RUU Otsus Plus Kandas?

JAKARTA – Harapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus di Provinsi Papua untuk dapat disahkan dan diundangkan oleh anggota DPR RI periode 2009-2014 dapat dikatakan kandas.

Lantaran RUU Otsus Plus yang seyogianya diharapkan menjadi kado terindah bagi masyarakat Papua dari DPR periode 2009-2014 belum terkabulkan.

Perjuangan yang cukup gigih dan melelahkan dari pemerintah provinsi dan masyarakat Papua pun, nampaknya butuh waktu dan kesabaran lagi.

Rapat kerja badan legislasi (Baleg) DPR-RI dan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin yang dihadiri oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., Senin (29/9) kemarin, sepakat Rancangan Undang-undang (RUU) pemerintahan otonomi khusus di Provinsi Papua akan dilanjutkan pembahasannya oleh DPR-RI periode 2014-2019.

Demikian disampaikan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH., kepada Bintang Papua, usai Raker Baleg di DPR, tadi malam.

“Kita mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan DPR-RI, khususnya Badan Legislasi (baleg) DPR periode 2009-2014 yang telah berusaha menindaklanjuti harapan rakyat Papua, serta menindaklanjuti amanat Surat Presiden No : R-53/Pres/09/2014 tanggal 18 September 2014 perihal RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi provinsi di Tanah Papua,” ujar mantan Bupati Puncak Jaya ini.

Pada saat Raker Baleg dengan Menhukham, kata Lukas Enembe, ketua Baleg Ignasius Mulyono menyerahkan Daftar Identifikasi Masalah (DIM) sebanyak 574 item kepada pemerintah. Dari jumlah DIM sebanyak 574 tersebut, Baleg menyetujui 354 item sstatus tetap. 8 DIM perlu dibahas antara Panitia Kerja (Panja) Baleg dengan eselon I kementerian dan 31 DIM dibahas di tim sinkronisasi (Timsein Baleg).

Catatan DIM ini adalah bagian melekat yang tak terpisahkan dari DPR periode 2009-2014 ke pihak DPR tahun 2014-2019,” kata Lukas meniru perkataan Mulyono.

Dikatakan Gubernur Papua bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan nilai tambah dan terobosan kemajuan Papua. Otonomi plus atau otonomi khusus yang diperluas ini sebagai solusi percepatan pembangunan di Tanah Papua maupun sarana politik yang bersifat rekonsiliasi dan penguatan  nasionalisme ke Indonesiaan.

Bahkan kata mantan wakil bupati Puncak Jaya ini, Presiden SBY sangat mengharapkan ada nilai plus dan afirmasi bagi tanah Papua. RUU pemerintahan Otonomi khusus bagi provinsi  di tanah Papua yang disusun oleh Papua adalah jawaban untuk mengejar ketertinggalan yang dirasakan rakyat Papua selama ini.

Ketertinggalan Papua luar biasa akibat sejarah politik maupun sejarah pembangunan yang berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia,” terang Lukas.

RUU ini juga ujar Lukas untuk menjawab kebutuhan yang dirasakan oleh rakyat Papua. Karena itu, jika tuntutan Papua dianggap berdeba dengan daerah lainnya, menurut Lukas, situasi ini bukannya tidak adil bagi daerah lainnya, namun ini sebagai keberpihakan dan perlakuan khusus atas ketertinggalan yang ada di rakyat Papua.

Lanjutnya, dalam sidang Paripurna DPR periode 2009-2014 tanggal 30 September 2014 akan memuat memori DPR yang menyatakan RUU pemerintahan Otonomi Khusus bagi provinsi di tanah Papua memiliki sifat yang mendesak dan prioritas.

“Langkah awal telah dilakukan di DPR, baik sidang Paripurna tanggal 16 September lalu sebagai Prolegnas prioritas 2014 dan pembahasan tingkat I di lingkungan Baleg DPR tanggal 18 hingga 29 September 2014.

Nah, mengingat Papua adalah agenda nasional yang strategis, maka RUU Otsus Plus ini akan ditindaklanjuti penyelesaiannya oleh DPR yang baru.

“Dengan demikian pembahasan oleh DPRP tahun 2014-2019 tidak dimulai dari nol, namun langsung ditindaklanjuti,’’

jelasnya.

Di akhir Raker, Lukas menegaskan RUU ini solusi total bagi penanganan Papua. Oleh karena itu, perlu ada garansi dari negara, baik DPR dan pemerintah untuk meletakkan dasar-dasar penting untuk Papua dalam payung UU pemerintahan Otonomi Khusus bagi provinsi di tanah Papua.

Sementara itu, juru Bicara Tim Asistensi RUU Otsus Plus, Yunus Wonda kepada wartawan melalui telepon pada Senin (29/09) petang menegaskan, memang kalau sesuai jadwal Selasa, 30 September (hari ini) akan dilakukan sidang paripurna dengan agenda pengambilan keputusan.

Namun karena waktu pembahasan yang cukup singkat di DPR RI, sehingga diputuskan jika RUU Otsus Plus tidak bisa dibawa dalam sidang paripurna.

“Ini berarti fraksi DPR bukan menolak seperti yang pernah diberitakan, tetapi meminta agar dilakukan recovery untuk dilanjutkan oleh periode DPR berikut. Jadi ini tahap satu sudah selesai dan kita memasuki tahap dua atau tahap pengambilan keputusan,”

terang Yunus.

Yunus menyampaikan kepada seluruh rakyat Papua, “Perjuangan ini belum berakhir, tahapan proses hingga pengesahan akan terus dilakukan, kita tidak boleh berada dalam posisi pesimis tapi kita harus yakin ini adalah agenda nasional dan akan dibawa dalam sidang periode berikut”.

Dia mengatakan, semua mekanisme dalam tahap satu sudah dilakukan mulai dari harmonisasi dengan Kementerian Lembaga hingga tahap pembahasan di Baleg sudah dilakukan sesuai prosedur tinggal memasuki  tahap kedua. “Baleg berjanji akan terus mengawal hingga RUU ini disahkan, ini tidak akan ditolak sama sekali,”aku Yunus optimis.

Dijelaskannya, Senin kemarin DPR dan DPD telah menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) ke pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri untuk hal-hal apa yang perlu ditambah atau diperbaiki. “Tahap pertama sudah kita lakukan, selanjutnya kita akan memasuki tahap kedua yakni pandangan fraksi dan pengambilan keputusan,”tambahnya.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengingatkan jika kedatangan para pimpinan daerah yang ada di Provinsi Papua adalah untuk menyampaikan keinginan untuk adanya penyempurnaan UU Otsus yang selama ini berjalan di Tanah Papua.

“Saya dan teman-teman (DPR RI) sudah pada sudut kesimpulan bahwa keinginan pemimpin-pemimpin di Papua ini adalah keinginan alamiah, dan kita DPR  bersama Presiden segera melakukan langkah-langkah percepatan untuk membahas UU yang dimaksud,”

ucap Priyo.

Priyo mengaku dirinya sudah mencoba mencari jalan agar RUU tersebut dapat disahkan dengan cepat karena pada dasarnya keinginan ataupun gagasan yang muncul dari daerah ini sangat bagus untuk peningkatan kesejahteraan rakyat Papua tanpa mengikis nilai-nilai nasionalisme di Papua. “Dalam konteks ini untuk mempercepat semua penyempurnaan UU ini harus kita tangkap dan lihat dan harus segara kita putuskan,” ucap Priyo.

Yang jadi masalah, kata Priyo, adalah karena RUU Otsus Plus ini inisiatifnya telah diambil alih oleh pemerintah sehingga saat ini DPR sifatnya hanya menunggu Surpres. “Sebagai pimpinan DPR saya pastikan begitu Surat presiden sampai akan kita proses dalam tempo yang secepat-cepatnya untuk kita bahas di Rapat Bamus yang akan saya pimpin langsung,” tuturnya.

Tetapi jika hingga batas waktu yang ada RUU Otsus Plus belum juga disahkan, maka Priyo menjanjikan pihaknya akan menjadikan program ini sebagai program luncuran yang akan diserahkan kepada para anggota dewan periode 2014-2019.

“Tidak bisa keputusan sepenting ini seperti membalik telapak tangan, ini membutuhkan waktu, yang saya pastikan ialah kami akan mempercepat itu semua dengan energi yang kami punya. Andaikan kami harus purna tugas dan RUU itu belum selesai, yang saya pastikan pimpinan DPR telah menugaskan Baleg untuk nmenyusun sebuah momerendum yang akan kita luncurkan dan wariskan kepada DPR periode berikutnya,”

bebernya.

Sementara itu Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan jika ia akan bekerja keras agar RUU tersebut bisa disahkan hingga batas waktu yang ada.

Kita sisa dua minggu ini habis-habisan kerja keras, mentok dimana ya sudah kita berhenti disitu. Ada harapan buat kita dalam minggu ini ada langkah-langkah yang bisa kita tempuh,” tuturnya. Menurut Gubernur, RUU ini sangat penting artinya bagi pemerintah pusat dan daerah karena ini merupakan solusi semua persoalan yang ada di Papua.

Setelah melewati proses yang panjang ia berharap jika nantinya hingga tenggat waktu yang ada RUU ini tidak juga disahkan, maka ia mengingatkan kepada para anggota dewan berikutnya jika hal ini adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. (ds/ari/aj/l03)

 

Selasa, 30 September 2014 09:31, BintangPAPUA>com <http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/17497-ruu-otsus-plus-kandas?&gt;

Hari Ini DPR RI Gelar Dengar Pendapat Tentang Otsus Plus

JAYAPURA — Nasib Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua (RUU Otsus Plus) yang akan merevisi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua akan menemui kejelasan.

Karena menurut Kordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus Plus, Yunus Wonda yang dihubungi Bintang Papua melalui telepon pada Minggu (28/09) petang, direncanakan pada hari ini (Senin, 29/09), DPR RI akan menggelar rapat dengar pendapat untuk meminta pandangan dari berbagai pihak mengenai RUU tersebut.

“Jam 9 agendanya pertemuan dengar pendapatan pandangan Baleg dan Pemprov Papua dan Pusat, serta seluruh fraksi yang ada di DPR RI,” ucap Yunus.
Menurutnya dari hasil dengar pendapat tersebut, akan diketahui apakah nantinya RUU Otsus Plus bisa dimajukan ke dalam jadwal sidang paripurna DPR RI atau tidak.
Jika tidak, maka dipastikan RUU tersebut tidak akan bisa disahkan oleh anggota DPR RI periode 2009-2014 yang masa tugasnya akan resmi berakhir pada 30 September besok.

Sebelumnya Yunus Wonda sempat berujar jika saat ini Tim Asistensi RUU Otsus Plus terus berjuang agar lebih cepat disahkan, maka hal itu akan lebih baik. “Tapi kalau belum bisapun, tidak ada masalah, karena itu kewenangan mereka. Kita tidak bisa mendikte keputusan DPR RI,” ucapnya.

Seperti diketahui banyak elemen masyarakat yang sampai saat ini masih pesimis RUU Otsus Plus bagi Provinsi di Tanah Papua, akan bisa digolkan oleh DPR RI periode 2009 – 2014.

Saat dicecar dengan pertanyaan, apakah Tim Asistensi RUU Otsus Plus telah pasrah dengan belum pastinya, RUU ini apakah disahkan atau tidak. Dengan tegas Yunus menampik akan hal itu. “Kalau sudah pasrah, kita tentunya sudah pulang sebelum tanggal 30 September,”tukasnya.

Namun ditegaskannya sampai saat ini tim masih berjuang di Badan Legislasi (baleg) – DPR RI, agar RUU ini bisa gol untuk diparipurnakan.

Seperti diketahui, sebelumnya hari Rabu 24 September juga telah berlangsung Rapat Baleg – DPR RI bersama dengan Pemerintah yang dihadiri langsung Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin bersama Perwakilan Menteri Dalam Negeri dan juga Perwakilan Menteri Keuangan.

Sebelumnya Yunus menjelaskan perjalanan tim asistensi menggolkan RUU Otsus Plus ini, sampai saat ini sudah masuk dalam agenda mekanisme, yang sedang berjalan di badan legislasi (baleg) yakni dengan sempurnakan draft Otsus Pemerintah di Tanah Papua.

Sebelumnya Tim Asistensi RUU Otsus Plus juga telah melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pusat. Dalam pertemuan ini DPD sambut dengan luar biasa dan mendukung. “Dimasa kepemimpinan mereka di saat injury time ini, mereka berharap ada satu kenangan besar yang mereka bisa buat untuk Papua yakni memperjuangkan RUU ini,”akunya.

Yunus juga menjelaskan sampai saat ini seluruh fraksi mendukung RUU Otsus Plus ini. “Maka kami minta doa dan dukungan dari seluruh masyarakat di Tanah Papua,”harapnya lagi.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun Bintang Papua dari berbagai sumber, saat ini para pejabat teras dari Pemprov Papua seperti Gubernur Papua Lukas Enembe sudah berada di Jakarta setelah kembali dari Amerika Serikat. Selain Gubernur, beberapa anggota DPRP Papua serta para pimpinan Parpol dari Papua juga sudah berada di ibukota negara tersebut.

Selain itu beberapa pejabat dari Provinsi Papua Barat juga telah berada di Jakarta, mulai dari anggota DPR Papua Barat dan beberapa anggota MRP Papua Barat. (ds/aj/l03)

Senin, 29 September 2014 13:22, BintangPAPUA.com

Komisi II DPR Tolak Bahas Bahas RUU Otsus Plus Papua

25 Sep 2014 21:14 WIB, SIndoTriJaya.com

Jakarta-Anggota Komisi II DPR dari FPAN, Yandri Susanto mengatakan komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.Meski DPR dalam sidang paripurna 16 September lalu telah menjadikan RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

“Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman.Kita menanggap jika mengacu pada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas. RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 september lalu masuk dalam prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak,”ujar Yandri di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/9).

Dengan demikian maka RUU ini telah menyalahi prosedur dan dirinya menjamin RUU ini tidak akan disahkan dalam DPR periode ini.”Karena prosedurnya dilanggar maka RUU ini tidak akan dibahas, apalagi disahkan.Jadi tidak benar kalau ada isu RUU ini akan disahkan karena kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua.Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua kedepannya,” tambahnya.

Ditanyakan mengenai isu adanya pesanan asing terutama Amerika Serikat terkait keberadaan PT Freeport di Papua, Yandri hanya mengatakan bahwa komisi II banyak mendapatkan info terkait tunggang menunggangi RUU ini.Oleh karena itu dia pun yakin pembahasan RUU ini baru bisa dilakukan oleh DPR periode mendatang.Pembahasan masih memerlukan waktu yang panjang dan belum ada satupun anggota DPR yang pergi ke Papua untuk melihat dan mencek fakta sebenarnya.

”Karena banyaknya info maka kita wajib mencermatinya dan makanya juga DPR perlu waktu untuk mengumpulkan banyak hal yang berkembang di lapangan. Karena baru disahkan pada 16 September lalu dan karena masa bakti DPR periode ini akan berakhir, kita menolak karena perlu mencermati semua hal. Itulah makanya saya berpikiran biar DPR periode mendatang saja yang membahasnya,” imbuhnya.

RUU yang diajukan pemerintah juga perlu dicermati karena banyak isu yang diatur memerlukan penelaahan khusus dan harus dibahas serius. Terutama menurutnya karena ada pasal yang mengatur bahwa jabatan politik di Papua harus diisi oleh orang Papua asli dan ini tentunya tidak baik untuk kebhinekaan.

“Dalam RUU itu tertulis dalam salah satu pasalnya bahwa jabatan politik harus diisi oleh orang Papua asli.Ini tentunya merupakan isu yang sangat sensisitif untuk keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika. Di Papua itu kan yang hidup disana buka orang Papua asli saja, seperti halnya di daerah lainnya. Banyak masyarakat disana adalah pendatang yang sudah bermukin di papua selama beberapa generasi. Jadi kalau itu diakomodir maka bisa menimbulkan perpecahan Indonesia. Makanya saya salah satu yang menolak RUU ini. Kasih kesempatan bagi anggota yang baru nanti untuk turun ke lapangan.

Selain itu menurutnya yang juga perlu dikaji adalah masalah perimbangan pembagian pusat dan daerah. Dalam RUU itu tertulis bahwa mereka berhak mendapatkan 80 persen hasil dari Papua untuk mereka.”Untuk dana perimbangan mereka meminta 80 persen. Makanya ini perlu dicermati lagi apakah selama ini otsus yang diberikan sudah adil dan merata? Selama ini dana otsus juga cukup besar dan belum pernah dievaluasi. Evaluasi dulu otsus papua yang sekarang baru nanti kita berikan apa yang kurang,” tegasnya.

Terkait RUU Otsus Plus Papua, Wakil Ketua DPR Hajrianto Tohari menegaskan tidak ada yang namanya RUU Siluman atau RUU Ujug-Ujug atau Tiba-tiba. RUU menurutnya boleh saja datang dari pemerintah atau DPR, yang penting menurutnya tatib dipenuhi bahwa semua itu harus melalui 3 tingkatan dari 1-3. Pembahasan 3 tingkatan menurutnya absolut dan tidak boleh dilanggar.

“Tingkat 1 itu ketika diajukan di paripurna untuk dibahasa dan fraksi-fraksi memberikan pandangannya. Jika sudah maka dibawa ke tingkat dua untuk diajukan ke pansus, komisi, tim sinkronisasi dan tim kerja untuk kemudian ditandatangani dan dsepakati oleh fraksi-fraksi dan dari pihak pemerintah oleh presiden atau diwakili oleh mentri-mentrinya. Baru setelah itu dibawa ketingkat 3 dan kalau memerlukan votting maka di votting disini.Jadi tidak mungkin ada RUU yang disahkan tanpa melalui mekanisme ini.Kalau ini tidak dilakukan maka letakkan saja draft ruu itu di meja,” tegasnya.

Hajrianto sendiri mengaku tidak pernah mendengar ada pembahasan RUU Otsus Papua Plus ini selama dirinya menjadi anggota. Ketika ditanyakan bahwa saat ini RUU ini sudah dibahas di baleg, dia pun mengatakan bahwa Baleg tidak termasuk dalam 3 rangkaian pengesahan tatib UU.”Tapi bisa saja disahkan dulu di paripurna di tingkat 1 dan diterima dan dibawa dulu ke Baleg untuk dibenahi misalnya masalah sistematikanya. Tapi saya belum pernah dengan ada pembahasan RUU ini. Saya juga melihat ini memang sudah masuk tingkat 1 dan dibawa ke paripurna, tapi tingkat 2 jelas belum dan tingkat 3 apalagi.Jadi selesai isu ini, tidak mungkin disahkan oleh periode DPR ini.It’s over,” tandasnya.

Direktur Monitoring dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri mengatakan seharusnya memang DPR tidak perlu terburu-buru mensahkan sebuah RUU menjadi UU di akhir masa jabatan periode DPR saat ini.Hal ini karena DPR sendiri tidak punya cukup waktu untuk membahasnya.Memang seharusnya dpr tidak perlu lagi, tapi kok ada larangan hak monompoli dan persaingan usaha tidak sehat. Itu usul inisiatif dpr sebenarnya tidak punya cukup waktu untuk dibahas.

“Oleh karena itu kalau ada penolakan-penolakan sebaiknya ditunda saja pengesahannya daripada setelah disahkan nanti produk UU itu dibawa ke MK juga. Pilihan untuk menunda bukan berarti menyia-nyiakan proses sebelumnya karena bisa saja proses sebelumnya itu juga keliru. Untuk kasus RUU Otsus Plus Papua saya melihatnya ini secapat concorde karena masuk 16 september dan kalau benar disahkan sebelum akhir masa tugas, berarti super cepat.Ini riskan dengan banyak hal karena mempertaruhkan kualitas dan meniadakan konsultasi dan partisipasi publik,” tandasnya. (IMR)

InjuryTime yang Mendebarkan

.JAYAPURA – Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan apapun tentang penundaan pembahasan RUU Otsus Plus yang masih terus dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI. Kepastian ini nantinya akan diketahui pada akhir bulan ini, apakah disahkan ataukah ditunda untuk dibahas pada anggota DPR RI periode 2014 – 2019.

Demikian disampaikan Koordinator Tim Asistensi Daerah RUU Otsus bagi Provinsi di Tanah Papua, Yunus Wonda, S.H., saat dihubungi via telepon selularnya, Kamis (25/9). “Ya, kalaupun ditunda periode depan, kan tidak masalah toh. Kan pengesahan RUU itu memang wewenangnya DPR-RI. Jadi periode mana saja yang sahkan, tidak ada masalah,” tandasnya.

Namun demikian, menurut Yunus sampai saat ini Tim Asistensi  RUU Otsus Plus terus berjuang agar lebih cepat disahkan, maka hal itu akan lebih baik. “Tapi kalau belum bisapun, tidak ada masalah, karena itu kewenangan mereka. Kita tidak bisa mendikte keputusan DPR RI,”tukasnya.

Seperti diketahui banyak elemen masyarakat yang sampai saat ini masih pesimis RUU Otsus Plus bagi Provinsi di Tanah Papua, akan bisa digolkan oleh DPR RI periode 2009 – 2014.

Saat dicecar dengan pertanyaan, apakah Tim Asistensi RUU Otsus Plus pasrah dengan belum pastinya, RUU ini apakah disahkan atau tidak. Dengan tegas Yunus menampik hal itu. “Kalau sudah pasrah, kita tentunya sudah pulang sebelum tanggal 30 September,”tukasnya.

Namun ditegaskannya sampai saat ini, tim masih berjuang di Badan Legislasi (baleg) – DPR RI, agar RUU ini bisa gol untuk di paripurnakan.

Seperti diketahui, sebelumnya hari Rabu 24 September juga telah berlangsung Rapat Baleg – DPR RI bersama dengan Pemerintah yang dihadiri langsung Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin bersama   Perwakilan Menteri Dalam Negei dan juga Perwakilan Menteri Keuangan.

Sebelumnya Yunus menjelaskan perjalanan tim asistensi menggolkan RUU Otsus Plus ini, sampai saat ini sudah masuk dalam agenda mekanisme, yang sedang berjalan di badan legislasi (baleg) yakni dengan sempurnakan draft Otsus Pemerintah  di Tanah Papua.

Sebelumnya Tim Asistensi RUU Otsus Plus juga telah melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pusat. Dalam pertemuan ini DPD sambut dengan luar biasa dan mendukung. “Dimasa kepemimpinan mereka di saat injury time ini, mereka berharap ada satu kenangan besar yang mereka bisa buat untuk Papua yakni memperjuangkan RUU ini,”paparnya.

Yunus juga menjelaskan sampai saat ini seluruh fraksi mendukung RUU Otsus Plus ini. “Maka kami minta doa dan dukungan dari seluruh masyarakat di Tanah Papua,” katanya lagi. (ds/ari/l03)

Sumber: Jum’at, 26 September 2014 06:42, BintangPapua.com

Otsus Plus sudah Dihapus NKRI, yang Ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus

Menanggapi hebohnya kampanye para pejabat pemerintah Provinsi Papua dan provinsi Papua Barat beserta segenap pejabat Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Rakyat Papua dalam pemerintahan kolonial Indonesia yang menggebu-gebu memohon dukungan doa dan berharap NKRI mengabulkan permintaan mereka ditanggapi oleh Amunggut Tabi, Secretary-General dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP). Katanya, “Otsus Plus sudah Dihapus NKRI, yang Ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus“.

Dalam Press Release yang diterima PMNews yang disampaikan lewat email langsung disampaikan bahwa sesungguhnya Otonomi kolonial NKRI untuk tanah dan bangsa Papua sudah diberikan berulang-ulang dari sejak 1960-an sampai saat ini, dan dalam semua kasus pelaksanaan Otonomi di Tanah Papua selalu gagal. Menurut Tabi,

Gubernur Papua, Ketua DPRP dan Ketua Majelis Rakyat Papua tidak punya rasa malu, tidak tahu malu dan tidak punya naluri manusiawi. Mereka bicara menggebu-gebu, minta doa orang Papua, bersemangat seolah-olah mereka sedang memperjuangkan sesuatu yang pernah dimintakan oleh orang Papua.

Orang Papua tidak pernah, tidak akan pernah dan tidak akan mungkin minta Otsus ditambah. Otsus sudah cukup banyak berlaku di tanah ini dan semuanya sudah gagal. Dan karena itu semua sudah ditolak rakyat Papua.

Bilang saja ini perjuangan untuk kursi kepemimpinan kami, untuk kepentingan perut kami. Jangan pakai nama rakyat Papua. Memalukan!

Dalam pernyataan yang sama, Gen. Tabi mengutip arahan umum dari Panglima Tertinggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda,

Jadi, anak-anak semua harus belajar dari kesalahan. Kamu belajar minta yang bisa dikasih oleh penjajah. Makanya jangan minta banyak-banyak, minta secukupnya saja, yang bisa dia kasih. Dia datang ke Tanah Papua bukan untuk memberi, tetapi untuk mengambil, mencuri dan merampas. Jangan minta kepada pencuri tinggalkan sisah untuk Anda.

Kemudian Gen. Wenda melanjutkan menyangkut istilah Otsus Plus,

Jangan minta kepada penjajah sesuatu yang melebihi kemampuan penjajah untuk kasih. Minta yang bisa dikasih saja. Kalau tidak dikasih karena tidak bisa, baru nanti anak-anak sendiri yang darah tinggi naik, jatuh pingsan. Jangan terlalu semangat minta UU Otsus Plus. Otonomi yang ada sekarang itu Otsus Minus, karena waktu untuk Plus sudah lewat, sekarang sudah era Otsus Minus.

Ini anak-anak Lani semua jadi gubernur, jadi Ketua DPRP, jadi Ketua MRP, baru tidak tahu malu. Pejabat kolonial Gubernur Papua Barat, Ketua DPRPB dan Ketua MRPB tidak semangat, tidak minta-minta doa, tapi anak-anak ini macam mereka punya negara saja minta-minta orang Papua berdoa. Berdoa tentang apa? Tentang Otonomi yang sudah di-minus itu? Berdoa kepada Tuhan yang mana? Anak-anak saya ini tidak tahu malu. Saya berdoa Tuhan beri mereka hikmat dan kebijaksanaan untuk memahami apa yang mereka perbuat ini sebenarnya berguna atau tidak untuk tanah dan bangsa Papua. Saya harap anak-anak saya tidak terus-menerus bikin kacau Tanah dan bangsa Papua. Harus punya rasa malu, lihat gubernur, ketua DPR dan Ketua MRP dari suku lain, mereka ada nonton kamu, mereka ada tertawa kamu, mereka ada rasa geli lihat kamu punya cara main seperti ini.

General Tabi dalam pernyataan yang ditanda-tanganinya an. Panglima Tertinggi Komando Revolusi menyatakan kembali,

Kalau berjuang untuk pribadi dan kelompok, bilang saja begitu. Kalau berjuang untuk orang Papua, mana buktinya? Menjadi gubernur, menjadi Ketua DPRP, menjadi ketua MRP itu artinya berjuang untuk tanah Papua dan bangsa Papua? Anda berjuang untuk kejayaan dan kelanggengan kekuasaan penjajah NKRI di atas tanah dan bangsa Papua! Anda bagian dari penjajah! Anda melayani keinginan penjajah! Jangan menipu diri sendiri! Anda tahu bahwa Anda bukan mewakili bangsa Papua dan tidak bekerja untuk tanah Papua.

Dalam menutup pernyataanya ditegaskan

Otsus Plus sudah dihapus NKRI, yang ditunggu Pejabat Kolonial Indonesia di Tanah Papua ialah Otsus Minus. Dari semua UU Otsus dan kebijakan otonomi yang pernah ada, semuanya sudah gagal, semuanya sudah ditolak rakyat Papua dan tanah Papua. Kalau guber

Timotius Murib: Siapa Minta Referendum ?

JAYAPURA – Tudingan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus bakal mempercepat referendum di Papua dinilai merupakan pembohongan publik. Pernyataan seperti itu dapat menyesatkan rakyat Papua. Jadi patut dipertanyakan kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Papua. Lantaran orang-orang yang tinggal di tanah Papua bukan hanya etnis Papua sendiri, melainkan berbagai elemen masyarakat lain hidup dengan penuh kedamaian di bumi Cenderawasih.
Demikian disampaikan Ketua MRP Papua, Timotius Murib ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (24/9) terkait komentar berbagai kalangan di media yang menyebutkan pengesahan draf Otsus Plus percepat referendum. Timotius menyatakan naif bila ada ungkapan menyebutkan bahwa pengesahan draf Undang undang Otsus Plus mempercepat referendum.

Jadi apa yang disampaikan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang mengaitkan pengesahan draf Undang-undang Otsus Plus dengan referendum itu merupakan pembohongan publik. ‘’Hal itu, bagi saya sangat menyesatkan rakyat di Tanah Papua. Saya minta tak perlu mengeluarkan pernyataan seperti itu. Malah saya bertanya kelompok masyarakat mana yang minta referendum di Tanah Papua, bila UU Otsus Plus disahkan,’’ tegas Timotius.

Dikatakan, penegasan ini perlu disampaikan sehingga tidak menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat. Sebab bisa saja ketika rakyat Papua minta referendum dari RI hari ini, namun yang akan menentukan sikap referendum bukan dilakukan segelintir orang atau sekelompok orang, melainkan melibatkan seluruh masyarakat yang ada di Papua.

Murib memberikan sebuah ilustrasi terkait referendum. Orang yang hidup di Tanah Papua ini bukan orang asli Papua saja. Ada banyak orang yang hidup di Tanah ini, jumlah mereka lebih banyak dari orang Papua asli. Aneh rasanya jika orang Papua yang sedikit ini minta referendum. Itu tentu hal yang mustahil dan tidak mungkin terlaksana bila dibandingkan dengan jumlah penduduk non Papua.

Nah, dalam posisi seperti itu orang Papua akan tetap kalah. Yang menentukan referendum itu adalah seluruh rakyat yang tinggal di tanah Papua, tanpa baik orang Papua maupun non Papua. ‘’Malah pemikiran saya nanti justru ikut NKRI,” kata Timotius dalam ilustrasinya.

Untuk itu, ia meminta agar oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, jangan membohongi rakyat dengan hal yang tidak benar. ‘’Mari kita berfikir positif supaya rakyat Papua sejahtera. Saya juga mengajak semua pihak mendukung proses draf Otsus Plus untuk tanah Papua dengan baik sehingga ada kehidupan yang lebih baik dirasakan masyarakat asli Papua,’’ tandasnya.

Lebih lanjut Ketua MRP, ketika Undang undang Otsus Plus diberlakukan di tanah Papua, maka semua Undang-Undang Nasional dan peraturan sektoral lainya tidak akan berlaku lagi di Tanah Papua. Semua aturan akan tunduk di bawah Undang-Undang Otsus Plus atau Undang-undang Otsus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat ditunjang dengan Perdasi- Perdasus.

Dengan demikian nantinya, hak-hak, rakyat Papua terakomodir dalam Perdasi/Perdasus. Hal ini kata Timotius sangat penting dan terkait dengan kebijakan pengelolaan kehutanan dan hasil bumi di Tanah Papua. Lantaran sistem desentralisasi sangat merugikan Papua. Artinya, kebijakan pusat lebih dominan atas hasil hutan maupun hasil bumi tanah Papua.

Contoh kasus, semua perijinan kehutanan maupun pertambangan langsung diberikan oleh Kementerian. Kebijkana itu berlaku untuk semua jenis perijinan kehutanan dan lain-lainya pengelolaan kekayaan alam tanpa melibatkan Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur dan para Bupati di Kabupaten. Pemerintah daerah tidak berdaya, ketika pemerintah bertanya ada jawaban perijinan diberikan langsung Kementerian.

Oleh karena itu tukasnya, tak salah jika Pemerintah Provinsi Papua memperjuangan draf Otsus Plus untuk di berlakukan di seluruh Tanah Papua untuk memproteksi kekayaan alam Papua. Ketika Undang-Undang Otsus Plus diberlakukan, otomatis tanah-tanah yang diplotkan untuk tujuan tertentu dihapuskan, tidak berlaku lagi. Kebijakan perijinan dikembalikan kepada Pemerintah daerah ditunjang dengan Perdasi – Perdasus. ‘’Malah dari pengamatan saya selama ini yang terjadi kebijakan pusat berbenturan Pemda Provinsi Papua.

Tidak benar

Disamping itu, Timotius juga menolak secara tegas pernyataan yang menyudutkan bahwa konsultasi Otsus Plus melibatkan Eropa dan Amerika. Draf Undang-Undang Otsus bagi Provisi Papua yang berlaku di Tanah Papua lanjutnya, merupakan cikal bakal aspirasi rakyat Papua yang direkomendasikan rakyat dalam rapat dengar pendapat di Hotel Sahid Jayapura.

Amanat Undang-undang No. 21 Thn 2001 pasal 77 menyatakan, evaluasi terhadap Otsus dilakukan tiap tahun, namun selama 13 tahun lebih implementasi Undang-undang ini tak pernah dilakukan evaluasi oleh rakyat Papua.

MRP periode II mulai melakukan evaluasi terhadap Undang-undang Otsus Papua ini bersama rakyat dengan menghadirkan kelompok intelektual akademisi orang asli Papua di 29 Kabupaten dan kota di Provinsi Papua serta melibatkan 11 Kabupaten di Provisi Papua Barat di tujuh zona adat. Saat dengar pendapat evaluasi Otsus, utusan rakyat Papua dari tujuh zona adat menyatakan Otsus gagal dan dikembalikan. Rakyat Papua minta segera digelar dialog Papua-Jakarta.

Selanjutnya kata dia, hasil dengar pendapat diplenokan kemudian disampaikan Gubernur Papua Lukas Enembe ke Presiden, Mendagri dan semua petinggi negara di Jakarta. Hasilnya, Gubernur langung membentuk tim asistensi daerah, setelah tim asistensi daerah terbentuk selanjutnya jadi cikal bakal draf perubahan menyeluruh terhadap Undang – undang No. 21. Tahun 2001.

Secara jelas rakyat Papua nyatakan sikap. Rakyat Papua ingin terjadi ada perubahan, maka terjadilah perombakan menyeluruh terhadap Undang-undang Otsus Papua, dimana perubahan menyeluruh itu melibatkan semua komponen termasuk kelompok intelektual dan akademisi orang asli Papua.

Undang-undang Otsus Papua, kata Timotius merupakan Undang-undang yang akan berlaku di tanah Papua untuk perubahan menuju kemakmuran orang Papua. Ini tentunya perjuangan yang mahal. ‘’Jadi tidak perlu berkomentar miring. Justru yang saya pertanyakan apakah mereka menyumbangkan segenap pikirannya untuk draf Otsus Plus. Jadi saya minta stop melakukan pembohongan publik di media,’’ tegasnya. (ven/ari/l03)

Kamis, 25 September 2014 15:41, BintangPapua.com

Komisi II Tolak Otsus Plus Dibantah

Saturday, 27-09-2014, SULUHPAPUA.com

Jakarta (SP)—Terkait pernyataan Yandri Susanto, anggota Komisi II DPR – RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR –RI bahwa Komisi II DPR RI telah menolak untuk membahas RUU Otsus Plus Papua dibantah oleh Juru Bicara Tim Asisten RUU Otsus Plus, Yunus Wonda dan Staff Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah, Velix Wanggai.

“itu hanya pernyataan sepihak dari anggota Komisi II dimaksud, itu bukan pandangan fraksinya, atau Komisi II secara menyeluruh, dan kami anggap itu bagian dari dinamika pro dan kontra sejak awal RUU ini kita godok dan siapkan”, kata Yunus Wonda ketika di hubungi per telepon semalam.

Hal yang sama juga disampaikan Velix Wanggai, melalui pesan singkatnya Velix menjelaskan bahwa Tim Asistensi sudah melakukan komunikasi dan silaturahmi dengan semua fraksi dan sebagian besar mendukung RUU Otsus Plus ini.

“RUU Otsus Plus tidak di tolak, saat ini sudah masuk tahapan pembahasan tingkat I di rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI, dari hasil silaturahmi kami dengan Fraksi Golkar, F- PDI-P, F-PKB, F-PPP, F-PD, dan F-PKS semuanya mendukung penyelesaian RUU ini”, kata Velix Wanggai melalui pesan singkatnya semalam.

Sebelumnya, seperti dilansir oleh JPNN-Network, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Yandri menjelaskan bahwa meski DPR dalam Sidang Paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam Prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

Menurutnya jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, RUU Otsus Plus ini tidak taat asas karena diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses Panja, Pansus, Rapat Dengar Pendapat (RDP).

Ia juga menegaskan bahwa RUU Otsus Plus tidak akan dibahas, apalagi disahkan.

(B/AMR/R1/LO1)

Komisi II DPR Tolak RUU Otsus Papua Plus

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, komisinya telah menolak untuk membahas RUU Otonomi Khusus Plus Papua yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.

Meski DPR dalam sidang paripurna 16 September lalu telah menjadikan draft RUU ini sebagai RUU tambahan yang dimasukkan dalam prolegnas, Komisi II menganggap hal ini tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

“Ini bukan masalah RUU ini siluman atau bukan siluman. Jika mengacu kepada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya, ini tidak taat asas. RUU ini diajukan oleh pemerintah secara mendadak dan disahkan oleh paripurna DPR pada 16 September lalu masuk dalam Prolegnas tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak,” kata Yandri Susanto, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (25/9).

Karena dinilai menyalahi prosedur dan dia menjamin RUU ini tidak akan disahkan dalam DPR periode ini.

“Karena prosedurnya dilanggar maka RUU ini tidak akan dibahas, apalagi disahkan. Jadi tidak benar kalau ada isu RUU ini akan disahkan, karena kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua. Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua ke depannya,” tegas Yandri.

Menjawab pertanyaan, terkait isu adanya dugaan pesanan asing terutama Amerika Serikat tentang keberadaan PT Freeport di Papua, Yandri hanya mengatakan bahwa Komisi II banyak mendapatkan info terkait tunggang-menunggangi RUU ini.

Karena itu dia yakin pembahasan RUU ini baru bisa dilakukan oleh DPR periode mendatang. Pembahasan masih memerlukan waktu panjang dan belum ada satupun anggota DPR yang pergi ke Papua untuk melihat dan mencek fakta sebenarnya.

“Karena banyaknya info, kita wajib mencermatinya dan makanya juga DPR perlu waktu untuk mengumpulkan banyak hal yang berkembang di lapangan. Karena baru disahkan pada 16 September lalu dan karena masa bakti DPR periode ini akan berakhir, kita menolak karena perlu mencermati semua hal. Itulah makanya saya berpikiran biar DPR periode mendatang saja yang membahasnya,” ujarnya.

RUU yang diajukan pemerintah juga perlu dicermati karena banyak isu yang diatur memerlukan penelaahan khusus dan harus dibahas serius. Terutama lanjutnya, karena ada pasal yang mengatur bahwa jabatan politik di Papua harus diisi oleh orang Papua asli dan ini tentunya tidak baik untuk kebhinekaan.

“Dalam RUU itu tertulis dalam salah satu pasalnya bahwa jabatan politik harus diisi oleh orang Papua asli. Ini tentunya merupakan isu yang sangat sensisitif untuk keberlangsungan Bhineka Tunggal Ika. Di Papua itu kan yang hidup disana buka orang Papua asli saja, seperti halnya di daerah lainnya. Banyak masyarakat disana adalah pendatang yang sudah bermukim di Papua selama beberapa generasi. Jadi kalau itu diakomodir maka bisa menimbulkan perpecahan Indonesia. Makanya saya salah satu yang menolak RUU ini. Kasih kesempatan bagi anggota yang baru nanti untuk turun ke lapangan,” pintanya.

Selain itu juga perlu dikaji masalah perimbangan pembagian pusat dan daerah. Dalam RUU itu tertulis bahwa mereka berhak mendapatkan 80 persen hasil dari Papua untuk mereka.

“Untuk dana perimbangan, mereka meminta 80 persen. Makanya ini perlu dicermati lagi apakah selama ini Otsus yang diberikan sudah adil dan merata? Selama ini dana Otsus juga cukup besar dan belum pernah dievaluasi. Evaluasi dulu Otsus Papua yang sekarang baru nanti kita berikan apa yang kurang,” pungkasnya. (fas/jpnn)

Kamis, 25 September 2014 , 19:47:00, JPPN

Marinus: Pengesahan RUU Otsus Plus Dapat Percepat Referedum

Selasa, 23 September 2014 05:38, BintangPapua.com

Marinus YaungJAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Hukum, HAM, Sosial Politik Indonesia, FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Papua akan semakin cepat menuju referendum di Tahun 2015 apabila RUU Otsus Plus disahkan oleh DPR RI.

Alasannya, karena seharusnya elit politik di pusat bertanya dan sekaligus menganalisa mengapa sampai draft RUU Otsus Plus lebih banyak dikonsultasi atau disosialisasikan ke Eropa dan Amerika Serikat daripada ke masyarakat Papua? Yang dibaca publik selama ini tujuan konsultasi publik ke Eropa dan Amerika Serikat dimaksudkan untuk meredam dukungan negara-negara Eropa, khususnya parlemen Eropa dan Amerika Serikat terhadap perjuangan Papua merdeka. Namun langkah politik ini pada akhirnya telah menjerumuskan Papua kedalam konspirasi internasional yang ingin memecah belah Indonesia menjadi 4 negara merdeka, termasuk Papua di dalamnya.

Pada Tahun 2015 sesuai dokumen rahasia Mantan Perdana Menteri Israel, Manahen Begin, yang membangun konspirasi internasional dengan Amerika Serikat dan sekutunya untuk memecah belah negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia yang direncanakan di belah menjadi 4 negara merdeka. Memperkuat pendapat ini bulan Agustus 2014 lalu setelah draft ke-14 RUU Otsus Plus direvisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menimbulkan ketidakpuasaan Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH., yang mengambil sikap protes Gubernur Lukas Enembe langsung menjadi topik pembicaraan di parlemen Eropa dan Amerika Serikat.

“Betapa seriusnya perhatian asing terhadap RUU Otsus Plus, harusnya menjadi peringatan dini bagi elite politik di Jakarta untuk mewaspadainya,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (22/9).

Kewenangan yang terlalu besar bagi Papua dalam Otsus Plus, apabila sudah diimbangi dengan rasa nasionalisme elit politik Papua terhadap merah putih semakin tinggi? Elit politik di DPR RI jangan terlalu cepat percaya dengan elite politik Papua.

Karena konsultasi RUU Otsus Plus ke Eropa dan Amerika Serikat, secara politik merupakan bentuk undangan langsung pemerintah Indonesia untuk mengikutsertakan asing terlibat langsung dalam mengurus masalah Papua. Dan kita tahu sejarah Indonesia membuktikan bahwa keterlibatan asing selalu diwarnai tindakan-tindakan subversif dan mengancam integrasi bangsa. Pihak asing selalu ingin Indonesia bubar seperti negara Yugoslavia atau Uni Soviet, agar wilayah-wilayah penyangga ekonomi Indonesia seperti Papua bisa dikuasai dan dikendalikan asing.

irinya khawatir kalau DPR RI tergesa-gesa dan terburu-buru menetapkan RUU Otsus Plus menjadi UU Pemerintah Papua, tanpa memikirkan skenario asing dalam RUU ini untuk melepaskan Papua, maka jangan salahkan Papua kalau Tahun 2015, Papua akan menyusul Timor Leste menjadi negara sendiri, dan tinggal dua wilayah di Indonesia yang akan merdeka berikutnya.

Sebab itu, sebelum terlibat jauh, dirinya mengingatkan pemerintahan Presiden SBY ataupun Pemerintahan Jokowi untuk menunda dulu RUU Otsus Plus ini, dan mengevaluasi kembali politik invisible hand pihak asing dibalik desakan elit politik Papua yang terlalu bernafsu meloloskan RUU ini dan mendorong digelarnya dialog damai nasional Jakarta-Papua untuk membicarakan ulang model-model pengelolaan dan penanganan masalah Papua, apakah harus melalui RUU Otsus Plus atau referendum atau regulasi hukum yang lain, yang semuanya dalam kerangka menciptakan perdamaian dan keadilan di Tanah Papua. Tapi kalau pemerintah tidak membaca baik politik invisible hand pihak asing dibalik RUU Otsus Plus ini, maka RUU Otsus Plus ini akan menjadi pisau politik yang menusuk pemerintah Indonesia dari belakang.

“Ketika kekuasaan dan kewenangan yang lebih besar ada di tangan elite politik Papua, maka selesai sudah hubungan Jakarta dengan Papua yang dibangun selama 50 Tahun,” tandasnya.(Nls/don/l03)

Kalau saya NKRI, saya dengan Mudah Mencap Freddy Numberi dan Bas Suebu Penghianat NKRI

Demikianlah tanggapan yang diberikan Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi menanggapi perkembangan terakhir di tanah air, terkait terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Kolonial NKRI berikutnya menggantikan Presiden SBY dan gelagat kaum penghianat bangsa Papua yang beberapa bulan belakangan ini mengemis jabatan ke Presiden Kolonial terpilih.

Percakapan ini ialah inisiatif dari Markas Pusat TRWP, mengirimkan sms, disusul telepon. Isi berita dalam telepon itu tidak banyak, hanya berisi komentar tentang perkembangan terakhir ini, dalam hubungan NKRI – West Papua dan presiden terpilih kolonial Indonesia. Pernyataan pertama dalam telepon itu,

“Anak-anak dan semua orang Papua apakah mata masih belum kabur atau sudah kabur? Kini semakin nyata para penghianat NKRI yang selama ini diburu oleh NKRI. Mereka itu saat ini duduk bikin rapat siang-malam, sana-sini dengan Presiden kolonial terpilih, minta jabatan, serahkan buku karangan, titip pesan, dan sebagainya.”

Kami tanggapi telepon dengan menyatakan bahwa memang betul kami sedang ikuti apa yang sedang terjadi. Kami menyebutkan nama-nama oknum orang Papua yang menamakan bangsa Papua dimaksud, tetapi Gen. Tabi tidak serius dengan nama-nama oknum, tetapi lebh menekankan betapa bangsa Papua begitu bermental budak, bermental terjajah, dan sangat picik. Dia teruskan,

“Saya bilang orang Papua punya otak sekarang ini picik, bermental budak dan jiwanya terjajah karena saya punya bukti. Bukti otak picik, ialah begitu orang Indonesia terpilih jadi presiden, orang Papua yang sudah lama menjabat sebagai menteri dalam beberapa periode, masih saja bawa diri minta jabatan. Begitu dihentikan katanya Indonesia gagal meng-Indonesia-kan Papua. Lalu orang yang sama pula pergi minta jabatan. Padahal orang yang sama sudah berulang-uang diberi kepercayaan NKRI menjadi menteri. Sekarang pertanyaannya saya tanya kepada mereka: NKRI dan orang Papua pengemis ini ialah: Anda sudah diberi jabatan oleh NKRI dan atas kepercayaan itu berapa orang Papua yang telah berhasil Anda Indonesia-kan? Mengapa kegagalan kau lemparkan kepada NKRI, sementara jabatan kau minta setiap periode, dan pada saat yang sama kau abaikan penderitaan orang Papua?”

Kemudian menyangkut mental budak, Gen. Tabi tujukan kepada Gubernur Provinsi Papua dan rekan-rekan sejawatnya di jajaran provinsi Papua dan Papua Barat.

Sekarang saya bilang tadi orang Papua bermental budak ialah orang-orang yang takut bicara ‘kebenaran”, ‘suka membelokkan isu’ dan ‘bicara satu hal untuk maksud yang lain’. Sebenarnya manusia Papua bermental budak ini lebih kasihan daripada manusia Papua bermental picik tadi. Yang bermental picik itu orang Papua jahat, mereka tidak memikirkan NKRI dan juga tidak memikirkan bangsa Papua. Yang mereka pikirkan ialah perut mereka, diri mereka, kaum oportunis tulen. Lebih kasihan karena mereka punya hati dan sementara berusaha untuk bangsa mereka, tetapi mereka punya rasa takut, karena di satu sisi mereka juga tidak mau menanggung resiko-reskio dalam skala individual ataupun kelompok. Mereka mau mencari jalan win-win, tetapi karena mereka berhadapan dengan penjajah, maka yang didapat bukanlah kemenangan bersama antara penjajah dan kaum terjajah.

Selain ada rasa “takut” dengan berbagai resiko, manusia mental budak juga secara polos dan dengan ‘ignorance’-nya mengharapkan penguasa kolonial berbuat lebih daripada yang mau diperbuat oleh kaum kolonial. Kita lihat contoh jelas-jelas dalam Draft UU Otsus Plus yang diajukan Gubernur di Tanah Papua sangat muluk-muluk, sangat banyak memuat unsur politik, ekonomi, sosial dan budaya. Nyatanya apa? Dipangkas habis. Yang ada malahan Otsus Minus.

Nah, Otsus Minus ini sudha jelas-jelas mau disahkan, gubernur di Tanah Papua masih lagi berangkat berombongan ke Jakarta menuntut ini dan itu, menuntut pengesahan UU Otsus Minus ini agar segera disahkan.

Di sini jelas, mereka yang bermenta budak selalu mengharapkan, dan bahkan berdoa kepada Tuhan, supaya Tuhan berbaik hati, membaikkan hati kaum penjajah sehingga kaum penjajah berbuat baik kepada bangsa dan tanah jajahannya. Terlalu “ignorant”, karena mereka tidak tahu kenapa pernah ada penjajahan, dan kenapa kaum penjajah ada di Tanah Papua saat ini. Apakah tujuannya memajukan orang Papua, membangun tanah Papua? Orang bermental budak akan menjawab “YA!”. Tentu saja, saya akan jawab “SAMA SEKALI TIDAK!”

Kemudian menyangkut mental terjajah, Gen. Tabi lanjutkan

Menyangkut mental terjajah, hampir sama dengan mental budak tadi, tetapi tidak separah kaum bermental budak. Mental kaum terjajah ini disebut Dr. Benny Giay sebagai manusia Papua yang memenuhi syarat untuk dijajah. Ya, bangsa Papua menjadi memenuhi syarat untuk dijajah karena mentalitas orang Papua “tidak merdeka” tetapi terjajah. Ia terjajah bukan karena NKRI menjajah, tetapi karena dirinya sendiri, jiwanya sendiri, mentalitasnya sendiri memang terjajah. NKRI hanya hadir mewujud-nyatakan apa yang ada di dalam diri orang Papua itu sendiri.

Tanda-tanda orang bermental terjajah itu, pertama ialah “Takut” dan “gugup” dan akibatnya “Tidak tahu apa yang harus dilakukannya!” Kata-kata seperti, “Kami berjuang dalam hati! Kami doakan saja!” banyak didengar di tengah-tengah orang Papua. Mereka mendukugn Papua Merdeka, mereka mendukung perjuangan ini, tetapi mereka tidak pernah buktikan dukungan itu lewat doa, lewat kata-kata, lewat dana, lewat tenaga mereka atau waktu mereka. Apalagi nyawa mereka tidak mau mereka berikan untuk perjuangan ini. Mereka pentingkan diri mereka, dan takut dan gugup dan tidak tahu.

Sekarang setiap kita orang Papua perlu bertanya,

  • Apakah saya orang Papua berpikiran picik?
  • Apakah saya orang Papua bermental budak? atau
  • Apakah saya orang Papua yang memenuhi syarat untuk dijajah?

pilihan ada di tangan Anda, bukan di tangan siapa-siapa atau apa-apa-pun.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny