yang telah dianggap klimax, maka hal ini perlu menjadi renungan kita bersama.

Kesimpulan pihaknya bahwa selama ini ada curiga dan curiga yang tak hentinya dimainkan oleh elit politik di Pemerintah Pusat. Harusnya hal itu tidak perlu terjadi, karena semangat pemuda Papua bersama Pemerintah Papua adalah semangat ke-Indonesia-an sudah final yakni Papua tetap dalam bingkai NKRI.

“Kalau kita curiga dan curiga terhadap pasal-pasal yang mengarah pada hal-hal lain, maka konsukwensi Pemerintah Pusat perlu kami pemuda Papua pertanyakan. Jadi kami minta dengan hormat Pemerintah Pusat tidak perlu curiga segala macam, tetapi mari kita berkomitmen bersama supaya jangan lagi Papua jangan lagi bertemakan Papua Zona Damai, yang semestinya kita berpkir bersama bahwa jika Otsus Plus disahkan, jelas kita tidak perlu mengusung lagi isu-isu Papua sebagai Zona Damai tetapi zona damai akan datang dengan sendirinya tanpa diperjuangkan,” tegasnya.

Wakil Sekretaris DPD KNPI Papua, Yoan Alfredo Wambitman, menuturkan, sudah saatnya rakyat Papua mendukung penuh apa yang diperjuangkan oleh Gubernur Lukas Enembe.

Kemudian, kepada Pemerintah Pusat, pihaknya bersama pemuda Papua meminta agar menghargai segala proses tahapan yang sudah dilaksanakan Gubernur Lukas Enembe bersama jajarannya untuk membuat draff UU Otsus plus itu, sehingga hendaknya secepatnya disahkan, karena tidak lain agar rakyat Papua mandiri dalam ekonominya, cerdas dalam pendidikannya, sehat dan bergisi dalam kesehatannya dan lain sebagainya. (nls/don/l03/par)

Sumber BintangPapua.com

Masih Kontroversi, Raperdasus Kursi Otsus Akan Disahkan

Deerd TabuniJAYAPURA – Meski menuai kontroversi akibat tidak adanya payung hukum yang kuat, namun rencananya, Rancangan Peraturan Daerah Khusus tentang proses pembentukan panitia seleksi dan rekrutmen 14 kursi Otonomi khusus di Parlemen Papua, akan dibahas dan disahkan di dalam sidang Paripurna pembahasan Anggaran Belanja Tambahan Provinsi Papua tahun 2014, yang akan berlangsung 19-21 Agustus. Hal itu diungkapkan Ketua DPR Papua Deerd Tabuni.

“Dalam sidang Paripurna ABT tahun ini, ada empat Raperdasus non APBD yang akan dibahas dan disahkan, salah satunya tentang proses seleksi dan rekrutmen 14 kursi Otsus untuk parlemen Papua,”ujar Deerd Tabuni kepada wartawan, Selasa 19 Agustus di ruang kerjanya.

Pembasahan dan pengesahan 14 kursi otsus melalui sidang paripurna akan segera dilaksanakan, kata dia, karena proses harmonisasi oleh Badan Legislasi DPRP, dianggap sudah cukup. “Penggodokan 14 kursi otsus oleh Baleg DPRP, sudah sampai pada tahap penyempurnaan, sehingga sudah bisa dibawa ke paripurna untuk di bahas dan disahkan,”ujarnya.

Raperdasus 14 kursi Otsus, lanjutnya, lebih mengatur pada pembentukan tim seleksi adan rekrutmen. “Tim seleksi akan ada ditingkat kabupaten dan provinsi, mereka nantinya akan melakukan penjaringan siapa yang berhak duduk di 14 kursi tersebut,”pungkasnya.

Menurut Deerd, dari hasil pemetaan dan kajian yang sudah dilaksanakan Badan Legislasi, ada 7 wilayah adat di Papua yakni I.Mamta : PapuaTimur Laut, II.Saereri : Papua Utara/Teluk Cenderawaih, III.Domberai : Papua Barat Laut, IV.Bomberai : Papua Barat, V.Anim Ha : Papua Selatan, VI.La Pago : Papua Tengah dan VII.Meepago : Papua Tengah Barat. “Setiap wilayah adat akan diangkat 2 wakilnya untuk duduk di parlemen,”ucapnya.

Kata Deerd, yang pasti yang duduk di 14 kursi otsus adalah orang asli Papua. “Ini hanya bagi orang Papua yang diakui secara adat,” singkatnya.”

Namun, kata dia, dalam proses seleksi dan perekrutan 14 kursi otsus nanti, akan lebih mempertimbangkan mengangkat suku di Papua yang belum pernah duduk di Parlemen. “Prioritas kursi ini ditujukan kepada suku yang belum pernah mengecap kursi parlemen,”terangnya.

Setelah proses seleksi dan rekrutmen, makan selanjutnya adalah pengangkatan dan pelantikan 14 kursi otsus tersebut. “Sebelum diangkat atau dilantik, memang akan lebih dulu di konsolidasikan ke Majelis Rakyat Papua. Mudah-mudahan proses ini bisa berlangsung bersamaan dengan pengangkatan 55 kursi yang berasal dari Partai Poitik pada oktober mendatang,”harapnya.

Ditanya landasan hukum setelah 14 kursi itu diangkat menjadi anggota Parlemen, Deerd Tabuni menyatakan, nantinya akan dilebur ke frkasi-fraksi yang ada di parlemen. “Karena tidak ada landasan hukum untuk menjadi sebuah fraksi, mereka akan dilebur ke fraksi-fraksi yang ada. Tapi, tentu semua itu nanti kembali pada pandangan akhir fraksi pada sidang sebelum pengesahan,”tegasnya.

Selain Raperdasus tentang seleksi dan rekrutmen 14 kursi otsus dalam sidang paripurna ABT juga akan ada pembahasan dan pengesahan Raperdasus Program Strategi Pembangunan Ekonomi dan Kelembagaan Kampung, Raperdasus Komunitas Daerah Terpencil, dan Raperdasus Pemberian Pertimbangan Gubernur Mengenai Perjanjian Internasional.

Fraksi Pikiran Rakyat Tegas Tolak

Sementara itu rencana pengesahan Raperdasus seleksi dan rekrutmen14 kursi Otsus di Parlemen Papua menjadi Perdasus melalui sidang paripurna Anggaran Belanja Tambahan yang rencananya digelar 19-21 Agustus, ditentang keras oleh Fraksi Pikiran Rakyat DPRP.

“Fraksi Pikiran rakyat menolak keras pembahasan Raperdasus tentang seleksi dan rekrutmen 14 kuris otsus di sidang Paripurna, karena rancangannya belum memenuhi persyaratan serta memiliki cantolan hukum yang kuat,”

ujar Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPRP, Yan Permenas Mandenas kepada wartawan, Selasa 19 Agustus di ruang kerjanya.

Kata Yan Mandenas, selain belum memiliki landasan hukum yang kuat, Raperdasus itu juga terkesan terburu-buru untuk di bahas ditingkat Paripurna, karena mekanisme internal DPRP guna menggodoknya menjadi sebuah regulasi juga tidak berjalan.

“Mekanisme pembahasan secara internal dewan saja tidak jalan, kok tiba-tiba sudah di dorong ke Paripurna, ini ada apa, jangan-jangan hanya untuk kepentingan segelintir elit, tapi tidak bermanfaat bagi rakyat Papua,”

terangnya.

Menurut Yan, Raperdasus 14 kursi Otsus belum layak di dorong untuk dibahas di Paripurna, karena payung hukum yang mengacu pada UU RI belum sinkron. “Raperdasus otsus ini kan belum sinkron dengan Permendagri, UU Pemilu, UU Susduk, jadi belum bisa dibahas apalagi disahkan di paripurna dewan yang terhormat,”tegasnya.

Dalam UU otsus Nomor 21 tahun 2001 juga tidak ada yang mengatur secara jelas tentang 25 persen kursi bagi orang Papua di Parlemen Papua.

“Arti Kata Angkat dalam bahasa Indonesia adalah ketika dipilih tapi belum di tetapkan, maka tidak termasuk dalam kategori pengangkatan tetapi ketika dilantik maka secara resmi diangkat jadi harus dimasukan dalam pengertian UU 21 Tahun 2001 Pasal 6 Poin 2 yang berbunyi, DPRP Terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang – undangan,”

jelasnya.

Dalam proses seleksi dan rekrutmen jika memang Raperdasus ingin disahkan juga tidak jelas independensinya.

“Kalau 14 kursi itu mewakil masyarakat adat, adat yang mana dulu, sekarang kan ada LMA tapi juga ada DAP, sehingga proses seleksi dan rekrutmen disangsingkan berlangsung jujur,”

imbuhnya.

Yan Mandenas melanjutkan, jika pembahasan dan pengesahan Raperdasu 14 kursi tetap dipaksakan, tetap dipaksakan, bisa menimbulkan polemik atau bahkan konflik di tengah-tengah masyarakat Papua.

“Kalau belum ada regulasi yang kuat dan kemudian dipaksakan, bisa-bisa menimbulkan konflik, karena orang Papua akan saling klaim mengklaim sebagai anak adat dan berhak duduk disana,”

bebernya.

Kekhawatirannya bukan tanpa alasan, melihat situasi terkini, dimana banyak organisasi adat yang muncul, sedangkan 14 kursi harus diduduki Orang Asli Papua dari 7 wilayah adat yang ada. “Banyak organisasi adat yang muncul, itu jelas atau abal-abal kan harus diverifikasi lagi,” sebutnya.

Selanjutnya yang akan menjadi masalah, setelah 14 kursi dipilih, susunan dan kedudukan mereka di Parlemen tidak ada regulasi yang mengatur.

“Apakah mereka membentuk fraksi, jelas dalam UU Susduk yang berhak membentuk fraksi adalah wakil dari Parpol buka diangkat. Kalau nanti dilebur dengan Parpol, apakah diterima, karena anggota parlemen dari Parpol merasa mereka yang sudah berdarah-darah untuk duduk kok ini tinggal diangkat,”

pungkasnya.

Melihat fenomena itu, Pemaksaan pengesahan Raperdasus 14 kursi Otsus, hanya akal-akalan segelintir elit. “Ini hanya akal-akalan, mungkin mereka kira belum aman di parlemen, jika UU tentang pengalihan, bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan ke parlemen,” tukasnya. (jir/loy/don)

Rabu, 20 Agustus 2014 07:20, BinPa.com

DPRP Minta Perketat Pengiriman Senjata dan Amunisi di Papua

JAYAPURA – Dewan Perwakilan Daerah Papua (DPRP) meminta aparat penegak hukum agar memperketat peredaran Senjata dan amunisi di tanah Papua, khusus di daerah-daerah Bandara Udara, seperti Sentani, Wamena serta pelabuhan-pelabuhan.

“Kami minta kepada aparat untuk memperketat pengiriman-pengiriman, baik itu senjata api maupun amunisi baik yang dikirim ke Kabupaten/Kota, khususnya di daerah-daerah pegunungan,”

kata Wakil Ketua I DPP Papua, Yunus Wonda, SH., kepada Bintang Papua belum lama ini di ruang kerjanya.

Permintaan itu, menurut Yunus, senjata yang selama ini dimiliki oleh masyarakat berseberangan dengan NKRI, mudah mengganggu rakyat maupun aparat keamanan di daerah itu.

Soal senjata memang kita tahu bahwa banyak rampasan, tapi persoalan sekarang adalah mereka dapat peluru dari mana. Ini yang harus diperhatikan aparat keamanan,” tukasnya.

Ia mengatakan, situasi di Papua jangan dianggap aman dan kondusif karena tidak ada penembakan. Namun kalau ada penembakan baru menyatakan situasi tidak aman.

“Hal seperti ini, aparat jangan terlena dengan situasi, akan tetapi harus standby menjaga keamanan itu termasuk mengantisipasi penyaluran-penyaluran peluru di tanah Papua ini,”

tekannya.

Salah satu contoh yang harus diperhatikan pemerintah adalah bandara Wamena. Dimana, bandara Wamena merupakan pusat masuk dan datangnya masyarakat yang ada di pegunungan.

Wamena pusat keluar masuk masyarakat sehingga aparat harus mengantisipasi adanya senjata maupun amunisi,” ucapnya. (Loy/Binpa)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny