Di Puncak Jaya, Heli TNI Ditembak

Selasa, 07 Agustus 2012 22:34

Jayapura – Helikopter Puma milik TNI AU, Selasa ditembak kelompok sipil bersenjata di Distrik Mewoluk, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, saat mengangkut para saksi yang selesai bertugas dalam Pilkada ulang di distrik tersebut.

Kapolres Puncak Jaya AKBP Marselis yang dihubungi ANTARA dari Jayapura membenarkan ada insiden tersebut, bahkan penembakan itu dilakukan dua kali yakni pertama saat membawa beberapa penumpang termasuk dirinya yang memantau pelaksanaan pilkada ulang, namun tidak kena.

Tembakan kedua, terjadi saat helikopter tersebut hendak kembali ke Mulia dan terkena di bagian belakang dekat baling baling.

Namun kedua tembakan itu tidak membawa dampak yang serius sehingga helikopter dapat terbang kembali ke Jayapura.

Kapolres Puncak Jaya mengaku belum mendapat laporan tentang pelaku penembakan.

Sementara itu Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erwin Safitri melalui pesan singkatnya kepada ANTARA mengatakan terserempet tembakan namun tidak membawa pengaruh. Pilkada ulang di Distrik Mewoluk, Puncak Jaya yang dilakukan Senin (6/8) itu dilakukan di enam kampung. Untuk mencapai distrik tersebut harus berjalan kaki selama dua hari.(ant/don/l03)

Berdukacita Sedalam-dalamnya – Bangkitkan Semangat Juang, Terus Maju

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (MPP-TRWP), atas nama Panglima Tertinggi Komando Revolusi Gen. TRWP Mathias Wenda, kami dari Kantor Secretariat-General bersama segenap pejuang kemerdekaan bangsa dan Tanah Papua menyampaikan

MAYAT PEJUANG KEBENARAN Korban Penembakan di Papua Dimakamkan
MAYAT PEJUANG KEBENARAN Korban Penembakan di Papua Dimakamkan

BERDUKACITA SEDALAM-DALAMNYA

atas tewasnya pemuda pejuang Hak-Hak Dasar Bangsa Papua di tangan aparat penjajah NKRI yang telah lama dan terus-menerus membunuh banyak anggota masyarakat Papua yang berteriak menuntut hak-haknya yang telah diperkosa, berawal dari peristiwa penyerahan wilayah West Irian dari penjajah Kerajaan Belanda kepada UNTEA, yang kemudian mengantar kepada pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang kita kenal dan tentang karena penuh dengan pelanggaran HAM, cacat secara hukum dan praktek demokrasi universal.

Almarhum pemuda pejuang bangsa telah meninggalkan kita dan bergabung bersama para pahlawan yang telah tiada, demi hargadiri, harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa dan tanah leluhur kita, bukan sekedar untuk kedamaian, keamanan, kesejahteraan, kemabukan, yang bermuara kepada kedagingan dalam rangka melayani ego dan kerakusan belaka, bertujuan jangka pendek dan keuntungan pribadi belaka, seperti pandangan dan perbuatan kaum pendukung NKRI. Kita berjuang bukan untuk sesenduk atau sepiring nasi, bukan meminta belas kasihan, bukan juga meminta perhatian. Karena itu kita tidak menuntut pengusutan atas pembunuhannya kepada penjajah yang datang bukan untuk menghargai dan mengakui, tetapi untuk merampok, menjarah, memperkosa dan membunuh.

Jangan Takut! Jangan ragu dan bimbang! Jangan menyerah! Karena sejarah perjuangan telah mengajar kita dan kita telah belajar dari kesalahan untuk berbenah dan maju. Kita telah ada dalam rel perjuangan yang benar. Dan kita pasti akan mencapai cita-cita kita yang mulia, karena harga telah dibayar oleh para pahlawan kita.

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahanan
Pada Tanggal: 2 Mei 2012

==============================

Secretary-General,

 

 

 

Amunggut Tabi, Leut. Gen. TRWP
================================
BRN: A.DF 018676

NewsBrief: Gerilyawan Papua Merdeka di Perbatasan PNG – West Papua Menembak Mati Seorang Anggota TNI Pukul 2 Pagi ini

[PMNews Wutung] Berita sekilas diterima dari Gerilyawan Papua Merdeka di Perbatasan PNG – West Papua dengan laporan bahwa gerilyawan Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menembak mati seorang Anggota TNI Pukul 2 Pag ini pada saat yang bersangkutan mengendarai sepeda motor melakukan patroli pagi.

Pesan singkat ini tidak dikirim secara lengkap sehingga PMNews masih menunggu klarifikasi lanjutan.

Demikian sekilas info dari PMNews Wutung, West Papua – PNG Boda.

Lagi, Penembak Misterius Beraksi di Timika

JAYAPURA – Lagi, aksi penembakan oleh kelompok tak dikenal terjadi di areal jalan tambang PT Freeport Indonesia, Sabtu 29 Oktober sekitar 08.30 WIT, Tepatnya di Mile 36. Meski sempat terjadi adu tembak, tapi tidak ada korban dalam kejadian itu.

Juru Bicara Polda Papua, Kombes Wachyono mengatakan, pelaku menembak mobil patroli anggota TNI. ‘’Pada saat patroli TNI dari cek point 40 melakukan patroli ke mile 36, mereka Mendengar bunyi tembakan dari dalam hutan, setelah mendengar bunyi tembakan patroli TNI melakukan tembakan balasan ke dalam hutan sambil mengejar pelaku penembakan, ke arah bunyi tembakan,’’ ujarnya. Brimob yang berada di mile 40 juga menyusul ke mile 36 dan berusaha melakukan pengejaran. ‘’Hasilnya nihil, pelaku berhasil menghilang di dalam hutan,’’paparnya.

Namun, yang pasti, tidak ada korban dalam kejadian itu, baik dari TNI maupun Brimob.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Puncak Jaya Lukas Enembe mendapat surat dari kelompok yang mengaku TPN/OPM dan mengklaim sebagai yang bertanggung jawab atas penembakan terhadap Kapolsek Mulia, Dominggus Otto Awes, sama seperti surat yang diterima Kapolres Puncak Jaya AKBP Alex Korwa.

‘’Saya terima surat itu dari seseorang yang mengakui sebagai wakil komandan operasi OPM bernama Rambo Wonda,’’kata Lukas Enembe, ketika dihubungi via selulernya, Sabtu 29 Oktober.

Isi surat itu kata Enembe ‘’Kami sampaikan kepada Bapak Bupati Puncak Jaya, bahwa yang bertanggung jawab atas perampasan senjata dan penembakan Kapolsek di 8andara Mulia adalah Kodam X dibawah komandan Purom alias Okinak Wonda. Kalau bapak-bapak TNI dan Polisi mau cari kami, silahkan datang ke Kampung Pilia, kami siap menunggu. Jangan melakukan operasi di Ligitime sampai Girimuli, kalau mau operasi silahkan kirimkan orang non Papua.’’

Enembe mengakui, kelompok ini diluar komando Goliat Tabuni yang memiliki markas di Yambi dan Tingginambut. ‘’Pusat militer mereka di Pilis daerah Kuyawage di Kabupaten Intan Jaya, memang dulunya mereka dibawah komando kelompok Marunggen, yang sekarang ternyata sudah memiliki komandan baru dan mengatasnamakan Kodam X serta senjata api yang lumayan banyak,’’terangnya.

Menurutnya, Kelompok ini adalah sayap militer OPM, dimana, ada 30 sayap militer mereka, dan dipusatkan di Tingginambut. Lanjut Enembe, saat surat itu disampaian, dirinya sempat memberikan bendera merah putih untuk mereka bawa pulang, tapi ditolak. Mengenai situasi terkahir Puncak Jaya, Enembe menyatakan berangsur pulih, namun/malam hari, Patroli aparat keamanan lebih diintensifkan. (jir/don/l03)

Penuturan Korban dan Saksi KRP III

Kongres Rakyat Papua III yang sudah digelar 19 Oktober 2011, meninggalkan luka dan trauma mendalam di bathin para korban dan mereka yang dikorbankan akibat tindakan arogansi monopoli kebenaran tunggal, serta mengabaikan dan mengorbankan nyawa, harkat dan martabat kemanusiaan.

Veni Mahuze - Bintang Papua
Veni Mahuze - Bintang Papua

Salah seorang massa kongres saat diamankan aparat
Cristianus Dogopia ( 22) mahasiswa semester V STFT Fajar Timur, anggota kongregasi Imam Imam Projo Jayapura harus dirawat di rumah sakit Dian Harapan karena tulang tangan kanannya retak. Saat ditemui Jumat( 28/10) siang di rumah Projo. Cris dalam keadaan terbalut tangan kanannya, dengan mata lebam, saat dirawat di rumah sakit, wajahnya bengkak merata sehingga terkesan tak ada perbedaan antara hidung dan pipi. Cris bercerita, saat kongres selesai dia berada di halaman rumah Sang Surya, dari jauh dia mengamati aparat melakukan penembakan, Dalam benaknya berpikir, kira kira kemana arah dan tujuan dari tembakan itu, rupanya tembakan aparat itu diarahkan ke atas, merata kepada semua peserta kongres. Pada pukul 15.30 atau jam 04.00 sore aparat lakukan penembakan itu serentak terdengar dari arah belakang Kampus, berikut dari Jalan Yakonde dan sepanjang jalan Sosiri padang bulan.

“ Karena arah tembakan aparat merata , peserta kongres diantaranya ada laki laki, perempuan dan warga yang hanya ingin melihat kongres. Ketika peserta berlari mencari tempat perlindungan yakni rumah- rumah dosen yang berada di luar lapangan kongres, saya tetap berdiri dan tidak terpengaruh dengan tembakan tembakan yang diaragkan aparat, namun saya kasihan dengan orang orang yang mencari perlindungan, hingga saya mengarahkan mereka dan menunjukkan satu rumah yang pintunya terbuka agar mereka masuk kesana, termasuk kandang ayam milik salah seorang dosen, saya arahkan ke kandang ayam sebagi tempat perlindungan dan saya berteriak dari jauh, tutup pintu dari dalam,” kenangnya.

“ Ketika saya berusaha melindungi seorang pria peserta kongres yang kedapatan ditangkap, dipukul hingga berdarah darah dan pingsan, saya bermaksud melindunginya agar tidak mendapatkan perlakuan yang lebih kasar lagi dari aparat, namun ketika akan melakukan itu, saya dipukul dibatang hidung , dan sempat menangkis pukulan aparat hingga mengenai tangan, setelahnya saya dibawah masuk ke dalam lapangan yang dipakai sebelumnya untuk kongres, disana ada kelompok besar orang yang ditangkap sambil berbaris, di suruh jongkok dan saya masuk dalam kelompok itu, dibawah ke Polda dalam keadaan berdarah darah bersama peserta kongres lainnya yang kondisinya sama dengan saya berkesimpah darah disekujur tubuh”.katanya.

Dia dipulangkan pada 20 oktober dan masuk rumah Sakit Dian Harapan untuk menjalani perawatan. Dari pemeriksaan yang dilakukan di RS. Dian Harapan, keterangan dokter menyatakan, tangan yang digunakannya melindungi peserta kongres yang pingsan itu retak hingga perlu perawatan. Dia juga bercerita saat diangkut ke Polda, mereka ditempatkan di lapangan tenis dan dikelompok kelompokan masing masing mahasiswa/ pelajar, perempua , laki laki, peserta kongres dan Petapa.

Mahasiswa STFT yang ditangkap dan sempat ditahan di Polda usai digelarnya KRP III berjumlah 5 orang , mereka berada pada posisi didatangi massa yang mau menyelamatkan diri, mau tidak mau demi kemanusiaan mereka harus melakukan perlindungan kepada massa yang mendatangi mereka, mereka tak luput dari tindak kekerasan aparat, bahkan seorang pastor Yan You ditodong dengan pistol sebanyak tiga kali oleh aparat yang berbeda diselang waktu yang berbeda pula.

Ditempat yang sama, Daud Wilin( 22) mahasiswa STFT dan Frater Imam Projo yang serumah dengan Cris Dogopia mengalami hal yang sama seperti rekannya Cris, dia ditendang dan dipukul dengan senjata tepat dipunggung dan tulang belakang, hingga gumpalan darah kotor mengumpal di pinggangnya, bahkan dia menuturkan, masih banyak mahasiswa STFT yang dikejar dan merasa rakut dan trauma melarikan diri ke hutan . Sampai keduanya ditemui di rumah projo Padang Bulan, nampak rasa trauma dan ketakutan terlihat diraut wajah dua frater Projo ini, keduanya mengaku, tidak tenang selalu awas dalam berbagai situasi, apalagi mendengar bunyi tembakan atau bunyi gaduh, hati bathin mereka masih terbawa dan terbayang peristiwa dimana keduanya mendapat perlakukan tidak manusiawi dari Aparat.*/don/l03)

Sorakpak Yakin Korban Tewas Bukan Dibacok

Elias Petege dan rekan-rekannya saat memberi keterangan pers
Elias Petege dan rekan-rekannya saat memberi keterangan pers

JAYAPURA – Daniel Kadepa yang oleh pihak kepolisian dinyatakan tewas akibat terkena benda tajam atau sejenis parang, dibantah oleh Elias Petege yang menyatakan diri sebagai aktifis HAM Independen. Karena, Ia menyatakan punya saksi yang melihat bagaimana peristiwa disaat Daniel Kadepa tewas bersimbah darah dengan luka di kepala bagian belakangnya. “Kapolda mengatakan bahwa tewasnya warga sipil itu luka bacok dan bukan luka tembakan. Pernyataan itu saya bantah,” tegasnya bersama tiga orang rekannya, Izen Suffi dan Benny Goo dari Forum Independen mahasiswa, serta satu orang mahasiswa Fakultas Hukum Uncen, Anis Mambrasa, yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Papua Anti Kekerasan (Sorakpak) saat menggelar jumpa pers di Prima Garden Abepura, Senin (24/10).

Dikatakan, dari saksi mata yang menceritakan kepadanya, Daniel Kadepa ditembak tepat di kepalanya oleh anggota yang berjaga-jaga di belakang STFT Fajar Timur. “Di bawah dikejar oleh aparat kepolisian dan brimob, diatas sudah dijaga terlebih dahulu oleh TNI AD. Sehingga saat Almarhum Daniel Kadepa yang lari lebih awal, sudah dibidik. Sehingga dapat tembakan di kepala,” ungkapnya lagi.

Ia pun dengan tegas bahwa tidak benar bila dikatakan luka bacok, meski belum melihat hasil visum et repertum maupun hasil outopsi dari dokter yang menanganinya. “Dan dua anggota Petapa lain adalah itu bukan luka bacok, tetapi luka tembakan. Daniel Kadepa itu juga bukan anggota Petapa, melainkan mahasiswa STIH Umel Mandiri, yang datang sebagai partisipan,” jelasnya.

Disinggung apakah pihaknya bersedia menghadirkan saksi tersebut di depan penyidik kepolisian untuk memudahkan pengungkapannya, Elias menyatakan bersedia. “Kami sangat siap menghadirkan jika diminta,” jelasnya.

Terkait pembubaran Konggres sendiri, menurutnya melanggar UUD 45, kovenan, maupun Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.

“Apa yang mereka (pelaksana kongres) lakukan itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi sebagai warga Negara. Mereka dijamin oleh UUD 45 pasal 28 dan turunan UU lainnya,” ungkapnya.

Bahkan termasuk mendirikan sebuah Negara di dalam Negara, dikatakan sah-sah saja, karena dijamin oleh konfensi internasional tentang hak-hak politik tentang hak menentukan nasib sendiri.(aj/don/l03)

Senjatanya Dirampas, Kapolsek Mulia Ditembak Mati

Korban penyerangan dan penembakan di Bandara Mulia, Senin (24/10) kemarin. Inzet : Foto almarhum yang sedang dipegang salah satu keluarga
Korban penyerangan dan penembakan di Bandara Mulia, Senin (24/10) kemarin. Inzet : Foto almarhum yang sedang dipegang salah satu keluarga
JAYAPURA- Kabupaten Puncak Jaya, Papua sepertinya tidak pernah sepi dari aksi -aksi penembakan. Entah sudah berapa korban jiwa yang jatuh, baik di pihak aparat maupun di pihak kelompok OPM akibat aksi penembakan. Kabar terbaru Senin (24/10) kemarin, Kapolsek Mulia Kabupaten Puncak Jaya Papua, AKP Dominggus Otto Awes NRP 65100665 dilaporkan, ditembak kelompok separatis OPM, tepat di depan pesawat milik MAF (Mission Aviation Followship), yang saat itu sedang mendarat di Bandara Mulia. “Ia ditembak saat berdiri di depan pesawat MAF yang sedang parkir di apron Bandara Mulia. Kapolsek berada disana, untuk memonitor langsung kegiatan bandara,,” ujar Kombes wachyono Juru Bicara Polda Papua.

Saat sibuk memantau kegiatan bandara, tiba-tiba dua pelaku yang diduga anggota kelompok separatis OPM mengeroyok korban hingga jatuh terlentang. “Ketika korban terjatuh, salah seorang pelaku kemudian menindih dan seorang lagi merampas senjata revolver jenis Taurus dengan nomor seri XK 25609. Kemudian pelaku menembak korban sebanyak dua kali di hidung sebelah kiri dan leher kiri, yang mengakibatkan korban tewas ditempat,” jelasnya.

Pada saat penembakan terjadi, yang terlihat jumlah pelaku hanya dua orang. “Sesuai keterangan sejumlah saksi, pelaku hanya dua orang dengan ciri-ciri 1 orang menggunakan pakaian warna merah, tinggi badansekitar 150 cmQþkurusQþ tidak menggunakan sepatu. 1 orang lagi menggunakan pakaian warna hitam, tinggi badan sekitar 160 cmQþ kurus, tidak menggunakan sepatu,” terangnya.

Setelah melihat korban terkapar dan berhasil merampas senjatanya, para pelaku langsung melarikan diri ke arah Gunung Nenas di sekitar bandara. “Mereka kabur dan menghilang di balik Gunung Nenas,” jelasnya.
Sementara korban, saat itu juga di evakuasi ke RS Mulia. Dan hingga kini akibat cuaca yang tidak bersahabat, belum bisa diterbangkan ke Sentani Jayapura.

Kata Wachyono, pihaknya sudah melakukan olah TKP dan sempat menuntup penerbangan dari dan ke Mulia. Namun, saat ini aktivitas kembali berjalan normal.

Menurut Wachyono, pelaku adalah kelompok separatis OPM yang selama ini kerap melakukan aksi penembakan. “Mereka ini separatis OPM yang selalu mengacau keadaan di Puncak Jaya,”tukasnya.

Semebtara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Puncak Jaya, AKBP Alex Korwa dalam laporannya kepada pihak Kepolisian Daerah Papua menuturkan, peluru tersebut belum berhasil dikeluarkan dari kepala korban, dan diharapkan bisa dikeluarkan oleh tim medis RS Bhayangkara, Jayapura, saat jenazah dievakuasi kesana, Selasa (25/10) hari ini.

“Proyektil peluru masih ada dalam kepala almarhum. Belum berhasil dikeluarkan,” kata Kapolres dalam percakapan telepon genggamnya.

Dia juga mengatakan, evakuasi baru bisa dilakukan esok hari karena terkendala cuaca yang tidak bersahabat.
Berdasarkan pantauan koresponden ANTARA Jayapura, di Mulia, Senin sore, jenazah AKP Dominggus Awes saat ini sedang disemayamkan di aula kantor Polres Puncak Jaya, setelah dimandikan di Rumah Sakit Mulia.
Tampak Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya beserta pihak keluarga korban dan masyarakat umum berada di dekat jasad AKP Dominggus Awes.

Sementara itu, Polres Puncak Jaya menaikkan bendera setengah tiang di halaman kantornya.
Kapolsek Mulia AKP Dominggus Awes tewas ditembak di bagian hidung (kepala) oleh kelompok separatis bersenjata di Bandara Mulia pada Senin pagi.

Aparat keamanan masih terus melakukan pengamanan di lokasi penembakan dan melakukan pengejaran di kawasan pegunungan.

Kabupaten Puncak Jaya adalah salah satu daerah yang terletak di Pegunungan Papua, yang baru genap berusia 15 tahun pada tanggal 8 Oktober 2011 lalu.

Topografinya yang sulit serta cuaca relatif ekstrim seperti daerah di Pegunungan Papua lainnya, membuat daerah ini hanya bisa dijangkau dengan penerbangan perintis pesawat berbadan kecil.(jir/ant/don/l03)

Insiden KRP III Lukai Hati Orang Papua

Siaran PERS : Sorakpak saat memberikan keterangan pers kepada wartawan di Prima Garden, Senin [24/10]JAYAPURA [PAPOS]- Ketua Fraksi Pikiran Rakyat, Yan Mendenas,S.Sos meminta secara tegas agar aparat Kepolisian dan TNI bertanggung jawab atas terjadinya insiden KRP III beberapa waktu lalu, sebab tindakan aparat tersebut dinilai telah melukai hati orang asli Papua.

Apalagi kata politisi ulung Hanura ini masyarakat tidak menggunakan apa-apa. andaikan pun pada saat itu masyarakat ditemukan menggunakan senjata hendaknya dilakukan tindakan persuasive, bukan asal tangkap begitu saja dan melakukan kekerasan. ‘’Saya paling tidak setuju atas tindakan aparat terhadap masyarakat sipil,’’ kata Yan Mandenas kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin [24/10].

Tindakan aparat yang sampai melakukan penembakan dan diarahkan

kepada orang perorangan sudah masuk pelanggaran HAM berat. Insiden KRP III bukan masalah sepele, tetapi masalah yang menyangkut harga diri orang Papua, dimana sampai saat ini orang Papua masih mengakui dirinya sebagai warga Negara Indonesia.

Untuk itu, bangsa Indonesia perlu menghargai orang Papua dan bila memang bangsa Indonesia tidak menghargai orang Papua lebih baik orang Papua dibiarkan Merdeka diatas tanah sendiri. ‘’Tugas aparat keamanan khan melindungi, bukan menyakiti hati rakyat Papua,’’ imbuhnya.

Apa yang dilakukan aparat keamanan tersebut menurutnya, adalah pelecehan terhadap orang Papua. Itu menimbulkan ketersinggung bagi rakyat Papua. ‘’Tidak ada alasan TNI dan Polri untuk embuat rakyat Papua tersinggung karena, rakyat Papua masih bagian dari NKRI,’’ tegasnya.

Oleh karean itu, ia meminta kepada pemerintah melakukan evaluasi terhadap kinerja aparat TNi dan Polri di Papua sehingga kedepan aparat kepolisian dan TNI dalam penanganan permasalahan yang terjadi di tanah Papua tidak menimbulkan korban jiwa.

Hentikan Kekerasan

Ditempat terpisah hal senada pula dikemukakan Solidaritas Rakyat Papua Anti Kekerasan [SORAKPAK], Izen Zuffi dari Forum Independent Mahasiswa menyebutkan peristia tersebut telah menodai perjalanan demokrasi dan Hak Azasi Manusia di Indonesia.

Sebelumnya kata dia, pihaknya sudah memprediksi akan terjadi kekerasan. hal ini bisa dilihat saat parade aparat keamanan memamerkan kekuatannya dengan senjata lengkap, 7 mobil Baracuda, 5 panser dilengkapi dengan senjata mesin caliber 50 mm, mobil tahanan dan mobil identifikasi korban hilir mudik melintasi jalan masuk menuju kongres. Ditambah lagi dengan dua ribuan aparat gabungan TNI dan Polri yang menyebar di sekitar areal Kongres. Itu semua bertujuan untuk meneror mental dan psikis atau menakut-nakuti peserta kongres yang hadir.“Sebenarnya pendekatan keamanan bukanlah pendekatan yang tepat, karena pendekatan keamaanan sering terreduksi menjadi keamanan pihak tertentu , bukan keamaanan masyarakat Papua,’ tegasnya dalam siaran pers yang diterima Papua Pos, kemarin.

Pada kesempatan yang sama Elias Petege, Aktivis HAM Independen yang juga anggota (SORAKPAK) mengatakan, peristiwa KRP III menganut asas kebebasan untuk berkumpul, mengemukakan pendapat dan menyebarkan gagasan, itu semua merupakan hak rakyat sipil dan berpolitik yang sudah diatur dalam undang-undang No 12 Tahun 2005. Jadi hak untuk mengemukakan pendapat dan menyebarkan gagasan adalah hak dasar bagi setiap warga Negara, itu semua demi memajukan setiap orang dan meningkatkan martabat manusia serta pintu bagi terpenuhinya hak manusia lainnya.

Oleh karean itu, pihaknya meminta penangkapan dan penahanan terhadap proses kebebasan berpendapat harus di hentikan, serta tahanan yang terlibat dalam KRP III juga harus di bebaskan karena kongres tersebut merupakan kebebasan berpendapat dan menyebarkan gagasan. ‘’Tidak seorangpun dapat ditangkap dan ditahan karena pikiran politiknya. Keamanan nasional hanyalah alasan bagi pemerintah untuk membatasi sikap kritis rakyat Papua,” katanya.

Bahkan pihaknya meminta secara tegas agar menghentikan tindakan dan kebijakan yang berpotensi mencabut rasa aman dan hak hidup seseorang, menghilangkan nyawa orang, penembakan dan perbuatan kejam tidak manusiawi harus di hentikan.

Polri Selidiki

Mabes Polri akan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak kriminal dalam penanganan ricuh Kongres III Papua medio pekan ini, kata Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, Sabtu.

“Kami sama sekali tidak menghendaki jatuhnya korban jiwa dalam setiap penanganan konflik, di pihak mana pun termasuk dalam penanganan ricuh pasca Kongres III Papua,” katanya kepada wartawan.

Kombes Boy menuturkan menjelang pelaksanaan Kongres III Papua, pihaknya sudah melakukan pendekatan dan langkah antisipasi agar pelaksanaan kegiatan itu berjalan aman dan tertib. “Namun dinamika di lapangan apa yang kami harapkan tidak terjadi, kadang harus terjadi tanpa kita kehendaki. Karena itu, kita akan selidiki dan evaluasi dinamika di lapangan saat itu dan penanganannya seperti apa,” ujar Boy.

Saat ini Kepolisian Negara RI telah menetapkan enam tersangka makar terkait Kongres Papua III di Jayapura yakni FY, EW, DS, AM, GW dan SB. “Keenam tersangka diduga kuat melanggar hukum positif negara kita pasal 106 dan 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai makar dengan ancaman pidana penjara. Sebanyak 18 orang diperiksa sebagai saksi dari 360 orang peserta yang mengikuti Kongres III Papua, “ujarnya.

Boy menambahkan “Keenam tersangka adalah pimpinan dari gerakan tersebut. Dan kita sudah menemukan beberapa barang bukti,”.Ia menjelaskan barang bukti yang ditemukan di antaranya kartu peserta, surat pemberitahuan pelaksanaan acara, surat perekrutan. Serta bukti lain berdasarkan fakta-fakta dari pemeriksaan 18 saksi.

Sementara itu terdapat pula 300 orang yang mengalami penyiksaaan dan beragam intimidasi serta perusakan sejumlah kendaraan roda empat dan dua, serta asrama di sekitar lokasi kejadian.

Menanggapi itu, Kombes Boy mengatakan pihaknya terus melakukan penyelidikan dan identifikasi terhadap warga yang diduga meninggal dunia, hilang atau mengalami luka-luka serta intimidasi.

“Jika ada perbedaan data dengan yang diperoleh lembaga swadaya masyarakat dan Komnas HAM, tentu kami akan pula bekerja sama. Yang jelas kami tidak menghendaki adanya korban jiwa di pihak mana pun. Kami telah berupaya mengantisipasi agar kegiatan dan penanganan rusuh tidak mengarah pada kekerasan, namun perkembangannya terjadi hal demikian,” ujarnya.

Boy menekankan, dalam penanganan beragam konflik atau insiden di Papua pihaknya harus bersandar pada penegakkan hukum, penegakkan keamanan dan penegakkan kedaulatan.[ant/cr-64/tom]

Written by Ant/Cr-64/Tom
Tuesday, 25 October 2011 00:00

Pembunuhan Kapolsek Mulia Diduga Spontan, Percaya?

INILAH.COM, Jakarta – Pembunuhan Kapolsek Mulia, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus, diduga dilakukan spontan tanpa perencanaan.

Hal ini dikatakan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Sutarman, usai mengikuti upacara pembukaan Latihan Kesiapsiagaan dan Ketanggapan TNI-Polri Dalam Penanggulangan Aksi Terorisme di Mako Brimob Kepala Dua, Selasa (25/10/2011).

“Kalau merencanakan mungkin tidak, karena pelaku kekerasan di sana selalu melihat kalau personil sendiri, tidak ada yang mengawal, tidak ada pengawalnya. Bisa direbut senjatanya oleh mereka,” terangnya.

Pihaknya belum bisa memastikan apakah penembakan Kapolsek Dominggus terkait dengan Kongres Rakyat Papua III. Karena polisi tengah mendalami melalui penyelidikan. “Kan tim kita baru turun,” ujar Sutarman.

Sebelumnya diberitakan, Kapolsek Mula, Puncak Jaya, Papua, AKP Dominggus Octavianus tewas setelah diserang dua pelaku yang diduga dari kelompok separatis, Senin (24/10/2011) sekitar pukul 11.30 WIT. Dominggus tewas seketika setelah ditembak dibagian hidung dan kepala. [mah]

Papua Memanas, Kapolda dan Pangdam Layak Dicopot

INILAH.COM, Jakarta – Komisi III DPR menilai petugas kemanan di Papua, harus bertanggung jawab dengan terus memanasnya kondisi disana. Jika tidak mampu meredam situasi di Papua, Komisi III DPR meminta agar Kapolda dan Panglima Kodam (Pangdam) dicopot dan digantikan.

“Komisi III harus meminta Presiden agar mengintruksikan kepada Kapolri dan Panglima TNI agar mencopot Kapolda dan Pangdam,” tegas anggota Komisi III Nasir Jamil dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan perwakilan warga Papua di DPR, Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Selain itu, Nasir Jamil mengatakan pergantian Kapolda dan Pangdam merupakan sesuatu yang mendesak, sehingga mampu cepat bekerja untuk mengungkap kasus pembunuhan di Papua. “Presiden juga harus minta agar Kapolda dan Pangdam yang baru diberi waktu 7 kali 24 jam untuk mengungkap,” jelasnya.

Sementaran sejumlah masyarakat Papua mengadukan keamanan yang tidak kondusif di Papua. Bahkan, mereka yang hidup di sekitar area PT Freepot Indonesia mengaku hidup dalam ketakutan. Mereka juga menyampaikan sikap. Mereka meminta tindakan tegas dan riil dari Pemerintah. “Kami tidak tahu apakah Indonesia ini Afghanistan?,” kata seorang perwakilan menyampaikan keheranannya.[bay]

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny