‘Negara Federasi Harus Dilihat Sebagai Bentuk Aspirasi’

JAYAPURA—‘Negara Federasi Papua Barat’ hasil bentukan Kongres Rakyat Papua (KRP) III, disikapi sejuk oleh Anggota DPR Papua Tonny Infandi.

Dikatakan, Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk itu sesungguhnya dipandang sebagai suatu bentuk aspirasi rakyat Papua yang juga harus ditanggapi berdasarkan aturan hukum yang berlaku di negara ini. Namun demikian, dia mengatakan, hendaknya semua pihak harus melihat persoalan ini dengan hati nurani dan menghargai prinsip- prinsip hak asasi manusia baik secara internasional maupun secara sesama anak bangsa.

“Marilah kita bersama memupuk persatuan dan kesatuan demi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” katanya ketika dihubungi di ruang kerjanya, DPR Papua, Kamis (20/10). Dengan demikian, tegasnya, tak ada pihak yang harus dikorbankan karena mereka juga adalah bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kedudukan yang sama.
Untuk itu, kata dia, Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk itu tak dilokalisir seolah olah telah terbentuk negara baru. “Betapapun di dalam suatu negara atau di atas negara sesungguhnya tak ada,” ujarnya.

Ditanya apakah terbentuknya Negara Federal Papua Barat ini inkonstitusional, kata dia, pihaknya tak mengatakan hal itu inkonstitusional. Pasalnya, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang menyakiti dan melukai hati mereka, sehingga bisa saja mereka mengadakan aksi aksi baru yang kemudian akan merugikan kita semua.

Apakah perlu DPR Papua menyikapi Negara Federasi Papua Barat yang terbentuk ini melalui suatu pembahasan, lanjutnya, pihaknya menyetujui dan mengajak wakil wakil rakyat untuk proaktif mengadakan pendekatan karena DPR Papua adalah representasi daripada rakyat Papua, sehingga peran serta dan kebijakan DPR Papua itu penting dalam rangka memberikan pemahaman pemahaman bila perlu seluruh aktivitas rakyat Papua pro merdeka atau yang bertentangan dengan haluan negara bisa diatur dalam suatu Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) agar seluruh aspirasi diproteksi dan berlangsung dalam koridor koridor yang berlaku sesuai perundang undangan.

Selanjutnya, terkait penangkapan ratusan peserta KRP III bahkan diantaranya tewas mengenaskan, dia ungkapkan, selaku anggota DPRP yang dipilih oleh rakyat dan atas nama rakyat dirinya menyesal dan prihatin ada sejumlah korban yang berjatuhan. Pasalnya, peserta KRP III menggelar kegiatan ini dengan tangan kosong tanpa melakukan perlawanan dengan alat alat tajam atau senjata untuk melawan negara. Tapi para peserta KRP III masih didalam batas kewajaran yang sebenarnya diproses dengan aturan yang ada agar bangsa dan negara ini bisa mendapat pengakuan yang wajar, rasional dan obyektif dari dunia internasional dalam hal pembelaan HAM dan demokratisasi.

“Bagi peserta KRP III yang ditahan dan diproses hukum tapi selanjutnya dibebaskan,” tandasnya.
Tapi, ungkapnya, pihaknya mengharapkan peran serta TNI/Polri hendaknya lebih profesional melalui pendekatan persuasif.

Terkait tewasnya 3 peserta KRP III antara lain Melkias Kadepa di perkebunan di belakang Lapangan Misi Zakeus, Padang Bulan pada Rabu (19/10) pukul 16.00 WIT, Anggota DPR Papua Albert Bolang SH MH yang dihubungi via ponsel semalam menegaskan bila ada peristiwa pembunuhan pasti ada pelakunya. Namun, peristiwa pembunuhan ini belum dapat dipastikan pelakunya. Pasalnya, dalam peristiwa seperti ini kemungkinan pihak III yang ikut memperkeru situasi.

Karena itu, pihaknya mengharapkan aparat kepolisian secara tegas dan mengusut tuntas siapa pelaku atau aktor intelektual dibalik peristiwa mengenaskan ini.

“Aparat kepolisian untuk mengungkap peristiwa ini secara obyektif dan tuntas serta menerapkan hukum positif yang sesungguhnya untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan tersebut,” ucapnya. (mdc/don/l03)

Kabar Dari Kampung…Kutipan Sekapur Sirih dari Ikrar Nusa Bhakti untuk Papua…

REP | 20 September 2011 | 14:48

Setiap roda belakang pesawat Garuda Indonesia menyentuh landasan di Bandara Mokmer (Frans Kaisiepo), Biak, air mata haru pasti menetes dari pelupuk mata penulis.

Sebaliknya, setiap pesawat lepas landas dari Mokmer ke arah barat, saya teringat masa sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Irian Barat 1969, yakni ketika satu pesawat bersama rombongan tokoh masyarakat Irian Barat berangkat ke Jakarta dengan Hercules AURI. Saat itu tampak jelas betapa rasa bahagia mereka begitu terpancar. Mata mereka berbinar-binar, tepuk tangan pun bergemuruh di dalam pesawat.

Biak adalah saksi bisu segala peristiwa sejak jadi pangkalan udara utama yang digunakan Jenderal Douglas MacArthur untuk melakukan ”lompatan katak” mematahkan kekuatan Jepang di Asia Pasifik pada Perang Dunia II. Di daerah Kloefkamp, Mokmer, sampai ke Bosnik masih tersisa gua-gua Jepang serta bangkai tank-tank amfibi tentara AS dan Jepang.

Di Biak pula, tepatnya di Ritge II, saya lihat dari pintu belakang rumah ke markas Raiders TNI AD betapa asyik Pangdam XVII/Cenderawasih saat itu, Sarwo Edhie Wibowo, minum kopi di petang hari bersama Lodewijk Mandatjan. Mantan tokoh Organisasi Papua Merdeka dari suku Arfak ini baru tiba dari Manokwari, dijemput ”dua anak angkatnya”, anggota Pasukan Gerak Tjepat (PGT, kini Paskhas) TNI AU dan anggota Komando Pasukan Sandi Yudha (kini Kopassus) TNI AD.

Biak memang tempat yang amat kontras. Biak adalah pintu gerbang udara dan laut ke pulau besar (daratan Papua). Di Biak pula tumbuh gerakan mesianisme yang melahirkan gagasan Papua Merdeka. Tokoh-tokoh OPM 1960-an sampai 1980-an tak sedikit dari Biak, seperti Permenas Awom dan Seth Rumkorem. Rumkorem adalah proklamator Papua Merdeka pada 1 Juli 1971 di Markas Victoria, daerah Waris sekarang. Kata ”irian” yang berasal dari ”iryan” (sinar mentari yang menghalau kabut) dan kata ”papoea” (orang hitam berambut keriting) orang Biak pula yang memopulerkan. Bahkan, bendera Bintang Kejora adalah gabungan mesianisme Biak dipadu bendera Amerika Serikat. Lambang negara Papua yang diperkenalkan pada 1 Desember 1961, Burung Mambruk, juga pengaruh dari Biak.

Saat di SD Negeri 1 Biak antara 1965- 1969, saya mengenal lagu untuk menyambut kedatangan Soeharto ke Biak menjelang Pepera. Di antara bait lagu dalam bahasa Biak itu berbunyi: ”Aryo bapaye Suharto ye… mau be mau be mau rau be mau rau merah putih… kukonbe naiko mambe ka naik” (Presiden kami bapak Soeharto, bendera kami merah putih, akan kami naikkan sampai akhir masa).

Empat peristiwa sejarah

Sesuai Persetujuan New York 15 Agustus 1962, pada 1 Oktober 1962 Irian Barat diserahkan oleh Belanda kepada pemerintahan sementara PBB (UNTEA). UNTEA lalu menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia pada 1 Mei 1963 dan Indonesia wajib melakukan penentuan pendapat rakyat (act of free choice).

Sesuai The Rome Agreement antara RI dan Belanda di Roma menjelang Pepera, kedua negara sepakat Pepera dilakukan dengan sistem perwakilan oleh 1.026 tokoh Papua, bukan one man one vote. Belanda juga menggunakan sistem perwakilan di luar perkotaan saat membentuk Nieuw Guinea Raad (Dewan New Guinea), April 1961.

Ada empat peristiwa sejarah yang hingga kini masih dipersoalkan orang Papua. Pertama, sistem perwakilan dalam proses Pepera Juli-Agustus 1969 dianggap tidak lazim digunakan oleh PBB dalam proses dekolonisasi. Kedua, butir pertama Trikora yang dicetuskan Presiden Soekarno di Yogyakarta pada 19 Desember 1961 yang berbunyi ”Gagalkan negara boneka Papua bentukan Belanda Kolonial” seakan mengakui manifesto politik 19 anggota Dewan New Guinea di Hollandia (Jayapura sekarang) pada 1 Desember 1961 adalah proklamasi kemerdekaan Papua.

Ketiga, proses indonesianisasi birokrasi pemerintahan di Papua akhir 1960-an, yang menggeser birokrat rendahan orang Papua, sungguh menyesakkan hati. Keempat, tindakan brutal aparat keamanan terhadap rakyat Papua 1963, 1969, 1971, 1984-1985, 2000-2001, bahkan hingga kini telah meninggalkan trauma mendalam di hati sanubari saudara-saudara Papua kita.

Meski kini jabatan-jabatan di puncak pemerintahan daerah seperti gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota di tangan orang Papua, persoalan di atas tetap saja muncul. Otonomi khusus (otsus) yang diterapkan sejak diberlakukannya UU Nomor 21 Tahun 2001 mengenai Otonomi Khusus Papua tak juga mengurangi kemiskinan di tanah Papua.

Saat saya mengunjungi Papua, 2-7 Juli 2011, tampak jelas adanya kemajuan semu di tanah Papua. Jalan di wilayah perbatasan dengan Papua Niugini seperti di Koya, Arso, Wor-Kwana, Waris, dan Senggi tampak begitu mulus. Namun, bagaimana dengan peremajaan pohon-pohon kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 30 tahun itu? Di Wamena juga tampak pembangunan pusat-pusat pertokoan yang megah untuk ukuran Papua. Jayapura juga ada dua hotel internasional baru, Hotel Aston dan Swiss-Belhotel. Namun, siapa pemilik ruko dan hotel-hotel itu? Tidakkah rakyat Papua masih menjadi penonton dari pembangunan?

Temukan jalan damai

Uang yang digelontorkan ke rakyat secara tunai melalui program otsus, PNPM Mandiri atau program Respek, benar-benar salah arah. Uang bukan untuk membangun sarana dan prasarana kampung, melainkan dibagi-bagi secara tunai. Hati terasa teriris sembilu saat menyaksikan masih banyak orang menggunakan koteka di Wamena, seakan kemajuan tak menyentuh mereka. Sadarkah kita bahwa migrasi dengan ”Kapal Putih” (Pelni) telah menyebabkan orang Papua kini jadi minoritas di Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Keerom, dan Kota Sorong? Sadarkah kita bahwa orang Marin di Merauke kini tak lagi memiliki tanah? Tak heran jika mereka menolak program Merauke Integrated Food and Energy Estate.

Sadarkah kita bahwa ada dua gerak yang berbeda di Papua saat ini, yakni antara mereka yang berupaya menyatupadukan rakyat Papua—karena itu menolak pemekaran provinsi (Papua dan Papua Barat)—dan Majelis Rakyat Papua menjadi dua atau lebih berseberangan dengan yang menginginkan agar provinsi Papua Barat Daya segera dibentuk. Selain itu, pertarungan antarklan untuk meraih jabatan politik semakin marak, seperti terjadi di Ilaga, Kabupaten Puncak Jaya, dan mulai menyeruak pula di Papua dan Papua Barat menjelang pemilihan gubernur di dua wilayah itu.

Sadarkah kita tiga institusi bersenjata, OPM, TNI dan polisi (khususnya Densus 88), dapat jadi agen yang membakar tanah Papua? Dapatkah dua nasionalisme yang berseberangan, Papua yang ngotot ”kemerdekaan adalah harga mati”, dan Indonesia yang kukuh ”NKRI harga mati” menemukan kata sepakat untuk meningkatkan kualitas otonomi khusus dalam bingkai keindonesiaan dibalut kepapuaan? Pada 1980-an, segala perkembangan di Papua dapat kita baca di Kabar dari Kampung, buletin yang diterbitkan Yayasan Pembangunan Masyarakat Desa Irian Jaya. Hal-hal yang memilukan bisa juga kita baca di Memoria Passionis terbitan Keuskupan Jayapura.

Kini segala berita buruk soal Papua disiarkan oleh Sekber Sentral Informasi Mahasiswa Papua di Yogyakarta, West Papua Media Alerts dan West Papua TV di London, East Timor and Indonesia Action Network di AS, dan Australia West Papua Association di Adelaide, Australia.

Papua tidaklah semembara yang diberitakan Kompas (8 Agustus 2011). Namun, kita jangan meremehkan aktivitas prokemerdekaan Papua di luar negeri, seperti konferensi yang disponsori The Free Papua Campaign and The International Lawyers for West Papua bertajuk ”The Road to Freedom”, 2 Agustus 2011 di Oxford, Inggris. Kita harus tetap mendukung upaya menemukan jalan damai di tanah Papua demi kesatuan nasional kita.

Ikrar Nusa Bhakti Profesor Riset LIPI

Sumber: Kompas.com

Terima Kasih buat Tulisan dari Bapak…Suatu analisa dan pemikiran yang Obyektif untuk Tanah Papua
TUHAN memberkati…

Tidak Benar Penyisiran Resahkan Masyarakat

JAYAPURA [PAPOS] – Kepolisian Daerah [Polda] Papua membantah secara tegas isu bahwa penyisiran gabungan TNI-Polri di kabupaten Paniai meresahkan masyarakat, Papua Pos edisi Rabu [7/9].

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat [Humas] Polda Papua, Komisari Besar Polisi, Wachyono ketika dikonfirmasi Papua Pos lewat telepon selularnya, Rabu [7/9].’’Isu penyisiran meresahkan masyarakat Paniai, itu tidak benar. Sebab TNI-Polri melakukan penyisiran adalah untuk mencari dua senjata yang dirampas oleh kelompok kriminalitas berapa minggu lalu,” ujar Kabid Humas.

Menurut Kabid Humas, apakah benar isu penyisiran meresahkan masyarakat harus di cek dulu ke lokasi kejadian, tidak bisa hanya menerima informasi sepihak. “Penyisiran yang dilakukan TNI-Polri ini bukan semata-mata untuk menakut-nakuti masyarakat atau membuat supaya mereka panik hingga mereka tidak melakukan aktifitas, tetapi penyisiran dilakukan untuk menangkap pelaku perampasan senjata anggota Polri, itu saja,” tegasnya.

Justru kata dia, keberadaan TNI-Polri di Paniai disambut hangat oleh masyarakat. Masyarakat malah senang dan merasa tenang ketika TNI-Polri bersama warga. Demikian juga saat dilakukan penyisiran situasi di Kabupaten Pania berjalan aman dan tidak ada kepanikan.

Jika memang kata Kabid Humas penyisiran meresahkan masyarakat seyogianya disampaikan ke Kapolres. ‘’Justru saya jadi bertanya keresahan masyarakat itu bagaimana dan seperti apa,’’ imbuhnya.

Untuk itu, dia menghimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprofokasi oleh adanya isu-isu yang tidak bertanggungjawab. Bila memang ada informasi yang dapat mengancam nyawa dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab agar segera disampaikan kepada petugas atau aparat kemanan untuk segera ditindaklanjuti.

Ketika disinggung apakah sudah ada titik terang pelaku perampasan senjata milik polri itu. Kabid Humas mengakui bahwa pelaku belum ditemukan. “ Pelaku akan tetap kita kejar dengan melakukan penyisiran guna menangkap pelaku, tetapi bukan untuk meresahkan masyarakat,” jelasnya. [loy]

Written by Loy/Papos
Thursday, 08 September 2011 00:00

Ada yang Tidak Senang Papua Damai

JAYAPURA [PAPOS] – Penjabat Gubernur Provinsi Papua Dr.Drs.Syamsul Arief Rivai, MS mengajak kepada seluruh masyarakat Papua untuk tetap memelihara ketertiban dan menjaga keamanan di Papua, terutama untuk mendukung pelaksanaan Pemilihan Gubernur Provinsi Papua periode 2011-2016. Lantaran ada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang tidak menginginkan tanah Papua damai.

“Kepada seluruh masyarakat yang ada di Papua, mari kita semua pelihara ketertiban dan keamanan di Papua, terutama dalam menghadapi Pemilihan Gubernur yang akan datang,” ujar Penjabat Gubernur Provinsi Papua Dr.Drs.Syamsul Arief Rivai, MS kepada wartawan di Gedung Negara, belum lama ini.

Menurut Syamsul Arief Rivai, keamanan yang kondusif di Papua perlu terus dijaga dan dipertahankan. Kemanan ini bisa terwujud tentunya dengan pengendalian diri, sabar dan tidak mudah terprovokasi dalam menjelang pekansaaan dalam menghadapi persiapan Pemilihan Gubernur.“Ya, kita berharap pemilihan Gubernur yang defenitif dapat terlaksanan secepatnya sesuai dengan jadwal yang diatur oleh KPU,” tandasnya.

Dikatakan, gangguan keamanan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini, merupakan perbuatan orang-orang tidak bertanggungjawab, mereka tidak suka suka apabila Papua damai. Nah, pada saat kedamaian dipelihara, pada saat itupula mereka mencoba melakukan hal-hal yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban di tanah Papua.

Namun demikian kata dia, hal-hal seperti itu pasti akan dihadang sendiri oleh-oleh saudara-saudara kita sendiri. ‘’Apakah itu pihak keamanan maupun saudara-saudara saya dari non muslim pasti ikut memelihara keamanan dan ketertiban Papua,”tuturnya.

Jadi pelaku tidak hanya berhadapan dengan aparat keamanan, tetapi juga akan berhadapan dengan seluruh rakyat Papua. Untuk itu, ia mengajak seluruh masyarakat Papua, tanpa kecuali agar terus menjaga, memelihara dan menciptakan ketertiban dan keamanan di tanah Papua yang kita cintai ini.

“Mereka tidak suka melihat orang damai. Untuk itu, mereka akan selalu berupaya melakukan keributan-keributan. Nah pada saat damai, mereka akan mencoba mengganggu kedamaian itu,” tukasnya.[tho]

Written by Tho/Papos
Thursday, 08 September 2011 00:00

Masalah Puncak Tidak Bisa Dibiarkan Berlarut-larut

JAYAPURA [PAPOS] – Anggota DPR-RI asal pemilihan provinsi Papua Diaz Gwijangge mengaku prihatin atas terjadinya pertikaian masyarakat dua kubu pada saat pendaftaran calon Bupati Puncak periode 2011-2016 belum lama ini. Dengan adanya kejadian para pemimpin daerah baik kabupaten dan provinsi duduk bersama menyelesaikan persoalan ini.

“Masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena ini menyangkut nyawa manusia,” ujar Diaz kepada wartawan di rumah makan Rempah-Rempah Abepura, Rabu [7/9].

Terjadinya aksi kerusuhan ini menurut politisi ulung Demokrat ini merupakan sesuatu yang sangat memalukan karena tidak mencerminkan Papua sebagaimana mestinya. Pelaksanaan Pemilukada adalah salah satu angenda penting nasional yang harus disukseskan. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah daerah maupun provinsi dan pusat untuk menyikapi konflik yang terjadi di Kabupaten Puncak dengan serius.

Kerusuhan disebabkan oleh para pendukung kedua kandidat, bukan masalah pribadi. Ini masalah Pemilihan kepala daerah dan merupakan skala nasional. Untuk itu ini menjadi masalah kita bersama baik di daerah maupun di provinsi.

“Saya sebagai wakil rakyat Papua yang duduk sebagai anggota DPR-RI merasa prihatin terhadap tindakan pembunuhan secara masal. Ini menurut saya masuk kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia [HAM],” terangnya.

Aksi ini menurutnya, bukan masalah perang antar suku yang nantinya dapat diselesaikan secara adat. Artinya, persoalan ini bukan diselesaikan di para-para adat, kemudian dibuat kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertikai dengan berbagai simbol seperti bakar batu maupun ‘patah panah’. Namun ini lebih kepada kepentingan kelompok. Oleh karean itu, ia mengharapkan para pemimpin daerah diantaranya, kepala daerah Provinsi Papua dalam hal ini Gubernur Papua, Muspida, Kapolda Papua, DPRP Provinsi Papua maupun kabupaten serta berbagai element untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan ini.

Lanjutnya, secara organisasi, partai politik itu tidak berdiri sendiri-sendiri baik itu di DPC, DPD maupun di tingkap DPP. “Ini merupakan suatu mata rantai yang dipimpin langsung dari pusat, jadi segala sesuatu untuk masalah keputusan untuk menentukan partai tersebut berada pada calon mana itu ditentukan oleh pusat. Tinggal bagaimana tingkat koordinasi antara pengurus DPP, DPD hingga ke DPC,” terangnya.

Jadi menurut Diaz Gwijangge, koordinasi yang dibangun dalam tubuh partai tersebut kurang baik sehingga terjadi dualisme keputusan untuk memilih bakal calon tersebut. Untuk itu, disini yang harus berperan penting adalah pihak KPUD Kabupaten maupun di Provinsi untuk melakukan verifikasi berkas para calon. [roy]

Written by Roy/Papos
Thursday, 08 September 2011 00:00

Belum Ada Parlemen Didunia Dukung Papua Merdeka

Weynand Watori – Budi Setyanto – Yohanes Sumarto

JAYAPURA—Pernyataan Beny Wenda melalui telepon sambungan langsung internasional dari Oxford, Inggris yang di perdengarkan dalam kegiatan pengumuman hasil Konferensi International Lawyers for West Papua (ILWP) di Makam Theys, Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (20/8) kemarin yang menghimbau kepada bangsa Indonesia untuk segera mengakui kedaulatan Bangsa Papua yang sudah merdeka sejak 45 tahun yang lalu karena sesuai dengan fakta yang ada PEPERA 1969 adalah cacat hukum menuai tanggapan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Selasa (23/8). Anggota Komisi A DPRP dr. Yohanes Sumarto menegaskan belum ada parlemen di dunia ini yang mendukung Papua merdeka, tapi justru mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara kesatuan termasuk didalamnya Papua.
“Apabila anggota parlemen secara perorangan di negara yang mendukung Papua merdeka secara pribadi itu ada, tapi tak boleh menamakan dirinya International Parlemen for West Papua (IPWP),” ungkapnya.

Menjawab pertanyaan apakah International Parliament West Papua (IPWP) maupun International Lawyer West Papua (ILWP) yang di gagas oleh Benny Wenda di London dan beberapa Negara lainnya di luar negeri bisa menggugat PEPERA di Mahkamah Internasional, dia menandaskan, IPWP maupun ILWP tak mempunyai organisasi yang resmi mana mungkin bisa menggugat PEPERA 1969.

Menurutnya, Mahkamah Internasional hanya menyelenggarakan gugatan antara satu negara dengan negara lain. Mahkamah Internasional tak mungkin melayani gugatan diluar negara.

ILWP baru mempunyai arti apabila ada orang yang memberi kuasa kepadanya untuk melakukan gugatan.
Disinggung ILWP mengklaim rakyat Papua yang memberikan kuasa untuk menggugat PEPERA ke Mahkamah Internasional, dia mengatakan, pihaknya justru mempertanyakan rakyat Papua yang mana.

ILWP membuat strategi untuk memenangkan gugatan terhadap PEPERA di Mahkamah Internasional. Padahal ILWP tak mempunyai kekuatan hukum apa apa.

Secara terpisah, Weynand Watori mengatakan proses integrasi itu bermasalah, walaupun pemerintah mengatakan proses integrasi itu sudah selesai setelah dikeluarkan resolusi PBB 1969. Tapi bagi rakyat Papua proses itu cacat hukum karena ada praktek internasional yang tak sesuai.

“Pasalnya, orang Papua menganggap sejarah di masa lalu dibengkokan. Karena itu mau digugat kembali sejarahnya untuk membuktikan ada sebuah penelitian yang sah bahwa proses PEPERA tak sah”, katanya menjelaskan.

Dikatakannya, ILWP ingin membuktikan bahwa proses itu tak benar. Untuk itu dibentuk ILWP untuk menggugat PEPERA di Mahkamah Internasional.

“Di era reformasi ini ada pihak yang mempunyai argumentasi kuat sah saja dan pihak pemerintah juga punya hak untuk mengcounter terhadap claim itu karena ini adalah sebuah proses politik didalam negara demokrasi,” tegas Weynand lagi.
Direktur Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua Budi Setyanto SH yang juga merupakan salah satu pengacara kondang di Papua menandaskan, secara politis maupun hukum rencana gugatan yang diajukan oleh ILWP sah – sah saja, tapi Mahkamah Internasional akan mendasari prinsip prinsip hukum internasional sebagai landasan untuk memeriksa gugatan yang diajukan.

“Jika nanti ILWP secara hukum internasional tak memenuhi syarat tentu akan ditolak, tapi kalau menurut Mahkamah Internasional ILWP dasar hukum untuk mengajukan gugatan terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksan materi gugatan,” tukasnya.

Dalam pernyataannya melalui telepon di Lapangan They Eluay Sentani kemarin, Beny Wenda menyampaikan 4 (empat) point hasil Konferensi ILWP. Pertama, kami telah mendengar sekarang situasi yang paling buruk dan serius di Papua Barat. Kedua, akar masalah peristiwa ini terletak pada kegagalan hak penentuan nasib sendiri PEPERA atau Act of Free Choice pada tahun 1969. Ketiga, oleh karena itu kami kembali mendeklarasikan Pengacara Internasional Papua Barat, secara khusus bahwa orang Papua Barat memiliki hak mendasar untuk menentukan nasib sendiri dibawa hukum internasional bahwa hak itu masih belum dilakukan. Keempat Kami menyerukan kepada semua negara untuk bertindak kepada ketingkatan yang lebih tinggi dan dengan darurat mendesak kepada PBB menuntut orang-orang Papua Barat agar diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri. (mdc/amr/l03)

“Jangan Spekulasi Hasil KT T ILWP”

JAYAPURA—Anggota Komisi A DPRP yang antara lain membidangi masalah politik dan HAM Ny. Yani menegaskan, semua pihak jangan berspekulasi dengan tuntunan sejumlah pihak yang menginginkan pemerintah Indonesia mengakui kedaulatan rakyat Papua. Pasalnya, pelbagai macam rasa ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang berdampak kepada kesejahteraan adalah suatu tantangan bagi pemerintah Indonesia. “Yang paling mendasar adalah rakyat harus terpenuhi sandang dan pangan,” demikian disampaikan Ny. Yani ketika dihubungi Bintang Papua diruang kerjanya, Senin (22/8) terkait hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I International Lawyers for West Papua (ILWP) dari Oxford, Inggris, Sabtu (20/8) bahwa bangsa Indonesia segera mengakui kedaulatan bangsa Papua yang telah merdeka sejak 45 tahun yang lalu.

Menurut dia, bukan hanya di Papua saja di Provinsi lain manakala kesejahteraan yang paling mendasar dan hakiki itu tak terpenuhi, maka akan ada keinginan keinginan atau suatu impian bahwa kalau merdeka itu semuanya akan lebih baik padahal tak seperti itu.

Karena itu, lanjutnya, pihak menghimbau kepada pemerintah pusat membuat kebijakan untuk melindungi potensi- potensi alam agar tak dikuasai pihak asing.

“Saya katakan memang dalam hal hal tertentu kita belum merdeka seutuhnya kita punya ekonomi. Kita punya sumber potensi alam masih dikuasai negara asing. Ketika kita sudah terpenuhi kita tak lagi kelaparan tidak kedinginan maka keinginan untuk merdeka itu sudah terpenuhi,” tukasnya.

Dia mengatakan rakyat Papua tak pernah melihat serta tak dilibatkan rakyat Papua ketika berlangsung KTT I ILWP di Oxford, Inggris, Selasa (2/8) lalu.

Sebagaimana diwartakan koran ini, Pendiri International Parlement for West Papua (IPWP) Benny Wenda dalam Live Phone dari Oxford, Inggris yang diperdengarkan kepada massa pendukung kemerdekaan di Makam Theys di Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (20/8) menghimbau kapada bangsa Indonesia untuk segera mengakui kedaulatan Bangsa Papua yang sudah merdeka sejak 45 tahun yang lalu, karena sesuai dengan fakta yang ada PEPERA 1969 adalah cacat hukum.

Sementara hasil KTT ILWP dibacakan Sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Trapen antara lain. Pertama, kami telah mendengar sekarang situasi yang paling buruk dan serius di papua Barat.

Kedua, akar masalah peristiwa ini terletak pada kegagalan Hak Penentuan Nasip Sendiri PEPERA atau Act of Free Choice pada tahun 1969. Ketiga, oleh karena itu kami kembali mendeklarasikan Pengacara Internasional Papua Barat, secara khusus bahwa orang Papua Barat memiliki hak mendasar untuk menentukan nasip sendiri dibawa hukum internasional bahwa hak itu masi belum dilakukan.

Keempat Kami menyerukan kepada semua negara untuk bertindak kepada ketingkatan yang lebih tinggi dan dengan darurat mendesak kepada PBB menuntut orang-orang Papua Barat agar diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri. (mdc/don/l03)

Senin, 22 Agustus 2011 17:28

Eskalasi Keamanan di Papua Meningkat

JAYAPURA—Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu mengakui, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) International Lawyers for West Papua (ILWP) di Oxford, Inggris, Selasa (2/8) yang hingga kini belum diketahui hasilnya, menjadi salah faktor yang mengusik situasi keamanan, khususnya di Papua.

Pasalnya, ada pihak yang menjanjikan hal- hal yang belum tentu benar atau isu- isu yang dikembangkan beberapa kelompok, sehingga bisa membingungkan masyarakat Papua. Demikian disampaikan Pangdam usai buka puasa bersama insan pers di Kediaman, Jumat (19/8) malam. Dikatakan, masalah keamanan di seluruh Papua akhir akhir ini eskalasinya agak meningkat. Hal ini bukan hanya masalah front bersenjata dari kelompok sipil bersenjata. Namun juga akumulasi permasalahan yang terjadi sebelumnya dan memuncak pada saat KTT I ILWP tersebut.

Pangdam mengutarakan, masalah lain yang membuat situasi keamaman di Papua terusik menjelang Pemilukada Gubernur Papua serta adanya dana Otsus yang selama ini diharapkan bisa dibagi secara merata kepada masyarakat, tapi masih ada beberapa dana yang belum bisa tersalurkan.

Karena itu, ungkapnya, pihaknya bersama Kapolda Papua Irjen Pol Drs BL Tobing telah membangun komitmen untuk mengupayakan agar suasana kembali kondusif. Pihaknya juga berupaya usai Idul Fitri ingin bersama Muspida Provinsi Papua mencari solusi terbaik guna mewujudkan Papua tanah damai.

Bahkan Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe mengajak pihak- pihak yang berbeda pendapat untuk melaksanakan dialog untuk mendapatkan solusi perdamaian.

“Semua masalah bisa kita selesaikan asalkan kita bisa terbuka menyampaikan pendapat.

Ditanya apakah ada penambahan pasukan untuk mengamankan Hari Raya Idul Fitri, dia menandaskan, pihaknya tak melakukan penambahan pasukan.

Diungkapkannya, Apabila pasukan organik bergeser biasa terjadi misalnya di Batalyon 751 Sentani karena Korem tak mempunyai satuan dalam rangka pengamanan saya perbantukan 1 Satuan Setingkat Kompi (SSK).

Ditanya manuver kelompok bersenjata yang sudah berani melakukan aksi penembakan di wilayah perkotaan seperti peristiwa penembakan di Nafri apa langkah yang dilakukan TNI, lanjutnya, langkah TNI bersama Polda karena statusnya tertib sipil itu peran terdepan adalah kepolisian dan pemerintah daerah. Pasalnya, penanggung jawab keamanan di daerah adalah Gubernur, Bupati maupun Walikota.

“Saya membantunya apabila terjadi permintaan dari Kepolisian untuk penambahan personel membantu tugas Polri,” tandasnya.

Sementara itu sebagaimana diberitakan sebelumnya, hari ini jam 9.00 Wit bertempat di Lapangan Makam Theys Hiyo Eluay di Sentani, KNPB akan mengumumkan hasil KTT ILWP yang digelar di London 2 Agustus lalu. (mdc/don/l03)

Sabtu, 20 Agustus 2011 00:02
BintangPapua.com

Menhan: OPM Tak Mewakili Masyarakat Papua

Metrotvnews.com, Magelang: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak mewakili mayoritas masyarakat Papua sehingga permintaan mereka untuk berdialog dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan ditolak.

“Organisasi mereka itu kecil, hanya ada di beberapa tempat saja. Apakah organisasi ini bisa mewakili seluruh rakyat Papua,” katanya di Seminar Menegah St Petrus Kanisius Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Sabtu (13/8).

Purnomo mengatakan, saat seminar di Oxford, isu referendum yang dilontarkan OPM justru tidak populer. Masyarakat Papua sendiri tidak menanggapi isu tersebut. Menurut dia, di Papua organ kehidupan telah berjalan dengan baik sejak lama. Dia tidak menangkap munculnya keinginan rakyat daerah itu yang bermacam-macam.

Namun, dia mengakui terdapat embrio separatis dari sejumlah wilayah di daerah ini. Hal ini tidak menjadi masalah. “Di Papua organ kehidupan berjalan baik. Tidak ada yang berkeinginan macam-macam. Memang ada embrio separatis, tetapi kecil dan sudah ditangani, jadi tidak menjadi masalah,” katanya.

Menurut Purnomo, untuk mengatasi masalah di Papua, maka salah satu program yang dilakukan yakni Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD). Di daerah itu tentara membangun infrastruktur, sehingga kehidupan masyarakatnya lebih maju.

Ia mengatakan, kondisi Papua saat ini berbeda dengan sebelumnya. Ia menyontohkan, pada zaman Orde Baru, pejabat di Papua orang Jawa, sekarang pejabat berasal dari daerah Papua sendiri dan ini merupakan persyaratan.

Ia menuturkan, terkait kesejahteraan masyarakat Papua, sekitar 80 persen pendapatan dari daerah itu dikembalikan lagi ke Papua, yakni mencapai Rp28 triliun per tahun.

Menurut dia, jumlah nilai tersebut sangat besar dengan jumlah penduduk sebanyak tiga juta orang. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan ada sejumlah dana di daerah itu yang mengendap tidak terpakai. Hal ini seharusnya ditindaklanjuti oleh instansi terkait.

Menyinggung persoalan pertahanan di daerah perbatasan seperti Papua dengan Papua Nugini, di Kalimantan dengan Malaysia serta di Atambua dengan Timor Leste, dia menyatakan tidak ada masalah.

Ia mengatakan, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki kesejahteraan para pasukan penjaga di daerah perbatasan tersebut. “Saat ini sedang kami upayakan,” katanya.(Ant/BEY)

Polkam / Sabtu, 13 Agustus 2011 14:00 WIB

Kapolres Salut dengan Massa KNPB

Imam SetiawanJayapura- Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan mengaku sangat menghargai kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat KNPB, pasalnya selama dirinya menjabat sebagai Kapolresta Jayapura, massa KNPB selama melakukan aksi demo belum pernah melakukan tindakan –tindakan yang anarkis.

“ Selama hampir 2 tahun saya menjabat Kapolresta Jayapura KNPB belum pernah melakukan tindakan anarkis dalam aksi unjuk rasa,” tegas AKBP Imam Setiawan saat diwawancarai wartawan di Jayapura, Rabu (10/8), kemarin. Terakhir kata Kapolres, saat aksi demo 2 Agustus, tiga hari sebelumnya dirinya sudah menghimbau agar massa tidak membawa senjata tajam dan tidak miras, dan itu terbukti terlihat mereka sangat tertib dalam melakukan aksi demo damai. “Saat kami batasi hanya di bundaran taman Imbi mereka pun tertib menggelar aksi di Taman Imbi dan bergerak ke arah Abe pun dengan tertib sampai selesai pun dengan tertib ,”kata Kapolres memberikan apresiasi.

Di singgung masalah aksi demo damai KNPB (2/8) yang dinodai adanya aksi penikaman , Kapolresta Imam Setiawan mengatakan “kalau sampai sekarang kami belum bisa ungkap siapa pelaku penikaman, oleh sebab itu kami meminta kerja sama dengan MakoTabuni Cs untuk dapat membantu mengusut kasus ini bersama sama dan dalam waktu dekat akan kami panggil pihak korban untuk bertemu lansung dengan Mako Tabuni,” tegas Imam Setiawan. (cr-32/don/l03)

Rabu, 10 Agustus 2011 23:21
http://bintangpapua.com/headline/13567-kapolres-salut-dengan-massa-knpb

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny