DPD KNPI Papua Minta Pemerintah Pusat Segera Sahkan Draff UU Otsus Plus

Suasana konferensi persnya Ketua DPD KNPI Provinsi Papua, Max M.E. Olua, S.Sos., M.Si., dan jajarannya dalam memberikan dukungan terhadap Draff UU Otsus PlusJAYAPURA – Ketua DPD KNPI Provinsi Papua, Max M.E. Olua, S.Sos, M.Si., mengatakan, melihat upaya terobosan yang dilakukan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP., MH., dan Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, SE., MM., dalam masa kepemimpinan yang belum mencapai 2 tahun, namun pencapaian kinerja Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal, sangat gemilang bagi kesejahteraan masyarakat Papua melalui visi misi Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera yang menjadi harapan titik sentral pembangunan Tanah Papua kedepannya.

Ditegaskannya, bagi pemuda Papua memandang perlu mengeluarkan pernyataan sikap dukungan penuh dalam rangka memperjuangkan draff Otsus Plus yang saat ini sudah ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Karena pihaknya melihat Otsus Plus didalamnya mengandung penguatan kebijakan affermative, proteksi dan kewenangan kepada masyarakat asli Papua diberbagai sektor, pembangunan yang adil dan rekonsiliasi,  serta penguatan kewenangan Pemerintah Provinsi Papua. Maka pihaknya meminta Pemerintah Pusat segera mensahkan draaf UU Otsus Plus menjadi UU Otsus Plus tanpa syarat, sebab demi kesejahteraan rakyat Papua.

“Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP., MH., dihadapan Pemerintah Pusat telah memberikan penguatan bagi draff UU Otsus Plus dimaksud, maka kami UU Otsus Plus disahkan tanpa ada syarat apapun,” ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di Sektariat DPD KNPI Provinsi Papua, Selasa, (19/8).
DPD KNPI Papua, menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh atas sikap yang diambil Gubernur Lukas Enembe dengan mempertaruhkan reputasi dan jabatannya dihadapan Pemerintah Pusat demi membela kepentingan akan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Dalam draff Otsus Plus sudah jelas dikatakan Gubernur Lukas Enembe bahwa kalimat yang berbau federal dan referendum sudah hapus dari draff UU Otsus Plus itu. Karena yang diminta Gubernur Lukas Enembe adalah kewenangan daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) baik itu yang ada di laut, hutan dan perut bumi (tambang) Papua yang selama ini masih dikelola penuh oleh Pemerintah Pusat melalui departemennya. Ini tidak lain demi kesejahteraan masyarakat Papua.

“Kami pemuda Papua tetap mengawal dan mendorong terus agar UU Otsus Plus itu disahkan secepatnya. Ini demi semata-mata bagi kesejahteraan rakyat Papua,” bebernya.

Alasan pihaknya memberikan dukungan penuh. Karena semua pasti tahu bahwa kandungan yang ada dalam UU Otsus Plus tidak lain. Pertama, selama UU Otsus berlaku kurang lebih 12 tahun belum ada keberpihakan penuh terhadap hak-hak dasar orang asli Papua, baik dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kreatif dan sebagainya.

Kedua, keinginan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal bahwa agar masyarakat asli Papua benar-benar menjadi tuan di negerinya sendiri. Misalnya menjadi tuan di dalam kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan ekonomi keluarganya demi terwujudnya Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera di dalam segala aspek kehidupan.

Ketiga, bahwa sudah saatnya masyarakat asli Papua menjadi motor (Subyek) pembangunan di Tanahnya sendiri dengan memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang kaya raya untuk membangun daerahnya, dirinya sendiri dan keluarganya untuk menjadi lebih maju, mandiri dan lebih sejahtera, bukan menjadi penonton (Obyek) dalam setiak gerak langkah pembangunan saat ini dan kedepannya. Yang sebagainya tertuang dalam 9 program prioritas Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal yang terjabarkan dalam program GERBANGMAS HASRAT PAPUA.

Kemarin, (Selasa, 19/8) DPD KNPI Provinsi Papua memberikan keterangan pers menyatakan

Di tempat yang sama, Sekretaris DPD KNPI Papua, Sudin Rettob, menandaskan, pemuda Papua mengapreasikan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe/Wakil Gubernur Klemen Tinal yang adalah orang muda yang berani dan tegas dalam mengambil langkah-langkah kebijakan yang menurut pemuda Papua sangat strategis dalam rangka membawa Papua kearah yang lebih baik. Apalagi khusus mengenai kebijakan Gerbangmas Hasrat Papua yang tentunya sebuah filosifis yang sudah dirancang sedemikian bagus dalam memandirikan dan mensejahterakan masyarakat Papua.

“Luar biasa Gubernur Lukas Enembe yang mempertaruhkan reputiasnya untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat Papua. Kami ajak rakyat Papua bangkit untuk mendukung kebijakan Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal demi kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.

Wakil Ketua DPD KNPI Papua Bidang Pengembangan Karakter Pemuda, Benyamin Gurik, menandaskan, UU Otsus Plus ini lahir dari Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal tidak lain atas dasar evaluasi terhadap implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Yang juga buntut dari aksi-aksi penolakan terhadap UU Otsus Papua (penolakan terbesar pada Tahun 2005 dan 2010) yang merasa bahwa UU Otsus ini belum memberikan manfaat yang cukup besar dalam mensejahterakan dan mengangkat harkat dan martabat rakyat Papua. Sehingga begitu Lukas Enembe dan Klemen Tinal terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur Papua menilai UU Otsus ini perlu ada perubahan dan pembobotan terhadap UU Otsus itu sendiri. Yang akhirnya langkah yang diambil adalah bertemu dengan DPRP, MRP, dan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan akademisi membahas membahas rekonstruksi UU Otus tersebut menjadi UU Otsus Plus.

“Penolakan terhadap UU Otsus itu tidak lain masyarakat asli Papua merasa UU Otsus tidak mampu memberikan perlindungan, pemberdayaan dan proteksi kepada orang asli Papua. Dan Orang Papua sudah kecewa dengan Pemerintah, sebab menganggap UU Otsus itu sebuh solusi tapi kenyataannya tidak. Maka Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal melihat bahwa ini perlu ada perubahan. Selama ini kan 5 bidang tidak diberikan kepada Papua, tetapi ditangani pusat, yakni, pertahanan keamanan, moneter, luar negeri dan fiskal,” tukasnya.

Ditandaskannya, meski kewenangan pemerintahan diberikan kepada Provinsi Papua sebagaiman tertuang dalam UU Otsus, tapi faktanya bahwa itu membuat Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Tanah Papua menjadi bingung karena di samping itu juga diberlakukan UU N0 32 tentang pemerintahan daerah. Dengan demikian, solusinya yang diambil Gubernur Lukas Enembe ini agar mengusulkan UU Otsus Plus demi menselaraskan produk-produk hukum yang berlaku di Tanah Papua. Ini sebuah langkah yang sangat strategis demi menghentikan polemik pertentangan UU tentang pemerintahan daerah/otonom, juga demi menjaga keutuhan NKRI di Papua, dan juga demi kepentingan orang asli Papua yang bisa menjadi tuan di negerinya sendiri.

“Jika UU Otsus Plus ini tidak diperhatikan baik oleh Pemerintah Pusat, maka ini berdampak buruk bagi persatuan dan kesatuan NKRI. Masa pemerintahan Presiden SBY segera berakhir, jadi diminta  Presiden yang menggantikan SBY harus merestui UU Otsus Plus ini,” tukasnya.

Wakil Ketua DPD KNPI Papua Bidang Sumber Daya Manusia dan Kaderisasi, Isak Rumbarar, menambahkan, perjalanan UU Otsus yang dulu mencuat di publik bahwa itu jembatan emas, tapi faktanya tidak sesuai harapan. Sehingga apa yang diperjuangkan Gubernur Lukas Enembe yang telah dianggap klimax, maka hal ini perlu menjadi renungan kita bersama.

Kesimpulan pihaknya bahwa selama ini ada curiga dan curiga yang tak hentinya dimainkan oleh elit politik di Pemerintah Pusat. Harusnya hal itu tidak perlu terjadi, karena semangat pemuda Papua bersama Pemerintah Papua adalah semangat ke-Indonesia-an sudah final yakni Papua tetap dalam bingkai NKRI.

“Kalau kita curiga dan curiga terhadap pasal-pasal yang mengarah pada hal-hal lain, maka konsukwensi Pemerintah Pusat perlu kami pemuda Papua pertanyakan. Jadi kami minta dengan hormat Pemerintah Pusat tidak perlu curiga segala macam, tetapi mari kita berkomitmen bersama supaya jangan lagi Papua jangan lagi bertemakan Papua Zona Damai, yang semestinya kita berpkir bersama bahwa jika Otsus Plus disahkan, jelas kita tidak perlu mengusung lagi isu-isu Papua sebagai Zona Damai tetapi zona damai akan datang dengan sendirinya tanpa diperjuangkan,” tegasnya.

Wakil Sekretaris DPD KNPI Papua, Yoan Alfredo Wambitman, menuturkan, sudah saatnya rakyat Papua mendukung penuh apa yang diperjuangkan oleh Gubernur Lukas Enembe.

Kemudian, kepada Pemerintah Pusat, pihaknya bersama pemuda Papua meminta agar menghargai segala proses tahapan yang sudah dilaksanakan Gubernur Lukas Enembe bersama jajarannya untuk membuat draff UU Otsus plus itu, sehingga hendaknya secepatnya disahkan, karena tidak lain agar rakyat Papua mandiri dalam ekonominya, cerdas dalam pendidikannya, sehat dan bergisi dalam kesehatannya dan lain sebagainya. (nls/don/l03/par)

Sumber BintangPapua.com

Masih Kontroversi, Raperdasus Kursi Otsus Akan Disahkan

Deerd TabuniJAYAPURA – Meski menuai kontroversi akibat tidak adanya payung hukum yang kuat, namun rencananya, Rancangan Peraturan Daerah Khusus tentang proses pembentukan panitia seleksi dan rekrutmen 14 kursi Otonomi khusus di Parlemen Papua, akan dibahas dan disahkan di dalam sidang Paripurna pembahasan Anggaran Belanja Tambahan Provinsi Papua tahun 2014, yang akan berlangsung 19-21 Agustus. Hal itu diungkapkan Ketua DPR Papua Deerd Tabuni.

“Dalam sidang Paripurna ABT tahun ini, ada empat Raperdasus non APBD yang akan dibahas dan disahkan, salah satunya tentang proses seleksi dan rekrutmen 14 kursi Otsus untuk parlemen Papua,”ujar Deerd Tabuni kepada wartawan, Selasa 19 Agustus di ruang kerjanya.

Pembasahan dan pengesahan 14 kursi otsus melalui sidang paripurna akan segera dilaksanakan, kata dia, karena proses harmonisasi oleh Badan Legislasi DPRP, dianggap sudah cukup. “Penggodokan 14 kursi otsus oleh Baleg DPRP, sudah sampai pada tahap penyempurnaan, sehingga sudah bisa dibawa ke paripurna untuk di bahas dan disahkan,”ujarnya.

Raperdasus 14 kursi Otsus, lanjutnya, lebih mengatur pada pembentukan tim seleksi adan rekrutmen. “Tim seleksi akan ada ditingkat kabupaten dan provinsi, mereka nantinya akan melakukan penjaringan siapa yang berhak duduk di 14 kursi tersebut,”pungkasnya.

Menurut Deerd, dari hasil pemetaan dan kajian yang sudah dilaksanakan Badan Legislasi, ada 7 wilayah adat di Papua yakni I.Mamta : PapuaTimur Laut, II.Saereri : Papua Utara/Teluk Cenderawaih, III.Domberai : Papua Barat Laut, IV.Bomberai : Papua Barat, V.Anim Ha : Papua Selatan, VI.La Pago : Papua Tengah dan VII.Meepago : Papua Tengah Barat. “Setiap wilayah adat akan diangkat 2 wakilnya untuk duduk di parlemen,”ucapnya.

Kata Deerd, yang pasti yang duduk di 14 kursi otsus adalah orang asli Papua. “Ini hanya bagi orang Papua yang diakui secara adat,” singkatnya.”

Namun, kata dia, dalam proses seleksi dan perekrutan 14 kursi otsus nanti, akan lebih mempertimbangkan mengangkat suku di Papua yang belum pernah duduk di Parlemen. “Prioritas kursi ini ditujukan kepada suku yang belum pernah mengecap kursi parlemen,”terangnya.

Setelah proses seleksi dan rekrutmen, makan selanjutnya adalah pengangkatan dan pelantikan 14 kursi otsus tersebut. “Sebelum diangkat atau dilantik, memang akan lebih dulu di konsolidasikan ke Majelis Rakyat Papua. Mudah-mudahan proses ini bisa berlangsung bersamaan dengan pengangkatan 55 kursi yang berasal dari Partai Poitik pada oktober mendatang,”harapnya.

Ditanya landasan hukum setelah 14 kursi itu diangkat menjadi anggota Parlemen, Deerd Tabuni menyatakan, nantinya akan dilebur ke frkasi-fraksi yang ada di parlemen. “Karena tidak ada landasan hukum untuk menjadi sebuah fraksi, mereka akan dilebur ke fraksi-fraksi yang ada. Tapi, tentu semua itu nanti kembali pada pandangan akhir fraksi pada sidang sebelum pengesahan,”tegasnya.

Selain Raperdasus tentang seleksi dan rekrutmen 14 kursi otsus dalam sidang paripurna ABT juga akan ada pembahasan dan pengesahan Raperdasus Program Strategi Pembangunan Ekonomi dan Kelembagaan Kampung, Raperdasus Komunitas Daerah Terpencil, dan Raperdasus Pemberian Pertimbangan Gubernur Mengenai Perjanjian Internasional.

Fraksi Pikiran Rakyat Tegas Tolak

Sementara itu rencana pengesahan Raperdasus seleksi dan rekrutmen14 kursi Otsus di Parlemen Papua menjadi Perdasus melalui sidang paripurna Anggaran Belanja Tambahan yang rencananya digelar 19-21 Agustus, ditentang keras oleh Fraksi Pikiran Rakyat DPRP.

“Fraksi Pikiran rakyat menolak keras pembahasan Raperdasus tentang seleksi dan rekrutmen 14 kuris otsus di sidang Paripurna, karena rancangannya belum memenuhi persyaratan serta memiliki cantolan hukum yang kuat,”

ujar Ketua Fraksi Pikiran Rakyat DPRP, Yan Permenas Mandenas kepada wartawan, Selasa 19 Agustus di ruang kerjanya.

Kata Yan Mandenas, selain belum memiliki landasan hukum yang kuat, Raperdasus itu juga terkesan terburu-buru untuk di bahas ditingkat Paripurna, karena mekanisme internal DPRP guna menggodoknya menjadi sebuah regulasi juga tidak berjalan.

“Mekanisme pembahasan secara internal dewan saja tidak jalan, kok tiba-tiba sudah di dorong ke Paripurna, ini ada apa, jangan-jangan hanya untuk kepentingan segelintir elit, tapi tidak bermanfaat bagi rakyat Papua,”

terangnya.

Menurut Yan, Raperdasus 14 kursi Otsus belum layak di dorong untuk dibahas di Paripurna, karena payung hukum yang mengacu pada UU RI belum sinkron. “Raperdasus otsus ini kan belum sinkron dengan Permendagri, UU Pemilu, UU Susduk, jadi belum bisa dibahas apalagi disahkan di paripurna dewan yang terhormat,”tegasnya.

Dalam UU otsus Nomor 21 tahun 2001 juga tidak ada yang mengatur secara jelas tentang 25 persen kursi bagi orang Papua di Parlemen Papua.

“Arti Kata Angkat dalam bahasa Indonesia adalah ketika dipilih tapi belum di tetapkan, maka tidak termasuk dalam kategori pengangkatan tetapi ketika dilantik maka secara resmi diangkat jadi harus dimasukan dalam pengertian UU 21 Tahun 2001 Pasal 6 Poin 2 yang berbunyi, DPRP Terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang – undangan,”

jelasnya.

Dalam proses seleksi dan rekrutmen jika memang Raperdasus ingin disahkan juga tidak jelas independensinya.

“Kalau 14 kursi itu mewakil masyarakat adat, adat yang mana dulu, sekarang kan ada LMA tapi juga ada DAP, sehingga proses seleksi dan rekrutmen disangsingkan berlangsung jujur,”

imbuhnya.

Yan Mandenas melanjutkan, jika pembahasan dan pengesahan Raperdasu 14 kursi tetap dipaksakan, tetap dipaksakan, bisa menimbulkan polemik atau bahkan konflik di tengah-tengah masyarakat Papua.

“Kalau belum ada regulasi yang kuat dan kemudian dipaksakan, bisa-bisa menimbulkan konflik, karena orang Papua akan saling klaim mengklaim sebagai anak adat dan berhak duduk disana,”

bebernya.

Kekhawatirannya bukan tanpa alasan, melihat situasi terkini, dimana banyak organisasi adat yang muncul, sedangkan 14 kursi harus diduduki Orang Asli Papua dari 7 wilayah adat yang ada. “Banyak organisasi adat yang muncul, itu jelas atau abal-abal kan harus diverifikasi lagi,” sebutnya.

Selanjutnya yang akan menjadi masalah, setelah 14 kursi dipilih, susunan dan kedudukan mereka di Parlemen tidak ada regulasi yang mengatur.

“Apakah mereka membentuk fraksi, jelas dalam UU Susduk yang berhak membentuk fraksi adalah wakil dari Parpol buka diangkat. Kalau nanti dilebur dengan Parpol, apakah diterima, karena anggota parlemen dari Parpol merasa mereka yang sudah berdarah-darah untuk duduk kok ini tinggal diangkat,”

pungkasnya.

Melihat fenomena itu, Pemaksaan pengesahan Raperdasus 14 kursi Otsus, hanya akal-akalan segelintir elit. “Ini hanya akal-akalan, mungkin mereka kira belum aman di parlemen, jika UU tentang pengalihan, bahwa pemilihan kepala daerah dikembalikan ke parlemen,” tukasnya. (jir/loy/don)

Rabu, 20 Agustus 2014 07:20, BinPa.com

MRP Kecewa Pusat Hapus Pasal Sakral di Otsus Plus

Ketua MRP Matias MuribJAYAPURA — Ketua MRP Matias Murib mengaku kecewa atas hasil harmonisasi yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua (Otsus) Plus, karena menurutnya pusat telah menghapus pasal yang sangat sakral dalam rancangan peraturan tersebut.

“Kemudian setelah kita pelajari, sangat mengecewakan, kenapa sangat mengecewakan karena hasil-hasil yang telah kita berikan pembobotan dari Undang-undang nomor 21 tahun 2001 ternyata dari pemerintah pusat menganggap sebagai pasal-pasal krusial,”

ucapnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua pada Senin (18/08) siang.

Menurutnya, disitu ada 21 pasal yang mana, ia anggap sangat sakral bagi orang Papua terutama bagi orang asli Papua. “Orang asli Papua secara fisik sudah sangat jelas yakni hitam dan keriting, kemudian MRP harus satu karena ini merupakan lembaga kultur,” tuturnya.

Hal-hal yang sakral seperti itu jika harus dirubah atau justru ditiadakan, ucap Murib, sebagai rakyat Papua ia merasa dilecehkan, oleh karena itu, pada tanggal 13 Agustus 2014 Gubernur bersama Ketua DPR Papua mengembalikan kembali draft itu.

Karena tidak sesuai aspirasi masyarakat Papua yakni disampaikan oleh masyarakat Papua sebanyak 383 oleh masyarakat dari Papua dan Papua Barat, sebagaimana implementasi Otsus selama 12 tahun,” imbuhnya.

“Oleh karena itu, saya merasa pemerintah pusat sangat melecehkan kami. Pelecehan itu terbukti pada 299 pasal yang tidak mengakomodir pasal-pasal tentang perekonomian, kesehatan, pendidikan dan kesehatan semua ditiadakan,”

sambungnya.

Kalau baca lengkap sebagaiaman hasil harmonisasi, ungkap Murib, justru Otsus Plus Jadi minus dari undang-undang 21 tahun 2001 dan itu sebagai pelecehan dan itu kurang ajar. “Tidak boleh begitu, kesejahteraan masyarakat Papua merupakan juga kebanggaan Indonesia,” cetusnya.

Oleh karena itu, ditegaskan Murib, permintaan itu harus diterima pusat. Tetapi karena hasil 299 pasal yang telah dikembalikan itu, pihaknya merasa sangat kecewa dan itu juga reaksi yang ditunjukkan Gubernur. “Kami tidak rakus dengan jabatan seperti ketua MRP, DPRP maupun Gubernur sehingga kami kembalikan,” tuturnya.

Oleh karena itu, Murib berharap draft undang-undang Otsus yang ke-14 ini sebagaimana yang telah diserahkan dapat diakomodir dengan baik supaya kalau masyarakat Papua sejahtera, menjadi kebanggaan negara ini.

Kemudian jika kita dilecehkan seperti, kapan kami disejahterahkan. Dimana rakyat Papua, hal ini membuat kita minta merdeka seperti ini, kami berharap pemerintah Pusat memahami keinginan rakyat Papua.

Ditegaskan Murib, dari 236 pasal yang telah diajukan, Papua bukan minta uang, karena menurutnya uang sudah cukup banyak, dan dari rancangan yang diajukan pihaknya minta kewenangan. “Kalau kewenangan itu sudah diberikan kepada kami, undang-undang nomor 21 tahun 2001 atau UU Otsus Plus menjadi Panglima di Tanah Papua,” imbuh Murib.

Sebelumnya pada Tanggal 13 Agustus 2014, tim asistensi dari Papua dan Papua Barat, termasuk Gubernur Papua, Ketua MRP dan Ketua DPRP Papua menerima hasil harmonisasi Dari Kementerian dalam Negeri. (ds/don/l03)

Selasa, 19 Agustus 2014 15:22, BinPa

Gubernur Papua Siap Mundur Jika Draf 14 UU Otsus Plus Tak Diakomodir

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH [Minggu, 17 Agustus 2014 21:19]– Tampaknya, kesabaran Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe berurusan dengan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus mulai pelan-pelan berakhir.

Pasalnya,  Enembe menyatakan siap mundur dari jabatannya, jika draft 14 dari Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus tidak diakomodir oleh Pemerintah Pusat.

“Kemarin UU Otsus sudah kita bicara keras. Pada saat harmonisasi dari kementerian dan lembaga lalu dibawa ke Departemen  Hukum dan HAM, terjadi perubahan banyak, terutama pasal-pasal yang menyangkut bidang ekonomi, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan. Saya sampaikan, kami datang dengan damai menyampaikan pasal-pasal krusial yang menyangkut politik sudah kita hapus sejak awal, kenapa pasal ekonomi yang kita perjuangkan terjadi perubahan banyak. Melihat itu, saya langsung kembalikan, buka baju, letakkan lambang garuda di depan Mendagri,”

kata Enembe dikutip tabloidjubi.com, Minggu (17/08/14).

Jadi saya bilang, saya siap mundur kalau tidak mengakomodir aspirasi draft 14,” kata Lukas Enembe di Jayapura, Papua.

Kepada media itu, Lukas menjelaskan, inti dari draft 14 ada 29 pasal strategis untuk pembangunan Papua, termasuk kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

“Justru kita inginkan itu, sehingga orang bicara referendum kita potong, tujuannya kita bisa goalkan ini, tapi yang terjadi terbalik, makanya kita tidak sempat menjadi materi di PidatoPpresiden, karena saya berhentikan di Mendagri,”

ujarnya dengan nada kesal.

Lukas mengaku, tujuan dirinya ke Jakarta adalah untuk memparaf dan selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk masuk dalam pidato kenegaraan.

“Saya berhentikan itu semua karena melihat semua pasal-pasal yang kita inginkan masih mengacu pada Jakarta. Termasuk bagi hasil dan pajak. Mereka kamuflase dengan kenaikan DAU dari dua persen menjadi empat persen, dana infrastruktur menjadi dua persen,”

jelasnya.

Menanggapi itu, Lukas menyampaikan, pihaknya datang ke Jakarta bukan untuk meminta adanya kenaikan DAU, tetapi yang diinginkan rakyat Papua adalah kewenangan.

“Jadi saya ribut-ribut di sana. Karena yang kita inginkan adalah kesejahteraan, sumber daya alam, ekonomi, kekayaan kita, laut kita, hutan kita, dan tambang kita dikelola sepenuhnya di Papua dan digunakan untuk kemajuan Papua, itu saja. Kita tidak minta merdeka,” tukasnya.

Ditambahkan, menurut laporan dari tim asistensi pemerintah Papua yang ada di Jakarta, saat ini tim sudah membahas isi dari UU Otsus sampai pasal 222.

“Itu semua oke-oke, tapi saya sampaikan diatas pasal 222 itu pasal-pasal inti, pasal ekonomi harus hati-hati. Sampai sekarang masih dibahas, saya lihat mungkin banyak yang diserahkan ke staf-staf yang mungkin belum memahami Papua, jadi saya lihat itu staf yang kerjakan akhirnya para menteri tidak tahu juga, setelah kita bicara baru mereka tahu,”

ujar Lukas. (GE/Tabloidjubi.com/Admin/MS)

RUU Otsus Plus Diharap Segera Masuk Agenda Sidang di DPR RI

Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.IP. JAYAPURA – Semakin sempitnya masa tugas anggota DPR RI yaitu akan berakhir pada 21 Oktober 2014, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berharap agar Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua, dapat segera dimasukkan dalam agenda sidang paripurna.

“Ini kan penyelenggaraan pemerintahan tetap akan berjalan terus, kita berharap dalam limit waktu yang tidak terlalu lama dalam akhir masa jabatan DPR RI ini, semua bisa masuk dalam agenda sidang,” ucap sekretaris Daerah (Sekda Provinsi Papua yang juga selaku Ketua Tim Asistensi RUU Otsusu Plus, TEA. Hery Dosinaen, S.IP.

Gubernur dengan tim, ungkap Sekda, beberapa hari yang lalu melakukan pertemuan harmonisasi terkait RUU Otsus di Tanah Papua dan saat ini hal tersebut sedang dibahas lagi oleh tim dari Provinsi Papua dan Papua Barat dan tim asistensi pusat, dimana ada 7 orang yang ditugaskan oleh gubernur untuk mengawal rancangan tersebut bersama kementrian.

Ia pun berharap agar pembahasan yang dilakukan tersebut bisa segera membuahkan hasil, dan bisa segera memasukkan hasilnya kepada Presiden.

“Diharapkan untuk diserahkan Presiden agar segera dikeluarkan Amanat Presiden terkait dengan RUU tersebut,” imbuh Sekda kepada wartawan di Gedung DPRP Papua pada Jumat (15/08) sang.

Dikatakannya juga, Harmonisasi dengan Papua Barat sebetulnya sudah dilakukan, tinggal dengan kementrian dan lembaga, yang finalnya mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ditandatangani oleh Presiden dan diserahkan ke DPR RI.

Sebelumnya Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengungkapkan jika saat ini Presiden Bambang Susilo Yudhoyono telah mengeluarkan ijin prakarsa untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang Otsus Plus atau yang saat ini diberi nama RUU Pemerintahan otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua.

“Saat ini Presiden telah mengeluarkan Ijin Prakarsa kepada DPR RI, dan saat ini dijalankan oleh Kementrian Dalam Negeri.” Ungkapnya kepada Bintang Papua di Kantor Gubernur Papua pada Rabu (15/07) siang.

Ijin Prakarsa, terang Velix, dikeluarkan oleh presiden karena RUU tersebut sejak awal belum dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sehingga dengan parakarsa tersebut RUU itu akan segera dibahas oleh DPR.

“Karena RUU Pemerintahan otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua tidak masuk dalam Prolegnas 2014, maka Presiden mengeluarkan Ijin Prakarsa ke DPR untuk dimasukkan menjadi Prolegnas Prioritas 2014, memakai skema Ijin Prakarsa Presiden kepada DPR, dan DPR akan menetapkan Prolegna Prioritas 2014,” terangnya.

Saat ini, ungkap Velix, Kementrian Dalam Negeri telah melakukan rapat antar kementrian dan telah berjalan selama satu bulan lebih untuk membahas draft ke-14 dari Papua dan Papua Barat pada 28 Januari 2014 lalu.

Kemendagri, sambungnya, saat ini menjadi fasilitator dan telah dimasukkan kepada kementrian dan saat ini bola sedang dibawa oleh Mendagri ke Kementrian Hukum dan Ham untuk dilakukan level harmonisasi dan sinkronisasi pasal-pasal dalam RUU ini.

“Kita berharap pada tiga minggu ini ada harmonisasi di level Kementrian Hukum dan HAM, setelah itu awal  Agustus sudah masuk dalam persidangan terakhir DPR RI periode ini, sudah mulai ada pembahasan di DPR.” Tutur Velix.

Presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya pada bulan Oktober 2014, dikatakan Velix menaruh perhatian penuh terhadap RUU tersebut, sehingga presiden berkeinginan RUU yang akan merefisi UU Nomor 21 tahun 2001 tersebut bisa segera disahkan.

“Presiden SBY sebelum mengakhiri masa jabatannya menginginkan agar ada pondasi baru bagi Papua dalam konteks percepatan pembangunan, dalam konteks penguatan kelembagaan di Papua, dalam konteks rekonsiliasi politik di Papua dan juga dalam konteks partisipasi masyarakat Papua dilevel pemerintahan maupun sektor pembangunan,” imbuhnya. (ds/don/l03)

Sabtu, 16 Agustus 2014 06:46. JUBI

SEKLDA: Dana Otsus Tidak Sebesar yang Diperkirakan Banyak Orang

Jayapura, 9/5 (Jubi) – Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Hery Dosinaen mengytakan,jumlah dana Operasinal Khusus (Otsus) yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Papua tidaklah sebesar seperti yany selama ini diperkirakan banyak orang.

“Salah ketika orang mengatakan dana Otsus besar. Dana Otsus itu kecil sekali. Saya mau kasih gambaran untuk semua. Kalau pernah lihat media massa, itu ada intervensi politik tertentu. Dana Otsus mulai 2003 dikucurkan berdasarkan Undang-Undang 21 tahun 2001, tetapi finansialnya baru dikeluarkan tahun 2003. Dana Otsus itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi ketika itu turun satu tahun sekitar Rp2,5 triliun pertama sampai dengan 2014 ini Rp4 trilliun 700 milliar di 2013,”

ujarnya.

Dari 2003 sampai dengan 2013 fresh money dari dana otsus yang dikucurkan ke kabupaten/kota. Satu kabupaten/ kota rata-rata bergerak dari 10-16 milliar setiap tahun. Artinya dari 2003 sampai 2013 sisanya dalam bentuk program yang telah diprogramkan oleh Pemrov dan di dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan ada di tangan Provinsi 10-15 milliar dalam bentuk fresh money diserahkan ke kabupaten/kota.

“Kabupaten-kabupaten di perdalaman membangun satu jembatan menghabiskan dana bisa sampai 30-50 milliar. Pertanyaanya adalah, apakah Rp15 milliar satu tahun dana Otsus bisa mengakomodasi semua aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan? Banyak hal-hal lain ketika orang mengatakan, dana otsus itu besar itu hanya wacana politik yang disampaikan oleh elite-elite pusat termasuk elit lokal yang mempunyai kepentingan tertentu karena realitanya memang begitu,”

tukasnya.

Ditambahkannya, ketika orang mengatakan otonomi kusus gagal kita harus melihat dana alokasi umum untuk satu kabupaten rata-rata bergerak 300-400 milliar. Sementara dana otsus hanya bergerak dari Rp10 sampai 15 milliar satu kabupaten dan dana alokasi umum lebih pada aparatur sekitar 50 persen.

“Perlu diingat, pemekaran daerah otonomi baru di Papua lebih didominasi oleh pertimbangan politis ketimbang pertimbangan dari jumlah penduduk, sumber daya manusia, dan pendapatan asli daerah. Sangatlah tidak mungkin merupakan indikator untuk menjadi satu kesatuan, inilah akan jadi daerah otonom baru, inilah sangat tidak mungkin tapi ketika kita mengedepankan pertimbangan politis maka di Papua banyak daerah otonom baru itulah menjadi catatan kita semua,”

katanya.

Sementara itu, soal masa kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Lukas Enembe dan Klemen Tinal, Sekda mengklaim bahwa semua program pembangunan di Papua bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

“Pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur semua menjadi fokus Pemprov Papua. Visi-misi Gubernur adalah Papua bangkit mandiri dan sejahtera. Untuk itu, semua penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat,”

kata Sekda Papua, Hery Dosinaen kepada wartawan, di Jayapura, Papua, Jumat (9/5).

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, untuk mengubah Tanah Papua yang bangkit, mandiri dan sejahtera tak cukup dilakukan hanya dalam waktu setahun atau 100 hari. Perubahan menurutnya tidak mungkin dilakukan secara instan, namun harus melalui proses panjang yang butuh keseriusan semua pemangku kepentingan.

“Satu tahun kepemimpinan saya ini bukan merupakan suatu keberhasilan, karena Papua tidak bisa diubah hanya dengan waktu satu tahun atau 100 hari. Karena itu saya berterima kasih kepada masyarakat Papua dan seluruh pemangku kepentingan yang bersama-sama dengan kami memikirkan tanah Papua untuk menuju kesejahteraan,”

kata Lukas Enembe.

Untuk itu, Gubernur mengajak seluruh masyarakat Papua yang ada di atas tanah ini agar memberikan dukungan kepada pemerintah untuk mewujudkan kemajuan pembangunan Papua yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Ada berbagai kebijakan pemerintah yang tentu saat ini sementara dilaksanakan, dan itu jelas harus mendapat dukungan dari semua pihak,” ujar Gubernur. (Jubi/Alex)

DPR Papua Minta Swiss Jadi Pihak Ketiga Dialgoue Papua – Jakarta

Jayapura, 7/5 (Jubi) – DPR Papua meminta Swiss menjadi pihak ketiga dan menfasilitasi terwujudnya dialog Papua-Jakarta.

Ketua Komisi A DPR Papua bidang Politik, Hukum dan HAM, Ruben Magay mengatakan, ketika Wakil Duta Besar (Dubes) Swiss, Daniel Dersic mengunjungi Papua, Senin (5/5) lalu, pihaknya tak hanya menyampaikan Otonomis Khusus (Otsus) yang dinilai gagal, namun juga masalah dialog Papua-Jakarta.

“Kami meminta Swiss membantu. Jika Papua memang bagian dari NKRI, hak-hak masyarakatnya harus diperhatikan. Baik hak politik, hak perekonomian serta hak demokrasi. Pemerintah pusat jangan melihat Papua lewat isu politik saja,”

kata Ruben, Rabu (7/5).

Selain itu ia menurutnya, masalah lain yang disampaikan DPR Papua adalah pemekaran. Ia menilai, Undang-undang pemekaran penyebab jumlah penduduk fiktif di Papua.

“Pemekaran ini yang menjadi masalah di Papua. Daerah yang dimekarkan selalu di terima pemerintah pusat. Daerah yang dimekarkan itu kemudian menjadi daerah imigran yang membuat masyarakat asli tersisih,” ujarnya.

Sementara Ketua Fraksi Golongan Karya (Golkar) DPR Papua, Ignasius W Mimin mengatakan, tanpa dijelaskan pun, pemerintah Swiss pasti tahu apa yang terjadi di Papua. Termasuk pelanggaran HAM yang terjadi sejak puluhan tahun lalu hingga kini.

“Mengenai Otsus, kami di DPR Papua juga sepakat Otsus gagal. Semoga saja Otsus Plus yang kini digagas Pemprov Papua bisa menjawab keinginan masyarakat. Tapi untuk pelanggaran HAM, kami mau itu diungkap. Kalau dialog Papua dengan Pemerintah RI, tentu akan terus diupayakan,”

kata Ignasius Mimin. (Jubi/Arjuna)

Massa KMPJJ Demo di Kantor Gubernur Papua

JAYAPURA [PAPSalah seorang pendemo berorasi dalam demo damai KMPPJ di halaman Kantor Gubernur Papua, Selasa (28/1/2014)OS]- Puluhan massa yang tergabung dalam Komunitas Mahasiswa Pelajar Puncak Jaya (KMPPJ) studi Kota Jayapura menggelar aksi demo damai di Kantor Gubernur Provinsi Papua, Selasa (28/1/2014).

Kedatangan puluhan massa itu untuk meminta Bupati dan Wakil Bupati serta DPRD Kabupaten Puncak Jaya segera kembali ke kabupaten tersebut. Menurut mereka saat ini para pejabat daerah termasuk bupati dan wakil bupati tak berada di Puncak Jaya.

Ketua KMPPJ yang juga Penanggung Jawab aksi, Metinus Telenggen dalam orasinya meminta Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe untuk menyikapi gangguan keamanan yang terjadi selama ini di Kabupaten Puncak Jaya.

“Kami mau bertemu Gubernur Papua untuk memberikan aspirasi kami, kalau Gubernur Provinsi Papua tidak ada, kami akan tunggu sampai satu bulan atau dua bulan kami akan tidur di sini,” tegas Metinus.

Menurutnya, masyarakat di Puncak Jaya butuh para pejabat teras untuk tetap berada disana bersama-sama dengan mereka sebagai bentuk dukungan agar permasalahan yang terjadi dapat segera selesai.

Ia juga menyorot kinerja anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya yang juga tidak berada ditempat. Setelah mereka menjalankan tugas beberapa saat, setelah mereka ikut pergi meninggalkan kabupaten. “Sampai saat ini keberadaan mereka kami tidak ketahui,” katanya.

Dia juga meminta kepada beberapa kepala bagian yang menerima aksi KMPPJ untuk menghadirkan Bupati, Wakil Bupati dan Sekda serta DPRD Puncak Jaya.

Ia menilai apa yang disampaikan mahasiswa dan pelajar ini sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi daerah yang saat ini berada dalam konflik, namun para pejabat tidak berada di tempat.

“Kami minta para pejabat tidak tinggal terus di Jayapura, namun kembali ke Puncak Jaya sehingga masyarakat tidak sendiri,” katanya.

Ia menjelaskan, saat ini masyarakat di Kulirik Dondobaga banyak yang mengungsi ke hutan-hutan karena ketakutan.

Mengakhiri orasi massa, Ketua KMPPJ menyerahkan pernyataan sikap yang berisikan, para pejabat segera kembali ke daerah agar suasana kondusif kembali, kedua anggota DPRD segera membicarakan kondisi daerah dalam jangka waktu yang dekat, ketiga kami minta tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan perwakilan pemerintah daerah Kabupaten Puncak Jaya harus membicarakan kronologis yang terjadi di Puncak Jaya.

Keempat, apabila pemerintah daerah tidak bicara berarti kami mahasiswa mengambil tindakan tegas, kelima, pemerintah Provinsi Papua meminta tegas untuk menegur pejabat-pejabat pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dan keenam apabila permintaan itu tidak ditanggapi, maka akan mengambil tindakan tegas atau tindakan anarkhis.

Sementara itu, Plt Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Papua, Corneles Serawun didampingi, Kabid Pengkajian masalah Strategis Kesbangpol Provinsi Papua, Drs. Jimmy Murafer di hadapan massa KMPPJ mengungkapkan, aspirasi yang disampaikan itu, tentunya akan kami teruskan kepada Gubernur Papua sebagai perpanjangan tangan pemerintahan pusat yang berwenang untuk memanggil dan melakukan pembinaan kepada bupati.[tom]

Source: PapuaPos.com

Enhanced by Zemanta

Draft UU Pemerintahan Papua Final

Jakarta – Setelah mengalami alur yang cukup panjang dan alot yakni memakan waktu selama 6 bulan, akhirnya Draft UU Pemerintahan Papua dinyatakan rampung atau final dan kini siap diserahkan kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyno.

Anggota DPRP, Alberth Bolang dalam jumpa persnya di hotel Sultan, Rabu (22/1) malam, mengatakan, draft UU ini merupakan draft ke-13 yang telah mengalami pemadatan dan pembobotan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Sehingga diharapkan draft ini dapat diterima pemerintah Republik Indonesia.

Alberth Bolang yang didampingi Ketua MRP, Timotius Murib serta sejumlah anggota DPR Papua Barat lebih lanjut mengatakan, undang-undang pemerintahan ini mutlak merupakan jawaban dari seluruh akumulasi aspirasi masyarakat asli Papua.

“DPRP menampung banyak aspirasi kemudian dibuat dalam suatu draft otsus plus. Dimana sumber daya alam dinikmati sepenuhnya rakyat Papua dengan tidak mengabaikan rakyat Indonesia,” ujar Alberth.

Dijelaskan pula bahwa pada draft ke-13 ini ada perubahan-perubahan pasal. Pasal yang kruisial dihilangkan namun ada juga yang hanya bentuknya dikelompokkan.

Sementara itu Ketua MRP, Timotius Murib menambahkan, pertemuan final dihadiri oleh anggota MRP, MRPB, DPRP, DPRPB, Gubernur Papua, Gubernur Papua Barat, dan para Bupati setanah Papua.

“Kesepakatan malam ini, ada hal-hal yang diperbaiki terutama pasal-pasal krusial yang dinilai mengganggu keutuhan NKRI. Namun pembobotan yang dilakukan Majelis Rakyat Papua (MRP) sesuai dengan aspirasi masyarakat,” ungkap Timotius.

Lebih jelas Timotius menegaskan bahwa pihak MRP mengharapkan UU Pemerintahan Papua ini akan lebih baik dan lebih bermartabat dari UU No 21.

Optimis Hanya 25% Isi Otsus Plus Diterima

Sementara itu Pengamat Sosial Politik di Papua, Budi Setyanto, S.H., mengatakan, ia sangat yakin bahwa isi dari UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua hanya diterima 25 persen saja oleh Pemerintah Pusat.

“Ya, saya pastikan isi dari UU Pemerintahan Papua itu hanya diterima 25 persen saja, sisanya 75 persen ditolak Pemerintah Pusat,” ungkapnya kepada Bintang Papua di kediamannya, Kamis, (23/1).

Alasannya adalah kemungkinan besarnya Pemerintah Pusat tidak akan menyetujui hal-hal yang menyangkut kepentingan negara yang lebih besar. Contoh kecil saja, permintaan Kantor PT Freeport beserta segala produksinya di Papua, itu jelas hal yang sangat mustahil, karena jelas mengurangi pendapatan negara, jika Kantor PT Freeport di Papua.

Kemudian, persoalan produksi hasil tambang PT Freeport di Papua, jelas bahwa negara-negara pemegang Saham, seperti Amerika Serikat tidak akan menyetujui hal itu, karena jelas mengenai keuntungan dan kerugiannya.

Berikutnya mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur/bupati/walikota) yang juga diusulkan dalam draft undang-undang plus dimaksud, dipastikan juga akan ditolak oleh Pemerintah Pusat. Karena persoalannya adalah Pemilu langsung yang sudah terlaksana selama ini merupakan proses pendidikan politik yang mendewasakan masyarakat.

Dimana, masyarakat kini semakin paham mengenai politik itu sendiri, karena terlibat langsung di dalamnya untuk memilih wakil-wakil rakyat dan pemimpinnya yang menurut anggapan masyarakat adalah sosok pemimpin yang baik dan merakyat serta pemimpin yang mampu membawa perubahan yang lebih baik bagi peningkatan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di segala aspek kehidupan.

Ditegaskannya, memang diakuinya pemilihan langsung mengeluarkan cost (biaya) yang besar dan korban jiwa, namun kenyataannya ketika semua sengketa berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak ada lagi konflik. Dan tentunya adanya konflik tersebut, menandaskan bahwa masyarakat begitu peduli dalam kegiatan demokrasi yang menginginkan demokrasi yang baik untuk mensejahterakan masyarakat.

“Jadi bagi kandidat yang mau bertarung dalam Pemilukada, ya diharapkan harus siap dulu lah, baik finansial, mental dan lainnya,” tegasnya.(Lea/nls/don/l03)

Jum’at, 24 Januari 2014 11:06, BinPa

Draft Otsus Plus Tak Boleh Mengancam Kesatuan Negara

JAYAPURA — Menanggapi isi dari Draft Otonomi Khusus Plus (Otsus Plus) (Draft RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua), Wakil Ketua DPRP Papua Barat Jimmy Demianus Ijie, S.H., mengatakan tidak boleh ada aturan yang di dalamnya mengancam keutuhan Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI).

“Harus diperhatikan bahwa rancangan Undang-Undang yang sedemikian ini (Otsus Plus) tidak boleh mengancam negara, artinya negara kesatuan ini tidak boleh diancam dengan pasal-pasal yang seperti itu,” cetusnya kepada wartawan Senin (20/01) di Hotel Aston Papua.

Yang dimaksudkan Jimmy adalah keberadaan Pasal 299 di Draft Otsus Plus yang rencananya akan diserahkan kepada Presiden pada minggu ini, yang isinya berbunyi,

“Apabila Undang-Undang ini tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah secara konsisten dan konsekuen serta tidak membawa manfaat yang signifikan bagi upaya-upaya peningkatan taraf hidup, derajat hidup, kesejahteraan orang asli Papua, atas prakarsa Majelis Rakyat Papua dapat diselenggarakan referendum yang melibatkan orang asli Papua di tanah Papua untuk menentukan nasibnya sendiri”.

Ia memandang pasal tersebut bila ingin dijadikan sebagai posisi tawar tidak tepat bila dituangkan ke dalam sebuah Undang-Undang, dan hanya perlu dilakukan dalam bentuk nota kesepahaman.

Alat bargening itu tidak semestinya diatur dalam Undang-Undang, tapi ada dalam bentuk comunicate, atau nota kesepahaman yang dilakukan oleh pemerintah dengan rakyat Papua, nah itu yang perlu diperjuangkan di sana,” ucapnya.

Jimmy yang merupakan politisi dari PDIP, meyakini Pasal 299 tersebut adalah pasal pertama yang akan dihapus oleh pemerintah atau Kementerian Dalam Negeri ketika memberikan supervisi.

Di sisi lain, Jimmy mengakui keberadaan Pasal 299 tersebut ada baiknya untuk memastikan pihak pusat benar-benar menjalankan secara konsisten setiap sisi dari peraturan tersebut. “Untuk menguji konsistensi pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang ini, saya pikir pasal itu baik adanya,” tuturnya.

Namun ia berujar apabila pelaksanaan Otsus dianggap gagal, maka hal tersebut tidak sepenuhnya disebabkan oleh pihak pusat, justru faktor terbesar adalah orang-orang yang menjalankan dan menerima manfaat dari Otsus.

“Karena ketidak berhasilan Undang-Undang Otsus itu bukan sepenuhnya kesalahan Jakarta yang tidak melaksanakan, kita juga berkontribusi yang sangat besar untuk kegagalan Undang-Undang Nomor 21 ,” cetus Jimmy,

Selama ini, Pemerintah Papua, Papua Barat serta Masyarakat terlalu terpaku dengan besaran anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat sebagai implementasi UU Otsus. “Kita terjebak hanya pada besaran uang yang kita terima dan kita alokasikan belanja untuk kepentingan yang tidak pada kepentingan rakyat secara baik, itu harus kita akui,” akunya.

Kemudian menyangkut permintaan agar seluruh penerimaan pajak dari hasil bumi Papua dan Papua Barat yang harus dikembalikan sebesar 90 persen, Jimmy memandang hal tersebut cukup rasional, hanya saja besaran angka yang diinginkan terlalu besar.

“Dalam pengertian negara Kesatuan atau Integral State itu semua harus bisa dihidupi dan menghidupi, artinya resource yang dimiliki Papua harus juga menghidupkan orang di Aceh, esource yang ada di Aceh juga bisa menghidupi orang yang ada di Papua, Jawa dan sekitarnya.”

Terangnya.

“Tapi dalam rangka keberpihakan untuk memacu percepatan pembangunan di Papua, saya pikir permintaan seperti itu wajar Cuma porsinya tidak sampai 90 persen, harus dikurangi dibawah 50 persen, misalnya 20-30 persen saya pikir itu wajar,” sambung Jimmy.

Pada dasarnya, Jimmy mengaku dirinya senang dengan RUU tersebut karena isinya dapat menjawab berbagai permasalahan yang ada di Papua.

“Satu suka cita buat orang Papua bahwa rancangan ini ditetapkan bertepatan dengan hari Marthen Luther King sebagai tokoh pejuang hak-hak sipil, pejuang persamaan hak kaum kulit hitam, kuli putih dan kelompok-kelompok agama, keyakinan. Artinya rancangan ini ditujukan untuk memperjuangkan persamaan hak orang Papua sebagai kelompok minoritas dalam kestuan Negara Republik Indonesia ini, untuk dihormati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka, ini yang patutu disyukuri.”

ujarnya.

Kepada pihak-pihak yang berbeda pandangan dan pendapat, ia meminta mereka untuk bisa menghormati rancangan Undang-Undang tersebut sebagai alat perjuangan persamaan hak Orang Asli Papua di Indonesia.

Draft ini ndikatakannya sudah mengatur 95 persen cita-cita orang Papua untuk merdeka, merdeka dari kebodohan, merdeka dari kemiskinan, keterbelakangan dan lainnya.

“5 persennya adalah menyangkut bagaimana lobi-lobi yang dilakukan agar rancangan ini dapat diterima para penentu kebijakan negara, diterima sebagai Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah, juga diterima para menteri yang akan menjadi pelaksana dari Udang-Undang,”

pungkasnya.

Sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe telah mengungkapkan bahwa Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Otsus Plus yang kemudian diganti namanya menjadi RUU Pemerintahan Otsus di Tanah Papua telah menyelesaikan pekerjaannya, dengan di dalamnya terdiri dari 50 Bab dan 315 Pasal.

Kemudian direncanakan hari ini (21/01) Gubernur Papua dan Papua Barat bersama Ketua DPR serta seluruh Bupati/Walikota, dan MRP akan bertolak ke Jakarta untuk menyerahkan draft tersebut kepada Presiden di Istana Negara untuk kemudian diberikan kepada Kementerian Dalam Negeri agar selanjutnya memberikan supservisi pada RUU tersebut sebelum nantinya diputuskan di DPR RI. (ds/don/l03)

Selasa, 21 Januari 2014 02:46, BinPa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny