Kapolres Jayapura Kota, AKBP, Imam Setiawan, SIK, saat melihat barang bukti, mobil jenis Kuda, yang ditembak oleh Orang Tak diKenal.JAYAPURA – Lagi-lagi aksi penembakan mengejutkan warga Kota Jayapura dan sekitarnya. Belum hilang dari ingatan kita, kejadian penembakan dan aksi pembantaian yang terjadi tanjakan Kampung Nafri beberapa waktu lalu, maka Kamis (11/8) kemarin, sekitar pukul 18.30 WIT, aksi penembakan kembal terjadi. Kali ini, menimpa sebuah kendaraan jenis Kuda, dilakukan oleh Orang Tak di Kenal di kawasan Abe Pantai. Mobil jenis kuda berwarna biru yang dikendarai oleh John Yoku, tersebut dihadang oleh Orang Tak di Kenal dan dihujani tembakan yang mengenai bagian depan kanan bawah mobil.
Setidaknya 8 peluru berhasil mengenai bagian mobil tersebut. Selanjutnya mobil dengan plat nomor DS 1897 AG tersebut diamankan di Mapolsek Abepura. Peristiwa penembakan ini tidak menimbulkan korban jiwa, sementara seorang sopir, John Yoku dan seorang penumpang wanita bernama, Ety Suebu, hingga berita ini dicetak, masih dalam pemeriksaan pihak kepolisian di Polsekta Abepura. Kapolres Jayapura Kota, AKBP Imam Setiawan, SIK, yang langsung meluncur ke Tempat Kejadian Perkara, sesaat setelah kejadian, menjelaskan kepada sejumlah wartawan bahwa,”Kejadian itu terjadi pada pukul 18.30 WIT, seorang pengendara kendaraan roda empat dengan jenis Mitsubishi Kuda dari arah Koya menuju ke Jayapura, saat melintas di Abe Pantai, mendapatkan serangan mendadak dari orang yang tidak dikenal, atau OTK, berupa serangan tembakan senjata api sebanyak delapan tembakan atau delapan sasaran perkenaan,” jelas Kapolres Jayapura Kota.
Ditambahkan, bahwa,”Pelaku penembakan itu adalah orang yang terdidik, atau biasa berlatih menggunakan senjata, hal itu bisa disimpulkan dari perkenaan tembakan yang betul-betul terbidik, dan saya juga memprediksi bahwa, itu adalah aksi dari kelompok yang mungkin terdesak, karena hari ini (kemarin) juga kita sedang melakukan pencarian pelaku kasus Nafri di Tanah Hitam dan sekitarnya, dan hingga saat ini, kami, sekitar 300 personil masih berada disekitar gunung Abe dan Tanah Hitam,” tambah AKBP, Imam Setiawan, SIK.s
Berdasarkan barang bukti dan keterangan pengendara mobil, pihak Kepolisian Resort Jayapura Kota, akan terus melakukan penyelidikan,”Karena kejadian ini dekat dengan pemukiman penduduk, jadi kami akan coba menggali informasi dari warga setempat, mungkin ada diantara mereka yang sempat melihat dan mengenali pelaku, siapapun itu pelakuknya, akan terus saya kejar dan saya akan mengambil langkah tegas, untuk itu kami juga akan bekerja sama dengan pihak TNI,”tegas Kapolres Jayapura Kota.
Sementara barang bukti yang telah berhasil diamankan oleh pihak Kepolisian adalah, beberapa proyektil yang menempel di badan atau body kendaraan, kemudian kendaraan atau mobil itu, dan dari proyektil yang sudah diamankan pihak Kepolisian, dan perkenaan sasaran tembak, Kapolres Jayapura Kota, memprediksi bahwa besar kemungkinan dari kaliber 56, dan kaliber 65 tersebut bisa dipakai di senjata api dengan jenis M16, dan bisa juga jenis SS1,” jelasnya. (cr-28/don/l03)
JAYAPURA–MICOM: Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Sophia Maypauw mengatakan serangkaian aksi kekerasan yang terus terjadi di Papua belakangan ini menjadikan penduduk setempat sebagai orang yang paling dirugikan dan selalu jadi korban.
“Saya berharap semua pihak yang selama ini pakai kekerasan segera menghentikan, sebab yang paling dirugikan dari seluruh peristiwa yang terjadi di tanah Papua dan Papua Barat adalah orang asli Papua sendiri,” ujarnya, di Jayapura, Selasa (9/8).
Ia menjelaskan semua kejadian kekerasan dan penembakan memberikan dampak buruk bagi orang asli Papua, seperti sangat berdampak pada ekonomi.
Sophia mencontohkan kejadian di Ilaga, Kabupaten Puncak, dan penembakan di Kampung Nafri, Kota Jayapura, pekan lalu, menyebabkan harga barang langsung naik drastis, dan orang asli Papua paling menderita karena berada dalam posisi ekonomi yang paling rendah di tanah ini.
“Harga barang melambung tinggi di Ilaga. Sementara di Jayapura sama juga, karena para pedagang dan pemasok sayuran dan buah terbesar dari Koya, yang harus lewat Kampung Nafri sebelum ke pasar. Mereka sudah takut akibat penembakan itu. Kasihan orang asli Papua akibat naiknya harga-harga barang itu,” jelasnya.
Kerugian dan beban paling berat lainnya yang harus dialami orang asli Papua sebagai konsekuensi kekerasan yang terjadi tanpa keinginan mereka itu adalah dengan peristiwa itu, stigma separatis dan lainnya akan terus dilabelkan pada orang Papua dari waktu ke waktu.
“Padahal kami terus berjuang di pusat agar pelabelan stigma ini harus dicabut dari orang asli Papua, agar perlahan mereka merasa menepuk dada sebagai Warga Negara Indonesia yang baik,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu Sophia Maypauw juga meminta kepada aparat yang berwenang, agar segera mengungkap tuntas serangkaian kasus kekerasan di provinsi paling timur Indonesia itu. (Ant/OL-10)
WAMENA – Kelompok sipil bersenjata di daerah Puncak Jaya terus berulah. Kali ini, yang menjadi sasaran adalah Helikopter milik TNI AD Jenis MI-17 yang sedang mengevakuasi seorang anggota TNI Yonif 753/AVT bernama Pratu Fana S yang sebelumnya menjadi korban penembakan oleh kelompok sipil bersenjata di Tingginambut, Puncak Jaya.
Akibat penembakan ini, Pratu Fana S akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya karena kembali tertembus peluru saat berada di dalam helikopter tersebut.
“Penembakan ini terjadi Rabu (3/8) saat Helikopter yang dipiloti Mayor Cpn Kandek dan Copilot Lettu Cpn Fandi terbang dari Bandara Mulia Puncak Jaya pada pukul 14.00 WIT,” ungkap sumber terpercaya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.
Ketika helikopter itu melewati daerah Puncak Senyum, tiba-tiba ditembaki oleh kelompok sipil bersenjata dari arah Puncak Senyum itu. Tembakan tersebut mengenai dua titik bagian helikopter. “Pertama di bagian bawah tepatnya di samping kiri roda depan di bawah copilot dan kedua di bagian bodi pesawat tepatnya samping kanan dekat mesin pesawat. Ternyata gangguan tembakan dari gerombolan tersebut mengenai kembali korban pada bagian rusuk kiri dan peluru bersarang di tubuh korban menyebabkan korban tewas. Korban kemudian dievakuasi ke Wamena dan selanjutnya ke Jayapura,” kata sumber itu.
Sementara sumber lainnya menyebut bahwa Pratu Fana S memang telah tertembak oleh kelompok sipil bersenjata di Tingginambut dan telah meninggal dunia, kemudian saat dievakuasi dengan heli, tiba-tiba helinya ditembaki dan pelurunya kembali tembus dan bersarang ditubuh Pratu Fana.
Sedangkan Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos melalui telepon selulernya menyatakan bahwa benar adanya penembakan Heli milik TNI di kawasan Puncak Senyum, Puncak Jaya.
“Saat itu satu anggota saya terkena tembakan di daerah Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya yang kemudian sedang dievakuasi melalui Heli ke Wamena, tapi di daerah Puncak Senyum, Helinya ditembak. Dimana diduga pelakunya adalah TPN/OPM yang selalu mengganggu pelaksanaan Bhakti Sosial TNI,” tuturnya.
Saat disinggung kondisi heli dan korban insiden penembakan heli tersebut, Panglima menjawab bahwa informasi sementara bahwa heli bisa mendarat dengan baik.
“Yang jelas siapapun pelakunya baik itu TPN/OPM atau OTK (orang tak dikenal) yang membawa senjata, kami TNI akan melakukan pengejaran terhadap mereka. Begitu juga kejadian Nafri, yang diduga bukan kriminal murni melainkan TPM/OPM yang melakukan penembakan, dan ini sudah perbuatan membrutal yang terus dilakukan, pelakunya juga akan kami selidiki,” katanya.
Pangdam juga menyampaikan bahwa pihaknya akan terus menyelesaikan kegiatan bhakti sosial Tentara Nasional Indonesia (TNI) Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih Papua, walau insiden penembakan terus terjadi. “Sebab kami hanya ingin membantu pembangunan yang sedang dikerjakan pemerintah, dan juga membantu masyarakat,” katanya.
Kemarin sore, korban penembakan itu telah tiba di Jayapura dan selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit Marthen Indey. Pangdam yang ditemui di RS Marthen Indey mengatakan bahwa saat itu heli sedang membantu evakuasi yang terjadi di Ilaga Kabupaten Puncak dan mengevakuasi korban penembakan di Puncak Jaya. “Namun saat di Puncak Senyum, Heli ditembak oleh sekelompok seperatis bersenjata,” terangnya.
“Memang saat heli berada di daerah Wamena, cuaca berubah awan sedikit gelap. Ya sebenarnya heli tersebut sudah sering melewati daerah itu, hanya saat itu heli terbang rendah dan tidak duga terjadi penembakan oleh kelompok separatis tersebut dan mengenai salah satu anggota yang sedang dievakuasi dari korban penembakan di Tingginambut, dimana saat itu posisi anggota sedang telentang dan tertidur,”paparnya.
Pangdam menegaskan kejadian yang sering terjadi ini akan menjadi bahan evaluasi oleh TNI agar hal serupa tidak akan terulang kembali. “Ya walau kita bisa ketahui sendiri bahwa pihak speratis tersebut menguasai medan sedangkan kita fokus dalam kerja bhakti sosial,” tandasnya.
Saat ditanya siapa yang menjadi apelaku dalam penembakan atau gangguan terhadap bhakti social yang dilakukan oleh TNI serta merampas senjata milik TNI/Polri ? Panglima menjawab bahwa akita bisa ketahui sendiri bahwa didaerah tersebut masih ada sekelompok sipil bersenjata.
“Saya akui bahwa daerah tersebut merupakan wilayah mereka. Tapi Papua ini juga merupakan wilayah yang saya jaga keamanannya serta menciptakan zona damai. Sedangkan terhadap perampasan senjata, sepertinya mereka ingin memperkuat senjata sehingga mencoba melakukan perampasan,” ungkapnya. (ro/fud)
Metrotvnews.com, Jayapura: Aksi penembakan kembali terjadi di Pegungungan Nafri, Jayapura, Papua, Senin (1/8) dini hari. Aksi penembakan membabi buta itu menewaskan empat warga Arso, Papua.
Pascapenembakan, polisi dan TNI langsung disiagakan. Polisi langsung menyisir lokasi dan menemukan bendera bintang kejora serta sejumlah barang bukti lain. Tak puas hanya menemukan barang bukti, polisi kemudian melakukan pengejaran ke arah Pegunungan Nafri, yang diduga tempat pelaku melarikan diri.
Sementara, TNI disiagakan di Kampung nafri, guna mengantisipasi serangan lanjutan. Sejauh ini, kondisi Kampung Nafri sendiri belum kondusif. Warga masih khawatir serangan gerombolan bersenjata kembali terjadi. Akibat serangan itu, empat orang meninggal dunia. Keempatnya adalah anggota Kompi C Batalyon infanteri 756 Senggi antara lain Dominikus Keraf, Yusman, Titin, serta Sardi.(****)
Jayapura – Sehari pasca penembakan di tanjakan Kampung Nafri, Kota Jayapura yang menewaskan 1 orang anggota TNI dan 3 warga sipil, serta beberapa orang lainnya luka – luka, Selasa (2/8) Tentara Pembebasan Nasional – Papua Barat (TPN-PB) dengan Panglimanya Danny Kogoya mengaku sebagai pelaku penembakan tersebut. “Kami sebanyak 2 kompi yang melakukan penyerangan kemarin, tujuan kami adalah mau merdeka sendiri di atas tanah kami sendiri, kami tidak mau lagi kompromi dengan pendatang, tidak boleh ada lagi di Tanah Papua Barat,” kata seseorang yang mengaku sebagai Juru Bicara Internasional OPM – TPN PB bernama Mili Name Molo Newi via SMS dan menjelaskan bahwa penyerangan di lakukan oleh Danny Kogoya selaku Panglima OPM – TPN PB.
Dalam SMS lainnya yang diterima Bintang Papua berasal dari Melanesian Inteligen Service (MIS) Papuan di sebutkan bahwa Dany Kogoya pada tanggal 1 Agustus 2011 sekitar pukul 11.30 Waktu Papua Barat (WPB) melapor kepada Mabes OPM/TPN-PB di Victoria Vanimo bahwa telah terjadi penembakan di Jayapura dan dirinya sebagai pelaku dan hal itu murni dilakukan oleh OPM/TPN-PB. Dimana Dani Kogoya menjelaskan sebab dilakukannya penembakan karena ia menolak kebijakan tokoh intelektual asli Papua di Tanah Papua yang memiliki KTP sebagai warga NKRI, tidak boleh mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah Papua di dalam negeri dan tidak punya hak untuk memutuskan masa depan bangsa Papua karena masa depan Papua sudah ada di meja internasional.
“Pemerintah RI sudah salah mengkoordinir rakyat Papua sebagian barisan negara federal Indonesia untuk demo menolak sidang pembubaran Pepera 69 dan Referendum di Luar Negeri dan pertahankan NKRI di Tanah Papua,” jelasnya dalam point ke 3 SMS pernyataan Dany Kogoya yang diterima Bintang Papua.
Sedangkan dalam point ke 4 pernyataannya Danny segera mendesak agar Presiden RI mengakui kedaulatan bangsa Papua sebagai bangsa yang merdeka, dan pada point ke 5 ia meminta agar TNI / Polri organik maupun non organik segera di tarik dari Tanah Papua.
Berdasarkan penelusuran Bintang Papua Danny Kogoya tergabung dalam kelompoknya Lambert Pekikir yang menamakan kelompoknya Organisasi Papua Merdeka (OPM) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dimana kelompok ini mencantumkan alamatnya di Birds Of Paradise Base Bewani River, Victoria, Vanimo.
Kelompok ini mulai di proklamirkan di Waris pada 1 Juli 1971, dengan membentuk semacam pemerintahan sementara yang disebut The Revolutionary Provincional Gouvernment Of West Papua dengan di motori oleh Yakob Prai dan Zeth Rumkorem ketika itu.
Dan saat itu Yakob Prai dan Zeth Rumkorem berdasarkan mandat dari Kantor Perwakilan OPM Luar Negeri Malmo Sweden Uni Eropa & Markas Besar OPM di Victoria menyerahkan mandat kepada Lambertus Pekikir dan P. Dany Kogoya, PM.M.Pd untuk membangun komunikasi dengan kelompok OPM lainnya di Papua Barat dan membenahi struktur TPN yang sudah mulai hancur sejak 1984 ketika di ketuai Nikolaus Ipo Hau dan Therianus Yaram.
Selain kepada keduanya, mandat itu juga diberikan kepada Ones. Z. Kogoya, S.Pak, Agus Kris, dan Stiben Pagawak, dimana dalam struktural Lambertus Pekikir sebagai Ketua Dewan Revolusi OPM Papua Barat, sedangkan Danny Kogoya sebaga Juru Bicara OPM Dalam Negeri Papua Barat, sedangkan Stiben Pagawak sebagai Kepala Staff Umum-nya.
Sang Jubir ketika di konfirmasi Bintang Papua tentang jabatan Danny Kogoya yang sebenarnya adalah Jubir sedangkan Panglima OPM/TPN-PB adalah Lambert Pekikir masih via SMS-nya, ia menjelaskan bahwa saat ini Panglima OPM /TPN-PB adalah Danny Kogoya.
“Danny Kogoya Panglima Pusat TPN/OPM-PB, sedangkan Lambert Pekikir sebagai Ketua Dewan Revolusi Papua Barat”, kata si narasumber yang akhirnya mau mengakui bahwa nama Mili Name Molo Newi yang ia sebutkan di awal percakapan via SMS tadi bukan nama sebenarnya namun nama samaran, dan akhirnya ia mau membuka identitas dirinya namun meminta di rahasiakan.
Penelusuran Bintang Papua terhadap pengakuan Danny Kogoya ke beberapa informan Bintang Papua yang mengaku sebagai “orang dekat” Lambert Pekikir juga mengakui bahwa mereka mengenali dan mengetahui bahwa aksi tersebut memang di bawa kendali Danny Kogoya, namun nampaknya merupakan inisiatif sendiri dari Danny Kogoya Cs, karena sebelumnya telah ada instruksi dari Markas Besar OPM/TPN-PB di Victory untuk tidak melakukan aksi – aksi penyerangan semacam itu sampai selesainya gelaran ILWP di London Inggris.
“Instruksi Kantor OPM/TPN-PB Luar Negeri tanggal 26 Juli 2011, seluruh pasukan OPM/TPN-PB di seluruh Tanah Papua agar tidak melakukan aksi pemberontakan militer selama Sidang Besar ILWP berjalan di Londong Inggris sampai hasil keputusan sidang 2 Agustus di umumkan. Setelah itu akan ada instruksi lebih lanjut. Terima kasih, Koordinator Umum OPM/TPN-PB Lambert Pekikir & MSF (Melanesia Scientology Forum)”, sebagaimana tertulis dalam sebuah SMS yang ditembuskan ke Bintang Papua.
Terkait SMS tersebut Jubir TPN/OPM-PB ketika di tanya Bintang Papua apakah aksi penyerangan yang dilakukan oleh Danny KogoyaCs sepengetahuan Lambert Pekikir maupun Yakob Prai apa tidak, Sang Jubir menjelaskan bahwa mereka adalah militer yang tugasnya berperang dan tidak mencampuri urusan politik yang dijalankan oleh Markas Besar.
“Lambert Pekikir dan Yakob Prai urusan politik, dan kami militer jadi sudah kami laporkan semuanya”, kata sang Jubir menambahkan bahwa aksi tersebut telah mereka laporkan kepada kedua petinggi di maksud
Pengakuan Danny Kogoya sebagai pelaku penembakan di Kampung Nafri juga di benarkan oleh salah satu informan Bintang Papua yang tergabung dalam Dewan Tradisional Papua Daerah Perbatasan, menurutnya pengakuan Danny Kogoya itu benar, dan ia juga mengakui telah menerima tembusan SMS dari Melanesian Inteligence Service (MIS) yang sama persis diterima oleh Bintang Papua yang di kirimkan dari nomor telepon Jubir OPM/TPN-PB.
“penembakan kemarin memang benar di lakukan oleh Danny Kogoya sebagai Panglima OPM/TPN-PB yang baru, saya juga sudah mendapatkan informasi terkait hal itu, hanya saja saya sudah beberapa kali menghubungi nomor kontak Danny Kogoya namun tidak aktif,”, katanya semalam.
Ketika di tanya tentang identitas Jubir OPM/TPN-PB yang baru yang mengaku bernama Mili Name Molo Newi, informan Bintang Papua mengaku tidak mengenal nama tersebut, yang menurut dugaannya itu adalah nama samaran, namun bila melihat pola dan taktik yang digunakan dirinya juga meyakini memang benar Danny yang melakukan penyergapan kemarin, dan itu semua dilakukan tanpa komando dari Markas Besar di Victoria, namun setelah melakukan barulah ia melapor.
Dan hal tersebut dilakukan oleh karena kejengkelan dan ketidak sukaan Danny Kogoya terhadap sepak terjang beberapa orang asli Papua yang sedang berupaya membawa kembali masalah Papua untuk diselesaikan dalam negeri, padahal selama ini sudah ada upaya – upaya dan perjuangan OPM untuk membawa masalah Papua ke dunia internasional. (amr/don/l03)
alah satu korban penembakan di Nafri, Abepura, Papua pada Senin (1/8) dini hari. (Foto: SP/Robert Isidorus Vanwi) [JAYAPURA] Pelaku pembunuhan yang menewaskan satu orang militer dan tiga warga sipil pada Senin (1/8) dini hari kemarin disinyalir dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) jadi-jadian, bukan OPM benaran. Kelompok OPM jadi-jadian ini dipelihara oleh kelompok tertentu. Sementara itu, situasi di lokasi kejadian pascaperistiwa itu, hingga Selasa (2/8) pagi ini kondusif dan aman.
Hal itu dikatakan Pendeta Socrates Sofyan Yoman dan Komandan OPM Lambert Peukikir kepada SP melalui jaringan telepon di Jayapura, Selasa (2/8)
Menurut Pendeta Socrates Sofyan Yoman, OPM tak mungkin melakukan cara-cara biadab seperti itu. “Cara-cara yang tidak manusiawi seperti itu dan itu bukan cara-cara orang asli Papua. OPM itu dipelihar oleh kelompok tertentu, entah siapa,” ujar Socrates dalam pembicaraan singkat dengan SP, Selasa (1/8) pagi via telepon.
Hal senada diungkakan Lambert Peukikir. Dia menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam penembakan yang terjadi di Kampung Nafri, Kota Jayapura. “Tong (kita) tra (tidak) pernah melakukan kejadian seperti itu dari yang dulu hingga kemarin,” tegas Lambert Peukikir melalui teleponnya.
Lambert Peukikir adalah pemimpin OPM yang menguasai perbatasan Indonesia-Papua New Guinea. Lambert pernah terlibat peristiwa tragis pada 1990 di daerah transmigrasi dan menghabisi nyawa beberapa warga di sana.
Menurut dia, kelompoknya dan OPM tak pernah terlibat dan juga tidak pernah memegang senjata serta melakukan penembakan dan penyerangan dikawasan itu. “Kelompok bersenjata itu terlatih sehingga terus menerus melakukan penyerangan dikawasan tersebut,” ujar Lambert.
Dia berharap, aparat keamanan diharapkan tak menuding OPM dalam setiap kasus penembakan dilokasi itu.
Sementara itu Wakil Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) Yusman Conoras menyesalkan peristiwa kekerasan di Kampung Nafri tersebut. Menurut dia, peristiwa itu sangat tidak berperikemanusiaan dan menebarkan teror terhadap setiap warga yang mendambakan kehidupan yang aman dan bebas dari rasa takut.
“Kami berharap bahwa pihak yang berwenang dengan segera dapat mengungkapkan fakta peristiwa dan menangkap pelaku dari peristiwa tersebut. Hal ini untuk membuktikan bahwa negara masih dibangun dalam supremasi hukum yang maksimal, memberikan rasa aman bagi setiap warga masyarakat dan yang terpenting adalah bertanggungjawab untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban,” ujarnya saat ditemui SP di Kantornya Padang Bulan, Abepura Jayapura, Selasa (2/8) pagi.
Sedangkan Kabid Humas Polda Papua Kombes Wachyono secara terpisah menegaskan, saat ini situasi sudah kondusif. “Penyidik sedang memeriksa saksi-saksi, ”ujarnya kepada SP, Selasa pagi.
Ia sendiri tak mau berandai-andai soal pelaku pembunuhan tersebut. Namun dugaan sementara, peristiwa itu adalah kriminal murni. “Memang benar TKP tak jauh berbeda, namun polisi belum bisa menyimpulkannya,” ujarnya saat ditanya tentang keterkaitan kasus ini dengan peristiwa yang sama di tempat yang sama pula beberapa bulan sebelumnya. [154]
VIVAnews — Hari belum terang. Masih pukul tiga pagi Waktu Indonesia Timur. Senin 1 Agustus 2011 itu sebuah angkutan umum melaju. Dari arah Yotefa di Jayapura menuju Arso kabupaten Keerom. Arso itu penuh kampung transmigran. Kawasan yang cukup rata ketimbang Jayapura yang berlembah bukit.
Tak ada yang janggal. Angkutan itu melaju seperti hari yang sudah-sudah. Tapi ketika melaju di jalan menurun di kampung Nafri mobil itu mendadak berhenti. Tak bisa melaju. Terhalang batang-batang kayu yang melintang di jalan.
Sang sopir kaget. Juga para penumpang. Sebab tak ada hujan badai yang menumbangkan kayu-kayu itu ke jalan. Kekagetan itu berubah kenggerian, ketika sejumlah orang yang menenteng bedil dan kapak mendadak muncul. Di keremangan pagi itu susah menghitung berapa banyak kawanan ini. Cuma bisa mengira sekitar 10 orang. Mereka muncul dari belakang angkutan.
Kampung Nafri yang dirimbuni pohon kelapa nan teduh, pagi itu tersaput kenggerian. “Terjadi penganiayaan, penembakan terhadap masyarakat yang ada di dalam angkutan,” kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri, Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Senin 1 Agustus 2011.
Gerombolan itu memberondong pintu kanan mobil dengan 16 peluru. Mengenai sejumlah orang. Mereka luka parah. Yang belum tertembus peluru berusaha kabur. Tapi disabet parang dan kapak. Sebagian mengalami luka robek.
Para pembunuh yang mengamuk seperti sapi gila itu juga menghabisi nyawa dua penumpang Toyota Hilux DS 5851 AD yang juga melintas di tempat kejadian. Mereka tewas dibantai di dalam mobil dengan cara dibacok. Nyawa prajurit TNI dari Batalyon Infantri 756 Senggi, Pratu Dominikus Kerap, yang melintas di lokasi kejadian juga melayang.
Salah seorang warga yang menumpang taksi berplat DS 7117 A juga tewas dibunuh. Kemarahan gerombolan ini menewaskan empat orang, sejumlah orang luka berat dan dua orang luka ringan. “Semua korban sipil kecuali satu TNI, tapi dia sedang pakai pakaian preman,” kata Anton.
Apa motif gerombolan ini memang belum jelas. Polisi bilang motifnya adalah untuk mengganggu ketenangan masyarakat. Sebab dari aksi pagi buta itu, mereka tampaknya tidak menyasar kelompok tertentu.
Tapi siapa mereka juga belum dipastikan. Namun, polisi menemukan petunjuk: bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang tertancap di tempat kejadian perkara (TKP). “Mereka menancapkan bendera OPM di TKP,” tambah Anton.
Selain bendera bintang kejora berukuran 1×2 meter, polisi juga menemukan empat selongsong peluru . “Dilihat dari selongsong, biasanya peluru dari senjata laras panjang,”ujar juru bicara Polda Papua. Juga ditemukan tiga tombak kayu, 3 anak panah, 2 buah parang, dan 1 tulang Kasuari.
Dia menambahkan, polisi telah memeriksa lebih dari 5 saksi dalam kasus penghadangan dan penembakan itu. Polisi dibantu TNI masih berada di lokasi kejadian untuk melakukan pengejaran. Benarkah OPM belum pasti memang. Sejumlah tokoh OPM, seperti Moses Weror di Madang PNG, belum bisa dikontak VIVAnews.com.
Tapi kampung Nafri, entah kenapa menjadi salah satu titik paling didih di porpinsi paling timur itu. Kampung itu terletak di dekat kota Jayapura. Ini satu-satunya jalan masuk dan keluar Jayapura menuju kawasan transmigrasi di Arso dan perbatasan dengan Papua Nugini (PNG). Kampung ini terletak di pinggir laut.
Tak banyak warga pendatang di sini. Umumnya penduduk asli Papua. Meski penduduk asli di situ terkenal ramah, orang sering takut lewat daerah ini. Apalagi sendirian. Sebab kenggerian sering kali terjadi. Minggu 28 November 2010, misalnya, gerombolan orang tidak dikenal juga mencegat warga yang lewat di pagi hari.
Mereka menembak warga dengan bedil. Satu orang tewas dan sejumlah orang luka parah dan sekarat. Yang menggerikan adalah bahwa menurut Polda Papua, kawanan ini menenteng SS1, senjata yang tergolong canggih. Sempat beredar kabar bahwa para penyerang itu bukan OPM tapi sipil bersenjata. Siapa mereka belum jelas juga.
19 Orang tewas korban bentrok Ilaga
Papua belakangan ini kian memanas. Selain penembakan brutal di Nafri itu, juga terjadi kerusuhan di Ilaga, Kabupaten Puncak. Kerusuhan itu meletik semenjak Sabtu 30 Juli 2011. Puncak kerusuhan itu terjadi Minggu 31 Juli 2011, sekitar pukul 07.00 WIT.
Semula dikabarkan bahwa 17 korban tewas. Tapi hingga Senin sore, jumlah nyawa melayang sudah mencapai 19 orang. Beruntung, “Saat ini situasi sudah terkendali,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Senin 1 Agustus 2011.
Anton memastikan bahwa kepolisian telah menurunkan satu pleton Brimob untuk menjaga lokasi bentrok. Jenazah korban bentrokan sudah dikembalikan ke keluarga untuk dimakamkan. “Polisi sedang melakukan olah TKP, mengumpulkan barang bukti dan saksi-saksi, kemudian akan dilanjutkan dengan pemeriksaan tersangka,” kata dia.
Kerusuhan di Ilaga dipicu proses tahapan Pilkada di kabupaten hasil pemekaran itu. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) setempat menyebutkan bahwa ada dualisme rekomendasi dari partai Gerindra, untuk dua pasangan calon bupati.
”Ada dua rekomendasi yang dikeluarkan partai Gerindra, yakni untuk pasangan calon bupati Elvis Tabuni-Yosia Tembak dan Simon Alom-Heri Kosnai. Inilah yang kemudian memicu terjadinya bentrok, karena saling klaim mengklaim,”ujar anggota KPU Puncak, Herianus Pakage kepada wartawan di Jayapura.
KPUD Puncak, lanjutnya, membuka pendaftaran calon bupati pada 24-30 Juli 2011. Lalu kedua pasangan mendaftar. ”Awalnya, proses pendaftaran berjalan lancar, namun di akhir pendaftaran, bentrok kedua kubu terjadi,” jelasnya.
Pasangan Elvis Tabuni-Yosia Tembak mendaftar pada 26 Juli dengan rekomendasi DPC Gerindra Puncak. Lantas, 30 Juli, giliran pasangan Simon Alom-Heri Kosnai yang mendaftar dengan membawa rekomendasi DPP Gerindra. Kedua kubu saling tak terima. Polisi lantas berupaya menghalau, tapi kedua massa tetap bentrok. Pada kerusuhan Sabtu 30 Juli 2011, empat orang tewas terkena tembakan aparat.
Tidak terima, Minggu 31 Juli kubu Simon Alom melakukan penyerangan dan sebanyak 14 pendukung Elvis Tabuni, tewas. ”Kedua kubu bentrok dengan menggunakan parang, tombak dan panah,” kata Herianus.
Sampai saat ini situasi Ilaga Puncak masih mencekam. ”Kami anggota KPU memutuskan turun ke Jayapura karena situasi masih tegang, sekaligus untuk berkoordinasi dengan KPU Provinsi apakah menunda proses tahapan pilkada atau melanjutkannya,”kata dia. Jika tidak ada kerusuhan, KPU akan melangsungkan tahapan verifikasi pasangan calon pada Senin 1 Agustus.
Herianus Pakage melanjutkan, bentrok itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan KPU, karena dualisme rekomendasi pasangan calon, adalah urusan internal partai. ”Kami hanya mengimbau, dualisme
rekomendasi itu diselesaikan secara internal oleh partai,”imbuhnya.
Ditemui terpisah, Partai Gerindra membantah jadi penyebab bentrok berdarah. “’Partai Gerindra hanya merekomendasi satu pasangan calon yakni Simon Alom-Heri Kosnai sebagai calon bupati yang diusung. Rekomendasi terhadap mereka langsung dikeluarkan Gerindra pusat,” ujar Wakil Ketua Partai Gerindra Provinsi Papua, yang juga ketua DPC Gerindra kabupaten Puncak, Amir Mahmud Madubun kepada wartawan, Senin 1 Agustus di Jayapura.
Menurut dia, sesuai dengan aturan partai, calon kepala daerah yang diusung bertarung di Pilkada, harus mendapat rekomendasi DPP Gerindra. Dan Simon Alom sudah mendapatkannya secara resmi. ”Yang diusung secara resmi oleh Partai Gerindra hanya Simon Alom,”singkatnya.
Terkait kerusuhan yang terjadi, lanjutnya, akibat dari sikap KPUD Puncak yang bertindak tidak netral. ”Gerindra hendak mendaftarkan pasangan Simon Alom-Heri Kosnai, tapi KPUD Puncak menolak, dengan alasan, ada dualisme rekomendasi. Mestinya, dalam tahapan pendaftaran, semua yang mendaftar harus diterima dulu, baru kemudian diverifikasi. Jika hasil verifikasi persyaratan tidak memenuhi aturan, baru dianggap tidak lolos.”
“Tapi, yang terjadi, saat kami mendaftarkan pasangan yang diusung partai secara resmi, KPU menolak dengan alasan, ada dualism rekomendasi, sehingga harus diselesaikan dulu secara partai. KPU kan
sudah kerja tidak sesuai aturan,” kata dia.
Menurut Madubun, yang juga menyaksikan kerusuhan antar dua kubu itu, karena sikap KPUD Puncak yang tidak netral, memancing emosi pendukung kedua kubu. ”Saat itu kami hanya diterima KPUD di halaman di luar pagar, tiba-tiba sekelompok massa dari pendukung pasangan calon Elvis Tabuni menyerang massa pendukung Simon Alom. Polisi mencoba menghalau, dengan mengeluarkan tembakan, tapi malah korban jatuh sebanyak empat orang, ”ungkapnya.
Ketika bentrok terjadi, lanjut dia, pihaknya berupaya menyelamatkan diri dari tempat kejadian, ke pos polisi terdekat. ”Karena situasi tiba-tiba tidak tekendali, kami pun ketakutan,”imbuhnya.
Setelah bentrok hari pertama dengan menewaskan empat warga, bentrok susulan kembali tejadi Minggu pagi yang menewaskan 15 warga. Selain itu rumah dan mobil milik Elvis Tabuni juga ikut dibakar massa. “Kami juga ketakutan, pasalnya untuk keluar dari Ilaga hanya bisa dengan pesawat, dan baru Senin pagi kami bisa keluar menuju Timika,” ungkapnya.
Gerindra, tambah dia, akan menggungat KPUD Puncak secara hukum, karena telah bertindak menyimpang dari aturan. ”Kami akan gugat KPU Puncak karena bekerja diluar mekanisme aturan yang ditetapkan,”imbuhnya.
Laporan: Banjir Ambarita| Papua
• VIVAnews
SENIN, 1 AGUSTUS 2011, 21:54 WIB Elin Yunita Kristanti, Nila Chrisna Yulika
JUBI — Pagi tadi, Senin (1/8) sekitar pukul 03.15 dinihari. Dalam insiden itu, 3 orang warga sipil mengalami luka-luka. Empat orang meninggal dunia.
Dari data yang diperoleh di RSUD Abepura, Jayapura, Papua, tiga warga yang mengalami luka-luka yaitu Ahmad Saud (27) warga Arso, Siti Amimah (49) warga Koya Timur, dan Tarmuji (49) warga Koya Timur. Sementara mereka yang tentara meninggal atas nama pratu Dominikus Kerap, anggota kompi C Yonif 756 Senggi. Indentitas dari empat korban tersebut tak diberikan pihak rumah sakit.
Informasi lain, kelompok penyerang menggunakan kapak dan parang. Menurut Siti Aminah (49) salah satu korban, ketika itu dirinya duduk didepan bersama sopir taksi yang ditumpangi. “Saya dnegan satu orang disebelah kiri saya,” ujarnya saat diwawancarai wartawan di RSUD Abepura, Senin.
Lanjut dia, warga yang berada disamping kirinya tiba-tiba diberondong senjata dari kelompok tak dikenal. Tak lama kemudia terjadi penembakan kearah mobil yang ditumpangi. Siti mengalami luka lantara terkena serpihan kaca mobil. “Kejadian itu begitu cepat. Tiba-tiba saja ada bunyi tembakan,” kata Saminah.
Selain itu, Sumardi (49) salah satu penumpang mengatakan, tiba-tiba mobil yang berada dibelakang mereka, sopirnya dibacok dari leher lalu disuruh menuju rumah sakit. Sopir yang menjadi korban bacokan itu bernama Udin, warga Arso, Kabupaten Keerom.
Sumardi menambahkan, kelompok yang melakukan penyerangan tersebut diperkirakan sekitar 10 orang. “Ada sekitar sepuluh orang. mereka cukup banyak yang lakukan penyerangan,” paparnya. (J/06)
PMNews. Selanjutnya setelah PMNews melakukan konfirmasi ke Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, ditanggapi oleh Panglima Revolusi TRWP Gen. TRWP Mathias Wenda bahwa “Ini Operasi Khusus” yang dilakukan dalam rangka mendesak NKRI untuk memberikan kesempatan kepada bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri.”
JAYAPURA – Diduga gara-gara satu partai politik (parpol) yang memberikan dukungan terhadap dua bakal calon bupati yang akan bertarung dalam pemilukada di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua, dua kelompok warga dari masing-masing calon bupati itu terlibat bentrok di Ilaga, Kabupaten Puncak, Minggu (31/7).
Akibat bentrok ini, 17 warga dilaporkan meninggal dunia, termasuk seorang anggota brimob mengalami luka panah di bagian dadanya. Tidak hanya itu, rumah, mobil dinas serta honai milik Elvis Tabuni juga dibakar massa.
Data yang berhasil dihimpun Cenderawasih Pos menyebutkan, kasus ini bermula ketika bakal calon bupati Elvis Tabuni yang salah satunya diusung partai Gerindra mendaftar ke KPU Puncak di Ilaga, Rabu (27/7) dan berkasnya diterima oleh KPU. Kemudian pada Sabtu (30/7) giliran calon bupati Simon Alom mendaftar ke KPU dan oleh KPU ditolak, sebab salah satu partai yang mengusungnya adalah Partai Gerindra.
Karena hal ini, para pendukung Simon Alom marah dan menyerang kelompoknya Elvis Tabuni sekitar pukul 15.00 WIT, sehingga bentrok tak terhindarkan. Dalam bentrok ini memakan satu korban jiwa dan dua masyarakat yang ketiganya berasal dari Kimak Distrik Ilaga, serta satu polisi mengalami luka-luka.
Korban meninggal itu adalah Esteli Kiwak yang mengalami luka tembak di dada. Kemudian korban luka yaitu Endison Kogoya, luka tembak paha kanan dan Selina Ongomang luka tembak di siku kiri, serta satu anggota Brimob BKO, Frens Msen yang terkena panah di bagian dada.
Bentrok itu kemudian berlanjut lagi pada Minggu (31/7) pagi dan memakan korban jiwa lebih banyak lagi. “Rumah, mobil, dan honey milik anggota dewan Elvinus Tabuni juga dibakar. Total warga meninggal dunia adalah 17 orang, kemudian dua warga mengalami luka, serta satu anggota Brimob luka-luka,” kata sumber terpercaya kepada Cenderawasih Pos yang hingga saat ini baru bisa mendata kejadian pertama.
Sementara Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. Wachyono saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos membenarkan adanya bentrok yang mengakibatkan 17 warga meninggal dunia dan 1 anggota Brimob luka-luka tersebut.
“Yang menjadi korban dari kubu Simon Alom 13 warga dan dari kubu Elvis Tabuni 4 warga. Dari Polda Papua telah dibentuk tim dari reskrim untuk mengusut kasus itu termasuk menyediliki pemicunya,” jelasnya.
Pihaknya belum mengetahui persis yang terjadi di daerah Kabupaten Puncak itu. “Yang jelas kami pihak kepolisian akan mengusut terus bentrok yang menyebabkan banyaknya warga meninggal dan dibakarnya rumah, honey dan mobil dinas milik Elvis Tabuni,” ucapnya.
Wachyono menjelaskan, dari data terakhir yang diketahuinya, bentrok ini terjadi dari ketidaksenangan pendukung salah satu bakal calon bupati Simon Alom terhadap bakal calon bupati Elvis Tabuni. “Keduanya sama-sama diusung Partai Gerindra. Namun saat Simon Alom mendaftar ke KPU, berkasnya ditolak oleh KPU sehingga pendukung Simon Alom tidak terima dan akhirnya kedua kubu dari kedua pendukung calon bupati itu terlibat bentrok pada Sabtu (30/7),”paparnya.
Dari kejadian tersebut satu warga tewas, dan satu anggota Brimob luka terkena panah. “Warga tersebut meninggal akibat terkena tembakan. Namun itu terjadi ketika anggota Brimob terkena panah sebanyak dua kali di dada. Beruntung anggota Brimob itu memakai rompi anti peluru,” ungkapnya.
Saat itu suasana sudah hampir tak bisa dikendalikan oleh pihak kepolisian, sebab suara tembakan peringatan sudah tidak dipedulikan oleh kedua kubu. Bahkan pihak kepolisian yang hendak merelai bentrok malah diserang, sehingga terpaksa untuk menyelamatkan diri, anggota terpaksa menembak warga.
“Tidak lama kemudian, pihak kepolisian di Ilaga bisa merelai bentrok dan pihak kepolisian terus berjaga-jaga di Kantor KPU Kabupaten Puncak dan juga di Mapolsek,” terangnya.
Tetapi Minggu pagi, massa dari pihak Simon mengamuk dan menyerang kembali ke kediaman Elvis Tabuni, sehingga terjadi bentrok kembali. Rumah, mobil dinas, dan honey milik Elvis Tabuni dibakar. “Di kejadian inilah warga banyak meninggal dunia. Tetapi belum diketahui pemicunya, sebab hubungan ke sana hanya dengan telepon satelit. Sedangkan kami mendapat laporan dari sana melalui SSB. Akses ke sana juga hanya bisa dengan pesawat. Itu juga jika cuaca bersahabat,” kata Kabid Humas.
Kabid Humas berharap semoga kejadian ini bisa secepatnya diselesaikan, mengingat sudah banyaknya korban. “Saya minta kedua kubu bisa menyelesaikan masalah dengan baik, kepala dingin tanpa harus ada korban meninggal dunia,” pinta Wachyono. (ro/fud)
[JAYAPURA] Peraih Yap Thiam Hien 2009, Pastor John Jonga Pr menilai, para pelaku penyerangan warga sipil di Nafri, Senin (1/8) pagi yang menewaskan empat orang dan melukai 8 orang lainnya berasal dari kelompok abu-abu yang digerakkan oleh kepentingan tertentu untuk meneror kegiatan 2 Agustus 2011 yaitu kongres
ILWP (International Lawyer West Papua) di London. Acara itu mengkritisi pelaksanaan Pepera 1969 lalu.
“Saya sudah berkomunikasi dengan kelompok-kelompok pejuang di Papua dan mereka mendukung perdamaian, mereka mengatakan kelompok yang melakukan penyerangan itu tidak jelas,” kata Jhon Jonga kepada SP melalui telepon di Jayapura, Senin (1/8) siang.
Menurut dia, penyerangan itu juga dibuat untuk mengerdilkan hasil Konferensi Papua Damai yang dilaksanakan di Universitas Cenderawasih 5-7 Juli 2011 lalu. Pada kesempatan itu semua elemen di Papua sepakat untuk melakukan perjuangan secara damai. “Tujuan lain dari aksi penyerangan itu untuk melemahkan dukungan dari Papua terhadap kegiatan 2 Agustus 2011 di London,” ujar pastor asal Manggarai, Flores Nusa Tenggara Timur itu.
Sementara Kapolres Kota Jayapura Imam Setiawan secara terpisah sebelumnya mengatakan, pelaku penyerangan itu diduga berasal dari kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Kejadian kekerasan terhadap warga sipil di Nafri itu terjadi pada sekitar pukul 03.15 WIT dini hari. Pada pukul 04 WIT, Seorang warga bernama Sugiantoro (37) mengalami luka bacok sangat parah. Sementara Putri Mutiara Andin, anaknya, mengalami luka sobek pada punggung dan kaki sehingga mendapat jahitan sepanjang empat sentimeter dan 3 jahitan dan jari telunjuk dan jari tengah kaki kanan.
Kejadian berlangsung di Asrama Bucen 6 Angkasa tepatnya di Masjid An Nadir. Dari info yang diperoleh SP, sekitar Pukul 04.30 WIT, Sugiantoro lagi duduk-duduk saat menunggu adzan subuh masjid.
Saat itu Nadir mendengar orang masuk sebanyak dua orang dengan berambut panjang gimbal, muka bertopeng dan baju panjang tangan hitam, celana panjang hitam, dan kedua Pelaku memegang parang panjang, dan langsung membacok dengan menggunakan parang panjang dari belakang.
Sugiantoro langsung berbalik kanan dan menangkis dengan tangan kiri kemudian membacok lagi, namun Sugiantoro menghindar dan mengenai punggung kiri. Selanjutnya, pelaku membacok lagi dan mengenai kaki putrinya Mutiara Andin (2 tahun 8 bulan). Sugiantoro berteriak minta tolong dan pelaku melarikan diri dan menghilang. [154]