Sekda Papua: Ada Relevansi RUU Penilai dengan RUU Otsus Plus

ABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Hery Dosinaen mengatakan, pemerintah Provinsi Papua menyatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai dinilai relevan dengan didorongnya RUU Otonomi Khusus (Otsus) Plus.

“Relevansi ini tergambar pada penyelenggaraan pemerintahan yang fokus pada kekhususan,” kata Hery kepada sejumlah wartawan, usai bertemu tim Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di ruang Sasana Karya, Kantor Gubernur Papua di Kota Jayapura, Papua, Selasa, 14 Juni 2016.

RUU Penilai ini berlaku secara nasional, yang mana di dalamnya terdapat pasal-pasal tertentu yang menyebut soal kekhususan di daerah seperti otonomi khusus. “RUU Penilai ini sudah tercakup juga dalam RUU Otsus Plus sehingga terus mendorong hal ini agar segera masuk Prolegnas,” jelas Hery.

Menurut Hery, jika RUU Otsus Plus ini masuk dalam Prolegnas akan menghindari tumpang tindih dalam penyelenggaraan pemerintahan. “Hal ini juga dapat dijadikan referensi hukum untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang tak tumpang tindih,” katanya.

Dalam penyusunan RUU Penilai ini juga, kata Hery, Komite IV DPD RI berupaya mengumpulkan saran dan masukan dari instansi terkait di lingkungan pemerintah Provinsi Papua. “Sehingga dapat menambah referensi dalam menyusun UU ini,” katanya.

Sebelumnya, Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI berkunjung ke Papua menemui pemerintah Provinsi Papua untuk berdialog dan mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai. Tim ini dipimpin H. A. Budiono selaku Wakil Ketua Komite IV DPD RI dan diterima Ketua DPR Papua, Yunus Wonda dan Sekda Papua Hery Dosinaen. ***(Lazore)

PAP : Hanya Dua Solusi, Rekonstruksi UU Otsus Atau Negosiasi Otsus Plus

Sentani, Jubi – Puluhan Pemuda Adat Papua (PAP) dari Jayapura, pekan lalu bertolak ke Jakarta dengan tujuan melakukan aksi demo damai di Istana Presiden, Jakarta.

Tuntutan utama mereka adalah meminta Pemerintah Pusat untuk menutup aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT.Freeport Indonesia di Timika Papua, dan merekontruksi ulang Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Tahun 2001 yang telah berjalan selama lima belas tahun di Papua.

Decky Ovide, Ketua PAP mengatakan salah satu point penting dalam aspirasi yang disampaikan kepada Pemerintah Pusat adalah segera merekontruksi ulang UU Otsus Tahun 2001 di Papua.
“Setelah melalui perenungan yang panjang, kita memahami bahwa UU Otsus yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada masyarakat Papua tahun 2001 sama sekali tidak berdampak bagi kesejahteraan masyarakat di papua,” ujar Decky yang dihubungi melalui telepon selularnya, Sabtu (5/3/2016)

Decky menegaskan, UU Otsus Papua perlu direkontruksi ulang secara keseluruhan, karena menurutnya otonomi yang diberikan secara khusus kepada masyarakat Papua dalam undang-undang tersebut sama sekali tidak berfungsi. Dirinya bahkan mengklaim penerapan Otsus belum sempurna.

“Yang jelas hanya uangnya, tetapi kemana?” tanyanya.

UU Otsue, lanjutnya, harus ditinjau kembali setiap pasal dan ayat yang termuat didalamnya. Pendidikan, kesehatan yang dijanjikan secara gratis belum terlaksana sampai saat ini. Belum lagi ekonomi, infrastruktur pembangunan. Semuanya tidak berjalan dengan baik sampai saat ini,” tegasnya.

Lanjutnya, aksi yang dilakukan pihaknya ini membuat Pemerintah Pusat berjanji melakukan evaluasi terhadap penerapan UU Otsus di Papua termasuk penggunaan dana yang telah diberikan.

“Evaluasi terhadap UU Otsus oleh pemerintah pusat, diberikan waktu selama tiga bulan. Dalam evaluasi tersebut harus melibatkan pemerintah Provinsi Papua dan seluruh tokoh masyarakat Papua. Untuk Papua hanya dua solusinya, rekonstruksi ulang UU Otsus atau negoisasi Otsus Plus,” ujarnya.

Tuntutan PAP yang nyaris sama dengan pernyataan Gubernur Papua beberapa waktu lalu ingin mengembalikan Otsus ke Pemerintah Pusat, membuat beberapa pihak menuding Gubernur Papua terlibat dalam aksi demo PAP ini.

“Saya tidak ada kaitannya dengan aksi demo tutup Freeport atau kembalikan Otsus itu. Itu bukan urusan saya sebagai gubernur,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe singkat. (Engel Wally)

“Rakyat Papua Pahami Dialog itu Referendum”

JAYAPURA – Wacana dialog yang disampaikan Pemerintahan Presiden RI Ir. Joko Widodo (Jokowi) ketika berada di Papua, beberapa waktu lalu, ternyata terus dipertanyakan.

Pasalnya, Kepala Negara tak menjelaskan secara baik dialog macam apa yang diingini  pemerintah pusat dan pemerintah daerah. “Jangan sampai ini membuat bom waktu, padahal  sebetulnya dengan adanya Rancangan UU Otsus Plus bagi Papua itu merupakan salah-satu  jawaban terhadap semua gejolak yang terjadi di Tanah Papua,” tegas Sekda ketika membahas pembangunan Papua bersama Direktur Informasi dan Media Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Siti Sofia Sudarma di Kantor Gubernur Papua, Jayapura, Selasa (17/3).

“Dialog menjadi isu kontenporer yang cukup signifikan, karena dialog menurut pemahaman  rakyat Papua  focus interes-nya adalah referendum,” jelas Sekda.

Menurut Sekda, di Papua ini ternyata tak terjadi gesekan-gesekan horizontal atas dasar isu agama, isu suku dan lain-lain. Walaupun memang pihaknya menyadari dan memaklumi    sejumlah rakyat Papua masih bergerilya di gunung dan di hutan memanggul senjata  mengusung idelogi Papua merdeka.

Namun demikian, ujar Sekda, pemerintah berusaha mengakomodir aspirasi mereka dan berusaha memberikan pemahaman dengan kearifan-kearifan lokal yang ada, sehingga suatu saat nanti mereka kembali ke pangkuan NKRI dan membangun Papua.

Dikatakan Sekda, ketika pembahasan Rancangan UU Otsus Plus di DPR RI, ternyata Fraksi-Fraksi di DPR RI sebagian menerima dan sebagiannya menolak. Padahal rancangan UU Otsus Plus tersebut telah dipersiapkan setahun lebih. Tapi hal ini tak dipahami pemerintah pusat melainkan menyatakan pembahasan Rancangan UU Otsus Plus di DPR RI menunggu Prolegnas tahu 2016 mendatang.

Menurut Sekda, kebijakan pemerintah pusat ini membuat pemahaman semua elit di Papua terhadap Jakarta menjadi tak baik.

Namun demikian, menurut Sekda, ini realita yang mesti diketahui bersama seharusnya  Rancangan UU Otsus Plus sebanyak 365 Pasal adalah jawaban untuk mengatur kewenangan bagi masyarakat Papua di atas semua potensi dan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. (mdc/don/l03)

Source: Kamis, 19 Maret 2015 06:16, BinPa

Dialog Papua-Jakarta yang Dijanjikan Jokowi Ditagih

JAYAPURA – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Willem Wandik, S.Sos, menyatakan, hingga kini masyarakat Papua menagih janji Presiden Jokowi saat kegiatan Natal 2014 untuk melakukan dialog Jakarta-Papua.

“Masyarakat Papua sekarang menagih janji Presiden Jokowi saat kegiatan Natal 2012 lalu dan juga MRP serta tokoh masyarakat di Papua untuk melakukan Dialog Jakarta-Papua. Sekarang janji itu sedang dinanti dan menunggu jawaban,” kata Willem Wandik saat menghubungi Bintang Papua, Kamis (26/2) tadi malam.

Ia menyatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan kedutaan Australia di Jakarta belum lama ini. “Saya menerima langsung pertemuan Kedutaan Australia yang dihadiri, Erlin Kelly selaku Sekertaris Tiga Politik yang membawahi isu Papua” katanya.
Kata dia, dirinya selaku perwakilan Papua telah menjelaskan isu-isu terkini Papua saat ini, yakni mengenai janji Presiden Jokowi kepada masyarakat Papua dengan melakukan Dialog Jakarta-Papua. “Janji ini ketika menghadiri natal bersama dengan masyarakat Papua di Mandala, pada bulan Desember 2014 lalu,” kata Willem.

Salah satu isu terkini di Papua, menurut Willem Wandik, yakni adanya rencana partai penguasa dengan mendorong pemakaran Daerah Otonomi baru (DOB) di tanah Papua, yang menimbulkan Kontra dengan keinginan masyarakat. “Tak hanya ini, akan tetapi soal mobilisasi militer besar-besaran serta proses pemusnahan etnis melanesia,” ucapnya.

Willem asal kelahiran Kabupaten Tolikara- Provinsi Papua ini, merasa ragu kondisi masyarakat Papua ini dibiarkan akan menjadi bola liar. Jadi saya harapkan Presiden Jokowi agar benar-benar memperhatikan masyarakat Papua dengan serius,” harapnya kepada Presiden Jokowi.

Lanjut dia, pemekaran di Papua, masyarakat tidak setuju. Akan tetapi, justru yang diharapkan di Papua saat ini resolusi ketatanegaraan bagi masyarakat di Tanah Papua. “Saat ini masyarakat Papua perlu kembali dihadirkannya peran negara berupa Triple Track Strategy untuk menyelesaikan persoalan di tanah Papua,” tambahnya.

Lebih lanjut disampaikan politisi Partai Demokrati itu, bahwa Triple Track Strategy yang pernah ditawarkan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di antaranya negara memberikan Otonomi Khusus Plus.

“Negara perlu menyelesaikan konflik di tanah Papua, guna mewujudkan Papua sebagai tanah damai, negara melanjutkan pembangunan yang komprehensif dan intensif,” akunya.

Oleh karena itu, bila Presiden RI Joko Widodo, maka kedepan Papua menjadi lebih baik dan damai. “Saya tegaskan bahwa, Papua penting dijadikan sebagai tanah damai non militeristik (Land Of Peace) dan Papua juga butuh resolusi ketatanegaraan, sistem penyelenggaraan negara yang adil,” tutupnya. (Loy/don/l03)

Source: Jum’at, 27 Februari 2015 01:10, BinPa

Gen. Wenda: Otsus Plus Bukan Tapi Otsus Minus, Hasilnya Nol, bukan?

“Otsus Plus Bukan Tapi Otsus Minus, makanya Hasilnya Minus, bukan? Itu yang sudah kami bilang beberapa bulan lalu saat Gubernur Papua dan Ketua DPRP berbicara tentang Otsus Plus bukan? Makanya anak-anak harus belajar sedikit dengar orang tua, walaupun tidak sekolah, punya hatinurani dan punya bisikan Roh. Kalau mau tutup telinga, yang tabrak temobk!,”

demikian kata Gen. TRWP Mathias Wenda menanggapi ucapan Minta Maaf dari Gubernur Provinsi Papua karena kegagalan Otsus Plus masuk ke Badan Legislasi Nasional kolonial R.I. di Jakarta.

Dalam pesan yang dikirimkan ke PMNews menyebutkan Gubernur Papua Lukas Enembe, Ketua DPRP Yunus Wonda dan Ketua MRP Murib harus catattiga hal berikut:

Pertama, mereka harus tahu diri bahwa Papua Merdeka ditentukan oleh orang Papua, yaitu orang Sanak-Saudara sedarah-daging Anda sendiri, berdasarkan nyawa dan pengorbanan hartabenda yang sudah lama terjadi di tangan penjajah. Jadi dengan Otsus Plus Anda semua memperpanjang penderitaan suku-bangsa, keluarga Anda sendiri. Maka dengan demikian Anda tidak tahu diri, dan harus merasa malu, bukan hanya meminta maaf, atas jawaban Presiden Kolonial Joko Widodo.

Kedua, kalau meminta sesuatu kepada penguasa kolonial, jangan berpikir satu kali, tetapi berpikirlah tiga sampai seribu kali. Dan setelah itu, tempatkanlah diri Anda sebagai bangsa jajahan, dari tanah pendudukan. Jangan paksa diri menjadi anak emas di tangah Penjajah. Nanti bisa kena seerangan jantung mendadak nyawa lenyap kalau ternyata Anda dianak-tirikan, kalau harapan yang tinggi menjadi tidak dapat tercapai, dan kalau harapan itu ditolak. Sadarilah, sebagai bangsa Jajajah dari tanah pendudukan, Anda tidak punya hak yang sama dengan bangsa Nangroe Aceh Darussalam, tidak sama dengan bangsa Bugis Makassar, bangsa Jawa dan lainnya. Anda bangsa terjajah, dari tanah pendudukan. Itu harus dicamkan dan dicatat di dahi, dengan tinta darah saudara dan sanak-keluarga Anda sendiri.

Ketiga, tindakan Minta Dialogue karena Draft UU Otsus Plus ditolak  ialah perbuatan banci dan tidak bertanggung-jawab, bertentangan dengan sikap awal mendukung pendudukan NKRI di tanah Papua. Dengan demikian kalian bertiga sebagai anak pedalaman yang baru datang ke kota belajar berpolitik dan memimpin harus sadar diri bahwa Indonesia ialah penguasa dan penjajah, bukan negara dan pemerintah Anda.

Sikap orang Papua minta dua piring nasi dan kalau tidak dikasih minta merdeka itu politik panas-panas tahi ayam, politik kampungan, politik sangat sederhana, politik Kepala Suku yang dulu saya, Mathias Wenda praktekkan sebelum saya sekolah politik dan militer di Rimba Raya New Guinea. Saya sekarang sudah lulus dari Sekolah dan Pendidikan politik dan militer, dan sekarang saya tahu persis bahwa politik seperti yang kalian tiga mainkan saat ini sangat tidak bijak dan memalukan. Jangan jadikan “Papua Merdeka” sebagai bargaining politik demi perut dan jabatan Anda, demi program pembangunan 5 tahun yang sangat terbatas.

Lanjut Gen. Wenda,

Saya sudah bilang dalam beberapa bulan lalu, Lukas Enembe dan adik-adiknya ini harus berhentii bicara Otsus Plus, karena Jakarta tidak akan dengar. Ternyata sekarang dia tabrak tembok to, itu tobat. Tidak denar orang tua bicara.

Lanjutnya lagi,

Lukas Enembe dan adik-adik ini ada lihat dengan mata-kepala atau tidak. Banyak sanak-keluarga mereka ditembak mati tiap hari di gunung-hutan sana. Itu keluarga bangsa siapa? Kenapa kalian sibuk urus uang dan Otsus Plus trus? Kenapa kalian tidak pernah sedikit satu menit saja pikir tentang perjuangan Papua Merdeka? Kenapa kalian sudah tua dan berpendidikan tetapi tidak tahu main politik?

Presiden Pilih Jalur Dialog Daripada Otsus Plus

Sabtu, 14 Februari 2015 00:30, BiPa

Gubernur Papua Lukas Enembe bersama Ketua MRP Timotius Murib JAYAPURA — Di tengah kekecewaan atas tidak masuknya Rancangan Undang-Undang Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU OTSUS Plus) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas Tahun 2015, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan jika saat ini pemerintah pusat lebih memilih menggelar dialog antara Jakarta-Papua untuk menyelesaikan segala permasaahan yang ada di Tanah Papua.
“Dengan demikian saya menyampaikan kepada masyarakat Papua permohonan maaf, bahwa kita tidak berhasil mendorong ini untuk menjadi satu UU. Tidak berhasil dalam pengertian sesungguhnya tahun ini sudah bisa disahkan, tapi pemerintah masih mau kaji karena pemerintah lebih mengedepankan dialog,” ujar Gubernur kepada wartawan di VIP Room Bandara Sentani pada Jumat (13/02) siang.

Menurut gubernur, dimasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo pemerintah pusat masih membutuhkan waktu untuk menelaah lebih dalam RUU Otsus Plus, dan mereka memandang dialog adalah alternatif terbaik bagi Papua.

Gubernur pun memperingatkan kepada pemerintah pusat untuk lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kata dialog karena menurutnya ada perbedaan pandangan antara pusat dan masyarakat Papua mengenai makna dialog itu sendiri.

“Pemerintah (pimpinan) Jokowi-JK menginginkan penyelesaian masalah Papua lewat dialog. Konsep dialog saya sendiri belum memahami, tapi bagi Pemprov papua yang bagus adalah Otsus Plus dalam bingkai kerangka NKRI, dialog kan dalam pengertian orang Papua berbeda, jangan coba-coba bicara dialog karena orang Papua bisa terjemahkan beda-beda,” tuturnya.

Ditegaskannya juga jika setelah RUU Otsus Plus tidak dimasukkan dalam Prolegnas 2015 dan pusat memilih untuk menggelar dialog, maka Pemprov Papua lebih memilih untuk tidak ikut campur dalam pelaksanaan dialog dan menyerahkan hal tersebut kepada Majelis Rakyat Papua (MRP).

“Kalau sudah masuk dialog saya akan berhenti disini, saya minta maaf kepada rakyat Papua, saya tidak akan melanjutkan (perjuangan) UU Otsus Plus, karena bagi kita perjuangan yang panjang sudah the end/habis,” cetusnya.

“Sekarang kita serahkan ke MRP karena pengertian dialog harus diterjemahkan oleh MRP karena wakil rakyat Papua ada disitu. Saya pikir dari pemerintah sudah (selesai) sampai disitu, saya sudah bilang kalau dipanggilpun untuk bicara Otsus saya tidak akan datang karena sudah buang energi satu tahun lebih, jadi pintu untuk Otsus Plus ditutup.”

Dikatakan gubernur saat ini urusan yang menyangkut dialog diserahkan ke MRP dan ia pu meminta lembaga tersebut dapat mencari konsep terbaik untuk melaksanakan dialog.

“Kami minta MRP untu memfasilitasi konsep dialog seperti apa bersama dengan pusat, seperti apa yang ditawarkan Presiden Jokowi. Itu saja selesai, jadi yang berkaitan dengan rakyat semua akan ditangani oleh MRP, pemerintah provinsi tidak ada urusan. Kalau pusat ingin konsep dialog seperti apa silahkan kordinasi dengan MRP.” (ds/don/l03)

DPRP Desak Pelaksanaan Dialog Jakarta-Papua

Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Niolen KotoukiJAYAPURA – Komisi V DPR Papua mendesak pemerintah pusat untuk melaksanakan Dialog Jakarta-Papua agar permasalahan yang terjadi di Papua bisa terlaksana dengan baik.

“Presiden sudah menyetujui untuk dialog Jakarta-Papua. Sekarang yang menjadi pertanyaan kapan pelaksanaannya, sebab jika tidak dilakukan maka persoalan akan terus terjadi,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Niolen Kotouki kepada wartawan, Jumat (30/1).

Desakan itu menurut Kotouki, karena penangkapan masyarakat Papua yang selama ini sering disebut kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tapi juga kadang disebut separatis. “Kami memandang apa yang disebutkan terhadap masyarakat yang ditangkap itu sangat pesimis bagi Negara karena sesungguhnya bahwa tuntutan mereka perlu digodok dalam suatu dialog,” kata dia.

Ia menyatakan, dialog Jakarta-Papua bukan bernuansa separatis tapi bagaimana pemerintah melibatkan masyarakat yang selama ini melakukan tindakan yang memang bertentangan dengan pemerintah.

“Harus melihat pokoknya seperti apa. Apakah mereka menuntut kesejahteraan, pembangunan atau hal-hal yang bernuansa sebagai separatis. Dari dialog inilah menjadi suatu kesimpulan untuk memecahkan masalah demi membangun Papua,” ucapnya.

Soal masyarakat atau mahasiswa melakukan aksi demo menuntut merdeka selama ini, pemerintah harus tau merdeka dalam konteks apa “Tuntut merdeka seperti apa dulu, sehingga lewat dialog itu bisa disampaikan. Sudah saatnya Papua harus dalam pembenahan,” ucap dia.

Kotouki menyampaikan bahwa Presiden RI yang sudah sering keluar masuk ke Papua sudah seharusnya tahu apa yang menjadi persoalan Papua. “Kami pada prinsipnya mendukung semua kebijakan Presiden, terutama dialog mendukung 100 persen, jika sifatnya menyelesaikan persoalan di Papua ini,”tutupnya. (loy/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 01:41, BinPa

Dukungan Agar RUU Otsus Plus Disahkan Terus Mengalir

Sekretaris Daerah JAYAPURA – Perjuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua agar Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU Otsus Plus) terus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Yang terbaru Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) mendatangi Sekretaris Daerah (sekda) Provinsi Papua untuk secara langsung menyatakan dukungan mereka atas perjuangan Pemprov Papua yang berkeinginan merevisi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus di Papua.

Kepada wartawan di ruang kerjanya pada Jumat (30/01) pagi, Sekda mengatakan Pemprov berkeinginan agar semua pihak dapat memberi dukungan dan doanya agar usaha mereka dapat segera membuahkan hasil.

“Ya, kita harapkan semua komponen masyarakat termasuk KAPP memberikan dukungan, sekarang Gubernur Papua Lukas Enembe bersama tim dan kemarin juga sudah pertemuan dengan Presiden di Istana Bogor dan tadi malam ada pertemuan secara tertutup di Istana Negara,” ujarnya.

Menurut Sekda, perjuangan untuk mengesahkan RUU Otsus Plus tidak lagi bertujuan untuk menyelesaikan segala masaah yang selama ini menjadi penyebab masyarakat Papua sulit keluar dari ketrtinggalan dan kemiskinan.

“Ya kita berharap semua perjuangan yang tulus dari Pemerintah Daerah dan seluruh masyarakat ini dapat membuahkan hasil dan kita harapakn RUU Otsus Plus di tanah Papua bagi masyarakat Papua ini bisa nantinya menjadi landasan yang real, landasan yang jelas dan tegas suatu referensi hukum jelas dalam penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat di atas tanah Papua secara komporensif,” imbuh sekda.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang datang ke Papua sempat menegaskan masalah RUU Otsus Plus memang harus segera diselesaikan, sebab ada terjadi tumpang tindih kepentingan dalam perundang-undangan antara pusat dan daerah.

‘’Harapannya wajib diselesaikan, akan tetapi pembangunan tidak boleh terhambat dan harus berjalan terus,’tegas Zulkifli ketika memberikan sambutan dan arahan saat menjadi pembicara dalam Silahturahmi Kebangsaan antara Pimpinan MPR RI dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Papua, Selasa (27/1) di Sasana Krida – Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Dari hasil pertemuannya dengan Forkompimda Papua, dijelaskan oleh Forkompimda melalui Sekda Papua TEA Hery Dosinaen bahwa banyak sekali terjadi tumpang tindih mengenai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dikatakannya dari MPR sifatnya membantu memfasilitasi penyelesaian UU Otsus Plus. Tentunya setelah ini akan disampaikan kepada DPR dan juga tentu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kita harus sampaikan. “Kita akan bantu fasilitasi agar aspirasi, rakyat Papua untuk menyelesaikan UU Otsus Plus. Karena itu kuncinya. Usul sekda akan kita dukung dan bantu soal Otsus Plus,”janjinya.

Untuk itu tentunya guna menggolkan RUU Otsus Plus, dirinya berjanji akan disampaikan kepada pimpinan DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu, Anggota Komite I DPD RI Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Ahmad Subari mengungkapkan jika pihaknya telah memasukkan rancangan peraturan tersebut ke dalam Program Legislasi nasional (Prolegnas).

“Kami baru melakukan rapat Paripurna luar biasa di DPD RI, kami dari DPD sepakat memprioritaskan RUU Otsus Plus masuk dalam Prolegnas,” aku Subari ketika memberikan sambutan pada pertemuan DPD RI dengan FORKOMPIMDA bersama pimpinan SKPD di lingkup pemprov Papua di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Kamis (29/01) siang.

Ditegaskannya, jika DPD RI mendukung Rancangan Undang-undang Otsus Pemerintahan bagi provinsi di Tanah Papua masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurutnya, bagi DPD RI tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi RUU Otsus Plus dan ia juga mengaku pihaknya akan terus mempersiapkan berbagai hal untuk mendorong RUU Otsus Plus.

“Jadi tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mendukung, insyah allah dalam proses selanjutnya DPD RI akan terus dari mulai mempersiapkan berbagai hal terkait RUU Otus Papua, kita akan melakukan serangkaian kegiatan sebagaimana lazimnya dalam penyusunan legislasi,” kata Subadri yang merupakan perwakilan dari Provinsi Banten. (ds/don/l03)

Source: Sabtu, 31 Januari 2015 01:44, BinPa

DPD RI Masukkan RUU Otsus Plus ke Prolegnas

Anggota Komite I DPD RI Ahmat Subadri memberikan cindera mata kepada Sekda Papua TEA. Hery Dosinaen, S.Ip.JAYAPURA—Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusu Bagi Provinsi di Tanah Papua atau yang sering disebut RUU Otsus Plus terus mendapat dukungan, belakangan diketahui jika Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) telah memasukkan rancangan peraturan tersebut ke dalam Program Legislasi nasional (Prolegnas).
“Kami baru melakukan rapat Paripurna luar biasa di DPD RI, kami dari DPD sepakat memprioritaskan RUU Otsus Plus masuk dalam Prolegnas,” ungkap Ketua tim komite I DPD RI yang berkunjung ke Papua, Ahmad Subadri dalam sambutannya pada pertemuan DPD RI dengan FORKOMPIMDA bersama pimpinan SKPD di lingkup pemprov Papua di Sasana Krida kantor Gubernur Papua, Kamis (29/01) siang.

Ditegaskannya jika DPD RI mendukung Rancangan Undang-undang Otsus Pemerintahan bagi provinsi di Tanah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurutnya, bagi DPD RI tidak ada alasan untuk tidak mendukung revisi RUU Otsus Plus dan ia juga mengaku pihaknya akan terus mempersiapkan berbagai hal untuk mendorong RUU Otsus Plus.

“Jadi tidak alasan bagi kami untuk tidak mendukung, insyah allah dalam proses selanjutnya DPD RI akan terus dari mulai mempersiapkan berbagai hal terkait RUU Otus Papua, kita akan melakukan serangkaian kegiatan sebagaimana lazimnya dalam penyusunan legislasi,” kata Subadri yang merupakan perwakilan dari Provinsi Banten.

Dijelaskannya dengan adanya empat senator asal Papua yang memperjuangkan RUU Otsus Plus, tentunya akan didukung oleh senator lain sebagai bentuk solidaritas. Sebab, perjuangan RUU Otsus Plus untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

“Dalam mewujudkan hal ini, tentunya kami akan mengundang ataupun akan berkenjung lagi ke Papua. Kami ingin menunjukkan eksisten DPD, Kami semua ini independen jadi tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang bisa mendikte, jadi insyah Allah objektif dalam memperjuangkan RUU Otsus Plus Papua,” terangnya.

Sementara itu, Sekda Papua T.E.A Hery Dosinaen,SIP mengaku, pemprov Papua sementara terus memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus di pemerintah pusat dan juga di DPR RI.

“Perjuangan RUU Otsus Plus terhenti tahun lalu, seiring berakhirnya masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” terangnya.

Saat ini, kata Sekda, Gubernur bersama tim Asistensi sedangkan memperjuangkan revisi RUU Otsus Plus untuk melakukan pertemuan dengan berbagai lembaga di Jakarta.

“Adapun rancangan undang-undang tersebut, diharapkan ada kewenangan seluas-luasnya bagi pemerintah di Papua untuk mengatur rumah tangga dan segala aspek rumah tangga serta pemerintahan, berdasarkan potensi yang ada di Papua,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Sekda meminta kepada DPD RI untuk memberikan dukungan kepad pemprov Papua, sehingga perjuangan RUU Otsus Plus dapat disahkan sehingga menjadi suatu refrensi hukum yang jelas.

“Sampai saat ini undang-undang nomor 21 tahun 2001 belum mempunyai kekuatan, karena peraturan Otsus selalu bertrabrakan dengan regulasi sektor lainnya,” tambahnya. (ds/don/l03)

Source: Jum’at, 30 Januari 2015 08:56, BinPa

Ketua MPR : RUU Otsus Plus Wajib Diselesaikan

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan memberi cinderamata kepada Sekda Provinsi Papua TEA. Herry Dosinaen.JAYAPURA—Masih berlarut-larutnya penyelesaian RUU Otsus Plus, ikut mendpaat perhatian dari Ketua MPR RI DR (HC) Zukifli Hasan, SE MM. Ia menegaskan masalah RUU Otsus Plus memang harus segera diselesaikan, sebab ada terjadi tumpang tindih kepentingan dalam perundang–undangan antara pusat dan daerah. ‘’Harapannya wajib diselesaikan, akan tetapi pembangunan tidak boleh terhambat dan harus berjalan terus,’tegas Zulkifli ketika memberikan sambutan dan arahan saat menjadi pembicara dalam Silahturahmi Kebangsaan antara Pimpinan MPR RI dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Papua, Selasa (27/1) di Sasana Krida – Kantor Gubernur Dok II Jayapura.

Dari hasil pertemuannya dengan Forkompimda Papua, dijelaskan oleh Forkompimda melalui Sekda Papua TEA Hery Dosinaen bahwa banyak sekali terjadi tumpang tindih mengenai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Dikatakannya dari MPR sifatnya membantu memfasilitasi penyelesaian UU Otsus Plus. Tentunya setelah ini akan disampaikan kepada DPR dan juga tentu dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kita harus sampaikan. “Kita akan bantu fasilitasi agar aspirasi, rakyat Papua untuk menyelesaikan UU Otsus Plus.

Karena itu kuncinya. Usul sekda akan kita dukung dan bantu soal Otsus Plus,”janjinya.

Untuk itu tentunya guna menggolkan RUU Otsus Plus, dirinya berjanji akan disampaikan kepada pimpinan DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.
Saat disinggung akan ada tarik ulur kepentingan Pemerintah Pusat terhadap Papua, dimana ada kekhawatiran apabila RUU Otsus Plus ini digolkan maka provinsi tertimur Indonesia itu bisa lepas dari NKRI.

Zulkifli menegaskan lagi tugas MPR RI hanyalah memfasilitasi kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat.

Pada kesempatan itu, Mantan Menteri Kehutanan di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) memuji pembangunan di Papua yang mana perkembangan ekonomi jauh lebih bagus dibandingkan pada masa sebelumnya. Termasuk juga tingkat investasi yang meningkat.

Sebelumnya ditempat yang sama dihadapan Ketua MPR RI dan Forkompimda, Sekretaris Daerah Provinsi Papua yang mewakili Pemerintah Provinsi Papua mengatakan saat ini Gubernur Papua Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal sedang berada diluar daerah dalam memperjuangkan segala aspek yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Papua.

Sekda menjelaskan, saat ini 80 persen dana Otonomi Khusus Papua diberikan kepercayaan kepada kabupaten/kota untuk mengelolanya, dengan asumsi dasarnya bupati dan walikota yang mempunyai rakyat. “Oleh karena itu mereka yang diberikan tanggung jawab sebesar – besarnya untuk kelola anggaran,”jelasnya.

Sekda menjelaskan saat ini ada tumpang tindih dengan kebijakan pusat yang cukup sentralistik UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Untuk itu dirinya meminta agar, MPR RI bisa membantu Pemprov Papua menggolkan RUU Otsus Plus, sehingga bisa diakomodir.

Menggolkan RUU Otsus Plus sehingga bisa diakomodir dan selesaikan didaerah. “Berbagai kebijakan pusat dalam hal ini kementerian dan lembaga banyak yang tumpang tindih. Paradigma ini harus diubah, agar bisa melihat kondisi objektif yang ada di Papua. Harusnya ada satu regulasi yang lebih untuk mengatur pembangunan, sehingga bisa mengatur sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat,”harap sekda.

Kehilangan Roh

Sementara itu saat berbicara mengenai masalah kebangsaan, Zulkifli mengatakan, semenjak tahun 1998. Bangsa Indonesia mulai kehilangan roh kebangsaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya tawuran yang menimbulkan korban jiwa antar kelompok, antar agama dan pertikaian antara TNI/Polri. “Sekarang antara yang tua dan muda juga berkonflik. Anak menuntut ibunya itu biasa. Rasa kepatutan juga sudah mulai hilang di Negara kita ini,”keluhnya.

Oleh karena itu dirinya menegaskan janganlah dianggap ringan dengan situasi ini.

Untuk itu Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sangat majemuk .

“Hanya Pancasila-lah yang dapat menjamin utuhnya NKRI. Oleh karena itu, upaya untuk terus mempertebal keyakinan terhadap pentingnya Pancasila dan menjadikan Pancasila sebagai sumber keteladanan bagi kehidupan bangsa Indonesia harus menjadi keyakinan dari setiap manusia Indonesia,”tuturnya.

Majelis Pemusyawaratan rakyat sebagai lembaga demokrasi, lembaga perwakilan aspirasi rakyat dan daerah mencermati dan merespon setiap momentum dan aspirasi masyarakat yang muncul.”Mari kita wujudkan janji kebangsaan kita,”pintanya. (ds/don/l03)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny