Kontras dan BUK: Ketidakadilan, Trauma dan “Luka Dalam” Masih Ada di Papua

Jayapura  — Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras) Papua dan Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) merilis, sejak tahun 1967 hingga kini kasus pelanggaran HAM masih bertumpuk, tanpa diproses sesuai hukum yang jelas.

Disebutkan, masyarakat Papua masih mengalami rasa ketidakadilan, luka mendalam dan trauma.

Selanjutnya, seperti dalam rilis yang diterima tabloidjubi.com di Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua, Jumat (7/12) siang, disebutkan  tiga pelanggaran HAM berat, yaitu Abepura Berdarah tahun 2000, Wasior tahun 2000 dan tahun 2003 di Wamena.

Abepura berdarah, terjadi dinihari 7 Desember 2000, sekitar pukul 01.30 waktu Papua, berawal dari penyerangan oleh orang tak dikenal (OTK) terhadap mapolsekta Abepura, jalan Dewi Sartika, sekitar 20 kilometer dari jantung Kota Jayapura.

Dalam insiden itu,  Bripka Petrus Eppa tewas bersama tiga warga sipil. Sekitar 100 meter dari Mapolsekta Abepura, rumah toko (ruko) dibakar, selanjutnya OTK membunuh kesatuan pengamanan (satpam) dinas otonom Kotaraja.

Pada hari yang sama, sekitar pukul 02.30 waktu Papua, dilakukan penyisiran di tiga asrama mahasiswa di Abepura, yaitu asrama mahasiswa Ninmin, asrama Yapen Waropen dan asrama mahasisw Ilaga, serta pemukiman warga sipil di Abepura Pantai, Kotaraja dan Skyline. Saat itu Kapolda Papua adalah Brigjend Polisi Moersoertidarmo Moerhadi D.

Dalam penyisiran di Skyline, Elkius Suhuniap tewas. Sedangkan, John Karunggu dan Orry Dronggi dari asrama Ninmin tewas akibat penyiksaan di Polres Jayapura.

Tahun 2005, Komnas HAM membentuk KPP HAM Abepura. Dalam penyelidikan, terdapat 25 pelaku. Namun jaksa agung MA, Rachman dan Komisi II DPR RI menetapkan Kombes Polisi Johny Wainal Usman sebagai Komandan Satuan Brimob Polda Papua dan AKBP Daud Sihombing sebagai pengendali dan pelaksana perintah operasi.

“Namun dalam proses mendorong kasus tersebut dalam sidang perdana, dalam berkas tidak dicantumkan kondisi, dan kerugian korban. Akibatnya tak ada rehabilitasi dalam berkas pidana dan tidak ada keadilan bagi korban,”

kata Kordinator Kontras Papua, Olga Helena Hamadi.

Sebenarnya, seperti dalam rilis Kontras dan BUK, pelaku berjumlah 25 orang, tetapi disebutkan hanya dua orang. Sementara korban yang berjumlah 105 orang yang dijadikan saksi hanya 17 orang.

Kontras dan BUK menilai, proses peradilan Abepura berdarah 2000 sarat dengan cacat hukum. Mirisnya, seperti dalam rilis,  korban tidak diakui sebagai korban walaupun enam korban tewas dalam penyiksaan.

“Sampai saat ini mereka trauma dan luka dalam.”

Peradilan yang dinilai cacat hukum, menyebabkan ketidakpercayaan korban pada hukum. Kekerasan jusrtu mendatangkan luka mendalam.

Pada 8 dan 9 September 2005 di Makasar, Sulawesi Selatan, Majelis Ad Hoc HAM kasus Abepura memvonis bebas Brigjend Polisi Johny Wainal Usman dan Kombes Polisi Daud Sihombing karena dinilai tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM di Abepura.

BUK dan Kontras mendesak Komnas HAM untuk segera menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat Wasior dan Wamena karena proses hukum masih tidak jelas di Kejaksaan Agung dan Komnas HAM Jakarta dan menjelaskan kepada korban sejauh mana tahapannya.

Kontras dan BUK juga mendesak gubernur Papua, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua untuk mendorong evaluasi resmi atas kebijakan keamanan di Papua dan menolak pasukan organik dan non organik serta rasionaliasasi jumlah TNI/Polri di Papua yang akan mengakibatkan korban-korban baru.

Kontras dan BUK juga meminta agar menghentikan penembakan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, pembungkaman demokrasi dan lainnya terhadap warga sipil Papua. (Jubi/Timo Marten)

Friday, December 7th, 2012 | 15:18:40, TJ

Pasca Pembubaran KRP III, Tiga Mayat Ditemukan

Salah satu Mayat yang ditemukan kemarin
Salah satu Mayat yang ditemukan kemarin
JAYAPURA – Sehari pasca dibubarkannya Kongres Rakyat Papua III (KRP) oleh aparat gabungan TNI dan Polri di Lapangan Bola Zhakeus, Jalan Yakonde, Padangbulan Abepura, pagi kemarin, Kamis (20/10), warga Abepura dan sekitarnya dikagetkan dengan penemuan 3 (tiga) mayat di perbukitan belakang Korem 172, Distrik Heram, berjarak ratusan meter dari lokasi berlangsungnya Kongres Rakyat Papua III. Penemuan pertama terjadi pada pagi hari, saat itu ditemukan 2 (dua) mayat dengan jarak sekitar 50 meter antara kedua mayat tersebut, sementara penemuan kedua terjadi sekitar pukul 14.00 WIT, saat itu ditemukan satu mayat yang langsung dijemput oleh pihak keluarganya dan dibawa ke rumah duka untuk selanjutnya dikuburkan. Dua mayat yang ditemukan pada pagi hari antara lain, DK (25 tahun), laki-laki, anggota Petapa, Luka bacok di kepala, dan MS, laki-laki, anggota Petapa, luka tusuk di paha kanan, sementara mayat ketiga yang ditemukan siang menjelang sore hari adalah, YS (36 tahun), laki-laki. (maaf nama korban kami singkat dengan pertimbangan tertentu).

“Jenasah ditemukan oleh temannya yang juga adalah saksi, awalnya karena saksi mecoba mencari korban tetapi tidak ditemukan, akhirnya saksi mencoba untuk menelpon ke handphone korban, ternyata setelah ditelepon, telepon milik korban sedang aktif, karena telepon tersebut aktif tetapi tidak diangkat-angkat juga, akhirnya saksi melakukan pencarian, dan akhirnya ditemukan di perbukitan tersebut dan di bawah turun oleh temannya itu,” jelas Kapolresta Jayapura, AKBP, Imam Setiawan kepada wartawan.

“Saya perlu sampaikan bahwa, pada saat kejadian pembubaran tersebut, kami mendengar suara tembakan dari arah atas gunung, saat itu saya berada di lokasi dan mendengar sendiri suara tembakan itu, kemudian dari arah belakang korem juga terdengar empat kali suara tembakan yang mengarah ke asrama korem, kami coba lakukan tembakan balasan untuk mengusir tetapi kami tidak lakukan pengejaran sampai ke atas karena kami lebih memilih untuk konsentrasi mengamankan sekitar 300 orang yang sedang kami tahan dilapangan tempat kongres,” ujar Imam Setiawan.

Ditambahkannya lagi, bahwa,”Mayat itu ditemukan di atas, jaraknya cukup jauh dari lokasi kongres, dan kami tidak sampai ke atas sana, pada saat kami lakukan kekeran, ternyata ada kelompok lain yang sedang berada diatas gunung itu, saya menduga mereka melakukan penyerangan kepada korban-korban ini agar dapat mendiskreditkan aparat keamanan, saya khawatirkan itu adalah pekerjaan kelompok Danny Kogoya,” tandas Kapolresta.

Lokasi penemuan mayat yang jauh dari lokasi kongres tidak semakin memperkuat dugaan Kapolresta bahwa, pelaku tersebut adalah pihak atau kelompok yang sedang berusaha memancing di air keruh dan berusaha memanfaatkan situasi yang terjadi pasca pembubaran kongres.

Ditegaskan lagi oleh Kapolresta, bahwa, bersama TNI, pihaknya akan terus berupaya untuk mencari dan menemukan siapa pelaku yang telah menghilangkan nyawa ketiga korban tersebut. “Kita akan tetap berusaha untuk menemukan siapa pelakunya, dan apabila kami temukan pelakunya, akan tetap diproses sesuai hukum yang berlaku,” jelasnya.

Asrama Tunas Harapan Kena Imbas

Rupanya pembubaran dan penangkapan peserta Kongres Rakyat Papua III, tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga menimbulkan kerugian harta, serta berimbas pada rusaknya sejumlah fasilitas asrama Tunas Harapan yang dikelolah Keuskupan Jayapura.

Harta yang diduga dihancurkan aparat gabungan saat menangkap pelaksana kegiatan kongres adalah 4 bua mobil strada dan 5 sepeda motor, selain itu fasilitas asrama Tunas Harapan yang letaknya tidak jauh dari lokasi kongres menjadi sasaran.

Asrama yang diperuntukkan bagi mahasiswa dan pelajar dari daerah-daerah yang menekuni pendidikan di Kota Jayapura. Kerugian yang dialami asrama Tunas Harapan ini adalah rusaknya sejumlah fasilitas penunjang belajar seperti buku-buku yang dihamburkan computer dihancurkan dan beberapa leptop hilang, selain itu pintu asrama rusak dan kaca jendela pica.

Ketua Asrama yang namanya tidak ingin dikorankan akibat trauma, mencurgai pengrusakan ini dilakukan aparat saat mencari peserta kongres sekaligus mencari data –data. “Kecurigaan ini karena banyak peluru yang kami temukan di sekitar asrama,”katanya.

Lanjutnya, “kami ini generasi penerus bangsa dan Negara kemudian fasilitas atau penunjang belajar dihancurkan. Untuk itu, kami berharap kepada penanggung jawab kegiatan maupun aparat keamanan harus bertanggung atas kerusakan dan kerugian tersebut. Kami mau mendata, namun penghuni sebagian karena takut masih di luar untuk itu sesudah masuk atau kembali mendata kehilangan atau kerusakan secara detail kemudian akan disampaikan lebih dalam waktu dekat. Dan kami tetap mengharapkan pihak-pihak terkait untuk bertanggung jawab atas kerugian yang kami hadapi ini,”harapnya. (bom/cr-31/don/l03)

Polisi Usut Pembunuhan Anggota TNI di Papua

Jayapura, Kompas – Polisi terus mengembangkan penyidikan terhadap kasus penganiayaan terhadap Kapten Tasman M Nur (54), perwira pertama Bintal Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih. Anggota TNI Angkatan Darat tersebut ditemukan tewas pada Selasa pagi dengan sejumlah luka tusukan di tubuhnya.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Wachyono, Selasa (23/8) malam, mengatakan, pihaknya terus mengusut menangani kasus ini, menyusul tertangkapnya dua tersangka pelaku.

Sebagaimana diberitakan, Kapten Tasman M Nur pada Selasa pagi ditemukan tewas di Jalan Baru, Kampwalker, Waena, Jayapura, Papua. Korban diduga dianiaya dua pemalak di kawasan itu.

Menurut keterangan yang dihimpun, kejadian itu berlangsung ketika korban hendak melintas di jalan itu menuju tempatnya berdinas, dengan sepeda motor bernomor polisi DS 2605 AY. Tiba-tiba, dua pemalak menahan korban dan tanpa banyak bertanya langsung menikam korban dengan senjata tajam.

Korban sempat berusaha melarikan diri, tetapi pelaku kembali menyerang hingga korban pun tersungkur dan meninggal di tempat, sekitar 30 meter dari posisi kendaraannya.

Saksi mata segera melaporkan kejadian itu kepada patroli polisi di Perumnas 3 Waena. Polisi segera mengejar pelaku dengan menyisir lokasi kejadian. Polisi akhirnya menangkap YW dan AT, yang diduga pelaku penganiayaan itu.

Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letkol Ali H Bogra mengatakan, pihaknya menyerahkan seluruh penyidikan kasus itu kepada polisi. Selasa sekitar pukul 16.00 WIT, jenazah Tasman diterbangkan ke Jakarta menggunakan pesawat Merpati. Menurut Bogra, jenazah akan dikebumikan di Jakarta.

Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayjen Erfi Triassunu, melalui Bogra, menyatakan prihatin atas kejadian tersebut. Pangdam berharap kejadian itu tidak terulang kembali.

”Kami menyerahkan kepada polda dan pelaku ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Bogra mengutip Pangdam Cenderawasih. (JOS)

Satu Anggota TNI-AD Tewas Dibacok, Dua Tersangka Ditangkap

Kapten (Inf) Tasman, anggota TNI AD dari Satuan Bintal Kodam XVII/Cenderawasih
Kapten (Inf) Tasman, anggota TNI AD dari Satuan Bintal Kodam XVII/Cenderawasih
Jayapura — Tindak kekerasan dan kejahatan di Kota Jayapura yang memakan korban jiwa kembali terjadi, kali ini nasib naas menimpa Kapten (Inf) Tasman, anggota TNI AD dari Satuan Bintal Kodam XVII/Cenderawasih.

Selasa (23/8) pukul 07.00 WIT bertempat di Jalan Baru Camp Wolker Perumnas III Kelurahan Yabansai Distrik Heram telah terjadi penikaman dan pembacokan terhadap anggota TNI-AD atas nama Kapten (Inf) Tasman Perwira Pembinaan dan Mental (Bintal) Kodam XVII Cenderawasih oleh dua orang pelaku yang tak di kenal. Menurut keterangan salah seorang saksi kepada polisi, sekitar pukul 07.00 WIT saksi melintasi daerah jalan baru dari arah Kotaraja menuju Perumnas III Waena, namun beberapa meter di depannya saksi melihat korban dengan seragam dinas lengkap menggunakan sepeda motor Honda Vario DS 2605 AY yang saat itu berada di depannya di datangi oleh dua orang tak di kenal.

Kemudian kedua pelaku langsung melancarkan aksinya dengan menikam korban dengan menggunakan pisau di bagian perut juga di bacok oleh pelaku dengan menggunakan parang, saat itu juga korban terjatuh setelah kedua pelaku melihat korban jatuh dan tak berdaya lagi kedua pelaku langsung melarikan diri.

karena kaget dan terkejut setelah melihat kejadian tersebut saksi putar arah kembali kea rah kantor Walikota untuk mengamankan diri, namun selang beberapa waktu setelah menenangkan dirinya dan merasa situasi aman saksi kembali kearah Waena dan langsung melaporkan kejadian tersebut ke pos polisi di Perumnas III.

Setelah itu pukul 07.00 WIT anggota Patroli Motor (PATMOR) Perumnas III langsung menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan terdapat korban telah dalam keadaan tak bernyawa lagi .

Korban meninggal dunia dengan mengalami luka tusuk di bagian di perut, luka tusuk di bagian punggung sebelah kiri, serta ibu jari sebelah kiri tergores .

Kapolresta Jayapura AKBP H Imam Setiawan kepada wartawan membenarkan kejadian tersebut, menindaklanjuti laporan saksi, polisi langsung menutup jalan masuk dan keluar ke lokasi untuk mencari pelaku dan, seorang berinisial JW yang di duga kuat sebagai pelakunya berhasil di amankan polisi.

“pelaku yang satunya lagi masih dalam pengejaran oleh aparat kepolisisan” kata Kapolresta kepada wartawan kemarin siang di Mapolresta Jayapura.

Namun berdasarkan release yang diterima Bintang Papua dari Kodam XVII Cenderawasih semalam, disampaikan dua orang yang di duga kuat sebagai tersangka telah berhasil di amankan hasil pengembangan penyelidikan terhadap JW.

“tim gabungan TNI dan Brimobda Papua mendatangi salah satu rumah yang diduga sebagai rumah pelaku di belakang Bhayangkara, seorang berinisial AT (28 tahun) di tangkap dengan barang bukti dua kaos putih dan biru satu jean biru yang diduga digunakan pelaku”, kata Pangdam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal (Mayjend) TNI Erfi Triassunu dalam releasenya semalam.
Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan via SMS sekitar pukul 22.00 WIT mengatakan hingga kini baru 1 orang tersangka yang di tahan, menurutnya dugaan sementara motif pembacokan adalah kriminal murni, dimana pelaku sempat “memalak” korban namun kemungkinan karena korban melawan atau menolak permintaan pelaku sehingga pelaku nekat membacok korban hingga tewas.

Atas kejadian tersebut, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Erfi Triassunu merasa prihatin dengan jatuhnya korban prajurit, sekaligus mengutuk tindakan biadab pelaku yang sama sekali tidak mengindahkan norma-norma agama dan kemanusiaan. Pangdam XVII/Cenderawasih menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut pada Polda Papua sehingga dapat diungkap motif tindakan pelaku. Kepada seluruh prajurit, Pangdam memerintahkan agar tidak terpancing aksi provokasi yang memang sedang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak menginginkan Papua sebagai tanah Damai, kendalikan diri dan hindari aksi balas dendam secara orang perorang maupun kelompok. Namun demikian seluruh prajurit harus terus waspada pada setiap kegiatan, dan lakukanlah tindakan yang mengancam diri maupun kelompok sesuai prosedur tetap yang telah digariskan.

Kepada seluruh elemen masyarakat pecinta damai, Pangdam XVII/Cenderawasih mengajak agar secara sinergis bekerjasama dengan aparat keamanan, untuk menciptakan rasa aman melalui pengamanan swakarsa dilingkungan masing-masing serta melaporkan kepada pihak berwajib atas terjadinya aksi kekerasan maupun segala gejala yang memungkinkan terjadinya aksi kekerasan. Pangdam juga menyampaikan terimakasih atas cepatnya saksi melapor kepada pihak berwajib sehingga para pelaku dengan cepat dapat tertangkap.

Sementara Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua menjawab pesan singkat yang di kirimkan Bintang Papua semalam mengatakan turut berduka cita atas kejadian yang menimpa salah satu perwira Kodam tersebut dan mendesak kepada kepolisian untuk menangkap pelaku dan mengungkap motifnya. (cr-32/amr/l03)

Rabu, 24 Agustus 2011 01:19

ILAGA RUSUH, 17 TEWAS

JAYAPURA-Kerusuhan antar warga terjadi di Ilaga Kabupaten Puncak,Papua, Minggu31 Juli, sekitar pukul 07.00 WIT. Akibat kerusuhan itu17 orang tewas dan puluhan lainnyaluka-luka.

Juru Bicara Polda Papua, Kombes Wachyono ketika dikonfirmasi mengatakan, selain 17 orang tewas dan puluhan lainnya luka, sejumlah rumah dan kendaraan warga hangus dibakar. “ Tempat kerusuhan disekitarkantor DPRD setempat, hingga perumahan warga, satu unit mobil dinas DPRD Puncak,” jelasnya.

Menurut Wachyono, pihaknya belum mengetahui secara detail pemicu terjadinya bentrok massal itu. “Kami masih menyelidiki penyebab kerusuhan antar dua warga bermarga berbeda, yang menyebabkan belasanorang tewas,” terangnya.

Lanjut Wachyono, pihaknya juga masih kesulitan mendapat perkembangan terakhir terutama kondisi Ilaga. Karena akses ke sana sangat sulit dan hanya dengan pesawat itupun jika cuaca memungkinkan. “Hubungan kesana hanya dengan telepon satelit, sedangkan kami mendapat laporan dari sana melalui SSB. Akses kesana juga hanya bisa dengan pesawat,” paparnya.

Namun, dari informasi awal yang diterima, sambungnya, kerusuhan antara warga pendukung Elvis Tabuni Ketua DPRD kabupaten Puncak dengan pendukung Simon Alom, mantan karetaker Bupati Kabupaten yang baru di mekarkan itu. “Akibat kerusuhan itu Kelompok Elvis Tabuni tewas 13 orang, sedangkan pengikut Simon Alom 4 orang tewas,” ungkapnya.

Wachyono mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan mengenai kronologis kejadian, baru sebatas hanya jumlah korban yang tewas.

Sementara dari informasi yang berhasil dihimpun, kerusuhan itu dipicu proses Pemilukada kabupaten Puncak yang saat ini sedang berlangsung. Elvis Tabuni dan Simon Alom ikut dalam proses tersebut.

Sementara Kepala Bappeda Kabupaten Puncak, Wellem Wandik ketika dikonfirmasi, membenarkan adanya kerusuhan massal di Ilaga.”Saya sedang di Jayapura tapi dari informasi yang saya peroleh memang ada kerusuhan, tapi detailnya, silahkan tanya Bupati atau Polda Papua,” tukasnya melalui telepon selelurnya.

Sementara penjabat Bupati Puncak Recky Ambrauw saat ini masih menjalani proses hukum, karena diduga memalsukan dokumen SK pengangkatakan dirinya sebagai penjabat Bupati Puncak. (jir/don/l03)

Senin, 01 Agustus 2011 00:17

Anggota Marinir Tewas Ditikam

SORONG – Nasib malang menimpa anggota satuan tugas (satgas) Marinir, Pratu Mar Anton Sugiarto. Sabtu malam lalu (23/7) sekitar pukul 23.45 WIT, anggota marinir yang sedang lepas dinas itu tewas ditikam di Tembok Berlin Kampung Baru, Kota Sorong.

Korban tewas akibat beberapa luka tusukan di bagian bawah ketiak kirinya. Pratu Mar Anton Sugiarto menghembuskan nafas terahirnya setelah sempat dilarikan ke RSUD Sorong. Setelah disemayamkan di RSAL Oetojo, jenazah korban Minggu kemarin (24/7) diterbangkan ke kampung halamannya di Nganjuk Jawa Timur.

Dalam kasus penikaman ini, dua tersangka A dan Y yang diduga sebagai pelaku penikaman masih dalam pengejaran polisi.

Kapolres Sorong Kota AKBP Tri Atmodjo M,S.IK melalui Kasat Reskrim AKP Albertus Andreana,S.IK kepada wartawan menuturkan, kasus penikaman ini diduga berawal saat malam minggu itu, korban bersama rekannya sedang duduk di Tembok Berlin.

Ketika itu ada sekumpulan anak muda, yang tengah berkumpul sedang berbicara dengan seorang wanita yang terlibat pembicaraan dengan salah satu tersangka. Saat itu datanglah korban di antara mereka dan tiba-tiba terjadi perselisihan paham antara pemuda dan anggota Marinir, sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya berujung pada penikaman.

“Untuk kepastiannya secara persis kita belum bisa pastikan, sementara diduga adanya perselisihan paham antara korban dengan para pemuda yang diduga sebagai tersangka,” ujar Kasat Reskrim AKP Albertus Andreana.

Menurut Kasat Reskrim, korban meninggal dengan beberapa luka tusukan badik. Saat ditemukan oleh saksi, korban dalam kondisi tertelungkup di pasir pantai Tembok ‘Berlin’, tepatnya di depan Lapangan Hoky Kampung Baru. Setelah ditemukan, korban selanjutnya dilarikan ke RSUD.

Korban yang sempat mendapatkan perawatan akhirnya tidak tertolong dan meninggal di RSUD sekitar pukul 00.55 WIT.

Dari hasil pengejaran, Sabtu malam lalu, 6 tersangka berhasil diamankan. Dari keenam tersangka tersebut, 1 tersangka harus dilarikan ke RSUD guna mendapatkan perawatan, sementara 5 tersangka lainnya yakni H (23), S (27), A (19), HE (24), MU (23) langsung diamankan di sel Mapolres Sorong Kota.

Sebelumnya kelima tersangka itu sempat diamankan di POMAL, selanjutnya sekitar pukul 06.00 WIT diserahkan ke Polres Sorong Kota guna diproses hukum lebih lanjut.

“Kita sementara sedang melakukan pemeriksaan terhadap 5 orang yang diduga tersangka, baru diduga ya, karena menurut keterangan terkait tetapi masih kita kembangkan pemeriksaan,”ujar Kasat Reskrim AKP Albertuas Andreana, S.IK.

Sedangkan dua tersangka A dan Y yang diduga kuat sebagai pelaku penikaman hingga kemarin belum ditemukan, lantaran setelah kejadian keduanya langsung melarikan diri dari TKP.

“Ada satu lagi yang diduga sebagai tersangka juga sedang berada di RSUD untuk mendapatkan perawatan, dan tadi (kemarin-Red) sempat dilakukan operasi karena mengalami luka –luka pada bagian kepalanya. Luka kenapa kita belum bisa memastikannya,” tandas Kasat Reskrim.

Dari tangan para tersangka, polisi mengamankan tiga buah badik. Namun demikian Kasat Reskrim belum bisa memastikan badik mana yang dipergunakan oleh tersangka untuk menikam korban.

Selanjutnya dengan menumpangi Sriwijaya Air, Minggu kemarin sekitar pukul 12.30 WIT, jenazah almarhum Pratur Mar Anton Sugiarto diterbangkan ke Nganjuk, Jawa Timur, Pantauan Koran ini di Bandara DEO, upacara pelepasan jenazah dihadiri Plh. Danrem 171/PVT Kol Inf Ali Sanjaya, Danlanal Sorong, Kolonel Laut (P) Antongan Simatupang, Dandim 1704 Sorong Letkol Infi Rachmad Zulkarnaen dan sejumlah Dankasatdisjan di jajaran Korem 171/PVT dan jajaran Lanal Sorong.

Pemberangkatan jenazah di Bandara DEO berlangsung sederhana. Kesederhanaan terlihat dari krans bunga yang hanya ada satu, selain itu foto almarhum juga tidak dipajang sebagaimana biasanya. Alm Pratu Anton Sugiarto adalah anggota satgas Marinir yang bertugas di Pulau Fani- pulau terluar di Kabupaten Raja Ampat- yang saat kejadian mendapat giliran lepas dinas ke Sorong .

Terkait dengan tewasnya Pratu Mar Anton Sugiarto, Minggu kemarin sekitar pukul 14.00 WIT, penyidik Polres Sorong Kota dipimpin Kasat Reskrim AKP ALbertus Andreana,S.IK turun ke TKP guna melakukan identifikasi dengan membawa dua orang yang diduga sebagai tersangka untuk memaparkan kronologis kejadian itu.

Dalam identifikasi tersebut, diketahui, korban yang awalnya duduk di Tembok ‘Berlin’, terjatuh di bibir pantai dengan kondisi tengkurap. Saat pertama kali ditemukan pada tubuh korban berceceran darah sehingga langsung dilarikan ke RSUD Sorong.

Usai kejadian itu, menurut keduanya yang diduga sebagai tersangka langsung berhamburan melarikan diri.

Proses identifikasi yang berjalan cukup lama itu, menjadi pusat perhatian warga yang kemarin sedang berada di pantai Tembok ‘Berlin’. Warga yang hadir beserta pengendara yang kebetulan melintas merengsek menyaksikan proses identifikasi tersebut.

Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka terancam pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan korban meningal dunia dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.(reg/rat)

Senin, 25 Juli 2011 , 13:08:00
http://www.cenderawasihpos.com/index.php?mib=berita.detail&id=2486

Tahanan Polsek Kawasan Bandara Sentani Tewas

SENTANI-Jajaran Polsek Kawasan Bandara Sentani Sabtu (28/5) sekitar pukul 19.00 WIT dikejutkan dengan penemuan salah seorang warga bernama Alfius Molay (35) dalam keadaan tidak bernyawa di dalam tahanan Polsek Kawasan Bandara Sentani. Korban ditemukan pertama kali oleh salah satu anggota jaga bernama Briptu Stevi Pangaya yang sedang melakukan pemeriksaan ke ruang tahanan. Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK ketika dikonfirmasi wartwan melalui Kapolsek Kawasan Udara Sentani Iptu Harianja membenarkan tahanannya bernama Alfius Malai itu telah meninggal dunia. Namun menurut Kapolsek, penyebab kematian korban sampai saat ini masih misteri, apakah karena over dosis konsumsi minuman keras ataukah penyebab kematian korban karena yang bersangkutan dianiaya. Karena menurut Kapolsek sebelum diamankan korban awalnya diduga melakukan aksi yang menggangu ketertiban umum di dalam terminal bandara dalam keadaan mabuk berat dan tubuhnya juga sudah melemas.

Saat diamankan petugas, salah satu pelipis mata korban telah dalam keadaan mengalami luka sobek sekitar 2 cm yang mana diduga korban sebelumnya telah dianiaya. Saat diamankan sekitar pukul 17.10 korban langsung disuruh istirahat di dalam ruang tahanan, seperti biasanya petugas mengamankan oknum warga yang ditemukan mabuk berat dan menggangu ketertiban umum di bandara.

Namun ketika pukul 18.00 Briptu Stevi Pangaya yang pada saat itu sedang piket melakukan pemeriksaan ke dalam ruang tahanan dan menemukan korban sedang tertidur, dan untuk memastikan korban baik-baik saja Briptu Stevi Pangaya memanggil salah satu rekan piketnya bernama Johan M Telussa untuk memeriksa korban.

Namun saat keduanya memeriksa korban denyutnya nyadinya berdenyut lambat sekali, dan keduanya langsung menghubungi Kapolsek. “Ketika 2 anggota saya memeriksa nadi korban melemah keduanya langsung menghubungi saya dan saya memerintahkan untuk segera dilarikan ke RSUD Yowari,” jelas Kapolsek kepada wartwan kemarin.

Menurut Kapolsek dalam perjalanan dirinya sempat mengontak anak buahnya dan keduanya melaporkan nadi korban telah kembali normal, namun ketika korban masuk ke dalam UGD nadinya tiba-tiba melemah lagi, dan akhirnya nyawa pria yang diduga akan berangkat ke Kabupaten Yahukimo itu sudah tidak tertolong lagi.

Kapolsek juga menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan outopsi untuk memastikan penyebab sebenarnya dari kematian korban. “Kami sedang outopsi, untuk memastikan penyebab kematiannya,” ujarnya melalui pesan singkat pada ahad (29/5) kemarin.

Selain itu Kapolsek juga menjelaskan pihaknya juga telah memeriksa daftar tugas security di bandara Sentani untuk juga dimintai keterangannya terkait penyebab luka di pelipis mata korban itu.

Sementara itu, beberapa para tukang ojek di bandara Sentani mengatakan bahwa sebelum diamankan korban yang dalam keadaan mabuk berat sekali dan tubuhnya sangat lemas itu berulang kali ditolak oleh para petugas di pintu masuk keberangkatan karena yang bersangkutan dalam keadaan mabuk berat. Saat itu sekitar pukul 11.00 WIT korban keluar ke parkiran terminal bandara.

Dan tepatnya pada deretan parkiran ketiga salah satu mobil kijang avanza berwarna biru tiba-tiba berpapasan dengan korban, pada saat itu korban yang masih terlihat kesal karena ditolak di pintu masuk keberangkatan itu langsung memukul mobil tersebut.

Saat itu terlihat salah seorang oknum anggota Polsek Kawasan bandara berinsial NVL turun dari mobil dan langsung melepaskan sebuah bonggem mentah ke pelipis mata korban dan langsung korban terjatuh dan mulutnya terbentur aspal dan mengeluarkan darah segar pula. “Waktu NVL pukul dia itu darah yang keluar itu macam air pancuran saja, jadi mungkin dia kehabisan darah tuh,” ujar Nobo salah seorang tukang ojek di bandara Sentani di dampingi beberapa rekannya sambil menunjukkan bekas-bekas darah di TKP kepada wartwan. Dan usai dipukul korban langsung diamankan ke Polsek Kawasan Bandara. (jim/don)

290 Kekerasan Aparat di Papua Dibiarkan

Video yang diposting di YouTube ini menunjukkan dua pria Papua tengah dianiaya oleh beberapa orang yang diduga pasukan keamanan Indonesia. Salah satu personel keamanan melakukan penganiayaan dengan mengarahkan benda tumpul ke alat kelamin pria Papua tersebut.
Video yang diposting di YouTube ini menunjukkan dua pria Papua tengah dianiaya oleh beberapa orang yang diduga pasukan keamanan Indonesia. Salah satu personel keamanan melakukan penganiayaan dengan mengarahkan benda tumpul ke alat kelamin pria Papua tersebut.
JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituntut memerintahkan kepada Panglima TNI dan Kapolri agar memberikan perlindungan kepada para pembela HAM (Hak Asasi Manusia), khususnya yang berada di daerah konflik seperti Papua.

Diharapkan, petinggi institusi keamanan nasional itu dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan memproses laporan-laporan kekerasan di Papua serta menindak tegas para pelakunya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menilai pemerintah tidak pernah menanggapi secara serius terhadap setiap laporan para pembela HAM yang menyebut di Papua masih sering terjadi kekerasan oleh aparat terhadap sipil.

Ia mencontohkan, laporan sejumlah organisasi HAM di Papua dan Jakarta pada Mei 2008. Dalam laporan itu, setidaknya ada 290 kasus penyiksaan aparat militer dan kepolisian di Papua pada kurun waktu 1997-2007.

“Tetapi, hingga saat ini tidak pernah ada upaya pemerintah untuk menindaklanjuti laporan tersebut,” ucap Poengky dalam siaran persnya, Jumat (22/10/2010) di Kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Jakarta Timur.

Ketidakseriusan pemerintah ini terus berlanjut setelah beredarnya video penyiksaan yang diduga dilakukan aparat Brimob terhadap Yawan Wayeni dan penyiksaan oleh aparat TNI AD di Puncak Jaya baru-baru ini.

Sebelumnya, Imparsial, SKP Jayapura, Sinode GKI Papua, Progressio, dan Franciscans International pernah menyampaikan Laporan Penyiksaan di Aceh dan Papua 1998-2007 kepada pemerintah Indonesia, Special Rapporteur Anti Penyiksaan Manfred Nowak dan Komite Anti Penyiksaan PBB.

“Presiden perlu memerintahkan jajarannya untuk menghapus penyiksaan di Indonesia demi melaksanakan rekomendasi Komite Anti Penyiksaan PBB,” imbuh Poengky.

Guna percepatan pemrosesan kasus pelanggaran HAM berat di Papua, Imparsial berharap Komnas HAM dan Kejaksaan Agung bisa bekerjasama dengan baik.

Ini penting agar kasus-kasus semacam itu, termasuk kasus Wasior-Wamena yang hingga saat ini masih menggantung, dapat segera dituntaskan.

Komnas HAM, lanjut Poengky, perlu dilibatkan dalam investigasi kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan oleh aparat militer, polisi dan intelijen. “DPR sebaiknya mengawasi kinerja aparat kepolisian, militer dan intelijen dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi lagi pelanggaran HAM,” terang dia.

Kompas.com, Adi Dwijayadi | yuli | Jumat, 22 Oktober 2010 | 23:47 WIB

Insiden Wamena dan Manokwari, Perlu Intervensi PBB

Forkorus bersama pasukan Petapa berseragam uniform yang merupakan seragam yang diduga sebagai penyebab kericuan di Wamena 3 hari laluSENTANI—Ke­tua Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut S.Pd menegaskan, kasus penembakan di Wamena yang menewaskan 1 anggota Penajaga Tanah Papua (Petapa) yakni Ismail Lokobal, dan juga yang sebelumnya di Manokwari harus mendapat intervensi dunia internasional.

Bahkan atas nama Ketua Dewan Adat Papua Forkorus mengutuk keras 2 aksi penembakan tersebut. Menurut Forkorus, apa yang dikeluhkan kepada dunia saat ini terkait crime against humanity terhadap rakyat Papua benar-benar memang sedang terjadi, dan contoh kecil dua penembakan tersebut adalah bukti yang mengarah kepada slow motion genocide.

Karena menurut Forkorus hukum Negara Indonesia tidak akan mungkin mengungkapkan kasus penembakan tersebut karena buktinya Opinus Tabuni yang ditembak di depan mata kepala Forkorus beberapa waktu lalu saja tidak pernah terungkap sampai hari ini. Padahal dirinya sudah berulang kali memberikan kesaksian di Polda Papua, dan hal ini menjadi indicator bahwa hukum Indonesia tidak berpihak kepada rakyat Papua.

Oleh karena itu, Forkorus meminta secara tegas agar Amerika mengintervensi kasus penembakan tersebut. Forkorus mengaku sudah meminta perhatian kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta pasca penembakan tersebut, untuk secara serius mengintervensi kasus ini.

“Mana anda bilang tidak ada geniside, ini bukti, Serui, Manokwari dan Wamena 3 kasus beruntun yang terjadi secara berturut-turut belakangan ini,”

ujar Forkorus yang me­ngaku menyampaikan hal tersebut dihadapan Kedube AS untuk Indonesia.

Menyoal tentang modus penembakan tersebut yang berawal dari disitanya pakain uniform milik pasukan Petapa oleh Polisi saat tiba di bandara Wamena Forkorus menegaskan itu sebenanrnya merupakan kebebasan bangsa pribumi yang disahkan oleh PBB 13 September 2007 tetantang Deklarasi hak-hak bangsa pribumi jadi menurut Forkorus Indonesi jangan lagi main-main dengan hasil putusan deklarasi tersebut.

“Kami bebas menentukan nasib sendiri berdasarkan hak itu, bebas untuk berpolitik, berekonomi dan berbudaya, dan tidak boleh ada yang melarang, sebab jika dilarang itu sama halnya dengan telah melanggar hukum internasional,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan Polisi itu sudah berlebihan, karena Indonesia merupakan salah satu anggota PBB yang harus mematuhi hukum internasional. Oleh sebab itu secara tegas lagi Forkorus mengatakan, harus ada intervensi PBB, karena hal ini merupakan perilaku dan system yang sudah tidak bisa dirubah, sejak 49 tahun yang lalu. (jim)

Seruan Kepada Masyarakat Adat Papua di Wilayah Mbadlima

Menanggapi kondisi HAM dan keamanan terakhir di West Papua, khususnya di Wilayah Mbadlima, maka disampaikan kepada seluruh Masyarakat Adat Melanesia khususnya di Pegunungan Tengah dan MADAT Papua pada umumnya bahwa:

  1. Masyarakat Adat Melanesia West Papua perlu menyadari bahwa dengan kekejaman Polisi Indonesia pada saat ini, mengulangi kekerasan-kekerasan sebelumnya semakin lama semakin meyakinkan kepada dunia semesta, khususnya para anggota Kongres di Amerika Serikat dan Anggota Parlemen di Kerajaan Inggris bahwa janji demokratisasi di West Papua di dalam NKRI dalam proses otonomisasi untuk Provinsi Papua, mengatakan, “Papua lebih bagus dan lebih aman di dalam Indonesia,”, “Papua sedang dibandung lebih baik dengan penghargaan HAM yang lebih baik,” dan berbagai janji manis lainnya itu ternyata dan terbukti “TIDAK BENAR!”, dan ketidak-benaran itu sudah berulang-kali disampaikan oleh orang Papua, tetapi sekarang Polisi Indonesia sendiri mengumumkannya kepada dunia bahwa “Pemerintah Indonesia telah menipu dunia.”
  2. Kleim Indonesia bahwa pelanggaran HAM hanya pernah terjadi di era Orde Baru dan saat ini pelanggaran HAM sudah tidak ada, terbukit TIDAK BENAR! Jadi, polisi dan politisi Indonesia sedang berbicara dalam dua bahasa yang berbeda, yang semakin membingungkan dunia, “Apakah Indonesia sanggup membangun West Papua, atau sebaiknya West Papua dikeluarkan dari Indonesia supaya membangun dirinya?”

Selanjutnya sikap yang perlu diambil MADAT Papua, khususnya di Mbadlima dan sekitarnya adalah;

  1. Memandang dan menyerahkan nyawa orang Papua yang telah dibunuh dengan keji itu sebagai bagian dari para pahlawan yang telah gugur di medan dalam memperjuangkan hargadiri, martabat dan aspirasi bangsa Papua;
  2. Memandang dan memperlakukan mereka yang ada di rumah sakit dan yang ditahan aparat NKRI sebagai para pejuang yang memperjuangkan hargadiri, martabat dan aspirasi bangsa dan tanah airnya;
  3. Dengan demikian, TIDAK PERLU dan TIDAK ADA HUBUNGAN melakukan pembicaraan-pembicaraan, entah dalam bentuk dialogue, tukar-pikiran, dan sebagainya yang diselenggarakan oleh Polisi Indonesia dengan tujuan mendamaikan orang Papua dengan NKRI.Alasannya karena kedua bangsa yang berbeda, berada di pulau yang berbeda itu akan melakukan pembicaraan pada SAATnya, bukan pada saat ini. Ada waktu dan tempat yang akan disediakan untuk melakukan pembicaraan sebagai dua bangsa dan dua wilayah yang berbeda, sederajad dan bermartabat. Oleh karena itu, melakukan pembicaraan-pembicaraan saat ini dengan alasan apapun merupakan tanda bahwa bangsa Papua tunduk kepada NKRI.
  4. KATAKAN kepada Polisi Indonesia bahwa para Kepala Suku Papua SANGGUP dan DAPAT dan oleh karena itu PASTI AKAN mengamankan MADAT Papua untuk menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkis yang mengganggu ketertiban umum TANPA, sekali lagi TANPA keterlibatan Polisi Indonesia, dan TANPA harus berdialogue dengan aparat NKRI.Biarkanlah para tokoh gereja atau pejabat pemerintah asal Papua melakukan pembicaraan-pembicaraan untuk kepentingan jabatan dan tugas negara mereka, tetapi Masyarakat Adat Papua tidak ada urusan dengan itu. Yang penting kami MADAT Papua mau hidup damai, dan hidup damai itu TIDAK KARENA DIAMANKAN Polisi Indonesia, tetapi karena adat dan norma adat kami mengharuskan kami untuk hidup demikian, baik di bawah pendudukan NKRI maupun terlebih setelah Papua Merdeka.
  5. Kunci dari kekerasan Polisi Indonesia ini adalah mementahkan wacana dan argumen mereka di pentas politik dunia bahwa sekarang ini sudah tidak ada pelanggaran HAM lagi di Tanah Papua. Ternyata wacana mereka itu dibuktikan tidak benar oleh perbuatan mereka sendiri. Biarkan perbuatan mereka sendiri membantah perkataan mereka.

Demikian seruan ini disampaikan untuk diperhatikan dan dilaksanakan di lapangan, khususnya oleh Para Tokoh Adat dan Kepala Suku Perang MADAT Papua di Pegunungan Tengah West Papua.

Hormat kami,

Amunggut Tabi

An. General TRWP Mathias Wenda

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny