Penghianat Akan Dijadikan Blacklist TPN-OPM

PELANTIKAN-GEN.-GOLIAT-TABUNI

Jayapura  — Jendral (Gen.) Goliat Tabuni mewarning seluruh orang asli Papua agar tidak menghina perjuangan penentuan nasib sendiri. Sebab orang yang menghina perjuangn orang Papua dalam bentuk apapun, akan menjadi target operasi revolusi Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Pernyataan ini disampaikan Gen. Goliat Tabuni melalui Kepala Staf Umum, Teryanus Satto.

“Setiap orang asli Papua jangan coba-coba menghina segenap pemimpin dan anggota TPN-OPM yang berjuang  untuk hak politik menentukan nasib sendiri (Self Determination) bagi Bangsa Papua,”

katanya melalui press realesenya kepadatabloidjubi.com, Jumat (11/1).

Menurut Satto, Pimpinan TPN-OPM Gen. Goliat Tabuni menyatakan, bagi orang asli Papua yang menghina perjuangan akan dijadikan blacklist TPN-OPM. Bahkan menurut Satto, salah satu orang yang jadi target adalah Henock Ibo, Bupati Puncak Jaya, yang mengeluarkan pernyataan bahwa Goliat Tabuni banyak hutang dan tak mampu melunasi.

“Pernyataan ini dimuat beberapa waktu lalu di media lokal di Papua yang isinya itu menyatakan: “Kami akan melunasi, lalu dia akan menyerahkan diri”.

Katanya ini penghinaan terhadap TPN-OPM, sebab kami tidak pernah merasa berhutang, kecuali hutang kepada rakyat Papua,” tulis Satto dalam pers realesnya yang dikirim ketabloidjubi.com, Jumat (11/1).

Dalam pers realese itu, TPN-OPM juga menyerukan warga Indonesia yang ada di tanah Papua, terutama sipil tidak menjadi mata-mata TNI/Polri.

“Jika ada rakyat sipil jadi agen mata-mata, akan menjadi target operasi. Orang Indonesia yang sipil, yang sedang cari makan di tanah Bangsa Papua, agar Anda jangan menjadi mata-mata TNI/Polri, karena Anda akan menjadi target TPN-OPM,”

katanya.

Menurut Satto, operasi warga sipil yang jadi mata-mata dan penghinaan perjuangan Papua itu, merupakan keputusan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) TPN-OPM di Biak pada 1-5 Mei 2012 lalu. Keputusan itu siap dilaksakan, karena itu seluruh lapisan masyarakat yang ada di Papua sekarang wajib memperhatikannya.

“Keputusan ini akan berlaku di seluruh tanah Papua,”

katanya, tanpa menyebutkan waktu persis berlakunya.

Menurut Satto, TPN-OPM siap melaksanakan revolusi tahapan dan revolusi total, guna memperoleh hak politik menentukan nasib sendiri (Self Determination) berdasarkan the UN Universal Declaration of Human Rights yang telah diterima dan disahkan pada tanggal 10 Desember 1948, Resolusi PBB 1514 (XV) tentang Dekolonisasi, dan the International Covenat on Civil and Polical Rights Aricle 1 Paragraph 1, 2 & 3.

Sebab hal ini yang telah diterima dan disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 16 Desember 1966, serta the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples yang telah diterima dan disahkan dalam Sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 13 September 2007.

Demikian pernyataan resmi TPN-OPM Markas Pusat. Pernyataan ini dibuat dan dikeluarkan, guna menjadi perhatian semua pihak dan dapat dilaksanakan.

“Kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda,”

tutup pers reales TPN-OPM atas nama kepala staf umumnya, Mayjen Teryanus Satto, NRP. 7312.00.00.003. (Jubi/Benny Mawel)

Friday, January 11th, 2013 | 19:18:36, TJ

KNPB Klaim Yance Hembring, Tak Pernah Berjuang Untuk Rakyat

JAYAPURA [PAPOS] –Pernyataan yang disampaikan oleh Koordinator Dalam Negeri Negara Republik Papua Barat, Theopilus Mandowali, S.Pd yang menyampaikan bahwa Yance Hembring merupakan Presiden Negara Repbulik Papua Barat [NRPB] dan KNPB tidak diakui karena merupakan produk dari Indonesia.
Tidak lama penyataan itu dipublikasikan, Juru bicara Komite Nasional Papua Bara [KNPB], WIM R Medlama langsung menanggapi serius dan meluruskan apa yang telah disampaikan oleh Theopilus Mandowali tersebut.

Dimana menurut dia, penyataan yang disampaikan itu merupakan tudingan yang sudah kuno, karena rakyat sudah tahu siapa sebetulnya selama ini yang berjuang keras dalam memediasi aspirasi rakyat di dunia internasional.

“Itu hanyalah tudingan omong kosong dan kuno, sehingga pernyataan disampaikan tanpa tanggung. Mari kita lihat siapa yang bekerja nyata untuk rakyat Papua, kami ingin membuktikan yang nyata,”tegas Wim R Medlama kepada wartawan di Cafe Prima Garden Abepura, Selasa (20/11) kemarin.

Wim menjelaskan, secara diplomasi KNPB telah melakukan aksi-aksi perjuangan dalam memperjuangan aspirasi rakyat menuju kemerdekaan yang berdaulat, yang dalam hal ini demi mendapatkan pengakuan dan dukungan dunia internasional melalui negara-negara anggota PBB, sementara Yance Hembring selama ini ada dimana dan tidak terdengar perjuangannya.

Mengenai pernyataan Yance Hembring telah melakukan gugatan Pepera di PTUN Jayapura dan Mahkamah Agung (MA) dan telah berjuang sehingga Papua Barat telah terdaftar menjadi anggota PBB, Wim menegaskan bahwa pihaknya itu juga merupakan pernyataan kuno yang hanya menipu rakyat Papua.

“Saya tegaskan bahwa, saat ini KNPB terus berupaya memediasi kepentingan rakyat Papua dalam memperjuangkan aspirasi rakyat Papua di dunia internasional, dan perjuangan KNPB tidak akan pernah menyerah sampai kapan pun,” tegasnya.

Disinggung soal peringatan 1 Desember 2012, pihaknya kini sedang bernegosiasi dengan Polda Papua untuk memperoleh ijin dalam melakukan demonstrasi damai, dan juga ijin untuk melaksanakan kegiatan lainnya dalam memeriahkan hari kemerdekaan bangsa Papua Barat dimaksud.

Mengenai pengibaran Bendera Bintang Kejora (BK), lanjut dia, bahwa KNPB tidak akan melakukannya, karena itu bukan hal yang dimain-mainkan. “Bendera BK merupakan bendera lambangang negara yang wajib dihargai bukan dikibarkanbgeitu saja lalu diturunkan,” jelasnya.

untuk itu, dirinya sangat menyayangkan sikap aparat keamanan yang senantiasa mengintimidasi rakyat dengan segala tindakannya, hal ini membuat rakyat menjadi trauma sebut saja, pada Senin, (19/11), warga Papua hendak mengikuti ibadah syukur di Aula STAIN GIDI Sentani dalam rangka memperingati HUT KNPB ke-4, disini aparat keamanan memeriksa warga yang hendak beribadah.[loy]

Terakhir diperbarui pada Rabu, 21 November 2012 22:01

Rabu, 21 November 2012 21:59, Ditulis oleh Loy/Papos

Menelisik Pernyataan Salah Satu Mantan Tokoh Pejuang OPM Franzalbert Joku “Perjuangan Papua Merdeka, Hanya Didukung Satu Negara”

Laporannya : Muhammad Irfan – Bintang Papua

Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Papua Merdeka di Luar Negeri, Franzalbert Joku didampingi Ketua Prodi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Uncen. Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.
Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Papua Merdeka di Luar Negeri, Franzalbert Joku didampingi Ketua Prodi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Uncen. Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.

“Tidak ada dukungan dari dunia internasional terhadap International Parliamentarians of West Papua (IPWP) maupun International Lawyers of West Papua (ILWP). Dukungan untuk Papua lepas (Merdeka, red) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu hanya datang dari satu negara yakni Vanuatu yang baru merdeka Tahun 1980-an dari Prancis dan Inggris, bukan dari 114 negara atau PBB,”katanya.
Mantan Tokoh Pejuang Pergerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Franzalbert Joku yang juga Ketua Umum (Ketum) Badan Otoritas Adat Sentani menegaskan, dari sekian ratus negara republik maupun kerajaan yang ada di seantero jagad raya ini, hanya satu negara saja yang mendukung Papua merdeka lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu negara Vanuatu yang baru merdeka tahun 1980-an, dari jajahan Prancis dan Inggris. “Sejarah panjang perjuangan Papua merdeka atau lepas dari NKRI, yang benar adalah satu dan hanya satu negara saja yang mendukung Papua untuk merdeka dari sekian ratus negara yang berbentuk republik maupun kerajaan yang ada di dunia ini. Kenapa pemerintah, media dan masyarakat maupun mahasiswa yang ada di Indonesia umumnya dan di Papua khususnya menerima isu – isu murahan itu secara mentah – mentah yang sekarang ini beredar di tengah permukaan. Jadi, sepanjang perjalanan Papua, yang menarik perhatian cuma ada satu negara saja, yakni Vanuatu, bukan 114 negara atau Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB),” ungkap Franzalbert Joku yang juga merupakan tokoh pemerhati Papua yang telah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) kepada pewarta media di Dante Coffe – Ruko Dok II Jayapura, Kamis (25/10) beberapa hari lalu.

Penekanan ini disampaikannya menyusul maraknya isu – isu yang berkembang di Papua akhir – akhir ini soal pertemuan atau kongres IPWP dan ILWP di London – Inggris, yang mendapat perhatian dari pihak Pemerintah Indonesia, TNI/Polri serta media massa yang ikut pula membesar – besarkan hal tersebut.

Mantan Tokoh Presidium Dewan Papua (PDP) urusan Luar Negeri ini lebih jauh menjelaskan, IPWP dan ILWP ini di organisir oleh LSM – LSM pemerhati Papua atau peduli terhadap masalah Papua yang berada di luar negeri.

“IPWP dan ILWP ini merupakan LSM di luar negeri yang bergerak atau gabungan dari kelompok – kelompok perorangan para pemerhati dan peduli terhadap isu – isu yang berkembang di Papua. Mereka datang dari kalangan lawyers (pengacara atau advokat, red) dan juga anggota parlemen Inggris, dan keanggotaan mereka tidak banyak paling rendah hanya 2 s/d 3 orang saja yang berasal dari Belanda, Belgia dan Uni Eropa,” terangnya.
Akan tetapi baik di Jakarta dan juga di Papua, banyak kalangan dari mahasiswa, birokrasi dan juga masyarakat. Pada umumnya menganggap bahwa dunia sudah membentuk satu parlemen atau lembaga perwakilan yang punya kuasa dan pengaruh kuat untuk membicarakan tentang Papua atau mengambil keputusan yang akan memberikan perubahan – perubahan di Papua. Padahal IPWP dan ILWP itu adalah sebuah LSM resmi yang berbadan hukum. Namun, kekuatannya tidaklah sama seperti dengan lembaga pemerintahan atau negara resmi seperti DPRP, DPRD atau MRP.

“Ini kekeliruan besar dan saya sangat menyayangkan teman – teman di birokrasi atau pemerintahan juga merasa kaget dengan adanya berita – berita seperti itu, dan saya pikir teman – teman media massa mengalami hal yang sama, sehingga sering membesar – besarkan isu – isu tersebut. Sepertinya perkembangan besar itu sedang mengancam stabilitas atau keutuhan bangsa Indonesia. Saya yang berbicara ini juga pernah bergerak di lingkungan itu, dimana berdomisili di PNG dan bergerak di Australia sampai PBB dan Uni Eropa. Saya berbicara atas pengalaman dan pengetahuan selama mengadakan kegiatan – kegiatan itu terlebih pasca kongres Papua II, saya ditugaskan sebagai moderator urusan luar negeri untuk Presidium Dewan Papua (PDP),” ungkapnya.
Pria yang lama bermukim di PNG ini kembali mengungkapkan, gerakan yang dulu dirinya ikut terlibat atau berkecimpung didalamnya, itu sering terlihat menakutkan bagi Pemerintah bahkan masyarakat di Indonesia. Tapi, kenyataan yang sebenarnya tidak perlu pihak pemerintah dan masyarakat Indonesia, khususnya di Papua merasa terganggu dengan isu – isu tersebut.

“Misalnya di media massa mengatakan menurut informasi katanya ada 114 negara yang mendukung Papua Merdeka. Itu negara yang mana saja. Harus jelas kasih saya daftar. Sebab sepanjang sejarah perjuangan Papua merdeka yang benar adalah satu dan hanya satu yang mendukung Papua merdeka dari sekian ratus negara republik atau kerajaan yang ada. Mengapa pemerintah, media massa, masyarakat dan mahasiswa di Indonesia atau khususnya di Papua menerima kenyataan itu, jadi yang benar adalah bahwa sepanjang perjalanan Papua itu, yang menarik perhatian cuma ada satu negara yakni Vanuatu yang baru merdeka di tahun 1980 – an negara bekas jajahan Prancis dan Inggris,” jelasnya panjang lebar.

Pria asal Sentani ini menceritakan bahwa dirinya pernah berbincang – bincang dengan Lord Harris. Dari pembicaraan itu Lord meminta dirinya menyampaikan kepada masyarakat Papua, bahwa ia tidak setiap hari berfikir tentang Papua.

Tetapi sebagai salah satu tokoh politik yang bertanggung jawab dan bersuara dengan tujuan membantu meringankan beban dengan harapan permasalahan itu bisa dapat terselesaikan. Tidak ada strategi atau grand plan yang dipecahkan di Parlemen Inggris untuk bagaimana Papua bisa diantar keluar dari kerangka konstitusi NKRI dan berdiri sendiri (lepas atau merdeka, red).

“Jadi, solusi pemecahan isu – isu yang ada di Papua hanya terletak di dalam kerangka konstitusi atau Undang – Undang (UU) NKRI,” tambahnya.
Papua Bagian Tak Terpisahkan Dari NKRI

Dikatakannya, satu fakta yang harus diketahui adalah sejak gubernur Belanda di Batavia Marquez 24 Agustus 1828 (100 tahun sebelum sumpah pemuda di Indonesia) gubernur Marquez atas nama mahkota Belanda sudah mengatakan bahwa Papua itu adalah bagian integral (tak terpisahkan, red) dari Hindia Belanda atau jajahan Belanda.

“Ini fakta. Jadi, jangan melihat sejarah Papua itu hanya sepenggal-sepenggal saja, tetapi kalau kita melihat asosiasi Papua itu sejak tahun secara resmi 1928 dan ada banyak hal yang terjadi,” tegasnya.

Selain itu, lanjutnya, dari pengamatan dan pengetahuan dirinya berdasarkan fakta – fakta yang ada di Indonesia dan dunia ini, solusi pemecahan isu – isu yang ada di Papua hanya terletak di dalam kerangka konstitusi atau Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI).

Karena Papua ada hadir di dalamnya atau UU itu yang mengatur tentang pembangunan di Papua, tidak ada UU dari negara – negara lain. Yang mengatur adalah UU di Indonesia. “Pemikiran yang harus semua orang miliki itu adalah pemecahan – pemecahan masalah atau isu di Papua cuma ada dalam kerangka konstitusi Indonesia, tidak bisa di luar dari pada itu. Tidak bisa juga mencari solusi ke PBB, Komisi HAM PBB di Genewa atau pengadilan internasional Belanda, semuanya cuma ada di Indonesia,” kata Franzalbert Joku saat didampingi Ketua Program Studi Ilmu Hukum – Magister Pasca Sarjana Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Hendrik Krifisu, SH. MA.

Franz juga ingin sampaikan, sesuai fakta adalah skop dukungan untuk orang Papua sebagai kelompok kultur budaya dan suku bangsa. Sepanjang sejarah yang dirinya tahu, yang mengklaim Papua dan yang menyatakan keinginan dan hasratnya untuk menjadikan Papua menjadi dalam satu unit yang besar yang namanya Indonesia yaitu pemimpin – pemimpin Indonesia, yakni Soekarno dan Hatta beserta teman – temannya.

Sementara para jenderal Amerika yang melakukan perang di Papua tidak menyatakan itu dan tidak mendeklarasikan bahwa Papua adalah bagian Amerika Serikat. Begitu juga dengan Jepang yang banyak memusnahkan banyak nyawa, juga belum pernah menyatakan hal itu.

Sebab sepanjang sejarah Papua hanya satu kelompok saja yaitu pemimpin – pemimpin Indonesia dibawah pimpinan Soekarno-Hatta yang menyatakan itu. “Mengapa kami tidak menerima fakta – fakta ini, baru buat deduksi yang sedikit terpelajar dan pandai dalam deduksi-deduksi, dalam menempatkan isu Papua ini sebenarnya secara kontekstual letaknya dimana. Yang benar itu yang mana dan yang bohong itu yang mana, supaya masyarakat Papua ini tidak terus tertipu, tergiur, dan terjerumus ke dalam suatu pemikiran Papua merdeka. Jika pemikiran itu terjadi, secara tidak langsung kita telah membuat satu komunitas yang tidak produktif dan berusaha dengan sungguh – sungguh untuk memajukan diri kita maupun anak – anak kita sendiri,” katanya lagi.

Libatkan Mereka
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang mengapa hingga saat ini masih ada teriakan Papua Merdeka. Padahal pemerintah pusat sudah menaruh perhatian besar dengan memberikan otonomis khusus (Otsus) bagi Papua.

Menurut pendapatnya, permasalahan ini timbul karena para tokoh – tokoh Pro Merdeka tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam setiap hal baik termasuk mengelola kerangka pemerintahan. “Minimal mereka (tokoh – tokoh Pro Merdeka, red) juga harus dilibatkan dalam sistem perpolitikan. Kemudian untuk mengelola suatu good governance dan pemerintah juga begitu Otsus turun, harus mengajak mereka untuk ikut serta. Untuk itu, harus ada asas pemerataan. Agar supaya semua ada asas pemerataan seperti di Provinsi Aceh yang melibatkan tokoh – tokoh GAM dalam pemerintahan,” usulnya. (*/don/LO1)

Senin, 29 Oktober 2012 07:29, BP.com

Mari Membangun Papua Berlandaskan Hukum Allah

Jumat, 12 Oktober 2012 06:34, BintangPapua.com

Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), Christian Mehuze selaku keturunan putrid raja dari Selatan saat dalam prosesi pengukuhan Alex Mebri sebagai Raja, disaksikan raja-raja di tanah Papua.

JAYAPURA – Kemarin, Kamis, (11/10) secara sah dikukuhkan dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua. Acara ini dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan.

Pengukuhan itu ditandai pembicaraan singkat dalam rumah adat dan api adat, setelah itu Alex Mebri dikukuhkan sebagai Raja dengan air adat oleh raja-raja di tanah Papua, selanjutnya dilakukan upacara bendera yang adalah sebagai lambang adat/budaya raja (bukan lambang politik).

Usai pengibaran Bendera Raja, dilanjutkan pembacaan susunan kabinet menteri raja, sekaligus pembacaan undang-undang (UU) yang tidak lain merupakan 10 perintah Tuhan. UU dimaksud mendasari lahirnya pembentukan dan pengukuhahn Raja-Raja di tanah Papua.

Dijelaskannya, diproklamirkannya hal itu tidak lain merupakan amanat dari Tuhan untuk penggenapan Firman Tuhan, bahwa Papua dan segala bangsa telah meredeka secara jasmani dan rohani, dan Papua sebagai tanah perjanjian yang kelak memberikan makan bagi segala bangsa serta Papua berdiri atas nama Indonesia dan dunia.

Hal tersebut, kata Raja Alex Mebri, itu akan umumkan ke Papua dan seluruh dunia bahwa masalah Papua sudah selesai, Papua sudah merdeka secara jasmani dan rohani, jadi siapa yang memperjuangkan kemerdekaan di atas tuntutan merdeka sebagaimana sekarang ini, maka mereka akan dikutuk.
“Masalah Papua sudah selesai, tidak ada merdeka, kalau ada perjuangan kemerdekaan cangkokan, maka mereka itu jelas akan dikutuk,” tandasnya kepada Bintang Papua, Lapangan Skyline Kotaraja, Distrik Jayapura Selatan, Kamis, (11/10). Ditegaskannya, saat ini bangsa Papua tidak dijajah dan ditindas oleh bangsa manapun, tapi dijajah dan ditindas oleh Iblis, untuk itu seharusnya semua harus sadar untuk bertobat dan berbalik ke jalan yang benar sesuai perintah Tuhan. Supaya Tuhan dapat menurunkan emas di setiap daerah, agar setiap suku bangsa bisa menikmati berkah dan rahmat dari Tuhan.

Menurutnya, Papua merupakan pusat dunia, sebab Tuhan memberikan tanah Papua yang kaya dan tanah Papua yang bisa menyaksikan matahari terbit dan terbenam secara sempurna, sementara di Negara lain tidak menyaksikan matahari terbit dan terbenam sebagaimana yang terjadi di Papua.

Terkait dengan itu, dirinya mengajak semua warga suku bangsa, termasuk TPN OPM untuk bergabung membangun Papua , jangan tinggal di hutan karena itu tindakan tersesat yang merugikan diri sendiri. Semua anak bangsa mari membangun Papua dengan berlandaskan hukum Allah.

Mengenai Bendera Bintang Kejora (BK), harus disadari bahwa itu merupakan 7 kunci maut yang diberikan Iblis Lusifer yang kenyataannya membawa akibat bagi banyak rakyat yang meninggal, sementara Bendera Raja adalah bendera yang menggambarkan 5 corak 1 bintang yang menggambarkan manusia berdiri di 4 penjuru dan bintang di tengah yang artinya Hati Allah yang memberikan kedamaian, berkat dan anugerah serta keselamatan bagi semua orang.

“Saya sudah jalan ke berbagai Negara dan mereka siap untuk membantu anggaran untuk membangun Papua melalui raja-raja yang ada di Papua. Hongkong sudah positif membantu $ 777 T, dana itu nanti dikelola raja-raja. Ingatlah, bahwa kita sudah merdeka. Pembentukan Raja-Raja ini adalah penggenapan Firman Tuhan. Jangan coba-coba secara daging dan jangan melawan Tuhan,” tandasnya.

Ditambahkannya, dirinya pernah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, untuk meminta supaya sistem pemerintahan di Negara ini segera dirubah ke sistem pemerintahan federal, sebab sistem pemerintahan demokrasi sekarang ini banyak membuat ketidakadilan dan rakyat menjadi korban.
Ditempat yang sama, Korano Mambaisyen Wanijan (Raja dari Teluk Saireri), yang juga perumus Pengukuhan Raja-Raja, Emanuel Sayori, menegaskan, pembentukan Raja-Raja ini bukan untuk merampas dan bukan melawan kekuasaan pemerintah, tapi bagaimana bersinergih dengan segala bangsa dan Raja-Raja untuk membangun rakyatnya supaya menjadi sejahtera secara lahir dan batin.

Terhadap hal itu, pihaknya akan berangkat ke daerah-daerah untuk mengukuhkan raja-raja di daerahdan juga sedang menyusun rancangan mengenai sistem kepemimpinan raja-raja di tanah Papua yang berikutnya diserahkan ke MRP untuk dikaji lebih lanjut yang kemudian diusulkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus.(nls/don/l03)

Organisasi Papua Merdeka: Kami Menyatakan Diri Kembali kepada NKRI

13 February 2012 | 08:04

Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)
Kabar Baik untuk Papua hadir pada Minggu Sore 12/2 dimana Panglima Tentara Pembebasan Papua Organisasi Papua Merdeka, Alex Mebri bersama sebelas orang aktivis gerakan Papua Merdeka untuk membicarakan solusi bagi segala permasalahan yang terjadi Papua. mereka menyatakan diri kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan siap secara bersama-sama membangun Papua lebih sejahtera serta berkomitmen mengakhiri seluruh kekerasan seperti yang selama ini terjadi hal tersebut disampaikan kepada Abdurizal Bakrie selaku Ketua Golkar.

“Kami, bersama pemerintah Republik Indonesia, siap mencari solusi untuk Papua, dan siap bekerja untuk membangun Papua,” ujar politisi asal Papua sekaligus anggota Fraksi Partai Golkar DPR Yorris Raweyai.

Abdurizal Bakrie menyatakan bahwa pengalamannya beberapa kali mengunjungi Papua selama menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat telah menggugah kesadarannya bahwa permasalahan Papua tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan kekerasan/militer, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan, demikian yang saya kutip dari (Laporan Arief Ulyanov vivanews.com)

Keinginan tersebut tentunya harus disambut baik oleh Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia serta seluruh elemen bangsa.

Papua Cinta Indonesia, Papua Tanah Damai, Papua tidak ingin Merdeka, Papua ingin hidup sejahtera.

Untuk itu Pemerintah telah memiliki komitmen untuk membangun Papua dengan hati. Beberapa Minggu yang lalu pemerintah telah membuktikan komitmennya untuk membangun Papua dengan hati.

Hal tersebut diwujudkan dalam Aksi Terpadu Untuk Mansinam 2012. Aksi Terpadu tersebut dalam Bentuk Pembangunan Tugu Kedatangan Situs Pekabaran Injil dan Pembangunan Kawasan Pulau Mansinam.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai dalam hal ini mewakili Presiden, 3 Menteri masing-masing Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan, Gubernur Provinsi Papua Barat diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Ir. M. L. Rumadas, M.Si., Ketua Senode Gereja-Gereja di Manokwari, Kepala Suku di Pulau Mansinam dan pemegang hak ulayat telah meletakan batu pertama tanda dimulainya Pembangunan Tugu Kedatangan Situs Pekabaran Injil dan Pembangunan Kawasan Pulau Mansinam dilakukan bersamaan dengan pada Perayaan Hut Pekabaran Injil di Tanah Papua ke 157 yang dilaksanakan di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat, Minggu 5/2/2012.

Pulau Mansinam merupakan tempat bersejarah masyarakat Papua, “the gate civilisation’. Di pulau Mansinam ini telah datang 2 pendeta Ottow dann Geisher pada 5 Februari 1855 yang diantar oleh Kesultanan Tidore dari Maluku Utara (seorang muslim), hal ini merupakan simbol harmoni sosial dalam sejarah peradaban orang papua.

Aksi terpadu untuk Mansinam 2012 meliputi :
(A) Pembangunan Situs Pekabaran Injil dan Penataan Kawasan Mansinam yang terdiri dari 10 Program diantaranya (1) Renovasi Situs Lama Kedatangan 2 Penginjil yang terletak ditepi pantai, (2)Pembangunan Tugu Kedatangan Injil sekitar ketinggian 30 meter, (3) Pembangunan Pembangunan Dermaga Kedatangan.

(B) Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendukung Pulau Mansinam terdiri dari 5 program diantara adalah (1) Pembangunan jalan setapak lingkar pulau 12 KM, (2) Penataan dan Renovasi Permukiman Penduduk, (3) Peningkatan Daya Listrik dari semula 6 jam sehari (18.00 – 24.00 WIT menjadi pelayanan 24 jam sehari mulai 1 Maret 2012.

(C) Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat Pulau Mansinam, 10 program diantaranya adalah (1) Pembangunan Puskesmas, pendukung kesehatan lainnya beserta kesiapan SDMnya, (2) Revitalisasi Lapangan Bola Kecamatan, Lapangan Futsal dan Peralatan Olah Raga Program Pemberdayaan Kepemudaan (kewirausahaan dan life skill), (3) Pembangunan 1 Gedung PAUD dan 1 Gedung TK Mansinam.

Dalam kesempatan itu juga Pemerintah dalam bidang olahraga menyerahkan langsung bantuan berupa perlengkapan olah raga seperti bola sepak, bola futsal, bola basket dan peralatan olah raga lainnya, sedangkan dibidang perhubungan pemerintah memberikan 2 buah kapal masing-masing 1 kapal untuk Provinsi Papua Barat dan 1 buah kapal buat Provinsi Papua.

Semoga segala keinginan dan cita-cita serta harapan masyarakat Papua dapat terwujud bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pilihan OPM beserta aktivisnya untuk kembali kepada pangkuan Ibu Pertiwi menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi segala persoalan dan permasalahan yang ada di Papua menuju Papua yang lebih sejahtera

Papua tidak perlu janji-janji tapi bukti nyata dan langkah-langkah kongkrit dari Pemerintah dan seluruh elemen bangsa untuk Papua memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Semoga …

Elieser Awom: Saya OPM Murni

Bintang Papua – Menanggapi pemberitaan sebelumnya terkait kelompok TPN/OMP pimpinan Goliath Tabuni, melalui Anton Tabuni dan dimediasi oleh KNPB yang mempertanyakan kapasitas dirinya, Elieser Awom, akhirnya berkunjung ke redaksi Bintang Papua untuk memberikan tanggapan atas pertanyaan tersebut. “Saya adalah TPN/OPM murni, perlu saya sampaikan hal ini kepada semua, dan saya juga ingin sampaikan bahwa, kita semua berjuang untuk merdeka,” ujar ELieser Awom, Selasa (6/12) kemarin.

Dirinya juga menjelaskan perihal tuduhan bahwa dirinya menyerah,”Kalau saya menyerah kenapa saya ditahan dan harus jalani sebelas tahun di dalam penjara, dan saya dilepaskan tahun 1999 itu karena menerima amnesty dari Presiden Gus Dur,” bebernya. Dalam ceriteranya, Elieser Awom menyampaikan bahwa, berawal dari tahun 1984,” Waktu itu saya adalah anggota Brimob, saya rela melepaskan seragam untuk berjuang demi Papua merdeka, dan saat itu saya langsung bergabung dengan kelompok pimpinan Richard Yoweni, empat tahun kemudian yaitu tahun 1988 saya ditangkap dan diadili,” ungkap Elieser Awom.

“Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa saya OPM murni, dan perjuangan yang saya lakukan sampai saat ini nyata, tahun 2007, kami lakukan pertemuan di Malaysia dengan tim diplomasi untuk mencari dukungan dari Negara luar, kemudian tahun 2008 kami masuk ke Vanuatu, dan berhasil meyakinkan Vanuatu sehingga mereka mengakui perjuangan bangsa Papua, dan membuka Kantor Perwakilan Papua di Vanuatu, setelah itu 22 September 2010 kami lakukan dengar pendapat dengan Kongres Amerika Serikat, dilanjutkan dengan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Amerika,” tambah Awom.

Terkait apa yang dipertanyakan kepada dirinya, Elieser menyampaikan bahwa,”Seharusnya kan kita saling mendukung, semua yang kita lakukan adalah perjuangan untuk mencapai kebebasan, Kalau kita terus-terusan saling menuduh dan mempertanyakan satu dan yang lain, tidak akan pernah mencapai tujuan,” tambahnya.

Ketika ditanya terkait tujuan yang ingin dicapai tersebut, Elieser menyampaikan bahwa,”Sudah jelas, apa yang sudah dideklarasikan pada saat Kongres Rakyat Papua III adalah tujuan kita, yaitu merdeka, kalau anda seorang pejuang dan mengerti politik, pasti akan mendukung hasil Kongres Rakyat Papua III,” beber Elieser Awom. “Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan Kongres itu adalah hasil keputusan rakyat, itu juga merupakan bagian dari perjuangan kita, mari kita dukung,” tutup Elieser Awom. (bom/don/l03)

Diposting oleh mamage • Pada Wednesday, 7 December 2011 14:27 WIB • Central Demokrasi

3000-an Eks TPN/OPM Menjadi Ancaman?

JAYAPURA- Ribuan eks TPN/OPM yang sejak puluhan tahun lalu menyeberang ke Negara tetangga Papua New Guinea (PNG), kini kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kembalinya warga Papua yang selama orde baru dicap sebagai separatis, karena merasa tanah kelahirannya sudah aman, dan jauh lebih baik dibanding Negara tempat mereka mengungsi, terutama sejak otonomi khusus diberlakukan. Namun, mereka berpotensi menjadi ancaman, karena tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal. ‘’ Ada sekitar 3000-an eks TPN/OPM asal PNG yang kembali ke NKRI dalam tiga tahun terakhir, mereka saat ini tersebar di 8 distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang Papua, yang berbatasan langsung dengan Papua New,’’ujar Redison Manurung Kepala Badan Perbatasan dan Kesbangpol Linmas Kabupaten Pegunungan Bintang, Jumat 28 Oktober. Lanjutnya, dari identifikasi yang dilakukan, alasan para eks TPN/OPM itu kembali, karena menganggap Papua sudah aman dan jauh lebih maju terutama sejak otonomi khusus diberlakukan. ‘’Dulu mereka lari ke PNG, karena merasa Papua tidak aman, tapi sejak otonomi khusus diberlakukan, mereka melihat perkembangan sangat pesat dan menjanjikan serta bisa mensejahterahkan. Dan mereka berharap bisa ikut merasakan, sehingga memutuskan pulang,’’kata dia.

Namun, sambungnya, mereka hingga kini belum memiliki pekerjaan serta tempat tinggal, dan hanya selalu mengharapkan bantuan dari pemerintah dengan mengajukan proposal. ‘’Hampir setiap saat mereka membawa proposal meminta bantuan dana ke pemerintah, sementara yang diberikan hanya bisa untuk keperluan sesaat, karena anggaran pemerintah kabupaten sangat terbatas,’’ucapnya.

Jika kondisi ini terus menerus berlangsung, pemerintah kabupaten Pegunungan Bintang akan kewalahan, sementara jika permintaan para eks TPN/OPM itu tidak dipenuhi bisa menimbulkan dampak social. ‘’Mereka bisa menjadi ancaman, jika tidak segera ditangani dengan baik,’’ singkatnya.

Menurut Redison, langkah-langkah yang sudah dipersiapkan pihaknya dalam menangani Eks TPN/OPM itu, berencana menyiapkan perumahan bagi mereka, serta lahan untuk digarap. ‘’Upaya kami masih sebatas merencanakan, membangun perumahan bagi mereka, seperti yang pernah dilakukan Menko Kesra dijamannya Aburizal, tapi terkendala anggaran yang sangat terbatas,’’imbuhnya.

Untuk melakukan identifikasi terhadap eks TPN/OPM itu, pihaknya juga masih kesulitan karena keterbatasan sarana dan prasarana. ‘’ Mereka memang tersebar di 8 distrik, tapi yang paling banyak di Distrik Batom yang berbatasan langsung dengan PNG, sementara untuk menjangkau kesana hanya bisa menggunakan pesawat, karena belum ada akses jalan,’’terangnya.(jir/don/l03)

Rakyat Papua Tidak Memperjuangkan Pemekaran Wilayah

Jubi — Komentar ketua panitia pemekaran provinsi Papua Tengah, Andreas Agalibek beberapa waktu lalu, yang mengatakan rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan pemekaran provinsi Papua, sehingga pemerintah harus menjawab pengorbanan rakyat dengan memberikan provinsi Papua tengah itu dibantah oleh aktivis dan intelektual muda pengunungan tengah Papua, Dominikus Surabut.

[stickyleft]Akibatnya rakyat Papua Menjadi Korban, NKRI tertipu, atau kena tipu atau memang membiarkan tertipu asal pendudukannya di Tanah Papua paling tidak diperpanjang.
Perilaku tidak jujur kepada diri sendiri merupakan perbuatan manusia sampah, manusia bermental budak, manusia tidak berjatidiri, manusia yang tidak dipakai rakyat Papua, manusia sampah, yang dipungut NKRI dan dipakainya.[/stickyleft]Kepada tabloidjubi.com, melalui pesan singkat (25/08), Dominikus mengatakan pelangaran HAM yang terjadi terhadap orang Papua bukan karena memperjuangkan pemekaran. Dommy mengatakan rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan agenda hak-hak rakyat Papua sebagai manusia. Rakyat Papua menjadi korban karena memperjuangkan kehidupan yang aman dan damai melalui dialog atau refrendum. Dommy meragukan bila pergorbanan itu akibat memperjuangkan pemekaran provinsi.

“Kekerasan akhir-akhir ini justru menolak pemekaran, minta dialog atau referendum. Dua agenda itu yang menjadi perjuangan rakyat Papua. Rakyat Papua tidak pernah memperjaungkan pemekaran. Perjuangan pemekaran itu hanyalah perjuangan kelompok elite politik yang gila dengan kedudukan dan kekayaan pribadi dan kelompoknya. Rakyat Papua tidak berkepentingan sama sekali dengan pemekaran.” tegas Dominikus.

Menurut Domi, pemekaran itu terjadi karena ada persaingan kepentingan antara elite politik tertentu dengan kaum pemodal domestik dan asing. Elite politik yang kalah bersaing lah yang memperjuangkan pemekaran agar bisa menjadi penguasa lagi. Perjuangan elite politik itu tidaklah sendiri. Di belakang pemekaran itu, menurut Dommy ada sejumlah pemodal yang berkepentingan di Papua. Pemodal yang berkepentingan itu mendorong pemekaran agar kemudian bisa masuk mengekplorasi alam Papua.

Aktivis muda yang berasal dari wilayah pengunungan ini menegaskan bahwa pemekaran tidak berasal dari niat murni Jakarta untuk membangun Papua. Pemekaran hanyalah bagian dari usaha menyukseskan kepentingan politik Jakarta di atas tanah Papua.
“Pemekaran tidak ada niat hukum tetapi semata-mata kepentingan politik Jakarta. Pemerintah memperlihatkan kepetingan melalui pemekaran-pemerkaran yang ada bertentangan dengan UU otonomi khusus.” kata Domi.

Domi menjelaskan, UU Otonomi khusus hanya mengamanatkan satu provinsi, kalaupun ada harus melalui persetujuan MRP. Namun semua ini tidak pernah jalan. Pemerintah malah mengandalkan keputusannya daripada amanat UU otonomi khusus. Menurut Dommy, sikap itulah yang menjadi masalah di Papua maupun Papua Barat. Masalah yang ada belum selesai, pemerintah mulai lagi mau mekarkan Papua tengah. Sikap ini yang akan membuat konflik Papua akan berkepanjangan. Lebih baik pemerintah berhenti lalu memikirkan solusi yang baik, ujar Dommy. (J/17)

THURSDAY, 25 AUGUST 2011 20:40 ADMINISTRATOR

OPM Jangan Dilupakan

Thaha: Terkait Pembentukan JDP  untuk Percepat Dialog Jakarta—Papua

Sekretaris Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha AlhamidJAYAPURA—Sekjend Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Alhamid,  menanggapi  positif agenda utama Jaringan Damai Papua (JDP) untuk menyelesaikan masalah Papua melalui Dialog Jakarta—Papua,  maka perlu melibatkan semua tokoh dan pejuang Papua merdeka,  baik yang ada di  Tanah Papua maupun  di luar negeri. “Jangan sampai tak melibatkan  tokoh- tokoh  dan pejuang TPN/OPM  yang kini masih berjuang di hutan- hutan di Tanah Papua dan di luar negeri,” demikian Thaha Alhamid ketika dikonfirmasi di Jayapura, Minggu (27/3) terkait  curahan hati yang disampaikan  Koordinator JDP Pastor Neles Tebay bahwa wakil TPN/OPM belum  dilibatkan di JDP sebagaimana dilansir Bintang Papua pada Sabtu (26/3).  Menurutnya,  belum dilibatkannya wakil TPN/OPM kedalam JDP  merupakan salah satu soal  berat sekaligus tantangan bagi pihak JDP karena wakil TPN/OPM masih terus berjuang di belantara hutan Papua.  Pasalnya,  kepemimpinan TPN/OPM ada juga di luar negeri  tapi ada juga ada yang di hutan. “Ini adalah proses komunikasi. Saya mengerti bahwa itu berat   tapi tak berarti bahwa mereka  tak bakal terwakili di JDP,” katanya sekaligus menambahkan dirinya yakin  JDP sanggup menata  proses proses yang baik menuju pelibatan suara dari TPN/OPM karena di Kongres Rakyat Papua 2001 suara dari TPN/OPM juga bisa tersalurkan.”

Dia mengatakan,  TPN/OPM memiliki kelompok kelompok yang cukup banyak tapi  bukan merupakan suatu alasan suara TPN/OPM tak didengar atau tak tertampung sembari mengingatkan  resolusi PBB juga menjelaskan bahwa ketertinggalan suatu komunitas  yang disebabkan letak geografis maupun sosial  budaya bukan  alasan TPN/OPM  kehilangan hak politik.  “Bahwa  TPN/OPM belum terwakili ya tapi dari proses komunikasi saya percaya terutama tatkala ada even terjadi Papua Internal Dialog TPN/OPM akan terwakili,” ungkapnya.

Dia mengutarakan, semua  pihak mesti memahami bahwa dialog atau perjuangan damai merupakan platform dan kesepakatan rakyat Papua sejak Kongres Rakyat Papua II yang menetapkan  bahwa perjuangan Papua   harus dilakukan secara damai (peacefull) kemudian perjuangan damai itu senantiasa mengedepankan dialog. Pasalnya, pihaknya sadar  bahwa ujung dari perang itu dialog sehingga semua tokoh tokoh pejuang Papua tak semata mata mesti menguras tenaga serta melakukan  tindakan yang keliru.

“Yang kita kedepankan itu bukan perang  tapi dialog atau perjuangan damai,” tuturnya.
Karena itu, tambahnya, pihaknya menyambut positif ada jaringan, ada komunikasi, ada civil society serta ada inisiatif baik dari LIPI, tapi juga dari JDP untuk mengembangkan pendekatan pendekatan dalam perspektif dialog itu. Pasalnya, pihak memahami perjuangan tersebut tak gampang. Pertama, mesti ada semacam konstruksi dialog internal Papua. Artinya, semua orang Papua yang ada di hutan, yang ada di luar negeri serta yang ada dimanapun berhak ikut dilibatkan dan didengar suaranya tentang dialog. Kedua, semua orang Papua yang ada di Tanah Air ini tak perlu dilihat dari  latar belakangnya tapi semua orang Papua harus duduk bersama  dan menyampaikan  pandangannya tentang apa yang ingin  didialogkan. Tapi dialog sebagai sebuah media perjuangan harus diterima. Ketiga, JDP telah melakukan langka komunikatif dengan pelbagai lapisan baik didalan maupun di luar negeri untuk mempersiapkan proses dialog itu sendiri sekaligus melakukan pendekatan bersama pemerintah pusat di Jakarta.

Dia mengatakan, apabila ingin  menuju terjadinya suatu proses dialog maka dibutuhkan penjembatanan penjembatanan hubungan didalam perspektif politik walaupun acapkali menuai pro kontra serta penolakan dari masyarakat, tapi hal ini perlu dibahas, diicarakan serta dikuatkan terus menerus. “Saya yakin JDP bukan perpanjangan tangan dan bukan subordinat dari pemerintah pusat, tapi mereka adalah tokoh tokoh civil sociaty yang mencoba mencari jalan tengah. Dialog diseluruh muka  bumi ini menjadi sesuatu yang hendaknya dihargai semua pihak,” imbuhnya.  (mdc/don)

Minggu, 27 Maret 2011 16:42

, ,

Klaim TPN/OPM ‘yang Sah’, Gelar Jumpa Pers

Kamis, 08 Juli 2010 06:5, BintangPapua.com

Jayapura- Menyandang status OPM bukan lagi status yang menakutkan bagi seseorang. Belakangan ini justru sejumlah kelompok mulai bermunculan  mengklaim diri sebagai TPN/OPM yang sah.  Ironisnya lagi,  yang mengaku TPN/OPM tidak hanya berada di hutan-hutan belantara, namun  juga sudah ada di kota.

Ya, perjuangan sparatisme yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri TPN/OPM, kini berada di Kota. Hal itu diungkapkan Aleks Mebri yang mengaku sebagai Panglima Tertinggi TPN/OPM dalam kesempatan jumpan pers di Prima Garden, Rabu kemarin. “Sekarang ini TPN/OPM ada di Kota, kalau di hutan itu pengacau,” ungkapnya.

Dikatkan bahwa perjuangannya di kota atas kemerdekaan Papua tidak akan menjadikan negara dengan sistem parlemen, melainkan menggunakan sistem kerajaan yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.

“Perdana mentrinya adalah Mama Persila Yakadewa yang baru kembali dari Roma dan wakilnya Luther Wrait,”  ungkapnya kepada wartawan.

Sedangkan Aleks Mebri sendiri ada panglima tertinggi. “Saya panglima tertingginya, dia (Jefri Warisu) ketua. Nantinya ada 36 Mentri dan 10 gubernur. Susunan kabinet ini sudah sampai ke PBB,” ungkapnya lagi.

Berbagai persiapan seperti mata uangnya dan lain-lainnyapun sudah ditetapkan. “Mata ungnya kita tetapkan Kisang, Bahasa Nasional Hai Tanahku Papua, Hari Nasional 1 Juli, Bendera Sang Pari,” lanjutnya.

Disinggung tentang kabinet yang dibentuk oleh kelompok TPN/OPM yang menunjuk Anton Tabuni sebagai presidennya, Alex Mebri menyatakan bahwa kabinet tersebut tidak berlaku. “Yang berlaku punya kami yang sudah sampai ke PBB,” ungkapnya. (cr-10)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny