JAYAPURA—Kejaksaan Negeri (Kejari) Jayapura minta penyidik Polres Jayapura menambahkan pasal makar dalam kasus pembunuhan yang menewaskan 4 orang di Nafri oleh tersangka Dany Kogoya Cs.
Pasalnya, kegiatan Dany Kogoya Cs kala itu tak hanya aksi pembunuhan berencana, tapi juga mengibarkan bendera Bintang Kejora simbol perjuangan separatis Papua merdeka, sehingga perlu disisipkan pasal makar.
Demikian disampaikan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jayapura John W Rayar, SH Selasa (13/11). Dikatakan, pihaknya baru menerima berkas perkara Dany Kogoya Cs dari penyidik Polres Jayapura Kota.
Setelah sebelumnya mempelajari berkas ini, kemudian mengembalikan ke penyidik , karena ada kekurangan. Dan oleh penyidik berkas perkara yang bersangkutan sudah dipenuhi sekaligus dikembalikan ke Kejaksaan Negeri Jayapura pada Senin (12/11). Dia mengutarakan, pihaknya akan mempelajari lagi berkas perkara Dany Kogoya Cs sudah dipenuhi sesuai petunjuk dari Kejaksaan Negeri. “Kalau sudah dipenuhi akan di-P21-kan untuk selanjutnya tersangka dan barang buktinya diserahkan ke Jaksa,” tandasnya.
Terpisah, Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK membenarkan adanya petunjuk dari Kejaksaan Negeri Jayapura untuk ditambahkan pasal makar pada kasus Dany Kogoya Cs.
Menurutnya, dugan makar juga didukung dengan alat bukti yang disita pihak kepolisian.
“Ada barang bukti juga yang mengarah ke makar. Dan itu bisa menguatkan petunjuk Kejaksaan,”
JAYAPURA—Proses hukum pentolan OPM, Dany Kogoya (DK), salah-seorang tersangka kasus Nafri II awal Agustus lalu yang menewaskan 4 warga, hampir rampung. Hanya saja BAP DK masih akan dikonfrontir dengan keterangan pelaku lainnya.
Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare, SIK ketika dikonfirmasi Bintang Papua, Jumat (28/9) mengatakan, penyidik masih mempelajari keterangan-keterangan dari masing-masing tersangka atau saksi, supaya kasus yang menjadi perhatian khalayak ini benar-benar sesuai kenyataan.
“Supaya nyambung karena tak mungkin kita hanya ambil keterangan terus kita pemberkasan sudah selesai kita akan cek kembali atau pelajari kembali keterangan-keterangan dari masing-masing tersangka,” tukasnya.
Kata Kapolres, bila BAP Dany Kogoya sudah dicek dan dipelajari, pihaknya segera melimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jayapura untuk diproses lebih lanjut.
Ditanya proses hukum terhadap dua pengikut Dany Kogoya yang ditangkap di Sky Land, Tanjakan Perumahan Pemda Kota Jayapura sesaat pasca penangkapan Dany Kogoya, Minggu (2/9) silam masing-masing PJ dan SK, sambung Kapolres, keduanya tak terlibat kasus Nafri II. Tapi yang satu telah dilepas karena mengalami gangguan jiwa. Sedangkan satunya lagi masih ditahan sekaligus dikenakan UU Darurat terbukti membawa sajam saat itu. Ditanya apakah ada kendala ketika pemeriksaan Dany Kogoya, ujarnya, selama pemeriksaan Dany Kogoya bersikap koorperatif.
Sebagaimana diwartakan, tersangka Dany Kogoya diduga terlibat kasus penembakan dan kekeraan di Nafri II pada Senin (1/8) sekitar pukul 03.00 WIT yang menyebabkan 4 orang tewas masing-masing Pratu Dominikus Don Keraf (25) anggota Yonif 756/WMSm Wisman (38) sopir, Titin (32) IRT dan Sardi (30) sopir serta 9 orang cedera. (mdc/don/l03)
JAYAPURA – Mantan Ketua I KNPB, Buchtar Tabuni akhirnya divonis 8 bulan penjara, atau lebih ringan 4 bulan dari tuntutan jaksa sebelumnya, yakni 1 tahun penjara.
Vonis 8 bulan penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Jayapura ini, mendapat penilaian miring dari Penasehat Hukum terdakwa, Gustaf Kawer,SH,MH. Gustaf menilai putusan ini tidak independen, yakni sangat dipengaruhi kekuasaan. “Sistem hukum kita, mulai dari Kepolisian, Jaksa Dan Hakim, banyak dipengaruhi kekuasaan,” ungkapnya saat ditemui Wartawan usai sidang yang mengagendakan vonis tehadap Buchtar Tabuni di Pengadilan Negeri Klas 1A Jayapura, Selasa (25/9).
Kekuasaan tersebut, menurutnya bisa dari aparat (TNI dan Polri) maupun pemerintah. “Sehingg hakim menjatuhkan vonis terkesan ragu-ragu,” jelasnya.
Disebut ragu-ragu tersebut, karena berdasarkan fakta persidangan, antara saksi satu dengan saksi lainnya memberi keterangan yang tidak bersesuaian.
Selain itu, juga unsur dalam dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan perbuatan kliennya yang dinyatakan dilakukan bersama-sama juga tidak terbukti, karena yang diproses dalam aksi kerusuhan tersebut melibatkan banyak narapidana.
“Sesuai KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana), apabila satu unsur saja tidak terpenuhi, maka seluruh dakwaan dari jaksa dapat dinyatakan gugur,” jelasnya.
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim yang dipimpin Haris Munadar,SH menyatakan, bahwa terdakwa terbukti bersalah telah memprovokasi dan melakukan pengrusakan terhadap suatu barang. Yakni fasilitas Lapas Abepura.
Sehingga terdakwa Buchtar Tabuni dipidana selama 8 bulan dikurangi selama terdakwa menjalani penahahan.
Atas vonis tersebut, baik terdakwa dan Penasehat Hukumnya juga Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir dan diberi kesempatan selama 7 hari.
Sebagaimana diketahui Ketua I KNPB Buctar Tabuni yang sebelumnya dituntut 1 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum, diputus 8 Bulan Penjara oleh Tim Hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang di Ketuai Haris Munandar, dalam sidang putusan yang berlangsung, Selasa( 25/9) di Pengadilan Negeri Jayapura. Hakim Haris Munandar menyatakan Buctar terbukti bersalah melakukan pengeroyokan di lapas, sesuai keterangan dua saksi yang dihadirkan Jaksa. Buctar yang hadir dalam sidang putusan ini didampingi para simpatisannya.
Setelah pembacakan hasil putusannya, Ketua Tim Hakim Haris Munandar memberikan kesempatan waktu 7 hari kepada Buctar dan Kuasa Hukumnya untuk melakukan banding. Gustaf mengatakan, dengan kesempatan 7 hari banding yang diberikan Hakim, akan dipikirkan sebagaimana ada pertimbangan lain untuk ajukan banding hingga kasasi untuk membantu terdakwa.
Kapolresta Sidang Putusan Aman
Sebanyak 230 Personil Aparat Keamanan dari Polresta Jayapura dan Polsek Abepura dan satu peleton Brimob dikerahkan dalam persidangan Pengamanan Sidang Putusan Buctar Tabuni di Pengadilan Negeri Jayapura, Selasa( 25/9).
Kapolresta Jayapura Kota AKP Alfred Papare mengatakan, sidang pengamanan yang dilakukan dalam persidangan Buctar agak berbeda dari sidang sidang sebelumnya, karena sidang kali ini merupakan sidang putusan, maka aparat yang dikerahkan hingga 230 hal ini berdasarkan analisa serta pertimbangan dan evaluasi oleh karenannya dalam sidang putusan terakhir dalam hal Keamanan lebih ditingkatkan. Demikian Kapolresta kepada Wartawan di Pengadilan Negeri Jayapura.
Kapolresta mengatakan, selain mengamankan persidangan secara umum, tugas pengamanan persidangan secara umum, pengamanan juga dilakukan dan diberikan kepada semua perangkat perangkat persidangan supaya perangkat persidangan ini dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Dia mengatakan berterimakasih kepada pengunjung masuk menyaksikan sidang artinya ada peningkatan dalam arti sidang sebelumnya masih ditemui alat alat tajam, namun setelah ada pengamanan alat alat tajam seperti senpi tak ditemukan lagi termasuk dalam sidang putusan terakhir ini.( aj/Ven/don/l03)
Penasehat Hukum terdakwa, Gustaf Kawer,SH,MH. Gustaf saat diwawancarai wartawan usai sidang putusan Buchtar Tabuni
JAYAPURA-Setelah sempat ditunda selama kurang lebih dua minggu, sidang kasus pengrusakan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura dengan terdakwa Buchtar Tabuni, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Rabu (5/9).
Persidangan yang masih mengagendakan pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Juwaini yang merupakan kepala keamanan di Lapas Abepura. Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang diketuia Haris Munandar, SH., dengan hakim anggota Syors Mambrasar, SH., MH dan Marco Erari, SH., saksi mengaku saat itu melihat Buchtra Tabuni brada dalam rombongan narapidana yang melakukan pengrusakan,
Meskipun demikian, saksi mengaku tidak melihat Buchtar Tabuni melakukan pelemparan. Sebab saat itu Buchtra Tabuni hanya menghadap Kalapas yang saat itu dijabat oleh Liberty Sitinjak.
Sementara itu, Buchtar Tabuni saat dimintai keterangannya mengatakan, dirinya menemui Kalapas untuk memberitahukan bahwa warga Lapas akan melakukan pengrusakan terkait penembakan terhadap narapidana yang berusaha kabur. Saat itu, Buchtar Tabuni mengatakan kepada Kalapas bahwa dirinya tidak bertanggungjawab atas keadaan yang terjadi.
Sidang lanjutan kasus pengrusakan Lapas Abepura kemarin secara umum berjalan tertib dan aman dibawah penjagaan aparat Polres Jayapura Kota. Meskipun sempat terjadi keributan kecil saat seorang pengunjung sidang mengambil foto aparat Kepolisian yang sedang menjalankan tugas, namun hal itu tidak menganggu jalannya persidangan.
Sementara itu, trkait dengan pelaksanaan sidang kasus pengrusakan Lapas Abepura ini, Kalapas Abepura, Nuridin, Bc, IP., SH., MH., menyoroti keterlambatan pihak Kejaksaan dalam menghadiri persidangan. Nuridin berharap apabila pihak Kejaksaan atau unsur lain yang terlibat dalam persidangan hendaknya segera mengkonfirmasi apabila mengalami kendala atau halangan untuk menghadiri sidang sesuai jadwal yang ditetapkan.
“Kami berharap agar keterlmabatan seperti ini tidak terulang lagi dan kami meminta pihak yang terkait dalam proses persidangan ini agar selalu mengutamakan waktu dalam menjalankan tugas,” pintanya.
Kalapas mengatakan, keterlambatan pelaksanaan sidang tersebut tentunya sangat merugikan pihak-pihak yang dipanggil sebagai saksi dalam persidangan tersbeut. Sebab saksi yang merupakan petugas Lapas Abepura yang dihadarikan dalam persidangan, terpaksa meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya hanya untuk menunggu pelaksanaan persidangan yang mengalami keterlambatan.
Terkait keterlambatan tersebut, Jaksa Penuntut Umum, Achmad Kobarubun, SH., menjelaskan bahwa keterlambatannya mengikuti persidangan bukan disengaja. Sebab pada waktu yang bersamaan, pihaknya juga mengikuti pelantikan dan rapat koordinasi di lingkungan Kejati Papua. Untuk itu, pihaknya meminta maaf atas keterlambatan yang terjadi dalam persidangan kemarin dan berharap adanya pengertian dari pihak-pihak terkait. (jo/nat)
JAYAPURA—Tiga tersangka kasus pembunuhan sopir truk Otoris Palondan dan pembakaran truk pengangkut Pasir di tanjakan Buper Waena, masing masing NW, TW dan YW, dijerat pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Hal ini diketahui pasca pemeriksan terhadap 3 tersangka.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Johannes Nugroho Wicaksono ketika dikonfirmasi melalui Kapolres Jayapura Kota AKBP Alfred Papare SIK di ruang kerjanya, Senin (3/9) mengatakan, penetapan status 3 pelaku tersebut sebagai tersangka sesuai hasil pemeriksaan dan pengakuan para pelaku. “Kami masih memintai keterangan lebih lanjut dari ke-3 tersangka guna mengungkap pelaku utama, termasuk 7 pelaku lainnya yang masih buron,” tukas dia. Sebagaimana diwartakan sebelumnya, sesuai pengakuan ke-3 tersangka, mereka mengakui terpaksa turut menganiaya korban lantaran kesal terhadap korban yang telah menggilas Yeni Wonda (14), seorang anak Ketua RT setempat hingga tewas, tapi mereka tak mengakui sebagai pemilik parang yang digunakan untuk menghabisi nyawa sopir truk tersebut. (mdc/don/l03)
Iwan: Tuntutan itu Gila dan Ngawur, Kamis, 22 Juli 2010 07:20, BintangPapua.com
Jayapura—Masih ingat dengan aksi pengibaran bendera Bintang Kejora di halaman kantor MRP Semuel Yaru da Luther wrait saat mendengar tuntutan beberapa waktu lalu? Ternyata kasus yang melibatkan dua terdakwa, Semuel Yaru alias Sem Yaru dan Luther Wrait, sudah memasuki tahap penuntutan jaksa.
Kedua terdawak yang didakwa pasal makar, Rabu (21/7) kemarin oleh JPU RH. Panjaitan,SH yang surat dakwaannya dibacakan Hadjat,SH Â dituntut dengan ancaman berbeda.
Untuk Sem Yaru dituntut 3 tahun penjara, sementara Luther Wrait 1 tahun 6 bulan. Hal yang memberatkan Sem Yaru adalah terdakwa sudah pernah dihukum.
Menanggapi tuntutan tersebut, Penasehat Hukum terdakwa Iwan Niode,SH mengatakan, tuntutan tersebut tidak masuk akal. ‘’Tuntutan itu gila dan ngawur,’’ ungkapnya kepada Bintang Papua saat ditemu di PN Jayapura usia sidang.
Menurutnya, tuntutan makar tersebut tidak masuk akal, karena substansi apa yang dilakukan oleh terdakwa menurut Iwan Niode adalah bukan untuk memisahkan diri dari NKRI. ‘’Seperti yang sudah-sudah dalam setiap unjuk rasa, orang berorasi, pengibaran bendera dan lain-lain itu adalah pernak-pernik yang umum dipakai dalam sebuah unjuk rasa,’’ jelasnya.
Dikatakan, inti dari unjuk rasa yang dilakukan terdakwa menurutnya adalah ingin menyuarakan kegagalan Otsus yang tidak dirasakan masyarakat. ‘’Jadi dalam hal ini saya sangat berharap majelis untuk jeli melihat hal itu. main set (cara berpikir) kita tentang itu harus dirubah,’’ lanjutnya.
Sementara itu, JPU dalam dakwaannya mengatakan, Semuel Yaru dan Luther Wrait didakwa pasal kesatu primair pasal 106 KUHP jo. Pasal 56 ke-1 KUHP subsidair pasal 110 ayat 2 ke-1 KUHP atau kedua pasal 160 KUHP jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.
Dari fakta-fakta persidangan, menurut JPU terungkap bahwa pada Senin 16 Nopember 2009 sekitar pukul 10.00 WIT Semuel Yaru, Luther Wrait dan Alex Mebri serta diikuti sekitar 50 orang simpatisan melakukan unjuk rasa di halaman kantor MRP dengan membawa Pamphlet/spanduk dan bendera Bintang kejora.
Dalam unjuk rasa tersebut, Semuel Yaru mengibarkan bendera Bintang Kejora dengan cara memegang batang kayu pohon pinang dan pada ujung batang kayu tersebut diikat bendera Bintang Kejora.
Saat mengibarkan bendera tersebut, Sem Yaru dengan suara keras menyampaikan tentang kegagalan Otsus yang tidak dirasakan  masyarakat Papua dan jika Otsus gagal lebih baik merdeka.
Orasi tersebut kemudian disambut para simpatisan dengan yel-yel merdeka-merdeka. Unjuk rasa dengan orasi dan pengibaran bendera tersebut adalah dengan tujuan untuk memisahkan wilayah Provinsi Papua dari NKRI menjadi Negara West Papua.
Berdasarkan uraian tersebut JPU berpendapat bahwa unsur dari pasal yang didakwakan pada dakwaan primair yakni pasal 106 KUHP jo pasal 56 ke-1 KUHP terpenuhi sehingga pasal pada dakwaan subsidair maupun pasal alternatif tidak perlu dibuktikan. Dan selama dalam proses persidangan tidak ditemui satupun yang menjadi alasan pemaaf dan pembenar dari diri terdakwa.
Sehingga JPU menuntut kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara 3 tahun untuk Semuel Yaru dan 1 tahun 6 bulan untuk Luther Wrait dengan dipoting masa penahanan sementara. (cr-10)
JAYAPURA-Sidang kasus makar yaitu pengibaran Bintang Kejora di halaman kantor MRP Kotaraja, dengan terdakwa Semuel Yaru dan Luther Wrait, Rabu (12/5) kemarin kembali dilanjutkan dengan menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah dua orang security Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) dan satu orang anggota polisi. Para saksi tersebut berada di TKP (halaman kantor MRP) saat Sem Yaru CS mengibarkan Bintang Kejora.
Namun karena pertimbangan waktu dan masih banyaknya agenda sidang, sehingga saksi yang diperiksa hanya du orang security Kantor MRP masing-masing Daniel O Wanggai dan Frengki. Kedua saksi di depan majelis hakim mengakui saat kedua terdakwa datang dengan massa pada 16 November 2009 sekitar pukul 10.00 WIT sedang melaksanakan tugas pengamanan kantor MRP.
Salah satu saksi bernama Daniel O Wanggai yang ditemui sebelum sidang menceritakan bahwa saat datang terdakwa Sem Yaru tidak langsung dengan massa dan juga tidak langsung mengibarkan bendera Bintang Kejora. “Saat datang hanya sempat mengungkapkan kata-kata merdeka beberapa kali kemudian pergi. Tidak lama kemudian datang lagi dengan massa dan di tengah halaman Kantor MRP Sem Yaru mengeluarkan bendera yang disimpan di kantongnya kemudian diikatkan pada batang pohon pinang,“ cerintanya.
Dikatakan, saat demo tersebut, tidak ada anggota MRP yang menemui ataupun menerima aspirasinya. “Waktu itu yang menemui para pengunjung hanya Ibu Angganita Waly. Bukan anggota MRP,“ ungkapnya.
Dalam sidang yang dipimpin Majelis Hakim Puji Wijayanto,SH tampak kedua terdakwa didampingi oleh tim kuasa hukum sebanyak delapan orang dari LHB Papua dan sejumlah advokad dari lembaga advokatd lainnya. Sidang pemeriksaan saksi yang berlangsung sekitar dua jam tersebut ditunda hari Kamis (20/5) masih dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sekedar diketahui, Semuel Yaru (52) dan Luther Wrait (52) bersama satu orang yang masih DPO bernama Alex Mebri adalah secara bersama-sama merencanakan aksi unjuk rasa dan dalam pelaksanaannya, Semuel Yaru adalah penanggungjawab demo sekaligus sebagai juru bicara, Luther Wrait sebagai pengkoordinir dan pengumpul massa dan Alex Mebri bertugas menyiapkan pamflet dan bendera Bintang Kejora.
Dalam aksi demo tersebut, Sem Yaru dengan membawa bendera Bintang Kejora yang diikat pada batang phon pinang sepanjang 2,5 meter. Dalam orasinya Sem Yaru mengatakan bahwa Otsus gagal dan hanya dirasakan segelintir orang saja.
Selain itu juga dikatakan bahwa Otsus yang merupakan hasil perjuangan rakyat Papua, sehingga hasilnya harus untuk rakyat Papua dan apabila Otsus gagal maka lebih baik kita merdeka. Orasi tersebut kemudian disambut oleh sekitar 50 orang yang ikut aksi demo dengan teriakan merdeka berulang-ulang.
Atas perbuatannya Sem Yaru dan Luther Wrait oleh JPU A Harry,SH mendakwanya dengan pasal makar, yakni untuk Sem Yaru Pasal 106 KUHP subsidair pasal 110 ayat (1) ke-2 dan pasal 160 KUHP tentang. Sedangkan untuk Luther Wrait karena perannya hanya membantu sehingga ditambah dengan pasal 56 KUHP.(cr-10)