Boikot Pemilu 2019 dan Boykot PON 2020 adalah Hak OAP

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP TRWP), Gen. TRWP Amunggut Tabi mengatakan kepada PMNews terkait sejumlah berita menyerukan boikot Pemilu 2019. Gen. TRWP Tabi mengatakan,

Boikot Pemilu 2019 dan Boikot Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 adalah hak Orang Asli Papua (OAP), jadi kita sebagai manusia yang punya otak dan hati seharusnya sadar dan memboikot dua kegiatan penjajah ini.

Ditanya tentang bagaimana yang menyelenggarakan dan mengatur Pemilu di Tanah Papua ialah OAP sendiri, dalam hal ini yang memenangkan dan mengusung PON diselenggarakan di Tanah Papua ialah anak gunung sendiri, Gubernur Lukas Enembe, Gen. TRWP Tabi kembali menyatakan

Kita tidak bicara gunung-pantai, kita bicara tentang bangsa Papua mau merdeka.Kami pejuang kemerdekaan West Papua, bukan Papua gunung, jadi pertanyaan ini secara moral dan demokratis cacat, tetapi perlu kami jawab bahwa kami tidak bicara untuk melakukan apa-apa terhadap NKRI, yang kami katakan ialah sebuah hak.

Sejak setiap orang laihir ke bumi, ada hak-hak yang melekat kepada kita sebagai manusia, yang tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun dengan alasan apapun. Hak memilih dan dipilih ialah yang fundamental, yang setiap OAP harus paham. OAP BERHAK TIDAK IKUT PEMILU.

Sama dengan itu, OAP BERHAK MENOLAK PON 2020.

Ditanya apakah ini pertanda TRWP merencanakan kegiatan yang bisa berakibat gangguan keamanan terhadap kedua kegiatan ini? Gen. TRWP Tabi mengatakan

Ah, kalau maslaah kegiatan tidak pernah ada perintah untuk berhenti dari kegaiatan. Ada Perintah Operasi Gerilya (PO) yang sudah dikeluarkan Panglima Tertinggi Komando Revolusi (PANGTOKOR) yang berlaku sepanjang waktu sampai Papua Merdeka. Setiap Panglima Komando Revolusi Daerah  Pertahanan (KORDAP) berkewajiban menyelenggarakan kegiatan apa saja untuk memenangkan peperangan Papua Merdeka.

Jadi, kalau PANGKORDAP II di Port Numbay mau melakukan kegiatan apa saja menanggapi kegiatan-kegiatan kolonial seperti ini, ya itu ada dalam kewenangan PANGKORDAP, jadi bisa ditanyakan ke sana.

Tetapi prinsipnya PO untuk mengganggu setiap kegiatan kolonial di Tanah Papua itu tetap ada sampai titik terakhir Papua Merdeka dan berdault di luar NKRI.

Ditanyakan kembali untuk mempertegasnya, “Apa maksudnya? Sebenarnya Jenderal tidak menjawabnya dengan jelas?”, kembali Gen.T RWP Tabi menyatakan

Itu hak OAP, hak Anda dan hak semua pejuang Papua Merdeka untuk memboikot, itu bukan kewajiban OAP untuk ikut Pemilu atau ikut PON. Jadi, OAP akan dilihat dunia memang benar-benar mau merdeka kalau boikot Pemilu kolonial NKRI 2019 dan PON 2020.

PMNews menanyakan kepada Gen. TRWP Tabi, apa pesan khusus kepada Gubernur Lukas enembe sebagai teman seangkatannya dalam studi di SMP, SMA dan Perguruan Tinggi, Gen. Tabi katakan,

Beliau pejabat Negara NKRI, saya tidak berhak mengatur beliau. Tugas dia kan tunduk kepada NKRI, sebagai kaki-tangan NKRI di Tanah Papua, jadi saya tidak melihat beliau sebagai seseorang seperti yang Anda tanyakan.

Tetapi kalau beliau punya hati dan pikiran, beliau kan harus tahu bahwa Otsus NKRI diberikan oleh penjajah JUSTRU karena kami-kami di hutan bicara dan terus berjuang untuk Papua Merdeka. Tanpa itu mana pernah Otsus turun? Mana pernah Orang Wamena mau menjadi pejabat di Tanah Papua? Mana pernah orang gunung jadi Gubernur? Itu mimpi siang bolong.

Tetapi mimpi itu jadi nyata, sekarang dua orang gunung jadi gubernur dan wakil gubernur, dan apalagi sudah dua periode.  Kemungkinan besar besok setelah mereka juga orang gunung yang jadi gubernur kolonial NKRI.

Itu karena apa? Justru itu karena keberadaan dan perjuangan TRWP, karena TPN/OPM, karena PDP, karena DeMMAK, karena WPNCL, karena KNPB, karena AMP, karena NRFPB, karena ULMWP.

Jadi kalau beliau berdua punya hati dan pikiran, pasti mereka paham apa yang saya maksud. Kalau tidak, sayang seribu sayang!

PMNews tanyakan ulang karena jawaban ini belum tegas, “Bisa diringkas dalam satu kalimat?”, lalu Gen. TRWP Tabi menjawab,

Beliau berdua bukan anak kecil. Mereka pejabat kolonial. Mereka tahu apa yang saya maksud. Menjadi gubernur – wakil gubernur dua periode sebagai orang gunung, tetapi tidak pernah berpikir orang gunung lain yang selama ini mempertaruhkan nyawa dan membawa turun Otsus sama saja menghancurkan masa depan bangsa Papua. Jadi, posisinya tetap lawan, bukan kawan!

Kalau Gen. TRWP Mathias Wenda keluarkan Perintah Operasi Khusus (POK) untuk memboikot Pemilu atau PON 2020, maka itu pasti berhadapan dengan beliau berdua, karena Gen. Mathias Wenda itu Kepala Suku mereka dua, orang tua mereka dua, bukan orang asing, mereka tahu. Secara adat beliau selalu katakan, “Anak-anak ini tahu politik ka tidak? Belajar, makan minum dengan penjajah jadi pikiran masih sama dengan orang Indonesia Melayu penjajah!”

—END—

Publikasi Dokumen Rahasia A.S. dan Langkah Perjuangan Kemerdekaan West Papua

Publikasi dokumen rahasia Amerika Serikat oleh tiga lembaga resmi negara Paman Sam beberapa hari lalu mendapatkan berbagai macam tanggapan dari sejumlah pihak, baik di Tanah Papua maupun di Indonesia. Tanggapan curiga, tidak ada apa-apa, dan tanggapan menentang muncul dari Indonesia. Dari Tanah Papua, ada kesan seolah-olah kita dapat memanfaatkan dokumen rahasia dimaksud untuk mengkampanyekan Papua Merdeka. Semua fakta dan data yang tersedia bermanfaat, tergantung siapa, kapan dan di mana fakta dan data tersebut dimanfaatkan.

Bagi bangsa Papua, telah terbuka diketahui dunia sekarang bahwa memang ada rekayasa, ada campur-tangan asing, ada kepentingan di luar aspirasi bangsa Papua yang mendorong dan melindungi, membela dan megizinkan invasi militer, operasi militer, pendudukan dan penjajahan NKRI di atas wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua yang berhasil disiapkan tanggal 1 Desember 1961 dan diproklamirkan 10 tahun kemudian: 1 Juli 1971.

Dalam kondisi bangsa Papua berada di tengah dukungan politik kawasan paling sukses dan dukungan politik internasional yang sudah memasuki tahap awal, maka kita semua harus menyadari bahwa kita tidak larut dalam sejarah masa-lalu, berlama-lama dalam menyesali, memarahi, merenungkan dan mengungkit-ungkit masa lalu yang jelas-jelas sudah berlalu. Kita harus belajar untuk menengok ke belakang dalam waktu sekejap dan dengan dasar itu merancang dan menatap masa depan secara bijak.

Masa depan perjuangan Papua Merdeka sudah memasuki tahapan yang sangat menentukan, di mana lembaga eksekutif dan legislatif dalam perjuangan Papua Merdeka sudah mengerucut. Kini Tanah Papua memiliki lembaga perjuangan seperti Presidium Deawn Papua (PDP), West Papua National Authoriry (WPNA), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK), Dewan Adat Papua (DAP) dan organisasi pemuda serta angkatan bersenjata yang menyebar di seluruh Tanah Papua.

Di saat yang sama, kita telah memiliki United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai calon lembaga pemerintahan, eksekutif yang menjalankan fungsi pemerintahan Negara West Papua. Sejajar dengan itu, kita punya Pemerintahan Negara Federal Republik Papua Barat (NRFPB) dengan Presiden Forkorus Jaboisembut. Kita juga sudah punya PNWP dan Dewan Parlemen Nasional yang berfungsi sebagai legislatif dalam organisasi pemerintahan berdasarkan prinsip Trias Politica.

Kita akan memiliki pilar Judicative, kepolisian dan tentara nasional di waktu tidak lama lagi.

Yang terjadi di kawasan Pasifik Selatan begitu menarik. Negara-Negara Pasifik Selatan telah siap dan matang untuk menerima negara dan pemerintahan baru dari Tanah Paupa, bernama Negara Republik West Papua, dengan pemerintahan West Papua, berdasarkan Undang-Undang Negara West Papua.

Dipimpin oleh pemerintahan Republik Vanuatu dan Solomon Islands telah terbangun solidaritas tidak hanya di dalam kawasan Melanesia, tetapi telah menyebar ke seluruh Pasifik Selatan dan sudah merintis kerjasama dukungan di kawasan Melanesia – Afrika dan Melanesia – Eropa.

Para pemimpin negara-negara kepulauan Pasifik Selatan telah dengan nyata dan terbuka menyampaikan dukungan mereka atas kemerdekaan West Papua di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kalau kita masuk kelas-kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, membaca syarat pendirian sebuah negara, maka kita harus terus-terang, sebagian besar syarat pendirian sebuah negara sudah didapatkan, sudah diraih, sudah ada di tangah.

Yang belum diwujudkan saat ini ada dua: Negara West Papua tidak memiliki pemerintahan, dan kedua, untuk menjalankan pemerintahan itu, Negara West Papua belum memiliki Undang-Undang yang menunjukkan bangunan negara West Papua sebagai cara masyarakat modern mengorganisir diri dalam lembaga bernama “negara-bangsa”.

Oleh karena itu, apa yang harus kita katakan bilamana ada oknum, ada lembaga, ada kelompok, ada pihak yang beranggapan, berusaha menghalang-halangi, dan menunda-nunda proses pembuatan Undang-Undang Negara West Papua dan pembentukan pemerintahan Pemerintahan Semantara Republik West Papua?

Bukankah mereka itu mush aspirasi bangsa Papua?

Bukankah mereka menjalankan tugas, fungsi dan misi NKRI?

Ingat, Papua Merdeka tidak harus berarti marga Papua, kulit hitam, rambut keriting! Dia lebih dari itu! Karena politik Papua Merdeka, nasionalisme Papua BUKAN etno-nasionalisme, tetapi sebuah nasionalisme berdasarkan filsafat, teori dan prinsip demokrasi modern yang menyelamatkan planet Bumi dari kepunahan.

Amunggut Tabi: ULMWP Akan Dikecilkan NKRI Sebagai Sekelompok Orang Papua di Luar Negeri Saja

Menanggapi perkembangan politik regional belakangan ini, dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyampaikan pesan singkat kepada Papua Merdeka News (PMNews) bahwa ada peluang NKRI akan mengecilkan posisi representasi ULMWP bagi bangsa Papua.

Catatannya berbunyi,

Tolong dikasih tahu, bahwa isu dari PIS (Papua Intelligence Service) mengatakan PNG sudah setuju dengan NKRI bahwa ULMWP tidak mewakili semua komponen bangsa Papua di West Papua. ULMWP harus ambil langkah-langkah melibatkan semua komponen di dalam negeri. Sekian!

PMNews mengajukan pertanyaan balik kepada MPP TRWP mempertanyakan apa yang harus dilakukan oleh ULMWP saat ini, dan dibalas dengan singkat,

Sudah kasih tahu mereka banyak kali, sudah lama kita bicara to, jadi mau bicara apa lagi? Pakai bahasa apa lagi? Dalam kondisi apa lagi ktia harus bicara? Semua sudah dimuat di PMNews, to? Atau ada pesan kami yang tidak pernah dimuat di situ?

PMNews membalasnya bahwa belakangan ini sebenarnya PMNews banyak berkeberatan menyiarkan banyak informasi dari PIS, tetapi karena diperintahkan oleh MPP TRWP, maka terpaksa disiarkan.

Dibalas dari MPP TRWP bahwa pesan-pesan yang dikirim ke PMNews itu pesan untuk konsumsi publik, bukan bersifat rahasia. Kita jangan jadikan perjuangan Papua Merdeka sama dengan janji kedatangan Yesus kedua kali yang tidak tahu tanggal dan bulan berapa, selalu dijadikan barang keramat dan barang sulit disebut, dijamah, diramal. Papua Merdeka harus dibawa keluar, ke ruang publik, ke diskusi publik, ke pengetahuan publik, ke debat publik, bukan hanya di blog dan facebook.com tetapi di semua kampung, di hutan, di kantor, di mobil, di perahu, …

PMNews tidak bisa menahan pertanyaan sehingga, dalam rangka mengakhiri pesan ini, PMNews tanyakan “Kira-kira bisa disebutkan satu saja langkah terpenting sekarang?” Maka jawaban yang disampaikan adalah sbb.:

Satu? Pertama-tama ULMWP harus membuka pendaftaran keanggotaans supaya PDP, LMA, DAP, DeMMAK, AMP, MRP, KNPB, dan lain-lain semua mendaftarkan diri menjadi anggota ULMWP. Itu dulu. Kalau minta satu saja itu dulu. Begitu baru bicara “saya mewakili West Papua”. Kalau tidak, dasarnya apa? Ini bukan panggung sulap! Ini panggung politik real.

 

Amunggut Tabi: Yang Mau Panglima Gerilyawan Bersatu ialah BIN/NKRI

Menanggapi analisis Papua Merdeka News (PMNews) dalam artikel sebelumya, yang diusulkan sebelumnya kepada Tentara Revolusi West Papua (TRWP) beberapa hari lalu, ini tanggapan dari TRWP kepada PMNews.

Dalam artikel Anda ditulis:

Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

Analisis ini sangat benar. Yang NKRI mau ialah Panglima Perang di hutan menjadi satu dalam komando, supaya mereka bisa main bayar, mereka bisa main sogok, mereka juga bisa main bunuh, dan dengan demikian masalah perjuangan ini berhenti total.

Mereka kan sudah lama kejar Bapak Gen. TRWP Mathias Wenda, sudah lama kejar Bapak Gen. Bernardus Mawen, Bapak Gen. Kelly Kwalik, akhirnya mereka sudah bunuh yang lain dengan sukes. Mereka gagal total mendekati para panglima yang berdiri sungguh-sungguh di atas kebenaran.

NKRI/BIN tahu bahwa mereka tidak akan sanggup mempersatukan para gerilyawan dalam satu komando, oleh karena itu mereka masuk ke dalam ULMWP lewat anak mantu mereka, informan mereka, so-called pejuang Papua Merdeka yang ignorant dan memanfaatkan mereka sebagai pemberi informasi.

ULMWP harus tahu, siapa saja, dari hutan, dari kota, dari dalam negeri dari luar negeri, siapa saja yang bicaranya seperti memaksa, bicara seperti mendesak dan sampai mengancam ULMWP atau tokoh Papua Merdeka atas nama gerilyawan atau atas nama Papua Merdeka atau atas nama OPM, maka dipastikan bahwa mereka itulah kaki-tangan lawan politik Papua Merdeka.

Kami dari TRWP sangat heran membaca laporan dari Republik Vanuatu, di mana salah satu hasil rapat mengatakan bahwa ULMWP menginginkan para panglima di hutan New Guinea supaya bersatu dalam satu komando.

Pertanyaan kami,

“ULMWP itu statusnya apa sehingga bisa memerintahkan para panglima gerilyawan yang sudah puluhan tahun berada di hutan mempertaruhkan nyawa untuk Papua Merdeka?”

ULMWP harus menunjukkan kepemimpinannya, harus menunjukkan diri sebagai organisasi modern dan profesional, yang dapat dipercaya oleh dunia internasional untuk mewakili Negara West Papua sebagai sebuah “government-in-waiting”, baru bisa bicara tentang organisasi yang sudah melahirkan ULMWP itu sendiri.

Ini anak baru lahir, sudah berani suruh induknya ganti celana? Tidak tahu malu. Sangat tidak sopan.

Kalau belum “behave” dan “show up” sebagai sebuah lembaga persiapan pemerintahan negara, maka jangan cepat-cepat memerintahkan organisasi yang sudah lebih dari setengah abad berjuang untuk Papua Merdeka.

Yang harus dipersatukan ialah organisasi politik dan representasi sosial-budaya West Papua, yaitu:

  1. PDP (Presidium Dewan Papua)
  2. DAP (Dewan Adat Papua)
  3. DeMMAK (Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka)
  4. WPIA (West Papua Indigenous Association)
  5. WPNA (West Papua National Authority
  6. WPNCL (West Papua National Coalition for West Papua)
  7. NRFPB (Negara Republik Federal West Papua)

Kemudian semua lembaga ini harus menerima PNWP (Parlemen Nasional West Papua) sebagai lembaga parlemen West Papua dan ULWMP (United Liberation Movement for West Papua) sebagai lembaga pemerintahan untuk Negara Republik West Papua.

ULMWP Stop Sibuk yang Lain: Harus Mempersatukan Program dan Langkah-Langkah

Ada sejumlah hal berkembang di kalangan aktivis Papua Merdeka, menyebarkan berita dan email secara terbuka dan tertutup, berisi berbagai isu dan hasil diskusi yang dilakukan ULMWP selama ini. Dari PIS (Papua Intelligence Service) didapati pesan-pesan bahwa BIN/ NKRI sudah aktiv bekerja, dan kini bergerilya dengan bebas di dalam ULMWP.

Berikut beberapa indikatornya:

Indikator pertama ialah memerintahkan ULMWP untuk segera mempersatukan para panglima dan komandan gerilyawan di rimba New Guinea.

Agenda mempersatukan komando dan panglima perjuangan Papua Merdeka ialah sebuah agenda NKRI yang telah diluncurkan sejak tahun 1998, yang sampai hari ini belum berhasil. Yang paling terakhir, mereka berusaha membujuk Gen. Kelly Kwalik, tetapi beliau menolak, maka beliau dibunuh secara tidak terhormat, atas pancingan dari anak keponakannya sendiri.

Saat ini, lewat ULMWP , agen BIN/NKRI mendesak kepada pucuk pimpinan ULMWP, supaya semua komandan dan panglima gerilyawan di Rimba New Guinea harus dipersatukan, karena NKRI sudah punya setelan dan akses langsung kepada sejumlah panglima di Tanah Papua, sehingga pada saat disatukan, mereka dapat mengendalikan komando dari dalam negeri, demi mempertahankan NKRI di atas Tanah Papua.

Apakah Oktovianus Motte dan Benny Wenda tahu hal ini? Tentu saja tidak. Dari segala hal yang mereka lakukan belakangan ini menunjukkan, mereka justru melangkah ke arah skenario NKRI.

Indikator kedua, para pejabat ULMWP lebih sibuk bicara tentang siapa SekJend, Siapa Jubir, siapa Dubes, siapa Kepala Kantor dan sebagainya. Tidak ada satu-pun dari personnel inti ULMWP yang menyampaikan visi/ misi dan program yang jelas dan gamplang, profesional dan tertulis jelas kepada bangsa Papua dan kepada para negara Melanesia yang mendukung Papua Merdeka.

Kita menjadikan perjungan Papua Merdeka sama dengan nuansa “kedatangan Yesus untuk kedua kalinya”, semuanya serba rahasia, semuanya serba tidak pasti, semuanya serba raba-raba. Semua orang tahu Yesus akan datang, semua orang tahu dunia akan kiamat, tetapi siapa tahu kapan itu akan terjadi? Semua orang West Papua diberitahu, semua orang Melanesia diberitahu West Papua mau merdeka, tetapi kapan, bagaimana? Tidak jelas.

Masing-masing pimpinan ULMWP merasa curiga, merasa tidak percaya, merasa tidak bisa kerjasama. Belum dilakukan usaha-usaha kerjasama, ktai sudah punya kesimpulan bahwa kita tidak bisa kerjasama. Dan oleh karena itu kita beranggapan pemimpin yan gada harus diganti.

  • Wahai bangsa Papua, ini namanya Politik devite et impera, politik adu-domba ajaran Belanda yang digunakan NKRi saat ini.
  • Wahai pimpinan ULMWP, siapapun yang mengajak engkau untuk mengatur pergantian pengurus, hendak-lah kau hardik dan katakan, “Enyahlan engkau wahai iblis, karena saya pemimpin bangsa Papua, tunduk kepada aturan kebersamaan dengan prinsip “Ap Panggok“. (Ap panggok adalah filosofi perjuangan Koteka, yang artinya perjuangan saya sukses karena perjuangan-mu, bukan karena perjuanganku semata).

Indikator ketiga, ULMWP masih bermental budak, tidak sama dengan para pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Indikator utama mental budak ULMWP ialah “lebih percaya kepada kulit putih dan negara-negara barat daripada percaya kepada diri sendiri dan ras dan bangsa sendiri!’

Kalau orang barat bilang, “Kita ke Geneva, bicara HAM, maka ULMWP ke sana, ramai-ramai ke sana.” Kalau dunia barat perintahkan, “Jangan pakai kata revolusi dalam organisasi atau undang-undang West Papua“, maka mereka berikan komentar seolah-olah mereka paham atas apa yang dimaksudkan sang majukannya.

Mental budak yang lain ialah selalu melihat NKRI dan sekutunya ialah penentu kemerdekaan West Papua, penghambat kemerdekaan West Papua, penyebab penderitaan bangsa Papua. Budak tidak punya kemerdekaan, ia bertugas bekerja untuk majikannya. Ia tidak punya pilihan. Sama saja. ULMWP menjadi tak punya kemerdekaan pada dirinya sendiri. Ia berdiri untuk menyalahkan NKRI dan sekutunya.

 

ULMWP Harus Medeka Dulu untuk Memerdekakan Bangsa Papua

Untuk merombak nasib ULMWP seperti ini, sudah saatnya pertama-tama, ULMWP tampil sebagai sebuah organisasi yang profesional. Ciri-ciri organisasi modern, atau profesional ialah

Pertama, ULMWP harus punya aturan main yang jelas. Dalam hal ini ULMWP tidak tepat memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), karena ULMWP adalah sebuah lembaga perwakilan dari sebuah bangsa dan negara dalam penantian, bukan sebuah LSM. Oleh karena itu, ULWMP harus memiliki sebuah Undang-Undang Republik West Papua, entah itu mau dikatakan “Sementara” karena takut menggunakan “Revolusi” atau nama apa saja tidak menjadi masalah.

Yang penting ULMWP harus memiliki Undang-Undang, bukan AD/ART.

Dalam Undang-Undang inilah ditentukan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan West Papua, termasuk masa jabatan, syarat-syarat pejabat dan pemimpin, pejabat negara, dan semua hal tentang kenegaraan dan pemerintahan Republik West Papua.

Dengan demikian ULMWP tidak perlu kita bermentalitas Melayo-Indos yang tiap bari berpikir dan bergerak untuk merebut jabatan, tetapi tidak pernah berpikir murni untu membangun NKRI. Waktu dan tenaga kita akan habis untuk memperebutkan jabatan, bukan untuk memperjuangkan Papua Merdeka.

Kedua, ULMWP harus membuka pendaftaran bagi atau mengundang untuk bergabung kepada organisasi orang Papua lain di mana-pun mereka berada untuk mendaftarkan diri. Pertama-tama, ULMWP harus mengundang Presidium Dewan Papua (PDP) dan memberikan posisi yang layak. Kedua ULMWP harus memberikan undangan dan status yang jelas kepada Dewan Adat Papua (DAP), dan Dewan Musyawarah Masyarakat Adat Koteka (DeMMAK). ULMWP juga harus memberikan status yang jelas terhadap West Papua Indigneous Peoples Association (WPIA) dan West Papua National Authority (WPNA).

Selama ini kita berjuang sangat memboroskan tenaga. Kita sendiri bangun sebuah organiasi perjuangan baru, lalu besoknya kita sendiri bunuh mati organisasi kita. West Papua bukan hanya terkenal dengan panggilan “tukang makan orang”, tetapi kita juga seharusnya dikenal dunia sebagai “tukang makan organisasi sendiri”. Kita kanibal politik (political cannibalist) murni sedunia.

Ketiga, ULMWP harus menulis sebuah “Scientific Paper”, karya ilmiah tentang perjuangan kemerdekaan West Papua.  Di dalam karya ilmiah ini, tercantum garis besar kebijakan, wajah negara West Papua, pemerintahan Negara West Papua, Kantor Pusat Koordinasi perjuangan Papua Merdeka, Profile dan Kontak Resmi Sekretariat ULMWP.

Alm. Dr. OPM John Otto Ondowame dan Prof. Glen Ottow Rumaseuw, MWS serta tulisan Alm. Sem Karoba telah memberikan gambaran ilmiah sebagai pijakan untuk dipakai dalam membangun “Negara West Papua”, yang dikemas dan dipresentasikan oleh ULMWP sebagai “pemerintahan bayangan dari “Negara Republik West Papua”.

Dari MPP TRWP, Amunggut Tabi Serukan Dukung Filep Karma tur keliling Jawa

Filep Jacob Semuel Karma, TAPOL/NAPOL Papua Merdeka, kini berada di pulau Jawa, berkeliling memobilisasi dukungan dari masyarakat Indonesia untuk penentuan nasib sendiri bangsa Papua. Membaca pemberitaan yang disampaikan TabloidJubi.com maka kami dengan bangga mendukung langkah-langkah yang dilakukan Filep Karma saat ini.

Sekretariat-Jenderal TRWP menyerukan agar mahasiswa Papua yang berada di perantauan, terutama di Pulau Jawa dan Bali, dan Sulawesi agar mendukung dengan berbagai cara, lewat doa, tenaga, dana dan airmata, atas apa yang dilakukan salah satu tokoh Papua Merdeka hari ini.

Sepeningganan Theys Eluay, Willy Mandowen, Thom Beanal (peinsiun), Nicolaas Jowe (peinsiun), Nick Messet (peinsiun), Fransalbert Joku (peinsiun), Alex Derey (peinsiun), Jams Nyaro (alm.), Jacob Prai (peinsiun), Otto Ondawame (alm)., Andy Ayamiseba (peinsiun), dan banyak tokoh lainnya, maka kita punya tokoh Papua Merdeka yang sudah tampil ke depan, mengorbankan semua-muanya, berjuang murni untuk Papua Merdeka, antara lain

  • Benny Wenda,
  • Filep Karma
  • Buktar Tabuni
  • Oktovianus Mottee
  • Jacob Rumbiak
  • Markus Haluk
  • Forkorus Yaboisembut
  • Edison Waromi

dan banyak lagi yang tidak dapat kami sebutkan, yang sudah nyata tidak dapat diragukan lagi, lewat organisasi seperti

  • ULMWP
  • PNWP
  • KNPB
  • WPNA
  • NRFPB
  • DAP
  • PDP
  • DeMMAK
  • IPWP
  • FWPC
  • WPNCL
  • WPPRO
  • ILWP

dan banyak lainnya yang tujuan pendiriannya ialah memperjuangkan kemerdekaan West Papua harus bergabung bersama, dan mendayung dalam satu irama.

Mari kita bersatu dalam kata dan langkah.

Untuk saat ini, kami mengundang mari kita dukung kegiatan Filep Jacob Semuel Karma di pulau Jawa saat ini. Mari kita bangun kebersamaan, samakan irama dan nada, karena kita sudah punya lagu perjuangan yang sama.

Dr. Willy Esau Mandowen Telang Berpulang: TRWP Turut Berduka Cita

Dr. Willy Esau Mandowen
Dr. Willy Esau Mandowen

Willy Esau Mandowen ialah Pendiri FORERI, yang kemudian memajukan format perjuangan bangsa Papua menghadapi kekejaman NKRI di era Suharto sebagai presiden kolonial. FORERI kemudian memfasilitasi Dialog Nasional bangsa Papua dengan NKRI di Jakarta, yang hasilnya ialah Presiden Kolonial RI waktu itu B.J. Habibie memerintahkan di hadapan Panglima dan kabinetnya agar bangsa Papua pulang ke Tanah Papua dan “merenungkan” tuntutan Papua Merdeka.

Willy Esau Mandowen kita catat sebagai jantung dari perjuangan Damai yang mengedepankan dialog politik daripada aksi, demonstrasi dan kekerasan.

Pada tanggal 30 Oktober 2016, tepat pukul 09.10 West Papua Time di Rumah Sakit Dian Harapan Waena, dengan tenang telah berpulang ke Pangkuan Allah Pencipta Langit dan Bumi Papua, pencipta Alm. Willy Esau Mandowen.

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, dengan ini dengan menundukkan kepala dan meninggikan hati, menyatakan

TURUT BERDUKA-CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas kepulangan ke Pangkuan Allah Bapa.

DR. WILLY ESAU MANDOWEN

 

dosen FKIP Universitas Cenderawasih, pelaku sejarah perjuangan damai bangsa Papua, formatur Foreiri dan Moderator Presidium Dewan Papua.

Kami sebagai sesama pejuang, berdoa kepada Tuhan Allah, melalui Putra-Nya Yesus Kristus, agar memberikan hikmat dan kepandaian Alm. kepada generasi muda Papua, sehingga dapat kita lanjutkan perjuangan ini, sampai penjajah NKRI keluar dari Tanah dan Bangsa Papua.

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahan

Pada tanggal: 30 Kotober 2016

Sekretariat-Jenderal

 

Amunggut Tabi
Lt. Gen. TRWP BRN: A.DF.018676 

TNI Harus Berani Ubah Hasrat Membunuh dan Membatai Menjadi Hasrat Membangun Orang Papua

Nabire, Jubi – Thaha Al Hamid, Sekertaris Jenderal Dewan Persidum Papua (PDP) mengatakan Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus berani mengubah hasrat membunuh dan membantai orang Papua menjadi hasrat membangun orang Papua.

“Sudah terlalu lama laras senjata aparat Indonesia mengarah ke rakyat papua. Sudah puluhan ribu nyawa melayang karena kejahatan internal ini. Panglima TNI harus berani alihkan hasrat bunuh orang Papua berubah menjadi hasrat membangun orang Papua,” katanya kepada Jubi melalui pesan singkatnya dari Jakarta, Selasa (6/1).

Thaha menegaskan kepada TNI agar lebih mengedepankan pendekatan terirorial daripada pendekatan militer dalam membangun Papua. “TNI harus kedepankan pendekatan teritorial. Berhenti dengan gaya Rambo, siap tempur. Siap bantai rakyat,” tegasnya.

Lanjut Thaha TNI akan dicintai dan menjadi bagian integral yang sama menderita bersama rakyat, tersenyum dan bahagian bersama rakyat kalau lebih mengedepankan pendekatan membangun.

“Itulah TNI yang reformis dan professional. Saya percaya TNI memiliki seluruh persyaratan untuk mengubah dirinya kearah itu,” tegasnya.

Secara terpisah, Pater Nato Gobay meminta agar aparat tidak membunuh umat Tuhan di Tanah Papua.

“Pemerintah dan aparat militer baik TNI mapun Polri, tolong jangan lakukan penembakan terhadap umat saya. Tidak lama ini aparat sudah menembak mati lima anak muda yang menjadi harapan bangsa ini. Itu terjadi di kampung saya. Saya minta jangan lagi melakukan penembakan terhadap umat saya,” tegasnya di gereja Kristus Sahabat Kita (KSK) Bukit Meriam, Nabirea, Selasa (6/1).

“Saya tidak mau lihat lagi. Saya tidak mau dengar lagi kamu (aparat-red) tembak lagi umat saya di tanah Papua ini kedua kalinya. ‘Me wagi kouko daa’ tidak boleh membunuh. Manusia Papua itu bukan kus-kus yang harus diburu terus. Harus menciptakan damai di tanah Papua. Bukan menciptakan konflik,” tegas Pater Nato. (Arnold Belau)

Sumber TabloidJubi.com

Apa Dasar Hukum Otsus Plus

Jayapura HoldNews.- Kebijakan Otsus Plus yang diusung Gubernur dan Wagub Papua Lukas Enembe dan Klemen Tinal (LUKMEN), diantaranya, pemberian grasi atau pengampunan dari Presiden SBY kepada sekitar 40-50 Tapol-Napol Papua merdeka yang masih menjalani hukum di sejumlah Lembaga Pemasyarakatan di Tanah Air menuai kritik pedas dari Sekjen Dewan Presidium Papua/PDP Thaha Alhamid ketika dikonfirmasi Bintang Papua via Email Rabu (29/5) malam.

Dikatakan Thaha Alhamid, Otsus yang berlaku di Tanah Papua sejak 2001, adalah desentralisasi asimetris berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001. Sesuai amanah UU itu sendiri, setiap perubahannya mesti dilakukan atas usul rakyat Papua melalui MRP dan DPRP.

“Nah, kalau sekarang ada lebel Otsus Plus, pertanyaan kita kebijakan ini dasar hukumnya, apa? Undang-Undang atau sekedar mengikuti selera politik saja. Negara ini, tidak diboleh dikelola berdasarkan selera orang per orang atau kelompok politik tertentu, tapi harus berdasarkan hukum,”

tegas Thaha Alhamid.

Pertama, menurut Thaha Alhamid, Pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat, apa dasar hukum munculnya Otsus Plus itu. Kapan usul perubahan dilakukan, rakyat Papua terlibat atau tidak? serta apa saja yang menjadi substansi dari Otsus Plus itu ?

“Kalau pijat plus-plus, saya kira banyak orang tahu, apa suguhan substansinya, lalu bagaimana dengan Otsus Plus ini. Jujur, Kita dengar kata Otsus Plus ini baru sebatas dari media dan retorika politik saja. substansinya kita masih buta,” tukasnya.

Memang, adalah fakta bahwa tahun 2008, tambah Thaha Alhamid, sesungguhnya Pemerintah sudah merubah UU Otsus ini dengan keluarnya Perpu No 1 Tahun 2008. Lalu muncul Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang percepatan pembangunan Papua yang terkapar sebelum berjalan, muncul kemudian Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) sebagai intervensi kebijakan percepatan, karena pemerintah sadar betapa Otsus belum efektif menjawab masalah Papua.
“Nah kalau sekarang tiba-tiba ada Otsus Plus, jelas ini langkah politik yang bikin rakyat bingung dan bertanya tanya. Tugas Pemerintah adalah menjelaskan arah serta substansi dari kebijakan plus ini,” ujar dia.

Kedua, Tapol/Napol Filep Karma Cs menolak grasi yang ditawarkan. Pihaknya merasa penolakan ini sangat masuk akal, terutama karena tidak pernah diinisiasi dengan benar. Tahun 1999, Pemerintah Pusat waktu itu mengeluarkan pembebasan seluruh Tapol-Napol Papua. Itu berdasarkan tuntutan rakyat Papua, bukan sesuatu yang tiba-tiba jatuh dari langit tanpa komunikasi politik yang bermartabat.

“Bagi kawan-kawan, grasi itu adalah pengampunan. Artinya, sesorang mengaku bersalah, diadili dan dihukum lalu karena belas kasihan Presiden SBY mereka lalu diberi grasi atau pengampunan,” tutut Thaha Alhamid.

“Ini memang hak prerogatif Presiden, tapi kan ada mekanismenya. Saya rasa ini, salah satu ganjalan psiko-politiknya. Para ahli hukum dan pengacara di Papua, saya rasa lebih kompeten mengelola soal ini. Kita harus membiasakan diri, menyerahkan suatu pekerjaan kepada ahlinya. Sebab kita ini bukan kunci Inggris yang bisa buka semua mur dan baut.”

Ketiga, Pemerintah harus lebih membuka diri, kalau mau memberi nilai plus kepada Otsus Papua, Kenapa tidak buka pintu dialog saja? “Toh selama ini, dialog sudah menjadi point tuntutan rakyat. Jalan ini malah berpotensi menjawab berbagai soal dan jauh lebih elegan,” ujarnya

Sumber: BintangPapua.com

Thaha : Prilaku Politik Jakarta Sangat Aneh

Panik, Kebakaran Jenggot dan Marah-marah Ketika Benny Wenda dan Kolega Buka Kantor OPM di Oxford

JAYAPURA— Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Alhamid menilai prilaku politik pemerintah Indonesia atau Jakarta sangat aneh, terkait Beny Wenda dan koleganya membuka Kantor Perwakilan OPM di Oxford, Inggris.

“Jakarta panik dan kebakaran jenggot dan marah-marah. Tapi setiap hari rakyat Papua menghadapi sejumlah masalah, justru Jakarta tak terganggu. Tapi mereka justru panik, kebakaran jenggot dan marah-marah bila terjadi sebuah dinamika politik Papua di luar negeri. Prilaku politik anak negeri yang sangat aneh,”

tegas Thaha Alhamid yang dikonfirmasi Bintang Papua via ponsel, Selasa (7/5) malam.

Dikatakan Thaha, pihaknya juga menilai kegelisaan Jakarta terkait pembukaan Kantor OPM di Oxford bukan sesuatu yang benar dan bukan pendekatan yang tepat. “Harus diingat perkembangan sejarah Papua ini dilakukan dalam diplomasi tak boleh dijawab dengan operasi militer dan sebagainya,” tandasnya.

Karenanya, ujar Thaha Alhamid, pemerintah Indonesia dihimbau jangan panik, tapi segera datang menyelesaikan sejumlah persoalan di Papua seperti kegagalan Otsus, pendidikan amburadul, pelayanan kesehatan tak maksimal dan infrastruktur morat-marit dan lain-lain.

Menlu Marty Natalegawa seharusnya melakukan pola- pola diplomasi dengan pemerintahan Ratu Elisabeth terkait dibukanya Kantor OPM di Oxford. Tapi jangan lupa semua akar masalah ada di Papua bukan di luar negeri, sehingga datang selesaikan di Papua.

“Papua itu bukan di London, New York atau Oxford. Tapi Papua ada di ujung timur Nusantara datang, duduk, bicara dengan rakyat selesaikan soal jangan panik seperti itu,”

tandas dia. (mdc/don/l03)

Sumber: Rabu, 08 Mei 2013 07:38, Binpa

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny