Ramses Ohee : Negara Federasi Hanya Khayalan

BIAK – Hasil Kongres Rakyat Papua III yang ‘mendeklarasikan’ negara Feredasi Papua Barat mengundang beragam pandangan. Jika sebelumnya seorang Anggota DPR Papua Tonny Infandi menilai negara Federasi Papua Barat bentukan Kongres 3 harus dipandang sebagai bentuk aspirasi rakyat Papua, namun lain halnya dengan Ketua Umum Barisan Merah Putih Papua Ramses Ohee. Ramses lebih tegas mengatakan negara Federasi Papua Barat hanyalah sebuah khayalan yang tidak akan pernah terwujud. Dikatakan hasil Kongres Rakyat Papua (KRP) III dinilai telah mengatasnamakan rakyat Papua atau menyalahgunakan kesucian adat rakyat Papua. Sebab hasil kongres yang telah mendeklarasikan terbentuknya Negara Federasi Papua Barat jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bahkan pembentukan Negara tersebut dinilai sebagai bentuk khayalan sekelompok elite yang berada di Dewan Adat Papua (DAP). “Negara Federasi Papua Barat sebagai KRP III hanya mainan sekelompok elite Dewan Adat Papua. Dan itu jelas khayalan. Serta tidak disetujui mayoritas masyarakat adat Papua dan Papua Barat,” kata Ketua Umum Barisan Merah Putih Papua, Ramses Ohee via telepon yang saat ini berada di Jakarta kepada Bintang Papua, Jumat (21/10).

Kata Ohee, Dewan Adat telah dipermainkan dan disalahgunakan oleh kepentingan politik. Pejuang Papua Indonesia ini juga menolak tegas keputusan KRP III yang mendeklarasikan Negara Federasi Papua Barat. Pendirian Negara Papua Barat adalah khayalan dari sekelompok orang saja, dan tidak bisa mewakili seluruh rakyat di tanah Papua.

Katanya, pendirian suatu negara dengan Presiden, Perdana Menteri, dan struktur kabinetnya adalah jelas-jelas tindakan makar yang berlawanan dengan tujuan hukum NKRI. Menyelesaikan persoalan Papua harus dengan cara dan pola komunikasi yang sesuai dengan aturan hukum yang ada.

Ia menyadari masih ada persoalan kemiskinan, ketidakadilan, dan ketertinggalan masyarakat Papua saat ini. “Kami mengajak semua komponen masyarakat di Tanah Papua mencari format pembangunan yang tepat dalam menegakkan hak-hak dasar rakyat Papua,” katanya.

Ramses menghormati dan mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menata kembali pembangunan Papua di dalam kerangka otonomi khusus. “Kami juga mengharapkan aparatur pemerintah pusat dan di daerah menjalankan otonomi khusus yang konsisten dan menyeluruh,” ujarnya.

Ia menyerukan dukungan penuh bagi komitmen Presiden SBY untuk membangun Papua. “Kini, rakyat Papua menaruh harapan kepada Presiden SBY untuk mendorong perubahan yang lebih baik bagi Papua di dalam wilayah NKRI,” ucap Ramses. (pin/don/l03)

Tokoh Papua tak Akui Kongres Rakyat Papua III

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah tokoh Papua, antara lain Ramses Ohee, Hems Bonay, dan Umar Askad Sabuku menolak Kongres Rakyat Papua (KRP) III beserta hasil-hasilnya. Mereka menilai forum tersebut hanya permainan sekelompok elit di Dewan Adat Papua yang sama sekali tidak mewakili mayoritas warga Papua dan Papua Barat.

“Kongres di Abepura jangan ditanggapi itu keinginan seluruh warga Papua,” kata Ramses kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/10).

Menurut tokoh adat yang terlibat dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang memutuskan Papua bergabung dengan Indonesia itu, Papua punya tujuh kesatuan masyarakat adat dan hingga saat ini tidak ada persoalan dengan NKRI.

“Bicara Papua pisah dari NKRI, belum ada sesuatu yang terjadi dari tujuh wilayah adat ini,” kata Ramses yang juga Ketua Umum Barisan Merah Putih.

Hal senada dikemukakan Hems Bonay, putri Gubernur Papua (dulu Irian Jaya) pertama, Elieser Jan Bonay. Menurutnya, KRP III justru mengorbankan banyak rakyat Papua, karena itu ia meminta seluruh rakyat Papua agar tidak terprovokasi dengan hasutan-hasutan yang justru akan menyesatkan mereka.

“Elit politik Papua jangan aspirasi merdeka diproyekkan untuk cari makan, cari hidup.Rakyat tak berdosa jadi korban,” katanya.

Tokoh Papua Barat Umar Askad Sabuku pun menyatakan hal serupa. Ia menegaskan, tidak ada orang Papua yang menyetujui KRP III. “Sudah diberi otsus (otonomi khusus) kita sudah gontok-gontokan, apalagi kalau keluar NKRI. Kami akan jadi negara-negara kecil seperti di Afrika, kami banyak suku,” katanya.

Namun, mereka menyadari bahwa ada persoalan di Papua sehingga isu keluar NKRI masih saja diangkat ke permukaan, dan meminta pemerintah serius menanganinya.

“Pasti ada masalah hingga ada persoalan itu. Ada suatu ketidakpedulian dari pemerintah tentang yang terjadi di Papua. Jangan terlalu cepat disalahkan yang bikin kongres, itu anak-anak kita,” kata Umar.

Menurutnya, pemerintah belum merangkul semua pihak di Papua untuk membicarakan hambatan dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat Papua. Umar menambahkan isu Papua keluar dari NKRI bisa jadi diangkat agar pemerintah memberikan perhatian.

“Bicara disintegrasi untuk cari perhatian, ini pasti didengar karena sensitif. Jadi jangan ada pendekaran militer,” katanya. Tokoh muda Papua Frans Ansanay menyatakan salah satu solusi persoalan Papua adalah dengan menjalankan UU Otsus dengan sungguh-sungguh.

“Kalau otsus dilakukan dengan baik maka saya percaya lama kelamaan terjadi perubahan signifikan di Papua dan tak ada peluang orang bicara merdeka,” katanya.

Redaktur: Djibril Muhammad
Sumber: Antara

STMIK AMIKOM

Pepera Tak Bisa Diganggu Gugat

Ramses Ohee
Ramses Ohee

JAYAPURA – Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang belakangan semakin menghangat dibicarakan dengan pelaksanaan kajian oleh International Lawyer for West Papua (ILWP) di London, Inggris, memaksa salah satu pelaku sejarah Pepera, Ramses Ohe kembali mengeluarkan statemennya terkait sejarah Papua.

Saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Waena, Minggu (31/7), yang dengan tegas bahwa Pepera Tahun 1969 tidak bisa diganggu gugat lagi. “Kita sudah merdeka sejak Tahun 1945, sekarang yang kita butuhkan adalah bersatu padu himpun seluruh kekuatan kita untuk bangun Negara Kesatuan Republik Indonesia ini,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di kediamannya, Waena, Minggu (31/7).

Apa yang telah diletakkan sebagai dasar atau pondasi oleh orang tua terdahulu, ditegaskan agar jangan dibongkar. “Mari kita bicara tentang apa yang orang tua belum capai, baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan apapun yang diperlukan oleh kita semua. Itu yang kita lihat. Sehingga keinginan yang tidak baik itu, bongkar pasang rumah itu kita buang dari kita semua,” lanjujtnya. Ramses yang menegaskan kembali bahwa ia sebagai pelaku sejarah pelaksanaan Pepera, yang membacakan sikap politik saat itu di hadapan Ortisan, bahwa Pepera tersebut sudah sah dan harga mati. “Dalam tempo tiga bulan, ketukan PBB jatuh, dan Belanda pergi dari Papua. Jadi tidak bisa bicara apa yang telah kita buat, sudah harga mati. Kalau mau bicara itu lagi, PBB mana yang mau akui lagi,” tandasnya.

Di tempat terpisah, Selpius Bobii selaku Ketua Umum Eknas Front Pepera PB (Eksekutif Nasional Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat) menyatakan bahwa, agenda yang digelar oleh ILWP adalah forum ilmiah (seminar).

“Ada pihak-pihak yang menganggap itu pra referendum, bahkan ada yang menganggap itu final. Pemahaman itu perlu diluruskan,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Asrama Tunas Harapan, Padang Bulan.

Dikatakan, kalaupun nanti forum yang digelar oleh ILWP mengasilkan sebuah rekomendasi berupa peninjauan kembali Pepera 1969, maka tidak bisa dilaksanakan begitu saja. “Itu harus dibawa ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), dan yang membawa harus sebuah Negara anggota PBB. Karena ILWP tidak punya kewenangan ketuk palu yang sifatnya mengikat,” lanjutnya.

Dewan Keamanan PBB, kata Selpius Bobii juga belum bisa mengetuk palu yang sifatnya final. “Karena apa yang menjadi kesimpulannya harus direkomendasikan ke PBB untuk dimasukkan dalam agenda pembahasan di PBB. Dan untuk masuk dalam agenda itu membutuhkan proses yang rumit,” lanjutnya lagi.

Dikatakan juga, bahwa dalam pembahasan di PBB, juga tidak bisa langsung diambil keputusan dengan mudah. “Di situ akan diadakan perundingan-perundingan, setelah perundingan tidak tercapai kata sepakat batu di voting,” ungkapnya.

Sehingga ia berharap agar tidak ada reaksi yang berlebihan oleh masyarakat Papua, yang memicu ketegangan. Demikian juga tentang isu-isu yang berkembang belakangan ini, seperti adanya demo tandingan pada 2 Agustus nanti, serta berbagai issu lainnya, dinilainya sebagai pembunuhan psikologis masyarakat Papua.

Sehingga ia berharap agar tidak ada penekanan yang berlebihan dari pihak aparat TNI dan Polri dalam menyikapi agenda 2 Agustus oleh ILWP di London. “Rakyat Bangsa Papua yang hendak melakukan demonstrasi atau kegiatan damai lainnya dalam menyambut kegiatan ILWP di London, harus dilakukan dengan bermartabat dan damai, hindari penyusupan-penyusupan yang memprovokasi massa aksi damai,” harapnya.

Sedangkan Mako Tabuni selaku Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB), memastikan bahwa pada 2 Agustus besok, pihaknya akan menggelar aksi demo damai sebagaimana demo-demo sebelumnya. Yakni mengambil titik kumpul massa di Perumnas III, Expo, Lingkaran Abe, dan sejumlah tempat lainnya.

Bahkan pihak KNPB juga membatasi peliputan oleh wartawan, yakni dengan membagi Kartu Identitas (ID Card) kepada wartawan. “Kami tidak bertangungjawab apabila terjadi apa-apa pada wartawan saat meliput tanpa kartu identitas dari kami,” ungkapnya, yang Minggu (31/7) kemarin membagi-bagikan ID Card kepada wartawan.(aj/cr-32/don/l03)

Senin, 01 Agustus 2011 00:17
http://bintangpapua.com/headline/13182-pepera-tak-bisa-diganggu-gugat

Amunggut Tabi: Yang Dikatakan Fransalbert Joku itu Benar atau Tidak, Orang Papua Punya Mata Hati, Sejarah Pasti Membuktikannya

Memanggapi pernyataan Fransalbert Joku, bahwa “KTT ILWP didesain untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris”, Amunggut Tabi dari Tentara Revolusi West Papua menyambutnya dengan tanggapan lemah-lembut, dan menolak pembuktian antara apa yang terjadi di Inggris dengan apa yang dikatakan Fransalbert Joku kepada hatinurani bangsa Papua dan sejarah.

Berikut petikan wawancara:

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat Sore. Kami minta waktu sedikit untuk meminta tanggapan dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP) menyangkut peristiwa yang terjadi tanggal 2 Agustus 2011 di Inggris, yaitu KTT ILWP dan tanggapan dari dalam negeri, khususnya dari para pendukung NKRI dan penghianat perjuangan bangsa Papua, Fransalbert Joku.

Sebenarnya apa yang terjadi di Inggris?

Amunggut Tabi (TRWP): Selamat Sore! Terimakasih

Sebenarnya apa yang terjadi di Inggris? Yang terjadi di Inggris itu seharusnya sudah harus terjadi sejak 40 tahun lalu, waktu Fransalbert Joku ada di Luar Negeri, waktu kami belum lahir waktu itu sudah harus terjadi. Waktu kami di gunung masih hidup di zaman batu, waktu itu seharusnya terjadi KTT ILWP.

PMNews: Maksudnya? Sebenarnya apa yang terjadi di sana?

TRWP: Ya, Maksudnya begitu. Tidak ada maksud lain. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini seharusnya sudah harus dilakukan oleh Fransalbert Joku, Nicolaas Jouwe dan Nick Messet sejak mereka menginjakkan kaki di Eropa waktu itu. Kita sedang mengulangi sejarah, jadi, kami minta maaf kalau perjuangan yang hampir setengah abad ini harus dimulai dari nol lagi.

PMNews: Minta maaf, pertanyaan kami yang pertama belum dijawab, tapi pernyataan tadi menimbulkan pertanyaan baru. Kenapa perjuangan ini dimulai dari nol? Kenapa harus minta maaf?

TRWP: Perlu minta maaf, karena para pejuang bangsa Papua tidak pernah serius selama ini untuk memperjuangkan aspirasi bangsa ini. Padahal perjuangan ini sudah dimulai sebelum kami lahir. Setelah kami lahir-pun, para orang tua masih saja menganggap remeh para pemegang estafet perjuangan mereka. Jadi, kelakuan para mantan pejuang ini membuat saya harus minta maaf. Dan kelakuan inilah yang menyebabkan pencapaian target perjuangan tertunda dan memakan satu generasi.

Kemudian kedua, perjuangan ini kami baru mulai dari nol karena semua yang pernah terjadi selama ini tidak memiliki organisasi dan menejemen perjuangan yang modern dan profesional, semuanya bersifat sporadis dan sangat amatir. Misalkan saja, Fransalbert Joku dkk pernah mengaku diri sebagai Menlu OPM, dan sebagainya, tetapi OPM siapa? OPM mana? Tugasnya apa? Hasil kerjanya mana? Mengapa dia harus menyerah? Ini semua menumpuk persoalan. Saya hanya sedang menyinggung Fransalbert Joku, belum yang lainnya. Ini salah satu sudut pertanyaan saja, masih banyak pertanyaan lain.

Terakhir, pertanyaan pertama tadi begini, jadi apa yang terjadi di Inggris itu ialah sebuah proses pengujian materi secara hukum, bukan politis. Kasus bangsa kita memang kasus hukum, pelanggaran hukum, yang berdampak kepada pelanggaran-pelanggaran HAM, prinsip demokrasi dan sebagainya. Masalah pokoknya ialah masalah hukum, di mana hukum yang dibuat PBB sendiri tidak ditaati oleh anggota PBB itu sendiri, dan walaupun begitu PBB mendiamkannya begitu saja, dengan dasar keputusan PBB yang menyusulnya, sementara keputusan dengan subyek yang sama yang dikeluarkan sebelumnya sudah cacat hukum. Itu berarti dasar hukum yang menjadi landasan pengambilan keputusan berikutnya perlu diuji secara ilmiah yaitu secara ilmu hukum.

Itu yang sedang terjadi.

Ini satu sisi dari sisi sejarah yang telah dikaji oleh Dr. JohN Saltford (disertasi doktoral, dari sisi peran PBB) beberapa tahun lalu dan penelitian Peter Drooglever (penelitian ilmiah, mengenai peran Indonesia) belum lama ini. Jadi, sejumlah peran dan fungsi yang telah diabaikan atau sengaja tidak dipenuhi sudah terkuak. Manipulasi sejarah sudah terkuak. Dan sekarang kita terbentur kepada keabsahan dua hal pokok, yaitu Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dengan hasilnya dan Resolusi PBB yang mencatat hasil Pepera dimaksud.

Pepera dimaksud dilaksanakan berdasarkan produk hukum bernama New York Agreement tahun 1962. Penelitian dan pengkajian ilmiah seperti ini perlu untuk memetakan masalah dan menempatkan kasus ini pada porsinya sehingga masing-masing pihak dapat melihat secara jelas apa yang telah terjadi dan apa yang harus dilakukan. Dengan sendirinya dunia internasional akan mengetahuinya.

PMNews: Terimakasih, memang banyak pertanyaan lagi, tetapi jawaban ini cukup memancing kita bertanya lebih mendalam. Walaupun begitu, kami mau kembali kepada pernyataan Fransalbert Joku bahwa “KTT ILWP sengaja dipolitisir dan dibesar besarkan itu sebenarnya didesain untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris”.

TRWP: Betul! Itu betul sekali! Itu pengakuan yang positiv. Dengan pengakuan ini sudah mulai lebih jelas memahami kenapa kita harus mulai dari nol tadi. Pertanyaan yang saya ajukan tadi mulai terjawab dengan tanggapan dia.

Tanpa sadar, Pak Joku sebenarnya sudah mengaku apa yang dia sudah lakukan selama puluhan tahun di luar negeri. Jadi sudah ketahuan. Sangat disesalkan bahwa penderitaan kita dijadikan sebagai proyeknya waktu itu. Salah satu proyeknya ialah kembali ke Indonesia, setelah sekitar 10 tahun terahir menjadi agen BIN di Pasifik.
PMNews: Anda menuduh begitu?

TRWP: Tidak menuduh. Meneguhkan apa yang dikatakannya dan apa yang dilakukannya. Saya tidak perlu berpendapat, siapapun tidak perlu. Karena dia sendiri mengatakannya dan dia sendiri melakukannya. Tidak perlu dituduh, sudah menuduh dirinya sendiri.

PMNews: Tanggapan di dalam negeri sangat politis, banyak demonstrasi diatur untuk meramaikan KTT dimaksud.

TRWP: Itu tanggapan rakyat. Silahkan, NKRI, Fransalbert Joku, Anggota DPR kolonial, pejabat kolonial, rakyat Papua semua silahkan menanggapinya.

Tetapi saya minta satu hal, “TANGGAPILAH SESUAI SUARA HATINURANI!”

PMNews: Rakyat Papua menanggapinya secara politis.

TRWP: Silahkan ditanggapi apa saja. Yang jelas, sebuah proses sedang terjadi, walaupun itu proses yang dimulai dari nol, dari sebuah proses yang dihina dan diremehkan oleh banyak orang, itu tidaklah penting.

Yang penting ialah bahwa perjuangani ini telah memakan banyak korban harta, waktu, tenaga, dana, dan lebih-lebih nyawa orang Papua. Jadi, tidak akan pernah dihentikan, apalagi dihapuskan oleh individua siapapun, entah pendukung Dialogue seperti Neles Tebay, pecinta NKRI seperti Fransalbert Joku, kolonial NKRI, semuanya tidak akan pernah. Ini hak asasi.

PMNews: Ada satu hal yang baru kami ingat. Katanya PM Inggris David Cameron menyatakan dukungan kepada keutuhan NKRI, di mana Papua tetap di dalam NKRI. Menurut Dubes kolonial RI di Inggris bahwa KTT ini tidak begitu berarti di sana.

TRWP: KTT ini tidak bertujuan meminta persetujuan siapapun. Tidak untuk meminta dukungan juga. Ini hanya sebuah kajian ilmiah, kajian hukum, bukan Konferensi Perdamaian seperti yang barusan dilakukan di dalam negeri.

Apakah semua KTT atau seminar atau kajian ilmiah tentang berbagai masalah di negara-negara lain juga harus minta persetujuan dari Kepala Negara di mana acara itu diadakan? Bukan begitu. Orang yang malah menyinggung tanggapan David Cameron itu tidak paham, bahwa ini bukan sebuah tekanan politik untuk beliau harus bicara.

Yang pasti hubungan kami dengan David Cameron bukan setelah beliau menjadi PM, tetapi puluhan tahun sebelum itu kami sudah kenal dia. Pernyataan dukungan itu tidak mengganggu hubungan pribadi itu, karena kapasitasnya sebagai pribadi dan PM itu beda, dan memang Negara Inggris sekarang ini masih pada posisi mengakui West Papua di dalam NKRI, maka beliau sebagai PM sebuah Negara Inggris harus menyatakan posisi negaranya, bukan posisi pribadinya.
Yang penting, media atau orang Papua jangan mengkaitkan KTT ini dengan dukugnan politik dari manapun.

PMNews: Kami akan tanya banyak lagi tentang ini. Tetapi sekarang kami akhiri dulu. Ada kata-kata penutup untuk saat ini?

TRWP: Ya. Perjuangan ini bukan barang makan, bukan alat untuk cari muka, bukan alat untuk cari uang seperti yang sudah lama terjadi dalam pengalaman sejarah perjuangan bangsa Papua. Perjuangan ini bukan cari pamor, sensasi politik untuk pribadi siapapun. Perjuangan ini tidak mendatangkan keuntungan apapun bagi pribadi-pribadi yang terlibat di dalamnya, kecuali ancaman maut di moncong senjata Indonesia. Itu hadiahnya. Jadi, kalau ada yang mengatakan kita cari makan, cari muka, maka itu biarlah,

  • Orang Papua Punya Mata Hati, Sejarah Pasti Membuktikan apakah Fransalbert Joku benar atau Benny Wenda yang benar;
  • Kepada Tanah, Bangsa, Leluhur dan Pahlawan yang telah gugur demi tanah air dan bangsa ini, yang tulang-belulangnya bertaburan dan berserakan tanpa nama di seluruh rimba New Guinea, saya mengetuk hati Ondoafi atau Ondofolo Franslabert Joku, sebagai Kepala Suku Ifar Besar, supaya bertutur kata sebagai seorang Kepala Suku, bukan sebagai seorang pelacur politik. Demikian!
  • Untuk seluruh orang Papua dan para pejuang, agar kita tidak meniru Fransalbert Joku, karena apa yang dilakukannya selama puluhan tahun di luar negeri itu gara-gara perjuangan Papua Merdeka, dan itu sudah dicatat dalam sejarah. Kalau sudah pensiun atau menyerah, sebaiknya tidak perlu memakan apa yang sudah dibuangnya sendiri. Barang yang sudah ada di WC tidak bisa ambil kembali lalu kita makan ulang. Contoh Nicolaas Jouwe itu yang baik, kalau para pejuang pulang, memang harus pulang, karena mereka berjuang karena tanah air mereka, dan setelah pensiun harus datang untuk menjalani hari-hari terakhir hidup mereka di tanah air. Tetapi bukannya setelah kembali lalu buat kegiatan tambahan lain, apalagi ketiagan tambahan itu akhirnya menghapus pengorbanannya selama ini.

KTT ILWP Jangan Dipolitisir !

JAYAPURA—Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) k-1 International Lawyer for West Papua (ILWP) di Oxford, London, Inggris pada tanggal 2 Agustus 2011 mendatang , ditanggapi dingin Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani Franzalbert Joku.

Ketika dimintai tanggapannya via ponsel semalam menegaskan, ILWP tak mempunyai hak untuk mengatasnamakan rakyat Papua.

Pasalnya, KTT ILWP sengaja dipolitisir dan dibesar besarkan itu sebenarnya didesain untuk membesarkan perjuangan Benny Wenda di Inggris. Karena tanpa komoditas politik seperti Benny Wenda, maka Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu sulit menghidupkan dirinya secara finansial dan akan mati.

“Jadi pengaruh KTT ILWP yang digembor-gemborkan masyarakat dan media massa di Papua sebenarnya sebatas itu,” tukasnya.

Sementara Anggota Komisi A DPR Papua yang membidangi masalah politik Ignasius W Mimin Amd IP yang dihubungi terpisah terkait KTT ILWP menegaskan, pemerintah seharusnya mengambil langkah penyelesian dan tak perlu menggap remeh permasalahan ini. Pasalnya, kegiatan ini juga antara lain dipicu kegagalan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana 11 rekomendasi saat digelar Musyawarah Besar Majelis Rakyat Papua (MRP) beberapa waktu lalu.

Apabila pemerintah Indonesia menghargai UU Otonomi Khuus yang mereka buat tak mungkin terjadi kesimpang siuran seperti ini. Semua roh dari UU Otonomi Khusus sudah tak ada lagi. Apalagi kini terjadu dualisme MRP Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Seluruh negara negara penyandang dana Otonomi Khusus mereka marah,” ungkapnya.

Sebagaimana diwartakan koran ini, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaaan Inggris Yuri Thamrin menegaskan, KTT ILWP sebagai salah satu upaya pencitraan kepada masyarakat internasional seakan akan ada dukangan dari pemerintah Inggris serta untuk menyudutkan Indonesia di dunia internasional.

Padahal, ujarnya, Perdana Menteri Inggris David Cameron dalam pernyataan pada 19 Juli 2011 lalu bahwa Inggris sangat mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasalnya, Inggris adalah negara yang menganut sistim demokrasi sehingga kegiatan seperti itu bisa terlaksana. Tapi gaungnya tidaklah besar.

“Untuk itu masyararakat di Papua tak perlu terprovokasi dengan rencana kegiatan tersebut,” katanya.

Sementara itu, untuk mendukung pelaksanaan konferensi Oxford pada 2 Agustus mendatang di Inggris. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Biak Numfor, akan menggelar aksi damai dan orasi terkait aspirasi orang Papua yang menghendaki kemerdekaan penuh rakyat Papua Barat. Kegiatan tersebut akan diawali dengan menggelar sidang parlemen daerah pada 1 Agustus, sedangkan puncaknya pada 2 Agustus digelar aksi damai dan orasi yang diawali dengan ibadah syukur di Aidoram atau kantor dewan adat KBS Sorido. Waktu kegiatan akan berlangsung sejak pagi hingga selesai.

Sekjen KNPB setempat Edy Hanasbey saat melakukan jumpa pers Jumat (29/7) dengan sejumlah wartawan mengatakan, bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah aksi damai dan tetap akan dilaksanakan. Dalam kegiatan tersebut, orasi yang diangkat tentang referendum sebagai isu terbaik yang akan disampaikan. “Intinya kami akan menyampaikan referendum yang menjadi keinginan rakyat Papua untuk merdeka, sekali lagi kami inginkan kemerdekaan bukan dialog Papua-Jakarta itu,” ujarnya.

Dalam kegiatan yang telah direncakan KNPB dengan dukungan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) dan TPN/OPM di wilayah Biak, pihaknya juga telah menghimbau pada saat menggelar aksi tidak diperkenankan untuk menggunakan atribut bintang kejora, apalagi menaikan bendera bintang kejora. “Kami sudah himbau agar yang ada hanya ibadah syukur, aksi damai dan orasi, tidak harus menaikan bendera bintang kejora dan tidak melakukan hal-hal yang anarkis. Kegiatan juga akan melibatkan semua masyarakat dari kampung-kampung, sedangkan sumber dana berasal dari swadaya masyarakat Papua,” katanya.

Lebih lanjut kata Hanasbey, referendum adalah tawaran terakhir bagi rakyat Papua sebab secara hukum rakyat Papua tidak mengakui adanya Pepera yang cacad hukum itu. Sikap KNPB sendiri sangat optimis bahwa konferensi Oxford tidak akan gagal, dan akan mendapatkan hasil yang diharapkan rakyat Papua. “Kami pilih merdeka, bukan dialog Papua-Jakarta, tidak ada pilihan lain dan KNPB berjuang untuk merdeka,” tegasnya.

Ketua Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Biak, Harry Ronsumbre mengatakan, kegiatan syukuran untuk memberikan dukungan kepada konferensi Oxford merupakan kesepakatan rakyat Papua. Dan serentak akan dilakukan diseluruh tanah Papua. “Intinya ini merupakan perjuangan lewat dukungan rakyat, dan jelas menolak keabsahan Pepera yang sedang dibahas dalam tingkat internasional. Dan referendum atau penentuan nasib sendiri wajib dihormati, dan merupakan kehendak rakyat Papua,” ujarnya.

Sementara anggota TPN/OPM berpangkat Letnan Jenderal, Mikha Awom mengatakan, yang pertama yaitu mengucap syukur melalui doa syukuran bersama atas keberhasilan ditingkat internasional. Sedikitnya pihak TPN/OPM di wilayah ini mengharapkan agar apa yang dibicarakan ditingkat konferensi internasional itulah yang pihaknya ikuti. “Kami TPN/OPM hanya bisa mengucap syukur lewat aksi tanggal 2 Agustus nanti. Kami juga telah ditekan dunia internasional untuk tidak menaikan bintang fajar,” ujarnya.

Disinggung tentang dukungan terhadap Dewan Adat Byak (DAB) sendiri, kata Mikha Awom selama ini pihaknya melihat sejak awal ada perjuangan murni, tetapi lama kelamaan pihaknya merasa hanya dijadikan sebagai obyek politik. “Kami tidak mau jadi obyek politik saja, intinya sekarang secara tegas kami berjuang bersama KNPB dan PRD agar proses Pepera 1969 yang secara hukum telah cacad itu harus dikembalikan,” tegasnya.(mdc/pin/don/l03)

Jumat, 29 Juli 2011 16:35
http://bintangpapua.com/headline/13111-ktt-ilwp-jangan-dipolitisir-

JDP Dorong Dialog Jakarta—Papua – Neles Tebay: Wakil TPN/OPM Belum Ada

JAYAPURA- Koordinator Jaringan Damai Papua  (JDP) Pastor Neles Tebay, Pr mengungkapkan, 32 orang yang masuk dalam keanggotaan Jaringan Damai Papua masih terus mendorong terwujudnya suatu dialog damai antara Pemerintah Indonesia dengan rakyat Papua, untuk menyelesaikan masalah Papua, dan bekerja secara sukarela bagi penyelesaian masalah Papua.  Diakui meski upaya  dialog   akan menyita waktu yang banyak, namun pihaknya optimis Desember 2011 upaya Dialog  dapat dicapai.  Menurut Neles Tebay,   untuk menuju suatu dialog yang bermartabat, bukan  sekedar berdialog  melainkan   ada wadah dimana semua pihak berkumpul membahas dan mengindentifikasi masalah mendasar yang memicu konflik di Papua dengan demikian ada solusi terbaik yang mau dicapai, bukan sekedar mendikte agenda  Dialog.   Demikian Solusi akan diketahui bila kedua pihak yaitu Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua yang terwakili dalam jaringan Damai  yang dibentuk ini mau berkumpul,. JDP sendiri tidak mau umbar janji apapun kepada semua pihak, tetapi  mereka yang masuk dalam JDP tetap berusaha untuk menciptakan suatu peluang  dan Ruang Dialog dimana semua pihak menerima.
Jaringan Damai Papua kata Neles Tebay tetap Optimis dengan apa yang digagasnya, bahwa “Dialog” akan berhasil,  sebab berbagai upaya konsultasi yang dilakukan  Tim Kerja JDP sudah disosialisasikan kesemua Kabupaten seperti Wamena, Timika, Biak, Manokwari, Merauke, Sorong, Bintuni, Yahukimo dan Pegunungan Bintang.

Konsultasi Publik disejumlah Kabupaten di Papua penting, ungkap  Neles,  sebab dengan Dialoglah yang  akan menghentikan kekerasan dan mencegah kekerasan berlanjut di Papua.  Salah satu caranya adalah komunikasi dan konsultasi dilakukan   bagi orang Papua yang ada di Papua, di luar Negeri, PNG maupun  orang Papua yang ada di Hutan- TPN/OPM. Bagaimanapun juga mau tidak mau pihak TPN. OPM harus dilibatkan dalam  Dialog. Untuk mewujudkan itu, Tim JDP terus bergumul agar tiga kelompok orang Papua dapat terlibat dalam proses Dialog Jakarta – Papua ini, terang  Pastor Neles.

Neles mengakui belum  mendapatkan wakil TPN/OPM untuk dilibatkan dalam konsultasi Publik, untuk orang Papua di Papua, tetap dipilih jalur Konsultasi Publik yang dimulai sejak Januari 2010, menyusul 12 Kabupaten lainnya.

Neles mengatakan, proses Konsultasi Publik yang juga dilakukan di PNG disambut positif,  bahkan 45 orang  yang datang dari  beberapa Kota di PNG secara resmi memberikan dukungan dn antusiasnya, Tim JDP Optimis Dialog akan terjadi, sebab dengan Konsultasi Publik yang tengah dilakukan ada perubahan- perubahan besar yang mengarah Dialoh akan terjadi.

Antusias yang sama terhadap upaya Dialog  Jakarta Papua telah diberikan secara resmi oleh Ketua Komisi I DPR RI yang dengan terang menytakan setuju dilakukan Dialog bagi penyelesaian masalah Papua., bahkan gema Dialog Papua sudah tersebar dan tak dianggap tabu untuk dibicarakan.

Meski Tim JDP mendengar ada upaya Komunikasi Kontruktif yang digagas Presiden bagi penyelesaian masalah Papua. “Namun komunikasi Kontruktif macam apa yang diinginkan Presiden, JDP belum mengetahuinya, apakah komunikasi konstruktif sama dengan Dialog Jakarta Papua, hanya Presiden yang tahu,” kata Neles.

Konsultasi Publik tidak hanya untuk orang Papua asli saja, melainkan orang pendatang  yang disebut dengan kelompok strategis yang sudah lama tinggal di Papua bahkan lahir dan besar di Papua juga dimintai pendapatnya  terkait Dialog Jakarta Papua, dan kelompok  ini  menerima dengan berbagai ragam pendapat dan jadi pergumulan JDP untuk mencari bentuk yang pas, yang jelas ada perkembangan baik driseluruh Proses Konsultasi Publik menuju Dialog. ( Ven/don)

Jumat, 25 Maret 2011 16:17

, , ,

Jangan Pernah Jual Bangsamu, Apalagi Pejuang untuk Jabatanmu yang Hanya Sesaat

Disampaikan kepada seluruh calon legislatif dan eksekutif di tanah Papua pada khususnya, dan pada umumnya para penghambat perjuangan, pembenci dan pencelaka para pejuang yang siang malam mempersembahkan segalanya untuk Tanah dan Bangsa Papua bahwa:

  1. Jangan Anda berani menjual saudara sebangsa dan setanah air, sedarah, sesuku, semarga hanya untuk kepentingan sesaat, yang masa waktunya terbatas, yang akibatnya mendatangkan kutuk atas dirimu dan keturunanmu;
  2. Jangan belajar remehkan atau menghina para pejuang kemerdekaan dengan alasan apapun, alasan pribadi atau umum,  karena hidup dan nasib tidak normal dan sewajarnya sebagai manusia, karena para pejuang bekerja dengan keputusan pribadi dan nurami mereka tanpa pamrih dan tanpa gaji, walaupun mereka tahu resikonya adalah ancaman nyawa(maut);
  3. Jangan pernah merencanakan kejahatan terhadap para pejuang Papua Merdeka, baik yang ada di pengasingan sebagai pencari suaka ataupun sebagai pengungsi dengan membayar tentara/ polisi negara yang bersangkutan dengan tujuan memulangkan atau menangkap para pejuang karena mereka harus meninggalkan tanah air bukan karena kepentingan perut pribadi, seperti yang anda upayakan dengan jabatan atau pekerjaan di dalam NKRI;

Ingatlah bahwa:

  1. Manisnya kedudukan atau pekerjaan di dalam NKRI  atau enaknya menghina atau menceritakan para pejuang hanya lahsesaat, karena seumur hidupmua engkau akan menelan racun, dan mati dalam kutukanmu sendiri;
  2. Alam dan Adat Papua telah mengeluarkan KUTUK dan BERKAT bersamaan waktu bagi Tanah dan Bangsa Papua, dengan demikian bagi yang menghina dan mencelakakan perjuangan menerima kutuknya dan bagi yang menghargai den mendukung menerima berkat.
  3. Kutukan atas penghinaan atau kecelakaan yang didatangkan ialah penderitaan seumur hidup sampai mati dan kutukan bagi keturunan Anda, sampai tujuh turunan.

KECUALI,

  • kalau Anda begitu menghina dan mencelakakan pejuang bangsa Papua, Anda langsung angkat kaki dari Tanah Papua dan tinggal bersama di tanah air Indonesia, maka Anda terlepas dari ancaman maut.

Demikian Pesan Khusus Pemangku Alam dan Adat Papua ini disampaikan secara singkat, untuk diketahui oleh:

  1. Para calon legislativ, calon bupati dan calon wakil Bupati di seluruh Tanah Papua, agar tidak berpikir mencelakakan diri sendiri;
  2. Para penghina, pencela dan pembawa celaka bagi pejuang Tanah Papua agar sadar sebelum celaka;
  3. Semua pihak yang tidak menghargai dan tidak mempercayai perjuangan ini, karena akibatnya akan menimpa dirinya sendiri.

Pemangku Adat dan Alam Papua,

Sandi Operasi “AWAS! Papua”

Isu Merdeka Hanya Melelahkan

Nicholas MesetJAYAPURA—Penolakan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang kemudian memunculkan wacana referendum, dinilai sebagai eforia yang berlebihan. Pasalnya Mahkamah Internasional telah mengakui Pepera 1969 sah.

“Referendum dan mau merdeka, itu hal yang panjang dan melelahkan, lebih baik kita maksimalkan Otsus yang ada ini,” tegas eks Tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Meset belum lama ini di Jayapura menyikapi penolakan UU Otsus Papua.

Meset mengatakan, isu untuk memerdekan Papua sudah tidak lagi menarik perhatian dunia internasional, hal ini terlihat dari keharmonisan Indonesia dengan negara tetangga, hubungan hubungan bilateral maupun mulitirateral yang semakin terbina.“Dunia tidak butah, banyak hal-hal yang menjadi persoalan dunia saat yang perlu dibicarakan dan diselesaikan yaitu HIV Aids, kekurangan pangan, air laut naik, terorisme dan banyak lagi persoalan,” ungkapnya.

Namun disisi lain, penolakan dari UU Otsus Papua itu, kata Meset, bertolak dari 8 tahun pemberlakuan UU Otsus Papua, tidak ada keseriusan Pemerintah Indonesia untuk membangun Papua. “Jakarta juga harus jujur dan serius kepada rakyat Papua, jangan setengah hati, biar rakyat ini percaya bahwa Indonesia mau bangun Papua,” singgungnya.

Menyinggung soal pengembalian Otsus Papua Meset mengatakan, pengembalian tersebut mestinya dipertimbangkan dengan matang, pasalnya pasca pengembalian Otsus Papua, Pemerintahan di Papua akan mengalami kemuduran. Yang artinya anggaran mulai terkuras, program pemberdayaan rakyat mulai berkurang dan banyak persoalan lain.

“Jadi otus sebenarnya tidak gagal yang menggagalkan Otsus adalah pemerintah daerah,” sebutnya.(hen)

Klaim TPN/OPM ‘yang Sah’, Gelar Jumpa Pers

Kamis, 08 Juli 2010 06:5, BintangPapua.com

Jayapura- Menyandang status OPM bukan lagi status yang menakutkan bagi seseorang. Belakangan ini justru sejumlah kelompok mulai bermunculan  mengklaim diri sebagai TPN/OPM yang sah.  Ironisnya lagi,  yang mengaku TPN/OPM tidak hanya berada di hutan-hutan belantara, namun  juga sudah ada di kota.

Ya, perjuangan sparatisme yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri TPN/OPM, kini berada di Kota. Hal itu diungkapkan Aleks Mebri yang mengaku sebagai Panglima Tertinggi TPN/OPM dalam kesempatan jumpan pers di Prima Garden, Rabu kemarin. “Sekarang ini TPN/OPM ada di Kota, kalau di hutan itu pengacau,” ungkapnya.

Dikatkan bahwa perjuangannya di kota atas kemerdekaan Papua tidak akan menjadikan negara dengan sistem parlemen, melainkan menggunakan sistem kerajaan yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.

“Perdana mentrinya adalah Mama Persila Yakadewa yang baru kembali dari Roma dan wakilnya Luther Wrait,”  ungkapnya kepada wartawan.

Sedangkan Aleks Mebri sendiri ada panglima tertinggi. “Saya panglima tertingginya, dia (Jefri Warisu) ketua. Nantinya ada 36 Mentri dan 10 gubernur. Susunan kabinet ini sudah sampai ke PBB,” ungkapnya lagi.

Berbagai persiapan seperti mata uangnya dan lain-lainnyapun sudah ditetapkan. “Mata ungnya kita tetapkan Kisang, Bahasa Nasional Hai Tanahku Papua, Hari Nasional 1 Juli, Bendera Sang Pari,” lanjutnya.

Disinggung tentang kabinet yang dibentuk oleh kelompok TPN/OPM yang menunjuk Anton Tabuni sebagai presidennya, Alex Mebri menyatakan bahwa kabinet tersebut tidak berlaku. “Yang berlaku punya kami yang sudah sampai ke PBB,” ungkapnya. (cr-10)

Pendiri OPM Sah Jadi WNI

PATRIASI : Pendiri OPM Nicholas Jouwe diapit Menteri Hukum dan HAM RI, Patriliasi Akbar dan Menkokesra Agung Laksono usai menyerahkan Surat Keputusan (SK) kewargaan negaraan Indonesia kepada Nicholas Jouwe, Sabtu (15/5), di Gedung Negara.JAYAPURA [PAPOS]

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny