Terungkap Sejarah, Aitai Karubaba sebagai Pejuang Papua

Serui—Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Slogan inilah yang mengilhami jajaran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen, untuk selalu tetap menghargai jasa-jasa para pahlawan bangsa, terutama yang bangkit dari Serui.

Sehubungan dengan itu, maka seusai melakukan upacara peringatan HUT Sumpah Pemuda ke-84 tahun yang berlangsung di lapangan Alun-Alun Trikora Serui, Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Yapen, Frans Sanadi,Bsc, S.Sos.MBA bersama pimpinan dan anggota DPRD Yapen, Dandim 1709 Yawa, serta pengurus DPD KNPI melakukan Ziarah ke Distrik Ambai, guna melihat secara dekat makam keterwakilan Pemuda Papua yang ikut dalam ikrar sumpah pemuda bersama pemuda lainnya yakni sosok Aitai Karubaba.

Dalam kesempatan ziarah itu, Wakil BUpati Frans Sanadi
Mengatakan, selaku pemerintah daerah memberikan apresiasi yang tinggi, karena ditahun 2012, kita dapat menyaksikan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia yang terlibat langsung dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, dimana pada tahun 1928 merupakan salah satu moment yang sangat menentukan kemerdekaan bangsa Indonesia.karena bukan saja sosok Alm Silas Papare dan juga Stevenus Rumbewas, namun ditahun 2012 ada juga salah satu sosok perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yakni Alm.Korano Aitai Karubaba” ungkapnya kepada bintang Papua ketika melakukan kunjungan ke Makam Aitai Karubaba (29/10)

Untuk itu selaku wakil bupati Yapen berharap kepada DPD KNPI, Kesbang serta semua pihak yang terlibat di dalamnya agar di tahun 2013 mendatang sudah bisa mendapatkan keputusan bahwa sosok Aitai Karubaba adalah merupakan salah satu pahlawan pergerakan kemerdekaan RI “tegasnya

Hal senada disampaikan Ketua DPD KNPI Kabupaten Kepulauan Yapen, Hermana Woriori,SE bahwa sosok Alm.Aitai Karubaba yang telah mempertahankan dan memperjuangkan pemudah dalam Negara kesatuan RI perlu diberikan apresiasi yang tinggi, sehingga ini menjadi momen sejarah terpenting. Herman Woriori juga menyampaikan terima kasih kepada Dandim 1709 Yawa Letkol Infantri, Deddy Iswanto yang telah berusaha membantu mengungkapkan sosok Aitai Karubaba sebagai salah satu pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia.

Kepada tim khusus dirinya juga menyampaikan agar segera melakukan kegiatan napaktilas yang pernah dirintis mengingat masih banyak pejuang Papua yang terlibat saat itu, sehingga saat itu juga kota Serui dijuluki sebagai kota Perjuangan. Untuk itu kepada dinas tenaga kerja dirinya menghimbau supaya dapat mengakomodir anggaran untuk pembangunan talut di daerah kuburan Alm. Aitai Karubaba sehingga kedepannya tidak lagi seperti suasana sekarang ini.

Sementara itu, Dandim 1709 Yawa, Letkol Inf Deddy Iswanto menyampaikan dengan adanya pusara salah satu tokoh pejuang sumpah pemuda, yakni Alm.Aitai Karubaba yang sudah menunjukkan jiwa kepe-juangan yang luar biasa sejak tahun 1928 di Batavia. Karena itu selaku Dandim dirinya berharap kepada para pemuda yang ada di daerah ini agar jangan pernah ragu untuk melakukan segala sesuatu, mengingat makin banyak fakta yang membuktikan bahwa kota Serui merupakan kota perjuangan” ungkapnya (seo/don/LO1)

Selasa, 30 Oktober 2012 07:34, BP.com

Bahas 11 Kursi, BMP RI Akan Kumpulkan Semua Stakeholder

JAYAPURA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Barisan Merah Putih (BMP) RI Perwakilan Provinsi Papua, Yonas Nusi, mengatakan, selaku organisasi yang memperjuangkan hak-hak masyarakat orang asli Papua yang diatur melalui UU No 21 Tahun 2001 yang sesungguhnya UU telah memberikan sebuah kewenangan yang sangat luas kepada masyarakat dan pemerintah diseluruh tanah Papua untuk bisa melakukan aktifitas pemerintahan dan pelayanan publik dalam rangka pencapaian target kehidupan yang lebih baik dari waktu yang telah lalu.

Terkait hal dimaksud tersebut (UU otsus) bahwa pihaknya melihat sebuah harapan yang sangat besar karena Negara RI telah menyiapkan fasilitas Negara lewat putusan masyarakat asli Papua untuk masuk dalam sistem Negara dalam parlamen guna masyarakat adat asli Papua turut menentukan keputusan-keputusan politik dalam memberikan ruang keberpihakan sehingga orang Papua akan cepat makin setara dengan saudara-saudara nusantara yang lain

“Hal ini merupakan wujud dari komitmen NKRI percepatan pembangunan di Tanah Papua dan inilah yang diperjuangkan oleh BMP,”

tegasnya saat menghubungi Bintang Papua, Rabu, (23/10).

Guna mewujudnyatakan intisari komitmen Negara tadi, disatu sisi perlu seluruh stakeholder yang mendiami Tanah Papua khususnya pemimpin adat seluruh tanah Papua harus mampu menyatukan arah pandang pikir terkait peluang yang sangat baik dimana secara cuma-cuma pemimpin atau utusan adat masuk kedalam parlamen.

Untuk maksud tersebut diatas organisasi BMP RI akan mengundang seluruh stakeholder untuk bisa hadir dalam sebuah musyawarah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mana Negara telah mengakui hak konstitusi orang asli Papua untuk masuk kedalam parlamen.

Olehnya itu kami akan mengundang utusan dewan adat, utusan LMA, organisasi perempuan, organisasi pemuda yang dibentukl dan berkantor pusat di Papua (non organisasi pemuda nasional), pimpinan agama, dewan presidium Papua, termasuk TPN OPM, dan masyarakat asli Papua yang ada di perantauan untuk duduk sama-sama membicarakan tentang hak konstitusi rakyat asli Papua yang dianulir selama ini oleh pelaksana Pemilu yakni KPU Provinsi Papua yang membagi jatah kursi tanpa memperhitungkan hak orang asli Papua yang diamanatkan UU Otsus.

“Meski putusan MK sudah jelas mengenai 11 kursi itu, tapi kenyataannya pemerintah daerah, DPRP dan KPUD Provinsi Papua tidak secara langsung telah mensolimi hak-hak adat rakyat Papua,”

tandasnya. (nls/aj/lo2)

Ditulis oleh Redaksi Binpa, 25 Oktober 2012 06:35

Forkorus Nilai Pembentukan Raja-Raja, Bagian dari Praktek Adu Domba

Senin, 15 Oktober 2012 02:05, BintangPapua.com

JAYAPURA – Pembentukan raja-raja di Tanah Papua pada Rabu, (11/10) lalu yang ditandai dengan dikukuhkannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini, ditanggapi serius oleh Forkorus Yoboisembut yang diklaim pendukungnya sebagai Presiden Negara Federal repoblik Papua Barat (NFRPB),.

Menurut Forkorus pembentukan raja-raja itu wajar saja, karena mereka (Raja Alex Mebri Cs) mempunyai hikmat untuk melakukannya, tapi hal itu tidak akan berpengaruh terhadap perjuangan NFRPB yang sudah terbangun dan terbentuk selama ini yang secara defacto sudah diakui keberadaannya.

Pernyataan Forkorys tersebut diungkapkan melalui Ketua Panitia Perayaan Konferensi Rakyat Papua (KRP) III, Pdt. Ketty Yabansabra, S.Teol kepada Bintang Papua, Sabtu (13/10). Dikatakannya, mengenai hal itu dirinya telah bertemu dengan Forkorus Yoboisembut yang kini tengah menjalani hukumannya di LP. “Kami tetap melihat mereka sebagai bagian dari kami, tapi apa yang mereka perbuat, itu tidak akan mempengaruhi sikap kami,” ujarnya kepada Bintang Papua di Kantor Dewan Adat Papua (DAP), Sabtu, (13/10).

Ditegaskan, pembentukan Kerajaan Papua Barat New Guena/Malanesia (KPBNG/M) tersebut, sama sekali tidak mengoyahkan kedalautan NFRPB. Pasalnya, bagi pihaknya memahami bahwa keberadaan (KPBNG/M) hanyalah permainan semata dari pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya NFRPB, dan KPBNG/M hanya representasi dari praktek-praktek adu domba yang terus dilancarkan diatas tanah ini oleh pihak-pihak yang selama ini mengadudomba rakyat Papua. Dengan kata lain, KPBNG/M merupakan corong kejahatan yang dititipkan di dalam mulut mereka. Corong itu adalah sebagaimana didalam dokumen yang ditulis oleh Presiden NFRPB tidak lain TNI/Polri dan pihak-pihak lainnya yang turut bermain di dalam persoalan politik Papua ini.

“Semoga mereka (TNI, Polri dan petinggi NKRI melihat dengan akal budi bahwa rakyat Papua maju dengan sopan santun, mestinya mereka menempatkan diri sebagai manusia,” paparnya.

Soal bertolak belakang paham kenegaraan satu sama lainnya, tapi pada prinsipnya sistem dan struktur penataan pemerintahan NFRPB itu mengacu pada segala nilai-nilai yang ada dalam nilai-nilai kehidupan peradaban orang Papua, itu berarti NFRPB menyatakan bahwa kerajaan KPBNG/M yang didirikan itu tidak ada dalam sistem dan struktur pemerintahan NFRPB dan tidak ada dalam nilai-nilai kearifan lokal orang Papua.

Menurutnya, sistem kerajaan hanya ada di Sorong dan Raja Ampat (Itu lokal disana) tapi kalau sistem kerajaan mau dibentuk di seluruh Papua, itu tidak bisa dilakukan, karena di daerah lainnya di tanah Papua ini tidak ada yang menunjukan nilai-nilai adanya kerajaan, sebab di Papua hanya ada Ondoafi, kepala-kepala suku, Mambri, dan selanjutnya sesuai dengan sebutan adat istiadat daerah masing-masing.

“Jadi silakan mereka (KPBNG/M) jalan, tapi mereka juga bagian dari orang Papua, kecuali mereka menyatakan diri tidak sebagai orang Papua, ada saatnya itu kita akan lihat. Program yang ada dalam struktur pemerintahan kami jelas, sedangkan mereka tidak ada, hanya mereka meraba-raba saja/mereka-reka saja,” imbuhnya.(nls/don/l03)

Draf Perdasus Sistem Kepemimpinan Raja Sudah Ada

Sabtu, 13 Oktober 2012 07:01, BintangPapua.com

JAYAPURA – Dikukuhkannya dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua yang dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan, dan raja-raja se-tanah Papua, ternyata bukan hanya sampai disitu saja. Sebab ternyata sudah ada draf (Rancangan) Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang sistem pemerintahan raja di Tanah Papua.

Raja Alex Mebri Meden Yansu Meiran, mengatakan, rancangan Perdasus tersebut jika tidak ada halangan, Senin, (15/10) draf dimaksud telah diserahkan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selanjutnya digodok dan diserahkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus. “Ya Senin Minggu depan draf itu kami sudah serahkan ke MRP. Materi drafnya sudah final kami Finalkan,” ungkapnya kepada Bintang Papua, saat dihubungi via ponselnya, Jumat, (12/10).

Dijelaskan, draf Perdasus dimaksud memiliki 6 Bab dan 13 pasal yang memuat tentang pengawasan dan perlindungan raja terhadap pemerintah, susunan, kedudukan dan mekanisme raja, larangan dan sanksi, lambang/panji kebesaran raja, dan pakaian kebesaran raja.

Berikutnya secara singkat, point penting dari draf itu adalah pertama, raja yang berkedudukan di tingkat kampung, distrik dan kabupaten mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap bupati, distrik dan kampung, demikian juga raja yang berkedudukan di tingkat provinsi dan pusat mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap gubernur, presiden dan menteri-menteri. Kedua, raja dapat menimbang keputusan yang diputuskan kepada masyarakat hukum adat agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat keputusan hukum. Disamping itu pula kedudukan raja ditingkat provinsi disebut raja tingkat provinsi, begitu juga berlaku pada kabupaten/kota hingga kampung-kampung.

“Jadi ini bukan Negara tapi bentuk kerajaan yang namanya Kerajaan Papua Barat New Guene/Malanesia. Pembentukan Raja ini juga merupakan amanat dari UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus,” tegasnya.

Ketiga, raja-raja di tanah Papua dari masing-masing tingkatan sampai tingkat keret dilarang melakukan tugas raja dalam kegiatan politik praktis dan dilarang keras untuk menerima sogokan dalam bentuk apapun karena berujung pada kesengsaraan rakyat.

Lanjutnya, yang jelas didalam sistem pemerintahannya menganut sistem kerajaan yang memiliki kabinet dan perdana menteri yang tugas pokok dan fungsinya menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan bagi rakyat Papua dan dunia, sebab kedepannya tanah Papua yang adalah tanah yang diberkati Tuhan akan memberikan makan kepada semua suku bangsa di dunia ini.

Ditegaskannya, kerajaan Papua hadir untuk mengatur Indonesia dan dunia yang berantakan akibat dari perbuatan dosanya sendiri baik dosa rakyatnya maupun para pejabatnya yang melawan terhadap kehendaj Firman Tuhan. Itu sangat penting karena tanah Papua merupakan tanah perjanjian Allah.
Mengenai sistem pemerintahan di Negara ini, dirinya telah bertatap muka secara langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk merubah sistem pemerintahan Negara ini menjadi Negara Federal, dan hal itu telah disetujui oleh Presiden SBY.

“Saya dan kabinet saya baru di panggil oleh pemerintah Jakarta untuk melakukan pertemuan besar dengan sejumlah Negara diantaranya Hongkong, Perancis, Brunei Darusalam, beberapa Negara di pasifik. Pertemuan itu dijadwal Minggu depan dengan agenda membahas mengenai pembangunan di Papua disegala aspek/bidang,” terangnya.

Sementara itu, mengenai perbedaan kekuasaan raja dan presiden, yakni, pertama, Raja berkuasa pada individu, suku, bangsa dan ras, tetapi presiden adalah akibat hukum dan politik, Presiden tampil dengan julukan adat “Mambai” artinya bukan dari keturunan bangsawan tetapi karena keberhasilan menyelamatkan raja, ras, suku, bangsa dan keret/marga, maka diterima dan dijuluki Mambri.

Kedua, Presiden dalam Negara manapun di muka bumi secara adat disebut pria dan putrid berwibawa sehingga dari sudut pandang kultur adat keturunan bangsawan/Raja menilai bahwa Presiden tidak menghormati rajanya akibat demokrasi dan politik, presiden tidak menata adat secara terhormat, sehingga bilamana struktur adat keturunan bangsawan/Raja dipersiapkan dan atau dibuat aturan maka bisa tampil juga sebagai Mambri/Presiden melalui musyawarah dan mufakat.

Ketiga, ada kewenangan yang membedakan yaitu presiden tidak memiliki hak keturunan tetapi raja memiliki hak keturunan darah turun temurun. Keempat, raja dapat bersabda, tetapi presiden sebatas instruksi. Raja secara kultur dikuduskan dan tidak ada dusta, tipu muslihat, dan tidak kotor dalam kepemimpinannya, tetapi sebaliknya pada presiden. Kelima, Raja sebagai penasehat-penasehat Presiden maka Presiden wajib melayani raja.
“Jadi sistem pemerintahan yang benar adalah Raja melindungi pemerintah dan rakyatnya. Raja dan adat terbuka dalam perbuatan kebenarannya serta Raja dan adat merupakan suatu keilahian dalam kehidupan sehari-harinya,” pungkasnya.(nls/don/l03)

Artikel Sebelumbnya tentang Alex Mebri:

  1. OPM Gadungan Bergerilya di Jakarta
  2. Klaim TPN/OPM yang Sah, Gelar Jumpa Pers
  3. Diantar Tarian Adat, Pasangan ‘Yan-Heems’ Resmi Daftar ke KPU Papua

Mari Membangun Papua Berlandaskan Hukum Allah

Jumat, 12 Oktober 2012 06:34, BintangPapua.com

Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), Christian Mehuze selaku keturunan putrid raja dari Selatan saat dalam prosesi pengukuhan Alex Mebri sebagai Raja, disaksikan raja-raja di tanah Papua.

JAYAPURA – Kemarin, Kamis, (11/10) secara sah dikukuhkan dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua. Acara ini dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan.

Pengukuhan itu ditandai pembicaraan singkat dalam rumah adat dan api adat, setelah itu Alex Mebri dikukuhkan sebagai Raja dengan air adat oleh raja-raja di tanah Papua, selanjutnya dilakukan upacara bendera yang adalah sebagai lambang adat/budaya raja (bukan lambang politik).

Usai pengibaran Bendera Raja, dilanjutkan pembacaan susunan kabinet menteri raja, sekaligus pembacaan undang-undang (UU) yang tidak lain merupakan 10 perintah Tuhan. UU dimaksud mendasari lahirnya pembentukan dan pengukuhahn Raja-Raja di tanah Papua.

Dijelaskannya, diproklamirkannya hal itu tidak lain merupakan amanat dari Tuhan untuk penggenapan Firman Tuhan, bahwa Papua dan segala bangsa telah meredeka secara jasmani dan rohani, dan Papua sebagai tanah perjanjian yang kelak memberikan makan bagi segala bangsa serta Papua berdiri atas nama Indonesia dan dunia.

Hal tersebut, kata Raja Alex Mebri, itu akan umumkan ke Papua dan seluruh dunia bahwa masalah Papua sudah selesai, Papua sudah merdeka secara jasmani dan rohani, jadi siapa yang memperjuangkan kemerdekaan di atas tuntutan merdeka sebagaimana sekarang ini, maka mereka akan dikutuk.
“Masalah Papua sudah selesai, tidak ada merdeka, kalau ada perjuangan kemerdekaan cangkokan, maka mereka itu jelas akan dikutuk,” tandasnya kepada Bintang Papua, Lapangan Skyline Kotaraja, Distrik Jayapura Selatan, Kamis, (11/10). Ditegaskannya, saat ini bangsa Papua tidak dijajah dan ditindas oleh bangsa manapun, tapi dijajah dan ditindas oleh Iblis, untuk itu seharusnya semua harus sadar untuk bertobat dan berbalik ke jalan yang benar sesuai perintah Tuhan. Supaya Tuhan dapat menurunkan emas di setiap daerah, agar setiap suku bangsa bisa menikmati berkah dan rahmat dari Tuhan.

Menurutnya, Papua merupakan pusat dunia, sebab Tuhan memberikan tanah Papua yang kaya dan tanah Papua yang bisa menyaksikan matahari terbit dan terbenam secara sempurna, sementara di Negara lain tidak menyaksikan matahari terbit dan terbenam sebagaimana yang terjadi di Papua.

Terkait dengan itu, dirinya mengajak semua warga suku bangsa, termasuk TPN OPM untuk bergabung membangun Papua , jangan tinggal di hutan karena itu tindakan tersesat yang merugikan diri sendiri. Semua anak bangsa mari membangun Papua dengan berlandaskan hukum Allah.

Mengenai Bendera Bintang Kejora (BK), harus disadari bahwa itu merupakan 7 kunci maut yang diberikan Iblis Lusifer yang kenyataannya membawa akibat bagi banyak rakyat yang meninggal, sementara Bendera Raja adalah bendera yang menggambarkan 5 corak 1 bintang yang menggambarkan manusia berdiri di 4 penjuru dan bintang di tengah yang artinya Hati Allah yang memberikan kedamaian, berkat dan anugerah serta keselamatan bagi semua orang.

“Saya sudah jalan ke berbagai Negara dan mereka siap untuk membantu anggaran untuk membangun Papua melalui raja-raja yang ada di Papua. Hongkong sudah positif membantu $ 777 T, dana itu nanti dikelola raja-raja. Ingatlah, bahwa kita sudah merdeka. Pembentukan Raja-Raja ini adalah penggenapan Firman Tuhan. Jangan coba-coba secara daging dan jangan melawan Tuhan,” tandasnya.

Ditambahkannya, dirinya pernah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk meminta supaya sistem pemerintahan di Negara ini segera dirubah ke sistem pemerintahan federal, sebab sistem pemerintahan demokrasi sekarang ini banyak membuat ketidakadilan dan rakyat menjadi korban.
Ditempat yang sama, Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), yang juga perumus Pengukuhan Raja-Raja, Emanuel Sayori, menegaskan, pembentukan Raja-Raja ini bukan untuk merampas dan bukan melawan kekuasaan pemerintah, tapi bagaimana bersinergih dengan segala bangsa dan Raja-Raja untuk membangun rakyatnya supaya menjadi sejahtera secara lahir dan batin.

Terhadap hal itu, pihaknya akan berangkat ke daerah-daerah untuk mengukuhkan raja-raja di daerahdan juga sedang menyusun rancangan mengenai sistem kepemimpinan raja-raja di tanah Papua yang berikutnya diserahkan ke MRP untuk dikaji lebih lanjut yang kemudian diusulkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus.(nls/don/l03)

11 Anggota Papua Merdeka Menyerahkan Diri

Laporan kontributor Andrew Suripatty, Tribunnews.com – Senin, 25 Juni 2012 05:10 WIB

TRIBUNNEWS.COM,PAPUA– 11 orang anggota Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyerahkan diri ke Polres Kepulauan Yapen Serui Papua, pada hari Sabtu (23/6) kemarin.

Menurut salah satu sumber resmi di Polres Kepulauan Yapen Serui Papua kepada Tribunnews.com Minggu (24/6/2012) menjelaskan, kesebelas orang yang merupakan anggota TPN/OPM dari Distrik Angkasera Kepulauan Yapen ini menyerah dengan sukarela.

Mereka langsung menyerahkan diri kepada Kapolres Kepulauan Yapen AKBP Drs. Roycke Harilangi. “Anggota TPN-OPM itu menyerah setelah markas tempat pelatihan mereka di grebek aparat gabungan TNI-Polri akhir Mei lalu. Saat itu salah satu anggota mereka juga berhasil diamankan,” ujarnya yang enggan namanya disebut.

Philemon Manitori yang merupakan Sekretaris TPN-PB Kodam III Saireri beserta 10 orang anggotanya menyerahkan diri secara sukarela ke Polres Kepulauan Yapen pada hari Sabtu 23/06 yang lalu.

Saat menyerahkan diri, sebelas anggota TPN/OPM ini diterima langsung oleh Kapolres Kepulauan Yapen dan kemudian langsung melakukan pendataan terhadap mereka, sekaligus memberikan pembinaan mental dan ideologi.

Usai menyerahkan diri kepada pihak Kepolisian Polres Kepulauan Yapen, kesebelas anggota TPN/OPM tersebut juga langsung diserahkan kepada pihak Pemda kabupaten Yapen dimana , Penjabat Bupati Yapen Helly Werror menerima kesebelas anggota OPM itu diruang Aula kantor Bupati .

Sementara itu pihak Kepolisian Polda Papua hingga berita ini ditunrunkan belum bisa dikonfirmasi soal penyerahan diri sebelas anggota TPN/OPM tersebut.

Kapolres Yapen AKBP Roycke Harilangi saat dihubungi melalui telepon selulernya, tidak bersedia membalas pesan dan juga mengangkat panggilan telepon walapun telepon Kapolres Aktif. Sementara Kabid Humas Polda Papua Kombes Polisi Johannes Nugroho Wicaksono juga belum bersedia memberikan keterangan.

“Sampai saat ini saya belum menerima laporan atas adanya 11 orang yang di duga anggota OPM menyerahkan ke Polres Yapen,” katanya.

Kesebelas anggota TPN/OPM yang menyerahkan diri itu antara lain;
1. Altoliap Ayomi (21)
2. Benny Torobi (17)
3. Dolfinus Reba (21)
4. Kornelis Bonai (52)
5. Lewi Numberi (23)
6. F.Menasir Fonotaba (19)
7. Otis Karimati (35)
8. H.Philemon Manitori (47)
9. I.Frits Reba (20)
10. J.Salmon Nuboa (39)
11. K. Viki Mansei (16).

Jangan Abaikan Suara Kami Dengar Juga Suara Kami Yang Juga Anak Adat

Ditulis oleh FRANSISCO DON BOSCO POANA, Rabu, 04 April 2012 06:22, BintangPapua.com

Akhir akhir sering kita dengar, sering kita lihat dan baca banyak anggota OPM yang bergabung dan kembali kepada Negara Indonesia. Beberapa pemikiran muncul dibenak saya, bagi anak adat seperti saya yang jauh dari hiruk pikuk politik, merenung dan memikirkan segala kejadian di tanah adat adalah bagaikan kewajiban. Bagi tokoh-tokoh OPM yang pernah malang melintang mendiami hutan atau yang malang melintang ke penjuru dunia memperjuangkan kemerdekaan Papua, tetapi ujung-ujungnya kembali kenegeri ini, ketanah adat ini tanah yang diberkati Tuhan.

Mereka kembali dengan haluan yang berbeda setelah melihat kenyataan bahwa Papua memang hak sah Indonesia. Lalu saat ini kita melihat ada lagi yang begitu seperti mereka dulu, menyebar janji suara keras menentang Indonesia demontrasi. Saudara-saudara kita itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara, coba kita lihat kisah orang-orang yang dulu OPM, lalu kembali ke Indonesia. Tokoh Organisasi Papua Merdeka Nicholas Jouwe Setelah 42 tahun menetap di Negeri Belanda dan memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Papua, akhirnya menyatakan bahwa perjuangan memisahkan diri Papua dari Indonesia ternyata tidak mendapat respon dunia internasional. Jouwe yang datang dan kembali menjadi WNI, mengaku kagum dengan keseriusan pemerintah Indonesia dalam membangun Papua, saat pelariannya ke Eropa tersebut masyarakat Papua masih hidup dalam zaman batu yakni belum sepenuhnya megenal peradaban.

Hampir 70 persen rakyat Papua massa itu masih hidup dalam zaman batu, sekarang saya datang dan saya lihat setelah 42 tahun di Eropa, Papua telah maju, bangsa Papua sangat maju, Jouwe mengaku kepulangannya ke Papua karena dirinya adalah warga Negara Indonesia suku Papua yang sama dengan WNI yang lain. Menanggapi perjuangan sebagian rakyat Papua yang masih menginginkan merdeka dengan tujuan membentuk Negara Papua terlepas dari NKRI, Jouwe bahkan brtanya tentang maksud pemisahan diri yang diinginkan sebagian masyarakat Papua. “Saudara-saudara itu mau kemana, mereka mau bikin apa? Memisahkan diri dari Negara apa? Itu tidak akan pernah terjadi, saya perjuangkan itu mati-matian, sampai tahun 1969, saya tanya kepada PBB kenapa Papua tidak bisa merdeka, PBB bilang Papua punya kemerdekaan sudah direalisasikan oeh Soekarno Hatta pada 17 agutus 1945.”

Lalu, hal senada juga muncul dari Kampung Kimi Kabupaten Nabire sebagaimana dimuat Pasific Pos pada 1 November 2011 jangan bicara Merdeka sebelum memerdekakan diri. Mantan Panglima Organisasi Papua Merdeka (OPM) di era tahun 60-an hingga awal tahun 80-an, Yulian Jap Marey menanggapi sejumlah aksi”“aski yang mengatasnamakan perjuangan untuk Papua yang pada akhirnya membawa korban terhadap masyarakat yang sesungguhnya tidak tahu tetapi malah menjadi korban. Selaku tokoh politik menegaskan kepada semua lapisan masyarakat Papua, jangan terpancing dengan isu-isu kepentingan politik saudara-saudara kita dan janganlah bicara merdeka sebelum memerdekakan diri, keluarga dan kampung halaman.

Selaku mantan Panglima yang pernah berjuang untuk mendirikan sebuah negara, namun dirinya kembali berpikir bahwa itu perjuangan yang tidak mungkin dan hanya membuat mati konyol. Sehingga kembali dirinya berpikir untuk membangun kampong, dan dari situlah akan memerdekakan diri, keluarga dan kampung. Dan wilayah Kampung Nusantara Kimi Kabupaten Nabire yang ada saat ini, dulunya sebagai basis OPM di bawah kepemimpinannya. Kini dapat dirubah dengan sebuah konsep sederhana sebagai sebuah kampung yang dibangun secara perlahan sejak tahun 1980-an. Yulian Jap Marey mengatakan tidak mungkin saya akan bangun sebuah negara, dan akhirnya saya berpikir untuk membangun sebuah kampung saja dan kini semua jalan “jalan yang ada di Kampung Kimi hanya dengan swadaya bersama masyarakat kita bangun dan selanjutnya kami minta bantuan kepada pemerintah untuk diaspal, dengan bantuan dana Otsus bisa nikmati atau jalan di atas jalan aspal. Hal ini bisa dilakukan oleh semua tokoh politik, semua kepala suku dan tokoh masyarakat buat rencana untuk membangun kampung, maka orang Papua sudah berada di ambang pintu sejahtera. Dan pembangunan kampung yang dilakukan oleh para tokoh untuk membangun rakyatnya, maka itu yang disebut kemerdekaan atas diri sendiri atau di atas negerinya sendiri. Sementara hal lain menjadi urusan dan pemberian dari Tuhan, bagaimana kalau urusan besar kita mau buat, sementara yang kecil saja kita tidak bisa sendiri.
Semangat, kesadaran atas pemahaman kebangsaan beruntun menyambung dari berita-berita, mulut ke mulut anak adat saling member informasi tentang situasi kembalinya tokoh-tokoh yang dulu kepala batu dengan merdeka. Kemudian, Panglima Tentara Pembebasan Papua Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) Alex Mebri merespon positif para pendahulu, dan dia memastikan bahwa konflik dan kekerasan di bumi Cendrawasih itu bukan karena keinginan untuk merdeka, melainkan akibat konflik politik yang berkaitan dengan pemilihan umum kepala daerah. “Mereka bukan OPM, tetapi mengatasnamakan OPM,” kata Alex kepada wartawan ketika menemui Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, di kediaman Aburizal, Jalan Mangunsarkoro, Jakarta,
Papua pembangunannya tertinggal dan marilah kita cari solusi yang terbaik untuk Papua dan pembangunannya,” kata perwakilan Tim 12 yang juga mantan Panglima Tentara Nasional OPM Alex Mebri. Pelaku konflik, menurut Alex menggunakan isu Papua merdeka untuk mencari simpati maasyarakat. Padahal, sesungguhnya adalah persoalan konflik politik praktis. “Dan, rakyat tidak diperhatikan.” Karena itu, kekerasan seolah tidak pernah berhenti, dan rakyatlah yang justru selalu menjadi korban. Alex mengaku bahwa dia dan para pengikutnya telah membulatkan tekad kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta siap secara bersama-sama pemerintah RI untuk membangun Papua menjadi lebih sejahtera dan damai. Baginya, apa pun caranya, konflik/kekerasan harus segera diakhiri. Jika tidak, Papua tidak akan pernah sejahtera. Selain melakukan audiensi dengan Aburizal Bakrie, Alex Mebri dan Pdt John Ramandey mengatakan akan bertemu dengan Ketua DPR dan Presiden untuk menyampaikan pernyataan sikap soal masuknya TPN/OPM ke dalam NKRI. (VIVAnews 12 Februari 2012)

Namun demikian sebagai idiologi, keinginan merdeka memang tidak serta merta hilang dengan kembalinya tokoh-tokoh sentral kedalam Indonesia, sehingga beberapa orang masih saja menyebarkan isu-isu ketengah rakyat, seperti isu Negara Papua telah didaftarkan di PBB. Hal tersebut sempat menjadi tanda tanya oleh sebagian besar rakyat Papua. Ada yang percaya, ada yang tidak. Kemudian, saya mendapatkan tulisan yang bisa membawa suatu informasi yang tidak jelas menjadi terang yaitu dari Mantan Menlu OPM Nick Messet yang mengeluarkan Pernyataan Ekslusif sebagai berikut. Beredar diantara kalangan masyarakat Papua satu surat yang dinyatakan dari Sekjen PBB Ban Kie Mon, tertanggal 28-01-2012 yang mana menyatakan bahwa : Negara Republik Federal Papua Barat resmi terdaftar di PBB dengan No. Code : R.R. 827 567 848 B E. Dan sehubungan dengan surat ini maka sudah dibentuk : DEWAN NASIONAL PAPUA BARAT oleh sekolompok aktivis Papua untuk menjalankan isi dari surat tersebut. Mereka juga mengatakan, “ Ini desakan dari pihak luar negeri untuk segera disusun perangkat Negara secara keseluruhan. Setelah saya mendapat info ini maka saya mengadakan kontak dengan kawan saya yang pernah menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai kebenaran dari Surat Sekjen PBB tanggal 28-01-2012. Beliau langsung menyatakan dengan Tegas bahwa, berita itu TIDAK BENAR! !!! PBB tidak bekerja seperti itu ! Ada aturan Undang-undang dan mekanisme dalam organisasi PBB yang mengatur semua persoalan sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat :
Pertama, setiap surat atau dokumen harus mendapat persetujuan dari semua anggota PBB, minimal 2/3 dari jumlah anggota PBB, termasuk Indonesia.
Kedua, harus dapat persetujuan dari Dewan Keamanan (DK) sebelum Sekjen PBB mengeluarkan surat atau dokumen tersebut. Dan proses ini memakan waktu yang lama sekali, tidak semudah seperti yang banyak orang pikirkan dan harapkan, dalam sekejap mata.

Saya juga minta agar beliau cek apakah ada surat dengan nomor Code: R.R. 827 567 848 BE, dan setelah di cross-cek beliau katakan tidak ada, dan sarankan agar bisa dicek dalam website dari PBB mengenai surat ini. Dan setelah di cek di website resmi PBB http://www.un.org juga tidak ditemukan surat dengan nomor tersebut. Karena semua keputusan yang dikeluarkan oleh PBB selalu dipublikasikan secara transparan dimedia masa dan untuk diketahui oleh public secara umum, apalagi menyangkut keputusan satu negara baru yang akan menjadi anggota PBB. Dengan beredarnya Surat yang TIDAK BENAR dan mengatasnamakan Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini maka ingin saya katakan, bahwa masyarakat jangan dengan mudah percaya provokasi dan ajakan-ajakan dari pihak pihak yang tidak betanggungjawab dan hanya ingin mengambil keuntungan dan memberi angin segar mengenai persoalan Papua yang sudah TIDAK menjadi perhatian di PBB. Banyak orang yang hanya ingin memberi berita berita yang menyenangkan (menghibur) bagi masyarakat Papua yang TIDAK mengerti mengenai proses dan mekanisme tatacara menyampaikan permasalahan yang akan dibawakan ke Sidang Umum PBB dan DEWAN KEAMANAN. Telah berulang kali saya menyatakan bahwa soal Papua sudah TIDAK menjadi topic pembahasan yang akan dibicarakan di dalam Sidang Umum PBB.

Saya juga menghimbau agar masyarakat Papua jangan mudah terpancing dan percaya akan berita berita BOHONG !.Jangan pikir gampang untuk persoalan Papua dibawakan kembali Ke Sidang Umum PBB, waktunya sudah lalu dan sudah menjadi bagian dari sejarah, IRIAN BARAT atau PAPUA sudah mendapat legitimasi dari Sidang DK (Dewan Keamanan) PBB pada 19 November 1969, bahwa Papua adalah Bagian dari NKRI. Maka sejak saat itu status Papua sebagai daerah Koloni sudah selesai, dan resmi dihapuskan dari daftar negara-negara Koloni. Jadi untuk membawakan masalah Papua kembali dalam proses dekolonisasi di dalam pembahasan PBB itu adalah hal yang mustahil dan tidak mungkin.

Disini saya ingin menyampaikan bukti sebuah fakta, dan saya ingin agar seluruh masyarakat Papua yang masih bermimpi bahwa persoalan dapat Papua dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi PBB, agar dapat membaca dan memahami dengan baik agar tidak terus bermimpi dan terlena dengan berita berita BOHONG yang selalu dipublikasikan dari waktu ke waktu kepada masyarakat Papua.

Ini sebuah bukti ; pada tanggal 11 September 2000, duabelas (12) orang Papua hadir dan bertemu serta mendengar secara langsung keterangan dari Direktur Dekolonisasi untuk Asia dan Pasifik mengenai status Papua. Pertemuan tersebut dapat terlaksana karena adanya permintaan dari mantan PM Vanuatu Hon. Barak Tame Sope Mautamate MP kepada Mantan Sekjen PBB Kofi Annan untuk bertemu dengan orang yang dapat menjelaskan kepada delegasi Papua yang pada saat itu dipimpin langsung oleh Ketua PDP alm. Theys Hiyo Eluay, Ikut dalam delegasi tersebut, Wakil Ketua PDP Tom Beanal, Moderator Urusan Luar Negeri Franzalbert Joku(sekarang sudah berjiwa NKRI), alm. Victor Kaisiepo, Yorris Raweyai beserta istri sebagai anggota PDP, Mediator Willy Mandowen, Andy Ayamiseba, Rex Rumakiek, Andy Manobi, staff PDP Di USA Celeste Beatty dan Nick Messet.

Delegasi PDP, dipertemukan dengan utusan Sekjen PBB seorang Diplomat dari Peru, Mrs. Maria Maldonado, yang menjabat sebagai Direktur Dekolonisasi urusan Asia dan Pasifik. Dan selama hampir dua jam Beliau menerangkan bahwa masalah Papua sudah dicabut dari Komite Dekolonisasi berdasarkan keputusan Sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 19 November 1969. Jadi TIDAK MUNGKIN untuk dikemudian hari masalah Papua tersebut akan dimasukkan kembali kedalam Komite Dekolonisasi lagi karena Papua bukan lagi daerah Koloni, karena sudah menjadi bagian dari NKRI, jadi persoalan Papua sudah selesai.

Jadi dengan demikian sudah terang benderang bagi kita semua bahwa jangan kita terlena terus menghibur diri dan saling “baku tipu” antara kita sendiri, dan lebih dari itu jangan terus menipu rakyat yang tidak mengerti dengan semua proses dan mekanisme yang mereka sendiri buta. Kelalaian PDP waktu itu ialah, TIDAK mensosialisasikan hasil pertemuan dengan Direktur Dekolonisasi pada saat kembali ke Papua. Dan ini yang membuat ada kecenderungan anggapan bahwa masalah Papua bisa dimasukkan kembali kedalam daftar daerah koloni oleh Komite Dekolonisasi PBB.

Himbauan saya, khususnya kepada generasi muda Papua, mari kita sebagai masyarakat dan generasi Papua membantu Pemerintah Daerah Papua dan Pemerintah Pusat untuk membangun Tanah Papua ke depan degan penuh rasa kasih sayang dan tanggung jawab berdasarkan kesadaran NASIONAL yang tinggi, agar Tanah Papua kedepan menjadi pulau yg aman, tertib, damai dan sejahtera. Dan semoga ini semua bisa menjadi contoh bagi Provinsi -Provinsi lain di seluruh Indonesia.Mari kita lihat kedepan dan menyiapkan masa depan anak -cucu kita yang lebih baik.

Semoga uraian dan keterangan saya bisa dibaca dan dipahami degan baik serta menjadi bahan pemikiran bagi kita semua, khususnya masyarakat Papua di Tanah Papua. God Bless “¦!

Penulis adalah :
– Anggota Dewan Pendiri Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO) Di Timika -Papua
– Pemerhati  masalah politik di Papua.

 

KNPB Rencana Demo, Tolak Semua Tawaran Pusat

Ditulis oleh redaksi binpa, Selasa, 14 Februari 2012 04:32, BintangPapua.com

Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni dan Anggota KNPB, Uchak Logo
Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni dan Anggota KNPB, Uchak Logo

JAYAPURA- Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Mako Tabuni menyatakan pihaknya bersama seluruh rakyat Bangsa Papua akan menghentikan proses pelaksanaan Pilgub Papua Periode 2012-2017, agar memberikan referendum yang merupakan hak kepada seluruh rakyat Bangsa Papua. “Persoalan maupun permasalahan diatas Tanah Papua harus diselesaikan bukan dengan cara memberikan semacam solusi atau dialog seperti UP4B dan dialog yang akan dilakukan oleh Persatuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) dibawah komando Neles Tebay,” ujarnya.

Lanjutnya, KNPB dan seluruh komponen rakyat Bangsa Papua akan melakukan aksi demo damai pada Senin tanggal 20 Februari pekan depan. “Kami meminta kiranya tidak ada lagi program-program ke Tanah Papua dan kepada tokoh-tokoh Gereja Papua untuk tidak ikut campur tangan dengan kegiatan politik dari Pemerintah Pusat seperti akan melakukan dialog Jakarta-Papua, jadi biarkanlah rakyat Bangsa Papua Barat menentukan nasibnya sendiri,” pintan Mako Tabuni kepada wartawan, di Café Prima Garden Abepura, Senin (13/02) kemarin siang.

“Dimana sejarah dari bangsa Papua Barat sudah sangat jelas sekali dan jangan lagi ada perubahan seperti hasil Pepera Tahun 1969, agar rakyat Papua Barat dengan sendiri akan menentukan nasibnya sendiri yakni memilih untuk referendum,” tambahnya.

Ia mengharapkan kepada Titus Wanggai maupun Alex Mebri yang mengaku sebagai perwakilan dari salah satu tokoh OPM yang pergi ke Jakarta, itu seharusnya dan segera ditangkap karena mereka berdua telah melakukan pembohongan kepada seluruh rakyat Bangsa Papua Barat, dikarenakan mereka ini bukanlah tokoh-tokoh OPM yang sebetulnya, tapi kalau yang mau diajak kesana harus tokoh-tokoh OPM yang asli seperti Mathias Wenda maupun tokoh-tokoh OPM lainnya yang masih sampai saat ini bergerilya di hutan. “Kepada Pemerintah Indonesia harus menghargai sejarah Bangsa Papua Barat, dimana secara kenyataannya telah merdeka, sehingga Bangsa Papua Barat dapat berdiri sejajar dengan Negara-Negara Internasional lainnya di PBB,” ungkapnya.

Sementara itu, Anggota KNPB, Uchak Logo menyatakan Bangsa Papua Barat ini sebenarnya telah lama merdeka dari NKRI, tapi NKRI yang membohongi rakyat Bangsa Papua Barat dengan cara melakukan Pepera Tahun 1969 silam. “Indonesia mengambil tanah Papua Barat tanpa adanya dialog maupun perundingan untuk membangun Tanah Papua ini, maka kami dari KNPB meminta hak politik kami dikembalikan, guna kami dapat menentukan nasib kami sendiri tanpa campur tangan dari Negara-Negara lain,”ujarnya.

Lanjutnya, kami meminta kepada Felix Wanggai agar menghentikan rencana dialog Jakarta-Papua dan Bambang Darmono sebagai Ketua UP4B untuk mengembalikan UP4B kepada Pemerintah Pusat, dikarenakan kami selaku rakyat Bangsa Papua Barat sudah tidak membutuhkan semacam solusi atau dialog yang akan dilakukan Pemerintah Pusat. (CR-36/don/lo2)

Otsus Gagal, Bikin ‘Papua Marah’

JAYAPURA—Terjadinya berbagai konflik dan kekerasan yang belakangan ini di Papua, dianggap sebagai akibat dari gagalnya pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Otsus Papua dinilai gagal lantaran sejak diberlakukan selama 10 tahun lebih, ternyata pemerintah pusat tak menyertakan Peraturan Pemerintah (PP). Pasalnya, Peraturan Pemerintah adalah acuan untuk menyusun Perdasi dan Perdasus. Tanpa ada Peraturan Pemerintah tak mungkin dibuat Perdasus dan Perdasi. “Ini bukan kesalahan daerah saja. Tapi itu juga kesalahan pemerintah pusat yang sengaja mengulur ngulur—seakan akan melepas kepala, tapi pegang ekor,” tukas Ketua Tim Komisi VIII DPR RI Manuel Kaisiepo disela sela pembahasan masalah masalah sosial, agama, perlindungan perempuan dan penanggulangan bencana alam bersama Pemerintah Provinsi Papua serta stakeholder (pemangku kepentingan) di Aula Sasana Karya, Kantor Gubernur Provinsi Papua, Jayapura, Senin (31/10).

Namun demikian, dia mengatakan masih ada kesempatan bagi pemerintah daerah Papua untuk mengambil inisiatif duduk bersama antara tiga komponen ini masing masing Gubernur, MRP dan DPR Papua. “Saya kira mereka bisa mencari jalan keluar dari situ,” kata mantan wartawan Kompas ini.

Ditanya pembentukan Badan Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (BP4B), menurut dia, rakyat Papua boleh berharap tapi terlebih dahulu harus dilihat sebab pihaknya khawatir banyak badan yang dibentuk tapi belum tentu bisa bekerja.

Karena itu, kata dia, pihaknya menyarankan BP4B tetap jalan tapi dia harus koordinasi dengan pemerintah daerah. Pasalnya, amanat UU Otsus memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah bukan ada badan badan baru, termasuk BP4B.

Menurutnya, apabila kini dianggap institusi pelaksana di daerah masih kurang tatap harus ada supervisi bukan campur tangan dari pemerintah pusat.

“Kita lihat soal badan baru itu kita anggap sebagai niat dan komitmen baik dari Presiden. Tapi kita belum lihat hasil kerjanya. Kita tunggu,” ungkapnya.

Dia menandaskan, Tim DPR RI membentuk Tim Pemantau Pengawasan Otsus di Aceh dan Papua. Tapi pihaknya belum sampaikan hasil final karena saat ini sedang bekerja.
“Terus terang kami melihat di Aceh jauh lebih baik. Ketika UU Otsus lahir pemerintah daerah cepat merespons membuat peraturan daerah atau yang disebut KANON,” ungkapnya. Dia mengatakan, spirit dari KANON apabila di Papua adalah Perdasi dan Perdasus adalah keberpihakan yang nyata.

“Sangat kelihatan affirmatifnya itu. Kami berharap Papua juga seperti itu dengan adanya UU Otsus ini lahir beberapa Perdasi dan Perdasus memperlihatkan semangat keberpihakan itu,” cetusnya.

Menurut dia, semua gejolak, kekerasan dan konflik yang terjadi khususnya di Papua (baca; Bikin Papua Marah) pada dasarnya adalah ekspresi ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat akibat tak terlaksananya UU Otsus secara konsekwen dan konsisten. Padahal ketika sebelumnya UU Otsus dirancang dan ketika jadi isinya sangat baik. Semua pihak berharap ia mampu memberi dampak yang signifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan.

UU Otsus itu, lanjutnya, semacam konsensus politik yang akan mengakhiri konflik konflik yang terjadi pada masa lampau sekaligus ia akan memberikan keberpihakan yang nyata untuk peningkatan kesejahteraan secara sosial ekonomi, harkat dan martabat bagi rakyat Papua. “Itu intisari dari UU Otsus itu,” tutur dia.

Tapi setelah 10 tahun lebih berjalan dan kita lihat dengan pengucuran anggaran yang begitu besar dia belum memberi dampak yang signifikan jika dilihat dari tingkat kesejahteraan. Bahkan kini angka kemiskinan paling tinggi di Papua ini mencapai 34 persen. “Jadi ada yang salah bukan di UU-nya itu. UU Otsus baik dan bagus tapi implementasi berarti ada miss manajemen,” tuturnya.

Karena itu, kata dia, kedepan diharapkan ada perbaikan karena UU Otsus telah memberikan kewenangan dan anggaran yang besar seharusnya itu sesuatu yang bisa mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan, percepatan pembangunan di pelbagai sektor bukan saja secara sosial ekonomi tapi harkat dan martabat. Harkat dan martabat akan muncul sendiri sendirinya ketika orang punya pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang baik,” ucapnya.

“Saya kira sekarang Presiden juga sudah menyadari ada upaya untuk melakukan evaluasi bukan di UU, tapi tingkat diimplementasi,” sebutnya. (mdc/don/l03)

NKRI Sudah Final, Jangan Coba-coba Ganggu Keutuhan NKRI

Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]”]JUMPA PERS: Kapolda Papua Irjen [Pol] Bigman Lumban Tobing, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dan tokoh-tokoh masyarakat memberikan keterangan pers terkait pelaksanaan KRP III di ruang kerja Penjabat Gubernur, Jumat [21/10]JAYAPURA [PAPOS] – Silahkan saja berkumpul dan menyampaikan pendapat, tetai jangan mengganggu keutuhan NKRI. Sebab NKRI mulai dari Sabang sampai Merauke sudah final. NKRI sudah harga mati. Jadi siapa saja yang mencoba mengganggu keutuhan NKRI maka seluruh warga Negara Indonesia akan menghadangnya.

Demikian disampaikan Penjabat Gubernur Papua, Dr.Drs. Syamsul Arief Rivai, MS kepada wartawan diruang kerjanya, Jumat [21/10] usai melakukan pertemuan dengan sejumlah FORKOMPIMDA, tokoh agama dan tokoh masyarakat.’’ Jadi pemerintah tidak melarang masyarakat berkumpul dan menyampaikan aspirasinya, termasuk pelaksanaan Kongres Rakyat Papua [KRP] III,asalkan tidak bertentangan dengan aturan atau norma-norma hukum yang berlaku di NKRI,’’ tandasnya.

Untuk menyikapi gejolak yang terjadi di Tanah Papua saat ini, Penjabat Gubernur Provinsi Papua melakukan pertemuan tertutup dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah [FORKOMPIMDA] diantaranya Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, tokoh Masyarakat serta tokoh agama di ruang kerja Gubernur, Jumat [21/10] kemarin.

Menurut Penjabat Gubernur, NKRI adalah final, wilayahnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Itu komitmen nasional. Untuk itu, siapapun dia warga negara dimuka bumi ini, tentu mempunyai komitmen yang sama untuk menjaga keutuhan negara Indonesia yang dicintai ini.

Oleh karena itu, tegas Gubernur, karena wilayah NKRI sudah final, sehingga jika ada kelompok atau orang yang mencoba memberikan statmen lebih dari pada itu, bukan saja warga Papua yang akan bertindak, tetapi seluruh rakyat Indonesia pasti akan menghadapinya.

“Jika ada kelompok atau orang yang ingin membangun negara di atas negara, bukan saja masyarakat di Papua yang akan bertindak menghadangnya, tetapi seluruh rakyat yang ada di Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama,”tukasnya.

Lanjut Rivai, berkaitan dengan Kongres Rakyat Papua [KRP] III, sebenarnya pemerintah dan aparat keamanan sudah memberikan tolerasi cukup tinggi untuk pertemuan itu. Dimana sudah mempersilahkan untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat, asal tidak menyinggung NKRI.

Sayangnya, dalam pertemuan yang berlangsung dari Senin [17/10) hingga Rabu (19/10) ada yang melanggar. Karena telah melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan, maka aparat keamanan terpaksa harus mengamankan beberapa orang untuk dimintai keterangan terkait kongres itu. “Dinamika di lapanganlah yang menyebabkan adanya ekses sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,”ujarnya.

Namun pihak aparat keamanan baik dari TNI dan Polri sudah berusaha sedemikian rupa dengan bertindak sesuai dengan [SOP] dalam penanganan persoalan. “Memang ada beberapa orang yang ditangkap pihak kepolisian, namun yang tidak berkaitan dengan persoalan sudah dilepaskan kembali. Tetapi bagi mereka yang secara nyata diduga mempunyai pengaruh terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan itulah yang sementara ditangani oleh pihak Polda untuk selanjutnya di proses secara hukum,” jelasnya.

Syamsul Arief mengajak seluruh masyarakat Papua untuk bersama-sama mendudukan masalah ini secara proposional.”Mari kita memberikan dukungan kepada aparat keamanan dalam mengambil langkah untuk menyelamatkan bangsa, bukan untuk kepentingan perseorangan melainkan untuk keselamatan penjagaan wilayah NKRI. Dengan demikian kita sepakat bahwa Indonesia itu final. Kalau kemudian ada ekses, saya meminta agar ditangani juga secara profosional,” ujarnya.

Untuk itu, ia berharap, kejadian yang terjadi pada Kongres Rakyat Papua III hendaknya kejadian yang terakhir dan tidak akan terulang lagi dimasa-masa yang akan datang. “Pada masayarakat Papua, mari kita bersama-sama membangun daerah ini dan menjaga ketertiban serta keamanan di provinsi tertimur di Indonesia ini, apalagi kita akan melaksanakan Pemilihan Gubernur Papua,” katanya.

Ditempat yang sama, Kapolda Papua Irjen Pol Bigman Lumban Tobing menegaskan bahwa kongres rakyat Papua III tidak dihentikan, meskipun pada awal pembukaan sudah terjadi penyimpangan dan melanggar aturan yang ada. Inilah toleransi terbesar yang diberikan aparat keamanan.

“Kami tidak menghentikan kongres tersebut, meskipun pada saat mau berlangsung ada pengibaran bendera bintang kejora. Meskipun sudah melanggar aturan yang ada, aparat keamanan memilih menunggu hingga berakhirnya pertemuan itu. Kalau ada ekses itu dinamika dilapangan,” tegasnya.

Menyinggung soal adanya tiga orang yang ditemukan tewas pasca penutupan kongres, Kapolda mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Apalagi kata Kapolda, pihak kepolisian tidak menerima permintaan izin penyelenggaraan KRP III tersebut. Karena, salah satu syarat pelaksanaan kongres adalah harus jelas tempat pelaksanaannya. ‘’Jadi sampai saat ini tidak ada permintaan izin, tapi inilah toleransi kita terbesar walaupun pada pembukaan sudah ada pengibaran bendera, tapi kita tunggu sampai selesai pelaksanaan kongres,’’ tandasnya.

“Kalau ada masyarakat termasuk rekan-rekan media, atau siapapun yang memiliki bukti penyebab tewasnya tiga orang tersebut silahkan sampai ke kepolisian, jangan cuma katanya-katanya silahkan sampaikan kepada kita. Kami akan menindaklanjutinya,’’tukasnya.

Lebih lanjut dikemukakan Kapolda, ke enam pelaku KRP IIIyang sementara ditahan akan diproses secara hukum. Sedangkan yang lainnya sudah dikembalikan oleh pihak kepolisian. Pada kesempatan tersebut.’’Sekali lagi saya klarifikasi bahwa Kongres tidak dihentikan. Karena, jika dihentikan mengapa tidak dari awal dihentikan,’’ katanya.

Sementara ketua DRPRP John Ibo membantah secara tegas adanya isu bahwa setiap anggota dewan gajinya dipotong untuk pendanaan KRP III. Isu itu tidak benar karena DPRP adalah suatu lembaga karena merupakan lembaga harus ada kebijakan yang merupakan keputusan. “Kami tidak pernah mempunyai keputusan atau kebijakan setiap anggota menyumbangkan dana terhadap kongres, bila memang ada akan ditemukan,” pungkasnya.[tho]

Written by Thoding/Papos
Saturday, 22 October 2011 00:00

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny