MRP Siap Berikan Pertimbangan Terhadap Pasangan Bas-John

Timotius Murib, Ketua MRP
Timotius Murib, Ketua MRP

JAYAPURA- Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengingatkan kembali, Provinsi Papua sampai saat ini belum memiliki Gubernur definitif hingga hampir delapan bulan ini. Namun demikian amar putusan MK yang menyatakan KPU tetap mengakomodir ke 7 pasangan Bakal calon gubernur yang telah melalui tahap verifikasi di DPRP maupun MRP, dan KPU diberikan wewenang membuka kembali pendaftaran calon gubernur tahap II.

Dengan dibukanya kembali pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua periode II ini, maka setelah melalui verifikasi di KPU selanjutnya untuk memberikan pertimbangan sehubungan dengan keaslian calon sebagai orang Papua sesuai amat undang undang Otsus dan Perdasus, maka MRP akan memberikan pertimbangan. “ Untuk itu MRP sudah siap untuk bekerja memberikan pertimbangan itu,” ungkap Murib di Kantor MRP, Senin( 12/11/2012) sore kemarin.

Menurutnya, MRP menghargai dan mengakui seluruh proses pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur tahap II yang sementara dilakukan KPU. Namun ia mengingatkan dalam melakukan klarifikasi terkait keaslian calon, MRP menolak segala intervensi Partai Politik dan melakukan klarifikasi secara independen dan akan memutuskan siapa bakal calon yang asli Papua maupun yang bukan asli Papua sesuai kriteria yang berlaku sebagaimana tupoksi MRP dimana klarifiksi sama juga dilakukan pada tahapan klarifikasi calon sebelumnya. Murib menegaskan, selain tidak menerima intervensi dari luar, MRP berpedoman bahwa klarifikasi yang dilakukan tetap mengarah pada keaslian orang Papua, yakni, garis turunan ayah maupun ibunya adalah orang asli Papua, sekalipun ada nenek moyangnya, ayahnya tidak berdarah asli Papua, maka hal itu ditolak karena merupakan komitmen MRP.

Ketika Murib ditanya, apakah MRP akan memberikan klarifikasi dan pertimbangannya kepada pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur Basnabas Suebu dan John Tabo (Bas-John), ia menegaskan, klarifikasi terhadap pasangan ini tetap dilakukan, termasuk mencari tahu siapa ayah dan ibu kandung dari Bakal Calon Wakil Gubernur Jhon Tabo sesungguhnya. “Untuk melacak itu MRP punya cara sendiri yang tak bisa diintervensi pihak manapun untuk memberikan pertimbangan soal keaslian calon,” tegas Murib kepada Wartawan. (Ven/don/l03)

Rabu, 14 November 2012 08:17, Binpa

Amerika Dukung Otsus Papua

Papua—Pemerintah Amerika Serikat sangat mendukung pelaksanaan otonomi khusus (Otsus) di Papua yang sudah berlangsung selama 11 tahun. Selain itu juga mengakui Papua adalah bagian dari NKRI. Hal itu diungkapkan duta besar AS untuk Indonesia Scot Marciel usai bertemu dengan anggota DPR Papua, Senin 5 November di Gedung DPRP Jalan Samratulangi Jayapura.

“AS selalu mendukung otonomi khusus Papua

dan mengakui Papua bagian dari NKRI sehingga mendukung kemajuan untuk meningkatkan peluang dalam bidang ekonomi dan pengembangan lembaga politik serta sipil,”

ujar Scot Marciel usai bertemu dengan anggota DPR Papua.

Namun, lanjut Dubes, kunjungan ke Papua kali ini lebih fokus untuk mengetahui apa saja yang menjadi perhatian utama dalam pembangunan di Papua, serta bagaimana membangun kerja sama dalam proses pembangunan tersebut.

“Bincang-bincang dengan DPR Papua ini untuk ketahui prioritas pembangunan di Papua sekaligus bagaimana kita bisa bekerja sama untuk satu arah dalam pembangunan itu,”

singkat Scot.

Sementara Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda menyatakan, bahwa Dubes Amerika menanyakan sejauh mana pelaksanaan otonomi khusus.

“Mereka tanya tentang otsus Papua terutama kemajuan pendidikan dan kesehatan, serta apa saja yang mereka bisa bantu untuk memajukankannya,”

jelas Yunus.

Dubes juga menanyakan mengapa sampai Pemilkada Gubernur terkatung-katung hingga hampir 2 tahun.

“Mereka juga tanya kenapa Pilgub Papua belum tuntas, lalu kami jelaskan terjadi sengketa di MK,”

kata Yunus.

Mengenai pendidikan, sambung Yunus, Dubes menyatakan kesiapan pemerintah AS untuk membantu putra-putri Papua untuk sekolah di AS.

“Pemerintah AS juga bicara tentang kemudahan study bagi orang Papua di Amerika Serikat,”

paparnya.

Terkait pendidikan, tambah Yunus, DPR Papua meminta data berapa banyak orang asli Papua yang saat ini menempuh pendidikan di AS. “DPR Papua mau tahu nama-nama mereka, apakah mereka orang asli Papua atau bukan,”

imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, masih kata Yunus, DPR Papua juga meminta AS mendorong terciptanya dialog Papua-Jakarta.

“Dalam dialog Papua-Jakarta kita tidak bicara Papua Merdeka harga mati atau NKRI harga mati cuma bagaimana otonomi khusus bisa didorong jauh lebih maju,”

paparnya.

*Bangga Terhadap Perkembangan yang Ada

Amerika Serikat (AS) mendukung terhadap Indonesia yang berdaulat, sangat bangga terhadap perkembangan yang ada, dalam hal ini perubahan perubahan yang terjadi di organisasi TNI dalam kurun waktu 15 tahun ini. Hal ini dikatakan Duta Besar AS H.E Scot Marceil didampingi Major Chris Morgan (Asisten Atase Darat Kedubes Amerika Serikat), Ms.Melanie Higgins (Sekretaris I Kedubes Amerika Serikat), Bimo (Interpreter Kedubes Amerika Serikat), ketika melakukan kunjungan ke Kodam XVII/Cenderawasih yang diterima oleh Pangdam XVII/Cenderawasih yang diwakili oleh Kasdam XVII/Cenderawasih Brigjen TNI I. Made Agra Sudiantara di dampingi Danrem 172/PWY, Pa Ahli Bidang Hukum dan HAM, Asintel Kasdam XVII/Cenderawasih, Asops Kasdam XVII/Cenderawasih, Aster Kasdam XVII/Cenderawasih, Kakumdam XVII/Cenderawasih, dan Kapendam XVII/Cenderawasih bertempat di ruang Cycloops Makodam XVII/Cenderawasih.

Dalam release yang diterima Redaksi Bintang Papua, H.E. Scot Marceil juga menyinggung tentang perusahaan Freeport, apabila perlu mendapatkan kejelasan yang sejelas-jelasnya tentang Freeport bisa langsung menanyakan ke Duta Besar Amerika Serikat, serta menyampaikan agar dapat meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan, budaya dan militer.

“Keamanan di Papua sangat kondusif dimana hal tersebut merupakan domain dari Kepolisian dan TNI yang sifatnya membantu,” ujar Kasdam ketika menjawab pertanyaan dari Dubes AS ketika menanyaka tentang masalah keamanan di Papua.

Dituturkannya, tugas Kodam sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan Soft Power, melaksanakan Pembinaan Teritorial untuk membantu masyarakat dalam percepatan pembangunan termasuk peningkatan SDM di pedalaman agar dapat mengejar ketinggalan dengan yang lainnya.

“Kodam dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada pengabdian yang luhur atau berbuat dengan hati, atau dengan kata lain sesuai motto sebagai Ksatria Pelindung Rakyat,” urai Kasdam ketika menanggapi pertanyaan Dubes AS mengenai mengapa tugas Kodam di Papua jauh lebih berat dan memerlukan penanganan yang jauh berbeda.

* Ke MRP Untuk Ketahui Pelaksanaan Pilkada Gubernur

Selain ke DPRP dan Kodam, Dubes AS juga melakukan kunjungan kerjanya ke MRP, Senin( 5/11/2012) bersama rombongan masing masing,Melanie Higgins, Jamis Schnaisr, Chris Morgan, Zeric Smith, Troy Bedurso, Andreas mendatangi Kantor MRP, sore kemarin.

Kedatangan Kedubes ini diterim Wakil Ketua I MRP, Hofni Simbiak yang bertujuan, mengetahui secara lebih mendalam situasi Papua dan sejauh mana pelaksanaan Pilkada Gubernur Papua serta proses penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi Papua.

Pada kesempatan itu, Hofni Simbiak menjelaskan, kedatangan Kedubes bersama rombongan di MRP ini hanya mengetahui bagaimana situasi tentang Papua saat ini, serta mengetahui proses pelaksanaan Pemilukada Gubernur Provinsi Papua dan proses penyelenggaraan Pemerintahannya.

“Dari pertemuan itu, kami menjelaskan bagaimana situasi yang ada bahwa kalau kita seorang pemimpin yang jelas pada waktu ini bagi kami sebuah pohon yang besar bisa tumbang sewaktu-waktu. Oleh Karena itu, kita mengharapkan kehadirannya sebagai diploma juga bisa waktu-waktu tertentu memberi kepemimpinan di Papua ini,”

ujarnya

Ia menyampaikan bahwa, kunjungan Kedubes Scot Marciel ke MRP merupakan catatan penting dalam rangka membicarakan soal pemilukada di Provinsi Papua dan proses penyelenggaraan di Pemerintahan provinsi Papua, bahkan, Papua sangat menaruh perhatian kepada kepemimpinan agar masyarakat Papua tidak tidak menjadi korban. “Kita khawatir ketika ada lagi bakal calon Gubernur yang melakukan protes lagi, kalau memang itu terjadi berarti kita tidak lagi ada seorang Gubernur pada waktu ini.”ujarnya kepada wartawan.

Disamping belum memiliki Gubernur di Provinsi Papua ini, berarti tidak mempunyai APBD yang akan dikelola dengan baik kepada masyarakat dan tidak ada yang mempertangung jawabkannya, sehingga ujung-ujungnya yang dikorbankan adalah rakyat Papua.

“Untuk terselenggaranya Pilkada Gubernur dan jalannya Pemerintahan di Provinsi Papua, maka kami meminta perhatian serius dari KPU provinsi Papua sebagai lembaga penyelenggara Pilkada Papua dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah yang signifikan untuk duduk bersama,”

jelasnya

Lebih lanjut Hofni Simbiak mengungkapkan, bahwa langkah langkah yang harus dilakukan oleh KPU dengan Pemerintah daerah dalam penyelanggaran Pilkada gubernur Papua ini bertujuan, Papua segera memiliki seorang Gubernur defenitif. Sebab, jika itu tidak terjadi maka pelayanan seorang Gubernur betul-betul tidak dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dan akhirnya yang terjadi banyak korban berjatuhan di negeri ini. Ujarnya

Dubes AS berpendapat tentang Proses Pilkada gubernur Papua sendiri dinilainya cukub rumit, bila memperhatinkan apa yang terjadi di Papua ini juga dirasa sama oleh Pemerintah Amerika Serikat.

“Amerika Serikat juga sedang dalam situasi pemilihan Presiden dan situasinya hampir sama seperti di Papua, sehingga beliau mengharapkan bagaimana kedepannya mereka bisa memberikan tumpangan kepada Pemerintah daerah sebagai yang pertama baik itu dibidang kesehatan, kehutanan dan pendidikan,”

Demikian penyampaian Dubes AS, Scot Marciel. ( jir/dee/Ven/don/LO1)

Rabu, 07 November 2012 06:03

Makna Pasal 17 Ayat 1 UU OTSUS Papua

I. Ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU no. 21 th. 2001

Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya.

II. Pertanyaan Hukum

1. Apakah makna ketentuan tersebut?

2. Apakah seseorang yang sedang menjabat sebagai Gubernur dan tidak menjabat Gubernur sebelumnya tetapi pernah menjabat sebagai Gubernur pada waktu yang lampau (in casu Barnabas Suebu, S.H., pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Irian Jaya periode 1988-1993) tidak dapat dipilih kembali?

3. Apakah ketentuan Pasal 58 butir o UU No. 32 th. 2004 dapat mengalahkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 21 th. 2001?

III. Analisis

Pertanyaan 1: Apakah makna ketentuan tersebut?

Menjawab pertanyaan tersebut haruslah diawali dengan interpretasi terhadap ketentuan Pasal 17 ayat (1), interpretasi yang digunakan didasarkan atas prinsip Contextualism sebagaimana yang dipaparkan Mc. Leold dalam bukunya berjudul Legal Method h. 282.

Tiga asas dalam contextualism meliputi:

1. Asas Noscitur a Sociis

Suatu hal diketahui dari associatenya. Artinya suatu kata harus diartikan dalam rangkaiannya.

2. Asas Ejusdem Generis

Artinya sesuai genusnya, suatu kata dibatasi makna secara khusus dalam kelompoknya.

3. Asas Expressio Unius Exclusio Alterius

Artinya, kalau suatu konsep digunakan untuk satu hal, berarti tidak berlaku untuk hal lain.

Dengan asas Nosticur a Sociis, rumusan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya mengandung makna bahwa yang bersangkutan pada waktu itu sedang menjabat Gubernur. Dengan ketentuan tersebut seseorang dimungkinkan untuk menjabat sebagai Gubernur untuk dua masa jabatan secara berturut-turut.

Dengan asas Expressio Unius Exclusio Alterius janganlah ditafsirkan bahwa ketentuan Pasal 17 ayat (1) melarang seseorang yang pada waktu lampau pernah menjabat Gubernur untuk dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya karena berdasarkan asas noscitur a sociis, ketentuan pasal 17 ayat (1) dimaksudkan untuk seseorang yang sedang menjabat sebagai Gubernur.

Pertanyaan 2: Apakah seseorang yang sedang menjabat sebagai Gubernur dan tidak menjabat Gubernur sebelumnya tetapi pernah menjabat sebagai Gubernur pada waktu yang lampau (in casu Barnabas Suebu, S.H., pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Irian Jaya periode 1988-1993) tidak dapat dipilih kembali?

Berdasarkan interpretasi yang telah diuraikan dalam pertanyaan 1, seseorang yang pada waktu lampu pernah menjabat sebagai Gubernur (in casu Barnabas Suebu, S.H., pernah menjabat sebagai Gubernur Propinsi Irian Jaya periode 1988-1993) dapat saja dipilih kembali sebagai Gubernur untuk masa jabatan berikutnya.

Interpretasi terhadap ketentuan Pasal 17 ayat (1) janganlah dimaknai bahwa seseorang yang telah dua kali menjabat sebagai Gubernur dilarang untuk dipilih kembali. Interpretasi yang demikian bertentangan dengan ratio legis dan the spirit of law dari ketentuan Pasal 17 ayat (1). :Ratio legis dan the spirit of law ketentuan Pasal 17 ayat (1) adalah bahwa dengan kata-kata satu masa jabatan berikutnya adalah secara berturut-turut. A contrario tidak berlaku untuk yang tidak secara berturut-turut.

Pertanyaan ke 3: Apakah ketentuan Pasal 58 butir o UU NO. 32 Th. 2004 dapat mengalahkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 21 th. 2001?

Posisi UU No. 21 th. 2001 terhadap UU No. 32 th. 2004 adalah lex specialis. Dengan demikian berlakulah asas preferensi lex specialis derogate legi generali.

Apakah mungkin dengan posisi UU No. 32 th. 2004 sebagai lex posterior berlaku asas preferensi lex posterior derogate legi priori?

Lex posterior generalis tidak bisa mengalahkan lex prior spesialis.

(Penulis Adalah Guru Beasr Ilmu Hukum Tata Nehara dan Sinitasi Fh Universitas Airlangga)

Jumat, 02 November 2012 07:29, BP.com

Tak Tersentuh Pembangunan Kembu Juga Minta Mekar

Ketua I DPRP Yunus Wonda digotong warga Kembu
Ketua I DPRP Yunus Wonda digotong warga Kembu

Tidak jauh berbeda dengan kondisi 5 distrik yang ada di Kabupaten Puncak Jaya, kondisi 11 distrik yang ada di kabupaten Tolikara masih terisolir dan jauh dari sentuhan pembangunan. Sehingga masyarakat setempat juga ingin wilayahnya dimekarkan menjadi sebuah daerah otonom baru yakni kabupaten Kembu.

Itulah yang terungkap dalam kunjungan kerja DPR Papua ke Distrik Mamit Kabupaten Tolikara Jumat 26 Oktober. Ribuan warga setempat menyampaikan aspirasinya yaitu mengharapkan wilayah mereka menjadi sebuah kabupaten baru.

Laporan : Banjir Ambarita, Binpa

Tak beda jauh saat menuju Ilu Puncak Jaya, perjalan menuju Distrik Mamit ditempuh dengan pesawat. Dua pesawat milik Susi Air dan MAF yang ditumpangi rombongan DPR Papua juga harus terbang dicela lereng gunung terjal serta kabut tebal, sebelum mendarat dilapangan terbang Mamit.
Rombongan DPRP yang dipimpin Wakil Ketua I Yunus Wonda ditambah satu anggota MRP begitu mendarat langsung disambut dengan tarian serta nyanyian warga setempat, sebagai bentuk kegembiraan.

Ribuan warga kemudian mengarak rombongan DPRP menuju lapangan terbuka, guna melaksanakan tatap muka. Tidak seperti Ilu, yang memiliki lapangan tempat berkumpulnya masyarakat, di Mamit lapangan yang digunakan untuk berkumpul adalah lapangan terbang. Disana, masyarakat kemudian menyampaikan aspirasi mereka secara langsung kepada DPR Papua.

Ketua Tim Pemekaran Daerah Otonom Baru Kabupaten Kembu, Timotius Wakur mewakili ribuan masyarakat yang hadir, didaulat untuk menyampaikan meminta agar pemerintah menyetujui lahirnya daerah otonom baru, Kabupaten Kembu. “Keinginan dan harapan kami untuk lahirnya Kabupaten Kembu, karena pembangunan baik itu fisik maupun non fisik belum menyentuh dan dirasakan masyarakat mendiami 11 distrik yang menginginkan pemekaran, sekalipun pemimpin Tolikara sudah berganti-ganti,’’ujar Thimotius.

Masyarakat, lanjut dia, masih terisolir dan tertinggal serta tidak pernah mendapat pelayanan dari pemerintah. “Bapak-ibu anggota DPRP dan rombongan bisa menyaksikan sendiri, untuk kesini hanya bisa diakses dengan pesawat, kami masih terisolir dan tidak tersentuh pembangunan, sehingga kami bertekad untuk melahirkan kabupaten Kembu,’’ujarnya.
Sebab, sambung dia, masyarakat Kembu meyakini hanya satu cara untuk membuka keterisolasian dan mendapat pelayanan yakni pemekaran. ‘’Solusi membuka tabir isolasi wilayah kami hanya dengan pemekaran, dan aspirasi ini bukan baru lahir tapi sudah ada sejak 2006,’’paparnya.

Ia juga menampik aspirasi pemekaran lahir mengikuti efhouria masyarakat Papua yang ada di daerah lain. ‘’Ini murni dari tekad hati masyarakat 11 distrik, ingin mendapat sentuhan-sentuhan pembangunan dari pemerintah, sebab selama ini masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan hanya dengan swadaya dan bantuan gereja,’’ungkapnya.

Mengenai kesiapan syarat-syarat lahirnya sebuah daerah otonom baru sesuai ketentuan UU, Thimotius Wakur mengatakan, calon Kabupaten Kembu sudah memenuhinya. ”Semua syarat yang ditentukan sudah terpenuhi bahkan lebih, baik itu jumlah penduduk, luas wilayah dan sumber daya manusia,’’paparnya.

Ia menerangkan, untuk sumber daya manuasi, calon Kabupaten Kembu sudah memilki 50 orang lulusan S2. ‘’Untuk lulusan S2 saja dari Kampung Mamit sudah mencapai 50 orang, bahkan calon Gubernur Papua juga berasal dari kampong ini,’’tukasnya.

Jumlah penduduk 11 distrik yang tergabung dalam calon kabupaten Kembu mencapai 231.000 jiwa. ‘’Penduduk Kembu sekitar 231.000 jiwa mereka mendiami 11 distrik antara lain distrik Telenggeme, Kage 1, Kage, Tionambu, Gilubandu, Agurgumaga, Anu, Wina, Kumage, Dundu dan Panaga,’’jelasnya.
Menyikapi aspirasi masyarakat tersebut Ketua I DPR Papua Yunus Wonda menyatakan, melihat kondisi riil wilayah pegunungan tengah yang masih terisolir, pemekaran menjadi kebutuhan masyarakat, guna mendapat akses pembangunan. ‘’DPRP sudah melihat langsung kondisi disini, aspirasi pemekaran yang menjadi kerinduan masyarakat memang harus didorong untuk membuka keterisolasian dan memperpendek rentang kendali pelayanan. Secara kelembagaan DPRP akan menggelar sidang paripurna untuk membahas sekaligus membuat risalah pemekaran, yang kemudian akan diajukan ke Komisi II DPR RI untuk dibahas sebagai daerah otonom baru,’’imbuhnya.

Dan, lanjut Yunus Wonda, Pemerintah pusat harus menjawab aspirasi masyarakat akan pemekaran wilayah. Sebab dengan terisolirnya wilayah, masyarakat tidak akan pernah merasakan sentuhan pembangunan baik itu pendidikan maupun kesehatan. ‘’Masyarakat disini juga berhak mendapat pelayanan dari pemerintah, dan jawabannya hanya dengan pemekaran,’’ucap Yunus Wonda.

Namun, sambung Yunus Wonda, pemekaran wilayah yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat seyogyanya harus memenuhi syarat sesuai dengan yang ditentukan UU, terutama ketersediaan sumber daya manusia. “Syarat ketersediaan SDM yang memadai mutlak untuk sebuah wilayah pemekaran baru, jangan sampai orang asli Papua setempat, termarjinalkan lagi atau lagi-lagi jadi penonton,’’tukasnya.

Dan Yunus Wonda mengakui, SDM untuk calon kabupaten pemekaran Kembu sudah memadai. ‘’Syarat penting ini sudah terpenuhi sehingga DPRP menganggap daerah ini layak menjadi daerah otonom baru,’’tegasnya.

Ketua Komisi A Ruben Magai menyatakan hal senada, aspirasi masyarakat Kembu ini akan diperjuangkan secara maksimal oleh DPRP, sebab, hanya dengan pemekaran solusi membuka keterisolasin wilayah, yanga kan membuat masyarakat tersentuh pembangunan baik terutama kesehatan dan pendidikan. ‘’Wilayah ini memang harus dimekarkan, agar akses pembangunan lebih mudah dan benar-benar dirasakan masyarakat,’’imbuhnya. Melihat realita kondisi wilayah Pegunungan Papua, yang memiliki tantangan berat terutama alamnya yang dikelilingi pegunungan, membuat akses pembangunan sulit diperoleh masyarakat. Dan pemekaran wilayah menjadi solusi yang tepat untuk membuka akses. Tapi, pemekaran harus konsisten dan konsekuen dengan tujuan awalnya yakni mensejahterakan masyarakat, dan bukan hanya akan dinikmati segelintir elite pemerintahan saja. (*)

 

Rabu, 31 Oktober 2012 05:41. BP.com

Buka Isolasi, Yamo Pegunungan Tengah Papua Ingin Mekar

Rombongan DPRP saat tiba di Ilu disambut masyarakat dan Ketua Tim Pemekaran Yamo yang juga Ketua DPRD Puncak Jaya Nesko Wonda.

Puncak Jaya-Keinginan sebagian besar masyarakat di pelosok Papua, terutama di wilayah Pegunungan, untuk hadirnya sebuah daerah otonom baru atau pemekaran kabupaten, ternyata bukan hanya sebatas efhoria mengikuti daerah lain yang juga ingin lahirnya sebuah kabupaten baru. Namun, keinginan itu dilandasi untuk membuka keterisolasian daerah yang mereka diami serta memperpendek pelayanan pemerintah, yang selama ini belum dirasakan secara maksimal. Seperti yang dialami sebagian besar masyarakat di lima distrik yang ada di Kabupaten Puncak Jaya, yang menginginkan lahirnya sebuah daerah otonom baru calon Kabupaten Yamo.

Niat dan keinginan masyarakat untuk tidak terisolir lagi dan mendapat pelayanan yang maksimal tercermin saat DPR Papua melakukan kunjungan kerja untuk meninjau langsung calon kabupaten Yamo, Selasa 23 Oktober. Ribuan warga memadati lapangan terbang Distrik Ilu menyambut kedatangan rombongan DPR Papua yang dipimpin Ketua I Yunus Wonda, yang tak lain adalah putra asli setempat.

Saat roda pesawat Susi Air yang mengangkut rombongan menyentuh landasan lapangan terbang, masyarakat dari berbagai latar belakang termasuk anak sekolah baik SD maupun SMP menyambut dengan melambaikan bendera merah putih ke arah rombongan. Dan yang lebih mengharukan saat rombongan turun dari dalam pesawat yang didahului Yunus Wonda, yang sempat mencium tanah saat menginjakan kakinya di Ilu, masyarakat mengalungi seluruh anggota dewan dengan tas noken (sebuah tas yang dianggap sacral dan symbol masyarakat Pegunungan untuk menyimpan segala sesuatu keperluan mereka). ,

Rombongan DPR Papua yang terdiri dari Ketua I Yunus Wonda, Ketua Komisi A Ruben Magai, Julius Miagoni, Naftali Kobefa, Ina Kodiai, Ketua Komisi E Kenius Kogoya yang juga putra asli Ilu, Yeke Gombo, Komisi C Arnold Walilo dan Pendeta Charles Simare-mare, menyalamai seluruh perangkat desa dan distrik dari 5 Distrik yang menginginkan lahirnya Kabupaten Yamo, yang sudah menunggu disekitar lapangan terbang Ilu.

Rombongan kemudian diarak menuju kantor perangkat Distrik Ilu untuk beristirahat sebelum kemudian menuju Lapangan Ilu. Dilapangan Ilu perangkat desa dan distrik dari 5 distrik yang ingin lahirnya daerah otonom baru calon kabupaten Yamo bersama masyarakatnya kemudian berbaris dengan rapi lengkap dengan nama distrik masing-masing.

Carateker Bupati Kabupaten Puncak Jaya dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Elias Wonda mengatakan, keinginan untuk lahirnya Kabupaten Yamo adalah aspirasi murni masyarakat dari lima distrik. ‘’Ada lima distrik yang ingin kabupaten Yamo terbentuk yakni distrik Ilu, Tingginambut, Fawi, Torere dan Tunggulikme. Keinginan itu muncul, karena masyarakat ingin tersentuh dan merasakan pembangunan,’’ujar Elias Wonda.

Lanjut dia, keinginan masyarakat untuk lahirnya Kabupaten Yamo, juga bukan hanya semata-mata hanya mengikuti daerah lain yang mengingingkan pemekaran, namun belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Undang-undang. ‘’Apa yang ditentukan UU untuk melahirkan sebuah Daerah Otonom sudah dipenuhi calon kabupaten pemekaran Yamo, salah satunya jumlah pnduduk yakni 136.045 jiwa mendiami 5 distrik sesuai data sensus penduduk 2011,’’paparnya.

Sementara untuk sumber daya manusia, sambungnya, juga sudah memadai dan jumlahnya cukup lumayan. “Sudah banyak putra-putri dari calon kabupaten Yamo yang memiliki pendidikan dan karir yang mumpuni, baik itu di bidang politik maupun pemerintahan, seperti Yunus Wonda dan Kenius Kogoya di DPR Papua serta beberapa orang menjadi anggota DPRD tingkat kabupaten. Bahkan untuk lulusan S3 sudah 3 orang, S2 25 orang, S1 70 orang, D3 23 orang, D1 50 orang dan SMA 100 orang,’’ungkapnya.

Aspek lain yang menjadi keunggulan calon Kabupaten Yamo, tambahnya, letaknya yang strategis, yang diapit sejumlah kabupaten yang ada di wilayah Pegunungan Papua.

‘’Dengan diapit sejumlah kabupaten seperti Lany Jaya, Puncak Jaya, Tolikara dan Puncak tentu ini menjadi keunggulan calon Kabupaten Yamo, yang sudah barang tentu bisa menjadi kawasan transit atau persinggahan,’’

jelasnya.

Sementara Ketua Tim pemekaran calon daerah otonom baru Yamo Nesko Wonda dalam sambutannya menyatakan, aspirasi pemekaran lahir dari keinginan 136.045 jiwa warga yang mendiami 5 distrik. Yang dilatar belakangin keinginan membuka keterisolasian serta ingin memperoleh pelayan yang memadai dari pemerintah. ‘’Aspirasi pemekaran ini bukan lahir begitu saja serta baru, tapi ini lahir dan tumbuh dari seluruh masyarakat sejak beberapa tahun lalu, karena merasa belum merasakan pembangunan yang sebenarnya. Masyarakat masih tinggal dibalik-balik gunung tanpa pernah merasakan apa arti sebenarnya pembangunan terutama otonomi khusus, ’’ucapnya.

Bahkan, kata Nesko Wonda, aspirasi lahiranya kabupaten Yamo bersamaan dengan kabupaten Puncak, namun saat itu masyarakat masih bersabar. Dan sekarang baru ingin mewujudkannya. “Keinginan untuk pemekaran bukan datang secara spontan tapi sudah sejak beberapa tahun lalu. Bahkan rekomendasi persetujuan dari kabupaten Induk yakni Puncak Jaya sudah dikeluarkan sejak tahun 2009, namun, karena alasan keamanan saat itu, keinginan masyarakat tertunda,’’terang Nesko Wonda yang juga Ketua DPRD Puncak Jaya.

Ia mengungkapkan, selama berjalannya pemerintahan kabupaten Puncak Jaya, pembangunan hanya berkutat di sekitar Mulia yang tak lain ibukota Puncak Jaya, dan sama sekali tidak ada pemerataan di sejumlah distrik lain yang juga wilayah Puncak Jaya. “Pembangunan hanya terkonsentrasi di Mulia, sementara 5 distrik yang ingin pemekaran Yamo sama sekali tidak tersentuh,’’paparnya.

Memang, aku Nesko Wonda, sejumlah factor menjadi kendala sehingga pembangunan di 5 distrik yang menginginkan lahirnya kabupaten pemekaran Yamo, salah satunya factor keamanan. ‘’Kami DPRD Puncak Jaya saja jarang melakukan kunjungan ke 5 distrik ini, karena keamanan yang kurang kondusif pada saat itu, terpaksa kami hanya bisa menahan diri di Mulia, kalaupun ingin mengunjungi 5 distrik itu, harus terbang ke Wamena dulu baru menuju kesana melalui jalan darat. Apalagi masyarakat tentu mereka jauh lebih resah, ibaratnya hidup mati masyarakat fifty-fifty, namun kalaupun kami mati lebiha baik di tanah kami sendiri,’’imbuhnya.

Untuk itu, harap Nesko Wonda, DPR Papua secepatnya menyerap dan merealisasikan aspirasi dan keinginan masyarakat 5 distrik akan lahirnya daerah otonom baru Kabupaten Yamo. ‘’Harapan dan keinginan kami masyarakat Yamo, DPR Papua mewujudkan aspirasi ini agar rentang kendali pembangunan dan pelayanan masyarakat semakin terjangkau,’’tukasnya.

Setelah memberikan sambutan Nesko Wonda kemudian mempersilahkan Ketua I DPR Papua Yunus Wonda dan Ketua Komisi A Ruben Magai naik ke podium guna menerima rekomendasi berupa aspirasi masyarakat calon Kabupaten Pemekaran Yamo. Secara simbolis, Nesko Wonda menyerahkan rekomendasi dengan memasukannya ke noken Yunus Wonda dan Ruben Magai.

Sebelum memberikan sambutan Ketua I DPR Papua Yunus Wonda sempat menangis haru melihat ribuan masyarakat Yamo tempat kelahirannya yang masih terisolir dan belum tersentuh pembangunan secara maksimal. Menyaksikan Yunus Wonda menangis, balik masyarakat Yamo yang menangis, juga karena terharu melihat putra mereka ternyata saat ini telah menjadi pemimpin di Papua. Dibalik wajah haru dan lugu ribuan masyarakat Yamo seperti menggambarkan, ternyata putra mereka yang berasal dari Kampung di Pegunungan Papua yang terisolasi, jauh dari sentuhan pembangunan mampu berkarya bagi orang lain serta bangsa dan negaranya.

Yunus Wonda kemudian memberikan sambutan dengan mengatakan, bahwa Yamo sudah layak dan pantas menjadi sebuah daerah otonom baru. “Yamo siap dan layak menjadi sebuah kabupaten baru, selain letak geografisnya yang cukup strategis, jumlah penduduk dan sumber daya manusianya juga sudah memadai. Dan aspirasi ini akan diperjuangkan DPR Papua sebagai pengemban amanat rakyat,’’tutur Yunus Wonda.

Ia melanjutkan, aspirasi serta keinginan masyarakat Yamo ini menjadi prioritas utama lembaga yang dipimpinnya, sebab hanya dengan pemekaranlah, keterisolasian bisa dibuka dan rentang kendali pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat bisa diperpendek. ‘’Sebagai putra asli Yamo bersama Kenius Kogoya, kami akan berupaya mewujudkan keinginan masyarakat ini. Namun, itu juga harus didorong oleh doa masyarakat Yamo sendiri,’’pungkasnya.

Yunus Wonda mengungkapkan, sidang pembahasan tentang usulan pemekaran akan dilaksanakan DPR Papua bulan November mendatang, dan Yamo akan menjadi salah satu prioritas untuk dibahas. “Kami akan membawa kembali ke Ilu isi noken (rekomendasi) dalam bentuk SK persetujuan calon kabupaten pemekaran Yamo,’’singkatnya.

Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai juga mengatakan, berdasarkan luas wilayah jumlah penduduk dan sumber daya manusia, Yamo sudah layak menjadi sebuah daerah otonom baru. ‘’Tidak alasan lagi untuk menolak lahirnya kabupaten Yamo, semua persyaratan sesuai yang ditentukan UU sudah terpenuhi, sekarang DPR Papua tinggal membahasnya dalam sidang paripurna mendatang,’’ucap dia.

Lanjut Ruben, hanya dengan pemekaran, 5 distrik di Yamo bisa tersentuh pembangunan. ‘’Saya kira pemekaran ini akan membuka isolasi Yamo, namun yang terpenting masyarakat asli Yamo harus mampu menjadi pilar-pilar pembangunan di tanahnya sendiri,’’paparnya.

Melihat kondisi riil Ilu yang merupakan calon ibukota Yamo, memang sudah layak menjadi sebuah daerah otonom baru. Namun seyogyanya pemekaran daerah benar-benar untuk kepentingan masyarakat, terutama untuk memperpendek rentang kendali pelayanan mereka, serta membuka keterisolasian wilayah dengan tujuan masyarakat melek pendidikan, melek kesehatan dan lain sebagainya. Pemakaran jangan hanya akan melahirkan raja-raja kecil yang kemudian tidak peduli atau melupakan cita-cita pemekaran yakni mensejahterakan masyarakat. (jir/don/LO1)

Selasa, 30 Oktober 2012 07:34, BP.com

Bhayangkari Bisa Dekati Kelompok Pro Merdeka

JAYAPURA — Bhayangkari Daerah Papua sebetulnya bisa memberikan kontribusi dalam rangka menghadapi aksi gerakan-regarakan pro kemerdekaan Papua Barat, antara lain mendekati keluarga, istri dan anak-anak dari tokoh-tokoh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Dewan Adat Papua (DAP), Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) dan lain-lain. Hal ini untuk membangun citra (image building) Polda Papua identik dengan Polisi humanis.

Hal ini diungkapkan Kapolda Papua, Irjen Pol Drs M. Tito Karnavian, MA ketika menyampaikan sambutan pada upacara peringatan Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari (HKGB) ke-60 Tahun 2012 di Aula Rastra Samara, Mapolda Papua, Jayapura, Selasa (30/10). Dia mengatakan, tiap-tiap Polres Jajaran Polda Papua memiliki tantangan yang paling utama adalah masalah pro kemerdekaan.

Menurit dia, pihaknya telah mencanangkan 4 program atau operasi menghadapi kelompok pro kemerdekaan. Pertama, operasi penegakan hukum dalam bentuk upaya-upaya pengungkapan kasus-kasus kekerasan yang terjadi seperti pelanggaran hukum, makar dan lain-lain.

Kedua, operasi intelejen yakni melakukan penggalangan kepada tokoh tokoh KNPB, Lambert Pekikir, Dani Kogoya dan lain-lain, seperti mantan Ketua Umum KNPB Buchtar Tabuni yang kini ditahan di Rutan Polda Papua.

“Mungkin ibu-ibu Bhayangkara punya inisiatif mendatangi keluarganya untuk memberikan bantuan beasiswa dan lain-lain.
Ketiga, operasi Bimas yakni dalam rangka untuk menyentuh kantong-kantong simpatisan dan masyarakat di sekitar kelompok-kelompok pro kemerdekaan seperti Asrama Mahasiswa Rusunawa, Pos 7 Sentani, Angkasa untuk wilayah Jayapura.

“Semua kantong-kantong kelompok pro kemerdekaan harus diinventarisir kira-kira bentuk kegiatannya apa,” katanya. Karenanya, kata dia, pihaknya telah menugaskan Direktur Intel, Direktur Bimas Polda Papua untuk menyusun siapa saja target penggalangan kantong-kantong yang mau diaproach untuk rencana pasar murah, bagi-bagi Sembako, pengobatan gratis, bakti sosial dan lain-lain.

“Ini Bhayangkari sebetulnya bisa berbuat karena dengan karakteristik khasnya sebagai wanita,” tukas dia.

Keempat, operasi pembentukan opini. Semua kegiatan kegiatan ini yang bersifat terbuka Bhayangkari maupun Polri ini harus masuk terus di media massa. Tapi kalau itu dibombardir terus-menerus dengan berita-berita yang lebih mengedepankan aksi represif, maka citra yang terbangun di benak masyarakat Polri identik dengan penegakan hukum atau Polda Papua identik dengan Polisi humanis. (mdc/bom/lo1)

Rabu, 31 Oktober 2012 05:26, BP.com

Bincang- bincang Ketua MRP Timotius Murib, Soal Tugas Sehari-harinya (bag-1)

Selasa, 09 Oktober 2012 08:29, bintangpapua.com

Posisi Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) suatu jabatan yang tidak gampang. Banyak hal, antara cita cita dan keinginan Lembaga Representatif orang asli Papua (MRP) untuk berkolaborasi dengan Eksekutif dan Legislatif. Artinya ada kepentingan masyarakat yang harus diakomodir dalam aspek hukum yang dihasilkan melalui perdasi perdasus dan butuh kerjasama. Tapi sayangnya kerap kebijakan MRP ini tak singkron.

Oleh Veni Mahuze- Bintang Papua

“ Kita perlu satukan visi dalam melangkah untuk menghasilkan produk produk hukum, antara keinginan MRP yang kerap tak singkron di lapangan, meski inisiatif sudah dimulai MRP, saya belum melihat MRP Periode II ini menghasilkan sesuatu untuk ditingalkan seperti apa yang sudah digagaskan MRP sebelumnya, masih banyak hal yang harus dibuat, “katanya.

Kini MRP diusianya yang kesatu tahun lima bulan ini, dia masih sangat muda, dia lahir karena riak riak orang asli Papua, dia ada juga karena Otsus Papua, namun sampai hari ini, tetap juga saya melihat belum ada singkron antara Eksekutif dan Legislatif dalam menghasilkan produk hukum karena tak ada kekompakan di tingkat relasi kuasa. Padahal ketiga relasi kuasa ini harusnya kompak mengimplementasikan Otsus di Tanah Papua. “Itu pergumulan saya selama ini,” kata Timotius Murib, mantan Ketua DPRD Puncak yang kini Ketua MRP. Murib yang ditemui di Rumah Dinas Ketua MRP di Kotaraja, Minggu (7/10) Sore, nampak kurang puas dengan kerja MRP, padahal ketaksingkronan itu harus disatukan antara visi misi dan gerak langkah. Antara MRP, DPRP dan Pemerintah Daerah supaya apa yang dipikir oleh MRP juga dipahami DPRP dan Gubenur, tanpa mengabaikan pihak Yudikatif, karena Yudikatif tetap sebagai pihak yang menyukseskan semua produk hukum.

Ia bercerita, begitu dirinya terpilih sebagai Ketua MRP di usia MRP kesatu tahun lima bulan ini, dalam periode kepemimpinannya, salah satu contoh MRP harus memperjuangkan salah satu produk hukum seperti Perdasus Nomor. 6 Tahun 2011 tentang Pilgub Papua, implemetasinya molor di jalan karena tak singkron antara Keinginan dan kebijakan yang tak kompak, padahal disini kita butuh kekompakan supaya kepentingan yang sudah ada diakomodir.

Selama pengambil kebijakan di ranah publik tidak bersatu menyuarakan Hati Nurani Rakyat Papua, maka 25 tahun kesempatan untuk sukseskan kesejahteraan di atas tanah Papua ini sesuai cita cita Undang undang Otsus tak akan berhasil dan stagnan bila kita tidak bersatu. “Saya rasa persatuanlah hal utama dan penting,” ujarnya.

“Saya katakan, mengapa tidak berhasil, mungkin istilah yang pas mengarah ke situ adalah masih adanya “PATIPA”, atau Papua Tipu Papua yang duduk di ranah pengambil kebijakan, istilah ini akan berlaku terus selama diantara orang Papua sendiri tak kompak, contoh ini mengarah pada oknum orang Papua yang ada di Tanah Papua yang menduduki kursi penting, yang dapat dikelompokkan kedalam orang orang yang tak punya hati dan masuk dalam strata ketiga dalam struktur masyarakat Papua. Mereka kurang peduli, kalaupun peduli, kepedulianya itu bukan datang dari lubuk hatinya karena memang mereka tak rasakan apa itu hidup menderita dibawah bayang bayang kekerasan simbolik”.

Menurut Murib, “Kelompok ketiga dari masyarakat Papua ini akan mendapatkan cela dimana tak adanya kesepahaman diantara orang Papua maka kondisi riil ini dimanfaatkan, hal ini nampak dalam upaya memperjuangkan Perdasus Nomor 6 tadi, sambung Murib.

Padahal DPRP sudah buat rancangan perdasusnya, lantas dikirimkan ke MRP untuk membuat persetujuan dan dikembalikan ke Eksekutif untuk dibuatkan penomoran, ini berjalan, namun dipertanyakan lagi mengapa KPU gugat Pilgub kemarin???, “ saya heran, ini namanya tidak kompak, padahal kru KPU sendiri didududki orang asli Papua, saya katakan itu tadi, mereka tak punya hati”.

Oleh karena itu mengapa masalah Pilgub Papua ini terus molor hingga sekarang satu tahun lebih, saya mau katakan ini, “Karena kami sendiri antara orang Papua yang duduk di lembaga pengambil kebijakan ini tidak konsekwen dan bersatu, dan tidak punya hati, hingga keinginan saya Timotius kedepan itu, KPU harus diduduki orang yang punya hati, gubernur harus punya hati, DPRP harus punya hati, MRP lebih lagi harus punya hati”, sambung Murib.

Meminjamkan istilah yang sering digunakan orang saat ini bahwa, menjadi pemimpin itu harus orang takut Tuhan, namun menurut dirinya istilah takut Tuhan saja tak cukub, lebih dari itu dibutuhkan orang yang punya hati duduk di tiga lembaga ini dan punya hati dan komitmen sama dan perlunya membangun komunikasi Intens. Ia melihat yang terjadi justru sebaliknya, tak ada ruang komunikasi yang baik antara ketiga lembaga ini.

Padahal, bila dilihat komunikasi merupakan sarana mempererat relasi dalam melakukan evaluasi bulanan atau tiga bulanan antara MRP, DPRP dan Gubenur perlu duduk satu meja, diskusi masalah kesehatan di Papua ini bagaimana, kemajuan bidang Pendidikan di Papua ini bagaimana, sebaliknya sudah sampai dimanakah perkembangan ekonomi rakyat, dimana satu hal penting yakni, bagaimana pemberdayaan perempuan, sudahkah perempuan mainkan perannya sejauh ini bagaimana?, berikut keberadaan Pemuda bagaimana?

Saat diskusi tiga relasi itulah bisa diungkapkan bahwa hal hal spesifik ini menjadi tugas MRP, ini jadi tugas DPRP maupun sebaliknya Gubernu punya kebijakan apa. Dengan berkumpul dan berdiskusi kita bisa tahu disitu, bila ada hal yang tak terselesaikan hingga butuh campur tangan Pemerintah Pusat, Ya, Kita bicara dan sama sama menghadap Pemerintah Pusat.

Perwakilan utusan Masyarakat Adat MRP ini melihat, bila ada kekompakan diranah itu, tak ada yang tidak diperhatikan Pemerintah Pusat, selama ini Pemerintah pusat mau mendengarkan apa yang diutarakan ketiga lembaga ini, disisi lain Pemerintah melihat adanya keterpecahan karena kurangnya kekompakan dalam sebuah kebijakan yang perlu melibatkan Pemerintah Pusat.

Tak Merangkum Tiga Relasi

Ia mencontohkan, dalam beberapa kali pertemuan pembahasan Perdasus dan sejumlah pertemuan antara Pemerintah Pusat dalam hal ini Mendagri dengan MRP, DPRP maupun Gubernur, nampak jelas sekali setiap pertemuan yang direncanakan dengan Pemerintah Pusat tersebut, tak pernah merangkum ketiga lembaga ini duduk dalam satu meja.

Contoh kecilnya, Mendagri panggil Gubernur dalam tempat dan saat terpisah di pagi hari dilakukan pembicaraan, berikut dihari dan tempat terpisah lagi, pada siang harinya bertemu dengan DPRP , waktu lainnya di sore hari dengan MRP, sistim ini dianggap Timotius sebuah sistim yang tidak kompak dimana bisa disinyalir mengubah arah sebuah konsep kebijakan yang dibawah ketiga lembaga ini dihadapan Pemerintah, ya, kita lihat saja cara penyampaian akan berbeda, persoalannya untuk memberikan pertimbangan pada sebuah kebijakan oleh Pemerintah Pusat itu memang lama, sebab harus memperhatikan masukan masukan dari masing masing lembaga.

Ini terjadi karena penyampaian aspirasi oleh ketiga lembaga ini disampaikan tak pernah dalam satu pertemuan sama yang direncanakan dalam satu ruang. Oleh karena itu pergumulan saya, Timotius Murib bahwa saat ini ada moment Pilkada Papua yang akan memilih anak bangsa yang baik dari ketujuh bakal calon Gubernur dan Wakil Gubenur. Apabila KPU membuka pendaftaran lagi, maka diantaranya siapa siapa yang ditunjuk Tuhan dan dipilih masyarakat, moga moga bakal calon ini punya hati untuk datang duduk dirumah gubuk rakyat atau datang duduk di gubuk MRP ini kah, duduk di DPRP.

Komunikasi Intens

Bila menelisik, ada yang salah diantara tiga lembaga ini yakni belum terbangunnya Komunikasi intens, hal itu diakuinya. “Saya rasakan beda sekali, selama ini MRP jalan sendiri, DPRP jalan sendiri, Pemerintah jalan sendiri, masing masing dengan keinginannya, hingga ada ketimpangan relasi yang terjadi, padahal sama sama membawa sekaligus menjawab aspirasi rakyat di Papua”, ujarnya.

Mungkin saat ini kami MRP butuh sebuah ruang komunikasi intens yang mempertemukan ketiga tunggu elit rakyat ini untuk sama sam mendengar apa mau rakyat dan kelompok kelompok masyarakat, kita lihat, turun langsung kelapangan, cari solusi, sampaikan pada Pemeirntah pusat juga dengan kompak, hal ini dimaksudkan untuk meminimimalisir ketimpangan relasi kuasa dalam menjawab kebutuhan publik. Ketimpangan relasi ini dirasakan juga dalam pembuatan sejumlah produk hukum berapa perdasi perdasus yang tak selesai dibahas. (Bersambung)

Percepat Dialog Jakarta-Papua

Senin, 08 Oktober 2012 06:41, BiintangPapua.com

Manokwari – Pemerintah Indonesia diharapkan secepatnya menggelar dialog bermartabat Jakarta-Papua yang selama ini disuarakan orang asli Papua. Dialog bermartabat atau komunikasi konstruktif Jakarta-Papua juga sudah berulang kali diminta oleh sejumlah pihak lain termasuk dari DPR RI.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari yang juga penggiat HAM Papua, Yan Christian Warinussy, SH dalam press release yang diterima koran ini semalam.

Dikatakan, dibukanya dialog tersebut memungkinkan adanya perubahan pandangan rakyat Papua terhadap Jakarta. Ini karena selama ini Pemerintah Indonesia dipandang tidak memiliki komitmen dan kemauan politik yang baik dalam menyelesaikan persoalan di Tanah Papua.

Berkenaan dengan itu, Warinussy juga menyerukan kepada rakyat Papua agar sedari sekarang mempersiapkan format dan konsep Dialog tersebut.

Ini juga agar konsep dimaksud bisa dikonsultasikan secara baik sejak sehingga tidak timbul perdebatan lagi. Dalam rilisnya, Warinussy mengapresiasi pernyataan ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq sebelum rapat bersama Komisi I dan Komisi III dengan Mendagri, Kapolri, Menteri Keuangan serta Menkopolhukam di gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (3/10) lalu. Siddiq ketika itu menegaskan Komisi I DPR RI menilai upaya penyelesaian masalah Papua yang dilakukan pemerintah Indonesia belum memperlihatkan kemajuan berarti. Pemerintah Pusat dinilai belum memiliki desain konstruktif untuk menyelesaikan permasalahan di Papua. Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang digadang-gadang sebagai motor pendorong akselarasi pembangunan di Papua juga belum efektif bekerja. Apalagi sejauh ini ada resistensi masyarakat Papua terhadap UP4B. Kondisi tersebut diperparah dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dan distrik yang tidak efektif. “Selaku Pekerja Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, saya memandang akan sangat baik jika Pemerintah Indonesia segera memulai langkah-langkah persiapan untuk menyelenggarakan Dialog Papua-Indonesia dalam waktu dekat ini, “ tulis Warinussy.

“ Bagaimanapun juga harus diakui bahwa Dialog Papua-Indonesia kini menjadi agenda mendesak bagi pemerintahan Presiden SBY jelang akhir masa jabatannya pada 2014 mendatang, “pungkas advokat senior ini.(sera/don/l03)

Kenius: Jangan Lukai Hati Rakyat Papua

Jumat, 14 September 2012 15:51, http://www.bintangpapua.com/

JAYAPURA— Harapan Ketua MRP Timothius Murib agar sengketa lembaga penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua periode 2012-2017, yang tinggal menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan hasil yang tak mengecewakan rakyat Papua demi keutuhan NKRI, mendapat dukungan dari DPRP.

Anggota DPRP Kenius Kogoya, SP, MSi menegaskan pemerintah harus disiplin terhadap produk UU yang ada di Republik ini. Dan Otsus adalah win win solution untuk Papua, ketika rakyat Papua menuntut merdeka. Karena itu, (MK) harus menghargai kekhususan yang ada di Papua.

“Kami berharap putusan itu tak melukai hati rakyat Papua. Putusan MK harus sesuai UU Otsus Papua. Jika MK ternyata putuskan diluar UU Otsus, maka sebaiknya jangan ada Otsus lagi di Papua. Tapi kembali saja ke Otda,” tukas dia ketika diwawancarai Bintang Papua di ruang kerjanya, Jumat (14/9).

Senada dengan itu, Anggota DPRP Hendrik Tomasoa, SH,MH mengutarakan, fakta membuktikan, Pansus Pilgub DPRP telah bekerja sesuai Perdasus No 6 Tahun 2011 Tentang Pilgub Papua berdasarkan UU Otsus mulai tahapan verifikasi berkas pendaftaran hingga 7 pasangan Calon Gubernur dan Cawagub disampaikan kepada MRP untuk menilai dan mempertimbangkan keaslian orang Papua.

Lanjut dia, pihaknya justru mempertanyakan kenapa dari awal sebelum DPRP mengambil langkah ini, KPU tidak menggugat DPRP ke MK karena KPU dan DPRP mengikuti pembahasan Perdasus tersebut. Tapi kenapa DPRP sudah melakukan tahap yang tinggal tahap terakhir baru KPU mengajukan gugatan.

Menurut dia, jika KPU mengajukan gugatan berkaitan dengan kewenangan mengadili ini. Di satu sisi kewenangan tapi disatu sisi kewenangan itu melekat dengan tugas. Tugas ini telah dilaksanakan oleh DPRP.

“Jika MK memutuskan lembaga penyelenggaraan Pilgub di luar daripada 3 tujuan hukum ini. Jika MK putuskan kewenangan penyelenggara Pilgub ada di KPU melanggar asas manfaat. Karena uang negara sudah dipakai,” tegasnya.

Karenanya, ujarnya, pihaknya mengharapkan agar putusan MK ini sesuai tujuan hukum meliputi kepastian hukum, keadilan hukum dan manfaat.

“Bertolak dari ketiga tujuan hukum ini maka MK sudah tentu memahami tentang tujuan hukum ini,” tukas dia. (mdc/don/l03)

Ketua Tim Pemekaran Muyu Ancam Siap Pindahkan Patok Perbatasan

Rabu, 05 September 2012 , 17:41:00, CePos.com

Ketua Tim Pemekaran Kabupaten Muyu Martinus Torib, S.Sos, saat menunjukkan ceklis dari Depdapri usulan Pemekaran Kabupaten Muyu dalam jumpa pers yang di gelar di Merauke, Selasa (4/9).
Ketua Tim Pemekaran Kabupaten Muyu Martinus Torib, S.Sos, saat menunjukkan ceklis dari Depdapri usulan Pemekaran Kabupaten Muyu dalam jumpa pers yang di gelar di Merauke, Selasa (4/9).

MERAUKE- Ketua Tim Pemekaran Kabupaten Muyu, Martinus Torip, S.Sos mengancam akan memindahkan patok perbatasan yang ada di Kabupaten Boven Digoel masuk ke PNG apabila Muyu tidak masuk dalam agenda pemekaran Pemerintah.

‘’Kebetulan Muyu sendiri berada di perbatasan. Kalau memang Muyu tidak masuk dalam agenda pemekaran, maka saya siap cabut patok perbatasan itu dan pindahkan. Patok perbatasan yang ada di kampung saya, saya pindahkan dan kami masuk ke PNG. Saya ini bukan mengancam tapi fakta,’’

kata Martinus Torip kepada wartawan saat jumpa pers di Merauke, Selasa (4/9).

Menurut Martinus Torip, tercatat 7 tahun pihaknya telah berjuang untuk memekarkan Muyu sebagai kabupaten, namun sampai saat ini tidak ada realisasi. ‘’Kami jadi bingung. Karena semua permintaan sudah dilengkapi sesuai dengan prosedur pemerintah dan prosedur politik. Dan sesuai PP nomor 78 tahun 2007, Muyu telah melakukan seluruh jawaban yang ada dalam Peraturan Pemerintah. Kami tidak spekulasi dalam persoalan ini,’’ terangnya. Karena itu, lanjut Torip, dirinya meminta Pemerintah Provinsi dalam hal ini Gubernur dan Pemerintah Kabupaten Boven Digoel sebagai kabupaten induk untuk turut memperjuangkan pemekaran Muyu tersebut.

Dikatakan, bicara soal pemekaran di wilayah RI, memang memerlukan ketabahan dan ketajaman dalam melihat konteks politik. Karena politik di Republik ini, menurutnya sangat tidak memberikan kesejahteraan rakyat di karena para pejabat dan petinggi di Jakarta memang tidak bisa secara jujur, iklas dan bertanggung jawab memperjuangkan kepentingan rakyat.

Dijelaskan lebih jauh, pada 8-9 Pebruari 2012, di Hotel Jakarta Depdagri dalam hal ini Dirjen Otonomi Daerah telah telah melakukan identifikasi dan analisa data atas usulan daerah otonomi baru di seluruh Indonesia yang berjumlah 183 usulan daerah. Dari 183 itu, sebanyak 33 pemekaran provinsi, 132 kabupaten dan 17 kotamadya. Kemudian dilakukan pembagian cluster berdasarkan kelengkapan fisik kewilayaan dan administrasi. (ulo/nan)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny