Sebelum Tanah Papua atau Irian Barat dikuasai oleh Kerajaan Belanda pada sekitar abad 18, Kesultanan Tidore dan Bacan telah menanamkan pengaruhnya di Papua (Irian Barat). Kesultanan Tidore memperluas wilayah kerajaannya ke daerah Raja Ampat, Sorong, Fak- Fak dan sepanjang pesisir pantai Teluk Bintuni, Manokwari. Kesultanan Tidore membangun bandar-bandar baru dengan membentuk beberapa kerajaan kecil, dan sebagai rajanya diangkat tokoh masyarakat atau ketua suku di Irian Barat tersebut. Adapun kerajaan–kerajaan tersebut yaitu Kerajaan Kaimana dan kerajaan Ati-Ati , terletak di Fak-Fak Timur, Kerajaan Fatagar di Fak-Fak ; Kerajaan Bintuni, Manokwa dan Kerajaan Kasim di Sele Kabupaten Dati II Sorong.
Untuk memantapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintahan atas wilayah Irian Barat Pemerintah Belanda pada tahun 1898 mendirikan sebuah sebuah benteng bernama “Fort du Bus” terletak di kampung Lobo, desa Lobo, keimana, Fak-Fak. Sedang pos pemerintahan yang pertama berkedudukan di Manokwari. Pilihan Manokwari sebagai satu-satunya Pos Pemerintahan yang pertama pada waktu itu, disebabkan karena dari segi letak geografis, kedudukannya sangat strategis, disamping itu pada masa kesultanan Tidore pada tahun 1855 oleh pihak Zending telah mulai diadakan penyebaran Injil di Wilayah Irian Barat, tepatnya pada tanggal 5 Februari 1855, untuk pertama kalinya mereka (Ottow dan Geisler) menginjak kakinya di Pulau Mansinam, yang terletak kurang lebih 1 mill dari kota Manokwari, sehingga hubungan dengan penduduk setempat sudah lebih mudah. Kekuasaan Belanda semakin kuat setelah ada perjanjian dengan kekaisaran Jerman yang menguasai papua nugini utara dan kerajaan Inggris yang menguasai Papua Nugini Selatan.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 ikut mempengaruhi para pemuda di Irian Barat antara lain Silas Papare, Albert Karubuy, Martin Indey. Pada tahun 1946 di Serui (Yapen Waropen), Silas Papare dan sejumlah pengikutnya mendirikan Organisasi Politik pro-Indonesia yang bernama “Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII)”. Di Manokwari pada tanggal 17 Agustus 1947 dilakukan upacara penarikan bendera merah putih yang dipimpin oleh Silas Papare. Upacara itu dihadiri antara lain oleh Johan Ariks, Albert Karubuy, Lodwijk dan Baren Mandatjan, Samuel Damianus Kawab, dan Franz Joseph Djopari serta ribuan rakyat Papua. Upacara tersebut untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peringatan ini diketahui Belanda, pemuda-pemuda itu ditangkap dan dipenjara selama lebih kurang 3 bulan.
Pasca proklamasi kemerdekaan , Belanda yang tidak setuju melakukan agresi militer atas wilayah Indonesia. Tahun 1949 terjadi perundingan antara pihak Indonesia -Belanda di Konferensi Meja Bundar yang menyepekati terbentuknya Republik Indonesia Serikat yang kemudian seperti diketahui masing-masing negara bagian bentukan Belanda membubarkan diri dan bergabung dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, pemerintah Belanda masih mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan ini menlanggar janji Belanda untuk menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar .
Setelah negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah irian Barat dengan Indonesia gagal. Presiden Sukarno ingin segera membebaskan Irian Barat dari jajahan Belanda. Presiden Soekarno mencetuskan TRI KOMANDO RAKYAT (TRIKORA) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta yang isinya sebagai berikut: 1)Gagalkan pembentukan “Negara Papua” buatan Belanda Kolonial.2)Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan Kemerdekaan dan Kesatuan Tanah Air dan Bangsa. Soekarno kemudian membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia. Sedangkan pihak Belanda mengirimkan kapal induk Hr .Ms. Karel Doorman ke Papua bagian barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanannya di perairan Papua bagian barat. TNI Angkatan Laut kemudian mempersiapkan Operasi Jayawijaya yang merupakan operasi amfibi terbesar dalam sejarah operasi militer Indonesia, Lebih dari 100 kapal perang dan 16.000 prajurit disiapkan dalam operasi tersebut. Satu tim Menpor kemudian berhasil menyusup ke Papua bagian barat melalui laut dengan mendarat di Fakfak. Tim Menpor ini terus masuk jauh ke pedalaman Papua bagian barat melakukan sabotase dan penghancuran objek-objek vital milik Belanda. Pertempuran Laut Aru menenggelamkan KRI Macan Tutul , Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, “Kobarkan semangat pertempuran”. TNI AU dalam waktu tidak lebih dari 1 menit berhasil menerjunkan 81 pasukan penerjun payungdi daerah Teminabuan. Pesawat herculer yang membawa mereka yang menggunakan mesin Allison T56A-15 C-130B Hercules terbang menanjak untuk mencapai ketinggian yang tidak dapat dicapai oleh pesawat Neptune milik Belanda.
Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada Indonesia. Pada tahun 1969, diselenggarakan referendum yang disaksikan oleh utusan PBB, Hasil referendum adalah Papua bergabung dengan Indonesia dan resmilah Papua bagian barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian jaya. Maka Terbebaslah Rakyat Indonesia ditanah papua yang hanya dijanjikan-janjikan kemerdekaan oleh kolonial Belanda padahal tujuannya adalah menjadikannya seperti Suriname di Afrika.
Proses Pembangunan Papua, dan pulau-pulau di Indonesia Timur memang berlangsung lambat dibandingkan dengan saudara-saudaranya di Indonesia seperti sumatera, Jawa , Indonesia Barat Umumnya. Ini tidak lain karena disebabkan karena proses sejarah yang berbeda antara indonesia timur dan Barat. Indonesia Barat sebelum kemerdekaan sudah lebih dahulu maju dari saudaranya di Indonesia timur. di indonsia Barat sudah tumbuh kerajaan -kerajaan Besar seperti Sriwijaya dan Majapahit yang menguasai nusantara, kebudayaan dan perdagangan juga sudah lebih maju, Sekolah-sekolah pun banyak sejak zaman Belanda, sedangkan di indonesia timur seperti halnya di Papua hanya ada satu sekolah yang pernah didirikan Belanda pada tahun 1942 itupun sekolah Polisi untuk mengatasi kekurangan personil tentara di Belanda. Artinya kesenjangan ekonomi antara indonesia barat dan timur dapat dikatakan “wajar” jika kita menengok sejarah . Alangkah naifnya kita di indonesia timur menuntut kemajuan yang sama dengan indonesia barat. Semua butuh proses, pemerintah pun berusaha bekerja keras untuk melakukan percepatan pembangunan di Indonesia timur. Bagaimana bisa pembanguna itu bisa berhasil kalau seperti halnya kita di Papua membiarkan sekelompok saudara kita yang haus kekuasaan dan ingin memperkaya diri atau golongannya terus melakukan kekacauan dan pemberontakan. Bagaimana kita bisa maju, seperti halnya di ambon, Maluku kita masih mempermasalahkan dan terprovokasi isu SARA sehingga terjadi pertumpahan darah sesama saudara sebangsa.
Sejarah pembangunan daerah di Tanah Papua dalam kurun waktu 30-an tahun, lebih dipengaruhi oleh paradigma pertumbuhan yang sentralistis ketimbang paradigma kesejahteraan yang memihak rakyat. hasilnya adalah :
Sumberdaya Manusia : berdasarkan laporan Pemerintah Provinsi Papua (2004) bahwa sebagian besar kualitas sumberdaya manusia di Papua masih belum memadai. Lebih dari 79,4 % penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), masih berpendidikan SLTP ke bawah. Dengan kondisi ketenaga kerjaan yang demikian itu, akan sulit menangkap peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja. Apalagi dihadapkan pada persaingan yang kian ketat dengan profesionalitas yang tinggi.
Pemberdayaan Ekonomi Daerah : Memperhatikan struktur ekonomi Papua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, nampak didominasi sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, serta sektor perdagangan dan jasa. Sementara sektor-sektor lainnya hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB sangat kecil. Menurut hasil penelitian UNDP bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih (2005), diperkirakan masih terdapat 41,80% penduduk yang dikategorikan sebagai kelompok miskin di Papua, dan angka ini sedikit menurun pada tahun 2003 yaitu 39,02 %. Bila dibandingkan dengan angka nasional, Papua masih tergolong daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Di Kabupaten Jayawijaya, Paniai dan Toli-kara memiliki persentase penduduk miskin relatif lebih besar dibanding daerah pantai seperti Asmat, Keerom, Boven Digoel dan Sarmi. Demikian halnya dengan Kabupaten Asmat, Boven Digoel, dan Merauke sebagai kabupaten induknya, tidak ada perbedaan yang jauh dalam hal persentase penduduk miskin. Data yang dikeluarkan oleh Bappenas (2004) dan Susenas (2004) menunjukkan bahwa per-sentase penduduk miskin Papua, menurun dari 41,80 pada 2002 menjadi 39,02 pada tahun 2003. Tetapi jika dibandingkan dengan persentase tingkat nasional, kemiskinan di Papua tergolong tinggi. Sementara itu, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) dan Indeks pembangunan Manusia (IPM) dapat dilihat pada tabel berikut :
Infrastuktur : Prasarana jalan dan transportasi di Papua adalah salah faktor penyebab utama dari ketertinggalan. Oleh karena itu, pembangunan dan perbaikan atau peningkatan jalan darat menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dan penting. Teristimewa untuk tiga kabupaten, Paniai, Tolikara dan Boven Digoel yang memiliki lebih dari 35 kampungnya hanya dapat dijangkau oleh angkutan udara. Keadaan ini mengakibatkan kampung-kampung tersebut secara relatif masih terisolasi. Penambahan jaringan listrik dan kapasitasnya juga menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Kabupaten Paniai dan Sarmi kurang dari 3% penduduknya yang menikmati fasilitas listrik. Ada empat kabupaten, yaitu Sarmi, Keerom, Tolikara dan Boven Digoel yang tidak mengelola sampah dan sanitasi air kotor di daerahnya. Keadaan ini apabila dibiarkan, pada saatnya nanti akan menjadi permasalahan serius di empat kabupaten tersebut. Karena sampah dan sanitasi air kotor yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber penyakit bagi penduduk di daerah tersebut. Kebutuhan air bersih juga menjadi hal yang mendesak di lima kabupaten, yaitu Sarmi, Keerom, Tolikara, Boven Digoel dan Asmat. Karena situasi, kondisi dan lingkungannya, kelima kabupaten tersebut, sulit mendapatkan air sumur yang memenuhi standar minimal air bersih. Bahkan khusus untuk daerah Asmat tidak mungkin membuat sumur untuk air minum. Mereka hanya bisa mengandalkan air hujan. Kabupaten Paniai, Sarmi, Keerom dan Tolikara, juga membutuhkan peningkatan pelayanan listrik, jaringan dan kapasitasnya. Kurang dari 3% rumah tangga yang mendapatkan pelayanan listrik. Bahkan di Tolikara, belum ada kantor PLN (Perusahaan Listrik Negara).
Belum lagi masalah budaya, dimana dari ratusan suku-suku yang ada di Papua masih ada satu sama lain bermusuhan dan saling perang. Nah apakah dengan kondisi ini, memilih Merdeka “memisahkan diri ” dari saudaranya sebangsa dan setanah air adalah jalan terbaik? Yang merasakan kekecewaan dengan pemerintahan yang korup di indonesia ini bukan hanya saja Papua, kita semua merasakannya. Namun alangkah bijaknya jika kita bersama memperbaiki bangsa ini . Kita dukung program Otonomi khusus dan pemekaran di Papua sebagai upaya pemercepatan pembangunan. Sekarang 20% APBN disemua sektor diarahkan ke Papua. Pembangunan jalan baru, Pembangkit Listrik Baru, Sekolah, rumah sakit, Lapangan pekerjaan, dipacu diseluruh papua!
Apakah dengan kondisi seperti ini kita bisapercaya kepada OPM (organisasi Papua Merdeka ) yang orang-orangnya tidak pernah merasakan pahit manisnya hidup di papua, orang-orang yang hanya mencari kekuasaan, segelintir golongan yang ingin menguasai kekayaan Papua mampu mensejahterakan Papua dalam sekejap mata!
Saudara ku di Papua, mari letakkan senjata, ambil pena mu kawan! Mari kita berpacu mengisi jiwa raga kita dengan ilmu dan keterampilan! mari kita berkeringat membangun negri! Berlari kencang mengejar ketertinggalan! Ini bukannya zaman terpecah berbelah! ini zaman memperbanyak saudara dan sahabat!
Sejuta Sahabat, sejuta saudara masih kurang! Satu musuh sudah terlalu banyak!
Papua Saudaraku sebangsa setanah air! Rangkul dan peluk pundakku , kawan!
Bersama kita untuk indonesia jaya dan sejahtera dari Sabang sampai Merauke!
27 October 2011 | 21:42
http://regional.kompasiana.com/2011/10/27/menggugat-organisasi-papua-merdeka-opm/