Banyak Orang di Inggris Anggap Papua Tak Aman

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Moh. Erwin Syafitri berpose bersama Dubes Inggris H.E Mr. Mark Canning, dan rombongan, Selasa.
Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Moh. Erwin Syafitri berpose bersama Dubes Inggris H.E Mr. Mark Canning, dan rombongan, Selasa.

JAYAPURA — Dubes Inggris H.E Mr. Mark Canning menyampaikan, banyak orang di Inggris beranggapan Papua tak aman, tapi ketika ia berkunjung ternyata anggapan itu keliru Papua adalah wilayah yang aman dan kondusif bagi siapapun.

Demikian Siaran Pers yang disampaikan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Moh. Erwin Syafitri ketika menerima kunjungan kerja Dubes Inggris H.E Mr. Mark Canning didampingi Julia Shand (Second Secretary Political), Benny Sastranegara (Political Analyst), Euan Ribbeck (Close Protection Team Leader), di ruang Cycloops Makodam XVII/Cenderawasih, Jayapura, Selasa (18/9).
Pangdam mengatakan, pihaknya bersama Dubes Inggris membahas berbagai isu, baik terkait perkembangan politik, perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan keamanan di Papua saat ini.

Pangdam mengatakan, pada intinya polisi yang lebih tahu, sedangkan Kodam hanya membantu tugas Kepolisian apabila dibutuhkan. Kodam XVII/Cenderawasih hanya melaksanakan tugas pokoknya, disamping itu juga melaksanakan pembinaan Teritorial, diantaranya pembinaan masyarakat.

Sedangkan pertanyaan dari Mr. Mark Canning tentang program UP4B, Pangdam menjelaskan bahwa pemerintah Inggris belum banyak melihat pemberdayaan masyarakat Papua. Agar pemberdayaan masyarakat dapat sinergis dan UP4B tidak semata-mata meningkatkan ekonomi di masyarakat, tapi juga meningkatkan pemberdayaan sosial dan budaya sehingga masalah di Papua dapat terselesaikan. Selanjutnya H.E. Mr. Mark Canning menanyakan apakah tantangan dalam penanganan perbatasan. Pangdam menjelaskan, hanya kelompok kecil separatis yang warga Papua New Guinea (PNG) dan mereka memanfaatkan daerah Abu-abu untuk pergerakannya.

Untuk pertanyaan tentang “Apakah mereka mempunyai senjata khusus?” Pangdam mengatakan, mereka tak mempunyai senjata. Hanya senjata rakitan dan senjata hasil rampasan. Gerakan mereka sangat kecil dan memaksa, mengancam, menakut-nakuti warga akan ditembak TNI jika tak ikut kemauan mereka.

Dubes Inggris berpendapat, “Sulit bagi militer untuk menangani masalah di Papua dengan menggunakan hard power sehingga harus menggunakan soft power”. Apa yang dilakukan Kodam XVII/Cenderawasih dalam penerapannya? Pangdam jawab, untuk penerapan soft power. Pertama, dengan cara mengajak secara persuasif orang-orang yang berpandangan lain untuk kembali ke NKRI. Kedua, mengajak lewat para pendeta supaya membujuk orang yang mengangkat senjata agar sadar dan tak mengangkat senjata kembali.

Namun demikian diakui masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya yaitu pertama apabila mereka kembali mereka mengajukan syarat untuk dibuatkan rumah dan kebun. Selain itu, bila mereka kembali maka mereka minta dijadikan Bupati/ Kepala Daerah.

Dubes Inggris juga menanyakan berapa lama rotasi Pamtas. Dan dijawab oleh Pangdam rotasi dilaksanakan 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Pamtas ini juga diperkuat oleh pasukan Pam Rahwan tetapi lebih pada tugas teritorial dimana tugas tersebut sangat dibutuhkan masyarakat.

Dalam berbagai perbincangan tersebut, Dubes Inggris sangat terkesan dengan pembebasan sandera yang dilaksanakan oleh Kopassus pada tahun 1996 dan seluruh sandera warga negara Inggris dapat dibebaskan tanpa luka sedikit pun. Dubes juga menyampaikan bahwa hubungan Inggris dan Indonesia terjalin baik.

“Tahun ini adalah tahun yang spesial karena PM Inggris pada April lalu melaksanakan kunjungan ke Jakarta dan pada Nopember nanti Presiden SBY akan melaksanakan kunjungan kenegaraan ke Inggris yang akan diterima Ratu Kerajaan Inggris dengan agenda peningkatan hubungan ekonomi, pendidikan serta kerja sama di bidang pertahanan,” ungkap Dubes.

Pada kesempatan itu juga, Pangdam menanyakan, apakah Beni Wenda tinggal di Inggris? Karena Beni Wenda merupakan Daftar Pencarian Orang (DPO). Dubes menjawab, Beni Wenda kini tinggal di Oxford, London, Inggris sejak tahun 2000.

Menurut Pangdam, Dubes mengatakan, Beni Wenda mengajukan suaka politik kepada pemerintah Inggris akan, tapi polisi Indonesia tak melaksanakan prosedur ke Interpol untuk melaksanakan pemeriksaan kepada Beni Wenda.
Beni Wenda adalah salah-seorang tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terus-menerus mengkampanyekan Papua merdeka di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. (mdc/don/l03)

Sumber: BintangPapua.com

Dialog Jalan, Bila Tak Ada Gangguan Keamanan

Kamis, 06 September 2012 22:17, http://bitangpapua.com

Paulus SUmino, Anggota DPD RI Dapil Papua
Paulus SUmino, Anggota DPD RI Dapil Papua
JAYAPURA—Kunjungan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) ke Papua guna mengumpulkan data-data akurat menjelang Dialog Jakarta-Papua untuk penyelesain konflik Papua, ditanggapi DPD RI.

Menurut Anggota DPD RI Dapil Papua Drs Paulus Sumino, Dialog Jakarta—Papua bisa berjalan, apabila tak ada gangguan keamanan seperti aksi penembakan dan kekerasan.
“Dialog Jakarta—Papua dibutuhkan situasi yang sangat kondusif supaya bisa bicara dengan baik,” kata Sumino saat diwawancarai Bintang Papua via posel pada Kamis (6/9).

Dia mengatakan, DPD RI mensyukuri, Presiden telah tanggap dan merespons rencana Dialog Jakarta-Papua . Maka itu, stake-holders (pemangku kepentingan) harus mulai merumuskan konsep dialog yang bisa diterima semua pihak, agar konflik Papua bisa segera tuntas seperti Aceh.

Disisi lain, konsep tersebut juga harus memperhatikan sikap politik negara negara besar seperti USA, Australia, Inggris, Belanda, Kanada dan lain-lain yang memberikan dan menghargai integritas NKRI.

Karenanya, lanjut dia, DPD RI telah merancang atau membangun skenario (scenario building) menjelang Dialog Jakarta—Papua meliputi 4 tahap. Antara lain, tahap I Pra Dialog, semua pihak melakukan evaluasi dan konsolidasi, tahap II pelaksanaan, tahap III tindaklanjut daripada Dialog Jakarta-Papua dan tahap IV evaluasi.

“Dialog Jakarta- Papua ini akan dihadiri 10 kelompok diantaranya kelompok masyarakat adat, Cendikiawan Papua, LSM, pemerhati Papua, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dan lain-lain,” katanya. Sesuai agenda, jelas Sumino, Dialog ini juga akan melibatkan kelompok TPN/OPM yang berada di hutan dan para diplomat TPN/OPM di luar negeri.

“DPD RI minta agar para diplomat di luar negeri jujur kepada rakyat Papua juga melaporkan hasil dari luar negeri signifikan nggak. Kalau signifikan menuntut merdeka kita cari jalan terhormat untuk kembali. Kita belajar juga dari Aceh,” ucapnya.

Sumino menambahkan, Tim Kerja dalam rangka mengawasi Otsus termasuk masih menindaklanjuti evaluasi Pansus DPD RI. Revisi UU Otsus, pengawasan dan pelaksanaan UU Otsus mengingat kekurangan pemerintah pusat, Gubernur, DPRP, MRP dalam hal menindaklanjuti UU Otsus termasuk Peraturan Pemerintah, Perdasi dan Perdasus.
“Yang belum dibuat DPRP supaya dibuat. Fungsi MRP perlu dijalankan sesuai misi UU Otsus. Jangan kurang, juga jangan lebih,”tutur dia. (mdc/don/l03)

Albert Hasibuan: Jaringan yang Dibangun JDP Harus Didukung

Rabu, 05 September 2012 21:21, http://bintangpapua.com

DR Albert Hasibuan didampingi saat diwawancarai wartawan usai bertemu MRP Rabu (5/9).
DR Albert Hasibuan didampingi saat diwawancarai wartawan usai bertemu MRP Rabu (5/9).

JAYAPURA – Trust atau kepercayaan menjadi prasyarat utama untuk membangun ruang dialog Jakarta-Papua yang menjadi salah satu agenda dari kedatangan Tim Kerja Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) di bawah pimpinan DR Albert Hasibuan selama beberapa hari di Papua.

Hal itu diungkapkan Ketua Tim Kerja dari Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan HAM DR Albert Hasibuan, saat ditemui wartawan usai bertemu dengan unsur pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP), Rabu (5/9)
Selain itu, menurutnya, proses menuju dialog juga musti didukung pemerintah, baik di tingkat Provinsi Papua maupun pusat. “Usaha-usaha Jaringan Damai Papua yang dirintis oleh jaringan damai Papua (JDP) itu harus didukung oleh pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat,” jelasnya.

Setelah itu, menurutnya adalah menuju proses selanjutnya yaitu berbicara tentang materi-materi apa yang akan dibahas dalam pelaksanaan dialog. “Karena hal tersebut juga sangatlah penting,” tandasnya.

Dari pertemuan yang telah digelar dengan DR Benny Giay dan Pater Neles Tebay termasuk Foker LSM dan MRP, menurutnya dialog tersebut sangat penting dan didambakan oleh masyarakat Papua untuk dilaksanakan demi menempuh jalan buntu penyelesaian masalah yang ada di Papua.

Hal itu karena, Otsus yang semua diharapkan bisa menjadi jalan tengah, dianggap gagal oleh masyarakat Papua, karena penyaluran dananya yang tidak menyentuh masyarakat. “Dan itu adalah salah satu sumber permasalahan utama,” jelasnya.
Masalah penyaluran dana yang sangat besar tersebut, menurutnya menjadi tanda tanya. “Pemerintah pusat menyampaikan bahwa telah banyak mengeluarkan dana khusus untuk Papua. Yang jadi pertanyaan kemana dana- dana itu?,” ungkapnya. Hal senada disampaikan Wakil Ketua I MRP, Pdt Hofni Simbiak, bahwa jalan dialog adalah untuk menjawab kebuntuan yang terjadi dalam upaya menyelesaikan masalah di Papua.

“Dialog dangan representasi kultural sangatlah penting, oleh karena itu perlu dibangun trust (kepercayaan) dalam rancangan dialog yang ada, sehingga masyarakat tidak merasa takut dalam dialog yang nantinya akan dilaksanakan,” ujarnya kepada Wartawan di kesempatan yang sama.

Menurutnya, pembicaraan masalah pelurusan sejarah yang mendapat penilaian sebagai tindakan yang menjurus makar atau stigma sparatis harus dihapus. “Sehingga kami minta anggapan-anggapan ini dihapuskan karena yang akan duduk dalam dialog adalah orang Papua yang juga merupakan warga Negara Indonesia,” ujarnya.(ven/aj/don/l03)

Teror Penembakan Resahkan Warga

Written by Ant/Agi/Papos, Monday, 27 August 2012 00:00

Timika [papos] – Aksi teror penembakan oleh orang tak dikenal yang terjadi di sejumlah wilayah di Papua akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat. Jika dulu aksi terror penembakan hanya terjadi di Timika dan Puncak Jaya, tetapi saat ini sudah terjadi di beberapa daerah.

“Sekarang penembakan terjadi di mana-mana dan wilayahnya semakin meluas. Kalau dulu cuma sebatas di Timika atau di Puncak Jaya, sekarang ada kasus serupa terjadi di paniai, merauke dan keerom. Bahkan ada wisatawan asing yang hendak mendaki ke puncak Cartenz disandera di ilaga. Masyarakat butuh jaminan keamanan dari aparat,” papar Ketua Komisi A DPRD Mimika, Athanasius Allo Rafra kepada wartawan.

Allo rafra mengatakan masyarakat papua membutuhkan suasana aman dan nyaman dalam kehidupan mereka sehingga perlu dukungan dan peran seluruh unsur untuk menciptakan situasi keamanan yang lebih kondusif.

Menurut dia, teror penembakan yang terjadi terus-menerus di Papua juga berdampak bagi pembangunan dan pertumbuhan investasi di berbagai daerah. Dalam kondisi seperti itu, allo meminta masyarakat tidak perlu terprovokasi dengan adanya berbagai isu menyesatkan dan dapat memberikan informasi kepada aparat Polri dan TNI jika mengetahui ada hal-hal yang dapat mengganggu situasi kamtibmas.

Mantan caretaker bupati kabupaten Mappi dan Mimika itu berpendapat bahwa perlu ada dialog yang lebih terbuka antara pemerintah pusat di Jakarta dengan rakyat Papua terhadap berbagai persoalan yang terjadi selama ini.

“Ada banyak hal yang membuat rakyat Papua tidak puas. Salah satunya yaitu pembangunan yang tidak merata dan juga menyangkut penggunaan dana-dana APBD yang tidak semestinya. Kalau ada kesempatan, pemerintah pusat turun langsung untuk berdialog dengan masyarakat Papua,” usulnya.

Menurut dia, berbagai ketidakpuasan yang dialami rakyat Papua itu menjadi akumulasi dan memantik terjadinya berbagai aksi kekerasan di Papua.

Allo rafra berharap Menko Polhukam, Djoko Suyanto bersama jajaran menteri yang lain lebih intensif melakukan kunjungan ke semua kabupaten di wilayah pedalaman Papua yang selama ini kurang mendapat perhatian. Untuk itu dalam kunjungan Menko Polhukam dan menteri-menteri lainnya dalam rangka menjelaskan kepada seluruh tokoh masyarakat, pemerintah daerah, mahasiswa dan unsur-unsur masyarakat lainnya tentang apa langkah-langkah pemerintah pusat terhadap penanganan masalah di Papua.

“Selama ini menteri-menteri sangat jarang mengunjungi kabupaten-kabupaten di pedalaman Papua. Menteri jangan hanya tinggal di Jakarta, tapi datang ke daerah-daerah di Papua untuk jelaskan apa program-program mereka dalam membangun rakyat Papua,” ujar allo rafra, wakil rakyat dari PDI-Perjuangan.

Aksi kekerasan di papua meningkat dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir. Pada Rabu 22 Agustus 2012, empat warga di kampung Watiya, distrik Tigi Timur, kabupaten Deiyai ditembak oleh orang tak dikenal. Dua warga tewas dan dua lainnya luka parah. Empat warga yang jadi sasaran penembakan bekerja sebagai karyawan PT Putra Dewa yang bergerak di bidang kontraktor.

Sebelumnya, pada Selasa 21 Agustus 2012 terjadi penembakan di kabupaten Paniai dengan korban Brigadir Polisi Yohan Kisiwaitow. Anggota Sabara Polres Paniai itu diberondong oleh kelompok bersenjata di ujung bandara Enarotali ibukota paniai.

Aksi penembakan juga terjadi tepat pada hari Peringatan HUT ke-67 Kemerdekaan RI, Jumat 17 Agustus 2012 di kampung Obano, distrik Paniai Barat. Penembakan itu terjadi tengah malam.

Salah seorang warga tewas di tempat. Dua warga lain luka-luka. Pelaku penembakan menyamar sebagai pembeli dan mendatangi kios yang dijaga oleh Basri, Ahyar Bima, dan Mustofa. Kasus penembakan serupa terjadi di Merauke dan Keerom dengan korban warga sipil.[ant/agi]

Dialog Intensif, Jalan Keluar Konflik Berkepanjangan di Papua

JAKARTA – Pengamat Intelijen, Wawan Purwanto, menilai dialog intensif antara pemerintah dan dua organisasi di Papua merupakan solusi tepat untuk menyudahi konflik yang terjadi di provinsi tersebut.

Penilaian itu muncul menanggapi pengibaran bendera bintang kejora di sejumlah daerah dan penembakan yang terjadi saat HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada Minggu, 1 Juli lalu. “Itu akan terus terjadi, karena memang dari tahun 1961 hingga saat ini, persoalan di sana belum kelar,” ujarnya kepada Okezone di Jakarta, Rabu (3/7/2012).

Menurutnya, sulitnya penyelesaian konflik di Papua lantaran di Bumi Cendarawasih itu dikomandoi dua organisasi berbeda, yakni OPM dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Sehingga, pemerintah perlu melakukan dialog komprehensif yang melibatkan dua organisasi untuk duduk di satu meja. “Selama ini, dibuat dialog, yang satu datang yang satu enggak. Penembakan terjadi lagi, terus yang satu bilang kami kan kemarin tidak hadir, tidak ada kesepakatan damai. gitu-gitu terus,” ujarnya.

Munculnya asumsi adanya pihak asing yang ingin menjadikan Papua merdeka, dinilainya bukanlah suatu ancaman selagi pemerintah Indonesia ingin mempertahankan Bumi Cendrawasih tersebut dalan kesatuan NKRI. Justru pihak asing dapat memberikan kontribusi untuk menyudahi konflik di timur Indonesia itu. “Dialog itu biasanya diadakan di luar negeri agar tidak adanya intervensi. Kalau diperbatasan, justru keamanannya sangat riskan,” urainya.

Selain itu, sambungnya, tugas besar pemerintah beserta aparat keamanan yakni mencari tahu dari mana asupan amunisi yang diperoleh oleh para sparatis, mengingat senjata yang mereka gunakan merupakan senjata curian dan rakitan. “Yang perlu dicari tahu itu, siapa pemasoknya,” tegas Wawan.

“Kuncinya memang peran aktif dari masyarakat sendiri untuk menyampaikan keinginan mereka, keluh kesah mereka dengan berdialog,” pungkasnya.
(ded)

SBY Curiga Pihak Asing Punya Kepentingan di Papua

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasanuddin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui kekerasan di Papua sedang dalam sorotan dunia internasional. Namun sorotan itu dari cara pandang kepentingan tertentu.

“Namun kepentingan kita kepentingan negara, kepentingan rakyat, termasuk tanah di Papua agar tanah itu terus tumbuh, masyarakat sejahtera dan sebagainya,” kata SBY di kantor Presiden Jakarta, Selasa (12/6/2012).

Dikatakan Presiden, memang masalah di Papua luar biasa dan kompleks. Oleh karena itu SBY meyakinkan publik bahwa pemerintah memiliki keyakinan yang benar soal penuntasan kasus di Papua.

“Dan pihak manapun yang di luar negeri (asing) yang punya kepentingan berbeda, harus dijelaskan apa yang dilakukan di sana,” kata SBY.

SBY menegaskan masalah Papua harus dituntaskan. Tidak boleh ada satu orang pun korban jiwa dan tidak bisa dibiarkan harus dilakukan dan diberikan sanksi siapa yang melakukan kekerasan. “Hukum harus ditegakkan,” ujar SBY.

Enhanced by Zemanta

“Konflik Papua Lebih Dulu dari Aceh”

JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla terbukti mampu menjadi mediator dalam penyelesaian masalah di beberapa wilayah konflik yang ada di Indonesia. Pria yang sering dipanggil JK ini telah sukses menyelesaikan konflik berkepanjangan yang terjadi di Poso dan Aceh.

Atas dasar pengalaman JK tersebut, belakangan sangat santer kabar bahwa Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini diharapkan bersedia untuk menjadi mediator dalam penyelesaian konflik berkepanjangan di Papua.

Namun saat dimintai keterangan oleh wartawan terkait hal tersebut, JK tidak menyatakan dengan tegas kesediaannya. Dia turut prihatin atas banyaknya aksi teror yang disertai konflik di bumi Cendrawasih tersebut.

“Sebenarnya masalah Papua itu lebih duluan dibandingkan Aceh,” kata JK saat berbincang dengan wartawan di kediamannya di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (11/07/2012).

JK menyarankan agar pemerintah mampu memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Yakni dengan menerapkan program-program yang dapat berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.

“Masalah di situ (Papua) sebenarnya bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat cara yang lebih produktif,” tegas JK.

(lam)

Papua Merdeka: Hillary Clinton, Facebook dan Iklan Papua Merdeka

Wednesday 16 November 2011 22:03, IslamTimes.org

Hillary Clinton dan Facebook Papua Merdeka
Hillary Clinton dan Iklan Facebook Papua Merdeka

Islam Times- Kemudian bandingkan dengan pernyataan Menko Polhukam, Djoko Suyanto, dia bilang, soal Papua menunggu keputusan Tuhan. Jadi, Pak Menko Polhukan mau bilang, kita biarkan saja orang-orang Papua terus hidup dengan menyedihkan, nanti datang mukjizat Tuhan membebaskan mereka.

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalagewa harus menyatakan protes atas pernyataan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton yang khawatir kondisi HAM di Papua.

“Pernyataan Hillary sudah intervensi AS ke Indonesia,” kata pengamat intelijen AC Manullang seperti diberitakan indonesiatoday.in, Senin, 14 November 2011.

Menurut AC Manullang, Pemerintah AS sudah menerapkan strategi HAM untuk melepaskan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “HAM akan dijadikan alasan AS mengajukan referendum bagi rakyat Papua,” jelasnya.

Kata Manullang, akibat pernyataan Hillary, negara-negara Eropa maupun kelompok pendukung Papua di berbagai negara akan mendesak Indonesia untuk melakukan referendum bagi Papua.

“Di dunia internasional sudah diopinikan, perlunya referendum bagi Papua karena sudah banyak pelanggaran HAM,” papar Manullang.

“Saya usulkan Menlu Indonesia mengirim surat protes kepada pemerintah AS karena telah melakukan intervensi kedaulatan Bangsa Indonesia,” jelasnya.

Lanjutnya, sikap tegas Indonesia akan berakibat positif bagi Pemerintahan SBY yang akhir-akhir turun mendapat dukungan dari masyarakat.

“Kalau pemerintah SBY bersikap tegas terhadap AS, rakyat Indonesia akan mendukungnya,” pungkas Manullang.

Sementara itu reklame tentang Papua di Facebook sudah muncul. Tepatnya iklan tentang kemungkinan Papua Barat merdeka. Iklan yang disponsori oleh Protest4 itu memasang bendera Bintang Kejora: bintang berwarna putih dengan latar belakang merah di bagian kiri dan tujuh garis biru dan enam garis putih di sebelah kanan. Di sebelah kanan Bintang Kejora itu tertera tulisan agak provokatif: Do you believe West Papua should be given independence? Make your voice count. Whatever you think, we want to know.

Tapi, dengarlah apa yang diucapan seorang OPM di tengah hutan rimba Papua itu: “Otonomi khusus yang diberikan kepada kami hanyalah lelucon. Hanya dengan melihat kulit, rambut, bahasa, dan budaya, kami berbeda dari orang-orang Indonesia. Kami tidak memiliki kesamaan dengan mereka.” [Intelijen.co.id]

Kemudian bandingkan dengan pernyataan Menko Polhukam, Djoko Suyanto, dia bilang, soal Papua menunggu keputusan Tuhan. Jadi, Pak Menko Polhukan mau bilang, kita biarkan saja orang-orang Papua terus hidup dengan menyedihkan, nanti datang mukjizat Tuhan membebaskan mereka. Hebat bukan?

Dan mungkin ini yang paling memprihatinkan, presiden kita seorang pesinden. Bayangkan dalam setahun saja, presiden mampu mengemas 3 Album, yang akan mengalahkan ketenaran Madonnna tentunya. Sementara rakyat dalam kebingungan mutlak, menghadapi harga-harga hidup yang tak bisa mereka jangkau.

Ah, ternyata Presiden dan menterinya pun ternyata tak pernah berharap Papua tetap dalam NKRI. Entah garansi apa yang di dapat Presiden SBY dari Obama di sela-sela makan bersama yang dihadiri pengusaha top Amerika di KTT APEC beberapa waktu lalu di Hawaii. [Islam Times/on/K-014]

Menggugat Organisasi Papua Merdeka (OPM)!

Sebelum Tanah Papua atau Irian Barat dikuasai oleh Kerajaan Belanda pada sekitar abad 18, Kesultanan Tidore dan Bacan telah menanamkan pengaruhnya di Papua (Irian Barat). Kesultanan Tidore memperluas wilayah kerajaannya ke daerah Raja Ampat, Sorong, Fak- Fak dan sepanjang pesisir pantai Teluk Bintuni, Manokwari. Kesultanan Tidore membangun bandar-bandar baru dengan membentuk beberapa kerajaan kecil, dan sebagai rajanya diangkat tokoh masyarakat atau ketua suku di Irian Barat tersebut. Adapun kerajaan–kerajaan tersebut yaitu Kerajaan Kaimana dan kerajaan Ati-Ati , terletak di Fak-Fak Timur, Kerajaan Fatagar di Fak-Fak ; Kerajaan Bintuni, Manokwa dan Kerajaan Kasim di Sele Kabupaten Dati II Sorong.

Untuk memantapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintahan atas wilayah Irian Barat Pemerintah Belanda pada tahun 1898 mendirikan sebuah sebuah benteng bernama “Fort du Bus” terletak di kampung Lobo, desa Lobo, keimana, Fak-Fak. Sedang pos pemerintahan yang pertama berkedudukan di Manokwari. Pilihan Manokwari sebagai satu-satunya Pos Pemerintahan yang pertama pada waktu itu, disebabkan karena dari segi letak geografis, kedudukannya sangat strategis, disamping itu pada masa kesultanan Tidore pada tahun 1855 oleh pihak Zending telah mulai diadakan penyebaran Injil di Wilayah Irian Barat, tepatnya pada tanggal 5 Februari 1855, untuk pertama kalinya mereka (Ottow dan Geisler) menginjak kakinya di Pulau Mansinam, yang terletak kurang lebih 1 mill dari kota Manokwari, sehingga hubungan dengan penduduk setempat sudah lebih mudah. Kekuasaan Belanda semakin kuat setelah ada perjanjian dengan kekaisaran Jerman yang menguasai papua nugini utara dan kerajaan Inggris yang menguasai Papua Nugini Selatan.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 ikut mempengaruhi para pemuda di Irian Barat antara lain Silas Papare, Albert Karubuy, Martin Indey. Pada tahun 1946 di Serui (Yapen Waropen), Silas Papare dan sejumlah pengikutnya mendirikan Organisasi Politik pro-Indonesia yang bernama “Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII)”. Di Manokwari pada tanggal 17 Agustus 1947 dilakukan upacara penarikan bendera merah putih yang dipimpin oleh Silas Papare. Upacara itu dihadiri antara lain oleh Johan Ariks, Albert Karubuy, Lodwijk dan Baren Mandatjan, Samuel Damianus Kawab, dan Franz Joseph Djopari serta ribuan rakyat Papua. Upacara tersebut untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peringatan ini diketahui Belanda, pemuda-pemuda itu ditangkap dan dipenjara selama lebih kurang 3 bulan.

Pasca proklamasi kemerdekaan , Belanda yang tidak setuju melakukan agresi militer atas wilayah Indonesia. Tahun 1949 terjadi perundingan antara pihak Indonesia -Belanda di Konferensi Meja Bundar yang menyepekati terbentuknya Republik Indonesia Serikat yang kemudian seperti diketahui masing-masing negara bagian bentukan Belanda membubarkan diri dan bergabung dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, pemerintah Belanda masih mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan ini menlanggar janji Belanda untuk menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar .

Setelah negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah irian Barat dengan Indonesia gagal. Presiden Sukarno ingin segera membebaskan Irian Barat dari jajahan Belanda. Presiden Soekarno mencetuskan TRI KOMANDO RAKYAT (TRIKORA) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta yang isinya sebagai berikut: 1)Gagalkan pembentukan “Negara Papua” buatan Belanda Kolonial.2)Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Soekarno kemudian membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Sedangkan pihak Belanda mengirimkan kapal induk Hr .Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanannya di perairan Papua bagian barat. TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia, Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda. Pertempuran Laut Aru menenggelamkan KRI Macan Tutul , Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, “Kobarkan semangat pertempuran”. TNI AU dalam waktu tidak lebih dari 1 menit berhasil menerjunkan 81 pasukan penerjun payungdi daerah Teminabuan. Pesawat herculer yang membawa mereka yang menggunakan mesin Allison T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat Neptune milik Belanda.

Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Pada tahun 1969, diselenggarakan referendum yang disaksikan oleh utusan PBB, Hasil referendum adalah Papua bergabung dengan Indonesia dan resmilah Papua bagian barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian jaya. Maka Terbebaslah Rakyat Indonesia ditanah papua yang hanya dijanjikan-janjikan kemerdekaan oleh kolonial Belanda padahal tujuannya adalah menjadikannya seperti Suriname di Afrika.

Proses Pembangunan Papua, dan pulau-pulau di Indonesia Timur memang berlangsung lambat dibandingkan dengan saudara-saudaranya di Indonesia seperti sumatera, Jawa , Indonesia Barat Umumnya. Ini tidak lain karena disebabkan karena proses sejarah yang berbeda antara indonesia timur dan Barat. Indonesia Barat sebelum kemerdekaan sudah lebih dahulu maju dari saudaranya di Indonesia timur. di indonsia Barat sudah tumbuh kerajaan -kerajaan Besar seperti Sriwijaya dan Majapahit yang menguasai nusantara, kebudayaan dan perdagangan juga sudah lebih maju, Sekolah-sekolah pun banyak sejak zaman Belanda, sedangkan di indonesia timur seperti halnya di Papua hanya ada satu sekolah yang pernah didirikan Belanda pada tahun 1942 itupun sekolah Polisi untuk mengatasi kekurangan personil tentara di Belanda. Artinya kesenjangan ekonomi antara indonesia barat dan timur dapat dikatakan “wajar” jika kita menengok sejarah . Alangkah naifnya kita di indonesia timur menuntut kemajuan yang sama dengan indonesia barat. Semua butuh proses, pemerintah pun berusaha bekerja keras untuk melakukan percepatan pembangunan di Indonesia timur. Bagaimana bisa pembanguna itu bisa berhasil kalau seperti halnya kita di Papua membiarkan sekelompok saudara kita yang haus kekuasaan dan ingin memperkaya diri atau golongannya terus melakukan kekacauan dan pemberontakan. Bagaimana kita bisa maju, seperti halnya di ambon, Maluku kita masih mempermasalahkan dan terprovokasi isu SARA sehingga terjadi pertumpahan darah sesama saudara sebangsa.

Sejarah pembangunan daerah di Tanah Papua dalam kurun waktu 30-an tahun, lebih dipengaruhi oleh paradigma pertumbuhan yang sentralistis ketimbang paradigma kesejahteraan yang memihak rakyat. hasilnya adalah :
Sumberdaya Manusia : berdasarkan laporan Pemerintah Provinsi Papua (2004) bahwa sebagian besar kualitas sumberdaya manusia di Papua masih belum memadai. Lebih dari 79,4 % penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), masih berpendidikan SLTP ke bawah. Dengan kondisi ketenaga kerjaan yang demikian itu, akan sulit menangkap peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja. Apalagi dihadapkan pada persaingan yang kian ketat dengan profesionalitas yang tinggi.

Pemberdayaan Ekonomi Daerah : Memperhatikan struktur ekonomi Papua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, nampak didominasi sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, serta sektor perdagangan dan jasa. Sementara sektor-sektor lainnya hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB sangat kecil. Menurut hasil penelitian UNDP bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih (2005), diperkirakan masih terdapat 41,80% penduduk yang dikategorikan sebagai kelompok miskin di Papua, dan angka ini sedikit menurun pada tahun 2003 yaitu 39,02 %. Bila dibandingkan dengan angka nasional, Papua masih tergolong daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Di Kabupaten Jayawijaya, Paniai dan Toli-kara memiliki persentase penduduk miskin relatif lebih besar dibanding daerah pantai seperti Asmat, Keerom, Boven Digoel dan Sarmi. Demikian halnya dengan Kabupaten Asmat, Boven Digoel, dan Merauke sebagai kabupaten induknya, tidak ada perbedaan yang jauh dalam hal persentase penduduk miskin. Data yang dikeluarkan oleh Bappenas (2004) dan Susenas (2004) menunjukkan bahwa per-sentase penduduk miskin Papua, menurun dari 41,80 pada 2002 menjadi 39,02 pada tahun 2003. Tetapi jika dibandingkan dengan persentase tingkat nasional, kemiskinan di Papua tergolong tinggi. Sementara itu, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dan Indeks pembangunan Manusia (IPM) dapat dilihat pada tabel berikut :

Infrastuktur : Prasarana jalan dan transportasi di Papua adalah salah faktor penyebab utama dari ketertinggalan. Oleh karena itu, pembangunan dan perbaikan atau peningkatan jalan darat menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dan penting. Teristimewa untuk tiga kabupaten, Paniai, Tolikara dan Boven Digoel yang memiliki lebih dari 35 kampungnya hanya dapat dijangkau oleh angkutan udara. Keadaan ini mengakibatkan kampung-kampung tersebut secara relatif masih terisolasi. Penambahan jaringan listrik dan kapasitasnya juga menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Kabupaten Paniai dan Sarmi kurang dari 3% penduduknya yang menikmati fasilitas listrik. Ada empat kabupaten, yaitu Sarmi, Keerom, Tolikara dan Boven Digoel yang tidak mengelola sampah dan sanitasi air kotor di daerahnya. Keadaan ini apabila dibiarkan, pada saatnya nanti akan menjadi permasalahan serius di empat kabupaten tersebut. Karena sampah dan sanitasi air kotor yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber penyakit bagi penduduk di daerah tersebut. Kebutuhan air bersih juga menjadi hal yang mendesak di lima kabupaten, yaitu Sarmi, Keerom, Tolikara, Boven Digoel dan Asmat. Karena situasi, kondisi dan lingkungannya, kelima kabupaten tersebut, sulit mendapatkan air sumur yang memenuhi standar minimal air bersih. Bahkan khusus untuk daerah Asmat tidak mungkin membuat sumur untuk air minum. Mereka hanya bisa mengandalkan air hujan. Kabupaten Paniai, Sarmi, Keerom dan Tolikara, juga membutuhkan peningkatan pelayanan listrik, jaringan dan kapasitasnya. Kurang dari 3% rumah tangga yang mendapatkan pelayanan listrik. Bahkan di Tolikara, belum ada kantor PLN (Perusahaan Listrik Negara).

Belum lagi masalah budaya, dimana dari ratusan suku-suku yang ada di Papua masih ada satu sama lain bermusuhan dan saling perang. Nah apakah dengan kondisi ini, memilih Merdeka “memisahkan diri ” dari saudaranya sebangsa dan setanah air adalah jalan terbaik? Yang merasakan kekecewaan dengan pemerintahan yang korup di indonesia ini bukan hanya saja Papua, kita semua merasakannya. Namun alangkah bijaknya jika kita bersama memperbaiki bangsa ini . Kita dukung program Otonomi khusus dan pemekaran di Papua sebagai upaya pemercepatan pembangunan. Sekarang 20% APBN disemua sektor diarahkan ke Papua. Pembangunan jalan baru, Pembangkit Listrik Baru, Sekolah, rumah sakit, Lapangan pekerjaan, dipacu diseluruh papua!

Apakah dengan kondisi seperti ini kita bisapercaya kepada OPM (organisasi Papua Merdeka ) yang orang-orangnya tidak pernah merasakan pahit manisnya hidup di papua, orang-orang yang hanya mencari kekuasaan, segelintir golongan yang ingin menguasai kekayaan Papua mampu mensejahterakan Papua dalam sekejap mata!

Saudara ku di Papua, mari letakkan senjata, ambil pena mu kawan! Mari kita berpacu mengisi jiwa raga kita dengan ilmu dan keterampilan! mari kita berkeringat membangun negri! Berlari kencang mengejar ketertinggalan! Ini bukannya zaman terpecah berbelah! ini zaman memperbanyak saudara dan sahabat!

Sejuta Sahabat, sejuta saudara masih kurang! Satu musuh sudah terlalu banyak!

Papua Saudaraku sebangsa setanah air! Rangkul dan peluk pundakku , kawan!

Bersama kita untuk indonesia jaya dan sejahtera dari Sabang sampai Merauke!

27 October 2011 | 21:42
http://regional.kompasiana.com/2011/10/27/menggugat-organisasi-papua-merdeka-opm/

Kemana Dana Otsus Papua?

Eksisnya gerakan Papua merdeka ditengarai akibat tidak sampainya dana otonomi khusus (otsus) kepada rakyat Papua
Eksisnya gerakan Papua merdeka ditengarai akibat tidak sampainya dana otonomi khusus (otsus) kepada rakyat Papua

Total dana otsus yang disalurkan pemerintah pusat ke Provinsi Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat mencapai Rp28,84 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melaporkan adanya dugaan penyelewengan dana tersebut.

“Saya khawatir dana itu diselewengkan sehingga rakyat Papua tidak merasakan dampak dan manfaat apapun. Ini harus ada transparansi kemana dana otsus itu digunakan,” ujar anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani kepada INILAH.COM, Kamis (20/10/2011).

Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, langkah pendekatan militer pemerintah di Papua harus disertai dengan upaya memastikan dana otsus Papua tidak diselewengkan oleh elite-elite lokal di Papua.

“Ini persoalan kesejahteraan, sebab keterwakilan Papua di kabinet, pemekaran wilayah serta program otsus tidak dirasakan rakyat Papua, ini persoalannya,” terangnya.

Seperti diberitakan, Rabu (19/10/2011) sekelompok orang menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua III, di Lapangan Zakheus Padang Bulan, Abepura, Jayapura dan mendeklarasikan Papua Merdeka. Polda Papua membubarkan acara tersebut dan menetapkan lima orang sebagai tersangka. [mah]

Source: Kompasiana.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny