KNPB: Kapolda Papua Harus Hapus DPO

Wim Medlama Topi Biru didampinggi Hakim Pahabol Anggota PNWP dan Anggota KNPB saat jumpa pers (Jubi/Mawel)
Wim Medlama Topi Biru didampinggi Hakim Pahabol Anggota PNWP dan Anggota KNPB saat jumpa pers (Jubi/Mawel)

Jayapura — Melalui juru bicaranya,  Komite Nasional Papua Barat mengatakan pembukaman ruang demokrasi, penahanan sejumah aktivis KNPB hingga ke di balik jeruji besi dan lainnya masuk dalam  Daftar Pencaharian Orang (DPO) adalah demi kepentingan elit politik Papua.

KNPB mengatakan elit politik bersama  Kapolda berusaha bermain di Papua dengan objek mengkambinghitamkan rakyat dan aktivis di Papua.

“Polda Papua membungkan ruang demokrasi demi elit politik Papua. Demi kepentingan elit politik, Rakyat Papua menjadi korban. Banyak masyarakat, aktivis masuk dalam DPO,”

kata juru bicara KNPB, Wim Medlama, dalam jumpa persnya, Sabtu,(5/1) di Café Prima Garden, Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Karena itu, KNPB mendesak Kapolda Papua membebaskan sejumlah tahanan aktivis KNPB dan menghapus daftar nama aktivis KNPB dari DPO.

“Menghapuskan seluruh anggota KNPB dan aktivis dari daftar pencaharian orang (DPO) serta membebaskan anggota KNPB dan masyarakat yang ditahan tanpa bukti yang jelas,”

kata Wim.

Bagi KNPB, Rakyat Papua ingin kebebasan menyampaikan aspirasinya, melakukan kehendaknya bersama-sama dengan yang lain tanpa ada yang dirugikan. Ruang bagi rakyat mengeksperesikan dirinya secara bersama-sama mesti disediakan pemerintah. Pemerintah tidak menyediakan ruang demokrasi berarti tidak perlu mendengungkan negeri demokrasi dan masyarakat demokrasi.

“Ruang demokrasi perlu ada bagi rakyat Papua. Kalu tidak, tidak perlu menjadi Negara demokrasi. Apa artinya menjadi Negara demokrasi tanpa ada ruang demokrasi bagi rakyat,”

kata Hakim Bahabol, anggota, Parlemen Nasional west Papua, menambahkan komentar Wim Medlama. (Jubi/Benny Mawel)

Sunday, January 6th, 2013 | 19:29:34, TJ

PNWP:Indonesia Merdeka, Papua Merdeka

Wim Medlama Topi Biru didampinggi Hakim Pahabol Anggota PNWP dan Anggota KNPB saat jumpa pers (Jubi/Mawel)
Wim Medlama Topi Biru didampinggi Hakim Pahabol Anggota PNWP dan Anggota KNPB saat jumpa pers (Jubi/Mawel)

Jayapura — Parlemen Nasional West Papua (PNWP_ menilai Indonesia belum merdeka secara politik kepemimpinan maupun ekonomi. Indonesia akan merdeka penuh bila Papua merdeka secara politik kewilayahan.

“Indonesia merdeka bila Papua merdeka,”

kata Hakim Bahabol, Anggota Parlemen Nasional West Papua, dalam Jumpa Persnya didampingi juru Bicara KNPB pusat Wim Medlama, di Café Prima Garden, Sabtu (5/1), Abepura, Kota Jayapura, Papua.

Menurut Bahabol, banyal hal yang mengisyarakat Indonesia belum merdeka. Pertama, politik kepemimpinan Indonesia masih mengikuti pemimpin-pemimpin yang dikehendaki pihak asing.

“Politik berada dalam kendali pihak asing,”

katanya.

Kedua,  pihak asing menguasai ekonomi Indonesia. Banyak investor asing yang menanamkan saham. Banyak eksplorasi Sumberdaya Alam dilakukan pihak asing.

“Investor asing menguasai SDA Indonesia,” katanya. Demi kepentingan terus mengambil kekayaan alam, pihak asing berpura-pura mengharggai Indonesia. “AS hargai Indonesia karena PT. Freeport,”

kata Bahabol.

Demi relasi yang pura-pura itu, Indonesia mengorbankan rakyatnya.

“Demi 1 % PT Freeport, Indonesia membunuh rakyatnya sendiri,”

katanya. Pihak asing yang mengexploitasi SDA itu menari-nari diatas korban dan darah rakyat.

Menurut Bahabol, demi kepentingan rakyat yang menjadi korban itu, pihaknya menjadi kontra dengan Indonesia. Kontra tidak dalam arti bertentangan dengan demokrasi melainkan kebijakan dan praktek yang bertentangan dengan demokrasi.

“Kami pro demokrasi bukan musuh NKRI. Demokrasi rakyat Papua yang tidak disalurkan dengan baik kemudian menjadi masalah hingga hari ini menjadi kepentingan kami,”

katanya.

Karena itu, pihak PNWP mendesak pemerintah membuka ruang demokrasi bagi rakyat korban kepentingan asing.

“Pemerintah harus buka ruang bagi rakyat untuk menentukan hak politiknya. Rakyat tetap ingin menjadi bagian dari bangsa Indonesia atau tidak,”

katanya.

Harapan terbukanya ruang demokrasi, penentuan hak politik ini sangat penting. Penting demi pemaknaan demokrasi dalam negeri yang menganut paham demokrasi.

“Apa untungnya kalau Indonesia mempertahankan Papua tanpa ada demokrasi?”

tanya Bahabol.

Sunday, January 6th, 2013 | 19:21:20, TJ

Buchtar Tabuni : Polda Papua Bukan Dinas Sosial

Penyerahan Sembako oleh Polres Merauke kepada Ketua Panitia Natal
Penyerahan Sembako oleh Polres Merauke kepada Ketua Panitia Natal

Jayapura – Wakapolda Papua, Brigadir Jendral Paulus Waterpauw membagikan 1.500 paket sembako kepada warga di Kabupaten Lani Yaya DistriK Pirime, 20 Desember 2012. Hal ini ditanggapi ketua Parlemen Nasional West Papua (PNWP) Buchtar Tabuni.

“Brigjen Paulus Waterpauw membagikan 1.500 paket sembakau kepada warga di Kabupaten Lani Jaya Distric Pirime pada 20 Desember 2012. Apakah di Kabupaten Lani Jaya tidak ada kepala dinas sosial?”

demikian tulis  Buchtar Tabuni di dinding facebook West Papua National Commitee (KNPB) pada Minggu (23/12).

Sebelumnya, Victor Yeimo, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam tulisannya yang dimuat pada www.tabloidjubi.com juga mengatakan hal yang sama.

“Ide Kapolda Papua, Tito Karnavian untuk bagi-bagi sembako, bagi-bagi bantuan kepada basis rakyat gunung orang Papua di Jayapura dan Kabupaten Jayapura membuat saya sedikit bertanya. Apakah Kapolda sudah beralih fungi dari Kepala kepolisian yang harus menjaga keamanan dan menjadi Kepala Dinas sosial yang harus memberikan bantuan sosial kepada rakyat. Apakah negara ini sudah tidak waras?”

tulis Victor.

Menurut Viktor, pembagian sembako itu hanya sebagai upaya untuk mengambil hati orang Papua. Menurutnya, itu hanya taktik untuk menciptakan kesan baik. Padahal, mereka adalah pencipta pelanggaran HAM di tanah Papua.

“Bagi saya, upaya Kapolda untuk meredam dan menghancurkan basis perjuangan Papua merdeka terlihat spekulatif, juga sangat tidak tepat. Silahkan saja bila Kapolda dan Republik Indonesia menganggap bahwa Ideologi dapat dibeli dengan rupiah,”

tulis Yeimo dalam tulisannya itu.

Diketahui, sejak Irjen Tito Karnavian menjadi Kapolda Papua, di Papua ada pembagian sembako. Beberapa kampung di Kabupaten Jayapura, Lani Jaya, juga beberapa tempat lainnya telah menerima sembako dari Kapolda Papua. (Bastian Tebai/MS)

Thu, 27-12-2012 07:05:03, MS

Buchtar Dituntut 1 Tahun Penjara

Buchtar Tabuni mengenakan baju kebesaran stelan loreng saat menjalani persidangan PN Jayapura.
Buchtar Tabuni mengenakan baju kebesaran stelan loreng saat menjalani persidangan PN Jayapura.

JAYAPURA – Mantan Ketua Umum KNPB, Buchtar Tabuni yang kini diangkat menjadi Ketua Parlemen Nasional Papua Barat (PNPB), Selasa (18/9) kemarin dituntut satu tahun penjara oleh jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Kobarubun,SH.
Tuntutan tersebut, dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Klas 1a Jayapura, yang dipimpin Hakim Ketua, Haris Munandar,SH.

Buchtar yang disidang terkait kasus pengrusakan LP Abepura pada 3 Desember 2010, tampak didampingi penasehat hukumnya, Gustaf Kawer,SH,M.Si. Hadir di persidangan Buctar tetap mengenakan stelan seragam kebesarannya yakni baju dan celana loreng.

Dalam amar tuntutannya, JPU menyatakan bahwa yang memberatkan adalah karena perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, mengakibatkan korban Kantor Lapas Klas IIA Jayapura mengalami kerusakan berupa kaca jendela, pintu panel, gembok dan atap genteng, sehingga tidak dapat dipakai lagi.

Sedangkan hal yang meringankan adalah, terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang perbuatannya di persidangan, menyesali perbuatannya, sudah pernah dihukum.

Sehingga JPU meminta Majelis Hakim untuk memutuskan :
– Menyatakan Buchtar Tabuni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘pengrusakan’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 406 ayat (1) KUHP, jo pasal 55 ayat ayat (1) ke-1 KHUP. – Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Buchtar Tabuni berupa pidana penjara 1 (satu) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan dgn perintah terdakwa tetap ditahan.

– Menyatakan barang bukti berupa, dua buah batu, lima pecahan kaca ( irampas untuk dimusnahkan).

– Menyatakan supaya terdakwa Buchtar Tabuni dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah)
Atas tuntutan tersebut, melalui Penasehat Hukumnya, Buchtar Tabuni meminta waktu untuk mengajukan pembelaannya pada Jumat (21/9) mendatang. Sehingga oleh hakim ketua, sidang ditunda dan dilanjutkan hari Jumat tgl 21 september 2012 dengan agenda sidang pembacaan pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa.

Usai sidang, Gustaf Kawer SH menyatakan bahwa dari fakta persidangan tidak ada kesesuaian antara satu saksi dengan saksi yang lain, maka pihaknya tetap berpendapat Hakim Ketua harus berani untuk membebaskan Buchtar Tabuni dengan alasan, kasus pengrusakan lapas merupakan kasus yang cukup lama.

“Dalam kejadian tersebut dalam fakta persidangan bahwa Buchtar Tabuni sama sekali tidak terlihat dalam kasus pengrusakan dan tidak ada kesesuaian antara satu saksi dgn saksi yang lain,” ungkapnya.

Gustaf juga menyatakan bahwa sebenarnya Buchtar ditangkap pada 6 Juni 2012 lalu terkait kasus penembakan yang terjadi di sekitar Kota Jayapura, tetapi polisi tidak ada bukti keterlibatan Buctar Tabuni, sehingga mengenakan BUCTAR TABUNI atas kasus pengrusakan Lapas Abepura yang sudah lama.

Juru Bicara KNPB, Wim Medlama dalam SMS yang diterima Bintang Papua menyebutkan bahwa pada prinsipnya KNPB meminta tegas kepada, Jaksa Penuntut Umum dan majelis hakim, untuk bertindak bijaksana dan profesional. “Kalau hukum bilang tidak bersalah, atau bersalah kenapa ulur-ulur waktu tuk membacakn materi tuntutan. KNPB sgt kesal penerapan Hukum d tanah Papua perlu d pertanyakn,’ ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa pada Jumat (21/9) nanti KNPB bersama Rakyat West Papua akan turun ke Pengadilan Negeri Klas 1A dengan kekuatan penuh untuk meminta agar Bucthar Tabuni dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan tanpa syarat.(aj/ven/don/l03)

 

Sumber: http://bintangpapua.com

Hanya Laporan Berkala Biasa, Tidak Ada Perintah Membungkam Aktivis di Papua

Laporan setebal 25 halaman yang dibuat Agustus 2007 atau 13 tahun silam itu di bagian akhirnya tercantum nama Lettu (Inf) Nur Wahyudi sebagai Danpos Satgas Ban-5 Kopassus Pos I Kotaraja.

Didalamnya ada sederet nama para aktivis yang menurut pengakuan mereka dijadikan “target operasi”, namun dari dokumen yang berhasil di peroleh Bintang Papua dari blog berbahasa Inggris milik Alan Nairm jurnalis Amerika Serikat yang pertama kali mempublikasikan dokumen tersebut, nama – nama aktivis dimaksud tidak lebih dari daftar para aktivis yang berdomisili di wilayah Kotaraja dan sekitarnya yang getol menyuarakan ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan mengkritisi Pemerintah, dan sama sekali tidak ada perintah untuk membungkam mereka semua.Dan buktinya nama – nama yang tercatat di dalam dokumen yangdikeluarkan 13 tahun lalu itu, hingga kini orang – orangnya masih segar bugar dan tetap menjalankan aktivitas mereka, memperjuangkan ketidakadilan yang diterima oleh orang Papua selama ini.

“Adapun nama tokoh – tokoh gerakan sipil dan politis vokal yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya, antara lain :

  1. Pdt. Socrates Sofyan Yoman (Ketua Gereja Baptis Pa­pua),
  2. Markus Haluk.(Sekjen AMPTI),
  3. Buchtar Tabuni (Aktivis),
  4. Aloysius Renwarin, SH.(Ketua Elsham)
  5. , DR. Willy Mandowen.(Mediator PDP),
  6. Yance Kayame (Ketua Komisi A DPRP),
  7. Lodewyk Betawi,
  8. Drs.Don Agustinus
  9. Lamaech Flassy MA (Staf Ahli PDP),
  10. Drs. Agustinus Alue Alua (Ketua MRP),
  11. Thaha Al Hamid.(Sekjen PDP),
  12. Sayid Fadal Al Hamid (Ketua Pemuda Muslim Papua),
  13. Drs.Frans Kapisa.(Ketua Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua),
  14. Leonard Jery Imbiri,S.Pd.(Sekretaris Umum DAP),
  15. Pdt.DR.Benny Giay.(Pdt KINGMI Papua),
  16. Selfius Bobby (Mahasiswa STT Fajar Timur)”,

Demikian tertulis pada halaman 6 Laporan Triwulan I Pos Kotaraja yang berhasil diperoleh Bintang Papua. Yang kemudian dilanjutkan dengan daftar nama

Tokoh Adat (Ondoafi), dan Tokoh Masyarakat yang berdomisili di seputar wilayah Kotaraja dan sekitarnya, lengkapnya dalam laporan tersebut tertulis, “Adapun nama tokoh adat, tokoh masyarakat yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya antara lain :

  1. Ramses Ohee (Ondoafi Waena),
  2. Jhon Mebri (Ondoafi Yoka, Daulat Frengkiw (Ondoafi Nafri), dan
  3. George Awi (Ondoafi Enggros).

Selain itu juga dilaporkan secara lengkap daftar kantor instansi pemerintah, sarana pendidikan, sarana ibadah, pusat – pusat ekonomi dan perbelanjaan, daftar parpol, dan komposisi dan jumlah penduduk di Jayapura secara umum berdasarkan suku bangsa, yang kesemuanya data tersebut terangkum dalam Bagian Keadaan dan Kondisi Daerah Operasi Satgas Ban-5 Pos I Kotaraja, termasuk daftar 6 orang anggota Satgas Ban-5 yang bertugas. Mulai dari awal sampai akhir laporan setebal 25 halaman itu, sama sekali tidak ada instruksi secara halus maupun tersamar, apalagi tegas yang bertujuan untuk “membungkam” apalagi menghabisi para aktivis yang pro Merdeka, maupun yang getol menyuarakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat di Papua dan aktivis yang vokal mengkritisi Pemerintah.

Lembar pertama laporan itu pada kop-nya tertulis dengan huruf balok SATGAS BAN – 5 POS I KOTARAJA, yang disambung dengan judul laporan dengan huruf balok juga “LAPORAN TRIWULAN I POS KOTARAJA, sedangkan sistematika penulisannya terdiri dari Pendahuluan, Keadaan, Tugas Pokok, Konsep Operasi, Pelaksanaan, Prediksi kedepan, Hambatan dan cara Mengatasi, serta Kesimpulan dan Saran. Adapun maksud dari penyusunan Laporan Triwulan tersebut seperti tercantum pada halaman 1 adalah memberikan gambaran, masukan dan laporan tentang kegiatan yang telah dan yang akan dilaksanakan oleh anggota Pos Kotaraja dalam mengimplementasikan tugas pokok Satgas Ban -5, dengan tujuan sebagai bahan masukan kepada Dan Satgas Ban – 5 Kopassus agar mengetahui situasi dan kondisi di daerah Kotaraja, kegiatan anggota Pos Kotaraja serta kegiatan kelompok Gerakan Sipil Politis/Bersenjata di seputaran Kotaraja.

Dalam laporan itu juga dilaporkan beberapa strategi dan pola pendekatan yang dilakukan oleh Satgas untuk meredam dan meminimalisir berkembangnya paham separatisme yang mengancam keutuhan negara yang terus di dengungkan oleh tokoh – tokoh Papua, dimana mereka mencoba mengidentifikasi pola gerakan, paham ideologi, kelemahan, kekuatan, serta pihak – pihak yang bisa dijadikan “kawan” untuk mematikan ideologi separatisme dimana kesemua laporan itu terangkum dalam halaman 8 dengan judul Keadaan Musuh.

Sebagaimana pengakuan Forkorus pada media ini Senin (15/11) bahwasanya selain ia merasa di mata – matai oleh intelijen, saat ini juga beredar sejumlah uang yang bertujuan untuk melenyapkan dan membungkam kevokalannya, dan itu diperkuat dengan informasi bocornya dokumen operasi Kopassus yang menurut pengakuan Forkorus sendiri ia belum melihat secara langsung dokumen tersebut dan hanya mendengarnya dari beberapa rekan yang sudah membaca lansiran beberapa media online atas blog Alan Nairm di, jurnalis Amerika Serikat yang mempublikasikan dokumen itu. Menurut Andi Widjajanto Direktur Executive Pacivis UI dalam bukunya berjudul Panduan Perancangan Undang – Undang Intelijen Negara yang diteribitkan 2006 lalu, bahwa semestinya dalam melakukan kegiatan-kegiatan intelijen, alat negara tidak boleh melanggar hak-hak dasar (non-derogable rights) meliputi:

(a) hak untuk hidup; (b) hak untuk bebas dari penyiksaan;

(c) hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi;

(d) hak untuk bebas dari perbudakan;

(e) hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; dan

(f) hak untuk memiliki kebebasan berpikir, keyakinan nurani, dan beragama.

Sehingga kegiatan mematai – matai atau memantau setiap kegiatan politis apalagi yang menjurus kepada makar yang dikhawatirkan mengganggu keutuhan suatu negara adalah tindakan legal sama seperti hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang diberikan negara kepada warga sipil. sepanjang tidak melanggar hak – hak dasar manusia, dan itu terjadi di semua negara yang menganut azas demokrasi. Peraturan terakhir yang diberlakukan terhadap intelijen nasional adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2004. Untuk fungsi koordinasi semua kegiatan intelijen, Badan Intelijen Negara (BIN) berpegang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2002, sedangkan terkait Komunitas Intelijen Daerah (KID) yang saat ini terbentuk di semua tingkat kabupaten merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 11 Tahun 2006. (Bersambung)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny