PNWP, NRFPB dan WPNCL Resmi Sosialisasikan Hasil ULMWP

Para Pimpinan PNWP, WPNCL dan NRFPB
Para Pimpinan PNWP, WPNCL dan NRFPB melakukan sosialisasi terbuka hasil ULMWP di Asrama Rusunawa, Waena, 3/2/2015 – Jubi/Arnold Belau

Jayapura, Jubi – Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dan West Papua Nasional Coalition for Liberation (WPNCL) secara resmi mulai melakukan sosialisasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang dilahirkan di Saralana, Vanuatu awal Desember 2014 lalu kepada seluruh rakyat Papua Barat.

Jonah Wenda dari WPNCL mengatakan, lahirnya ULMWP adalah satu langkah maju dalam sejarah perjuangan bangsa Papua. ULMWP lahir karena permintaan negara-negara anggota MSG untuk melakukan penyatuan dalam negeri diantara orang Papua agar bersatu dan satu suara.

“Maka untuk menindak lanjutinya pada Desember 2014 lalu semua faksi-faksi perjuangan bersatu. Dan pada tanggal 5 Februari 2015, secara resmi ULMWP telah mendaftarkan proposal ke sekretariat MSG di Vanuatu. Maka yang kita lakukan hari ini adalah untuk menyatukan seluruh orang Papua Barat dan ini adalah sosialisasi pertama dan resmi,”

jelas Jonah, (2/3/2015) di Asrama Rusunawa, Waena, Jayapura..

Selain itu, Viktor Yeimo, ketua umum KNPB mengatakan, agenda persatuan perjuangan bangsa Papua adalah agenda yang urgen dan agenda yang paling mendesak di dalam perjuangan orang Papua. Oleh karena itu, kita harus bersatu.

“Kunci orang Papua untuk merdeka adalah persatuan. Persatuan di dalam negeri adalah satu yang diinginkan dan dirindukan oleh masyarakat internasional. Juga persatuan antar pemimpin faksi-faksi perjuangan adalah satu kerinduan orang Papua. Dan para pemimpin bangsa Papua Barat sudah buktikan dan kini sudah bersatu,”

ungkap Yeimo.

Dikatakan oleh Yeimo, untuk menjawab kerinduan orang Papua dan masyarakat internsional untuk bersatu sudah diwujudkan. Dan hari ini rakyat papua sudah bersatu dan ada dibawah payung ULMWP.

Lanjut Yeimo, hari ini secara terbuka, PNWP, WPNCL dan NRFPB membuka sosialisasi. ULMWP bukan saja orang di luar negeri tetapi ULMWP didukung oleh tiga organisasi besar dan seluruh lapisan rakyat Papua Barat oleh karena itu sosialisasi akan mulai dilakukan sejak hari ini ke seluruh wilayah Papua Barat.

“Kenalkan ULMWP sebagai payung organisasi bersama yang sedang berjuang untuk mendorong perjuangan ditingkat internasional. Oleh karena itu kami harapkan doa dan dukungan dari seluruh pihak untuk masuk sebagai anggota MSG,”

harap Yeimo.

Selain itu, Willem Rumasep dari NFRPB mengatakan, hari ini dideklarasikan kepada rakyat Papua Barat tentang hasil kesepakatan yang dilakukan di Vanuatu pada bulan November lalu.

“Nantinya, tiga organisasi besar ini akan melakukan sosialisasi di seluruh tanah Papua Barat dengan gaya dan caranya masing-masing. Untuk memberitahukan kepada rakyat Papua Barat bahwa saat ini orang Papua harus bersatu dalam ULMWP,”

katanya.

Wakil ketua PNWO, Ronsumbre mengatakan, apa yang akan diwujudkan oleh tiga komponen perjuangan untuk mewujudkan persatuan diantara seluruh orang Papua Barat adalah akan bukti keinginan hati nurani rakyat Papua Barat.

“Hati nurani rakyat Papua Barat yang akan membuktikan persatuan itu. Jadi kalau informasi yang kami sampaikan bahwa masyarakat internasional menghendaki bersatu. Dan rakyat Papua menyatakan hari ini kami bersatu dan keinginan kami adalah satu, yaitu merdeka sebagai bangsa. Itu adalah kongkrit dari persatuan orang Papua hari ini,”

ujarnya.

Untuk diketahui, PNWP, WPNCL dan NRFPB telah bersatu di Saralana, Vanuatu dan melahirkan ULMWP. Setelah bersatu, mereka telah menyatakan untuk mengajukan kembali aplikasi ke MSG melalui ULMWP. (Arnold Belau)

West Papua’s Saralana Declaration most vital unity development for 52 years

A unified movement represents a new hope for West Papuans to continue building momentum for their self-determination struggle in spite of allegations of a new atrocity in Paniai by Indonesian security forces this week, writes Ben Bohane from Port Vila.

IN A gathering of West Papuan leaders in Vanuatu earlier this month, different factions of the independence movement united to form a new body called the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

In kastom ceremonies that included pig-killing and gifts of calico, kava and woven mats, West Papuan leaders embraced each other in reconciliation and unity while the Prime Minister of Vanuatu, church groups and chiefs looked on. The unification meeting was facilitated by the Pacific Council of Churches.

The new organisation unites the three main organisations and several smaller ones who have long struggled for independence. By coming together to present a united front, they hope to re-submit a fresh application for membership of the Melanesian Spearhead Group (MSG) as well as countering Indonesian claims that the West Papuan groups are divided.

The divisions have tended to be more about personalities than any real policy differences since all the groups have been pushing for the same thing: independence from Indonesia. But the apparent differences had sown some confusion and gave cover to Fiji and others in the region to say the movement was not united and therefore undeserving of a seat at the MSG so far.

This narrative has been challenged by other leaders in the region, such as the Vanuatu Prime Minister Joe Natuman, who said that the very fact the West Papuans are a Melanesian people gives them the automatic right to be represented by the MSG.

Following the unification gathering, newly elected spokesperson for the ULMWP Benny Wenda said: “We West Papuans are united in one group and one struggle now.” Wenda claimed this was the most important gathering of West Papuan leaders since the struggle began 52 years ago.

 

Key groups united

The key groups to have united include the Federal Republic of West Papua (NRFPB); National Coalition for Liberation (WPNCL) and National Parliament of West Papua (NPWP), which incorporates the KPNB (National Committee for West Papua). An external secretariat consisting of five elected members from the various groups will now co-ordinate the ULMWP. Octovianus Mote, a former journalist who has been based in the US for many years, has been elected general secretary of the ULMWP.

Benny Wenda is the spokesperson and the other three elected members are Rex Rumakiek, Leone Tangahma and Jacob Rumbiak.

“The ULMWP is now the only recognised co-ordinating body to lead the campaign for MSG membership and continue the campaign for independence from Indonesia.”

General secretary Mote said at the close of the unification meeting: “I am honoured to be elected and very happy we are now all united. The ULMWP is now the only recognised co-ordinating body to lead the campaign for MSG membership and continue the campaign for independence from Indonesia.”

In a speech outside the Chief’s Nakamal (the hut which serves as a focal point for all the chiefs of Vanuatu), Mote spoke of the urgency of their situation. He quoted economist Dr Jim Elmslie, whose demographic projections suggest that Papuans will comprise only 29 percent of the population by 2020, highlighting the massive transmigration program that continue to bring settlers in from around Indonesia. Indigenous Papuans are already a minority in their own land – and Mote warned that once West Papua is fully “Asianised” then Papua New Guinea would be next.

Papua New Guinea is already under sustained pressure from Indonesia, witnessed by the last minute blocking of a charter flight organised for 70 delegates, many of whom had travelled for weeks through the jungle of West Papua to reach PNG, from leaving Jackson’s International Airport in Port Moresby. Peter O’Neill’s PNG government had originally organised and paid for the charter to get delegates to the Vanuatu meeting but appears to have succumbed to Indonesian anger. In the end five of the 70 delegates marooned in Port Moresby found commercial flights and got to Port Vila in time for the final day’s signing ceremony, which became known as the Saralana Declaration.

While Indonesia dangles the carrot of “assistance” and supporting Fiji and PNG’s bid for ASEAN membership, other Melanesian nations  are not so easily bought. No-one could accuse Vanuatu or its successive Prime Ministers of bowing to Indonesian pressure – the issue has bipartisan support there and has become a domestic political issue. Vanuatu’s current Prime Minister Joe Natuman gave full state support for the West Papuan gathering saying he didn’t care if Indonesia cut diplomatic relations with Vanuatu.

Traditional celebration
On December 1, the day West Papuans traditionally celebrate their independence day, Vanuatu’s leaders joined a large rally of supporters who marched through the capital Port Vila, led by the VMF (Vanuatu Mobile Force) marching band in uniform. Prime Minister Natuman was present at a flag raising ceremony which hoisted both the Vanuatu flag and West Papuan Morning Star independence flag. Indonesia promptly sent a “warning” to Vanuatu with unspecified threats.

West Papuan delegates were moved by Vanuatu’s support and spoke emotionally about ongoing atrocities and repression in their homeland. Even as they united, reports of more killings surfaced this week.

General Secretary Mote told me the next step is for the new movement to re-submit their MSG application for membership between February and March next year, with MSG leaders expected to make a decision when they meet in the Solomon Islands in June 2015.

No doubt some internal tensions will remain, given the tribal diversity of West Papua and its traditionally de-centralised leadership, but the newly unified movement under the ULMWP represents the best chance yet for the Papuans to continue building momentum for their struggle.

Ben Bohane is communications director of the Vanuatu-based Pacific Institute of Public Policy and writes for PiPP’s Pacific Politics blog.

Source: https://thedailyblog.co.nz/

West Papuans Unite Under New Umbrella Group

The SIgning of Statements forming ULMWP
The SIgning of Statements forming ULMWP

Vanuatu Daily Post – By Godwin Ligo Dec 10, 2014 0

The historic gathering of West Papuan leaders in Vanuatu from different factions in the independence movement have united,Saturday and formed a new body called the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

This new organisation unites the three main organisations who have long struggled for independence in their own way.Coming together to present a united front will allow them to re-submit a fresh application for membership of the Melanesian Spearhead Group (MSG) as well as countering Indonesian claims that the West Papuan groups are divided.

“The negotiations and kastom ceremonies attended by leaders of all the major groups and observed by the chiefs, churches and the government of Vanuatu demonstrates that West Papuans are united in one group and one struggle,”the West Papuan Leaders said at the conclusion of their deliberations at the Chiefs nakamal in Port Vila on Saturday afternoon.

The key groups who have united include the:Federal Republic of West Papua (NRFPB), National Coalition for Liberation (WPNCL) and the National Parliament of West Papua (NPWP). An external secretariat consisting of five elected members from the various groups will now co-ordinate the ULMWP activities. Octovianus Mote has been elected as General Secretary of the ULMWP while Benny Wenda is the spokesperson and the other three elected members are Rex Rumakiek, Leone Tangahma and Jacob Rumbiak.

General Secretary Mote said at the close of the unification meeting, “I am honoured to be elected and very happy we are now all united.

The ULMWP is now the only recognized coordinating body to lead the campaign for MSG membership and continue the campaign for independence from Indonesia”.

The ULMWP wishes to express its profound gratitude to the government of Vanuatu, the Malvatumaurii Council of Chiefs, the Vanuatu Christian Council of Churches and the Pacific Council of Churches who have facilitated the week long meeting of delegates, who came from West Papua and around the world to unite after 52 years of struggle,a press statement issued at the conclusion of the Meeting stated.

The signing of the Chiefs Nakamal Declaration for West Papua Unity,last Saturday afternoon was witnessed by Prime Minister Joe Natuman, Deputy Prime Minister and Minister of Trade Ham Lini, Minister for Lands Ralph Regenvanu,Port Vila MP Edward Natapei,Malvatumauri President Chief Senio Mao Tirsupegovernment officials, church leaders,Chiefs and other community leaders,the members of the delegations of the three West Papuan Group and general members of the public.

The Declaration that was signed by leaders of the three West Papuan Group read:

“We the undersigned; the Federal Republic for West Papua (NRFPB), West Papua National Coalition of Liberation(WPNCL),West Papua National Parliament(WPNP/NewGuinea Raad),have conducted the Summit on West Papua,we do declare that today the 6th December 2014 at the Chiefs Nakamal,at Saralanga,Port Vila,Vanuatu,that the undersigned groups have united and established the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP),a body representing all resistance organizations both inside and outside West Papua.

“We declare and claim that all West Papuans,both inside and outside West Papua,are united under this new body and will continue our struggle for Independence.

“This meeting has been conducted pursuant to the decision made by the Melanesian Spearhead Group (MSG) in Port Moresby,Papua New Guinea in June 2014,that West Papuan Independence organizations must first unite before an application for membership can be re-submitted to the Melanesian Spearhead Group(MSG). We are now united and will re-submit an application under this new body, the ULMWP.

“We are determined that the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) becomes the Coordinating Body to support all international efforts to regain our sovereignty. In order to support this,we have formed a secretariat of five people;Benny Wenda,Jacob Rumbiak,Leone Tanggahma,Octovianus Mote and Rex Rumakiek,and representing the three largest resistance organizations and also all non-affiliated resistance organizations that support our struggle. We will maintain our existing organizations but commit to be united by the coordinating efforts of the United Liberation Movement for West Papua.

“This important and historic declaration has been made possible through the faithful efforts of the Vanuatu Government,Malvatumauri National Council of Chiefs,the Vanuatu Christian Council (VCC),the Pacific Conference of Churches (PCC) and the commitment of the liberation organizations.”

After the signing ceremony,the President of the Malvatumauri National Council of Chiefs and members of the Port Vila Council of Chiefs facilitated a reunification custom ceremony, for the three West Papuan Groups after many years of operating separately.

West Papua Reunification Committee chairman Pastor Allen Nafuki said, “The organizing committeeis very pleased with the outcome of the Meeting which achieved its objectives very successfully through deliberations and good understanding of all the three West Papuan Groups as well as the Malvatumauri National Council of Chiefs,the Port Vila Council of Chiefs, the Pacific Conference of Churches (PCC), the Vanuatu Christian Council (VCC), with the full support of the Vanuatu Government lead by the Prime minister Natuman, the Deputy PM,ministers present on Saturday and the people of Vanuatu.

“This could not have been achieved with the understanding of everyone involved,especially the three Groups of West Papua with their leaders and members of their delegations, the Vanuatu Government, the Malvatumauri, VCC and the PCC and many others support. The meeting has achieved its objectives for which we are all proud of and are thankful to God for His guidance.”

The signing was signed by three leaders representing the three West Papua Groups and witnessed by the President of the Malvatumauri chiefTirsupe,Pastor Kalsakau Urtalo on behalf of the VCC,Mr. Murray Isimeli, of the PCC and Vanuatu’s and former Vanuatu prime minister Barak Sope.

Details of the reconciliation ceremony along with various important speeches from different parties involved will be carried by the Daily Post in forthcoming issues.

Seruan PNWP Atas Dukungan Internasional

Dukungan Internasional bagi Perjuangan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua semakin meningkat. Ini bukti bahwa international semakin hari semakin sadar atas persoalan West Papua, dimana hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua belum dilaksanakan secara adil dan demokratis berdasarkan prinsip-prinsip hukum international, standar-standar hak asasi manusia dan Piagam PBB. Tentu saja kemajuan politik perjuangan West Papua ini tidak terlepas dari pengorbanan dan jeripaya yang dilakukan masyarakat West Papua.

Kemajuan politik perjuangan West Papua ini juga menunjukan pengelolaan manajemen perjuangan rakyat West Papua semakin hari semakin baik. Agenda tunggal perjuangan rakyat West Papua adalah “menuntut International untuk melindungi, memajukan, dan memenuhi pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua”, karena hak ini belum dilaksanakan secara adil dan demokratiS.
Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang ditandatangani pemerintah Indonesia dan pemerintah Kerajaan Nederland yang disponsori oleh Amerika Serikat ini tidak menjamin pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua secara adil dan bermatabat. Perjanjian ini hanya sebagai legitimasi yang diberikan kepada Indonesia untuk menguasai wilayah West Papua.
Parlemen Nasional West Papua (PNWP) menghimbau kepada rakyat West Papua untuk menjadikan agenda Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai agenda bersama untuk didorong dan diperjuangkan ke international.
MSG harus kita dorong untuk terus memainkan peran dalam mendukung dan memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua dalam forum-forum PBB. Vanuatu sudah menunjukan sikapnya dimana telah mengangkat masalah West Papua pada Sidang Umum Majelis PBB pada September 2013. Vanuatu akan memainkan perannya untuk mempromosikan masalah West Papua di forum-forum international guna mendapat dukungan.
Sikap politik Vanuatu ini akan dilakukan lagi pada forum dunia Commonwealth Head Of Governments Regional Meeting (CHOGRM) di di Colombo, Sri Lanka. Foeum CHOGRM beranggotakan 53 negara di dunia. Mereka adalah Negara-negara bekas jajahan Inggris Raya “Pertemuan akan berlangsung mulai 16 November 2013 untuk dua hari. Dalam pertemuan tersebut masalah HAM Papua Barat akan dibawah oleh Perdana Menteri Vanuatu.
Parlemen Nasional West Papua (PNWP) sebagai lembaga representatif politik rakyat West Papua telah menugaskan Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  sebagai pelaksana nasional dalam memobilisasi rakyat guna mendukung dan menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Vanuatu yang dengan setia menolong mengangkat masalah West Papua di forum-forum internatioanal.
Agenda dukungan juga dilakukan bagi agenda Kampanye Papua Merdeka atau Free West Papua Campaign yang telah diluncurkan di Papua Nugini, pada tanggal 6 November pukul 11.00 sampai 12.30 siang oleh Koordinator diplomat OPM, Tuan. Benny Wenda di gedung Partners with Melanesian Inc., opposite Pacific Engineering, Conference Room, Hohola Industrial Center, Port Moresby, PNG.
Pembukaan Free West Papua Campaign Chapter PNG ini bertujuan untuk memberi Informasi dan kesadaran kepada warga Papua Nugini tentang perjuangan bangsa Papua untuk bebas dari penjajahan Indonesia.
Selain agenda peluncuran itu, anggota Pengacara Internasional untuk West Papua (ILWP) yang juga pakar hukum Internasional,  Jenifer Robinson akan berada di PNG mulai 27 hingga 29 November untuk bertemu dengan anggota Parlemen PNG, bertemu dengan para pengungsi West Papua dan pidato umum tentang hak penentuan nasib sendiri bagi West Papua.
Selain iven diatas, Ada agenda-agenda penting dalam bulan November, yakni:
  • Peluncuran inisiatif “Sorong to Samarai” untuk agenda pengibaran Bintang Fajar pada 1 Desember 2013 di PNG, dan mendorong West Papua didaftarkan ke MSG.
  • Kuliah Umum dan workshop
  • Pertemuan dengan anggota-anggota Parlemen Nasional PNG untuk bergabung dengan IPWP.
  Point-point dukungan yang akan di sampaikan oleh rakyat West Papua adalah:
  • Mendukung dan menyampaikan terima kasih kepada Dewan Gereja Pasifik yang telah menyatakan dukungannya untuk perjuangan hak penentuan nasib sendiri rakyat West Papua yang telah dibicarakan pada Koferensi Gereja Sedunia pada 5 November 2013 di Korea Selatan.
  • Mendukung dan menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Vanuatu yang mengangkat masalah West Papua (Hak Penentuan Nasib Sendiri rakyat West Papua) pada pertemuan 53 Pemimpin negara-negara persekmakmuran jajahan Inggris Raya pada tanggal 16-17 November 2013 di Srilangka.
  • Mendukung dan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat dan pemerintah PNG yang telah menerima pemimpin Kemerdekaan International West Papua Mr. Benny Wenda dan member  ijin pembukaan kantor kampanye OPM di Port Moresby.
 Demikian Seruan ini dibuat agar diteruskan ke seluruh lapisan rakyat West Papua.
Hormat saya
Buchtar Tabuni
Ketua PNWP
November 15, 2013,KNPB

Ini Kronologis Penangkapan Bucthar Tabuni

Massa KNPB dihadang mobil untuk menggagalkan aksi mereka (Foto: Arnold Belau/SP)
Massa KNPB dihadang mobil untuk menggagalkan aksi mereka (Foto: Arnold Belau/SP)

Jayapura— Rocky Wim Medlama, juru bicara Kominte Nasional Papua Barat (KNPB) mengatakan penangkapan Bucthar Tabuni yang dilakukan oleh aparat kepolisian dari Polresta Jayapura tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di negara Indonesia.

“Benar, tadi Bucthar keluar pake mobil Inova warna putih dengan tujuan untuk pergi ke stadion Mandala. Dia mau nonton Persipura main bola, bukan turun untuk bergabung dengan teman-teman mahasiswa, namun aparat sudah lebih dulu tangkap dia tanpa alasan yang jelas,”

ujar Medlama.

Kronologisnya, Tabuni turun dari kediaman dengan mengendarai mobil innova warna putih sekitar pukul 11.00 Wit, dan sesampai di depan Gapura Uncen, aparat gabungan Dalmas dan Brimob Polda Papua yang dipimpin oleh Kabag Ops Polresta Jayapura, AKP. Kiki Kurnia langsung menghadangi mobil Tabuni.

Kemudian, aparat menarik keluar Tabuni dari mobil, dan mengambil sejumlah alata komunikasinya seperti satu buah HP Black Berry, satu buah HP Nokia, topi yang biasa dikenakan Tabuni.

Kemudian, Tabuni digiring ke Polresta Jayapura menggunakan mobil Polisi yang diparkir tak jauh dari tempat aksi penghadangan tersebut.

Atas kejadian tersebut, KNPB sebagai media rakyat Papua Barat meminta Kapolda Papua untuk segera memberikan penjelasan terkait alasan penangkapan Tabuni yang dinilai sangat tidak prosedur.

“Kami menilai tindakan yang dilakukan oleh Kapolda Papua melalui Kapolresta Jayapura, Alfred Papare dan Kabag Ops Polresta Jayapura, AKP. Kiki Kurnia tidak sesuai dengan prosedur penangkapan yang berlaku di negara ini,”

tegasnya.

“Kami meminta supaya Bucthar Tabuni dibebaskan tanpa syarat. Ini negara demokrasi, tapi kalau Kapolda Papua melakukan tindakan-tindakan seperti ini, berarti Kapolda Papua sendiri tidak paham akan tugasnya sebagai penganyom dan pelindung masyarakat,”

ujar Medlama.

Senada dengan Medlama, Sekertaris KNPB Ones Suhun juga menilai aparat seperti kekanak-kanakan, sebab tak mentaati aturan hukum yang ditetapkan sendiri.

“Ini seperti aksi-aksi premanisme yang dilakukan aparat. Menangkap tanpa prosedur hukum, dan asal menangkap tanpa sebab,”

tutupnya.

ARNOLD BELAU

Wednesday, June 12, 2013,SP

Buchtar Tabuni : Polda Papua Tidak Profesional

Jayapura — Ketua Parlemen National West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni menilai Polda Papua tidak professional dalam menanggapi surat administrasi demo KNPB yang rencana digelar 10 Juni nanti.

“Polda tidak profesional dalam menanggapi surat pemberitahuan aksi demo KNPB mendukung Papua masuk dalam Melanesia Sparehead Group (MSG).”

tuturnya, dalam jumpa pers di cafe Prima Garden, Abepura, Kota Jayapura, Papua (8/6) .

Tidak profesionalnya, menurut mantan Ketua Komite Nasional Papua Barat ini, terletak pada cara Polda menangani suarat KNPB.

“Kalau kami sampaikan pemberirahuan secara terhormat, tanggapan juga harus profesional, terhormat melalui surat,”

tuturnya.

Kalau pihak Polda menanggapi melalui media, terkesan KNPB menyampaikan rencana demo melalui media.

“Kalau melalui media massa, tanggapan juga harus melalui media masa,”

tuturnya.

Lanjut Buchtar, kalau tanggapan atas surat KNPB dilakukan melalui media masa, Polda memberi kesan sedang melakukan provokasi.

“Kalau balas sesuai mekanisme, surat dengan surat pasti tidak ada masalah. Kalau melalui media begini kan menjadi prpokatif,”

tuturnya.

Balasan surat KNPB dari polda Papua dalam bentuk surat Kabar terbit di harian cendrawasih Pos dan beberapa media lokal lain, Sabtu (8/6).

“Polda tak beri izin, KNPB tetap akan demo,”

judul berita di harian Cendrawasih Pos.

Sebelumnya, Indria Fernida, aktivis KontraS kepada Jubi, Sabtu (08/06) mengingatkan situasi tentang kebebasan berekspresi di Indonesia cukup mengkhawatirkan, terutama di Papua.

“Kami memandang bahwa kunjungan resmi Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi mendesak dilakukan mengingat situasi tentang kebebasan berekspresi di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Rencana pengesahan RUU Ormas dan RUU Rahasia Negara yang mengancam kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, serta kekerasan terhadap jurnalis dan pembela HAM yang terus berlangsung adalah potret ancaman terhadap kebebasan berekpsresi di Indonesia.”

kata Indria.(Jubi/Mawel).

June 9, 2013,06:06,TJ

Buchtar Dukung Penolakan Grasi oleh Tapol/Napol

JAYAPURA – Sikap penolakan Filep Karma CS,(para Napol/Tapol) atas grasi (pengampunan) yang akan diberikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terhadap tahanan politik dan narapidana politik (Tapol/Napol) Papua Merdeka, mendapat dukungan dari salah satu mantan Napol Papua Merdeka, yang pernah mendekam di Lapas Abe dan juga sebagai Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni.

Buchtar Tabuni mengatakan memberikan apresiasi yang tinggi kepada sikap Tapol/Napol Papua Merdeka yang menolak pemberian grasi dari Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden Republik Indonesia (RI), SBY.

Kata Buchtar, pemberian grasi kepada Tapol/Napol Papua Merdeka itu seolah – olah memberikan arti bahwa rakyat Papua Barat yang selalu melakukan kesalahan atau melanggar kesepakatan yang berlaku. “Seolah – olah kami (rakyat Papua Barat, red) ini berada pada posisis yang salah, sehingga harus meminta pengampunan dari kolonial Pemerintah RI,” kata Buchtar Tabuni yang nyentrik dengan kacamata hitam dan jaket loreng ketika menggelar jumpa pers, di Café Prima Garden Abepura, Selasa (4/6) kemarin siang.

Buchtar selaku pimpinan PNWP, menegaskan bahwa Pemerintah Republik Indonesia yang seharusnya meminta maaf kepada rakyat Papua Barat, karena mereka (RI) yang melakukan kesalahan dengan cara melanggar persetujuan yang telah disepakati antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda pada perjanjian New York Agreement. “Jadi, mereka yang harus minta maaf kepada rakyat Papua Barat, kenapa?. Karena dalam persetujuan antara Belanda dan Indonesia dalam New York Agreement itu ada sebuah persetuan yang mengatakan bahwa hak penentuan nasib sendiri (Self Determination),” tuturnya.

Dirinya mendukung dan berterima kasih kepada Tapol/Napol Papua Merdeka karena mereka telah berani menolak grasi yang akan diberikan Pemerintah RI kepada mereka. “Sama saja kita buat pernyataan bahwa keberadaan Negara Indonesia ini di Papua Barat itu sah dan kita harus perlu minta maaf. Tapi yang jelasnya NKRI yang ada diatas Negara Bangsa Papua Barat itu tidak sah dan mereka telah melanggar persetujuan dari New York Agreement tersbeut,” ujar Buchtar.

Menurutnya, untuk sisi persoalan pembangunan, di Papua Barat sangatlah berjalan dengan baik dan itu merupakan kewajiban dari pemerintah yang sudah berjalan berdasarkan persetujuan yang telah disepakati selama ini. “Tapi mereka yang telah melanggar persetujuan yaitu hak penentuan nasib sendiri. Hal itulah yang dilanggar, sehingga Pemerintah RI harus meminta maaf dan secepatnya melaksanakan penentuan nasib sendiri (Self Determination) dengan cara One Men One Vote (Satu Orang, Satu Suara),” tegasnya.

Kata Buchtar, selama ini Pemerintah Indonesia tidak paham dengan kesepakatan yang mereka buat dengan Kerajaan Negara Belanda tentang penentuan nasib sendiri (Self Determination), sehingga mereka menilai rakyat Papua Barat sebagai separatis. “Indonesia tidak memahami keputusan yang pernah dibuat oleh Belanda, makanya mereka menuduh rakyat Bangsa Papua Barat sebagai separatis, karena mereka tidak tahu, atau mungkin mereka itu tahu tapi sengaja pura – pura tidak tahu,” imbuhnya.

Menurut Buchtar, jika Negara Indonesia ini merupakan Negara Hukum, maka semua warga harus taat dan tunduk kepada aturan dan hukum yang berlaku. “Yang lain – lain sudah dijalankan Indonesia, tapi soal perjanjian untuk melakukan penentuan nasib sendiri (Self Determination) itu yang belum jalan sampai saat ini sehingga saya katakan bahwa NKRI yang melanggar dan harus meminta maaf kepada rakyat Bangsa Papua Barat,” pungkasnya. (mir/don/l03)

Sumber: Rabu, 05 Jun 2013 06:16, Binpa

Enhanced by Zemanta

Himbauan Umum ” Nederlands Niuew Guinea Dan Komisi Pasifik Selatan “

Dulu ketika Papua masih dibawah kekuasaan Belanda, hubungan antara tanah Papua atau Nederlands Nieuw Guinea dengan negara-negara di Pasifik Selatan selalu menjadi perhatian. Bahkan delegasi dari Nederlands Nieuw Guinea yang dipimpin Markus W Kaiseipo telah tiga kali mengikuti Konfrensi Negara-negara di Pasifik Selatan. Berbeda setelah Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) sudah  50 Tahun lebih  hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan terputus, nyaris tak pernah berhubungan. Kalau pun ada hubungan diplomatik hanya sekadar basa-basi untuk menghalau pengaruh Papua Merdeka di kalangan negara-negara Pasifik terutama di  negara serumpun Melanesia Spearhead Group (MSG).

Negara-negara ini mulai memprakarsai pertemuan di Canbera yang berlanjut dengan Perjanjian Canberra atau Canberra Verdag, 1947. Pasal-pasal pembentukan Pasifik Selatan sesuai perjanjian Canberra pada 6 Februari, 1947 adalah, Mendirikan  Komisi Pasifik Selatan( South Pasific Commision), Geografis, daerah –daerah meliputi kepulauan yang belum berpemerintahan sendiri di Pasifik Selatan, yang letaknya mulai dari garis Khatu;sitiwa,Nederlands Nieuw Guinea( Papua dan Papua Barat sekarang), kemudian dimasukan Guam, dan kepulauan lainnya yang menjadi perwalian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di wilayah Pemerintahan Amerika Serikat.

Komisi memilih Noumea Ibukota Kaledonia Baru jajahan Perancis sebagai tempat bermarkasnya Komisi Pasifik Selatan. Pendirian Komisi Pasifik Selatan, 1947 ini berlangsung saat negara-negara di Pasifik Selatan belum merdeka masih dijajah negara-negara Belanda, Inggris dan Perancis serta Australia. Sejak itu wilayah di kawasan Pasifik Selatan terus melakukan pertemuan guna membicarakan masa depan Pasifik Selatan.

Sejak pertama kali delegasi Nederlands Nieuw Guinea terus mengikuti  konferensi Komisi Pasifik Selatan. Konfrensi-konfrensi di Komisi Pasifik Selatan antara lain : Konfrensi Pertama, 1950 di Kota Suva, ibukota Fiji, wilayah jajahan Inggris. Konfrensi Kedua, 1953 di Kota Noumea, Kaledonia Baru, wilayah jajahan Perancis. Konferensi Ketiga, 1956 di Suva Ibukota Fiji. Konferensi keempat, 1959 di Rabaul, Papua New Guinea. Konferensi ke lima, 1962 di Pago-pago Ibukota Samoa Timur, wilayah jajahan Amerika Serikat.

Konferensi ke enam, 1965, direncanakan di Hollandia, Nederlands Niuw Guinea tetapi dibatalkan karena wilayah ini masuk ke delam wilayah NKRI. 1 Mei 1963. Sejak itu hubungan Provinsi Irian Barat dengan Komisi Pasifik Selatan terputus. Bahkan beberapa pemuda yang ikut belajar di Fakultas Kedokteran dan Telekomunikasi di Papua New Guniea (PNG) tak pernah kembali dan tetap di sana sebagai warga negara di PNG. Usai Perang Dunia Kedua, prakarsa untuk membangun negara-negara kecil yang belum merdeka di Pasifik Selatan mengemuka. Terutama negara-negara yang menguasai kawasan itu seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Belanda , Selandia Baru dan Australia.

Sejak negara-negara ini merdeka dan mereka sepakat mendirikan Komsi Pasifik Selatan bagi negara-negara di Pasifik Selatan. Hingga saat ini Kaledonia Baru beserta warga Kanaki masih terus memperjuangkan kemerdekaan mereka dari Perancis. Sedangkan negara Vanuatu membuka perwakilan bagi pejuang Papua Merdeka di Ibukota Vanuatu Port Villa. Vanuatu termasuk salah satu negara Melanesia yang terus menyuarakan suara bagi Papua Barat di kawasan Pasifik Selatan dan Persikatan Bangsa-bangsa. Hanya negara Vanuatu saja yang berani dan mendukung kemerdekaan bagi Papua Barat. namun saat ini sesuai degan harapan rakyat papua barat,menjadi anggota resmi dalam forum Melanesia Spearhead Group (MSG) tinggal menuggu waktu, menjadi anggota sah dalam forum MSG  oleh sebab itu seluruh komponen rakyat papua barat harus melakukan doa dan puasa dan harus menukungnya kita berada seantero Tanah air papua barat sorong sampai merauke.

Parlemen Nasional West Papua PNWP menugaskan kepada Komite Nasional Papua Barat [KNPB] menyeruhkan kepada seluruh rakyat Papua, baik diluar maupun yang ada diatas tanah Papua agar segera mobilisasi massa rakyat Papua untuk mendukung mendaftarkan Papua Barat sebagai anggota Resmi di wilayah pasifik Selatan terutama dalam forum (MSG) di Kota Noumea, Kaledonia Baru. Untuk itu di Papua dalam bentuk Aksi Damai, Ibadah dan atau Mimbar Bebas di Gereja atau di Lapangan Terbuka, pada tanggal 18 Juni 2013 .

Demikian seruan ini kami keluarkan dengan penuh tanggung jawab, atas perhatian dan partisifasi dari bapak ibu saudara/i sekalian tak lupa kami haturka berlimpa terimah kasih, Tuhan yesus Tokoh Revolusi Dunia Memberkati.

 Salam Revolusi “ kita harus mengahiri “

 Numbay, 20 Mei 2013

PENANGGUNG JAWAB:

KETUA PARLEMEN NASIONAL WEST PAPUA (PNWP)

TTD

 BUCHTAR TABUNI

Ketua PNWP

PNWP Akan Aksi Damai Dukung Papua Jadi Anggota MSG

Ketua PNWP, Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)
Ketua PNWP, Buchtar Tabuni. (Jubi/Arjuna)

Jayapura – Buchtar Tabuni, Ketua Parlemen Nasional West Papua menyatakan pihaknya akan melakukan aksi damai pada Juni 2013 mendatang untuk mendukung Papua menjadi anggota Melanesia Spearhead Groups (MSG).

“PNWP menugaskan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyerukan kepada Rakyat Papua baik yang berada di luar negeri maupun yang ada di atas Tanah papua agar segera memobilisasi masa untuk mendukung proses pendaftaran Papua Barat sebagai anggota resmi MSG di Kota Noumea, Kaledonia Baru,”

ungkap Buchtar Tabuni dalam release yang diterima tabloidjubi.com, Rabu (22/5).

Saat Papua masih berada di bawah kekuasaan Belanda, hubungan antara Tanah Papua dengan negara-negara di Pasifik Selatan selalu menjadi perhatian. Markus W. Kaisiepo tiga kali memimpin delegasi Papua Barat mengikuti Konferensi Negara-negara di Pasifik Selatan. Setelah Papua berintegrasi dengan Indonesia, hubungan ini pun akhirnya terputus.

“Negara-negara ini mulai memprakarsai pertemuan di Canbera yang menghasilkan Perjanjian Canbera 1947. Pasal-pasal pembentukan Pasifik Selatan sesuai dengan perjanjian Canbera pada 6 Februari 1947 adalah mendirikan Komisi Pasifik Selatan (South Pacific Commission) meliputi kepulauan yang belum berpemerintahan sendiri di Pasifik Selatan, mulai dari yang terletak di garis katulistiwa termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat,”

kata Tabuni menceritakan sedikit sejarah MSG dalam releasenya.

Komisi memilih ibukota Kaledonia Baru, jajahan Perancis sebagai tempat bermarkasnya Komisi Pasifik Selatan dimana komisi ini dibentuk saat negara-negara di Pasifik Selatan belum merdeka, masih dijajah negara-negara Belanda, Inggris , Perancis dan Australia. Sejak itu, negara-negara ini rutin melakukan pertemuan guna membicarakan masa depan Wilayah Pasifik Selatan.

Konferensi I, 1950 di Suva, ibukota Fiji, wilayah jajahan Inggris. Konferensi II, 1953 di Noumea, Kaledonia Baru, wilayah jajahan Prancis. Konferensi III, 1956 di Suva, ibukota Fiji. Konfrensi IV, 1959 di Rabaul, Papua New Guinea. Konferensi V, 1962 di Pago-pago ibukota Samoa Timur, wilayah jajahan Amerika Serikat.

“Untuk itu, di Papua harus dilakukan aksi damai, ibadah dan mimbar bebas di gereja atau lapangan terbuka pada 18 Juni 2013 mendatang,”

demikian seruan Tabuni dalam releasenya.

Untuk Konferensi VI, 1965 direncanakan di Hollandia, sekarang Jayapura tetapi dibatalkan karena wilayah ini masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Jubi/Aprila Wayar)

May 22, 2013,17:10,TJ

Peluncuran Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Kaimana telah dilaksanakan pada hari ini, tanggal 22 Maret 2013

kaimana

Peluncuran Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Kaimana telah dilaksanakan pada hari ini, tanggal 22 Maret 2013, bertempat di Halaman Gedung Pertemuan Kroy Kota Kaimana. Tema peluncurannya adalah “Kaimana West Papua Bangkit Menuju Hak Penentuan Nasip Sendiri Bangsa Papua.”

Acara peluncuran Parlemen Rakyat Daerah (PRD) `1Kaimana ini, di mulai tepat pkl. 10.00 hingga pkl. 01.00 WPB. Dalam peluncuran tersebut, kurang lebih sekitar 300 para tamu undangan dan simpatisan yang hadir. Acara ini berjalan dalam tekanan kepolisian yang sangat berlebihan. Petinggi kepolisian resort (POLRES) Kaimana disertai 100 personil diturunkan ke tempat acara.

Dalam acara itu Ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni, didampingi Wakil Ketua II Parlemen Nasional West Papua, Ronsumbre Hary telah mengukuhkan seluruh Pimpinan dan Anggota Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Kaimana.

Orasi politik pun secara bergantian, telah menyampaikan kepada para tamu undangan dan simpatisan yang hadir. Foto – foto kegiatan terlampir. Keterangan Foto: 1). Tema Peluncuran, 2) Pengukuhan Pimpinan dan anggota Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Kaimana, 3). Pidato Ketua Parlemen Nasional West Papua tuan Buchtar Tabuni dan, 4). Foto para undangan dan simpatisan.
(Mohon maaf dalam keterlambatan pengiriman laporan kegiatan pencucuran. Hal itu terjadi, karena kami mengalami gangguan pada jaringan signal sehingga sulit untuk menakses internet pada modem flass).

Laporan Tambahan:

Sejak Peluncuran Parlemen Rakyat Daerah Kaimana hingga kini, situasi daerah Kaimana tegang. Gabungan TNI – Polri terus menerus melakukan sweping malam terhadap warga sipil West Papua di Kaimana. Padahal sebelum peluncuran Parlemen Rakyat Daerah Kaimana, TNI – POLRI belum pernah melakukan sweping, demikian laporan warga.

Kimi mendapat laporan langsung dari seorang anggota Intelijen Polres Kaimana bahwa, Petemuan tertutup antara Kapolres Kaiman dan beberapa tamu yang diutus langsung Kapolda Papua. Pertemuan itu telah berlangsung tadi malam (Sabtu 23 Maret 2013) bertempat di Markas Polres Kaimana – West Papua. Dalam pertemuan itu telah menyepakati untuk melakukan penculikan terhadap beberapa Pimpinan Parlemen Rakyat Daerah Kaimana. Pimpinan PRD Kaimana yang ditargetkan itu adalah Mohammat Kurita (Ketua), Jefta Jitmau (Wakil Ketua I ), Karel Tumana (Wakil Ketua II), Mohammat Said Saubuku (Wakil Ketua III) dan Agus Tumana (Ketua Komisi Politik).

Target penculikan itu, tidak hanya untuk pimpinan politik Papua merdeka di daerah Kaimana. Di daerah lain pun demikian, terutama pimpinan Parlemen Nasional West Papua.

Dengan adanya target militer Indonesia itu, kami aktivis Hak Asasi Manusia (KNPB) Papua memohon kepada International Lawyer for West Papua (ILWP) selaku penasehat hukum bangsa Papua untuk mengirim surat teguran atau tekanan kepada Kapolda Papua dan Kapolres Kaimana Ajudan Komisaris Besar Polisi (AKBP). Situmorang. Jika tak diberi teguran, maka TNI dan POLRI secara leluasa akan menculik para pemimpin politik kami seperti penculikan dan pembunuhan terhadap Theys Hiyo Eluay.

Demikian laporan singkat kami, atas perhatian dan kerja samanya diucapkan terima kasih.

(By. Simion Alua)

Enhanced by Zemanta

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny