Wamena — Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Wamena Wene Helakombo Mengatakan aksi Barisan Merah Putih (BMP) di Wamena sangat tidak berwibawa terhadap nilai-nilai demokrasi. Jumat (17/06/2016).
Seberapa pentolan anak-anak jalanan Dibawah Pimpinan Aloka Alex Logo sebagai coordinator Lapangan, beliau berasal dari Kampung Waga-Waga,Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya telah mengajak seberapa orang-orangnya (keluarga sendiri) untuk Turun Aksi penolakan KNPB Di Kantor Kab.Jayawijaya , namun sayangnya tidak berhasil seperti yang diharapkan oleh penggagasnya.
Peserta aksi Yang turun aksi saat itu adalah maksimal 20 orang termasuk koorlapnya, sedangkan yang tertua lainnya hanya seberapa orang antara lain :
1. Wamnak Logo
2. Dimbik Mabel
3. Menega Logo
4. Kemudian yang lainnya adalah anak-anak jalanan yang statusnya kurang jelas.
Mereka datang disertai dengan alat-alat tajam yang lengkap untuk menyampaikan beberapa aspirasi sesuai persiapanya namun tidak disampaikan dan bubar begitu saja karena tidak ada satu pejabatpun yang mau menerima mereka.
Hal ini terbukti bahwa perjuangan KNPB sebagai Media bukanlah isu Kabupaten Jayawijaya tetapi Dunialah yang mengenalnya. Dan perjuangan BMP yang selama ini diberi kepercayaan NKRI benar-benar tidak berhasil.
Masa Aksi BMP datangi kantor Bupati Jayawijaya namun hanya sampai diluar gapura sambil orasi-orasi oleh saudara koorlap Aloka Alex Logo tanpa penerima aspirasi. Saat itu tidak ada satu pejabat/pegawai siapapun yang bisa menerima aspirasinya.
Dan selanjutnya Kordinator lapangan Aloka Alex Logo dalam Orasinya Menyatakan Bahwa :
‘’BUBARKAN KNPB“, Namun Dalam Aksi ataupun Orasi-orasi Barisan Merah Putih (BMP) tersebut berjalan tanpa Pengawalan dalam hal ini Pihak berwajib (POLRI). Padahal masa aksi tersebut membawa berbagai alat tajam sangat aneh tetapi nyata.
JAYAPURA – Menyusul adanya Surat Menteri Dalam Negeri RI No “161.97.2104/SJ tertanggal 27 April 2015 perihal penetapan Perdasus No 6 Tahun 2014 yang ditujukan kepada Gubernur Papua, dengan memerintahkan kepada Gubernur Papua sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mempertimbangkan kembali substansi materi Perdasus No 6 Tahun 2014 tentang keanggota DPRP melalui pengangkatan periode 2014-2019, ditanggapi Ketua Barisan Merah Putih (BMP) RI wilayah Provinsi Papua, Ramses Ohee.
Ia mengharapkan semua komponen masyarakat Papua untuk bersatu mendesak Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP untuk segera merealisasikan kursi adat di DPRP yang sudah diberikan negara kepada rakyat Papua, sesuai Keputusan MK No 116/PUU-VII/2009.
Dirinya selaku orang tua kesal, karena hak orang asli Papua yang diakui oleh negara tidak diseriusi Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP, karena seolah-olah hak 14 kursi yang diberikan negara, bukan untuk orang asli Papua.
Terutama Gubernur Papua, Lukas Enembe, selaku wakil Pemerintah Pusat menjelaskan keputusan negara ini kepada rakyat Papua, dan duduk bersama DPRP dan MRP untuk membahas aturannya dengan baik yang melibatkan semua komponen masyarakat, setelah itu baru disahkan menjadi Perdasus.
Sebagaimana 9 kursi adat yang sudah dinikmati oleh rakyat Papua Barat. Itu dikarenakan gubernurnya, DPRPnya dan MRP nya serius menyelesaikan hak adat rakyat Papua itu.
“Selama ini terkesan kita rakyat Papua, terutama Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP mempermainkan keputusan negara tersebut. Harusnya, Gubernur Lukas Eneme dan DPRP bertanggungjawab penuh atas keputusan MK ini, malah meninggalkannya dan memperjuangkan hal lain. 14 kursi ini tidak belum jadi, karena Gubernur, DPRP dan MRP tidak pernah duduk sama-sama dan sejalan bahas 14 kursi ini, dan berikan penjelasan yang baik kepada rakyat Papua bahwa kenapa 14 kursi ini belum direalisasikan,”
ungkapnya dalam keterangan persnya kepada wartawan di kediamannya, Jumat, (22/5).
Baginya, jika gubernur dan DPRP tidak punya itikad baik, maka dalam waktu dekat ini pihaknya tetap mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Inspres, demi kebaikan rakyat Papua, dan sebagai wujud nyata pertahanan nasional, serta bahwa Papua benar-benar bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai persetujuan PBB tertanggal 19 November 1969 bahwa Papua didalam NKRI. Itu harga mati.
Terkait dengan pernyataan banyak pihak, diantaranya pakar hukum Ferry Kareth dan mantan anggota DPRP mengenai 14 kursi itu, dirinya menegaskan, Ferry Kareth tidak boleh mengeluarkan pernyataan di media lagi, karena Ferry Kareth adalah sosok yang pernah menyusahkan rakyat Papua dengan tidak memproses keputusan MK dimaksud.
Termasuk pernyataan DPRP juga salah dalam melihat makna putusan MK itu. Pasalnya disini 14 kursi harus memiliki fraksi sendiri di DPRP yang khusus membicarakan hak-hak adat orang asli Papua, bukan berbicara melalui kursi Parpol atau gabungan fraksi yang dicampurkan antara utusan Parpol dan adat.
“Dengan segala kerendahan hati, kami berjuang untuk anak asli Papua duduk di kursi adat DPRP, supaya memperjuangkan hak-hak orang asli Papua, sebab selama ini apa yang kami bicarakan di DPRP lewat kursi Partai Politik (Parpol) tidak didengar, mereka berjalan dengan maunya sendiri-sendiri dan maunya Parpol,”
tukasnya.
Ditegaskannya, dirinya sudah menyurati Presiden Jokowi yang isinya meminta Jokowi segera menerbitkan PP untuk mengeksekusi hak adat di parlemen bagi rakyat Papua, namun jika tidak ada PP, maka Papua bukan bagian dari NKRI.
Ditempat yang sama, Ketua BMP Perwakilan Papua wilayah DKI Jakarta, Willem Frans Ansanay, SH., M.Si, menandaskan, mensikapi polemik 14 kursi yang akibat dari tarik ulur antara kepentingan-kepentingan yang ada di Papua.
Melihat hal itu, dirinya meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk memahami Papua secara komprehensif, yakni Tanah Papua seperti apa, manusia yang mendiaminya seperti apa, dan apa persoalan yang sangat fundamental di Papua, sehingga Papua memiliki karakteristik khusus yang di back up oleh UU Otsus Papua.
“Membangun Papua, tidak bisa dipahami secara parsial, karena ada kepentingan-kepentingan sesat, pemahaman yang sempit tentang tata kelola pemerintahan dan kurang memahami sosial kultural yang ada di Papua,”
terangnya.
Papua dipahami dalam NKRI, sebagai bagian yang utuh bahwa Papua adalah bagian yang utuh dari wilayah NKRI, yang dilegitimasi oleh hukum dunia Internasional, yang kemudian Indonesia berkewajiban membangun Papua. Tahapan Indonesia membangun Papua, kita semua tahu di era pemerintahan orde baru, Papua mengalami degradasi pembangunan yang selanjutnya hal yang sama dialami daerah lain, yang akibatnya terjadi reformasi yang melahirkan tuntutan ekstrim, yang sebagiannya sudah mencapai hasil, seperti Provinsi Timur-Timor yang sekarang menjadi suatu negara didalam kedaulatannya sendiri.
Sementara itu, Papua, dan Aceh termasuk dalam permintaan ekstrim kepada NKRI supaya memiliki kedaulatan sendiri. Termasuk Borneo dan Riau.
Untuk itu, apa yang menjadi persoalan bangsa ini harus dilihat secara utuh, karena dampaknya Papua juga terkena imbasnya, yang pada giliran diterbitkannya UU Otonomi Daerah (Otda) 1969 dan Tahun 2001 UU Otsus diterbitkan pada masa Pemerintahan Mega Wati Soekarno Putri, sebagai alat (UU) kelengkapan negara dalam membangun Papua kedepannya. Namun, apa yang terjadi UU Otsus dalam implementasinya mengalami hambatan, khusus menyangkut 14 kursi itu yang saat ini menjadi polemik.(Nls/don/l03)
Bila dalam tulisan sebelumnya (Edisi Selasa 13/8), Ny. Heemskercke Bonay, S.E., telah memberikan kesaksian terkait perjuangan ayahandanya mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963. Kini salah-giliran seorang perintis kemerdekaan RI Musa Maniagasi juga memberikan komentarnya. Apa pesan dan harapannya bagi generasi mudah khususnya menjelang HUT RI ke-68?
OLEH: MAKAWARU DA CUNHA/BINTANG PAPUA
“KEMERDEKAAN yang ada ini kami tak jual kepada siapapun juga. Tapi kami abadikan untuk bangsa, negara dan generasi mudah supaya maju.Mari kitong (kita) semua pertahankan kemerdekaan RI hingga akhir zaman,” tegas Musa Maniagasi ketika dikonfirmasi dikediamannya di Jalan Gerilyawan RT 003/RW 003 Kelurahan Yobe, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Jumat (9/8).
Kemerdekaan RI yang direbut, beber Musa Maniagasi, mengorbankan harta benda, jiwa raga, darah dan air mata. Untuk itu, pihaknya mengharapkan khususnya kepada generasi muda, agar memiliki pola pikir baik demi mengisi dan memajukan bangsa ini. Pasalnya, tanpa ini semua, sia-sialah perjuangan generasi terdahulu.
“Sekarang kitong pu anak-anak bisa ikut pendidikan terbaik dari SD hingga PT, pembangunan ekonomi berjalan bagus. Dimana-mana ada pembangunan seperti jalan, jembatan, puskesmas, rumah sakit, sekolah dan lain-lain,” tutur Musa Manigasi, yang sempat ditawan pihak Belanda beberapa tahun di Jayapura.
Karya monumental para pejuang Irian Barat, kata Musa Maniagasi, suatu ketika menghadap dan melapor kepada Presiden Pertama RI Ir. Soekarno, meminta mendirikan Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura dan dikabulkan. Alhasil, 8 dosen terbaik dari Pulau Jawa dipimpin Profesor Huganda Poewacaraka dikirim untuk mendampingi putra-putri Irian Barat waktu itu. Ia akhirnya dinobatkan menjadi Profesor pertama di Uncen.
“Uncen saat itu membuka ujian persamaan tingkat SD-SMP selama depalan bulan, kemudianke fakultas- fakultas di Uncen dan meraih gelar sarjana,” tukas Musa Maniagasi mengenang.
Karena itu, tambah Musa Maniagasi, pihaknya mengimbau kepada semua pihak untuk menjaga Keamanan dan Ketertiban (Kamtibmas) agar HUT RI ke-68 dapat berjalan lancar, tertib dan kondusif.
“Kami legium veteran, para pejuang dalam organisasi-organisasi massa yang sudah ada siap melaksanakan HUT RI khususnya di Tanah Papua,” tutur Musa Maniagasi, seraya menambahkan, sejak 1957 sampai hari ini Hollandia atau Jayapura tak pernah ada kekacauan apapun.”
Lantas seperti apa jejak langkah Musa Maniagasi, jelasnya, sebelum berkeluarga usia 20 tahun atau sekitar tahun 1957 ia sudah ikut dalam arena perjuangan pembebasan Irian Barat. Ia aktif di organisasi massa terutama Partai Kemerdekaan Indonesia Hindia pimpinan mendiang almarhum Silas Papare. Seorang Pahlawan Nasional. Kemudian bergabung dalam Pasukan Gerilya Pemuda Irian Barat di Hollandia atau Kota Baru pimpinan Musa Maniagasi.
Kata Musa Maniagasi, pihaknya mulai menyusun kekuatan bersama para pemuda Irian Barat dan putra-putra terbaik dari seluruh Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore dan Maluku, yang mempunyai rasa nasionalisme berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia, didukung orang tua-tua berapa seperti Nicholas Jouwe, Ruben Yosep Tepi orang Manado bekas KNIL Belanda, Willem Johan Pakasi, Kris Korwa dan lain-lain.
Selanjutnya, pemuda pejuang pembebasan Irian Barat menciptakan persamaan pandangan perjuangan dan menyusun kekuatan militer didukung persenjataan seadanya. Sebab, bila ingin merebut suatu wilayah atau negara harus didukung persenjataan didatangkan dari Negeri Belanda. Ketika Trikora makin dekat pihaknya telah membangun komunikasi dengan para pimpinan di Jakarta, yang merespon perjuangan para pemuda membebaskan Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI.
“Kami sudah kirim beberapa putra terbaik Irian Barat untuk dilatih di Jawa sebagai militer dan membentuk tim-tim yang luar biasa terutama latihan dan ketepatan bertindak,” kata Musa Maniagasi, sembari menunjuk rumah sederhananya yang sempat direnovasi Kodam XVII/Cenderawasih.
“Dan dari sini sampai di Merauke semua putra-putra terbaik kami pencarkan mereka kemudian bentuk kekuatan para pemuda supaya himpun kekuatan militer, terutama ketika Peristiwa Arafura 15 Januari 1962.”
Lantaran jasa-jasanya, ujar Musa Maniagasi, ia mendapat Surat Keputusan Kemerdekaan No. Pol. 6 sebagai perintis kemerdekaan RI atau pejuang terhormat RI.
“Akhirya dong kasih sa gaji Rp2,7 Juta perbulan dari Kementerian Sosial,” tandas Musa Maniagasi.
Disinilah 19 Desember 1961 Trikora dikumandangkan oleh Presiden Pertama RI Soekarno merebut Irian Barat dari Belanda dan mendukung perjuangan bangsa Indonesia untuk kibarkan Sang Merah Putih di daratan Irian Barat. (*/don/l03/@dv)
Jayapura – Tentara Pembebasan Nasional- Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dari Komando Markas Pusat, Kodap I Tabi pimpinan Kolonel David Tarko, secara resmi mengeluarkan blacklist (daftar hitam) bagi Nick Messet dan keturunannya.
Pernyataan itu disampaikan Kolonel David Tarko melalui staf khususnya melalui siaran pers yang dikirim kepadatabloidjubi.com, Minggu (12/5).
“Pada 13 Mei 2013 nanti, Nick Messet Resmi dimasukan dalam daftar (Blacklist) TPN-OPM,”
tuturnya. Menurut David, blacklist bagi Nick Messet dan keturunannya akan berlaku sampai Papua Merdeka.
Menurut David, blacklist itu diterbitkan berdasarkan data-data yang dimiliki TPN-OPM, yang mana fakta-fakta pernyataannya dapat merendahkan harkat dan martabat bangsa Papua di bagian Barat Pulau New Guinea.
TPN-OPM juga menilai, Nick Messet penghianat, yang mana telah dan sedang mengorbankan Rakyat Bangsa Papua di bagian Barat Pulau New Guinea, membohongi diri dan membohongi Indonesia dengan dalih bahwa Papua tidak akan Merdeka.
Karena itu, David menilai, Nick Messet bukanlah pejuang sejati TPN-OPM, melainkan kelompok abu-abu yang tersesat dan kehilangan hikmat Tuhan, karena menjalagunakan hikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
Bagi TPN-OPM sejati, Nick Messet tidak ada hitungannya. TPN-OPM mempunyai keyakinan bahwa Papua akan Merdeka sesuai waktu yang Tuhan tentukan, maka TPN-OPM telah dan terus berjuangan hingga kini. Waktu akan menentukan dan Nick Messet berserta teman-teman penghianat lain akan takhluk atau pindah ke Jwa.
TPN-OPM memasukan Blacklist terhadap Nick Messet dan keturunannya berdasarkan fakta pernyataan pada media massa Indonesia, dari sejak melacur ria ke NKRI hingga kini. Bukti pernyataan lain adalah yang baru-baru ini, dimana Nick Messet komentar melalui Bintang Papua pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2013 lalu.
“Untuk membuktikannya, silakan click link location dibawah ini: Mantan Menlu OPM Soal Pembukaan Kantor OPM di Oxford Inggris Sengaja Dibesar-besarkan Kelompok Benny Wenda,”
ujar David merujuk pada sumber berita online Bintang Papua (www.bintangpapua.com).
Pernyataan ini dikeluarkan dari Markat Pusat TPN-OPM bagian Penyerangan dibawah Kendali Kepala Staf Umum Tuan Teryanus Satto, guna menjadi perhatian olehh semua pihak dan dapat dilaksanakannya sesuai fakta kebenaran sejarah. Terima kasih atas perhatian Anda. David Tarko mencantumkan mencantumkan kontak personya dalam releassnya. 081247306831 dan panglimakodap1tabi@yahoo.com. (Jubi/Mawel)
Jayapura – Keaslian sosok Daniel Kogoya, pimpinan 212 pelintas batas RI-PNG yang selama ini bermukim di Papua Nugini dan memutuskan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia masih diragukan sebagian orang.
Salah satu aktifis mahasiswa, Patrick Belau tak yakin jika orang yang mengaku Daniel Kogoya tersebut, benar-benar Daniel Kogoya yang asli.
“Sebagai aktifis mahasiswa saya melihat pernyataan di media yang oleh orang yang mengkalim sebagai Danny Kogoya dan mengeluarkan pernyataan menyerahkan diri dan kembali ke NKRI itu sangat diragukan,”
kata Patrick Belau via pesan singkatnya, Minggu (27/1).
Menurutnya, saat ini Danny Kogoya sedang berada di LP Abepura. Sementara yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah Danny Kogoya yang ada di perbatasan.
“Nah, ini keliru. Danny Kogoya itu ada berapa sebenarnya,”
singkatnya.
Dikatakan Patrick, tidak ada cerita Danny Kogoya bersama anak buahnya mau kembali ke NKRI, karena Danny Kogoya adalah tokoh pejuang OPM. Tokoh OPM sejati tidak akan menyerahkan diri.
“Dan untuk oknum yang mengklaim diri sebagai Danny Kogoya adalah Danny Kogoya binaan TNI/Polri alias binaan Indonesia. Jadi pada intinya pernyataan itu keliru,”
tutup Patrick Belau.
Sebelumnya, 2 September 2012 lalu sekitar 23.30 WIT, seorang yang diklaim polisi sebagai Danny Kogoya ditangkap saat sedang berada di Hotel Dani, Entrop, Kota Jayapura. Dalam penangkapan yang dilakukan anggota Polresta Jayapura itu, aparat terpaksa menembak kaki kanan yang bersangkutan saat berusaha kabur. Akibatnya, kaki Danny harus diamputasi karena tulang keringnya hancur. (Jubi/Arjuna)
JAYAPURA [PAPOS] – Sebanyak 212 warga Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka [TPN-OPM] di bawah pimpinan Daniel Kogoya yang selama memperjuangkan Papua merdeka di daerah pelintas batas, Jumat (25/1) akhirnya resmi menyerahkan diri dan kembali kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Warga pelintas batas yang menyerahkan diri itu dirangkaikan dengan Ibadah syukur bersama serta bakar batu serta makan bersama di Aula Kantor Distrik Muara Tami yang dihadiri langsung oleh, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Drs. Christian Zebua, Wakapolda Papua, Brigjen Pol Drs. Paulus Waterpauw, Plt Sekda Provinsi Papua, Elia Loupatty, Wali Kota Jayapura, Drs. Benhur Tommi Mano dan Muspida Provinsi Papua.
Suasana penyerahan warga pelintas batas RI-PNG yang selama ini menjadi anggota OPM yang telah kembali bergabung ke NKRI.Dalam penyerahan itu, mereka menyampaikan ikrar kesetiaan kepada NKRI. Di antaranya, pertama, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] yang berdasarkan Pancasila dan UU Dasar 1945. Kedua, mendukung dan ikut serta dalam program pembangunan pemerintahan melalui dana Otsus Papua dalam bingkai NKRI. Ketiga, tidak lagi melibatkan diri dalam organisasi TPN-OPM, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keempat, menentang dalam bentuk aksi separatis, politik maupun bersenjata di Tanah Papua. Kelima, bersedia hidup rukun dalam kehidupan masyarakat dan turut menciptakan keamanan di Tanah Papua.
Usai membacakan ikrar kesetiaan itu, Daniel Kogoya, kepala staf pimpinan TPN-OPM menyerahkan 3 senjata api kepada Pangdam XVII/Cenderawasih. Masing-masing 2 senjata laras pendek jenis FN 46 dan 1 pucuk senjata rakitan laras panjang, dan kemudian ditandai penandatanganan untuk tetap menjadi warga NKRI.
Pada kesempatan itu, Pangdam menyampaikan rasa terimakasih kepada anggota TPN-OPM yang sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, yang mana mereka merupakan perjuangan daerah pelintas batas.
Hal tersebut, baginya, merupakan suka cita karena sudah menganggap bahwa di tempat inilah [NKRI] mereka merasa aman. “Saya melihat yang selama ini tidak berada di pangkuan Ibu Pertiwi kini sudah kembali, karena mereka sudah mulai sadar tidak ingin lagi lari ke hutan,” ujarnya.
Untuk itu, Pangdam mengharapkan kepada mereka agar tetap di tanahnya sendiri dan mengelola kekayaan yang ada. “Kepada Daniel Kogoya, tidak perlu lagi takut karena saya dan pak Kapolda sudah berjanji memberikan rasa aman. Apabila ada yang ganggu laporkan ke kita dan kita tetap memberikan kenyamanan,” katanya.
Lanjut dia, kalau sudah berada di NKRI ini, tidak perlu takut mau tinggal di mana atau makan apa, karena negara akan tanggung semuanya dan negara tetap akan mengurusnya. “Kami tetap jamin keamanan,” tegas Pangdam.
Ditambahkannya, di Tanah Papua ini, Tuhan menginginkan perdamaian, jangan lagi saling membunuh. “Tuhan tidak menginginkan itu. Yang Tuhan inginkan bagaimana Tanah Papua yang diberkati ini kita bersama-sama membangun untuk maju seperti di daerah lain,” ucapnya.
Sementara itu, Wakapolda Papua, Brigjen (Pol), Drs. Paulus Waterpauw menyatakan, penyerahan diri masyarakat pelintas batas ini merupakan hari yang luar biasa karena mereka sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Untuk itu, dirinya meminta untuk bersama-sama membangun Tanah Papua ini dan aparat kepolisian bersama Pemerintah Provinsi Papua, kabupaten/kota siap melayani dan diminta untuk saling berkomunikasi.
“Saya minta hubungan komunikasi jangan pernah tidak aktif. Jikalau ada yang melakukan kekerasan dari kelompok yang tidak menginginkan untuk kembali ke pangkuan Ibu pertiwi, pihak aparat menjamin memberikan kenyamanan. Ada nomor kontak saya nanti kita saling berkomunikasi,”
ujarnya.
Pada kesempatan itu juga, Daniel Kogoya yang ditemani anggotanya, Paul Kogoya dan Pus Kogoya menyampaikan, tujuannya kembali ke Pangkuan NKRI, karena sudah melihat dua anaknya yang merupakan orang asli Papua telah menjadi pemimpin di negeri ini.
Mereka adalah Danrem 172/PWY dan juga Wakapolda Papua. “Mereka merupakan bagian dari anak kami yang berhasil sehingga kami tidak mau saling perang saudara, kami sudah satukan hati untuk bersama-sama membangun Tanah Papua ini,” tukasnya. Dikatakannya, di tengah kegembiraannya itu, ia bertekad tidak lagi berpaling ke tempat dia berasal akan berusaha membangun Tanah Papua ini sampai anak cucu.
Pada kesempatan itu, dirinya meminta maaf karena selama ini banyak rakyat yang menjadi korban hanya karena perbuatan yang dilakukan pihaknya. Ia tidak ingin lagi rakyat menjadi korban dan meminta kepada aparat maupun kepada pemerintah menjalankan pembangunan dengan baik. “Tidak ada lagi kasus korupsi di Tanah Papua ini, karena kita ingin bersama-sama membangun Tanah Papua,” tukasnya.
Sebelumnya, Komandan Korem 172/Praja Wira Yakthi, Joppye Onesimus Wayangkau, menandaskan, proses kegiatan turunnya pelintas batas tradisional (anggota OPM) yang dilaksanakan oleh Kodam XVII/Cenderawasih khususnya Korem 172/Praja Wira Yakthi dimulai sejak September 2012 lalu. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk komunikasi antara dirinya selaku pimpinan Korem 172/Praja Wira Yakthi dengan pihak Daniel Kogoya.
Setelah komunikasi terjalin secara bersinambungan, melalui perantaranya Daniel Kogoya menyampaikan keinginannya untuk kembali ke wilayah NKRI dan hidup sebagaimana warga negara Indonesia pada umumnya.
“Kami selaku pimpinan Korem mempersiapkan seluruh akomodasi dan prasarana untuk menyambut kedatangan Daniel Kogoya beserta pengikut-pengikutnya,”
jelasnya.
Dijelaskannya, penerimaan oleh jajaran Korem 172/PWY, Daniel Kogoya dengan pengikutnya melaksanakan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Pembantu di Distrik Muara Tami. Sejak beberapa minggu lalu kelompok ini telah menempati lokasi penampungan yang telah disiapkan di area perumahan pegawai Distrik Muara Tami.
Para pelintas batas yang sering keluar masuk wilayah RI-PNG ini telah mengakui bahwa kondisi mereka saat ini tidak tentram dan mereka merasa hanya sebagai korban yang melarikan diri ke PNG akibat konflik politik di masa lalu. Untuk itu, menjadi harapan agar mereka dapat diterima kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan menjadi warga NKRI yang sewajarnya. [loy]
Terakhir diperbarui pada Jum’at, 25 Januari 2013 22:50, Papuapos.com
Jayapura – Pimpinan TPN/OPM Daniel Kogoya yang telah bergabung ke pangkuan Ibu Pertiwi dan memilih untuk menetap di Provinsi Papua bersama 212 kepala keluarga pelintas batas lainnya, berjanji tidak akan ada lagi jatuh korban di sana-sini.
“Ada rasa kebanggaan khusus saya bisa gabung dan masuk ke tanah Papua, itu karena ada dua anak putra daerah yang mendapatkan tempat yang baik dari pemerintah pusat, yakni Danrem 172 dan Wakapolda Papua. Karena kebanggaan itulah saya ambil keputusan dan mengambil sikap untuk kembali ke kampung halaman (Papua_red) untuk membangun Papua bersama dengan rakyat Papua lainnya,”
kata Daniel Kogoya saat acara penerimaan pelintas batas tradisional, di Kantor Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Jumat (25/1).
Dia menegaskan, atas nama, kelakuan, dan sikap dirinya selama menjadi pimpinan TPN/OPM banyak rakyat menjadi korban dimana-mana.
“Maka hari ini saya nyatakan tidak akan lagi terjadi hal itu,”
tambahnya.
Menanggapi itu, Daniel Kogoya meminta kepada Pangdam, Kapolda, Gubernur Papua, Wali Kota Jayapura serta Danrem 172 jangan lagi ada tindak kekerasan terhadap rakyat.
“Saya atas nama pimpinan TPN/OPM sudah ada di tengah-tengah pemerintah Indonesia khususnya Papua ini, untuk itu kita bersama-sama membangun daerah ini. Saya melihat rakyat saya menderita tidak punya tempat tinggal, mereka teriak-teriak di jalan, tidur di jalan dan juga orang papua yang ingin sewa rumah kesana kemari padahal kami yang punya tanah ini. Untuk itu, saya minta pemerintah pusat maupun Papua tolong memberikan kesempatan, saya minta pembangunan di daerah ini segera dilaksanakan. Dalam TPN/OPM masih ada pimpinan tertinggi, kalau saya diperlakukan dengan baik apa beratnya dia akan bergabung dengan kita,”
tegasnya.
Pada kesempatan itu juga, Daniel Kogoya memperkenalkan jaringan Komunikasi yang di dukung oleh Danrem 172 dan Dandim 1702 Jayawijaya. Selain itu dirinya juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Kapolsek Koya karena telah membina masyarakat pelintas batas dengan baik.
“Selama saya diluar ada rasa kecemburuan sosial, tetapi anak-anak saya sudah jadi perwira dan memimpin Papua ini, sehingga saya melihat diri buat apa menahan diri di luar. Untuk itu saya lebih memilih masuk, kalau kita berbuat baik terhadap rakyat, rakyat juga akan berbuat yang lebih baik,”
Jayapura — Jendral (Gen.) Goliat Tabuni mewarning seluruh orang asli Papua agar tidak menghina perjuangan penentuan nasib sendiri. Sebab orang yang menghina perjuangn orang Papua dalam bentuk apapun, akan menjadi target operasi revolusi Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Pernyataan ini disampaikan Gen. Goliat Tabuni melalui Kepala Staf Umum, Teryanus Satto.
“Setiap orang asli Papua jangan coba-coba menghina segenap pemimpin dan anggota TPN-OPM yang berjuang untuk hak politik menentukan nasib sendiri (Self Determination) bagi Bangsa Papua,”
katanya melalui press realesenya kepadatabloidjubi.com, Jumat (11/1).
Menurut Satto, Pimpinan TPN-OPM Gen. Goliat Tabuni menyatakan, bagi orang asli Papua yang menghina perjuangan akan dijadikan blacklist TPN-OPM. Bahkan menurut Satto, salah satu orang yang jadi target adalah Henock Ibo, Bupati Puncak Jaya, yang mengeluarkan pernyataan bahwa Goliat Tabuni banyak hutang dan tak mampu melunasi.
“Pernyataan ini dimuat beberapa waktu lalu di media lokal di Papua yang isinya itu menyatakan: “Kami akan melunasi, lalu dia akan menyerahkan diri”.
Katanya ini penghinaan terhadap TPN-OPM, sebab kami tidak pernah merasa berhutang, kecuali hutang kepada rakyat Papua,” tulis Satto dalam pers realesnya yang dikirim ketabloidjubi.com, Jumat (11/1).
Dalam pers realese itu, TPN-OPM juga menyerukan warga Indonesia yang ada di tanah Papua, terutama sipil tidak menjadi mata-mata TNI/Polri.
“Jika ada rakyat sipil jadi agen mata-mata, akan menjadi target operasi. Orang Indonesia yang sipil, yang sedang cari makan di tanah Bangsa Papua, agar Anda jangan menjadi mata-mata TNI/Polri, karena Anda akan menjadi target TPN-OPM,”
katanya.
Menurut Satto, operasi warga sipil yang jadi mata-mata dan penghinaan perjuangan Papua itu, merupakan keputusan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) TPN-OPM di Biak pada 1-5 Mei 2012 lalu. Keputusan itu siap dilaksakan, karena itu seluruh lapisan masyarakat yang ada di Papua sekarang wajib memperhatikannya.
“Keputusan ini akan berlaku di seluruh tanah Papua,”
katanya, tanpa menyebutkan waktu persis berlakunya.
Menurut Satto, TPN-OPM siap melaksanakan revolusi tahapan dan revolusi total, guna memperoleh hak politik menentukan nasib sendiri (Self Determination) berdasarkan the UN Universal Declaration of Human Rights yang telah diterima dan disahkan pada tanggal 10 Desember 1948, Resolusi PBB 1514 (XV) tentang Dekolonisasi, dan the International Covenat on Civil and Polical Rights Aricle 1 Paragraph 1, 2 & 3.
Sebab hal ini yang telah diterima dan disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966, serta the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples yang telah diterima dan disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 13 September 2007.
Demikian pernyataan resmi TPN-OPM Markas Pusat. Pernyataan ini dibuat dan dikeluarkan, guna menjadi perhatian semua pihak dan dapat dilaksanakan.
“Kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda,”
tutup pers reales TPN-OPM atas nama kepala staf umumnya, Mayjen Teryanus Satto, NRP. 7312.00.00.003. (Jubi/Benny Mawel)
Jayapura —- Ketua Barisan Merah Putih yang juga Ondoafi Waena, Kota Jayapura, Ramses Ohee mengimbau semua pihak baik masyarakat sipil, adat, organisasi, paguyuban dan TNI/POLRI untuk bahu-membahu menjaga keamanan di Papua menjelang pemilihan gubernur Papua, Januari 2013.
“Saya himbau kepada semua pihak agar bersama-sama menjaga Papua agar tetap aman dan damai,”
kata Ramses di hadapan wartawan di Waena, Kota Jayapura, Selasa (18/12).
Menurut dia, calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua lolos verifikasi oleh KPU setempat merupakan putra terbaik Papua.
Dalam pertarungan politik di pemilihan gubernur (Pilgub) Papua periode ini, kata dia, harus ada yang menang dan kalah. Karena itu, menurut dia, wajar jika ada yang kalah.
“Saya kira mungin belum waktunya bagi yang kalah, tetapi masih ada periode yang akan datang dan hal itu bisa dilakukan lagi,”
ujar Ramses.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua pada pekan kemarin menetapkan enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bersaing dalam pilgub Papua 2013.
Kapolsek Japut KR Sawaki dan Tomas Pegunungan Rayon I Angkasa, Bion Tabuni bersama masyarakat tengah menikmati acara bakar batu di Dok V Yapis, 1 Desember.
JAYAPURA— Masyarakat Pegunungan Tengah di kawasan Dok V Yapis, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura bertekat menjaga perdamaian di lingkungan masing-masing, terutama menjelang perayaan Natal, Tahun Baru serta Pemilukada Papua. Hal ini sebagai wujud kemitraan dan komunikasi antara Polri dengan masyarakat.
Tekat ini diutarakan Tokoh Masyarakat Pegunungan Tengah Rayon I Angkasa, Bion Tabuni ketika acara bakar batu Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, MA dengan elemen masyarakat Pegunungan Tengah yang berdomisi di Jalan Lembah Bahari, Dok V, Yapis, Distrik Jayapura Utara, 1 Desember lalu.
Kepala Suku Masyarakat Yapis, Ernes Wenda menyampaikan, pihaknya menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada Kapolda Papua dan Jajarannya yang telah menginisiasi acara bakar batu ini.
Bion Tabuni mengatakan, masyarakat Pegunungan Tengah di Dok V Yapis kini tengah memberdayakan dirinya dengan beternak babi, menanam hasil bumi, sehingga bagi pihak-pihaknya yang membutuhkan babi untuk keperluan adat atau acara keluarga dapat membelinya, termasuk pihak pemerintah dan Polri.
”Ekonomi masyarakat kini lagi sulit. Kalau boleh membeli babi datang ke kami. Harganya bisa ditawar secara kekeluargaan,” imbuhnya.
Bion juga menyatakan, pihaknya ingin merasakan dana Otsus miliaran rupiah setiap tahun turun ke Papua, tapi ternyata tak dirasakan masyarakat kecil. ”Kami punya hak, kenapa Papua ingin merdeka, karena uang Otsus tak sampai di rakyat,” tuturnya.
Menanggapi usulan masyarakat tersebut, Kapolsek Jayapura Utara AKP KR Sawaki, SE yang mewakili Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK menyampaikan acara bakar batu ini untuk menjalin kemitraan antara Polri dan masyarakat. Tak ada kaitan dengan isu-isu politik yang hanya membuat masyarakat resah.
Karenya, menurut Kapolsek, acara bakar batu ini merupakan program Kapolda Papua untuk seluruh elemen masyarakat, agar saling mengasihi, menyakini dan berbagi rasa dalam suasana penuh damai.
“Tak boleh ada lagi tetesan darah dan air mata, supaya tidak ada lagi dusta diantara kita, demi kepentingan damai dan aman di Kota Jayapura,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Polres Jayapura Kota Kompol Terry Levin mewakili Kapolres Jayapura Kota menyampaikan, menjelangperayaan Natal dan Tahun Baru, pihaknya menggelar acara bakar batu sebagai tanda suka cita bersama masyarakat. ”Bila ada persoalan kita utamakan penyelesaian adat, namun apabila ada anak adat yang tidak tahu adat, maka Kepala Suku serahkan kepada Polisi tanpa main hakim sendiri,” tukas dia.
Karenanya, katanya, pihaknya meminta kepada masyarakat menjauhkan diri dari minuman keras (miras), karena dianggap sebagai mesin pembunuh nomor satu di dunia. (mdc/don)