Penembakan di Puncak Jaya Sering dilakukan oleh Remaja dan ANak Sekolah

Jayapura 08/01 (Jubi) – Aksi penembakan terhadap warga sipil maupun penyerangan

Wakil Bupati Pucak Jaya: Yustus Wonda
Wakil Bupati Pucak Jaya: Yustus Wonda

Pos Sub Sektorat Kulirik, Polres Puncak Jaya hingga mengakibatkan seorang warga sipil meninggal dunia dan 8 pucuk senjata milik Polri hilang, ditanggapi Wakil Bupati Puncak Jaya, Yustus Wonda.

Dirinya menuturkan bahwa aksi penembakan di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya diduga sering dilakukan para remaja yang masih duduk dibangku sekolah.

“Anak-anak dari kelompok mereka selalu datang bergabung dengan masyarakat setempat dan meminta bantuan kepada pemerintah. Dalam kegiatan dan aktifitas masyarakat maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah mereka selalu ada. Mereka itu kan masyarakat biasa, kecuali mereka datang dengan menggunakan seragam,”

kata Wakil Bupati saat ditemuai sejumlah wartawan di Jayapura, Rabu (08/01).

Bahkan, apabila mereka berhasil merampas senjata milik TNI maupun Polri, lanjut Wakil Bupati, itu dapat meningkatkan status para pelaku di kelompoknya. Disisi lain, garis pimpinan kelompok tersebut juga tidak jelas.

“Kalau orang sudah tau pelakunya dan kembali ke kelompok itu, maka statusnya diangkat walaupun umur kecil. Namun kalau sudah pernah merampas senjata posisinya naik, sehingga kecil besar selalu hormat dia. Termasuk anak-anak kecil yang kerap menembak-nembak. Apabila berhasil merampas senjata dapat bergabung di kelompok mana saja, mendapat jabatan,” ujarnya.

Hingga saat ini terdapat 3 kelompok bersenjata yang ada di Kabupaten Puncak Jaya, dimana dari tiga kelompok yang melakukan penembakan berasal dari daerah Yambi campuran. Bahkan, para pelaku yang masih dibawah umur, kerap berkeliaran di Kota Mulia, tanpa dicurigai. “Mereka itu termasuk murid-murid SD, SMP keatas, sehingga inilah kita sangat susah untuk mengetahui mereka,” katanya.

Lebih lanjut Wabub Puncak Jaya ini juga mengungkapkan bahwa pergerakan anak-anak kecil yang kerap menembak tidak sulit dibaca, bahkan pemerintahpun menganggap mereka merupakan masyarakat.

”Kami tidak ketahui apakah anak-anak kecil ini OPM atau tidak, karena tidak menggenakan seragam. Kalau pimpinan OPM seperti, Goliat Tabuni, kami pasti mengetahui dan kami komunikasi dengan pemerintah selalu ada, akan tetapi anak-anak kecil yang ada di Kota Jantung Puncak Jaya inilah sangat susah diketahui,”

lanjutnya.

Sejumlah langkah yang diambil oleh Pemerintah setempat pun telah dilakukan untuk merangkul saudara-saudara yang berseberangan, namun masih belum membuahkan hasil.

”Sekarang kembali kepada masyarakat, apa mereka teroganisir dan tau keberadaan mereka, maka itu sudah jelas dilakukan represif. Tapi ini kan mereka menyebar dan jangankan di atas, didalam Kota Mulia saja mereka ada,” paparnya lagi.

Pemerintah juga mengakui kesulitan mencari informasi dari masyarakat terkait keberadaan para pelaku.

”Kalau kita tanya keberadaan anak-anak kecil ini pasti tidak tahu. Namun yang jelas, kita dari pemerintah tidak pernah putus untuk melakukan komunikasi, tapi kami tetap semangat untuk membangun program kerja dari pemerintah. Pendekatan kita tetap lakukan dan apabila mereka sadar dengan apa yang mereka lakukan maka mereka bisa kembali dengan sendirinya,”

ujarnya.

Sementara itu, Ketua Sinode GKI Papua, Pdt. Alberth Yoku mempersilahkan saudara-saudaranya berpolitik tetapi tidak dengan cara tembak menembak, membunuh atau kejahatan lainnya. Karena hal itu tidak boleh di lakukan oleh warga sipil maupun TNI-Polri. Semua wajib memelihara kehidupan di tanah damai ini.

“Saya menyerukan kepada pemerintah daerah, adat dan gereja untuk melakukan rekonsoliasi lebih konstruktif bersama-sama dengan menghilangkan rasa curiga -mencurigai agar semuanya melakukan kehidupan bersama secara proporsional,” kata Alberth dari ujung telepon selulernya, Rabu (08/01).

Selain itu juga ia akan mengirim surat kepada pihak-pihak terkait di Puncak Jaya.

“Ketiga kami akan mengirim surat kepada semua yang ada di Puncak Jaya terkait hal itu,” tegasnya. (Jubi/Indrayadi TH)

Yona Wenda Nyatakan Mendukung Dialog Jakarta – Papua

Yona Wenda (Jubi/Mawel)
Yona Wenda (Jubi/Mawel)

Jayapura – Menurut Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), Yona Wenda, masukanya wilayah Papua Barat melalui Pepera 1969 ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi akar masalah di Papua.

“Cara Papua masuk ke dalam wilayah NKRI menjadi persoalan besar. Tahun 2013 ini genap aneksasi dan kekerasan RI di Papua yang ke 50 tahun,”

ujar Yona Wenda di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (23/4).

Konflik yang sudah menelan 50 tahun ini, belum pernah ada solusi yang tepat. Solusi yang diambil malah menambah masalah yang hendak diselesaikan. Solusi pendekatan keamanan melahirkan korban berjatuhan. Penegakan hukum mengiring banyak orang ke penjara. Situasi ini berlangsung di masa pemerintahan orde baru.

Di jaman reformasi, pemerintah Jakarta berbenah diri atas desakan keinginan orang Papua keluar dari NKRI dengan menerapkan UU Otonomu Khusus (Otsus) Papua. Otsus Papua belum mampu menjawab persoalan. Penolakan pun terjadi pada tahun 2005 dan kemudian pada tahun 2011 melalui musyawarah MRP dengan masyarakat adat Papua.

Secara tersirat, pemerintah Indonesia mengakui kegagalan itu dengan menggulirkan UP4B. UU ini kemudian mendapat sorotan banyak orang. Banyak orang kuatir sama nasibnya dengan Otsus.

“Implemtasi UP4B pasti sama dengan Otsus,”

kata ujar almarhum Mako Tabuni dalam satu orasi di halaman kantor MRP.

Sambil menolak dengan satu kekuatiran, banyak orang Papua bertanya-tanya solusi selanjutnya.

“Apa solusi kalau semua ini gagal?”

tanya drg. Aloisius Giay, Ketua LMA Pengunungan Tengah Papua dalam acara peluncuran buku berjudul Mati atau Hidup karya Markus Haluk, Senin (23/4) lalu.

Namun ada satu solusi yang ditawarkan, yakni ada yang menginginkan ruang dialog antara Jakarta dan Papua. Keinginan dialog itu makin jelas dengan menunjuk lima juru ruding orang Papua melalui Konfersi Dialog Jakarta-Papua yang dimotori Jaringan Damai Papua di Auditorium Uncen di Tahun 2012 lalu. Kini lima juru ruding itu mendapat dukungan penuh dari TPN-OPM.

“Kami sudah sepakati dan kami dukung,”

tegas Yona.

Menurut Yona, pihak TPN-OPM mendukung penuh karya Jaringan Damai Papua untuk terselenggarakannya dialog Jakarta Papua.

“Kita mau perudingan atau dialog itu pegertian dalam bahasa Inggris. Bedanya istilah saja. Kalau dialog yang diperjuangkan itu demi adanya ruang dialog, kami mendukung. Sehingga harap pemerintah Indonesia buka ruang dialog. Jakarta perlu membuka ruang dialog  dengan lima juru ruding yang ditunjuk orang Papua,”

katanya.

Tapi kata Yona, jika pemerintah Indonesia membuka ruang dialog, pihak TPN-OPM tidak akan pernah terlibat.

“TPN-OPM menyerahkan semua itu kepada lima juru ruding. Kami ini keamanan sifatnya hanya pemantau saja. Saya juga menolak dialog yang diwacanakan Gubenur Papua, Lukas Enembe. Mau dialog dengan OPM ini harus jelas, OPM yang mana? OPM ini kan bisa diciptakan,”

tegasnya.(Jubi/Mawel)

 April 24, 2013,21:02,TJ

Daniel Kogoya Janji Tidak Akan Ada Lagi Korban

DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)
DANIEL KOGOYA (Tengah) (Jubi/Alex)

Jayapura – Pimpinan TPN/OPM Daniel Kogoya yang telah bergabung ke pangkuan Ibu Pertiwi dan memilih untuk menetap di Provinsi Papua bersama 212 kepala keluarga pelintas batas lainnya, berjanji tidak akan ada lagi jatuh korban di sana-sini.

“Ada rasa kebanggaan khusus saya bisa gabung dan masuk ke tanah Papua, itu karena ada dua anak putra daerah yang mendapatkan tempat yang baik dari pemerintah pusat, yakni Danrem 172 dan Wakapolda Papua. Karena kebanggaan itulah saya ambil keputusan dan mengambil sikap untuk kembali ke kampung halaman (Papua_red) untuk membangun Papua bersama dengan rakyat Papua lainnya,”

kata Daniel Kogoya saat acara penerimaan pelintas batas tradisional, di Kantor Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Jumat (25/1).

Dia menegaskan, atas nama, kelakuan, dan sikap dirinya selama menjadi pimpinan TPN/OPM banyak rakyat menjadi korban dimana-mana.

“Maka hari ini saya nyatakan tidak akan lagi terjadi hal itu,”

tambahnya.

Menanggapi itu, Daniel Kogoya meminta kepada Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua, Wali Kota Jayapura serta Danrem 172 jangan lagi ada tindak kekerasan terhadap rakyat.

“Saya atas nama pimpinan TPN/OPM sudah ada di tengah-tengah pemerintah Indonesia khususnya Papua ini, untuk itu kita bersama-sama membangun daerah ini. Saya melihat rakyat saya menderita tidak punya tempat tinggal, mereka teriak-teriak di jalan, tidur di jalan dan juga orang papua yang ingin sewa rumah kesana kemari padahal kami yang punya tanah ini. Untuk itu, saya minta pemerintah pusat maupun Papua tolong memberikan kesempatan, saya minta pembangunan di daerah ini segera dilaksanakan. Dalam TPN/OPM masih ada pimpinan tertinggi, kalau saya diperlakukan dengan baik apa beratnya dia akan bergabung dengan kita,”

tegasnya.

Pada kesempatan itu juga, Daniel Kogoya memperkenalkan jaringan Komunikasi yang di dukung oleh Danrem 172 dan Dandim 1702 Jayawijaya. Selain itu dirinya juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Kapolsek Koya karena telah membina masyarakat pelintas batas dengan baik.

“Selama saya diluar ada rasa kecemburuan sosial, tetapi anak-anak saya sudah jadi perwira dan memimpin Papua ini, sehingga saya melihat diri buat apa menahan diri di luar. Untuk itu saya lebih memilih masuk, kalau kita berbuat baik terhadap rakyat, rakyat juga akan berbuat yang lebih baik,”

katanya.(Jubi/Alex)

Friday, January 25th, 2013 | 22:34:06, TJ

Keamanan itu, Nomor Satu !

JAYAPURA- Ketua Umum Barisan Merah Putih Papua yang juga Ketua Lembaga

Location of West Papua in Indonesia
Location of West Papua in Indonesia (Photo credit: Wikipedia)

Masyarakat Adat, LMA Kabupaten Jayapura, Ramses Ohee menyatakan, masalah keamanan di Tanah Papua menjadi hal yang nomor satu dan utama. Pasalnya, tanpa keamanan, proses pembangunan tidak bisa berjalan, termasuk pesta demokrasi yaitu Pilkada Gubernur dan wakil Gubernur yang akan segera di laksanakan.

“ Saya harap kita perlu membuat suatu kesepakatan yang benar- benar menjamin seluruh kehidupan masyarakat di seluruh Tanah Papua, dari segi Keamanan, Keamanan kita utamakan, dan nomor satukan, karena masa depan Papua harus dibangun di atas hati yang damai dan penuh sukacita setiap insan Indonesia yang berdomisili di Provinsi Papua. Jadi kita bertanggung jawab semua, baik Pemerintah, Pihak Adat, pihak Agama, bersama sama dengan lembaga perwakilannya, termasuk eksekutif dan legislatif .

“Demikian juga Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga kultur Adat di Tanah Papua ini harus bertanggung jawab penuh terhadap keamanan untuk mengamankan pelaksanaan Pilkada di Provinsi Papua,”

ungkap RamsesOhee dalam Jumpa Pers di kediamannya di Waena, Selasa ( 18/12/2012)

Ramses Ohee mengungkapkan, Ia sangat mengharapkan, semua kandidat gubernur dan wakil gubernur yang lolos dan tidak lolos tetap mereka itu sebagai Putra bangsa asal Papua dan insan bangsa Indonesia ini yang bertanggung jawab terhadap amanat bangsa, mulai dari daerah kita sendiri yakni Provinsi Papua. Kita bersama sama bertanggung jawab karena kandidat sebagai Anak Adat di Tanah Papua yang calonkan diri sebagai pimpinan kepala daerah di Provinsi Papua ini. “ Saya harap, anda pergunakan hak pilih seluruh rakyat Indonesia yang ada di Papua ini, dalam melaksanakan anda punya rencana dan tekat untuk merebut kursi nomor satu dan nomor dua,”katanya. Ia mengajak baik kandidat dan seluruh masyarakat Papua sebagai yang memilih dan kandidat sebagai yang dipilih wajib menjaga keamanan dan damai hinga waktu pelaksanaan Pilgub.

Ketika ditanya terkait sinyal sinyal yang menyatakan Pilgub nanti, Papua tidak aman, namun hal ini tak ditanggapinya, Ramses Ohee justru menyatakan, dalam sebuah pertarungan seperti pertandingan bola kaki, ada kalah dan ada menang, fakta yang kalah juga biasa tak menerima kekalahan, hal sama juga terjadi dalam pelaksanaan Pilkada gubernur, dari antara kandidat yang maju pasti ada kalah dan ada menang.

“Dalam rangka itu saya sebagai orang tua dalam kesempatan ini menghimbau kepada seluruh masyarakat dan kandidat untuk sama sama berjabat tangan dalam membuat suatu kesepakatan entah orang tua, orang muda, lembaga perwakilan dan semua yang ada termasuk Pemerintah,

sipil, tentara, Polri, harus kita pegang tangan buat satu kesepakatan bahwa kita mampu mengamankan Provinsi Papua atau Tanah Papua ini sebagai bagian dari NKRI,”harapnya.

Dikatakan, jangan sampai rasa ketidakamanan nantinya menjadi cerita tentang Papua di seluruh negara republik ini. “ Itu yang saya harapkan,”

ungkap Ramses

Ketika ditanya juga sehubungan dengan persaingan antar kandidat yang berpeluang konflik, ia mengungkapkan, “ saya mau berpesan kepada semua masyarakat di Tanah Papua, saya tidak mau lihat ada orang Papua saling membunuh, baik mereka yang berasal dari gunung maupun lembah, tidak, saya bicara ini bahwa tidak ada pertikaian dihari Natal ini, semua dibuang, kita mengakui bahwa kita ada disatu pulau yang namanya Papua, saat ini diPapua ada dua kamar, Papua dan Papua Barat, sekarang kita mau laksanakan Pilkada di kamar yang satu ini, maka semua penghuni di kamar ini saya harapkan, berdamai satu sama lain, lalu laksanakan satu kepentingan bersama yaitu perlu ada pemimpin di Provinsi Papua.

Kita harus sadar bahwa masyarakat harus dibimbing oleh seorang pemimpin dalam kasih sayang Tuhan yang kita utus, namun Tuhan juga bekerja untuk seorang itu, kita yakin, karena Papua khusus di provinsi ini, saya harap tidak boleh hasut menghasut, antara Partai, kandidat, atau siapapun kandidat bukan milik parpol melainkan mereka milik rakyat Papua. Semua kandidat juga diminta untuk menjaga keamaan diantara pasangan kandidat masing masing. (Ven/nls/don/l03)

Rabu, 19 Desember 2012 09:54, Binpa

Enhanced by Zemanta

Jelang Pilgub, Ramses Ohee Himbau Semua Pihak Jaga Keamanan

Jayapura —- Ketua Barisan Merah Putih yang juga Ondoafi Waena, Kota Jayapura, Ramses Ohee mengimbau semua pihak baik masyarakat sipil, adat, organisasi, paguyuban dan TNI/POLRI untuk bahu-membahu menjaga keamanan di Papua menjelang pemilihan gubernur Papua, Januari 2013.

“Saya himbau kepada semua pihak agar bersama-sama menjaga Papua agar tetap aman dan damai,”

kata Ramses di hadapan wartawan di Waena, Kota Jayapura, Selasa (18/12).

Menurut dia, calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua lolos verifikasi oleh KPU setempat merupakan putra terbaik Papua.

Dalam pertarungan politik di pemilihan gubernur (Pilgub) Papua periode ini, kata dia, harus ada yang menang dan kalah. Karena itu, menurut dia, wajar jika ada yang kalah.

“Saya kira mungin belum waktunya bagi yang kalah, tetapi masih ada periode yang akan datang dan hal itu bisa dilakukan lagi,”

ujar Ramses.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua pada pekan kemarin menetapkan enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bersaing dalam pilgub Papua 2013.

Pasangan Lukas Enembe-Klemen Tinal, Habel Melkias Suwae-Yop Kogoya, MR Kambu-Blasius Pakage, Alek Hesegem-Marthen Kayoi, Wellington Wena-Waynand Watori dan Noak Nawipa-Jhon Wob dinyatakan lolos dalam verfikasi KPU Papua.

Sedangkan pasangan Bas Suebu-Jhon Tabo, Jhon Karuba-Willy Magay dan Yan Yembisa-Hemskercke Bonai tak lolos.  (Jubi/Timo Marten)

Wednesday, December 19th, 2012 | 02:02:00, TJ

Agustinus Waipon : HUT OPM 1 Desember Tak Punya Landasan Hukum

Bukan 1 Desember tapi 1 Juli

JAYAPURA – Momen 1 Desember yang setiap tahunnya diperingati  sebagai HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) ditanggapi berbeda oleh Agustinus Waipon yang mengaku sebagai Kepala Kantor Sekretariat Negara Republik Papua Barat. Menurutnya, peringatakan itu tidak mempunyai/memiliki landasan hukum konstitusional.  Ditegaskan demikian, karena kemerdekaan bangsa Papua Barat atau yang kini menjadi Negara Repoblik Papua Barat (NRPB) bukan pada 1 Desember 1961 melainkan pada 1 Juli 1971.

“Peringatan 1 desember adalah sebuah pembohongan politik bagi rakyat Papua,”

tegasnya kepada Bintang Papua, Rabu, (21/11).

Untuk itulah, dirinya mengajak semua komponen masyarakat Papua Barat untuk tidak melakukan perayaan peringatan kemerdekaan NRPB pada 1 Desember 2012 mendatang, karena hal itu sama saja mengkhianati perjuangan yang selama ini dilakukan para pejuangan rakyat Papua sejak dulu hingga sekarang.

“Janganlah berjuang dengan tindakan anarkis yang akhirnya merugikan diri sendiri, dan rakyat Papua serta menodai cita-cita luhur pejuangan kemerdekaan kita menjadi sebuah Negara yang berdaulat,”

tukasnya. Dijelaskannya, sesuai dengan dokumen kenegaraan, bahwa perjuangan TPN-OPM bersama rakyat bangsa Papua Barat dengan landasan dan ideologi Papua Merdeka yaitu tertanggal 1 juli 1971 diumumkan Proklamasinya di Waris-Keerom, dengan lahirnya Undang-Undang Dasar (UUD) nya itu . Dimana pada kesempatan itu menolak dengan tegas hasil Pepera 1969 itu karena cacat hukum dan pelanggaran HAM tinggi di Tanah Papua Barat.

Menurutnya, UU konstitusi NRPB yakni 1 Juli 1971 yang menyangkut didalamnya terdapat 343 pasal sudah lengkap dan pemerintahan secara ‘devacto’ bangsa dan negara sudah ada, tinggal menunggu pengakuan secara penuh (pengakuan secara ‘dejure’ atau hukum) dari NKRI dan dunia internasional.

“Kami menyampaikan kepada organisasi sipil yang tergabung dalam perjuangan kelompok-kelompok lain yang tidak punya hak sedikitpun kewenangan untuk membentuk negara atau umumkan pemerintahan, segera bubarkan diri karena tidak mempunyai legalitas hukum yang kuat,”

tegasnya.

Ditandaskan seperti itu, karena mengkotori perjuangan murni dari rakyat Papua untuk merdeka secara berdaulat, sebab NRPB sudah ada dalam konstitusi undang-undang 1 Juli 1971 dimaksud yang menyatakan adalah Organisasi Papua Merdeka merupakan organisasi induk.

“Kepada pihak-pihak yang selama ini di luar OPM yang mengklaim dirinya memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat, sebaiknya jangan hanya beradu mulut, tapi harus beradu konsep yuiridis yang nyata yang mempunyai kekuatan hukum, sebab masalah Papua adalah masalah hukum,”

pungkasnya.(nls/don/l03)

Kamis, 22 November 2012 09:23, www.bintangpapua.com

Menelisik Pernyataan Salah Satu Mantan Tokoh Pejuang OPM Franzalbert Joku “Perjuangan Papua Merdeka, Hanya Didukung Satu Negara”

Laporannya : Muhammad Irfan – Bintang Papua

Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Papua Merdeka di Luar Negeri, Franzalbert Joku didampingi Ketua Prodi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Uncen. Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.
Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Papua Merdeka di Luar Negeri, Franzalbert Joku didampingi Ketua Prodi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Uncen. Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.

“Tidak ada dukungan dari dunia internasional terhadap International Parliamentarians of West Papua (IPWP) maupun International Lawyers of West Papua (ILWP). Dukungan untuk Papua lepas (Merdeka, red) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu hanya datang dari satu negara yakni Vanuatu yang baru merdeka Tahun 1980-an dari Prancis dan Inggris, bukan dari 114 negara atau PBB,”katanya.
Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Franzalbert Joku yang juga Ketua Umum (Ketum) Badan Otoritas Adat Sentani menegaskan, dari sekian ratus negara republik maupun kerajaan yang ada di seantero jagad raya ini, hanya satu negara saja yang mendukung Papua merdeka lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu negara Vanuatu yang baru merdeka tahun 1980-an, dari jajahan Prancis dan Inggris. “Sejarah panjang perjuangan Papua merdeka atau lepas dari NKRI, yang benar adalah satu dan hanya satu negara saja yang mendukung Papua untuk merdeka dari sekian ratus negara yang berbentuk republik maupun kerajaan yang ada di dunia ini. Kenapa pemerintah, media dan masyarakat maupun mahasiswa yang ada di Indonesia umumnya dan di Papua khususnya menerima isu – isu murahan itu secara mentah – mentah yang sekarang ini beredar di tengah permukaan. Jadi, sepanjang perjalanan Papua, yang menarik perhatian cuma ada satu negara saja, yakni Vanuatu, bukan 114 negara atau Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB),” ungkap Franzalbert Joku yang juga merupakan tokoh pemerhati Papua yang telah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) kepada pewarta media di Dante Coffe – Ruko Dok II Jayapura, Kamis (25/10) beberapa hari lalu.

Penekanan ini disampaikannya menyusul maraknya isu – isu yang berkembang di Papua akhir – akhir ini soal pertemuan atau kongres IPWP dan ILWP di London – Inggris, yang mendapat perhatian dari pihak Pemerintah Indonesia, TNI/Polri serta media massa yang ikut pula membesar – besarkan hal tersebut.

Mantan Tokoh Presidium Dewan Papua (PDP) urusan Luar Negeri ini lebih jauh menjelaskan, IPWP dan ILWP ini di organisir oleh LSM – LSM pemerhati Papua atau peduli terhadap masalah Papua yang berada di luar negeri.

“IPWP dan ILWP ini merupakan LSM di luar negeri yang bergerak atau gabungan dari kelompok – kelompok perorangan para pemerhati dan peduli terhadap isu – isu yang berkembang di Papua. Mereka datang dari kalangan lawyers (pengacara atau advokat, red) dan juga anggota parlemen Inggris, dan keanggotaan mereka tidak banyak paling rendah hanya 2 s/d 3 orang saja yang berasal dari Belanda, Belgia dan Uni Eropa,” terangnya.
Akan tetapi baik di Jakarta dan juga di Papua, banyak kalangan dari mahasiswa, birokrasi dan juga masyarakat. Pada umumnya menganggap bahwa dunia sudah membentuk satu parlemen atau lembaga perwakilan yang punya kuasa dan pengaruh kuat untuk membicarakan tentang Papua atau mengambil keputusan yang akan memberikan perubahan – perubahan di Papua. Padahal IPWP dan ILWP itu adalah sebuah LSM resmi yang berbadan hukum. Namun, kekuatannya tidaklah sama seperti dengan lembaga pemerintahan atau negara resmi seperti DPRP, DPRD atau MRP.

“Ini kekeliruan besar dan saya sangat menyayangkan teman – teman di birokrasi atau pemerintahan juga merasa kaget dengan adanya berita – berita seperti itu, dan saya pikir teman – teman media massa mengalami hal yang sama, sehingga sering membesar – besarkan isu – isu tersebut. Sepertinya perkembangan besar itu sedang mengancam stabilitas atau keutuhan bangsa Indonesia. Saya yang berbicara ini juga pernah bergerak di lingkungan itu, dimana berdomisili di PNG dan bergerak di Australia sampai PBB dan Uni Eropa. Saya berbicara atas pengalaman dan pengetahuan selama mengadakan kegiatan – kegiatan itu terlebih pasca kongres Papua II, saya ditugaskan sebagai moderator urusan luar negeri untuk Presidium Dewan Papua (PDP),” ungkapnya.
Pria yang lama bermukim di PNG ini kembali mengungkapkan, gerakan yang dulu dirinya ikut terlibat atau berkecimpung didalamnya, itu sering terlihat menakutkan bagi Pemerintah bahkan masyarakat di Indonesia. Tapi, kenyataan yang sebenarnya tidak perlu pihak pemerintah dan masyarakat Indonesia, khususnya di Papua merasa terganggu dengan isu – isu tersebut.

“Misalnya di media massa mengatakan menurut informasi katanya ada 114 negara yang mendukung Papua Merdeka. Itu negara yang mana saja. Harus jelas kasih saya daftar. Sebab sepanjang sejarah perjuangan Papua merdeka yang benar adalah satu dan hanya satu yang mendukung Papua merdeka dari sekian ratus negara republik atau kerajaan yang ada. Mengapa pemerintah, media massa, masyarakat dan mahasiswa di Indonesia atau khususnya di Papua menerima kenyataan itu, jadi yang benar adalah bahwa sepanjang perjalanan Papua itu, yang menarik perhatian cuma ada satu negara yakni Vanuatu yang baru merdeka di tahun 1980 – an negara bekas jajahan Prancis dan Inggris,” jelasnya panjang lebar.

Pria asal Sentani ini menceritakan bahwa dirinya pernah berbincang – bincang dengan Lord Harris. Dari pembicaraan itu Lord meminta dirinya menyampaikan kepada masyarakat Papua, bahwa ia tidak setiap hari berfikir tentang Papua.

Tetapi sebagai salah satu tokoh politik yang bertanggung jawab dan bersuara dengan tujuan membantu meringankan beban dengan harapan permasalahan itu bisa dapat terselesaikan. Tidak ada strategi atau grand plan yang dipecahkan di Parlemen Inggris untuk bagaimana Papua bisa diantar keluar dari kerangka konstitusi NKRI dan berdiri sendiri (lepas atau merdeka, red).

“Jadi, solusi pemecahan isu – isu yang ada di Papua hanya terletak di dalam kerangka konstitusi atau Undang – Undang (UU) NKRI,” tambahnya.
Papua Bagian Tak Terpisahkan Dari NKRI

Dikatakannya, satu fakta yang harus diketahui adalah sejak gubernur Belanda di Batavia Marquez 24 Agustus 1828 (100 tahun sebelum sumpah pemuda di Indonesia) gubernur Marquez atas nama mahkota Belanda sudah mengatakan bahwa Papua itu adalah bagian integral (tak terpisahkan, red) dari Hindia Belanda atau jajahan Belanda.

“Ini fakta. Jadi, jangan melihat sejarah Papua itu hanya sepenggal-sepenggal saja, tetapi kalau kita melihat asosiasi Papua itu sejak tahun secara resmi 1928 dan ada banyak hal yang terjadi,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, dari pengamatan dan pengetahuan dirinya berdasarkan fakta – fakta yang ada di Indonesia dan dunia ini, solusi pemecahan isu – isu yang ada di Papua hanya terletak di dalam kerangka konstitusi atau Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI).

Karena Papua ada hadir di dalamnya atau UU itu yang mengatur tentang pembangunan di Papua, tidak ada UU dari negara – negara lain. Yang mengatur adalah UU di Indonesia. “Pemikiran yang harus semua orang miliki itu adalah pemecahan – pemecahan masalah atau isu di Papua cuma ada dalam kerangka konstitusi Indonesia, tidak bisa di luar dari pada itu. Tidak bisa juga mencari solusi ke PBB, Komisi HAM PBB di Genewa atau pengadilan internasional Belanda, semuanya cuma ada di Indonesia,” kata Franzalbert Joku saat didampingi Ketua Program Studi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.

Franz juga ingin sampaikan, sesuai fakta adalah skop dukungan untuk orang Papua sebagai kelompok kultur budaya dan suku bangsa. Sepanjang sejarah yang dirinya tahu, yang mengklaim Papua dan yang menyatakan keinginan dan hasratnya untuk menjadikan Papua menjadi dalam satu unit yang besar yang namanya Indonesia yaitu pemimpin – pemimpin Indonesia, yakni Soekarno dan Hatta beserta teman – temannya.

Sementara para jenderal Amerika yang melakukan perang di Papua tidak menyatakan itu dan tidak mendeklarasikan bahwa Papua adalah bagian Amerika Serikat. Begitu juga dengan Jepang yang banyak memusnahkan banyak nyawa, juga belum pernah menyatakan hal itu.

Sebab sepanjang sejarah Papua hanya satu kelompok saja yaitu pemimpin – pemimpin Indonesia dibawah pimpinan Soekarno-Hatta yang menyatakan itu. “Mengapa kami tidak menerima fakta – fakta ini, baru buat deduksi yang sedikit terpelajar dan pandai dalam deduksi-deduksi, dalam menempatkan isu Papua ini sebenarnya secara kontekstual letaknya dimana. Yang benar itu yang mana dan yang bohong itu yang mana, supaya masyarakat Papua ini tidak terus tertipu, tergiur, dan terjerumus ke dalam suatu pemikiran Papua merdeka. Jika pemikiran itu terjadi, secara tidak langsung kita telah membuat satu komunitas yang tidak produktif dan berusaha dengan sungguh – sungguh untuk memajukan diri kita maupun anak – anak kita sendiri,” katanya lagi.

Libatkan Mereka
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang mengapa hingga saat ini masih ada teriakan Papua Merdeka. Padahal pemerintah pusat sudah menaruh perhatian besar dengan memberikan otonomis khusus (Otsus) bagi Papua.

Menurut pendapatnya, permasalahan ini timbul karena para tokoh – tokoh Pro Merdeka tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam setiap hal baik termasuk mengelola kerangka pemerintahan. “Minimal mereka (tokoh – tokoh Pro Merdeka, red) juga harus dilibatkan dalam sistem perpolitikan. Kemudian untuk mengelola suatu good governance dan pemerintah juga begitu Otsus turun, harus mengajak mereka untuk ikut serta. Untuk itu, harus ada asas pemerataan. Agar supaya semua ada asas pemerataan seperti di Provinsi Aceh yang melibatkan tokoh – tokoh GAM dalam pemerintahan,” usulnya. (*/don/LO1)

Senin, 29 Oktober 2012 07:29, BP.com

Draf Perdasus Sistem Kepemimpinan Raja Sudah Ada

Sabtu, 13 Oktober 2012 07:01, BintangPapua.com

JAYAPURA – Dikukuhkannya dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua yang dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan, dan raja-raja se-tanah Papua, ternyata bukan hanya sampai disitu saja. Sebab ternyata sudah ada draf (Rancangan) Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang sistem pemerintahan raja di Tanah Papua.

Raja Alex Mebri Meden Yansu Meiran, mengatakan, rancangan Perdasus tersebut jika tidak ada halangan, Senin, (15/10) draf dimaksud telah diserahkan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selanjutnya digodok dan diserahkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus. “Ya Senin Minggu depan draf itu kami sudah serahkan ke MRP. Materi drafnya sudah final kami Finalkan,” ungkapnya kepada Bintang Papua, saat dihubungi via ponselnya, Jumat, (12/10).

Dijelaskan, draf Perdasus dimaksud memiliki 6 Bab dan 13 pasal yang memuat tentang pengawasan dan perlindungan raja terhadap pemerintah, susunan, kedudukan dan mekanisme raja, larangan dan sanksi, lambang/panji kebesaran raja, dan pakaian kebesaran raja.

Berikutnya secara singkat, point penting dari draf itu adalah pertama, raja yang berkedudukan di tingkat kampung, distrik dan kabupaten mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap bupati, distrik dan kampung, demikian juga raja yang berkedudukan di tingkat provinsi dan pusat mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap gubernur, presiden dan menteri-menteri. Kedua, raja dapat menimbang keputusan yang diputuskan kepada masyarakat hukum adat agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat keputusan hukum. Disamping itu pula kedudukan raja ditingkat provinsi disebut raja tingkat provinsi, begitu juga berlaku pada kabupaten/kota hingga kampung-kampung.

“Jadi ini bukan Negara tapi bentuk kerajaan yang namanya Kerajaan Papua Barat New Guene/Malanesia. Pembentukan Raja ini juga merupakan amanat dari UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus,” tegasnya.

Ketiga, raja-raja di tanah Papua dari masing-masing tingkatan sampai tingkat keret dilarang melakukan tugas raja dalam kegiatan politik praktis dan dilarang keras untuk menerima sogokan dalam bentuk apapun karena berujung pada kesengsaraan rakyat.

Lanjutnya, yang jelas didalam sistem pemerintahannya menganut sistem kerajaan yang memiliki kabinet dan perdana menteri yang tugas pokok dan fungsinya menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan bagi rakyat Papua dan dunia, sebab kedepannya tanah Papua yang adalah tanah yang diberkati Tuhan akan memberikan makan kepada semua suku bangsa di dunia ini.

Ditegaskannya, kerajaan Papua hadir untuk mengatur Indonesia dan dunia yang berantakan akibat dari perbuatan dosanya sendiri baik dosa rakyatnya maupun para pejabatnya yang melawan terhadap kehendaj Firman Tuhan. Itu sangat penting karena tanah Papua merupakan tanah perjanjian Allah.
Mengenai sistem pemerintahan di Negara ini, dirinya telah bertatap muka secara langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk merubah sistem pemerintahan Negara ini menjadi Negara Federal, dan hal itu telah disetujui oleh Presiden SBY.

“Saya dan kabinet saya baru di panggil oleh pemerintah Jakarta untuk melakukan pertemuan besar dengan sejumlah Negara diantaranya Hongkong, Perancis, Brunei Darusalam, beberapa Negara di pasifik. Pertemuan itu dijadwal Minggu depan dengan agenda membahas mengenai pembangunan di Papua disegala aspek/bidang,” terangnya.

Sementara itu, mengenai perbedaan kekuasaan raja dan presiden, yakni, pertama, Raja berkuasa pada individu, suku, bangsa dan ras, tetapi presiden adalah akibat hukum dan politik, Presiden tampil dengan julukan adat “Mambai” artinya bukan dari keturunan bangsawan tetapi karena keberhasilan menyelamatkan raja, ras, suku, bangsa dan keret/marga, maka diterima dan dijuluki Mambri.

Kedua, Presiden dalam Negara manapun di muka bumi secara adat disebut pria dan putrid berwibawa sehingga dari sudut pandang kultur adat keturunan bangsawan/Raja menilai bahwa Presiden tidak menghormati rajanya akibat demokrasi dan politik, presiden tidak menata adat secara terhormat, sehingga bilamana struktur adat keturunan bangsawan/Raja dipersiapkan dan atau dibuat aturan maka bisa tampil juga sebagai Mambri/Presiden melalui musyawarah dan mufakat.

Ketiga, ada kewenangan yang membedakan yaitu presiden tidak memiliki hak keturunan tetapi raja memiliki hak keturunan darah turun temurun. Keempat, raja dapat bersabda, tetapi presiden sebatas instruksi. Raja secara kultur dikuduskan dan tidak ada dusta, tipu muslihat, dan tidak kotor dalam kepemimpinannya, tetapi sebaliknya pada presiden. Kelima, Raja sebagai penasehat-penasehat Presiden maka Presiden wajib melayani raja.
“Jadi sistem pemerintahan yang benar adalah Raja melindungi pemerintah dan rakyatnya. Raja dan adat terbuka dalam perbuatan kebenarannya serta Raja dan adat merupakan suatu keilahian dalam kehidupan sehari-harinya,” pungkasnya.(nls/don/l03)

Artikel Sebelumbnya tentang Alex Mebri:

  1. OPM Gadungan Bergerilya di Jakarta
  2. Klaim TPN/OPM yang Sah, Gelar Jumpa Pers
  3. Diantar Tarian Adat, Pasangan ‘Yan-Heems’ Resmi Daftar ke KPU Papua

NKRI Sudah Final, Jangan Coba-coba Ganggu Keutuhan NKRI

Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]”]JUMPA PERS: Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]JAYAPURA [PAPOS] – Silahkan saja berkumpul dan menyampaikan pendapat, tetai jangan mengganggu keutuhan NKRI. Sebab NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke sudah final. NKRI sudah harga mati. Jadi siapa saja yang mencoba mengganggu keutuhan NKRI maka seluruh warga Negara Indonesia akan menghadangnya.

Demikian disampaikan Penjabat Gubernur Papua, Dr.Drs. Syamsul Arief Rivai, MS kepada wartawan diruang kerjanya, Jumat [21/10] usai melakukan pertemuan dengan sejumlah FORKOMPIMDA, tokoh agama dan tokoh masyarakat.’’ Jadi pemerintah tidak melarang masyarakat berkumpul dan menyampaikan aspirasinya, termasuk pelaksanaan Kongres Rakyat Papua [KRP] III,asalkan tidak bertentangan dengan aturan atau norma-norma hukum yang berlaku di NKRI,’’ tandasnya.

Untuk menyikapi gejolak yang terjadi di Tanah Papua saat ini, Penjabat Gubernur Provinsi Papua melakukan pertemuan tertutup dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah [FORKOMPIMDA] diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin.

Menurut Penjabat Gubernur, NKRI adalah final, wilayahnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Itu komitmen nasional. Untuk itu, siapapun dia warga negara dimuka bumi ini, tentu mempunyai komitmen yang sama untuk menjaga keutuhan negara Indonesia yang dicintai ini.

Oleh karena itu, tegas Gubernur, karena wilayah NKRI sudah final, sehingga jika ada kelompok atau orang yang mencoba memberikan statmen lebih dari pada itu, bukan saja warga Papua yang akan bertindak, tetapi seluruh rakyat Indonesia pasti akan menghadapinya.

“Jika ada kelompok atau orang yang ingin membangun negara di atas negara, bukan saja masyarakat di Papua yang akan bertindak menghadangnya, tetapi seluruh rakyat yang ada di Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama,”tukasnya.

Lanjut Rivai, berkaitan dengan Kongres Rakyat Papua [KRP] III, sebenarnya pemerintah dan aparat keamanan sudah memberikan tolerasi cukup tinggi untuk pertemuan itu. Dimana sudah mempersilahkan untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat, asal tidak menyinggung NKRI.

Sayangnya, dalam pertemuan yang berlangsung dari Senin [17/10) hingga Rabu (19/10) ada yang melanggar. Karena telah melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan, maka aparat keamanan terpaksa harus mengamankan beberapa orang untuk dimintai keterangan terkait kongres itu. “Dinamika di lapanganlah yang menyebabkan adanya ekses sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,”ujarnya.

Namun pihak aparat keamanan baik dari TNI dan Polri sudah berusaha sedemikian rupa dengan bertindak sesuai dengan [SOP] dalam penanganan persoalan. “Memang ada beberapa orang yang ditangkap pihak kepolisian, namun yang tidak berkaitan dengan persoalan sudah dilepaskan kembali. Tetapi bagi mereka yang secara nyata diduga mempunyai pengaruh terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan itulah yang sementara ditangani oleh pihak Polda untuk selanjutnya di proses secara hukum,” jelasnya.

Syamsul Arief mengajak seluruh masyarakat Papua untuk bersama-sama mendudukan masalah ini secara proposional.”Mari kita memberikan dukungan kepada aparat keamanan dalam mengambil langkah untuk menyelamatkan bangsa, bukan untuk kepentingan perseorangan melainkan untuk keselamatan penjagaan wilayah NKRI. Dengan demikian kita sepakat bahwa Indonesia itu final. Kalau kemudian ada ekses, saya meminta agar ditangani juga secara profosional,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap, kejadian yang terjadi pada Kongres Rakyat Papua III hendaknya kejadian yang terakhir dan tidak akan terulang lagi dimasa-masa yang akan datang. “Pada masayarakat Papua, mari kita bersama-sama membangun daerah ini dan menjaga ketertiban serta keamanan di provinsi tertimur di Indonesia ini, apalagi kita akan melaksanakan Pemilihan Gubernur Papua,” katanya.

Ditempat yang sama, Kapolda Papua Irjen Pol Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa kongres rakyat Papua III tidak dihentikan, meskipun pada awal pembukaan sudah terjadi penyimpangan dan melanggar aturan yang ada. Inilah toleransi terbesar yang diberikan aparat keamanan.

“Kami tidak menghentikan kongres tersebut, meskipun pada saat mau berlangsung ada pengibaran bendera bintang kejora. Meskipun sudah melanggar aturan yang ada, aparat keamanan memilih menunggu hingga berakhirnya pertemuan itu. Kalau ada ekses itu dinamika dilapangan,” tegasnya.

Menyinggung soal adanya tiga orang yang ditemukan tewas pasca penutupan kongres, Kapolda mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Apalagi kata Kapolda, pihak kepolisian tidak menerima permintaan izin penyelenggaraan KRP III tersebut. Karena, salah satu syarat pelaksanaan kongres adalah harus jelas tempat pelaksanaannya. ‘’Jadi sampai saat ini tidak ada permintaan izin, tapi inilah toleransi kita terbesar walaupun pada pembukaan sudah ada pengibaran bendera, tapi kita tunggu sampai selesai pelaksanaan kongres,’’ tandasnya.

“Kalau ada masyarakat termasuk rekan-rekan media, atau siapapun yang memiliki bukti penyebab tewasnya tiga orang tersebut silahkan sampai ke kepolisian, jangan cuma katanya-katanya silahkan sampaikan kepada kita. Kami akan menindaklanjutinya,’’tukasnya.

Lebih lanjut dikemukakan Kapolda, ke enam pelaku KRP IIIyang sementara ditahan akan diproses secara hukum. Sedangkan yang lainnya sudah dikembalikan oleh pihak kepolisian. Pada kesempatan tersebut.’’Sekali lagi saya klarifikasi bahwa Kongres tidak dihentikan. Karena, jika dihentikan mengapa tidak dari awal dihentikan,’’ katanya.

Sementara ketua DRPRP John Ibo membantah secara tegas adanya isu bahwa setiap anggota dewan gajinya dipotong untuk pendanaan KRP III. Isu itu tidak benar karena DPRP adalah suatu lembaga karena merupakan lembaga harus ada kebijakan yang merupakan keputusan. “Kami tidak pernah mempunyai keputusan atau kebijakan setiap anggota menyumbangkan dana terhadap kongres, bila memang ada akan ditemukan,” pungkasnya.[tho]

Written by Thoding/Papos
Saturday, 22 October 2011 00:00

Pepera Tak Bisa Diganggu Gugat

Ramses Ohee
Ramses Ohee

JAYAPURA – Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang belakangan semakin menghangat dibicarakan dengan pelaksanaan kajian oleh International Lawyer for West Papua (ILWP) di London, Inggris, memaksa salah satu pelaku sejarah Pepera, Ramses Ohe kembali mengeluarkan statemennya terkait sejarah Papua.

Saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Waena, Minggu (31/7), yang dengan tegas bahwa Pepera Tahun 1969 tidak bisa diganggu gugat lagi. “Kita sudah merdeka sejak Tahun 1945, sekarang yang kita butuhkan adalah bersatu padu himpun seluruh kekuatan kita untuk bangun Negara Kesatuan Republik Indonesia ini,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Waena, Minggu (31/7).

Apa yang telah diletakkan sebagai dasar atau pondasi oleh orang tua terdahulu, ditegaskan agar jangan dibongkar. “Mari kita bicara tentang apa yang orang tua belum capai, baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan apapun yang diperlukan oleh kita semua. Itu yang kita lihat. Sehingga keinginan yang tidak baik itu, bongkar pasang rumah itu kita buang dari kita semua,” lanjujtnya. Ramses yang menegaskan kembali bahwa ia sebagai pelaku sejarah pelaksanaan Pepera, yang membacakan sikap politik saat itu di hadapan Ortisan, bahwa Pepera tersebut sudah sah dan harga mati. “Dalam tempo tiga bulan, ketukan PBB jatuh, dan Belanda pergi dari Papua. Jadi tidak bisa bicara apa yang telah kita buat, sudah harga mati. Kalau mau bicara itu lagi, PBB mana yang mau akui lagi,” tandasnya.

Di tempat terpisah, Selpius Bobii selaku Ketua Umum Eknas Front Pepera PB (Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat) menyatakan bahwa, agenda yang digelar oleh ILWP adalah forum ilmiah (seminar).

“Ada pihak-pihak yang menganggap itu pra referendum, bahkan ada yang menganggap itu final. Pemahaman itu perlu diluruskan,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Asrama Tunas Harapan, Padang Bulan.

Dikatakan, kalaupun nanti forum yang digelar oleh ILWP mengasilkan sebuah rekomendasi berupa peninjauan kembali Pepera 1969, maka tidak bisa dilaksanakan begitu saja. “Itu harus dibawa ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), dan yang membawa harus sebuah Negara anggota PBB. Karena ILWP tidak punya kewenangan ketuk palu yang sifatnya mengikat,” lanjutnya.

Dewan Keamanan PBB, kata Selpius Bobii juga belum bisa mengetuk palu yang sifatnya final. “Karena apa yang menjadi kesimpulannya harus direkomendasikan ke PBB untuk dimasukkan dalam agenda pembahasan di PBB. Dan untuk masuk dalam agenda itu membutuhkan proses yang rumit,” lanjutnya lagi.

Dikatakan juga, bahwa dalam pembahasan di PBB, juga tidak bisa langsung diambil keputusan dengan mudah. “Di situ akan diadakan perundingan-perundingan, setelah perundingan tidak tercapai kata sepakat batu di voting,” ungkapnya.

Sehingga ia berharap agar tidak ada reaksi yang berlebihan oleh masyarakat Papua, yang memicu ketegangan. Demikian juga tentang isu-isu yang berkembang belakangan ini, seperti adanya demo tandingan pada 2 Agustus nanti, serta berbagai issu lainnya, dinilainya sebagai pembunuhan psikologis masyarakat Papua.

Sehingga ia berharap agar tidak ada penekanan yang berlebihan dari pihak aparat TNI dan Polri dalam menyikapi agenda 2 Agustus oleh ILWP di London. “Rakyat Bangsa Papua yang hendak melakukan demonstrasi atau kegiatan damai lainnya dalam menyambut kegiatan ILWP di London, harus dilakukan dengan bermartabat dan damai, hindari penyusupan-penyusupan yang memprovokasi massa aksi damai,” harapnya.

Sedangkan Mako Tabuni selaku Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), memastikan bahwa pada 2 Agustus besok, pihaknya akan menggelar aksi demo damai sebagaimana demo-demo sebelumnya. Yakni mengambil titik kumpul massa di Perumnas III, Expo, Lingkaran Abe, dan sejumlah tempat lainnya.

Bahkan pihak KNPB juga membatasi peliputan oleh wartawan, yakni dengan membagi Kartu Identitas (ID Card) kepada wartawan. “Kami tidak bertangungjawab apabila terjadi apa-apa pada wartawan saat meliput tanpa kartu identitas dari kami,” ungkapnya, yang Minggu (31/7) kemarin membagi-bagikan ID Card kepada wartawan.(aj/cr-32/don/l03)

Senin, 01 Agustus 2011 00:17
http://bintangpapua.com/headline/13182-pepera-tak-bisa-diganggu-gugat

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny