Orang Papua Harus Bersatu Baru Bisa Merdeka

Para pemateri dan moderator dalam diskusi dan seminar Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia(AMPTPI) di ruang pertemuan Asrama Mahasiswa Mimika, Waena Jayapura.(Jubi/dam)

Jayapura, 22/3 (Jubi)-Saat ini orang Papua masih belum bersatu. Masing-masing mau bikin diri jadi presiden. Padahal, untuk mencapai semua itu mestinya orang Papua harus bersatu dan duduk bersama untuk bicara agar bisa merdeka. Semua masih mau jalan sendiri dan orang Papua saling baku tipu di antara mereka sendiri.

Hal ini diungkapkan pejuang HAM Mama Yosepha Alomang , saat menjadi narasumber dalam Seminar dan Diskusi Publik

“Memperjuangkan Keberpihakan Demokrasi bagi Rakyat Bangsa Papua Demi Terciptanya Keadilan dan Perdamaian”

yang dilaksanakan oleh Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia(AMPTPI) di Asrama Mahasiswa Mimika, Sabtu(22/3).

“Konflik yang terjadi di Timika sebenarnya hanya untuk kepentingan orang lain seperti pemerintah RI, bupati, Freeport dan juga TNI dan Polri. Justru masyarakat yang jadi korban: saudara bunuh saudara dan bapak menantu,,”

kata Mama Yosepha Alomang.

Dia menambahkan sebagai orang Amungme, mereka juga punya hukum adat yang sama dengan 10 perintah Allah. Jadi, jangan kira mereka tidak memiliki aturan tersebut.

“Jadi saya pikir tidak mungkin anak-anak mau membunuh dorang punya bapak mantu atau saudara mereka sendiri,”

kata penerima penghargaan HAM dan penghargaan Lingkungan Hidup Internasional itu.

Dia menegaskan kepentingan pihak lain menyebabkan  orang Papua saling membunuh atas nama perang atau konflik.

“Karena itu saya mengingatkan agar mari kitorang bersatu agar Papua bisa bicara bersama untuk Papua bisa Merdeka,”

katanya

Markus Haluk, Sekretaris Jenderal AMPTPI, mengatakan bahwa orang Papua saat ini tipu Papua atau ‘Patipa’ (Papua Tipu Papua), Papua Makan Papua (Pamapa), dan Papua Bunuh Papua (Pabupa).

”Karena itu, bagi saya dialog bukan tujuan, referendum bukan tujuan dan merdeka juga bukan tujuan,”

katanya seraya menegaskan kalau itu semua merupakan jalan menuju kota emas dan itu semua harus dipahami.

Markus mengatakan, jalan menuju kota emas harus dipahami oleh semua orang Papua sehingga tetap bekerja sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

Sementara itu salah satu pembicara lain, Ester Haluk, menegaskan di Papua bukan hanya aparat keamanan saja yang menjadi aktor represi terhadap ruang demokrasi saja tetapi elite Papua di birokrasi juga sangat alergi terhadap protes dan kritik dari masyarakat yang kritis.

“Mereka berkolaborasi dengan pihak keamanan dalam menangani berbagai bentuk terror,ancaman dan intimidasi,”

katanya.

Dia menambahkan pemberangusan hak berdemokrasidi Papua sudah memuncak,dengan pameran kekuatan militer secara full saat mengawal semua proses maupun aksi damai yang biasa dilakukan kelompok-kelompok pro demokrasi di Papua.

“Salah satu bukti nyata adalah pengerahan pasukan dengan perlengkapan lengkap plus panzer dan baracuda untuk mengawal aksi protes mahasiswa. Mereka juga melolakalisir mahasiswa untuk melakukan aksi hanya di lingkungan kampus saja,”

katanya.

Bukan hanya itu saja. Menurut Ester Haluk, izin melakukan aksi damai memprotes kebijakan yang merugikan masyarakat Papua sudah mulai sering tidak diberikan oleh Polda Papua dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Celakanya lagi, kata Ester, aksi protes mahasiswa dalam mengkritisi kebiajakan juga dilindas dengan kekuatan militer dengan Memori of Understanding (MoU) antara pihak kampus dengan Polda Papua untuk menahan dan menangkap mahasiswa yang dianggap memotori aksi protes yang dilakukan kaum muda Papua yang juga mahasiswa.

“Kasus terbaru yang saat ini terjadi adalah terror dan intimidasi terhadap Yusak Reba, akademisi Uncen yang menggunakan kapasitasnya sebagai akademisi untuk berbicara,”

katanya.

Dia mengatakan kebijakan-kebijakan negara juga telah dipakai dalam merepresi ruang demokrasi.

“Banyak kebijakan negara yang cenderung mengutamakan negara dan merugikan masyarakat termasuk orang Papua,”

katanya

Ditambahkan pertama UU Tentang Organisasi Masyarakat/Ormas yang ditetap dalam UU No:8 Tahun 1985 yang diperbarui dalam UU No.17 Tahun 2013 meski telah menuai banyak protes tetap disahkan oleh DPR RI dan diberlakukan di seluruh Indonesia.

“Ini artinya kebebasan berorganisasi dan mengeluarkan pendapat menjadi tabu, jika dilakukan oleh organisasi yang tidak terdaftar di Kesbangpol,”

katanya.

Kebijakan kedua lanjut dia adalah penetapan UU Anti Terrorisme lewat UU No 15 Tahun 2003 memberi akses penuh kehadiran militer untuk kembali bermain di ranah publik.

”Dalam undang-undang ini laporan inteleijen menjadi dasar kuat untuk penangkapan terhadap aktivis demokrasi yang terlebih dahulu diberi label melakukan kegiatan separatis,”

katanya.

Dana-dana dari luar negeri kata dia dengan kebijakan sentralistik dana-dana donor dari lembaga-lembaga di luar negeri ke Indonesia harus melalui kebijakan satu pintu dan juga memberikan akses kepada Badan Intelijen Negara(BIN) untuk memata-matai semua masalah finansial dari lembaga non pemerintah yang fokus mengangkat isu-isu Sipil Politik(Sipol) mau pun Ekosob.(Jubi/dominggus a mampioper)

 on March 23, 2014 at 01:30:09 WP,TJ

‘Selesaikan Masalah HAM atau Papua Keluar dari NKRI’

Manokwari (SULPA) – Pemerintah RI dinilai mengalihkan perhatian dunia soal pelanggaran HAM dengan hanya mempertemukan delegasi MSG (Melanesian Spearhead Group) dengan gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH.

‘’Ini disebabkan karena sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Marty Natalegawa bahwa persoalan yang mengganggu posisi Indonesia dalam konteks Papua di dunia internasional adalah pelanggaran HAM, terbatasnya akses media asing dan soal lingkungan,’’

kata Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH kepada SULUH PAPUA, Rabu (15/1/2014) di Manokwari, Papua Barat.

Jauh sebelumnya dalam Universal Periodic Revieuw (UPR) di Dewan HAM PBB (UN Human Rights Council) di Jenewa, Swiss secara tegas menunjukkan sekitar 176 negara di dunia mengemukakan pandangan dan pernyataan tegasnya yang menyoroti pelanggaran HAM di Tanah Papua yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, baik yang terjadi secara sistematis maupun struktural.

Disamping itu, laporan dari Komnas HAM Asia (Asian Human Rights Commission) tentang tindakan pemusnahan etnis (genosida) di kawasan Pegunungan Tenga Papua (1977-1978).

Ia menyebutkan, bahwa Universitas Yale, Amerika Serikat pernah mengeluarkan laporan risetnya yang mendalam tentang terjadinya Genosida di Tanah Papua yang dilakukan oleh TNI dan POLRI.

‘’Hal ini sempat terungkap dalam pengakuan dari Mayor Jenderal Purnawirawan Sintong Panjaitan dalam Bukunya,” katanya.

Dalam buku berjudul “Pejalanan Seorang Prajurit Para Komando” yang ditulis oleh Hendro Subroto, disebutkan pengakuan sang jenderal menyangkut tindakan kekerasan yang dilakukan pasukannya, termasuk dalam upaya memenangkan Tindakan Pilihan Bebas (Act of Free Choice) atau Pepera.

Secara factual, jika dilakukan secara benar, maka hasilnya adalah 2:3 untuk untuk kemenangan pihak yang menginginkan Irian Barat (Papua) berdiri sendiri.

Warinussy mengatakan, sorotan terhadap permasalahan Papua juga dikemukakan Prof.Piter J.Drooglever dalam bukunya : “Een Daad Van Vrije Keuze, De Papoea’s van westelijk Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelbeschikkingrecht atau Tindakan Pilihan Bebas, Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri.

Dalam buku yang telah diterbitkan edisi Bahasa Indonesian diungkapkan mengenai terjadinya berbagai bentuk pelanggaran secara sistematis dan struktural yang dilakukan atas peran dan prakarsa Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan mantan Presiden Ir.Soekarno waktu itu untuk mengintegrasikan Tanah Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menurut Warinussuy, di dalam hasil penelitian ilmuiahnya yang diberi judul Papua Road Map pada tahun 2009 telah menetapkan adanya 4 (empat) masalah utama di Tanah Papua, yaitu : pertama, marjinalisasi dan efek diskriminatif terhadap Orang Asli Papua. Kedua, kegagalan pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat. ketiga, kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Indonesia. Serta keempat, pertanggung-jawaban atas kekerasan negara di masa lalu terhadap Orang Asli Papua.

“Ujungnya LIPI menyarankan penyelesaian soal-soal tersebut diantaranya melalui Dialog Damai yang kini terus didorong bersama melalui Jaringan Damai Papua (JDP) di bawah Pimpinan Pater Neles Tebay,’’ katanya.

Sebagai pembela HAM di Tanah Papua,Warinussy juga menilai kunjungan delegasi Menlu MSG yang hanya diwakili Menlu PNG, Solomon Island, Fiji dan Kelompok Perjuangan Etnis Kanaky di Jayapura itu justru terjadi bersamaan dengan terus terjadinya pelanggaran HAM secara sistematis dan strukrural di Tanah Papua.

Hal itu antara lain dalam bentuk terjadinya penangkapan terhadap sekitar 46 orang aktivis pro Perjuangan Papua yang sedang berorasi dan berdemo damai di halaman Kantor DPR Papua yang langsung ditangkap oleh aparat keamanan dari Polda Papua.

Juga secara struktural menurut Warinussy,terjadi tindakan memangkas agenda pertemuan para Menlu MSG tersebut dengan perwakilan kelompok-kelompok perjuangan politik yang pro-Papua Merdeka diantaranya dengan perwakilan dari West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) di Jayapura.

Kondisi ini jelas telah menciderai semangat para Pemimpin MSG dalam Komunikenya pada Juni 2013 lalu di Noumea yang menyatakan keprihatinan dan kekwatiran mereka terhadap situasi pelanggaran HAM sesama etnis Melanesia di Tanah Papua Barat.

“Berkenaan dengan itu, maka saya ingin mendesak Pemerintah Indonesia untuk secara dewasa, arif dan bijaksana ke depan mau membuka diri untuk menerima kritikan dan memberi ruang demokrasi yang lebih luas bagi Orang Asli Papua untuk menyuarakan aspirasi dan pandangan politiknya yang berbeda berdasarkan hukum dan prinsip-prinsi HAM yang berlaku universal,’’

tandasnya.

Pemerintah juga harus bisa menyelesaikan segenap kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi sejak Tahun 1963 hingga hari ini dengan menggelar peradilan HAM yang jujur, terbuka dan fair untuk mengadilin dan menjatuhkan hukuman bagi mereka-mereka yang nyata-nyata terindikasi merupakan pelaku-pelaku lapangan maupun pemegang kendali operasi keamanan yang pernah berlangsung di Tanah Papua dahulu.

“Jika Pemerintah Indonesia tidak segera merubah cara pandangnya atas langkah penyelesaian pelanggaran HAM di Tanah Papua serta usulan penyelesaian melalui Dialog Damai, maka saya sangat yakin bahwa Papua akan keluar karena masalah hak asasi manusia sebagaimana halnya Timor Timur. Jangan lupa bahwa ada seorang penulis orang asli Indonesia sudah memprediksi dalam bukunya terbitan tahun 2011 bahwa jika soal HAM tidak diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia, maka Negara ini akan “pecah” pada tahun 2015, atau satu tahun dari sekarang ini,’’

tambahnya.

(B/IDH/R3) Thursday, 16-01-2014, SupPa

KOMNAS HAM: KNPB Bukan Kelompok Milisia

Jayapura, 19/12 (Jubi) – Komisioner Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM RI) Natalius Pigay dengan tegas mengatakan Komite Nasional Papua Barat “(KNPB) bukan kelompok milisia”.

“Mereka itu kelompok rakyat sipil. Ekpresi apapun tidak boleh ditindak kecuali mengibarkan bendera Bintang Fajar,”

tuturnya kepada awak media usai seminar Tersanderanya Ruang Demokrasi di Papua di Aula Sphie P3W Padangbulan Abepura, Kota Jayapura, Papua (19/12.

Penanganan terhadap KNPB harus penegakan hukum. “Tangkap dan buktikan. Kalau salah, buktikan di pegadilan,” tegasnya. Natalius menduga polisi di Papua tidak mau menjalankan penegakan hukum.

“Polisi ingin cepat selesai. Polisi menerapkan crime control mode. Ini cara menangani kelompok kriminal dan teroris.”

kata Pigay.

Kalau model penanganan kelompok krimanal ini yang diterapkan kepada KNPB, menimbulkan dua ekses negatif. Pertama, kebebasan sipil ditekan. Kedua, berpotensi pelanggaran HAM.

Markus Haluk, Sekretaris Jendral Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI) mengatakan memang ada kecenderungan kriminalisasi perjuangan sipil Rakyat Papua. “Ruang demokrasi dibungkam habis-habisan,” tuturnya.

Pembungkaman itu sangat nampak terjadi di mana-mana. Orang mau menyampaikan aspirasi secara damai saja dilarang. Digiring kepada aksi kriminal.

“Yang kita hadapi di Jayapura, ini barometernya Papua,”

tegasnya.

Karena itu, kepada semua pihak, Haluk mendesak untuk duduk berasama. “Masalah Papua tidak akan selesai dengan Otonomi Khusus dan Plus. Masalah akan selesai melalui pihak yang bertikai,”tuturnya. (Jubi/Mawel)

KOMNAS HAM RI: KNPB BUKAN KELOMPOK MILISIA, TabloidJubi.com, Author : Benny Mawel on December 19, 2013 at 19:51:07 WP

Enhanced by Zemanta

“CONCELHO DA REVOLUSAUN PACIFICA DO SOFREDOR POVO MAUBERE EM SOLO PATRIO TIMOR LESTE”

PRESS RELEASE:

HO HAU NIA DEPOIMENTO KONA BA EVENTU 11 NOVEMBRO 2013 IHA TIMOR LOROSAE NIA LARAN.

“CONCELHO DA REVOLUSAUN PACIFICA DO SOFREDOR POVO MAUBERE EM SOLO PATRIO TIMOR LESTE”
PRESS RELEASE:
HO HAU NIA DEPOIMENTO KONA BA EVENTU.

Iha loron 11 Novembro 2013, ita bele dehan loron ida importante teb-tebes, tamba iha loron ne’e husi loron kraik to’o kalan (durante horas 6) nia laran, ulun bo’ot Resistencia Armada nian tomak, figures mais destakadas hanesan: Xanana, Taur, Lere, Lu Olo, Falur, Sabika, Maukalo, L7, ho seluk-seluk tan halibur ho orgauns soberania Timor Leste nian: membros governo, parlamento, tribunal rekurso, komponentes sociedade civil, representates partidos politicos, hala’o sorumuto ida iha Dili Convention Center, fo sasin ba akontecimento ne’ebe mosu iha 1983, kona ba kontradisaun ne’ebe mosu entre komandantes balun, hasoru Xanana Gusmao iha momento neba hanesan komandante em chefe das FALINTIL.

Kostuma dehan “konflitos iha organizasaun ida nia laran, inevitavel” organizasaun ida dinamika, progressiva hodi buka atinge metas la ses husi konflitos ka diferensas ideas atu enrikece no sai saudavel. Hanesan mos Aristoteles iha biban ida dehan “democracy is interesting because people disagree”. Embora konflitos buat ida normal hanesan mos diferensas ideas, iha ema hotu nia moris, bainhira la uza ho prudencias no inteligencia atu resolve, bele provoka konsequencias dezastrozas, sa tan iha funu laran. Experiencias hatudu no hanorin ita hotu, iha moris lor-loron nia…

Nudar hau akompanha ho atensaun maxima transmissaun live TVTL nian ba povo tomak iha Timor Leste, temi debate ne’ebe modera husi DR Mari Alkatiri akompanha husi ex-deputada Maria Paixao ho Dr. Rui de Araujo. Sira ne’ebe presta deklarasoens hasoru hau Mauk Moruk maka Presidente da Republika, PM Xanana Gusmao, Major General Lere ho mos intervensoens balun sugestoens, klarifikasaun husi Sr. Lu Olo, Maukalo ho hau nia maun L7, alem de sira lubuk ida ne’ebe hamosu perguntas.

Personagem principal ne’ebe tece konsiderasoens barak, no detalhadas durante horas rua resin nia laran maka Sr. Xanana, ne’ebe narra episodios ka eventos ne’ebe hasoru hau, dala ruma liafuan “sarkasticas no gozos” karakteristikas tipikas Xanana nian.
Dala barak sadik hau tan sa la mossu debate ida ne’e…

DR. Mari Alkatiri dehan “sorte Mauk Moruk provoka situasaun ne’e hodi ita bele rona no hatene konteudo historia iha ailaran, entre responsaveis militares sira, se lae karik, falun metin hela, ita la hatene”

Tan sa mak hau la marka presenca?

Publiko tomak hanoin katak hau la mosu, tanba tauk. La los. Hau la mosu tanba rekesitos ne’ebe hau koloka la prenche hanesan:

1. Hau husu atu Bispos sira husi Igreja Catolica mak modera, tanba imparcial; hau la simu atu DR. Mari Alkatiri deit mak sai moderador, tanba ikus mai ne’e, ho razoens financeiras ba mega projecto Oe-Kusse, Xanana mak patraun Mari Alkatiri nia. Dr. Alkatiri esvazia a’an tiha ona, hanesan lider da Oposisaun, horas ne’e sai fali projecto manager Xanana nian.

2. Hau konhece diak Xanana iha funu laran. Xanana possue astucia ida extraordinaria atu orchestra armadilhas ba nia adversarios politicos sira;

3. Se karik hau mossu iha asaun solene horseik iha Dili Convention Center, hau tama “armadilha kah emboskada Xanana nia, ho lia fuan seluk” hau rasik assina hau nia atestado de morte face plano maquievelico no assassino premeditado husi Xanana nia ne’e.

4. Hau sei la halo debate ho Sr. Primeiro Ministro (Bazeia ba karta Presidente da Republica) hodi nune’e hau sei        attende deit debate ho Sr. Xanana Gusmao la’os debate ho Sr. Primeiro Ministro da Republica Demokratika Timor  Leste i nem taun pouco hodi mos nia kanar hanesan funsoens akumulativos husi Ministro de Defesa no seguransa nia.  Atu debate ne’e bele la’o ho justo no demokratiku, laiha intimidasaun no manobras oin-oin no mos ho ma-fe kontra  ninia maluk veteranus ninia dignidade no nia vida.

Ho razaun hirak ne’e, maka hau deside la marka presenca no hanoin hadi’a ba oportunidade seluk.

Bainhira maka hau marka prezensa atu presta deklarasaun ruma?

Funu hotu ona, buat ne’ebe ita nia beiala sira mehi to’o ita nia gerasaun hetan tiha ona iha loron 20 de Maio 2002 hodi ita Restaura fali ita nia Independensia nebe Forsas Invasoras Indonesias mai hodi sira nia forsa politika militar no ekonomika iha tinan 1975 tama iha ita nia Soberania hodi invade, hodi viola no ikus mai sira okupa ilegalmente ita nia Rai doben Timor Leste, depois ita hateke ba kotuk liu processo ida que naruk; 450 anos dominasaun Portugues, besik tinan 25 luta armada klandestina ho politica no diplomatika hasoru administrasaun invasora Indonesia.
Hanesan Major General Lere Anan dehan “Os meios justificam os fins” atu atinge ita nia objectivo final. Los duni, ita atinge duni ho kustos ne’ebe bo’ot no todan: ruin, ran, vidas, matan ben, sacfricios, terus no susar oi-oin atu konkista lia fuan “ukun rasik an”.

Nune’e iha loron 20 de Maio 2002, Secretario Geral ONU nian Sr. Kofi Anan akompanha ho chefes do Estado, potencias kolonizadoras (Portugues ho Indonesia) ho nasaun vizinhas sira hotu sai sasin ba acto solene reconhecimento ONU nian ba independencia total i kompleta Timor Leste nian.

Ita ukun an tiha ona tinan 38 juridicamente hahu 28 Novembro 1975. Maibe legalidade no praticamente hodi reconhecomento internacional husi 20 Maio 2002. Hau hanesan cidadaun Timor Leste, hau iha direito no legitimidade atu expressa hau nia hanoin no sentimentu kona ba buat ne’ebe akontese iha kotuk, ba ohin loron no aban bain rua nia. Ora hau nia expressaun la monu ba nai ulun, ukun nain sira nia laran, buat ida ne’e,kestaun seluk.

Tanba ne’e mak iha loron 11 de Novembro loke forum debate maske hau la mosu. Maibe hau dehan ba publiko katak hau Mauk Moruk “la tauk, la rekua ba se se deit”. Iha lei regula ita hotu nia komportamento no moris. Ita hotu hakru’uk ba lei. Nune mos ita hotu hatene katak Republika Demokratika Timor Lorosae ne’e Estado de direito, nune prinsipios basilares da Demokrasia no Liberdade nrbr extraido husi Delarasaun Universal dos Direitos Humanos mak norteia kah konduz Povo no Sociedade Timor Lorosae nia moris loron2 nia iha ita nia Nasaun ida ne’e, tanba Deklarasaun Universal Direitos Humanos mak sebagai linha mestra kah pedra-angular ba ita ema kriatura hotu2 nia moris no lalaho kah hahalok iha ita nia Republika Demokratika Timor Leste ne’e.

Hau fo hatene ba publiko katak hau prepara an didiak lai; mak atu fo hau nia depoimento ba publiko iha loron ida. Bainhira los? Hau husu ba ita bo’ot sira hotu nia pasencia atu hein uitoan.

Hau husik hela klaru katak, hau opta ba paz, lia los, repozisaun verdade historika iha ita nia nasaun Timor Leste.

Hau kontra lia bosok, kontra nepotismo, kontra buat ne’ebe falsu, transforma demokrasia ba kapa ditadura institusional atu serbi egoisme ukun nain balun nian.
Hanesan ema Timor oan, hare sasan barak la los, desperta emosaun no sensibilidade forte. Nune’e hau hakilar ho lian maka’as kontra formas hotu-hotu violensia hasoru ema, uza forsa kilat, lia fuan, diferensia social ne’ebe ohin loron mosu grupo ki’ik ida riku bo’ot besik elite politika, iha maioria kiak nia le’et. Hau nia preokupasaun baseia ba dever atu konstroe sociedade ida justa ba ema hotu, ne’ebe kontempla ba ema hotu, la’os ba grupo ki’ik ida deit nia moris diak.

Ita hotu nia kontribuisaun no partisipasaun maka hetan independencia, nune’e ita hotu sai herdeiros ba nasaun ida ne’e.

Hau apela ba domin no paz duradoira, koperasaun ba dezenvolvimento nasional iha lia los nia mahon okos, hanesan ita Nain Maromak nia hakarak ba ita oan kriatura hotu2 iha Universo ne’e em geral i em particular ba ita Povo kik no kiak iha Timor Lorosae nia laran tomak.

Husi Concelho da Revolusaun Pacifica do Povo sofredor Maubere iha Quartel-General Fatuada, 12/11/2013.
Mauk Moruk Ran NakalY Lemoray Teky Timur / Maubere Tuba Rai Metin

Otsus Gagal

Otsus merupakan salah satu Solusi dari Pemerintah Indonesia kepada Provinsi Papua dan Papua Barat untuk menyelesaikan masalah yang selama ini terjadi di Papua, namun masih ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa otsus masih gagal.

Hal tersebut terbukti dengan adanya masyarakat Papua yang berdiam di Pedalaman Papua yang masih tertinggal, karena dikalangan masyarakat Papua masih ada keluarganya yang belum sejahtera baik itu keluarganya, saudaranya yang masih belum sejahtera untuk itu muncullah Otsus.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Provinsi Papua Lenis Kogoya mengatakan orang Papua mau merdeka karena orang Papua merasa bahwa keluarganya, saudaranya dan rumahnya masih belum sejahtera akhirnya orang Papua mau merdeka.

Untuk itu Pemerintah Indonesia mencari solusi dengan mendatangkan Otsus atau Otonomi Khusus Provinsi Papua dan UP4B atau Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

Lenis juga menambahkan elema akan menjadi solusi dengan mengambil data semua masyarakat Papua yang Berambut Keriting dan
– See more at: http://www.toptvpapua.tv/artikels/2560-otsus-gagal#sthash.GWms2Fr5.dpuf
06-11-2013 21:07:42, Berita Harian, Oleh: Eddy Balubun,TopTvPapua

Enhanced by Zemanta

MOVIMENTO INTERNASIONAL BA DIREITOS HUMANOS I LIGA DOS PRESOS POLÍTICOS!

PRESS RELEASE

QUARTEL GENERAL BA CONCELHO REVOLUSAUN POVO MAUBERE NIA, FRETILIN MATADALAN NO GLORIOSAS FALINTIL LIMAN KROAT POVO MAUBERE NIA IHA FATIN: FATUHADA – COMORO FATUHADA, DILI – TIMOR LESTE.

Press Release: Movimento internasional ba direitos humanos i liga dos presos políticos!
Press Release: Movimento internasional ba direitos humanos i liga dos presos políticos!

Nasaun timor leste la’os kompanhia privado, senhor xanana nia, nune mak senhor xanana mak politiza fali historia tuir ninia hakarak no ninia sistema ukun ho modos facismu, ditadura, madaun komanadante no general no selseluk tan, nune mak nia transforma cnrt ba ninia partido privadu, hodi bosok no lohi povo kik no kiak maubere no fretilin hotu, nune mos falintil no asuwain veteranus sira i hodi moen2 hakat liu ita nia saudosos matebian sira nia ru’in no kulit, isin no ran nebe sira soe no fakar hodi sakrifisios oin2 ba ikus mai oin loron timor lorosae bele ukun rasik a’an duni. Xanana hodi momoen tan halibur mesak nia maluk lubuk ida husi ninia assosisaun mafiosas federalistas, integrasionistas no autonomistas hamrik no tu’ur nia sorin hodi ukun ho kkn nia sistema nebe buras no halebar ba nasaun kik no kiak republika demokratika timor lorosae ne’e…pois hodi ninia sistema ukun atrasado ho mentaklidade mesak desekilibradu sira ne’e mak xanana nia ukun besik tinan sanulu resin, kkn kontinua buras no habebar ba timor lorosae nia laran tomak i halo ita nia povo kiak, mukit no kik ba bebeik.

Sidadaun hotu2 iha direito atu hala’o transformasaun kah remodelasaun nune mos bele korrije sistema ukun xanana nia nebe oin loron ita haré ninia funcionalismu parado hotu i lala’o hodi dever moral ho responsabilidade obrigatoriu atu serve povo no nasaun tuir nia propaganda politika hodi renda2 no funan2 durante ninia kampanha parlamentar nia. Bahinra hodi ita povo arbitragem ninia lian ba halo koresaun ba ninia a’an, xanana hakarak kah lakohi tenke rona povo kik no kiak nebe ke vota ba nia atu kaer nafatin ninia knar hanesan ukun nain ba segundo mandato amp ii kah gbk nebe agora la’o macet total i osan barak mak mohu deit ba sira nia gostus diabolikus sira ne’e…
Se xanana la rona mak povo mukit no kiak ho nia dever moral ejije responsabilidade serio ba governo xanana nia atu halo mudansa radikal ba sistema nebe ke atrasado no la iha plano ba nmanejamento klaro hodi define lolos prioridade ba halo ita nia povo kiak no mukit bele sai moris diak no hakmatek iha domin no dame nia laran, nune bele moris iha komprensaun mutua no harmonia nia laran, iha justsa social ba sidadaun hothotu sem deskriminasaun nenhuma. Kuando xanana ho ulun tós lakohi muda ninia mentalidade arkaika no korrupsaun ukun nia mak massas populares tenke rekore kah halai ba revolusaun popular hodi…

”as the people power must show his powerful policy to save the country before too late”. The people power is only one and unique way to pressure government to change his retrograde system of which it has no more place in our human society’s life daily”…”Therefore in fact the people power’s action through the big and most powerful idea of revolution should forced fragile and very weakness government to introspect himself to change off or to be conformist and awaiting than have severe punition from mass popular revolution as indeed the real people power marching to the great revolution to transform the nation and its leadership, as what we are watching it now with very sadness manner”.

”by the way, the revolution is the only the last way to go to put all the odds and maquevelics that could not compromise of fate of the millions of the innocent and poor people in our east timor’s soil after we have restored our independence till nowadays.
Long life maubere people!
Long live the glorious falintil!
Long live fretilin and all its components!
Our struggle continuing goes on till the all maubere people became liberate from odds and style modus of governing people and nation in this modernization era of the globalization and liberalization leaded by xanana in maubere people motherland”.

Xanana komo primeiro ministro ba republica demokratika timor leste, nia iha dever moral obrigatorio hodi tuir lolos bolu administrador sira halo reuniaun atu fo’o atensaun ba korruptor sira hotu2 atu merese sansaun kah atu husik haburas no habebar nafatin kkn ba nune halo susar no terus nafatin ita nia povo maubere hothotu iha ita nia rai doben timor lorosae nia laran tomak. Mas pelo kontrario xanana hodi nia intensaun a’at tebtebes hodi haruka fali chefes do suco, adminitradores postos e concelhos no mos policias nacionais iha 13 destritos ne’e mai atu ba hafú resistentes sira nia actividade no nia uma fatin moris no hela nia iha timor lorosae nia laran tomak.

Ukun lahatene tun, lideransa nebe hakarak ukun tenki konsistente ho nia maturidade no idoniedade politika hodi ukun ho nia integridade no dignidade hodi informa korrektamente ba masas populares kona ba transparensia no akontabilidade iha governasaun nia.

Lian menon: ba sé deit mak fo’o apoio ho suporta ba koruptores sira atu hane’an povo kik no kiak sira, ami oan doben povo kik no kiak timor lorosae kah povo maubere sei la tolera duni i ami sei la hakfodak ba senhor pm xanana nia statement politika nebe hodi hanesan lolos ema ema bosok ten, nauk ten, bobar ten, politiza historia ba ninia interesse rasik kah privadu, no mos facista no ditador hodi kelas kakap mesak mak ne’e…

Povo mak sei hamrik hamutuk julga korruptores sira tuir realidade moris loron2 nia nebe ke sira hasoru hela dadauk ne’e.
Povo falta bé mos, electricidade, uma ho kondisoens diak atu moris ho, estradas ho kondisoens ho tan buat sira selseluk ba sira nia moris loron2 nia, nebe governo husi alkatiri to’o xanana oin loron ne’e i besik tan tinan 14 seidauk hatudu iha pratika ida…

Governante sira aprova oje, hodi biloens no biloens dolares amerikanos simplesmente hodi habokur koruptor, maibe la’os hadiha povo kik, kiak no mukit nia moris.

Labarik sira la iha nutrisaun diak ba futura nasaun atu lori ba nebe deit mak ne’e, hodi destino incerto deit mak ita akompanha no haré lorloron ne’e.

Korruptor sira mak kontinua ukun, apesar ita hotu hatene sira nia moras kronika hirak ne’e hotu. Crise hirak nebe mosu iha ita nia rai doben timor lorosae tomak nia laran iha tinan2 ba kotuk liu ne’e. Autor nain mak sé lós? Pára ameasa povo! Pára lohi povo! Pára nauk povo! Pára politiza povo ho imi nia politka befoer no moen tantanan deit hirak ne’e…

Korupsaun povo nia inimigo! Manipulasaun iha processu eleitoral se mak involve iha laran? Campanha ala americano uja osan sé nian? Nasun riku povo kik. Sé mak ukun?

Hatun xanana ho nia kronis sira! Reforma governo urgente i la iha pre-condisoens ida! Povo presisa moris diak! Ita precisa matenek timor oan ho espiritu nasionalismu no patriotismu as tebtebes, hodi hadomi nia povo i moris ho sira mukit no kiak hodi serbi sira hodi neon no laran! Maibe la’os halo fali ita povo mukit no kiak sai fali ukun nain sira nia atan.

Hau pronto hamutuk ho matenek timor oan sira hotu-hotu, hamutuk ho povo tomak timor lorosae no maubere, frentistas sira hotu, gloriosas falintil funu nain, juventude maubere no loriku asuwain no mos komponentes hotu2 husi fretilin nia, hodi hala’o revolusaun hasoru mister korruptor sira.

Viva povo maubere! Viva asuwain falintil, liman kroat povo maubere nia viva fretilin no nia komponentes hotu2 iha rai doben timor lorosae nia laran tomak!

Hamutuk ita bele!…

Ba ita hotu nia informasaun contact no. Telefone +670-78145466.
Mauk Moruk Ran Nakaly Lemoray Teky Timor / Maubere Tuba Rai Metin!
Dili, 4 novembro 2013.

14.00

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;
mso-fareast-language:EN-US;}

PM Xanana Gusmao: “Mauk Moruk Mak Bolu TNI Ataka Daitula”

PM Xanana Gusmao: “Mauk Moruk Mak Bolu TNI Ataka Daitula”
PM Xanana Gusmao: “Mauk Moruk Mak Bolu TNI Ataka Daitula”

Primeiru Ministru Kay Rala Xanana Gusmao justifika katak, Komandante FALINTIL iha tempu rezistensia, Paulino Gama “Mauk Moruk” mak hatudu dala ba Tentara Nasional Indonesia (TNI) hodi atake David Alex “Daitula”.

Ida ne’e akontese tan problema oi-oin ho Konis Santana sira, hodi halo Mauk Moruk la lori ona kilat musan mai ba Forsa sira hodi ataka inimigu, no hakfodak la kleur Mauk Moruk ba mosu fali iha venilale hodi rende ba Bapak sira, ne’e mak ohin nia (mauk Moruk) koalia oi-oin hakarak halo revolusaun.

“TNI sira simu Mauk Moruk ho Orgulho boot, faru Jeneral foti tau ba nia kabas, Bapa sira hahu fiar nia, tanba nia mak hatene dalan nune’e-nune’e, ne’e mak nia hodi provoka ho TNI sira ataka David Alex,” informa PM Xanana ba Jornalista sira iha segunda (28/10) iha Akademia Polisia Comoro, Dili.

Xanana hatutan, tanba TNI sira nia jeneral mos atu mate, fila fali mai, bapak sira la fiar kedas nia, hodi Mauk Moruk nonok ba tiha Jakarta no halai tiha ba Olanda. Xanana mos dehan, ema seluk ne’ebe nia (Xanana) lahatene, no lahare sira ne’eba, nia la autoriza sira atu dikute kona ba FRETILIN.

“Se-se mak hau bele lembra katak iha neeba hotu mak, Abel Larisina, Filomeno paixao, Mau Hunu ho Felicano, sira ne’e deit, restu lakon hotu. Ami sira ne’e hau autoriza sira koalia kona-ba ida ne’e, atu mai kontradis hau mos, hau autoriza sira dehan sira matenek, ema sira ne’ebe laiha laran, hau la autoriza, atu dehan katak, Mauk Moruk mai atu kurizi hau, ida ne’e bosok, tanba nia lahatene,” katak Xanana.

“Mauk Moruk bele lembra katak, iha akapamentu report, bainhira Benny Murdani kaer fali TNI, Heli Kopter ida ho Maijor ida ne’e naran Jen, tun iha ne’eba hodi dehan ba FALINTIL sira hotu katak, imi halimar ho Jeneral Yusuf, maibe ho hau imi la halimar, Ami reuniaun lalais tiha ho Maijor ne’e, soladadu sira dehan katak, ita tiru mate boa tamak sira ne’e, ita kaer helikoptru, hau dehan lae, tenki hanoin ho ulun, tanba ida ne’e mak ami haruka sira fila,” dehan Xanana.

Xanana esplika, Komandante Kilik, Mauk Moruk, Mau Hunu, Mau Hudu, Koni Santana, Victor da Costa nia alin no nia rasik (Xanana), realiza reuniaun ida hodi koalia hare ba situasaun, tanba informasaun ne’ebe spalla iha fatin barak, Forsa FALINTIL sira tama la sai fali.

Xanana afirma katak, Mauk Moruk ba to’o iha Alas ne’eba, hasoru komandante Laga nia oan ida, naran Bloku Loi hodi reuni ho Ruak atu buka dalan hodi salva Forsa FALINTIL sira, no fo hatene hela ba sira dehan katak, atu reorganiza forsa FALINTIL sira hodi kontinua funu, so halo hanesan ne’e.

“Maibe sira nia grupu mesak sees an, tanba lia fuan ne’ebe Sr. Ruak koalia hela se ita la serve sai komandante kompania, ba fali komandante pelataun, se ita la serve ba ida ne’e ba fali ida ne’eba,” esklarese Xanana.

Tanba Xanana dehan, iha funu laran kestaun mak ida ne’e, servi didiak hodi bele lori nafatin funu ba oin. Xefi Estadu no komandante Brigada konese sira ho kilat oituan, ho kilat musan ba nia rai dehan katak atu halo operasaun bobot mais nunka akontese buat ida.

“Ho ida ne’e hau ba hasoru padre Locoteli, hau dehan ba nia, ba kedas Dili dehan ba senor Governu, hau hakarak hasoru nia mesa-mesak atu koalia politik, hau lahatene sr. Mauk iha funu laran nia akompanha buat sira ne’e hotu ka lae, ohin loron sr. Mauk Moruk fila tiha ba lia,” akresenta Xanana.

“Enkuantu ami estuda gerilia iha ne’eba, hau estuda Guinea ninian, Mocambique ninian, Cuba nian, hodi ida ne’ebe mak bele aplika mai ita nia rain, laiha ida atu bele aplika ida ne’e, kaer deit mak prinsipius,” relata Xanana. Tanba ida ne’e, tenik xanana Mauk Moruk labele lohi dehan katak, nia mak halo tematika sira ne’e, no nia mak prepara reuniaun 1981.

“Hau mak responsavel gerilia husi komite sentral FRETILIN ninian ne’ebe momentu ida ne’eba Nicolau Lobatu sei moris,” informa Xanana.

Xanana esplika, nia bolu komandante Kilik no sira seluk ba hamutuk atu estuda saida mak nia rasik (Xanana) hakerek ona iha ne’eba. “Hau mai foti sira iha salari, mai to’o iha Waibobo hetan asuain Ologari, depois hau ba fali Uatulari hetan tiha sira, ami fo volta nune’e, ne’ebe lalika dehan katak Mauk Moruk mak hanoin buat sira ne’e hotu,” haklaken Xanana.

Xanana haktuir, lalika mai dehan fali buat oi-oin, iha kompania ida, Primeiru Komandante mak Watulari oan ida, Jose Henrique, segundu komandante mak Joni Meta, sei moris hela maibe nia ulun la dun diak.

“Mai buka atu estuda nafatin, husi sentru ida ne’e mak hau provoka sira, mai reuniaun, iha reuniaun ida ne’e mak hili mos Sr. Mauk Moruk sai membru Comite Sentral FRETILIN, ikus fali estuda sai segundu vice Xefe Estado maior,” realsa Xanana.

Ohin loron nia (Mauk Moruk) ba tama to’o iha UNTL hodi temi kamradas no revolusaun, maibe nia kala aprende kamarada revolusaun iha Olanda ne’eba, ne’e mak foin hodi dehan saida mak Kamarada no saida mak revolusaun. Iha 1983, nia (Mauk Moruk) inventa buat oi-oin, kona ba kontaktu entre sira iha ai laran, sei nia hatene saida mak estratejia politika, funu nudar akta ida atu manan aniversariu, husi nia hanoin ne’e, katak funu ne’e tiru malu deit.

“Funu ita bai-bain dehan katak, ita manan ho pregu, maibe manan funu ho estratejia politika, konversoens da paz iha Hotel da Graca, nia halua tiha katak, hau hasoru malu ho Wiranto, ho Bandeira RDTL, ida ne’e tanba nia hanoin boot liu, hanoin liu fali ba to’o iha ne’eba mak nia lahare,” afirma Xanana.

Tanba nia estuda hela deit, mak nia lahatene katak, buat sira ne’e la’o hanesan ne’e, nia haluha tiha katak, primeiru inkontru ho Wiranto iha ne’eba ne’e, aprezenta planu atu rezolve Timor nia problema ne’e mak, so iha 1999.

“Tanba ne’e lalika rona problema oi-oin hodi mai inventa, tanba iha 1983 hau ba hasoru ho Bandeira RDTL nian, hau aprezenta planu solusaun ba kazu Timor, ne’ebe uluk implementa ona iha 1999,” haktuir Xanana.

Tanba Mauk Moruk nia hanoin luan tebe-tebes ona, nia la hanoin kona ba ida ne’eba, no tanba hanoin luan ne’e mos mak haluha tiha planu sira uluk ne’ebe halo hodi manan funu ida ne’e. Tanba nia (Mauk Moruk) iha tiha ona HOlanda ne’eba mak nia la hatene katak, ho Reprejetante Dr. Ramos Horta reprezenta CRM iha liur ne’eba mos husu dehan atu halo ida ne’e no ida ne’eba, maibe nia (Xanana) dehan ramos Horta katak, lae, 1983 nian tenki kaer metin planu ida ne’ebe entrega ona ba iha Soeharto.

“Hau sai husi FRETILIN, hau respeita nafatin FRETILIN, laos mai koalia fali FRETILIN seluk, nia dehan katak, hau trai revolusaun, nia haluha katak, iha 1981 bainhira ami halo reorganizasaun, ami loke tiha ona planu ba buat ida,” reafirma Xanana.

Ida ne’e signifika katak, unidade nasional la’os tenki tama ba FRETILIN, unidade nsional bele la tama iha Partidu, no bele husi artidu seluk, labele mos dehan katak, funu ne’e arte, tanba arte ne’e mak halo oinsa mak manan inimigu. Iha 1983, bainhira FALINTIL mosu, forsa Indonesia sira mos hakfodak ho planu ida ne’e, hodi dehan katak, tanba sa mak sai anesan ne’e.

“Tamba sa mak hau hasoru malu ho Mario carrascalao, hau hasoru malu ho Carrascalao tanba purwanto lahatene politika, koalia ho nia mos ladiak tanba hau hatene deit portugues ho tetum, bahasa mos lahatene, i nia mos dehan mai hau katak, hau lahatene politika, pak governu hatene politika, entaun hau dehan, pronto haruka pak governu ne’e mai, ida ne’e mak hau hasoru Carrascalao,” relata Xanana.

Hasoru tiha sr. Carrascalao iha Mertutu, atu koalia saida, naran hatudu boavontade atu hasoru ema politiku ida, Mario Carrascalao atu koalia buat seluk mos labele, tanba nia mos hanesan ne’e, koalia bai bain deit.

Maibe ida ne’e laos influsiadu husi Mario carrascalao, atu temi karik Timor nia istoria, uluk ASDT, Mauk Moruk temi ba jornalista sira dehan katak, buat hotu katuas Xavier ninian, ida ne’e sala,” kestiaona xanana. Sei Mauk Moruk temi revolusaun, ne’e hatudu nia uluk laos membru Komite sentral, ne’ebe nia lahatene.

“Tanba uluk buat ida ita bolu imperealismu ne’e, hakarak domina nafatin povu sira hodi esplora rikusoin sira, mak nen fo oin ida katak, rai ne’e ita atu ukun an laiha, ida ne’e mak sira ba rekorda hotu ba iha uniaun Sobetika, sira mak fo kilat no buat sira ne’e hotu, tanba ne’e mak Guine Bissau, Angola no Mozambique, simu apoiu barak husi uniaun Sobietika,” akresenta Xanana.

Neduni ba labarik sira dala barak lahatene historia, labele bosok sira dehan katak, nia (Xanana) mak fundador, husu xanana. Tanba ida ne’e mak Sr. Mauk Moruk dehan karik kona-ba revolusaun, nia ba hateten katak, nudar membru Komite sentral nia ba asisti miloens iha ailaran, ne’ebe manda ba setor ida ne’e, tanba laos fasil.

Xanana afirma, debate kona-ba Narsismu, no debate kona-ba buat sira ne’e hotu, hahu iha maio 1976 iha Soibada, Mauk Moruk lahatene, iha parte ida ne’ebe depois iha 20 de maio, sr. Xavier halai tiha husi ne’eba, tanba nia la defende narsismu.

Senor Nikolau Lobato mos la defende Narsismo, relizioju no ensionalista, hahu kedas iha nia moris mai ne’e, tanba nia aman mos proffesor katekista.

“Reuniaun iha Lalini iha tinan 1977, problema bo’ot ho Nikolau, tanba la aseita narsismu, ami kontinua reuniaun Nikolau sira haruka deskansa, semana ida la koalia ho ami, no ami mos la besik, hodi ikus fali mai nia rende, tanba ne’e mak se-se deit mak hakarak deskuti FRETILIN ninia lalaok, no ninia difikuldades, hau mak ne’e,” konta tuir Xanana.

Iha fatin hanesan, Major jeneral Lere Anan Timur hateten katak, koalia kona ba revolusaun ne’e, Timor oan mak tenki uza konseitu ida ne’ebe dinamiku.

“Labele dehan revolusaun hotu-hotu dehan revolusaun ho kialt, ida ne’e hau la fiar katak, Mauk Moruk ho ninia maun L7 sira nain rua atu hanoin at ba ita nia rai ne’e, hau la fiar,” dehan Lere.

Problema ne’e politiku sira no ONG sira esplora espekula sira nia konseitu, bainhira sira la domina, ou tanba la kumpriende saida mak revolusaun,” katak Lere.

Revolusaun ne’e ema komunis sira mak halo, tanba revolusaun ne’e intrepretasaun sinonim, dehan katak, dinamiku ne’e revolusaun mudansa,” esplika Lere.

Jornal Nacional Diario – Kinta-feira, 31 Outubru 2013

http://www.timorhauniandoben.com

Kemenangan bagi Papua Barat di Melanesia

Jason MacLeod
Jason MacLeod

Jalan masih panjang untuk ditempuh tapi pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Papua Barat yang didorong pada pertemuan regional minggu lalu merupakan sebuah terobosan. Jason MacLeod menjelaskannya mengapa.

Papua Barat baru saja memenangkan kemenangan luar biasa di pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG) di Noumea.

Ketika kepala-kepala pemerintahan dan orang-orang terhormat dari bangsa-bangsa Melanesia berkumpul untuk pertemuan tahunan MSG di akhir Juni, item yang paling menonjol pada aggenda adalah keanggotaan Papua Barat. Ini adalah hasil dari kerja selama 18 bulan oleh John Otto Ondawame, Rex Rumakiek, Andy Ajamiseba dan Paula Makabory, kelompok yang mengkoordinir West Papua National Coalition of Liberation (WPNCL), sebuah grup Papua Barat yang menjadi payung organisasi perlawanan di dalam dan luar negeri.

Pada pertemuan itu, perwakilan pemerintah Indonesia (yang baru-baru diberi status pengamat oleh MSG) secara publik mengakui bahwa Papua Barat telah menjadi masalah internasional. Ini sungguh-sungguh signifikan; selama berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia telah bersikeras bahwa Papua Barat adalah isu internal. Jakarta telah berulangkali menolak semua tawaran bantuan internasional untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.

Akan tetapi, sebagaimana dicatat oleh delegasi Papua Barat, pemerintah Indonesia sangat sadar bahwa anggota-anggota MSG telah secara berhasil mendukung dorongan-dorongan pada masa lalu untuk dekolonisasi di Vanuatu, Timor Leste, Kanaky (New Caledonia), dan sekarang Maohi Nui (Polynesia Perancis yang mencakup Tahiti).

Dalam pernyataan resmi, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dari Pemerintah Indonesia, Djoko Suyanto mengundang menteri-menteri luar negeri MSG untuk mengunjungi Indonesia untuk mengamati pembangunan secara umum, yang juga mencakup kebijakan pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Papua dan Papua Barat. Menteri senior itu mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendukung rencana itu.

Pemerintah negara-negara Melanesia– Papua New Guinea, Vanuatu, Fiji, Solomon Islands, dan FLNKS (Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste, the National Socialist Liberation Front for Kanaky, sebuah koalisi dari empat badan yang pro-kemerdekaansepertinya akan mengunjungi Indonesia dalam jangka waktu enam bulan ke depan, bergantung pada negosiasi dengan Pemerintah Indonesia.

Secara kolektif, bangsa-bangsa MSG dapat mendesak agar Papua Barat dikembalikan pada daftar negara-negara yang belum didekolonisasi, dan karenanya membuat Papua Barat menjadi perhatian Komite Dekolonisasi PBB. Bahwa mereka telah mengundang lima pemerintah asing untuk melihat situasi di Papua Barat menampakkan betapa mereka khawatir.

Jika mereka berkunjung ke Papua Barat, menteri-menteri luar negeri harus menentukan siapa yang mewakili bangsa Papua Barat: Pemerintah Indonesia, Republik Federal Papua Barat, atau West Papua National Coalition. MSG mesti memutuskan sendiri hal ini atas desakan Commodore Vorenqe Bainimarama, kepala pemerintahan militer Fiji, dengan dukungan dari Sir Michael Somare dari Papua New Guinea. Permohonan West Papua National Coalition untuk mendapatkan status pengamat atau anggota di MSG ditunda setelah intervensi pada menit terakhir oleh Jacob Rumbiak, seorang Papua Barat yang berada di pengasingan, yang mendesak bahwa mereka bukan perwakilan yang sah dari rakyat Papua Barat.

Semua ini membuat enam bulan ke depan sungguh-sungguh menarik.

Beberapa hal bisa kita prediksi dengan peluang yang cukup besar. Pertama, pemerintah Indonesia akan berusaha untuk membeli pemimpin-pemimpin politik Melanesia. Dengan korupsi endemik di banyak negara Melanesia, penegakkan hukum yang lemah, derajat kebebasan pers yang beragam dan pertaruhan kepentingan politik dan ekonomi, mereka mungkin berhasil. Tentu saja, orang-orang Papua tidak akan bisa berkompetisi dengan kemurahan hati Indonesia.

Pemerintahan militer Bainimarama telah memiliki hubungan dekat dengan pemerintah Indonesia sehingga ia tampaknya tidak akan menolaknya. Tanpa kebebasan press atau demokrasi di Fiji, ini akan lebih sulit bagi orang-orang Fiji untuk mendesak bahwa orang-orang Papua seharusnya hidup terbebas dari sepatu Indonesia.

Papua New Guinea cukup rentan. Sejumlah politisi PNG, sangat kentara Sir Michael Somare, sangat berkepentingan di pembalakan kayu, perkebunan kelapa sawit, dan rantai supermarkat dengan pemerintah Indonesia dan militer. Politisi PNG yang lain akan cemas dengan ketidakstabilan sepanjang batas dengan Papua Barat. Militer Indonesia telah berkali-kali melanggar batas ke teritori PNG dalam usaha untuk mengejar orang Papua yang melanggar, termasuk aktivis non-kekerasan yang mencari suaka. Itu dapat diupayakan sebagai dukungan untuk demiliterisasi Papua Barat, posisi yang didukung oleh sejumlah politisi PNG.

Kepulauan Solomon juga rentan terhadap pengaruh Indonesia. dari semua negara Melanesia, Kep. Solomon memiliki kesadaran terendah akan pendudukan pemerintah Indoensia atas Papua Barat. Mereka adalah tempat yang substansial untuk kepentingan logging Indonesia dan Malaysia.

Mengatakan semua itu, hal ini harus diperhatikan bahwa Gordon D. Lilo, perdana menteri Kep. Solomon, mengatakna kepada anggota West Papua National Coalition for Liberation bahwa kasus Papua Barat adalah isu dekolonisasi yang tidak lengkap, itu telah berlangsung terlalu lama; itu harus diselesaikan sekarang.

Pemerintah Vanuatu dan FLNKS akan lebih kurang tanggap dengan tawaran Indonesia. Di Vanuatu tahun lalu pemerintahnya digulingkan oleh kemarahan yang cukup besar terhadap hubungan dekat perdana menteri saat itu, Sato Kilman, dengan pemerintah Indonesia. Perdana menteri yang sekarang, Moana Carcases Kalosil, adalah pendukung yang kuat terhadap kemerdekaan Papua Barat. FLNKS juga menautkan keberuntungan politik mereka kepada nasib baik perjuangan Papua Barat untuk referendum melalui bingkai solidaritas Melanesia.

Kita juga bisa menjamin bahwa pemerintah Australia dan Selandia Baru akan memutar kembali mantra usang mereka bahwa mereka mendukung keutuhan teritorial pemerintah Indonesia. Dalam sebuah artikel pada edisi Juni The Monthly Hugh White, pakar strategi merekomendasiakn pemerintah Australia untuk melepaskanconcern apa pun terkait dengan hak azasi manusi di Papua Barat demai kepentingan politik dan ekonomi.

Tetapi menteri dari kedua belah pihak Tasmania secara diam-diam mengakui bahwa pengaruh mereka terhadap kebijakan luar negeri Indonesia telah surut. Pertemuan MSG di Noumea secara jelas memperlihatkan betapa kebijakan luar negeri Australia dan Selandai Baru yang tidak relevan terhadap Papua Barat telah terjadi dan seberapa MSG telah menjadi dewasa sebagai sebuah badan politik regional.

Akan tetapi, ketegangan yang familiar antara kelompok-kelompok perlawanan Papua Barat mencuat dalam pertemuan di Noumena. Patahan yang menonjol, diekspose oleh sebuah artikel di The Island Business, adalah antara West Papua National Coalition for Liberation dan Federal Republic of West Papua, yang sama-sama mengklaim sebagai perwakilan bangsa Papua.

Baik National Coalition dan the Federal Republic melamar untuk menjadi anggota MSG. Perwakilan the National Coalition menetap di Vanuatu dengan akses yang mudah ke sekretariat MSG di Port Vila, namun kepemimpinan the Federal Republic berada di penjara, dihukum tiga tahun penjara karena deklarasi kemerdekaan yang bermartabat  dan tanpa kekerasan pada 19 Oktober 2011. Dialog di antara kedua kelompok ini sangat sengit.

Ketika Forkorus Yaboisembut, Presiden dari the Federal Republic of West Papua mengetahui permohonan the National Coalition pada awal tahun ini, ia menulis kepada Direktur Jenderal MSG. Dalam surat itu, dengan sangat sopan Yaboisembut menarik permohonannya, mengatakan:

Sebaliknya kami memohon agar surat ini dipandang semata sebagai surat dukungan dari Papua Barat untuk permohonan bagi [the National Coalition] untuk menjadi anggota MSG dan sebagai sarana perkenalan Republik Federal Papua Barat kepada MSG untuk tujuan-tujuan ke depan.

Ini, dan fakta bahwa untuk jangka waktu yang pendek pada akhir 2010-2011 keduanya merupakan bagian dari struktur pengambilan keputusan bersama, memperlihatkan bahwa kerjasama sangatlah mungkin. Orang Papua kini memiliki waktu selama enam bulan untuk menata rumahnya. Ini bisa jadi melibatkan koalisi politik di antara kelompok-kelompok resistensi, seperti model yang berhasil di Timor Leste dan Kanaky, atau penyatuan di bawah visi bersama yang serupa dengan Piagam Kebebasan African National Congress.

Ketika menteri-menteri luar negeri dari MSG sungguh mengunjungi Papua Barat mereka akan ditemani oleh media internasionalkemenangan bagi orang Papua yang telah lama menuntut negara mereka dibuka untuk media asing.

Kalau, di sisi lain, pemerintah Indonesia mendesak agar jurnalist tidak diikutkan dalam kunjungan MSG, mereka malah hanya akan menguatkan persepsi internasional bahwa mereka sungguh-sungguh menyembunyikan sesuatu.

Bagaimana pun, orang Papua, seperti Timor Leste sebelum mereka yang bermobilisasi ketika Paus Johanes Paulus II berkunjung pada 1989, akan menggunakan kesempatan ini untuk mendaftarkan teriakan mereka untuk merdeka sebanyak yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Seruan seperti itu boleh jadi didengar lebih jauh daripada Papua Barat, yang telah menjadi isu politik yang meledak di Melanesia. Ikatan antara orang Papua dan kerabat Melanesia mereka menjadi lebih dekat daripada yang pernah ada; apa yang terjadi jika warga PNG, Vanuatu, Fiji, Kep. Solomons dan Kanaky bangkit dan mendesak pemimpin mereka untuk mendukung Papua Barat? Penggulingan pemerintahan Sato Kilman di Vanuatu adalah cerita yang layak diperhatikan.

Bagaimana negara Indonesia akan berekasi? Sepertinya mereka akan menunjuk pada uang yang sudah mereka limpahkan ke Papua Baratyang manfaatnya telah mengalir kepada perusahaan transnasional dan elite-elite Papua, sementara malah memiskinkan lebih jauh orang asli Papua. Mereka akan beralasan bahwa Papua Barat adalah demokrasi; bahwa orang-orang Papua dipilih oleh masyarakat mereka sendiri. Itu betul, tapi pemerintah Indonesia menyangkal hak orang Papua untuk membentuk partai politik mereka sendiri. Dalam kenyataan Papua Barat adalah pos terdepan kolonial yang diatur dari Jakarta.

Tahan politik Papua memenuhi penjara, bukti penyiksaan sistemik bocor keluar, dan mayat orang-orang Papua yang dibunuh oleh polisi dan militer menumpuk (seperti dugaan pembunuhan 40 orang Papua di wilayah Puncak Jaya pada bulan-bulan belakangan ini).

Akhirnya, pemerintah Indonesia akan menyebut orang-orang Papua sebagai terosisme yang menyimpang atau suatu upaya yang dikendalikan oleh asing. Propaganda semacam ini adalah pilihan yang terakhir dari penguasa otoritarian. Tokoh-tokoh militer Indonesia mengatakan bahwa gerilyawan bersenjata berjumlah sedikit lebih banyak dari 1000 pejuang purna-waktu, sebagian besar di antaranya tidak aktif. Sebaliknya, jumlah gerakan tanpa kekerasan puluhan ribu dan mereka berada di jalanan setiap minggu, jika tidak setiap hari. Gerekan kemerdekaan Papua Barat adalah perlawanan berbasis pada warga tanpa kekerasan terhadap pemerintahan Indonesia yang berkepanjangan.

Pemerintah Indonesia tidak lagi dapat ber-concern bahwa Papua Barat, seperti Timor Leste sebelumnya, akan menjadi isu internasional. Itu sudah sangat terlambat. Papua Barat sudah menjadi isu internasional.

Dalam enam bulan ke depan pekerjaan Jakarta akan berupa tekanan untuk membuat Papua taat sementara berusaha untuk meminimalisasi represi. Pekerjaan Papua adalah untuk merongrong legitimasi pemerintah Indonesia dan menaikkan biaya politik dan ekonomi dari okupasi itu. Pertaruhan sangat tinggi tapi potensi imbalnya juga besar: kemerdekaan.

Jason MacLeod adalah peneliti dan trainer di Pusat Australia untuk Studi Perdamaian dan Konflik, di Brisbane, Australia. Ia juga seorang kandidat doktor di University of Queensland.

Artikel ini diterjemahkan dari artikel bahasa Inggris yang dimuat di newmatilda.com dengan izin resmi pennulis.Jika Anda berminat membaca artikel-artikel Jason MacLeod kliki di sini.

Translator : Johanes Supriyono

“Jangan Takut Dialog Jakarta-Papua”

Yan Douw: Masalah Aceh Diselesaikan Melalui Dialog, Mengapa Papua Sulit Dialog

JAYAPURA—Pemerintah Belanda didesak mendukung Dialog Jakarta-Papua, untuk penyelesaian masalah Papua yang digagas Jaringan Damai Papua (JDP).

“Kami mengajak pemerintah Indonesia dan orang Papua untuk jangan takut duduk bersama, berpikir bersama dan bertindak bersama guna menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog Jakarta—Papua,” tegas Biarawan Katolik Yan Douw ketika pertemuan Dubes Belanda Tjeerd De Zwaan bersama Kapolda Papua, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh pemuda di Ruangan Rupatama, Mapolda Papua, Jayapura, Rabu (3/7) petang.

Karenanya, kata Yan Douw, pihakya mengajak Belanda, Amerika Serikat, PBB dan Indonesia, guna bersama menyelesaikan masalah Papua. “Kalau tak mampu, silahkan tanggungjawab darah orang Papua bawa kepada Tuhan Allah,” tegas Yan Douw.

Dikatakan Perwakilan Uskup Jayapura ini, pihaknya justru bertanya-tanya mengapa masalah Aceh bisa diselesaikan melalui Dialog Jakarta-Aceh. Tapi pemerintah Indonesia seakan sulit merespons terjadinya Dialog Jakarta—Papua. Padahal Dialog Jakarta-Papua bukan jalan menuju Papua merdeka, tapi untuk menyelesaikan masalah Papua

Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua Lenis Kogoya, SH,MH menandaskan, informasi kini yang dipublikasikan ke luar negeri menyangkut masalah Papua merdeka dan masalah politik, yang belum sepenuhnya sesuai realita. Karena itu, beber Lenis, pihaknya minta kepada pemerintah Belanda untuk memilah-milah informasi yang diterimanya dari pelbagai pihak.

Ketua Klasis GKI Jayapura Willem Itaar menandaskan, GKI adalah salah-satu Gereja yang datang dan lahir dari pengabaran injil dari Belanda dan Jerman pada 5 Februari 1855 silam di Manokwari, Papua Barat. Seratus satu tahun kemudian, GKI lahir atas perjuangan besar dari IS Kine yang memperjuangkan lahirnya GKI di Tanah Papua pada 26 April 1956.

Kata Willem Itaar, GKI sebelum lahir menjadi Gereja. Dia salah-satu Gereja yang ikut andil untuk NKRI ada di Tanah Papua. Tapi dalam waktu berjalan cukup banyak GKI ada pada sebuah dilematis, karena dia harus ada untuk membela hak-hak rakyat Papua dan juga dia harus mempertanggungjawabkan dimana dia menjadi bagian yang juga ikut memperjuangkan NKRI ada di Tanah Papua hingga kini.

Kata Wellem Itaar, Gereja-gereja ini berandil luar biasa dalam menciptakan kondisi keamanan di Tanah Papua ini sehingga terbentuk persekutuan Gereja gereja Papua di semua tingkatan baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota.

“Bicara tentang Tanah Papua adalah bicara tentang Belanda, karena Belanda mempunyai andil didalam membentuk sebuah negara berdaulat. Dan pada tahun 1963 Papua menjadi wilayah NKRI hingga kini,” cetus Wellem Itaar.

Sebelumnya, rombongan Dubes Belanda beraudensi dengan Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua, MM dan Wagub Papua Klemen Tinal. Rombongan ini juga akan melakukan pertemuan dengan DPRP, MRP serta melakukan kunjungan ke Sarmi. (mdc/don/l03)

Kamis, 04 Juli 2013 07:20, Binpa

Enhanced by Zemanta

Penegakan HAM Papua VS NKRI Harga Mati

Zely Ariane, Koordinator NAPAS
Zely Ariane, Koordinator NAPAS

Pada Selasa, 11 Juni 2013, serombongan orang2 atas nama Front Pemuda Merah Putih mendatangi kantor KontraS, di Borobudur 14, menuntut pembubaran lembaga itu atas kegiatannya yang dituduh sebagai membela separatisme di Papua. Dua orang diantara mereka berorasi, sambil dua orang lainnya tampak memberi instruksi. Sementara orang-orang yang ikut tampak enggan merapat walau telah diperintah berkali-kali oleh orator. Yang maju dalam barisanpun tampak tak bersemangat dan ogah-ogahan.

Orator mengatakan, di satu sisi, bahwa perjuangan penegakan HAM itu penting seperti yang diperjuangkan alm. Munir, sementara di sisi lain ia mencaci maki KontraS sebagai antek asing dan pro separatisme OPM. Ia mengatakan NKRI adalah harga mati dan perjuangan HAM tidak boleh menawarnya. KontraS diminta berjanji dan membuktikan bahwa mereka tidak pro separatisme.

Motivasi
Ada tiga motivasi yang memberi landasan berlangsungnya aksi semacam ini, dan logika berpikir demikian masih bersemayam setelah 15 tahun Reformasi Indonesia.Pertama, kelompok-kelompok sejenis ini dibentuk dan dipelihara oleh militer Indonesia. Cara-cara menyebar ancamannya pun dikembangkan serupa. Bayaran maupun tidak, para penggerak aksi tersebut, khususnya para pimpinan lapangan, adalah orang yang cukup ‘militan’ mengawal isu-isu NKRI harga mati, walau dengan materi penjelasan yang sangat miskin dan acak-acakan, seperti halnya berbagai kelompok para militer seperti Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga, Barisan Merah Putih dan sejenisnya. Bila kita menyaksikan dokumenter The Act of Killing, hal semacam itu tampak jelas dalam tindakan dan pikiran Pemuda Pancasila, misalnya. Kelompok-kelompok semacam ini dapat tiba-tiba muncul dan beraksi ketika isu-isu terkait perbatasan maupun separatisme muncul ke permukaan.Kedua, NKRI harga mati yang menjadi doktrin mereka tidak sama dengan NKRI dan tak sama dengan RI. NKRI harga mati adalah doktrin orde baru yang melanggar hak azasi manusia. Dalam bingkai NKRI harga matilah Soeharto Orde Baru mendalangi pembantaian massal 1 juta manusia tak bersenjata pada 1965-1966, operasi militer di Papua sejak 1969, Timor Leste, dan Aceh. Ratusan ribu orang tak bersenjata menjadi korban yang sampai sekarang tak mendapat keadilan. Sementara NKRI sendiri pun samasekali bukan harga mati karena bentuk negara dapat diubah sesuai kehendak rakyat dan kebaikan seluruh atau mayoritas warganya.

NKRI harga mati ini adalah tameng ideologi Orde Baru untuk meredam perlawanan rakyat ditengah penggadaian kedaulatan bumi dan air milik rakyat ke tangan para korporasi oleh pemerintahnya sendiri, yang padahal telah mengobrak-abrik kedaulatan negeri itu sendiri. Tentu saja NKRI harga mati tak pernah mempersoalkannya, bahkan mempromosikan jual murah negerinya pertama kali melalui UU PMA No.1 1967 dimana PT.Freeport pertama kali mendapat kontak karya di Papua bahkan sebelum Papua terintegrasi secara hukum ke Republik Indonesia. Dan Soehartolah yang juga mendalanginya.

Ketiga, eskalasi persoalan Papua di dunia internasional, kegagalan penanganan kesejahteraan Jakarta dan kegagalan pendekatan ‘mengindonesiakan Papua’ oleh pemerintah era reformasi, membuat pemerintah bukannya mengubah paradigma pendekatan namun justru mengintensifkan kekerasan. Persoalan separatisme, selain karena sebab-sebab historis yang harus didialogkan, juga karena paradigma pemerintah sendiri yang menstigmatisasi orang Papua sebagai separatis dan memenjarakan semua aksi damai tanpa kekerasan yang mengekspresikan kehendak pemisahan diri. Selain itu teror dan tuduhan-tuduhan separatis pada semua orang Papua, yang melawan dan meminta keadilan, oleh pemerintah melalui aparat keamanan, membuat hati dan pikiran orang Papua semakin dekat dengan separatisme, karena pemerintah Indonesia yang ada dihadapan mereka adalah pemerintah yang membunuh dan tak mau dialog. Dengan cara itu telah lebih dari 100.000 orang Papua dibunuh sejak 1969, kemiskinan dan penyakit semakin akut membuat Papua berada pada posisi terendah dalam indeks pembangunan manusia. Sementara Freeport semakin kaya, pejabat pusat dan daerah yang menangani Papua semakin makmur, aparat semakin luas cabang-cabang bisnis legal dan ilegalnya. Itu semua terjadi terus hingga saat ini tanpa kontrol dan penegakan hukum di negeri kaya raya itu.

Perwakilan Front Pemuda Merah Putih mengatakan bahwa: “bila separatisme di Papua didukung maka yang lain juga akan minta, sehingga Indonesia akan jadi bubar”. Bila demikian, maka sebetulnya kita harus memahami bahwa landasan bernegara kita sudah semakin terkikis. Bukan terkikis karena kurang menghapal Pancasila atau UUD’ 45 atau kurang hapal atau merdu menyanyikan lagu Indonesia Raya, tapi karena para penyelenggara negara dan penegak hukum adalah pihak-pihak yang tidak dicintai rakyat, yang semua kebijakannya lebih banyak menguntungkan orang-orang kaya dan korporasi ketimbang orang-orang kebanyakan.

Para tentara rendahan yang diperintahkan membela NKRI dan mati di Papua adalah korban dari kebijakan represi negara atas nama NKRI yang tak memberi manfaat bagi diri dan keluarganya: gajinya tetap rendah dan anak cucunya tetap tak bisa sekolah tinggi. Demikian pula para pendukung OPM yang marah karena tanahnya diobrak-abrik tanpa mereka pernah dilibatkan untuk bicara, ditanyai pendapatnya, yang anak-anak dan keluarganya, jangankan bersekolah, mencari makan dan mengelola tanah saja tak lagi diberi ruang oleh negara. Keduanya sama-sama korban dari ideologi NKRI Soeharto Orde Baru yang masih menjadi kendaraan politik para Jenderal dan materi doktrin para perwira dan tamtama di sekolah-sekolah militer.

NKRI harga mati adalah doktrin Orde Baru yang melanggar HAM. Semua instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi pemerintah Indonesia tak akan bisa dijalankan selagi doktrin ini tidak disingkirkan. Kita mesti menjadi negara hukum bukan negara kesatuan dengan harga kematian. NKRI harga mati jika terus dibiarkan justru akan menghancurkan landasan berbangsa dan bernegara yang paling hakiki: kemanusiaan, kesejahteraan, dan keadilan sosial.

Zely Ariane adalah koordinator NAPAS

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny