MRP di Papua Barat = Otsus Gagal

Gubernur Papua Barat Abraham O. Ataruri yang juga akan maju dalam pemilukada Gubernur Papua Barat saat menghadiri acara penyerahan berkas pertimbangan dan persetujuan MRP terhadap para bakal calon di KPU Papua Barat, Rabu (15/6)
Gubernur Papua Barat Abraham O. Ataruri yang juga akan maju dalam pemilukada Gubernur Papua Barat saat menghadiri acara penyerahan berkas pertimbangan dan persetujuan MRP terhadap para bakal calon di KPU Papua Barat, Rabu (15/6)

JAYAPURA – Tanggapan keras terus mengalir terhadap Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat, yang baru saja dilantik oleh Gubernur Papua Barat Abraham O. Ataruri, Rabu (15/6) lalu. Kali ini datangnya dari Koordinator Program The Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua, Yusak Reba saat dihubungi oleh Cenderawasih Pos, kemarin.
Menurutnya, sikap elit-elit politik di Papua Barat yang sengaja membentuk MRP di Papua Barat melambangkan sikap yang akan memberikan stigma kepada orang Papua, bahwa undang-undang otonomi khusus di Papua telah gagal.

“Saya menilai ini permainan dari elit politik di Papua Barat, yang sengaja membentuk MRP, tanpa dasar hukum yang kuat, akan meluruskan opini masyarakat Papua, bahwa otsus gagal. Jangan heran masyarakat Papua selalu menolak otsus di Papua,” tegasnya.

Bahkan, Yusak meminta kepada pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan Menteri Dalam Negeri jangan sekali-kali memberikan peluang kepada elit-elit politik yang sengaja mengacaukan pelaksanaan undang-undang otsus di Papua, bahkan pusat harus segera menegur kepada gubernur yang bersangkutan.

“Jika pusat memberikan kesempatan kepada elit-elit politik untuk mengacaukan pelaksanaan otsus di Papua, maka pusat juga ikut dalam perpecahan orang Papua,” terangnya.

Bahkan kata Yusak, sesuai dengan Undang-Undang Otsus No.21/2001, MRP adalah lembaga negara, bukan bawahan dari gubernur, sehingga gubernur tidak pantas melantik pimpinan MRP, seperti yang dilakukan oleh Gubernur Papua Barat, dengan melantik MRP di Papua Barat, bisa terkesan dua kali pelantikan dalam periode yang sama.
“Ini terkesan dua kali pelantikan, ini bisa dikatakan melanggar hukum,” ucapnya.

Yusak menjelaskan, pembentukan MRP di Papua Barat oleh elit-elit politik di Provinsi termuda tersebut membuktikan bahwa elit-elit politik di Provinsi tersebut belum memahami regulasi soal undang-undang otsus secara baik, terutama Undang-undang no.21/2001, serta perubahan UU.no.35/2008, tentang perubahan undang-undang 21.2001, untuk Provinsi Papua Barat, Kata Yusak,jika dibaca dengan baik, tidak ada salah satu pasal yang mengatakan MRP harus ada di Papua Barat.

“Tidak ada landasan hukum yang kuat untuk membentuk MRP di Papua Barat, jadi MRP di Papua Barat ilegal. Pusat harus segera ambil sikap,” terangnya.

Sementara itu, MRP Papua Barat hanya membutuhkan waktu satu hari untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon menyangkut syarat keaslian calon sebagai orang asli Papua. Berkas yang diserahkan KPU Papua Rabu (15/6) sekitar pukul 16.00 WIT langsung diserahkan kembali, Jumat (17/6) pukul 09.00 WIT. Dari 33 anggota MRP Papua Barat, sebanyak 24 anggota MRP Papua Barat hadir menyaksikan penyerahan berkas tersebut.

Berkas diserahkan langsung Ketua MRP Papua Barat Vitalis Yumte dan diterima Plt Ketua KPU Papua Barat Philep Wamafma yang juga Devisi Hukum. Ketua MRP Papua Barat didampingi Wakil Ketua I Anike T.H Sabami dan Wakil Ketua II Zainal Abidin Bay. Penyerahan berkas pasangan calon tersebut dihadiri Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi dan Wagub Drs Rahimin Katjong, M.Ed dan Muspida Kabupaten Manokwari.
Saat dikonfirmasi usai penyerahan berkas, Vitalis enggan menyampaikan hasil verifikasi yang dilakukannya. Yang jelas pihaknya sudah melakukan tugasnya sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang Otsus nomor 21 Tahun 2001 maupun PP 54 Tahun 2004 yakni memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon khususnya menyangkut orang Papua asli. Vitalis mengaku akan segera melanjutkan proses pembahasan tugas MRP Papua Barat lainnya.
Setelah menerima berkas dari MRP Papua Barat, KPU Papua Barat, Jumat (17/6) sekitar pukul 14.00 WIT langsung menggelar pleno untuk menetapkan pasangan calon yang sudah mendapatkan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian calon sebagai orang Papua.

Plt Ketua KPU Papua Barat Philep Wamafma yang juga komisioner Devisi Hukum dalam jumpa pers, Jumat (17/6) di Kantor KPU Papua Barat di Jalan SKMA II Basecamp Arfai Distrik Manokwari Selatan langsung membacakan surat keputusan KPU Papua Barat nomor 26 Tahun 2011 tentang penetapan pasangan calon yang memenuhi syarat dan lolos dalam pencalonan untuk mengikuti pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Tahun 2011.
Dalam surat keputusan KPU Papua Barat nomor 26 Tahun 2011 tersebut telah menetapkan empat pasangan sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Tahun 2011. “Pasangan calon yang sudah kita tetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur sudah mendapat pertimbangan dan persetujuan dari MRP Papua Barat,”tuturnya.

Keempat pasangan tersebut antara lain pertama Abraham O Atururi sebagai Calon Gubernur dan Drs Rahimin Katjong, M.Ed sebagai calon wakil gubernur. Kedua, Drs Dominggus Mandacan sebagai calon gubernur dan Origenes Nauw, S.Pd sebagai calon wakil gubernur. Ketiga, George Celcius Auaparay, SH, MM, MH sebagai calon Gubernur dan Hasan Ombaer, SE sebagai calon wakil gubernur. Keempat, DR Wahidin Puarada, M.Si sebagai calon Gubernur dan Ir Herman Donatus Felix Orisoe sebagai calon wakil gubernur.

Dikatakan, pasangan-pasangan calon gubernur yang sudah ditetapkan akan mengikuti proses tahapan selanjutnya sesuai dengan keputusan KPU Provinsi Papua Barat Nomor 25 Tahun 2011. Sesuai dengan jadwal, KPU Papua Barat akan melakukan pencabutan nomor urut, Senin (20/6) di Kantor KPU Papua Barat.(cak/fud/sr)

Pelantikan MRP Papua Barat Menuai Kontroversi

JAYAPURA – Pelantikan unsur pimpinan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat oleh Gubernur Papua Barat, Abraham O Ataruri yang mengatasnamakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada Selasa (14/6) lalu menuai kontroversi.

Gubernur Papua, DR (HC) Barnabas Suebu,S.H dengan tegas tetap menolak pelantikan itu, namun di sisi lain, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua, Lenis Kogoya justru tidak mempersoalkan hal itu.

“Sebenarnya saya sudah membuat pernyataan soal MRP Papua Barat. Jika ada MRP di Papua Barat, maka itu akan megundang persoalan baru, dan bagi saya sebenarnya MRP di Papua Barat itu tidak boleh ada,” katanya kepada wartawan di Gedung Negara, Jayapura, Kamis (16/6) kemarin.

Suebu menegaskan, MRP Papua Barat itu sebenarnya berlawanan dengan undang-undang, sebab tidak ada satu pasal pun dalam Undang-Undang Otonomi Khusus yang mengatur soal itu. “Tapi ternyata tanpa koordinasi lagi, MRP di Papua Barat sudah dilantik. Dua MRP ini sangat bertentangan dengan otsus, bahkan akan menjadi persoalan nasional dan internasional,” tegasnya.

Sementara Pdt. Ev.Thimotous Idie selaku tokoh agama saat bertandang ke Redaksi Cenderawasih Pos tadi malam menyatakan, jika sampai pemerintah pusat mengakui keberadaan MRP di Papua Barat, maka akan berpeluang menjadi persoalan baru di Papua, bahkan memperkuat pengakuan dunia internasional bahwa otonomi khusus tidak mampu menyelesaikan persoalan di Papua.

“Kita juga sudah menolak keberadaan MRP jilid II saat musyawarah besar di MRP 9 Juni 2010 lalu, kenapa sampai Pemerintah Pusat memaksakan membentuk lagi, ini adalah politik semata yang dimainkan oleh pemerintah,” katanya.

Bahkan dirinya juga dengan terang-terangan menilai pembentukan MRP Papua Barat adalah politik yang dimainkan oleh Gubernur Papua Barat Abraham O. Atururi untuk meloloskan dirinya dalam pemilukada Gubernur Provinsi Papua Barat.

“Stop sudah pemerintah pusat main di Papua, jangan membuat konflik antara orang Papua sendiri,” tukasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua, Lenis Kogoya justru mendukung pembentukan MRP di Papua Barat itu.

“Sesuai dengan Undang-Undang No. 21/2001 tentang otonomi khusus, amandemen UU No.35/2008, serta PP No. 54/2004, sudah jelas memberikan peluang kepada Provinsi Papua Barat untuk membentuk Majelis Rakyat Papua di Papua Barat.

“Sudah jelas tertulis, bahwa MRP dibentuk di ibu kota provinsi. Jadi ada peluang untuk pembentukan MRP di Papua Barat, apalagi gubernur, masyarakat, dan agama di Papua Barat sangat mendukung,” terangnya.

Lenis mengatakan, sebelum terbentuk MRP di Papua Barat, dirinya selaku Ketua LMA Papua sudah lebih dulu berbicara soal persoalan MRP ke Pemerintah Daerah, DPRP serta MRP sendiri, namun tidak digubris. “Kini MRP di Papua Barat sudah dilantik, baru berbagai pihak mulai kaget lalu mengeluarkan statemen macam-macam. Karena MRP sudah lantik, maka jalan saja, sebab undang-undang sudah ada, tinggal kita dukung saja,” ujarnya.

Dirinya juga meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit penggunaan dana pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) terutama di panitia pemilihan dan komisi pemilihan.

“Saya juga minta oknum pejabat di Papua jangan mengaitkan persoalan MRP Papua Barat dengan referendum, seperti yang pernah dikeluarkan di sejumlah media lokal. Saya minta agar aparat hukum memeriksa mereka yang mengatakan referendum. Jangan memprovokasi masyarakat dengan opini yang tidak benar,” pungkasnya. (cak/fud)

WPNA Menilai Otonomi di Papua Gagal

Headline News / Nusantara / Sabtu, 11 Juni 2011 02:26 WIB

Metrotvnews.com, Manokwari: Ratusan orang yang tergabung dalam West Papua National Authority (WPNA) berunjuk rasa menuntut Pemerintah Indoensia berdialog dengan rakyat Papua mengenai masa depan Negeri Cenderawasih itu. 

Para pengunjuk rasa menilai Otonomi di Papua telah gagal. Tak hanya itu, mereka juga mendesak pengusutan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Juga, pembebasan sejumlah tahanan politik. 

Namun, tuntutan tersebut hanya ditanggapi dingin oleh Wakil Ketua DPRD Papua Barat, Robby Nauw. Ia menegaskan, Papua tidak akan pernah berpisah dari NKRI. 

Unjuk rasa yang dijaga ketat Polres Manokwari itu berakhir kala Presiden WPNA, Terianus Yocku menyerahkan pernyataan politik kepada Robby Nauw. Akibat unjuk rasa tersebut, sejumlah ruas jalan di Kota Manokwari mengalami kemacetan.(ARD)

WPNA Menilai Otonomi di Papua Gagal

Metrotvnews.com, Manokwari: Ratusan orang yang tergabung dalam West Papua National Authority (WPNA) berunjuk rasa menuntut Pemerintah Indoensia berdialog dengan rakyat Papua mengenai masa depan Negeri Cenderawasih itu.

Para pengunjuk rasa menilai Otonomi di Papua telah gagal. Tak hanya itu, mereka juga mendesak pengusutan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Juga, pembebasan sejumlah tahanan politik.

Namun, tuntutan tersebut hanya ditanggapi dingin oleh Wakil Ketua DPRD Papua Barat, Robby Nauw. Ia menegaskan, Papua tidak akan pernah berpisah dari NKRI.

Unjuk rasa yang dijaga ketat Polres Manokwari itu berakhir kala Presiden WPNA, Terianus Yocku menyerahkan pernyataan politik kepada Robby Nauw. Akibat unjuk rasa tersebut, sejumlah ruas jalan di Kota Manokwari mengalami kemacetan.(ARD)

Headline News / Nusantara / Sabtu, 11 Juni 2011 02:26 WIB
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/06/11/129951/WPNA-Menilai-Otonomi-di-Papua-Gagal

Otsus Hanya Istilah, yang Terpenting Rakyat Bisa Cicipi Kekayaan Alamnya

JAYAPURA—Ketua DPP Partai Hanura Wiranto SH, menjelaskan sebenarnya yang  penting bukan istilah yang dibangun apakah Otonomi Khusus (Otsus) atau Otonomi Biasa atau Otonomi  Plus,  tapi yang penting kebijakan pemerintah mampu menjawab keinginan publik bahwa seyogyanya masyarakat  ditempat dimana ada sumber kekayaan alam, dia berhak untuk mencicipinya. 

Pasalnya, kekayaan alam itu sebenarnya bukan titipan dari pemerintah pusat atau bukan warisan nenek  moyang tapi itu karunia warisan dari Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dinikmati oleh rakyat yang ada di daerah itu.  Hal ini disampaikan Wiranto ketika menggelar jumpa pers  usai membuka  rapat verifikasi internal dan temu konsolidasi Partai Hanura Se-Provinsi Papua di Hotel di Hotel Aston Jayapura, Jumat (27/5).    Mantan  Pangab ini ditanya soal  makin  kuatnya  rakyat asli Papua menolak Otsus.   Dia mengatakan, ada satu kebijakan dimana kalau suatu daerah terlalu kaya tentunya ada subsidi ketempat lain. Tapi jangan sampai daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA) tapi rakyatnya miskin. 

Menurutnya, hal ini tak adil karena aturan dan bentuk apapun  yang akan dilakukan hendaknya tetap berorientasi kepada memberikan keadilan dan pemerataan kepada masyarakat. 

“Sebenarnya kita kan bicara istilah ya dalam satu sistim pemerintahan tapi apa sih esensi dari sistim yang kita kejar itu apa sih kan keadilan dan pemerataan pembangunan. Tapi apapun istilahnya   rakyat Papua ingin bahwa dia bisa menikmati kekayaan yang ada dibuminya,” katanya. 

Kembali Terjajah

Suami Ny Uga Wiranto ini menjelaskan, selain  kekayaan alam Indonesia termasuk Papua lebih banyak dimonopoli aset asing, maka kecerdasan bangsa Indonesia harus membayar mahal dari kecerdasan bangsa lain. Salah satu  contoh, Telekomunikasi ternyata hampir 70 persen sudah di kuasai aset asing. Belum perusahaan-perusahaan lain. Hal ini seakan-akan bangsa  Indonesia kembali terjajah dengan cara yang lain oleh bangsa lain. 

Karena itu, lanjutnya, pihaknya mengajak direnungkan dan dipahami oleh rakyat  Indonesia sendiri untuk kemudian mencari sebab-sebabnya ternyata pada pemimpinlah yang sebenarnya merupakan tongkat utama untuk maju mundurnya suatu bangsa.

“Para pemimpin akan menentukan mati hidupnya satu bangsa, keadaan seperti ini tidak terlepas dari tanggung jawab dari para pemimpin bangsa,” tukasnya. 

Dia mengatakan,  kini para pemimpin sumbernya ada dari partai politik. Partai politik yang mengkader  dan mendidik pemimpin yang melahirkan pemimpin bangsa saat ini. Namun tatkala melihat banyak pemimpin kini terlibat KKN yang harus berhadapan dengan hukum.

“Kita sedih tatkala melihat korupsi begini banyak merajalela dan ternyata itu semua akan berhubungan dengan akhlak dan moral para pemimpin,” ucapnya. 

Menurut dia, lima tahun lalu para pendiri Partai Hanura sudah memikirkan bahwa harus ada jalan keluar. Harus ada cara menanggulangi kader-kader dari partai politik kembali mempunyai akhlak dan moral yang baik, maka pemikiran saat iti adalah segera memasuki  dunia politik.

Dia mengatakan, pihaknya membangun partai politik tetap berbasiskan kebenaran dan  berbasiskan sesuatu kekuatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa mengawal para pemimpin untuk selalu berbicara dan berbuat dalam melaksanakan kebijakan dalam koridor kebenaran, koridor yang diinginkan oleh agama dan dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Karena itu, tambahnya, hatinurani adalah kekuatan yang paling dalam yang ada di setiap manusia untuk berbicara kebenaran dan tak pernah bebohong. Partai Hanura didirikan dari awal bukan untuk memperebutkan kekuasaan semata-mata, tapi tetap mencari kekuasaan untuk bisa memberikan kesejahteraan dan ingin membangun suatu model kepemimpinan baru yang selalu berkiblat kepada kebenaran dan kejujuran. “Kita mengharapkan suatu saat para pemimpin bangsa disemua tingkatan sudah pandai menggunakan hati nurani,” ujarnya. (mdc/don)

Tahun ini, Moratorium Pemekaran Dicabut

Mimika – Pemerintah Pusat (Pempus) berencana akan mencabut Moratorium atau penghentian sementara pemekaran wilayah provinsi, kabupaten/kota pertengahan tahun ini. Dengan pencabutan tersebut daerah-daerah dapat meneruskan aspirasi pemekaran kepada pempus.
Demikian penjelasan Staf Khusus Presiden Bidang Pengembangan Otonomi Daerah (Otda), Velix Wanggai kepada wartawan di Timika belum lama ini. Saat ini grand desain dasar penataan daerah tengah mendapat porsi perumusan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

“ Setelah rumusan desain penataan daerah selesai maka, Kemendagri akan membahas secara bersama dengan Komisi II DPR RI. Harapan kita sejumlah aspirasi yang mengemuka selama ini yang sempat berhembus disejumlah daerah dapat memanfaatkan kesempatan pada masa setelah pencabutan moratorium,” kata Wanggai.

Velix mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyambut baik aspirasi masyarakat tentang pemekaran daerah, namun harus dilakukan dengan mempertimbangan segala aspek. Paling tidak dapat memenuhi persyaratan secara umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pemekaran wilayah dan pemekaran daerah. “Saat ini dalam konteks nasional memang sedang menghentikan sementara moratorium, tetapi dalam pertengahan tahun ini grand design penataan daerah nasional atau yang kita sebut desain dasar penataan daerah sudah selesai ditingkat kemendagri, desain dasar penataan daerah saat ini sedang dibahas antara kemendagri dan komisi II di DPR. Setelah ini selesai, maka pintu pemekaran akan dibuka kembali apakah di provinsi ataupun di kabupaten/kota patut dimekarkan,” kata Velix Wanggai.

Dia menjelaskan, penghentian sementara pemekaran daerah di indonesia berlaku sejak 2008 lalu. Saat itu, pemerintah memutuskan melakukan moratorium karena menghambat proses verifikasi data kependudukan di Kemendagri maupun penetapan calon pemilih oleh Komisi Pemilihan Umum untuk menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden setahun kemudian. Sejak pemberlakukan moratorium, aspirasi pemekaran hanya berhemubs di daerah dan mengendap di Kemendagri dan juga di DPR RI. “ Kita lihat sejumlah daerah berbondong-bondong datang ke Jakarta mengurus pemekaran kabupaten/kota maupun provinsi tapi tidak ada hasil karena presiden belum mencabut moratorium. Bila pada pertengahan nanti, Presiden SBY telah mencabut moratorium silahkan daerah menyuarakan aspirasi pemekaran ke pusat dengan harapan memenuhi syarat secara umum,’ pinta Staf Khusus presiden SBY asal Papua ini. (HDM/don/erick)

Tahun ini, Moratorium Pemekaran Dicabut

Mimika – Pemerintah Pusat (Pempus) berencana akan mencabut Moratorium atau penghentian sementara pemekaran wilayah provinsi, kabupaten/kota pertengahan tahun ini. Dengan pencabutan tersebut daerah-daerah dapat meneruskan aspirasi pemekaran kepada pempus.
Demikian penjelasan Staf Khusus Presiden Bidang Pengembangan Otonomi Daerah (Otda), Velix Wanggai kepada wartawan di Timika belum lama ini. Saat ini grand desain dasar penataan daerah tengah mendapat porsi perumusan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

“ Setelah rumusan desain penataan daerah selesai maka, Kemendagri akan membahas secara bersama dengan Komisi II DPR RI. Harapan kita sejumlah aspirasi yang mengemuka selama ini yang sempat berhembus disejumlah daerah dapat memanfaatkan kesempatan pada masa setelah pencabutan moratorium,” kata Wanggai.

Velix mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyambut baik aspirasi masyarakat tentang pemekaran daerah, namun harus dilakukan dengan mempertimbangan segala aspek. Paling tidak dapat memenuhi persyaratan secara umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pemekaran wilayah dan pemekaran daerah. “Saat ini dalam konteks nasional memang sedang menghentikan sementara moratorium, tetapi dalam pertengahan tahun ini grand design penataan daerah nasional atau yang kita sebut desain dasar penataan daerah sudah selesai ditingkat kemendagri, desain dasar penataan daerah saat ini sedang dibahas antara kemendagri dan komisi II di DPR. Setelah ini selesai, maka pintu pemekaran akan dibuka kembali apakah di provinsi ataupun di kabupaten/kota patut dimekarkan,” kata Velix Wanggai.

Dia menjelaskan, penghentian sementara pemekaran daerah di indonesia berlaku sejak 2008 lalu. Saat itu, pemerintah memutuskan melakukan moratorium karena menghambat proses verifikasi data kependudukan di Kemendagri maupun penetapan calon pemilih oleh Komisi Pemilihan Umum untuk menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden setahun kemudian. Sejak pemberlakukan moratorium, aspirasi pemekaran hanya berhemubs di daerah dan mengendap di Kemendagri dan juga di DPR RI. “ Kita lihat sejumlah daerah berbondong-bondong datang ke Jakarta mengurus pemekaran kabupaten/kota maupun provinsi tapi tidak ada hasil karena presiden belum mencabut moratorium. Bila pada pertengahan nanti, Presiden SBY telah mencabut moratorium silahkan daerah menyuarakan aspirasi pemekaran ke pusat dengan harapan memenuhi syarat secara umum,’ pinta Staf Khusus presiden SBY asal Papua ini. (HDM/don/erick)

Kesbangpol Belum Terima Salinan Surat Mendagri

Soal Penolakan Pelantikan Hanna Hikoyabi

Jimmy Murafer
JAYAPURA—Mengejutkan memang, meski kabar penolakan pelantikan calon anggota MRP, Hanna Hikoyabi sudah berhembus cukup lama, namun Kesbangpol Provinsi Papua mengaku belum menerima salinan surat dari Mendagri yang isinya menolak pelantikan calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Hanna Hikoyabi dan (alm) Agus Alue Alua. Pelaksana Tugas Kepala Kesbangpol Papua, Jimmy Murafer kepada Bintang Papua Kamis (19/05) ketika ditemui di ruangannya mengatakan, juga belum mendapat petunjuk dari Gubernur Papua Barnabas Suebu tentang siapa pengganti kedua orang calon anggota MRP yang tidak dilantik itu. “Keputusan itu sampai sekarang belum sampai di Kesbang, tapi mungkin sudah sampai di Gubernur dan mungkin masih ada di gubernur. Jadi sampai dengan sekarang kami belum mendapat petunjuk dari pak gubernur untuk ibu Hanna,” tandasnya. Kemudian, lanjutnya, menurut Perdasus Nomor 4 tahun 2010, apabila anggota MRP yang sudah dilantik, kemudian ada yang berhalangan tetap, maka diajukan usulan pengganti dan usulan penggantinya itu adalah nomor urut berikutnya.
Murafer menuturkan, anggota MRP yang lolos seleksi administrasi berjumlah 75 orang yang berasal dari Papua dan Papua Barat. Namun ketika berkas-berkasnya diserahkan ke Pusat yang dalam hal ini Presiden, terdapat 2 calon yang berkasnya ditunda.

“Kedua calon ini yaitu Hanna Hikoyabi dan (alm) Agus Alua dianggap telah melakukan suatu tindakan yang dapat mengganggu keamanan Papua dan NKRI sehingga pelantikannya pun ditunda,” jelasnya.

Sebelumnya Mendagri Gamawan Fauzi tak melantik dua calon anggota MRP bersama 73 anggota lainnya pada pertengahan April lalu. Agus Alue Alua tak dilantik sebab meninggal dunia, sementara Mendagri memberi alasan Hanna Hikoyabi tak dilantik menjadi anggota MRP karena tak setia kepada Pancasila dan UUD’45.

Selain itu, penundaan pelantikan karena ditolak oleh Mendagri, kedua calon tersebut tidak dapat disebut PAW karena seseorang di-PAW jika sebelumnya telah dilantik, namun kedua calon ini belum dilantik sehingga sampai saat ini Kesbangpol bersama Biro Hukum masih mencari sebutan yang pas untuk keduanya. (dee/don)

Kesbangpol Belum Terima Salinan Surat Mendagri

Soal Penolakan Pelantikan Hanna Hikoyabi

Jimmy Murafer
JAYAPURA—Mengejutkan memang, meski kabar penolakan pelantikan calon anggota MRP, Hanna Hikoyabi sudah berhembus cukup lama, namun Kesbangpol Provinsi Papua mengaku belum menerima salinan surat dari Mendagri yang isinya menolak pelantikan calon anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Hanna Hikoyabi dan (alm) Agus Alue Alua. Pelaksana Tugas Kepala Kesbangpol Papua, Jimmy Murafer kepada Bintang Papua Kamis (19/05) ketika ditemui di ruangannya mengatakan, juga belum mendapat petunjuk dari Gubernur Papua Barnabas Suebu tentang siapa pengganti kedua orang calon anggota MRP yang tidak dilantik itu. “Keputusan itu sampai sekarang belum sampai di Kesbang, tapi mungkin sudah sampai di Gubernur dan mungkin masih ada di gubernur. Jadi sampai dengan sekarang kami belum mendapat petunjuk dari pak gubernur untuk ibu Hanna,” tandasnya. Kemudian, lanjutnya, menurut Perdasus Nomor 4 tahun 2010, apabila anggota MRP yang sudah dilantik, kemudian ada yang berhalangan tetap, maka diajukan usulan pengganti dan usulan penggantinya itu adalah nomor urut berikutnya.
Murafer menuturkan, anggota MRP yang lolos seleksi administrasi berjumlah 75 orang yang berasal dari Papua dan Papua Barat. Namun ketika berkas-berkasnya diserahkan ke Pusat yang dalam hal ini Presiden, terdapat 2 calon yang berkasnya ditunda.

“Kedua calon ini yaitu Hanna Hikoyabi dan (alm) Agus Alua dianggap telah melakukan suatu tindakan yang dapat mengganggu keamanan Papua dan NKRI sehingga pelantikannya pun ditunda,” jelasnya.

Sebelumnya Mendagri Gamawan Fauzi tak melantik dua calon anggota MRP bersama 73 anggota lainnya pada pertengahan April lalu. Agus Alue Alua tak dilantik sebab meninggal dunia, sementara Mendagri memberi alasan Hanna Hikoyabi tak dilantik menjadi anggota MRP karena tak setia kepada Pancasila dan UUD’45.

Selain itu, penundaan pelantikan karena ditolak oleh Mendagri, kedua calon tersebut tidak dapat disebut PAW karena seseorang di-PAW jika sebelumnya telah dilantik, namun kedua calon ini belum dilantik sehingga sampai saat ini Kesbangpol bersama Biro Hukum masih mencari sebutan yang pas untuk keduanya. (dee/don)

MRP Temui DPRP

JAYAPURA [PAPOS]- Majelis Rakyat Papua [MRP] temui DPRP, Jumat [13/5] dalam rangka melakukan konsultasi penyusunan Tata tertib [Tatib] MRP dengan DPRP. Konon pertemuan ini dilakukan secara mendadak. Pertemuan ini antara MRP dan DPRP tertutup. Turut hadir ketua DPRP, Drs. Jhon Ibo, MM beserta unsure pimpinan dan anggota DPRP lainnya.

Pjs MRP Toram Wambrauw mengatakan pihaknya datang ke DPRP untuk melakukan konsultasi terkait penyusunan tata tertib MRP yang baru. Sebab tata tertib MRP merupakan sebuah dokumen hukum yang didalamnya mengatur tentang fungsi dan tugas MRP yang mesti dijalankan.

Sebelum MRP mengadakan pertemuan dengan pihak DPRP. Menurut Toram, MRP terlebih dahulu mengadakan pertemuan khusus dengan Mendagri. Pertemuan ini guna mengklarifikasi hal-hal apa saja yang perlu disusun dalam Tatib MRP. ‘’Tatib ini sangat penting sebagai dasar dalam perjalanan MRP dipemerintahan Papua,’’ujar Toram.

Untuk itu, bila Tatib MRP sudah disusun maka diharapkan pelaksanaan tugas dan fungsi MRP dapat berjalan dengan sendirinya yang pada akhirnya semua tugas MRP dapat terselesaikan dengan hasil yang baik.

Pada frinsip kata dia, MRP berkeinginan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam hal keberadaan MRP dipemerintahan Papua. Apakah kedudukan MRP itu sendiri atau apakah MRP berkedudukan di ibukota Provinsi atau di kabupaten dan kota Provinsi.

Secara Yuris formal, menurut dia kedudukan MRP tersebut tepatnya berada diprovinsi Papua. Dengan demikian setiap Provinsi akan ada MRP. Itu sesuai dengan PP perdasus no 4 tahun 2010 tentang tata tertib MRP yang baru, kemudian menjadi dasar pemilihan anggota MRP yang baru bahwa di Provinsi Papua harus ada MRP disetiap Provinsi.

Oleh karena itu, Pemerintah pusat melalui pemerintahan Provinsi Papua lebih menekankan MRP supaya ada disetiap Provinsi Papua. Dengan hadirnya lembaga MRP tersebut dimasing-masing Provinsi kedepannya dapat membantu tugas dan kewajiban pemerintahan Papua.

Nah, sebelum MRP mensyahkan Tatib terlebih dahulu diadakan pertemuan persamaan persepsi dengan semua pihak supaya nantinya dapat bersama-sama dengan pemerintah Papua dan MRP menjalankan tugas pemerintahan sehingga apa yang telah disepakati dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apappun. Pada akhirnya dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari keputusan tata tertib MRP. ‘’Jadi sekarang keputusan tata tertib MRP belum final hanya masih sebatas konsultasi dengan pihak DPRP,”pungkas Toram [ cr-62].

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny