Tim Investigasi DPRP Turun ke Paniai

JAYAPURA-Berbagai rentetan kasus penembakan yang terjadi di Kabupaten Paniai beberapa waktu lalu yang menewaskan masyarakat sipil dan anggota polisi yang tidak berdosa, disikapi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dari daerah pemilihan (dapil) V Provinsi Papua dengan membentuk tim investigasi.

Ketua Tim Ivestigasi DPRP dari Dapil V Provinsi Papua, Nason Utty,SE mengatakan, sebagai bentuk tindakan untuk menyikapi berbagai peristiwa penembakan tersebut, pihaknya membentuk tim investigasi yang ketuai oleh dirinya (dari komisi C) dan dengan beberapa anggota antara lain dari komisi A, yakni Yulius Miagoni,SH (sekretaris komisi), Naftali Kobepa, S.KM, Ina Kudiai dan Harun Olombau. Kemudian dari komisi C yakni Yafeth Pigai, dari komisi E adalah sekretaris komisi E DPRP, yakni Hagar Madai dan didampingi staf ahlinya yakni Anum Siregar.

Tim investigasi ini pada hari Sabtu (1/9) lalu melakukan perjalanan ke Nabire menggunakan pesawat terbang, dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Paniai pada malam hari dengan menempuh perjalan darat kurang lebih 10 jam, dan tiba di Paniai tepat pukul 23.00 WIT.

Keesokan harinya, Minggu (2/9) melakukan kunjungan ke semua tempat-tempat kejadian yang menewaskan warga masyarakat dan aparat kepolisian serta fasilitas masyarakat yang dirusak oleh aparat lantaran kecewa karena salah satu rekannya meninggal ditembak oleh TPN/OPM.

Setelah itu, pada Senin (3/9) melakukan kunjungan ke RSUD Kabupaten Paniai untuk melihat salah korban penembakan yang sedang dirawat di RSUD Paniai dan selanjutnya melakukan pertemuan dengan pemerintah dan aparat TNI/Polri setempat bersama semua komponen masyarakat pada pukul 09.00 WIT sampai selesai di GSG Kabupaten Paniai.

Nason Utty mengatakan, dalam kunjungan yang berlangsuang beberapa hari di Kabupaten Paniai dan melalui pertemuan yang digelar, pihaknya mengajak semua komponen/elemen masyarakat yang ada di kabupaten untuk menciptakan suasana kedamaian di Kabupaten Paniai.

Menurut Nason Utty, sejak terjadinya peristiwa penembakan yang menewaskan salah satu anggota Kepolisian Kabupaten Paniai pada tanggal 20 Agustus lalu di ujung bandara Paniai dan peristiwa penembakan terhadap seorang anak 10 tahun dan aksi pengurusakan speedboat masyarakat setempat yang dilakukan oleh aparat kepolisian setempat yang kecewa lantaran salah satu rekannya tewas tertembak oleh TPN/OPM, peristiwa pembakaran rumah warga yang dilakukan pula oleh TPN/OPM, juga dan berbagai kejahatan lainnya, yang hingga kini masih menimbulkan rasa panik yang mendalam dalam diri masyarakat sehingga membuat masyarakat tidak bebas untuk melakukan aktivitas kesehariannya seperti biasa.

Selain itu, kata Nason, juga menimbulkan kecemburuan antara masyarakat setempat dengan masyarakat non Papua yang berada di Kabupaten Paniai dan menimbulkan kebencian yang mendalam oleh masyarakat setempat terhadap aparat kepolisian dan TNI yang bertugas di Kabupaten Paniai, begitu sebaliknya, sehingga suasana kehidupan bersama di Kabupaten Paniai sebagai sebuah rumah hilang.

“Kebenaran informasi tersebut kita dengar dari pengakuan semua perwakilan yang dimintai kesediaannya menceritakan apa yang dirasakan pasca terjadinya berbagai peristiwa seperti penembakan warga sipil (anak 10 tahun) dan anggota polisi setempat dan aksi pembakaran rumah serta aksi pengrusakan speedboat masyarakat pada beberapa hari lalu yang menyatakan bahwa memang benar semenjak terjadinya rentetan peristiwa–peristiwa tersebut mereka tidak bebas keluar rumah untuk melakukan aktivitas seperti biasanya. Dan ini tidak hanya pada masyarakat dan pegawai asli Papua saja, tetapi non Papua pun demikian,” ujar Nason Utty,SE.

Dikatakannya, dari pertemuan tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan bersama bahwa semua pihak, baik pihak pemerintah daerah setempat, TNI, Polri dan semua elemen masyarakat berkewajiban untuk menciptakan kedamain bersama, sehingga seluruh aktivitas masyarakat bisa berjalan kembali dan juga antara masyarakat asli Papua, non Papua dan aparat keamanan (TNI/Polri) tidak saling curiga dan membenci lagi sehingga suasana kehidupan bersama layak sebuah rumah tangga harmoni yang telah hilang bisa kembali lagi agar tidak menghambat pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan juga agar masyarakat pun bebas terlibat dalam semua proses pembangunan yang dilakukan.

Di samping itu, lanjutnya, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pelaksanaan pemilukada Gubernur Papua dan lebih khusus lagi pemilukada Kabupaten Paniai agar tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertangungjawab, yang bertujuan mengacaukan Kabupaten Paniai secara khusus dan Papua secara umum.

Sementara itu, di tempat yang sama, Penjabat Bupati Kabupaten Paniai, Drs. F. A. Gatutkutjo dalam arahannya meminta kepada masyarakat untuk mendukung pemerintah untuk bersama-sama menciptakan kedamaian dan keamanan di Kabupaten Paniai, sebab masalah keamanan dan kedamaian di Kabupaten Paniai bukan merupakan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Paniai dan aparat keamanan saja tetapi tanggungjawab semua komponen masyarakat yang ada di Kabupaten Paniai.

Hal senada juga disampaikan Kapolres Paniai, AKBP Anthon Diance bahwa sebagai pihak yang berkewajiban menciptakan keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Kabupaten Paniai, tidak menghendaki terjadinya peristiwa tersebut yang sampai menghilangkan nyawa orang lain, sebab agama manapun dengan jelas melarang pemeluknya melakukan hal yang sangat tidak manusiawi tersebut.

Untuk itu, pihaknya berharap semua komponen masyarakat dapat membantu aparat Kepolisian untuk bersama-sama menjaga keamanan dan kedamaian di Kabupaten Paniai. (ren/fud)

Sumber:Cepos, Rabu, 05 September 2012 , 17:59:00

Otsus Papua Belum Sentuh Seluruh Rakyat

Written by Ant/Agi/Papos, Wednesday, 29 August 2012 00:00

Masyarakat Papua, Otsus Gagtal
Masyarakat Papua, Otsus Gagtal

Timika [PAPOS] – Pemerintah pusat mengakui hingga saat ini pelaksanaan otonomi khusus di Papua belum menyentuh seluruh rakyat di propinsi tertimur Indonesia.

Pengakuan itu diungkapkan Deputi I Kemenkopolhukam Judy Harianto dihadapan para peserta rapat akbar yang diprakarsai Forum Pemerhati Pembangunan Papua Tengah Provinsi Papua yang dipusatkan di gedung Ene Mene Yaware Timika, ibukota Kabupaten Mimika, Selasa.

Dikatakan, saat ini implementasi dari pelaksanaan otonomi khusus belum seluruhnya memenuhi memenuhi keinginan atau kebutuhan dasar masyarakat khususnya masyarakat yang paling bawah.

Karena itulah saat ini pemerintah terus mencari solusi terbaik agar tingkat kekecewaan masyarakat tidak terakumulasi, kata Judy Harianto seraya mengharapkan pemerintah daerah agar ikut pro aktif dengan melakukan dialog guna mencari solusi yang tepat bagi masyarakat yang majemuk.

Menurutnya, pemerintah pusat sendiri terus melakukan evaluasi terhadap pelaksaan otsus di Papua dan salah satu hasilnya yakni dibentuknya unit percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).

Pembentukan lembaga tersebut menjadi salah satu jawaban bahwa pemerintah terus berupaya mencari solusi agar otsus bisa dirasakan hingga lapisan masyarakat bawah, karena saat ini pendekatan yang dilakukan bukan lagi pendekatan keamanan.

Otsus itu sendiri seharusnya menjadi anugerah bagi masyarakat di Papua sehingga diharapkan dapat dikelola dengan sebaik mungkin, mengingat pembangunan di Papua tidak akan berhasil bila otsus tidak dilaksanakan secara maksimal, kata Judy Harianto.

Pada kesempatan itu Deputi I Kemenkopolhukam Judy Harianto itu menerima surat permintaan dari keluarga Anthon Uamang yang saat ini mendekam di LP Cipinang, yang meminta agar penahanan mereka dipindahkan ke Papua.

Menanggapi permintaan tersebut, Judy Harianto mengatakan itu bukan wewenang nya namun surat tersebut akan diberikan kepada kementrian terkait yang lebih memiliki wewenang.

Rapat akbar yang dihadiri sekitar 400 orang itu menampilkan 12 pembicara antara lain pengamat politik DR J Kristiadi, DR.Neles Tebay, Ketua Kaukus Parlemen Papua DPR RI Paskalis Kosay, akan berlangsung hingga 29 Agustus mendatang.[ant/agi]

Pelaksanaan Otsus Belum Sentuh Seluruh Rakyat

Selasa, 28 Agustus 2012 16:01, http://bintangpapua.com

Timika – Pemerintah pusat mengakui hingga saat ini pelaksanaan otonomi khusus di Papua belum menyentuh seluruh rakyat di propinsi tertimur Indonesia.

Pengakuan itu diungkapkan Deputi I Kemenkopolhukam Judy Harianto dihadapan para peserta rapat akbar yang diprakarsai Forum Pemerhati Pembangunan Papua Tengah Provinsi Papua yang dipusatkan di gedung Ene Mene Yaware Timika, ibukota Kabupaten Mimika, Selasa.

Dikatakan, saat ini implementasi dari pelaksanaan otonomi khusus belum seluruhnya memenuhi memenuhi keinginan atau kebutuhan dasar masyarakat khususnya masyarakat yang paling bawah.

Karena itulah saat ini pemerintah terus mencari solusi terbaik agar tingkat kekecewaan masyarakat tidak terakumulasi, kata Judy Harianto seraya mengharapkan pemerintah daerah agar ikut pro aktif dengan melakukan dialog guna mencari solusi yang tepat bagi masyarakat yang majemuk.

Menurutnya, pemerintah pusat sendiri terus melakukan evaluasi terhadap pelaksaan otsus di Papua dan salah satu hasilnya yakni dibentuknya unit percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B).

Pembentukan lembaga tersebut menjadi salah satu jawaban bahwa pemerintah terus berupaya mencari solusi agar otsus bisa dirasakan hingga lapisan masyarakat bawah, karena saat ini pendekatan yang dilakukan bukan lagi pendekatan keamanan.

Otsus itu sendiri seharusnya menjadi anugerah bagi masyarakat di Papua sehingga diharapkan dapat dikelola dengan sebaik mungkin, mengingat pembangunan di Papua tidak akan berhasil bila otsus tidak dilaksanakan secara maksimal, kata Judy Harianto.

Pada kesempatan itu Deputi I Kemenkopolhukam Judy Harianto itu menerima surat permintaan dari keluarga Anthon Uamang yang saat ini mendekam di LP Cipinang, yang meminta agar penahanan mereka dipindahkan ke Papua.

Menanggapi permintaan tersebut, Judy Harianto mengatakan itu bukan wewenang nya namun surat tersebut akan diberikan kepada kementrian terkait yang lebih memiliki wewenang.

Rapat akbar yang dihadiri sekitar 400 orang itu menampilkan 12 pembicara antara lain pengamat politik DR J Kristiadi, DR.Neles Tebay, Ketua Kaukus Parlemen Papua DPR RI Paskalis Kosay, akan berlangsung hingga 29 Agustus mendatang.(ant/don/l03)

PAPUA BARU BERBASIS PADA EKONOMI DAN BISNIS

Ditulis oleh Hengky Jokhu
Selasa, 14 Agustus 2012 03:25
Oleh: Hengky Jokhu

Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat telah berjalan 10 tahun, bersarnya anggaran pembangunan plus dana Otsus 2% dari DAU nasional, telah menempatkan wilayah luas yang minus penduduk, sebagai penerima dana terbesar dari seluruh provinsi di Indonesia. Penerimaan daerah melalui alokasi dana otsus praktis tersisa 10 tahun lagi.

Sebagian masyarakat menuding Otsus Papua telah gagal, sekalipun sulit dibuktikan di sektor mana saja kegagalan dan keberhasilannya?, namun yang pasti Otsus berdampak pada surplus anggaran. Sektor pendidikan otsus memberi angin segar, karena angka penduduk buta huruf semakin berkurang. Meskipun keinginan menimbah ilmu, justru berbanding terbalik terhadap lapangan kerja. Hal ini nampak jelas telihat dari tingginya pengangguran, dan minusnya skill kaum muda usia produktif. Salah satu kegagalan Otonomi Khusus atau bahkan kegagalan pemerintah Indonesia, setelah penggabungan Irian Barat kedalam NKRI, yakni Pemerintah gagal membangun masyarakat kelas menengah Papua sebagai kekuatan ekonomi. Akibat kegagalan tersebut, dalam kurung waktu 50 tahun Papua berintegrasi, tak satupun pelaku ekonomi asal Papua sebagai pemilik losmen atau hotel, tak ada orang Papua sebagai pemilik perusahaan dagang atau industri yang patut dibanggakan. Sepanjang jalan Jayapura – Genyem misalnya, kita tidak akan temukan penduduk asli sebagai pemilik toko atau warung makan.

Memiliki perusahaan pelayaran atau perusahaan penerbangan, masih sebatas mimpi di siang bolong. Kita harus jujur katakan bahwa lima dasawarsa berintegrasi dalam NKRI, pemerintah gagal menjadikan orang Papua sebagai tuan di negerinya. Sesungguhnya kita menyadari bahwa etnik Papua melanesia tidak pernah berharap diintegrasikan dalam wilayah kedaulatan Indonesia sekedar menjadi Budak atau Jongos bagi Non-Papua.

Realitas objektif kondisi masyarakat asli di Papua, sangat berbeda dengan saudara-saudara se etnik melanesia di negara tetangga PNG. Kita dengan muda dapat temukan para eksektuf muda pengelola Bank Asing, Pemilik Hotel, Pilot, Pramugari, pemilik Perusahaan Penerbangan atau Pelayaran, direktur perusahaan asing, bahkan banyak yang telah menjadi orang-orang berpengaruh di Australia, New Zealand dan Pasifik Selatan.

Perbedaan PNG dengan Papua Indonesia, adalah bahwa PNG merdeka tahun 1974, mereka mengisi kemerdekaannya dengan membangun demi mengejar ketertinggalannya. Rakyat Papua berintegrasi tahun 1963, wilayahnya dibangun dengan pendekatan POLHUKAM, akibatnya setelah 50 tahun, rakyat Papua menjadi budak dan jongos dari para pelaku ekonomi Non-Papua. Pendekatan keamanan yang diterapkan sepanjang 50 tahun di tanah Papua, adalah bentuk pembodohan, pemiskinan dan marginalisasi terhadap Papua melanesia.

Etnic capitalism sebagai wujud kolonialisme baru (neo colonialism) di tanah Papua. Pemerintah secara sengaja, sadar dan sistimatis melumpuhkan dan memarginalkan kemampuan kapitalisasi orang Papua agar tidak dapat berkreasi dan berinovasi di sektor ekonomi dan bisnis. Contoh sederhana adalah Bank Papua, sekalipun sebagai kelompok 10 besar Bank Pembangunan Daerah di Indonesia, namun sepanjang 50 tahun terakhir, tak ada satupun pengusaha Papua yang telah mampu dimodali Bank ini, sehingga kuat sekelas Aburizal Bakri pemilik Bakri Group atau Erwin Aksa, sipemilik Group Bosowa.

Bank Papua sebagai icon perbankan Papua, perlu berani dan lebih agresif membiayai kegiatan pembangunan infrastruktur di daerah (jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, air bersih, rumah sakit, dll), selain kebijakan sindikasi pembiayaan bisnis berbasis sumberdaya alam di tanah Papua, khususnya sektor pertanian dan perkebunan skala industri (seperti Bank Bumiputera Malaysia). Idealnya melalui suatu kebijakan afirmatif, pemerintah daerah mendorong bank papua menjadi penyandang modal pembiayaan percepatan pembangunan infrastruktur di daerah.
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat sebagai Kue Pie

Ketika rakyat Papua menyatakan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua sebagai bayi prematur yang enggan mati namun segan hidup, pemerintah pusat mensiasati dengan The Real New Policy for Papua (Inpres No. 5 Tahun 2007) disusul pula paket kebijakan percepatan pembangunan dua provinsi paling timur (Perpres No. 65 dan 66 Tahun 2011). Agenda primadona pembangunan tanah Papua saat ini adalah percepatan pembangunan infrastruktur.

Alokasi anggaran pembangunan infrastruktur Papua dan Papua Barat yang sangat besar, justru telah mengundang semua pihak berlomba mencari kesempatan ikut berpartisipasi membangun plus merampok untuk kepentingan pribadi. Dari pengusahan profesional, abangan, sektor swasta, BUMN, PMA, staff kementerian, dan tak ketinggalan para anggota dewan perwakilan rakyat terhormat, ikut nimbrung mencari makan disini. Semua demi kepentingan pribadi, kelompok bahkan partai politik menjelang suksesi 2014.

Apakah para pengusaha lokal ikut menikmati kue pie tersebut? Partisipasi mereka masih sebatas wacana. Kita tak akan pernah dapatkan data besaran partisipasi penduduk lokal dalam percepatan pembangunan Papua-Papua Barat. Kalaupun ada pejabat daerah atau pusat yang mampu berikan data, pasti datanya penuh dengan tipu muslihat sarat cerita isapan jempol. Yang jelas, fakta hari ini orang Papua tetap sebagai penonton setia atas seluruh hiruk-pikuk percepatan pembangunan di tanah Papua. Mereka termarginalisasi dalam kemiskinan dan kebodohan sebagai korban dari proses kapitalisme etnik.
Akibat dari konspirasi kebijakan marginalisasi terhadap rakyat Papua, maka seluruh kebijakan pembangunan tidak akan pernah bermuara pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya di Tanah Papua. Rakyat Papua tidak akan pernah merasa bagian dari Indonesia seutuhnya.

Paradigma Baru Papua menuju 2025

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Industri (MP3EI) Indonesia menuju tahun 2025, yang merupakan arahan strategis dan perluasan dari UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Dalam MP3EI telah ditetapkan 2 kawasan strategis percepatan pembangunan ekonomi dan industri di provinsi Papua Barat dan 5 di provinsi Papua. Berhasil tidaknya MP3EI di tanah Papua, sangat tergantung pada seluruh pemangku kepentingan di wilayah tersebut. Peluang otonomi khusus Papua dan potensi SDA yang melimpah, menjadi modal utama penggerak semangat berwiraswasta disektor formal dan informal. Sangat diperlukan kesadaran dan kesepahaman bersama dari seluruh pejabat daerah, guna merancang paket kebijakan keuangan di daerah, yang mampu menggerakkan seluruh sektor ekonomi. Saat ini merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah daerah menciptakan aturan yang memiliki daya pikat bagi investor swasta (PMA/PMDN) agar tertarik melakukan investasinya di Papua.

Pejabat daerah, teristimewa dinas-dinas teknis perlu kurangi segala retorika dan wacana pembangunan, namun fokus pada kerja keras dan kerja cerdas yang bertujuan mengundang investor luar menanamkan modalnya di wilayah ini. Seluruh pembangunan infrastruktur akan mubasir, bila tidak diimbangi dengan arus investasi swasta dan BUMN. Sangat diperlukan paket kebijakan daerah (perdasi dan perdasus), yang memberi kemudahan bagi investasi swasta sehingga berminat menginvestasikan modalnya di wilayah ini. Papua dan Papua Barat masuk 5 besar provinsi yang tidak diminati investor, karena minus infrastruktur, juga buruknya birokrasi daerah. Contoh sederhana didepan mata kita, adalah pelabuhan Jayapura, dimana terjadi botolneck penumpukkan peti kemas dan mahalnya angkutan keluar masuk barang, bermuara pada mahalnya harga ditingkat konsumen akhir. Anehnya parah pejabat daerah merasa bangga dengan kondisi ini. Ketidak-mampuan pejabat daerah berpikir cerdas, dan senantiasa bergantung pada belas kasihan pemerintah pusat, telah menyuburkan praktek para mafia anggaran, kartel dan tengkulak.

Reposisi dan Reorientasi pola pikir generasi muda menuju masyarakat ekbiz

Generasi yang termarginalisasi dalam kemiskinan dan keterisolasian absolut, cenderung berpikir negatif, radikal bahkan militan. Kebijakan pembangunan Papua berbasis politik, hukum dan keamanan dalam kurun waktu lima dasawarsa, telah berhasil melahirkan dua kelompok komunitas masyarakat lokal di tanah Papua. – kelompok warga masyarakat kota yang mampu beradaptasi dan berasimilasi dengan warga non-papua (pendatang), meskipun tetap menjaga jarak, serta kelompok yang melihat non-papua sebagai penjajah atau musuh. (Dynamic of Violence in Papua, International Crisis Group, Asia Report No.232- 9Agustus 2012)

Pemberdayaan masyarakat disektor ekonomi, dan peningkatan keterampilan mengelola ekonomi berbasis sumberdaya alam, akan mampu mensinergikan seluruh kelompok dan etnik ditengah masyarakat Indonesia yang pluralistik.

Kita semua berharap, dengan meningkatkan peranserta pelaku ekonomi dari kalangan masyarakat lokal, akan meminimalisasikan disparitas antara Papua dan Non-Papua. Harapan kita sekalian, lima puluh tahun kedepan, akan muncul 1.000 orang taipan Papua yang sukses sekelas Arifin Panigoro, Aburizal Bakri, Tommy Winata, Eka Tjipta Wijaya, Ciputra, Erwin Aksa, dll. Orang Papua sangat dimungkinkan menjadi pengusaha sukses di Indonesia, mengingat bumi Papua sangat kaya. Kata orang Jakarta “kekayaan papua kagak ade matinye”

Menciptakan 1.000 taipan dibutuhkan tekad yang kuat dan niat yang tulus dari seluruh pengambil keputusan dari pusat hingga ke daerah, teristimewa Gubernur dan DPRP harus miliki visi yang sama untuk membangun kekuatan ekonomi kelas menengah di kalangan masyarakat lokal. Perlu terobosan disektor moneter dan perbankan. Peningkatan dan penguatan pelaku ekonomi kelas menengah (enterpreneurship) akan mampu menghilangkan kecenderungan kapitalisme etnik.

Rendahnya kwalitas SDM papua adalah sebuah realitas kondisi papua secara keseluruhan. daerah kaya namun penduduknya sangat miskin, bukan saja miskin tapi juga terbelakang dan terisolir. mengatasi kemiskinan absolut dan keterisolasian di papua, tidak semata-mata dengan membangun infrastruktur, namun harus diimbangi dengan menyiapkan ribuan enterprenuer muda sektor swasta yang menggeluti ekonomi dan bisnis. Papua Baru adalah papua yang dikendalikan oleh generasi enterpreneur muda yang visioner, mampu membaca potensi dan peluang di Indonesia, pasifik dan global. Melipat gandakan pelaku ekonomi dari kalangan pengusaha lokal sebagai wujud membangun karakter bangsa, menuju Indonesia yang Adil, Aman dan Sejahtera.

Penulis adalah Ketua Kadin Kabupaten Jayapura

Bupati Yahukimo: Pemekaran Yalimek Atas Rekomendasi Siapa?

JAYAPURA – Munculnya isu tentang rencana pemekaran daerah otonom baru dari Kabupaten Yahukimo yaitu rencana pembentukan Kabupaten Yalimek sangat disayangkan oleh Bupati Yahukimo Dr. Ones Pahabol,SE,MM.

“Secara prosedur administrasi dan prosedur hukum, saya sebagai bupati sama sekali tidak tahu dengan rencana pemekaran Yalimek itu. Dari saya menjabat bupati periode pertama tahun 2005-2010 dan periode kedua 2010-2016, saya belum pernah memberikan rekomendasi untuk pemekaran Yalimek ini,” tegas Bupati Yahukimo Dr. Ones Pahabol,SE,MM kepada Cenderawasih Pos, Selasa (17/7) kemarin.

Bupati merasa heran, mengapa muncul isu bahwa pemekaran Yalimek itu dalam waktu dekat akan disetujui oleh DPR RI dan Depdagri, sedangkan secara prosedur administrasi saja tidak lengkap, karena pihaknya selaku bupati tidak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk pemekaran Yalimek itu.

“Pemekaran Yalimek itu atas rekomendasi siapa? Kalau tidak ada rekomendasi dari saya selaku bupati, maka sangat tidak mungkin DPR RI maupun Depdagri akan menyetujui pemekaran itu, sebab tidak sesuai dengan prosedur administrasi maupun prosedur hukum yang berlaku di negara ini,”

tandas bupati.

Bupati menjelaskan, rencana pemekaran Kabupaten Yalimek dari Kabupaten Yahukimo ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah.

“Dalam PP 78 Tahun 2007 itu disebutkan bahwa untuk membentuk daerah otonom baru (pemekaran) harus ada rekomendasi bupati, DPRP, gubernur dan tahapan itu semua harus diketahui bupati. Harus ada pula kajian ilmiahnya, kemudian ada hak inisiatif dari DPRD untuk mengajukan itu dan ada pula presentasi di Komisi II DPR RI. Kalau semua syarat sudah terpenuhi, DPR RI maupun Depdagri juga akan memanggil bupati. Tapi hingga saat ini, saya sebagai Bupati Yahukimo tidak pernah membuat surat rekomendasi itu dan tidak mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan untuk upaya pemekaran Yalimek itu,”

terangnya.

Pihaknya menjelaskan, pemekaran daerah otonom baru dari Kabupaten Yahukimo yang sudah diusulkan secara resmi ke Pemerintah Pusat ada lima calon kabupaten pemekaran.

“Ada lima calon kabupaten yang sudah saya usulkan secara resmi dan sesuai prosedur, yaitu calon kabupaten Yahukimo Timur dengan ibu kota di Seredala yang terdiri dari suku Kemial dan Unaukam, kemudian Kabupaten Yahukimo Utara dengan ibu kota di Anggruk yang meliputi suku Yali dan Anggruk, selanjutnya Kabupaten Yahukimo Barat Daya dengan ibu kota di Suru-suru yang meliputi suku Ngalik dan Momuna, berikutnya Kabupaten Pegunungan Seir dengan ibu kota di Kurima yang meliputi suku Upla, dan calon Kabupaten Mamberamo Hulu dengan ibu kota di Emdomen yang meliputi suku Mek,”

paparnya.

Bupati Ones Pahabol menegaskan, usulan pemekaran 5 kabupaten dari Kabupaten Yahukimo ini sudah sesuai dengan peta luasan wilayah dan suku-suku yang ada di Kabupaten Yahukimo. “Usulan ini telah disetujui di DPD RI, kemudian kami juga sudah dua kali presentasi di Komisi II DPR RI dan sudah memenuhi syarat yang diatur dalam PP 78 tahun 2007 itu. Yang belum hanya risalah DPRP saja. Kami hanya tunggu itu. Sudah ada cheklist di tangan kami dan kami hanya tinggal tunggu untuk persetujuan atau pengesahan oleh DPR RI,” tandas bupati.

Pihaknya menegaskan, selain upaya pemekaran yang telah diperjuangkannya itu, adalah suatu pembohongan saja. “Isu pemekaran Yalimek itu diusulkan oleh lembaga yang tidak resmi, maka ini hanya suatu pembohongan. Mereka ini hanya cari popularitas saja untuk mencari peluang politik kepada masyarakat. Untuk itu saya sebagai penanggungjawab pemerintahan di Kabupaten Yahukimo menegaskan bahwa upaya untuk pemekaran Yalimek itu jelas tumpang tindih dengan wilayah yang sudah kita ajukan ke pusat,” tegasnya lagi.

Bupati juga menyayangkan dengan upaya yang dilakukan oleh tim pemekaran Yalimek itu, karena pihaknya mendengar bahwa tim ini meminta sumbangan dari masyarakat, dari para pejabat, dan lainnya untuk upaya pemekaran itu. “Stop meminta sumbangan dengan alasan untuk pemekaran. Itu hanya untuk kepentingan pribadi, sebab kalau persyaratan administrasi itu tidak lengkap, mana mungkin pengajuan pemekaran itu akan disetujui,” ujarnya.

Ones Pahabol mengajak kepada orang-orang yang mengatasnamakan tim pemekaran Yalimek ini untuk berhenti melakukan aksinya. “Kita tinggal menunggu dan berdoa supaya moratorium pemekaran oleh presiden itu segera dihentikan, sehingga pemekaran lima kabupaten di Yahukimo ini bisa segera terwujud,” harapnya.

Dikatakannya, kalau nanti pemekaran lima kabupaten itu disetujui, maka pihaknya selaku Bupati Yahukimo akan membagikan 4 hal, yaitu pembagian luasan wilayah, pembagian personel (SDM), pembagian dana hibah dan pembangunan di titik-titik pemekaran itu. “Kalau pemekaran sudah disetujui, nanti saya akan bagi empat hal itu dan akan saya serahkan ke masyarakat. Jadi bukan masyarakat yang disuruh kumpul-kumpul uang untuk upaya pemekaran itu,” ucapnya.

Bupati Ones Pahabol kembali mengajak untuk sama-sama menunggu dengan satu hati sampai ada persetujuan dari pemerintah pusat, sehingga masyarakat di Yahukimo nantinya akan merasakan kebahagiaan dengan lahirnya pemekaran daerah otonom baru dan masyarakat bisa membangun daerahnya sendiri.

Bupati sempat berprasangka buruk, seandainya orang-orang yang mengatasnamakan tim pemekaran Yalimek itu sampai memalsukan tandatangannya selaku Bupati Yahukimo untuk sebuah surat rekomendasi pemekaran, maka pihaknya tidak akan segan-segan membawa oknum-oknum itu ke proses hukum.

“Seandainya DPR RI akhirnya juga menyetujui pemekaran Yalimek itu, maka saya juga akan tuntut mereka, karena saya selaku Bupati Yahukimo tidak pernah memberikan tanda tangan untuk rekomendasi itu. Itu kan namanya tidak sesuai prosedur hukum, dan seandainya itu terjadi, maka itu adalah hal yang sangat aneh,” pungkasnya. (fud)

Rabu, 18 Juli 2012 , 17:50:00, Cepos.com

Kepala UP4B datang mendengarkan aspirasi Masyarakat Nabire

Jayapura, 10 Mei 2012, 15.00 WIT

Hari ini tanggal 10 Mei 2012 dalam perjalanan dari Kota Sorong menuju Kota Jayapura Kepala UP4B Bambang Darmono menyempatkan diri singgah di Kota Nabire untuk memenuhi undangan masyarakat dan bertemu dengan Muspida Nabire.

 

Menjelang mendarat, Kepala UP4B Bambang Darmono mendapat informasi ada sekitar 50an orang demonstrasi kedatangannya di Bandara Nabire. Meskipun sebelumnya mendapatkan informasi adanya demo massa tersebut, Bambang Darmono setelah mendarat menemui massa untuk mendengarkan aspirasi mereka. Demonstrasi massa dipandang oleh Pimpinan UP4B sebagai salah satu bentuk cara penyampaian aspirasi. Setelah massa berbicara, Bambang Darmono menanyakan “Apakah saya perlu menjawab aspirasi yang telah disampaikan?” Massa menjawab “tidak perlu.” dan terus berbicara. Bambang Darmono tetap berdiri dengan tenang mendengarkan. Disayangkan,  massa sendirilah yang menutup “ruang dialog”.

 

Atas arahan Kapolres akhirnya massa mulai tenang. Kepala UP4B melanjutkan pertemuan dengan Ketua DPRD, Bupati, dan unsur Muspida lainnya, pendeta serta tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

 

Jadi berdasarkan fakta di atas, jumlah peserta demo tidak mencapai sampai ribuan massa hanyalah 50an tidak seperti yang dilansir oleh beberapa situs, juga tidak ada peristiwa penahanan dan pengusiran terhadap pimpinan dan rombongan UP4B di Bandara Nabire.

 

Rombongan UP4B meninggalkan Bandara Nabire setelah selesai pertemuan dengan unsur Muspida dan tokoh masyarakat lainnya yang hadir dalam suasana yang mulai tenang. Sebelum naik ke pesawat, Kepala UP4B menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati Nabire atas adanya kejadian yang kurang mengenakan atas kedatangannya di Nabire.

 

Pihak-pihak yang menyebarkan isu atau berita bahwa Kepala UP4B ditahan dan diusir dari Bandara Nabire oleh ribuan massa hanyalah upaya mencari sensasi. Oleh karena itu jangan tipu masyarakat Papuan dengan berita-berita sensasional yang tidak berdasar.

<

Kunjungan Komisi VIII DPR-RI “Pantau” Otsus Papua

JUBI — Kedatangan Komisi VIII DPR RI bersama rombongan melakukan pertemuan dengan pemerintah Provinsi Papua yang juga dihadiri oleh tokoh agama, adat, MRP dan DPRP, untuk melakukan pengawasan atau mengontrol serta memantau implementasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

“Karena selain membuat undang-undang dan anggaran, DPR RI juga harus melakukan pengawasan sejauh mana penggunaan anggaran APBN itu digunakan di daerah,” ujar Ketua Tim Komisi VIII DPR RI Drs.Manuel Kaisiepo kepada wartawan usai melakukan pertemuan di Sasana Krida, Senin (31/10).

Dikatakan, kunjungan kerja komisi VIII ke Papua untuk meminta masukan-masukan dalam rangka pembahasan beberapa peraturan perundang-udangan, disisilain kunjungan DPR RI ke Papua yang membidangi Agama, Sosila, Budaya dan pemberdayaan perempuan.

Mengenai adanya dana untuk pembangunan daerah tertinggal di Papua, kata Manuel Kaisiepo, untuk daerah tertinggal posnya ada di kementerian sosial untuk daerah tertinggal. “Akan tetapi, di Papua satu daerah yang mendapat bantuan Rp.17 miliar, yang kita pertanyakan kenapa Papua hanya satu daerah yang mendapat bantuan tersebut,” ungkap Kaisiepo, yang pada tahun 2000-2001 menjabat Menteri Muda Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Kabinet Persatuan Nasional.

Dikatakan, untuk memberikan keberpihakan kesejahteraan secara sosial, ekonomi, harkat dan martabat rakyat Papua, tetapi setelah 10 tahun berjalan dengan kucuran anggaran yang besar belum membawa dampak yang signitifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat Papua. “Angka kemiskinan di Papua sangat tinggi sekali yang mencapai 34 persen, berarti ada yang salah. Namun bukan Undang-undangnya tetapi implementasi,”ulasnya.

Sebabnya, lebih lanjut diminta, agar kedepan harus ada perbaikan. Karena Undang-undang Otsus ini memberikan kewenangan yang besar dan anggaran besar.
“Seharusnya UU Otsus ini dapat memberikan atau mendorong peningkatan kesejahteraan, termasuk harkat dan martabat akan muncul dengan sendirinya ketika orang mempuntai pendidikan yang baik dan ekonominya baik,” tandasnya.

Dirinya menilai , sebab dengan dana Rp.17 miliar sementara wilayah Papua sangat luas dan letak geografisnya yang sangat sulit, sehingga untuk membuat jalan dengan dana sebesar itu tidak cukup. “Sehingga itu merupakan kewajiban kami, karena kami yang menentukan anggarannya dengan adanya aspirasi dari Papua yang mempertanyakan dana untuk daerah tertinggal,” tuturnya.

“Kami juga harus memantau anggaran realisasi penggunaan anggaran yang ada dalam bidang kami untuk dikontrol, walaupun DPR yang mempunyai tugas dan fungsi membuat undang-undang, menetapkan anggaran,” jelasnya.

Diakui, dana yang kita setujui datang kita control apa sudah dilakukan termasuk di Papua. Pada kesempatan tersebut, Manuel Kaisiepo sebagai putera asli Papua menilai terjadinya gejolak dan konflik yang terjadi di Papua merupakan ekspresi ketidak puasan dan kekecewaan masyarakat akibat tidak berjalannya UU Otsus secara konsekuen. “Pada hal ketika Undang-undang Otsus dirancang kita berharap harapan sangat besar dan ketika UU otsus itu jadi isinya sangat baik, yang diharapkan mengakhiri konflik-konflik yang terjadi di masa lampau,” sambungnya.

Sementara itu, Sekertaris Daerah Provinsi Papua, Constant Karma menyambut baik kedatangan para anggota Komisi VIII DPR-RI dalam rangka melakukan pengawasan implemntasi Otsus Papua. Acara tersebut diakhiri dengan pemberian cindera mata dari Tim Komisi kepada Pemda Papua. (JUBI/Eveerth Joumilena)

Otsus Gagal, Bikin ‘Papua Marah’

JAYAPURA—Terjadinya berbagai konflik dan kekerasan yang belakangan ini di Papua, dianggap sebagai akibat dari gagalnya pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Otsus Papua dinilai gagal lantaran sejak diberlakukan selama 10 tahun lebih, ternyata pemerintah pusat tak menyertakan Peraturan Pemerintah (PP). Pasalnya, Peraturan Pemerintah adalah acuan untuk menyusun Perdasi dan Perdasus. Tanpa ada Peraturan Pemerintah tak mungkin dibuat Perdasus dan Perdasi. “Ini bukan kesalahan daerah saja. Tapi itu juga kesalahan pemerintah pusat yang sengaja mengulur ngulur—seakan akan melepas kepala, tapi pegang ekor,” tukas Ketua Tim Komisi VIII DPR RI Manuel Kaisiepo disela sela pembahasan masalah masalah sosial, agama, perlindungan perempuan dan penanggulangan bencana alam bersama Pemerintah Provinsi Papua serta stakeholder (pemangku kepentingan) di Aula Sasana Karya, Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jayapura, Senin (31/10).

Namun demikian, dia mengatakan masih ada kesempatan bagi pemerintah daerah Papua untuk mengambil inisiatif duduk bersama antara tiga komponen ini masing masing Gubernur, MRP dan DPR Papua. “Saya kira mereka bisa mencari jalan keluar dari situ,” kata mantan wartawan Kompas ini.

Ditanya pembentukan Badan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (BP4B), menurut dia, rakyat Papua boleh berharap tapi terlebih dahulu harus dilihat sebab pihaknya khawatir banyak badan yang dibentuk tapi belum tentu bisa bekerja.

Karena itu, kata dia, pihaknya menyarankan BP4B tetap jalan tapi dia harus koordinasi dengan pemerintah daerah. Pasalnya, amanat UU Otsus memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah bukan ada badan badan baru, termasuk BP4B.

Menurutnya, apabila kini dianggap institusi pelaksana di daerah masih kurang tatap harus ada supervisi bukan campur tangan dari pemerintah pusat.

“Kita lihat soal badan baru itu kita anggap sebagai niat dan komitmen baik dari Presiden. Tapi kita belum lihat hasil kerjanya. Kita tunggu,” ungkapnya.

Dia menandaskan, Tim DPR RI membentuk Tim Pemantau Pengawasan Otsus di Aceh dan Papua. Tapi pihaknya belum sampaikan hasil final karena saat ini sedang bekerja.
“Terus terang kami melihat di Aceh jauh lebih baik. Ketika UU Otsus lahir pemerintah daerah cepat merespons membuat peraturan daerah atau yang disebut KANON,” ungkapnya. Dia mengatakan, spirit dari KANON apabila di Papua adalah Perdasi dan Perdasus adalah keberpihakan yang nyata.

“Sangat kelihatan affirmatifnya itu. Kami berharap Papua juga seperti itu dengan adanya UU Otsus ini lahir beberapa Perdasi dan Perdasus memperlihatkan semangat keberpihakan itu,” cetusnya.

Menurut dia, semua gejolak, kekerasan dan konflik yang terjadi khususnya di Papua (baca; Bikin Papua Marah) pada dasarnya adalah ekspresi ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat akibat tak terlaksananya UU Otsus secara konsekwen dan konsisten. Padahal ketika sebelumnya UU Otsus dirancang dan ketika jadi isinya sangat baik. Semua pihak berharap ia mampu memberi dampak yang signifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan.

UU Otsus itu, lanjutnya, semacam konsensus politik yang akan mengakhiri konflik konflik yang terjadi pada masa lampau sekaligus ia akan memberikan keberpihakan yang nyata untuk peningkatan kesejahteraan secara sosial ekonomi, harkat dan martabat bagi rakyat Papua. “Itu intisari dari UU Otsus itu,” tutur dia.

Tapi setelah 10 tahun lebih berjalan dan kita lihat dengan pengucuran anggaran yang begitu besar dia belum memberi dampak yang signifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan. Bahkan kini angka kemiskinan paling tinggi di Papua ini mencapai 34 persen. “Jadi ada yang salah bukan di UU-nya itu. UU Otsus baik dan bagus tapi implementasi berarti ada miss manajemen,” tuturnya.

Karena itu, kata dia, kedepan diharapkan ada perbaikan karena UU Otsus telah memberikan kewenangan dan anggaran yang besar seharusnya itu sesuatu yang bisa mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan, percepatan pembangunan di pelbagai sektor bukan saja secara sosial ekonomi tapi harkat dan martabat. Harkat dan martabat akan muncul sendiri sendirinya ketika orang punya pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang baik,” ucapnya.

“Saya kira sekarang Presiden juga sudah menyadari ada upaya untuk melakukan evaluasi bukan di UU, tapi tingkat diimplementasi,” sebutnya. (mdc/don/l03)

Kemana Dana Otsus Papua?

Eksisnya gerakan Papua merdeka ditengarai akibat tidak sampainya dana otonomi khusus (otsus) kepada rakyat Papua
Eksisnya gerakan Papua merdeka ditengarai akibat tidak sampainya dana otonomi khusus (otsus) kepada rakyat Papua

Total dana otsus yang disalurkan pemerintah pusat ke Provinsi Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat mencapai Rp28,84 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melaporkan adanya dugaan penyelewengan dana tersebut.

“Saya khawatir dana itu diselewengkan sehingga rakyat Papua tidak merasakan dampak dan manfaat apapun. Ini harus ada transparansi kemana dana otsus itu digunakan,” ujar anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani kepada INILAH.COM, Kamis (20/10/2011).

Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, langkah pendekatan militer pemerintah di Papua harus disertai dengan upaya memastikan dana otsus Papua tidak diselewengkan oleh elite-elite lokal di Papua.

“Ini persoalan kesejahteraan, sebab keterwakilan Papua di kabinet, pemekaran wilayah serta program otsus tidak dirasakan rakyat Papua, ini persoalannya,” terangnya.

Seperti diberitakan, Rabu (19/10/2011) sekelompok orang menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua III, di Lapangan Zakheus Padang Bulan, Abepura, Jayapura dan mendeklarasikan Papua Merdeka. Polda Papua membubarkan acara tersebut dan menetapkan lima orang sebagai tersangka. [mah]

Source: Kompasiana.com

Kecewa, Pedagang Ikan Kembali Palang Jalan

JAYAPURA-Lantaran kecewa dengan janji pemerintah yang akan memberikan ganti rugi belum ditepai, pedangan pasar ikan dok 9 yang sehari sebelumnya dibongkar kiosnya, melakukan aksi pemalangan serta pembakaran ban mobil di ruas jalan depan pasar sebagai wujud ketidak percayaan pedagang terhadap janji tersebut.

“Kami telah berupaya untuk bertemu dengan walikota Jayapura untuk menyelesaikan masalah pembongkaran ini, namun dipersulit saat ingin menemui walikota sehingga warga melakukan pemalangan untuk mempertanyakan janji kepala Disperindakop Kota Jayapura tentang ganti rugi,” ujar Amos Nuboba mewakli padagang.

Dirinya juga menambahkan, para pedagang serta nelayan akan membangun pasarnya sendiri guna membantu perekonomian warga.” Kami telah sepakat untuk membangun pasar sendiri sehingga tidak saling kejar mengejar dengan pemerintah kota,”kata mereka.

Sementara Walikota Jayapura Drs Benhur Tomi Mano yang turun ke lokasi langsung melakukan dialog dengan warga terkait aksi pemblokira jalan tersebut. Walikota berjanji akan berupaya untuk mencari solusi yang terbaik secepatnya sehingga warga dok Sembilan yang juga adalah wilayah daerah kepemimimpinan nya mendapat ketenangan dalam mencari nafkah . Walau demikian para pedagang tetap berjualan di pasar tesebut guna memenuhi kebutuhan mereka sampai ada kesepakatan lebih lanjut terhadap penyelesaia masal tersebut.(cr32/don/l03)

BP, Kamis, 15 September 2011 23:34

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny