RUU Otsus Plus Terus Diperjuangkan

JAYAPURA — Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP, mengungkapkan jika saat ini tim asistensi Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU Otsus Plus) akan melakukan lobi kembali ke DPR RI.

“Kami tadi sedang berbicara dengan asistensi pusat dan mereka sedang mengadakan loby dengan DPR RI kita tunggu minggu depan bagaimana perkembangan,” ucap Sekda kepada wartawan di ruang kerjanya pada Selasa (13/01) siang.

Ia sendiri menegaskan pihaknya akan terus berjuang agar RUU Otsus Plus bisa disahkan oleh DPR RI agar segala masalah yang selalu menghalangi terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat Papua bisa segera diwujudkan.

“Yang jelas kita tetap berjuang agar RUU Otsus bagi Pemprov Papua bisa ditetapkan dan bisa dilaksanakan,” cetusnya.

Sekda juga memastikan, meski pihaknya harus mengulang kembali segala proses yang dibutuhkan agar RUU Otsus Plus ini disahkan, namun materi yang terdapat di dalamnya tidak akan mengalami perubahan. “Tidak ada perubahan dalam draft, semua tetap,” ujarnya.

Sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., sempat mengatakan jika tim asistensi kemungkinan akan mengalihkan inisiatif melalui DPR RI, tidak seperti sebelumnya yang melalui pemerintahan. Tapi ia juga mengatakan, jika pihaknya masih akan melihat pihak mana yang lebih merespon kepentingan Papua tersebut. (ds/don/l03)

 

Sumber: Sumber: Rabu, 14 Januari 2015 01:44, BinPa

Mahasiswa Dukung Jokowi Hapus Otsus Papua

Tolak Otsus Mnta Referendum
Spanduk bertuliskan kegagalan Otsus Papua, yang diusung warga, saat berdemo di Kantor MRP, beberapa waktu lalu.(Ist.)

Jayapura, Jubi – Wacana Presiden Joko Widodo untuk menghapus Otonomi Khusus (Otsus) mendapat penolakan keras dari Gubernur Papua, Lukas Enembe dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Namun, mahasiswa Papua berpendapat lain.

Mahasiswa justru mendukung wacana Presiden Joko Widodo menghapus UU. No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

Leo Himan, ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Cenderawasih mengatakan, sangat menyetujui rencana Presiden Jokowi. Karena, selama Otsus ada hingga hari ini, tidak pernah membawa perubahan bagi masyarakat Papua.

“Saya selaku pimpinan mahasiswa senang sekali dan setuju (Penghapusan Otsus Papua), karena Otsus tidak pernah berpihak pada rakyat. Tetapi jika Jokowi mau hapus Otsus, solusinya harus ada.”

kata Himan.

Dan solusi yang tepat untuk orang Papua adalah memberikan ruang kepada orang Papua untuk menentukan nasibnya sendiri. “Solusi yang kami tawarkan adalah merdeka harga mati untuk Papua,” tegas Himan kepada Jubi (28/11).

Aktivis Gempar, Selphy Yeimo mengutarakan hal yang sama.

“Jika hendak menghapus Otsus ya dihapus saja. 12 tahun UU No. 21/2001 tidak berjalan sama sekali. Selama ini Otsus itu diaplikasikan dalam bentuk uang saja. Sehingga hasilnya hanya dinikmati oleh kaum elit politik. Sementara, kehidupan masyarakat dibawah tidak pernah merasakan kesejahteraan dari otsus itu,”

katanya melalui telepon selularnya kepada Jubi (28/11) dari Wamena.

Lanjut Yeimo, “Jadi kalau pemerintahan baru mau menghapus Otsus untuk Papua. Saya dengan tegas katakan, hapus saja. Karena tidak ada artinya untuk orang Papua dan solusinya berikan kebebasan penuh bagi bangsa Papua Barat,”

Selain itu, hal senada diungkapkan oleh Frans Takimai, mahasiswa Stikom Muhammadiyah Jayapura. Ia berpendapat, sudah sewajarnya Presiden memikirkan untuk memecahkan kevakuman jalannya Otsus selama 12 tahun terakhir.

“Sebaiknya Otsus dihapus saja. Karena, Otsus tidak memberikan perubahan pada tataran hidup orang Papua. Karena hasil Otsus itu dinikmati oleh para elit politik Papua,”

ujarnya di Abepura. (Arnold Belau)

Sumber: Penulis : Arnold Belau on November 29, 2014 at 18:19:49 WP, TJ

Jangan Terpancing Isu Otsus Dihapuskan

JAYAPURA — Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Papua, masing-masing Presiden, DPR RI, Gubernur, DPRP, MRP, Bupati/Walikota, DPRD Kabupaten/Kota kembali diusulkan untuk duduk bersama seluruh pemangku kepentingan (stake holders) untuk melakukan evaluasi Otsus.

“Otsus dihapus tak semudah yang diwacanakan. Jadi kita tak usah terpancing isu Otsus ditiadakan. Tapi kita percayakan kepada Gubernur, DPRP dan MRP dan lain-lain untuk segera melakukan evaluasi Otsus,”

tegas Anggota Pokja Adat MRP George Awi, ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (26/11).

Ia berpendapat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mesti jujur dan memiliki kemauan baik atau good will, untuk melakukan evaluasi Otsus, mengingat Otsus tak pernah dievaluasi sejak diberlakukan tahun 2001 silam.

George Awi menjelaskan, pihaknya menilai evaluasi Otsus bukan untuk mencari masalah benar atau salah, tapi terpenting adalah meninjau kembali mungkin sistimnya salah, mekanismenya salah.

“Jika sistem dan mekanismenya salah, maka perlu adanya perbaikan Otsus, kalau memang selama ini pelaksanaan Otsus salah,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Majelis Muslim Papua (MMP) dan Anggota MRP Provinsi Papua Barat H.Arobi Ahmad A dikonfirmasi terpisah mengatakan, Otsus tak dihapus, hanya saja, aliran dana ke Papua makin tahun makin mengecil. Seiring dengan itu, PAD dan penghasilan asli Papua makin meningkat.

Pemerintah Pusat Tak Boleh Hentikan Otsus

Anggota Majelsi Rakyat Papua (MRP) Kelompok Kerja (Pokja), Seblu Werbabkay juga meminta kepada Pemerintah Daerah Pusat dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Yusuf Kalla, untuk tidak boleh menghentikan Undang-undang Otsus di tanah Papua.

“Otsus tidak boleh hilangkan. Dasar apa sehingga ada otsus ditiadakan. Pemerintah pusat harus tau itu. Otsus lahir lahir, karena waktu kongres Papua minta merdeka, sehingga hanya satu solusi yang ditawarkan pemerintah pusat dan daerah dengan tokoh-tokoh adat yang ada adalah Otsus lalu tiba-tiba ditiadakan,”

katanya kepada wartawan, Rabu (26/11).

Seblu mengungkapkan, bahwa Otsus ini adalah sudah bagian dari kemerdekaan, sehingga jika pemerintah Jokowi dengan Jusuf kalla sekarang ingin menghapus hapus otsus itu tidak tau apa yang akan terjadi bagi masyarakat Papua.

“Tanggapan masyarakat Papua kan berbeda sehingga saya minta otsus tetap berjalan. Otsus tidak boleh diberhentikan. Sekarang lihat kepentingan-kepentingan orang Papua. Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA) Papua terlalu besar, kok otsus mau diberhentikan,”

katanya menanyakan.

Kata Seblu, Kabinet Kerja di Pemerintah Pusat harus mengerti betul dan memahami betul arti dari pada Otsus itu. “Otsus ini lahir dari masalah apa? Masalahnya dulu harus tau. Kalau tidak tau masalah jangan berhentikan otsus,” tukasnya.

Bahkan diakuinya, masyarakat Papua hingga saat ini belum mendapat kesejahteraan sehingga Otsus harus berjalan.

“Satu kunci yang saya bilang Otsus ini harus dijadikan salah satu kompensasi BBM untuk masyarakat Papua. Diperuntukkan kepada yatim piatu, janda, duda, pengangguran, mereka dapat kompensasi dari dana otsus ini,”

tutupnya. (mdc/Loy/don)

Sumber: Kamis, 27 November 2014 05:45, BinPa

MRP Tolak ditiadakannya Otsus untuk Papua

Jayapura, Jubi – Wacana akan ditiadakannya dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua oleh pemerintah pusat dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla, menuai penolakan dari Majelis Rakyat Papua (MRP).

Seblum Werbabkay, anggota MRP menolak dengan tegas ditiadakannya Otsus di Tanah Papua, lantaran hingga sampai saat ini masyarakat Papua belum dapat dikatakan sejahtera. Menurutnya pemerintah pusat harus lebih tahu hal itu. Sebab saat rakyat Papua meminta Merdeka, hanya satu jalan, yaitu Otsus.

“Saya tidak setuju dengan ini. Otsus harus jalan. Kabinet Kerja ini harus mengerti betul, tentang apa artinya Otsus itu. Otsus ini lahir dari masalah apa? Kalau tidak tau masalah jangan berhentikan Otsus,”

tegas Werbabkay, Rabu (26/11).

Menurutnya saat ini masyarakat Papua belum sejahtera, jadi otsus harus tetap dijalankan. Ia menegaskan, Otsus ini harus dijadikan salah satu kompensasi untuk masyarakat Papua.

“Diperuntukkan kepada yatim piatu, janda, duda, pengangguran, mereka dapat kompensasi dari dana otsus ini,” katanya.

Beberapa pekan lalu, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe mengatakan sesuai informasi terakhir yang diperoleh, pemerintahan baru dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla akan mentiadakan Otsus.

“Informasi terakhir, pemerintahan yang baru mau tiadakan Otsus, jadi kita ikuti saja, kalau itu ditiadakan oleh pemerintahan baru lebih baik lagi, jadi ini kita bersatu bersama kebijakan nasional yang tidak memahami Papua,”

kata Lukas Enembe saat Rapat Khusus Pemegang Saham Bank Papua, di Hotel Swisbell Jayapura, Papua, Jumat (14/11).

Enembe katakan, selama ini kesan Jakarta dana Rp 30 triliun dianggap untuk satu tahun, padahal ini untuk 13 tahun selama Otsus berjalan. Selain itu, dana Rp 50 triliun yang masuk di Papua lebih banyak beredar diluar Papua, baik dana vertical maupun pemerintah daerah.
“77 persen dana itu terbang keluar, disini tidak ada uang,”

katanya. (Indrayadi TH)

Penulis : Indrayadi TH on November 26, 2014 at 23:05:15 WP, TJ

Detik Otsus Dihapus, Detik itu NKRI tidak Punya Dasar Hukum Menduduki Tanah Papua

Menanggapi rencana NKRI menghentikan Otsus atas tanah Papua yang telah diberlakukan sejak 2001 oleh Presiden Megawati Sukarnoputri waktu itu, Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi atas nama Gen. TRWP Mathias Wenda dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyatakan,

“Detik Otsus dihapus, maka detik itu pula NKRI tidak punya Dasar Hukum untuk menduduki Tanah Papua. Dengan mencabut UU Otsus, maka secara otomatis mencabut dasar hukum NKRI tinggal di Tanah Papua, sama dengan NKRI keluar dari Tanah Papua”.

Demikian dijawab lewat SMS menanggapi ringkasan SMS yang PMNews kirimkan kepada Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP.

Dilanjutkan dalam pesan pendek itu,

Demikian juga, begitu masa berlaku UU Otsus berakhir, maka status hukum West Papua di dalam NKRI harus berakhir, kecuali kalau NKRI mengeluarkan UU selain UU Otsus untuk memperpanjang masa pendudukannya atas tanah Papua. Jadi, UU Otsus bukan sekedar untuk membangun tanah dan bangsa Papua ras Melanesia di dalam kerangka NKRI, tetapi sekaligus sebagai Surat Kontrak yang berisi Hak Menduduki dan Menggarap serta mencari keuntungan dari Tanah Papua. Kontrak itu ditandangani oleh NKRI, dan diketahui oleh masyarakat internasional, tanpa keterlibatan bangsa Papua.

Selanjutnya dikatakan juga dalam sms berikutnya,

Oleh karena itu, orang Papua yang mau tetap mempertahankan UU Otsus ialah orang Papua yang pro-NKRI, yang kami sebut orang suku Papindo (Papua – Indonesia). Kalau orang Papua asli dan murni akan mengucap syukur kepada Tuhan kalau NKRI mau menghapus UU Otsus atas tanah Papua.

Akan tetapi di sisi lain, tetap mempertahankan Otsus juga lebih bagus, karena ujung-ujungnya pasti tetap menguntungkan perjuangan Papua Merdeka.

Jangan kita lupa bahwa hubungan negara-bangsa modern dengan masyarakat adat di seluruh dunia semuanya didasarkan atas produk hukum internasional yang dijadikan dasar bagi para penjajah untuk menduduki wilayah dan bangsa jajahannya. Termasuk NKRI menduduki West Papua atas dasar Perjanjian Roma dan Perjanjian New York tahun 1960-an. Kedua perjanjian ini ditindak-lanjuti dengan Pemberlakuan Otonomi Khusus 25 tahun, yang mulai dari tahun 1963 dan berakhir tahun 1988 (masih ingat Dr. Thom Wainggai memproklamirkan negara Melanesia Raya dengan alasan Otsus I NKRI di Tanah Papua berakhir pada saat ini). Dari tahun 1988 – 2001, status West Papua di dalam NKRI tidak memiliki dasar hukum apapun. Baru tahun 2001 ada dasar hukum UU Otsus No. 21/2001, yang akan berakhir 2026.

Akan tetapi itu semua tergantung perjuangan orang Papua, baik yang ada di dalam pemerintah NKRI sebagai pejabat kolonial Indonesia ataupun yang ada di luar pemerintah. Kalau semua orang Papua punya harga diri dan bermartabat sebagai manusia ciptaan Tuhan di tanah leluhurnya dan menghargai itu serta memperjuangkannya, maka bukan hal yang tidak mungkin, NKRI akan angkat kaki dari Tanah Papua, pada suatu saat. Hal itu pasti, tetapi kita tunggu waktu Tuhan.

Pencabutan Otsus Harus Dipertimbangkan

Yan P Mandenas S.Sos. M.SiJAYAPURA – Isu untuk pencabutan UU Otsus tahun 2001 di Provinsi Papua seperti yang katakan gubernur Papua, Lukas Enembe, Otonomi khusus Papua bisa saja dicabut asalkan Pemerintah provinsi Papua diberikan kewenangan mengelola sumber daya alamnya, mendapat tanggapan dari anggota DPR Papua, Yan P Mandenas S.Sos. M.Si.

Dia mengungkapkan, pencabutan UU Otsus Papua harus dipertimbangkan dari sisi Hukum, Politis, kajian teoritis, kajian social, kajian antorpologi dan sosilogi secara baik.

Sebab menurut Yan Mandenas, karena UU Otsus Papua hanya memberikan pengaruh pada penambahan uang dan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Padahal yang diharapkan dari UU Otsus adalah kewenangan daerah yang lebih besar.

“Jadi pengaruh Otsus tidak begitu besar, karena semua kebijakan masih tergantung pemerintah pusat, termasuk bagaimana konsep pembangun Papua masih memakai konsep pusat,” kata Yan Mandenas kepada wartawan di Swisbel Hotel Jayapura, Senin (17/11).

Dikatakan, Pemerintah Papua menginginkan adanya kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan SDM, untuk menyelesaikan masalah yang ada di Papua sangat berbeda pendekatannya dengan konsep dari pemerintah pusat, yang mana selama ini pemerintah pusat melakukan pendekatan ekonomi, padahal orang Papua menginginkan pendekatan yang lain.

“Justru sekarang pendekatan ekonomi tidak diimbangi dengan pasilitas penunjang. Otsus tidak ada pengaruh kecuali pendekatan pusat pelayanan pemerintah baru diisi dengan pendekatan ekonomi baru,”

ujar Yan Mandenas.

Sambung dia, pendektan ekonomi memberikan ruang untuk melakukan aktifitas ekonomi yang sama di masyarakat Papua, sedangkan pendekatan pemerintahan hanya meminimalisasi atau memproteksi hak-hak masyarakat yang perlu mendapat dukungan untuk mereka tingkatkan pola kehidupan, pendapatan, hak mendapat pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Bahkan lanjut mantan Ketua Komisi D DPR Papua ini bahwa pendekatan ekonomi yang dilakukan di era Otsus Papua malah akan merepotkan pemerintah daerah karena merasa uang di Papua besar akhirnya investasi dan pergerakan ekonomi mengarah kepada peluang bisnis, investasi banyak masuk tetapi pemerintah daerah tidak bisa membentengi dari sisi peraturan, sebab kewenangan itu ada dipusat. “Ini menjadi masalah bagi pemerintah daerah,” katanya.

Untuk itu pihaknya menyarankan kepada pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah secara penuh untuk menyelesaikan masalah di Papua. Temasuk meningkatkan taraf hidup orang asli Papua sehingga dikemudian hari bisa terorganisasi melalui sebuah pelayanan pemerintah, dari segi budaya, alam sampai pada manusia, dengan demikian masyarakat Papua bisa bertumbuh dapat mengikuti perkembangan di daerah.

“Saya pikir wacana pencabutan UU Otsus Papua adalah pelanggaran undang-undang sehingga harus didasarkan kajian teoritis, kajian social, kajian antorpologi, sosilogi, dan kajian hokum. Jangan sampai kebijakan yang diterapkan memicu konflik pada masyarakat, maka harus dibendung dan tidak serta merta dilakukan, kita berdialog terlebih dahulu,”

ujarnya (Loy/don/l03)

Selasa, 18 November 2014 03:05, BinPa

Tolak Transmigrasi dan DOB, Mahasiswa Minta Referendum

Ratusan Mahasiswa Papua dari berbagai Universitas di Kota Jayapura, menggelar aksi demo damai di Kantor DPR Papua, Senin (17/11) kemarin.JAYAPURA – Ratusan mahasiswa Papua yang tergabung dari berbagai universitas di Kota Jayapura menduduki halaman Kantor DPR Papua, Senin (17/11) siang, untuk menolak secara tegas program transmigrasi dan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.

Kedatangan mahasiswa yang dikoordinator Pontius Mogodoman membawa sejumlah spanduk dan pamflet, bertujuan untuk menyampaikan aspirasi kepada anggota DPR Papua terkait penolakan program Jokowi untuk Papua.

“Saat ini yang dibutuhkan Papua bukan penambahan penduduk dan pejabat baru, tetapi pemerintahan Jokowi harus fokus menyelesaikan masalah dasar persoalan Papua. Jika orang transmigrasi dari Jawa didatangkan ke Papua akan menambah masalah baru. Sebab akan mengkriminalisasi orang Papua di Tanahnya sendiri. Jadi kami tegas menolak transmigrasi,”

kata Pontius Mogodoman selaku Koordinator aksi demo.

Dalam aksi demo damai mereka melakukan longmarch dari Ekspo, Waena, Abepura menuju gedung DPRP dengan membawa sejumlah sejumlah pamflet, dan spanduk diantaranya bertuliskan “Transmigrasi Adalah Pelanggaran HAM”. Ada juga tulisan “Orang Papua Tolak Trans” dan “Stop Transmigrasi dan DOB di Papua”.

Pimpinan fakultas teknik, Arius Yahuli menyatakan, kebijakan diatas kebijakan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap orang Papua dalam hal ini otsus plus yang sudah ditolak, maka kebijakan pemerintah pusat mendatangkan transmigrasi ke Papua juga ditolak secara tegas.

“Apakah Papua merupakan daerah transmigrasi?. Hari ini mahasiswa bersama rakyat Papua datang semua menolak kebijakan pemerintah pusat di Papua. Solusinya kami hanya meminta referendum,”

katanya disambut meriah para pendukung demo.

Arius menandaskan, hari ini (kemarin-red) sudah jelas kenapa ditolak otsus plus, tanpa permintaan dari Papua memasukkan transmigrasi di tanah Papua juga ditolak. “Hari ini Papua secara tegas menolak transmigrasi dan solusi lainya hanya referendum,” katanya lagi.

Untuk itu, mahasiswa Papua datang dihadapan anggota DPR Papua untuk meminta dan memohon kepada anggota dewan yang dipilih rakyat untuk mengeluarkan surat kebijakan program transmigrasi di tanah Papua sehingga orang Papua bebas berkarya di tanah ini bukan dikuasai oleh orang luar Papua.

“Kami tidak mau ada perang, kami juga minta kepada aparat keamanan sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan bahwa Pemerintah Pusat menolak Otsus Plus dan kali ini Papua menolak Transmigrasi dan meminta untuk referendum,”

tukas Arius.

Arius kembali menegaskan, Gubernur Provinsi Papua secara tegas telah menolak transmigrasi di tanah Papua dan kali meminta penjelasan dan sikap dari anggota DPR Papua. Ditempat yang sama, Presiden Mahasiswa Umel Mandiri Yohanes Magai dalam orasinya mengatakan, pihaknya menolak program transmigrasi karena akan semakin membuat orang asli Papua tersisih sehingga meminta meminta kepada anggota DPR Papua agar dalam sidang paripurna perdana periode 2014-2019 hal pertama yang harus dibahas mengenai kependudukan.

“Dalam Perdasus nomor satu tahun 2008 disitu dibahas masalah kependudukan tapi itu tidak dijalankan. Yang perlu dibahas dalam sidang pertama ada harus ada Perdasus kependudukan yang membatasi orang dari luar masuk ke Papua,”

kata Yohanes Magai.

Yohanes menyatakan, mahasiswa mempertanyakan kinerja DPR Papua selama ini terkait banyaknya transmigrasi di tanah Papua dengan menggunakan jasa Kapal Putih dan Pesawat terbang.

“Harusnya hal seperti ini diperjuangkan oleh anggota parlemen Papua periode lalu. Perlu ada regulasi. Orang-orang yang dikirim ke Papua bukan orang-orang bodoh. Tapi orang-orang pintar. Kami minta DPR Papua ikut menolak ini. Kalian ini adalah putra/putri asli Papua terbaik. Harapan kami ada di lembaga terhormat ini,”

harap dia.

Hal yang sama disampaikan salah satu Koordinator Mahasiwa Umel Mandiri menyatakan, transmirgasi salah membuat virus di Papua. Pemerintah pusat sengaja mendatangkan orang luar Papua hanya membawa virus dan membunuh orang Papua sehingga secara sistematis orang Papua mati secara pelan-pelan di tanah ini.

“Kami minta kepada DPRP Papua selaku perwakilan rakyat melihat secara jeli terkait program Transmigrasi di tanah Papua. DPRP merupakan lembaga tertinggi. Bagaimana bisa mengamankan daerah ini. Kita akan disingkirkan di tanah ini kalau dibiarkan. Nanti kami yang melayani dan kami yang jadi pesuruh, sehingga kami minta hentikan pembahasan transmigrasi di tanah papua ini,”

tegasnya disambutnya meriah para pendemo.

Usai orasi, salah satu dari mahasiswa perempuan membacakan pernyataan aspirasi dihadapan sejumlah anggota DPR Papua yang intinya, pertama, mahasiswa Papua dengan tegas menolak transimigrasi karena orang Papua belum siap.

Kedua, transmigrasi hanya akan membuat orang Papua terpinggirkan dan meminta pemerintah atau DPR Papua agar menghentikan pemekaran, jangan mengatasnamakan rakyat. Selanjutnya, pernyataan sikap diserahkan ke perwakilan DPR Papua antara lain, Yunus Wonda, Eduard Kaiz, Emus Gwijangge, Yanni, Nason Utti dan Yakoba Lokbere.

Wakil Ketua sementara DPR Papua, Eduar Kaize di hadapan mahasiswa berjanji akan menindaklanjuti aspirasi itu. “Kami akan sampaikan prosesnya secara resmi sampai dimana nanti proses itu. Saya juga pernah seperti kalian, turun jalan demo,” kata Eduar.

Eduar juga meminta kepada mahasiswa untuk selalu mengingatkan atas aspirasi ini. “Kami akan perjuangkan terus dan kalau sudah ada hasil kami akan panggil untuk menyampaikan aspirasi ini,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, juga anggota DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, pergumulan rakyat Papua adalah pergumulan DPR Papua sehingga tahu betul masalah di Papua. “Kebenaran tidak akan pernah ditutupi. Kami juga dengan tegas menolak transmigrasi. Kami akan surati pemerintah pusat agar tidak ada proses transmigrasi dan kami menolak semua kebijakan yang tidak menguntungkan orang Papua,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya akan memperjuangkan agar tidak ada transmigrasi di atas tanah Papua. “Kami butuh dukungan dari semua rakyat Papua karena kami dipilih untuk mewakili rakyat Papua,” kata tegas Yunus Wonda.

Yunus menandaskan, aspirasi mahasiswa yang disampaikan pada hari ini pihaknya menangis karena suatu saat Papua hilang di tanah ini.

“Kami terus perjuangkan dan tidak ada cerita adanya Transmigrasi trans di tanah Papua. Kami akan mempertaruhkan segalanya. Semua sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan diatas tanah ini. Apa yang kami banggakan lagi,”

katanya. Untuk itu, Yunus menyarankan kepada mahasiswa jika kembali ke daerah agar menjelaskan hal ini kepada masyarakat dan kepada orang tua tentang masalah transmigrasi dan masalah pemekaran supaya di mengerti.

Sambung Yunus, semua kebijakan untuk Papua harus bisa mensejahterakan orang Papua. Kami sudah miskin jangan lagi kami tampung beban. Masa depan bukan ada di kami tapi di generasi Papua berikutnya. Senada disampaikan Anggota DPR Papua, Yakoba Lokbere menyampaikan, rasa bangga kepada mahasiswa karena perjuangan ini yang dilakukan sama apa yang diperjuangkan pemerintah dan teman-teman di DPR Papua. “Kami akan bawa aspirasi ini kepada Pemerintah RI untuk menjawab apa yang menjadi aspirasi masyarakat,” singkatnya. (Loy/don)

Selasa, 18 November 2014 03:16, BinPa

Keindonesiaan Orang Papua Harus Disentuh Dengan Pembangunan

Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MHJAYAPURA — Ditengah kondisi masyarakat Papua yang masih banyak hidup dalam kemiskinan dan keterisolasian, Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., menegaskan pemerintah pusat harus berpikir keras untuk mencari jalan guna bisa menumbuhkan rasa kebangsaan bagi orang Papua. Dan menurutnya, satu-satunya solusi adalah dengan melakukan pembangunan yang langsung menyentuh ke masyarakat.

“Keindonesiaan orang Papua kalau tidak disentuh dengan pembangunan yang memadai mungkin keindonesiaan juga akan lebih cepat mereka rasakan, bahwa kami adalah warga Indonesia, tapi dalam kondisi kemiskinan dan keterbelakangan yang dihadapi oleh masyarakat kita, mungkin ada yng tidak tahu bahasa Indonesia, mungkin tidak tahu apa itu Bhineka Tunggal Ika, apa itu Pancasila dan UUS 1945 karena hampir semua masyarakat Papua hidup adalam keterisolasian,”

cetusnya.

Itulah sebabnya gubernur Papua dengan Wakil Gubernur dipercayakan oleh Papua yang menjabat hampir 1 tahun 6 bulan dengan memahami perosalan yang ada, hendak mendorong adanya perbaikan di Papua.

Papua tidak bisa menjadi pasar tetapi harus menjadi tempat produksi karena ini yang membuat harga-harga mahal,” ucap Gubernur ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Sosialisasi Pancasila di Gedung Sasana Krida Kantor Gubernur Papua pada Sabtu (16/11) lalu.

Setiap orang Jakarta, menurut gubernur, memandang Papua hanya menggunakan kacamata Jakarta, Papua tidak seperti yang dipandang setiap orang melalui media masa, TV, akibatnya mereka belum memahami sesungguhnya masalah di Papua, jika memahami Papua mereka harus bertahun-tahun hidup ditanah ini karena persoalannya sangat kompleks.

“Bagaimana meyakinkan orang Papua kepada Indonesia kalau kita hanya bicara-bicara saja, tapi programnya harus sampai mendarat ke hati rakyat orang Papua yang hidup dalam keterisolasian,”

ujar Gubernur.

Oleh sebab itu, Gubernur sebagai pemimpin bersama jajarannya saat ini fokus mendorong untuk dilakukannya refisi terhadap UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua, karena hal tersebut dianggapnya sebagai satu-satunya jalan untuk menjawab seluruh masalah yang ada di Papua.

“Itulah sebabnya saya memandang perlu mendorong UU Otsus Plus yang mengatur tentang bagaimana avermasi dan bagaimana mengelola potensi sumber daya alam untuk dimnafaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, itu sebenarnya hakiki dari keindonesiaan kita,”

tuturnya.

Gubernur yang berbicara didepan wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang, menyampaikan keinginannya agar yang bersangkutan dapat memberikan dukungannya untuk dapat membantu agar UU tersebut bisa segera disahkan.

“Harapan kita perjuangan Otsus yang sampai hari ada di DPR RI, Wakil Ketua MPR bisa mendorong bersama-sama karena ini bisa menjadi solusi bagi persoalan orang Papua dalam rangka keindonesiaan Papua, dalam rangka keutuhan NKRI, dalam rangka membuka pintu negara-negara tetangga kita yang ada dibatas terluar,”

ucapnya.

“Kalau rakyat kita bisa terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterisolasian maka otomatis identitas kita sebagai warga negara Indonesia akan terwujud, ini yang mungkin harus menjadi konsen pemerintahan kita saat ini, bagaimana secara maksimal meletakkan pondasi sehingga ini menjadi penting bagi pemimpin-pemimpin berikutnya.”

Pungkas Gubernur. (ds/don)

Senin, 17 November 2014 05:22, BinPa

Sekarang Bukan Otsus Minus Lagi, tetapi NON Otsus

Sejak wacana dan perjuangan para Papindo yang ditugaskan di jabatan Pemerintah kolonial NKRI seperti Gubernur, Ketua I, DPRP dan Ketua MRP ramai-ramai bersemangat memperjuangkan apa yang mereka sendiri beri nama “Otsus Plus”, PMNews dan Tentara Revolusi West Papua langsung menyatakan “Itu bukan Otsus Plus, tetapi Otsus Minus”.

Tetapi dalam perkembangannya, bukan Otsus Minus, apalagi Otsus Plus, yang dilahirkan justru Non-Otsus, yaitu Bumi Cenderawasih dalam hukum penjajah Indonesia kembali ke salah satu provinsi NKRI yang sama statusnya secara hukum dengan provinsi lainnya di Indonesia. Pantas saja status Non-Otsus yang bakalan disandang provinsi di Tanah Papua ini mendapat tanggapan dari gubernur Papua Lukas Enembe dan mengeluarkan pernyataan “bargaining”, yang menurut PMNews akan sulit dipenuhi.

Gubernur Nyatakan, “Otsus boleh Dihapus asal Papua diberi Kewenangan” seperti dilansir BintangPapua.com tanggal 15 November 2015. Arti lain dari pernyataan gubernur ini ialah,

“Waduh, saya gagal memperjuangkan Otsus Plus di akhir pemerintahan SBY, sekarang di pemerintahan Joko Widodo saya bukan siapa-siapa, jadi perjuangan saya sudah saya nyatakan gagal total, dan sekarang malahan status Otsus mau dihapus, Megawati ini perempuan pembunuh para tokoh Papua, saya juga terancam. Jadi lebih lunak saya minta kewenangan ajalah, daripada nyawa saya menjadi taruhan gara-gara tuntut Otsus Plus atau Otsus seperti nasib pendahulu saya Theys Eluay dan Jaap Solossa yang terang-terangan dibunuh di depan mata semua orang.”

Terlihat sepertinya Gubernur Provinsi Papua lupa apa yang diucapkannya saat meluncurkan dan memperjuangkan Otsus Plus beberapa bulan lalu. Ucapannya masih segar di telingan kita semua. Saat Otsus mau dihapus, semua perjuangan Otsus Plus dianggap tidak pernah ada. Padahal perjuangan yang dia luncurkan begitu menjadi Gubernur itu merupakan pertaruhan harga dirinya sebagai gubernur pertama dari Pegunungan Tengah Tanah Papua. Banyak dana, tenaga, waktu yang sudah dikuras habis-habisan. Tetapi cukup mengejutkan, Jakarta menganggapnya tidak ada apa-apanya, sama halnya Papua juga menganggapnya seolah-olah sepertinya tidak pernah terjadi apa-apa dengan Otsus.

Tiba-tiba begitu mendengar wacana penghapusan Otsus, Gubernur Papua langsung minta kewenangan. Padahal Gubernur lupa bahwa “Justru Kewenangan itu yang Mau diambil”, bukan Otsusnya. Otsus menekankan kewenangan entah dalam bentuk distribution of power atau delegation of power, yang jelas Otonomi berbicara tentang “kewenangan”.

Lalu kita bertanya, “Bagaimana caranya kewenangan tanpa Otsus?” Atau pertanyaan lain, “Apakah ada kewenangan di luar Otsus?” Tentu saja, Otsus dihapus berarti sama dengan kewenangan diambil. Itu sudah otomatis, itu pasti, dan itu konsekuensi logis secara hukum. Tidak bisa kita katakan Otonomi Boleh dihapus tetapi Kewenangan diberikan. Secara logika politik hukum tidak pas, karena dalam politik hukum, begitu UU Otsus dicabut, maka sudah termaktub di dalamnya kewenangan juga diambil kembali, bukan diberikan.

Yang harus dilakukan pemerintah Provinsi di Tanah Papua saat ini bukannya menyerah dan menuntut kewenangan yang sudah pasti terambil, tetapi bersiteguh mempertahanan dan memperjuangkan Otsus Plus yang merupakan inisiativ Gubernur kolonial di Tanah Papua dengan menyatakan bahwa Otsus boleh dihapus tetapi Otsus Plus tetap diperjuangkan sehingga rakyat Papua melihat betapa pejabat kolonial di Tanah Papua membela dan konsisten dengan perjuangan mereka, dan berharap kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya di bawah kepemimpinan mereka. Kalau tidak, kepercayaan yang selama ini dirayakan pasti menguap dan akibatnya rakyat Papua akan mengembara di belantara kebingungan mencari solusi menurut cara dan pendekatan mereka masing-masing.

Kalau itu yang terjadi, maka Papua Merdeka sudah pasti dan harus menjadi pilihan kita semua sebagai solusi yang tepat dan final, tidak bisa ditawar-tawar lagi dengan alasan apapun juga. Selama ini Ketua I DPRP, Ketua MRP dan Gubernur Papua menyatakan Papua perlu orang yang punya hati dan membangun dengan hati itu menjadi buyar, menjadi kampanye politik belaka, menjadi tidak ada hubungan dengan hasil kerja nyata di lapangan. Memang demikian karena kegagalan Otsus Plus sudah pasti memalukan, tetapi sangat memalukan lagi dengan pencabutan Otsus di depan mata dan dari tangan para pemimpin asal pegunungan Tengah Papua. Dalam istilah kasar, para Kepala Suku Pegunungan Tengah sudah pasti akan menyuruh kalian

“Lepas koteka, kenakan Sali/ Tali saja, karena nyata-nyata kalian gagal total memperjuangkan aspirasi dan hak bangsa Papua di dalam NKRI!”

Otsus Boleh Dihapus Asal Papua Diberi Kewenangan

Gubernur sedang berbincang dengan beberapa kepala daerah di PapuaJAYAPURA – Otonomi khusus (Otsus) boleh saja dihapus asalkan Papua diberi kewenangan mengelolah sumber daya alamnya. Hal itu diungkapkan Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., dalam menyikapi adanya isu yang menyebutkan jika Pemerintah Pusat yang dikomandoi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempunyai niat untuk menghapus Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan kepada dua Provinsi di Tanah Papua.

Menilai hal tersebut, gubernur pun memandang hal itu bisa saja diterima asal ada konsekuensi yang harus diberikan pemerintah pusat kepada Papua dan Papua Barat, yakni dalam bentuk pemberian kewenangan untuk mengolah sumber daya alam yang ada di Tanah Papua.

“Informasi terakhir pemerintahan yang baru mau tiadakan Otsus, jadi kita ikuti saja, kalau itu ditiadakan oleh pemerintahan baru lebih baik lagi, jadi ini kita bersatu bersama kebijakan nasional yang tidak memahami Papua,”

kata gubernur ketika memberikan arahan dalam penutupan RUPS LB Bank Papua di Swiss-Bel Hotel pada Jumat (14/11) kemarin.

“Tidak usah Otsus tapi kasih kewenangan ke kita untuk mengatur kekayaan alam kita, dari pada Otsus semua Bupati asal Papua masuk tahanan, dari pada kejar-kejar kita lebih bagus kasih kewenangan seluruh kekayaan alam kita kelola sendiri dan dimanfaatkan untuk kemajuan Papua, itu lebih baik,”

sambungnya.

Karenanya untuk mengantisipasi isu penghapusan Otsus bagi Tanah Papua betul terjadi, gubernur pun mengajak seluruh pemimpin daerah di kedua Provinsi dapat bersatu dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah pusat.

“Saya harap Bupati-Bupati di Papua Barat harus bersatu, kita di papua harus bersatu untuk menyampaikan hak kita seperti ini di tanah Papua, jangan mereka kuras habis kekayaan alam kita di Tanah Papua, itu tidak boleh. Nanti tanggungjawabnya kepada anak-anak kita dan generasi-generasi yang akan datang.”

Cetus gubernur.

Menurut gubernur, saat ini setiap hari Bupati-Bupati yang ada di Papua dan Papua Barat masuk tahanan, dan hal ini dipandangnya tidak boleh terus dibiarkan.

“Ini harus kita lawan, kami baru menikmati dari tahun 2001 sampai hari ini 13 tahun pembangunan Papua, sejarah 17 Agustus 1945 sampai 1969 kita tidak tahu kita ada dimana, 1969 sampai 1996 itu kita dianiaya, disiksa, dibunuh oleh pemerintahan orde baru. 1996 sampai 2001, pemerintah di Provinsi seperti tidak jalan karena masa transisi antara Otonomi Khusus dan kemerdekaan. 2002 sampai hari ini baru kita sedang menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya dari negara ini.”

Ujarnya.

“Karena itu saya harap kita mampu menjelaskan kepada negara ini bahwa kita baru mulai membangun, karena kesan Jakarta bahwa Rp30 Triliun dianggap untuk satu tahun, padahal ini untuk 13 tahun selama Otsus berjalan.”

Menurut gubernur, selama Otsus berjalan sudah ada dana sebesar Rp50 triliun yang masuk ke Papua dan Papua Barat, hanya saja dana tersebut lebih banyak beredar di luar Papua, baik dana Vertical maupun Pemerintah Daerah. “77 persen dana itu terbang keluar, di sini tidak ada uang,” cetusnya.

Solusi yang ditawarkan gubernur untuk menghadapi hal tersebut telah diuraikan, dengan membangun pusat industri yang dapat menyuplai setiap bahan baku yang dibutuhkan untuk menjalankan roda kehidupan di berbagai aspek.

“Langkah yang harus kita bangun adalah membangun integrasi industri di Papua, seluruh potensi kekayaan alam kita kelola disini.” Katanya. (ds/don)

Sabtu, 15 November 2014 01:16, BinPa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny