MRP Kecewa Pusat Hapus Pasal Sakral di Otsus Plus

Ketua MRP Matias MuribJAYAPURA — Ketua MRP Matias Murib mengaku kecewa atas hasil harmonisasi yang dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus di Tanah Papua (Otsus) Plus, karena menurutnya pusat telah menghapus pasal yang sangat sakral dalam rancangan peraturan tersebut.

“Kemudian setelah kita pelajari, sangat mengecewakan, kenapa sangat mengecewakan karena hasil-hasil yang telah kita berikan pembobotan dari Undang-undang nomor 21 tahun 2001 ternyata dari pemerintah pusat menganggap sebagai pasal-pasal krusial,”

ucapnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua pada Senin (18/08) siang.

Menurutnya, disitu ada 21 pasal yang mana, ia anggap sangat sakral bagi orang Papua terutama bagi orang asli Papua. “Orang asli Papua secara fisik sudah sangat jelas yakni hitam dan keriting, kemudian MRP harus satu karena ini merupakan lembaga kultur,” tuturnya.

Hal-hal yang sakral seperti itu jika harus dirubah atau justru ditiadakan, ucap Murib, sebagai rakyat Papua ia merasa dilecehkan, oleh karena itu, pada tanggal 13 Agustus 2014 Gubernur bersama Ketua DPR Papua mengembalikan kembali draft itu.

Karena tidak sesuai aspirasi masyarakat Papua yakni disampaikan oleh masyarakat Papua sebanyak 383 oleh masyarakat dari Papua dan Papua Barat, sebagaimana implementasi Otsus selama 12 tahun,” imbuhnya.

“Oleh karena itu, saya merasa pemerintah pusat sangat melecehkan kami. Pelecehan itu terbukti pada 299 pasal yang tidak mengakomodir pasal-pasal tentang perekonomian, kesehatan, pendidikan dan kesehatan semua ditiadakan,”

sambungnya.

Kalau baca lengkap sebagaiaman hasil harmonisasi, ungkap Murib, justru Otsus Plus Jadi minus dari undang-undang 21 tahun 2001 dan itu sebagai pelecehan dan itu kurang ajar. “Tidak boleh begitu, kesejahteraan masyarakat Papua merupakan juga kebanggaan Indonesia,” cetusnya.

Oleh karena itu, ditegaskan Murib, permintaan itu harus diterima pusat. Tetapi karena hasil 299 pasal yang telah dikembalikan itu, pihaknya merasa sangat kecewa dan itu juga reaksi yang ditunjukkan Gubernur. “Kami tidak rakus dengan jabatan seperti ketua MRP, DPRP maupun Gubernur sehingga kami kembalikan,” tuturnya.

Oleh karena itu, Murib berharap draft undang-undang Otsus yang ke-14 ini sebagaimana yang telah diserahkan dapat diakomodir dengan baik supaya kalau masyarakat Papua sejahtera, menjadi kebanggaan negara ini.

Kemudian jika kita dilecehkan seperti, kapan kami disejahterahkan. Dimana rakyat Papua, hal ini membuat kita minta merdeka seperti ini, kami berharap pemerintah Pusat memahami keinginan rakyat Papua.

Ditegaskan Murib, dari 236 pasal yang telah diajukan, Papua bukan minta uang, karena menurutnya uang sudah cukup banyak, dan dari rancangan yang diajukan pihaknya minta kewenangan. “Kalau kewenangan itu sudah diberikan kepada kami, undang-undang nomor 21 tahun 2001 atau UU Otsus Plus menjadi Panglima di Tanah Papua,” imbuh Murib.

Sebelumnya pada Tanggal 13 Agustus 2014, tim asistensi dari Papua dan Papua Barat, termasuk Gubernur Papua, Ketua MRP dan Ketua DPRP Papua menerima hasil harmonisasi Dari Kementerian dalam Negeri. (ds/don/l03)

Selasa, 19 Agustus 2014 15:22, BinPa

Marinus: Perdasus 14 Kursi Suatu Kebohongan yang Menipu Orang Papua

JAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional, Sosial Politik dan HAM FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Perdasus 14 kursi Otsus di DPRP adalah suatu produk hukum daerah yang hanya menipu dan membohongi orang Papua.

Perdasus ini tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat karena sangat bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Anggota Legislatif No 8 Tahun 2012 di Indonesia. Sebab, dalam sistem perundang-undangan Indonesia, tidak mungkin aturan hukum yang dibawah bertentangan dengan aturan hukum yang diatasnya.

Kalau Perdasus 14 kursi ini merupakan breakdown dari pasal 6 ayat 2 UU No 21 Tahun 2011 tentang Otsus Papua yang berbunyi DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka perlu menjadi perhatian orang Papua bahwa kalimat ‘berdasarkan peraturan perundang-undangan’ yang dituliskan ini, merujuk pada Undang-Undang Pemilu Legislatif No 8 Tahun 2012.

“Dalam No 8 Tahun 2012 ini, sudah tidak ada kalimat ‘anggota DPR dipilih dan diangkat’ yang ada cuma kalimat anggota DPR dipilih oleh partai politik peserta pemilu,” ungkapnya kepada Bintang Papua di Kampus FISIP Uncen Jayapura di Waena, Senin, (18/8).

Dengan dasar inilah, yang menjadi salah satu alasan perlu dilakukannya rekonstruksi UU No 21 Tahun 2001 karena banyak materi hukumnnya sudah kadaluwarsa atau sudah bertentangan dengan produk-produk perundang-undangan RI yang baru.

Dengan dasar ini, dirinya memastikan bahwa nasib 14 kursi ini hanyalah pekerjaan sia-sia anggota DPRP di masa akhir tugas mereka. Produk hukum daerah yang buang-buang uang rakyat karena sudah tentunya akan dimentahkan di Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Bahkan lebih menyakitkan lagi, dalam UU Otsus Plus atau UU Pemerintahan Papua sudah tidak ada kalimat ‘DPRP dipilih dan diangkat’ yang hanyalah kalimat ‘anggota DPRP Papua dipilih oleh partai politik peserta pemilu.

Dengan demikian, Perdasus14 kursi ini satu-satunya produk yang tidak akan laku dijual di pasar karena tidak tahu gunanya untuk apa. Satu-satunya cara yang menurut hematnya adalah harus segera ditempuh oleh DPRP dan MRP ialah kembali lagi melakukan judicial review terhadap pasal 6 ayat 2 UU Otsus Papua tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan Juriprudensi hukum baru selama UU Otsus Papua masih berlaku.

“Kalau sampai UU Otsus Papua diganti dengan UU Otsus Plus, maka sudah tidak ada ruang lagi untuk hak istimewa 14 kursi Otsus orang asli Papua di DPRP. Jadi sekali lagi selama UU Otsus Papua masih berlaku, segera lakukan Judicial Review ke MK, kalau tidak maka Perdasus 14 kursi yang sudah dibuat DPRP yang diserahkan ke MRP hanyalah produk hukum yang sudah layu yaitu mati sebelum berkembang,” tandasnya. (Nls/don/l03)

Selasa, 19 Agustus 2014 15:10, Binpa

SEKLDA: Dana Otsus Tidak Sebesar yang Diperkirakan Banyak Orang

Jayapura, 9/5 (Jubi) – Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Hery Dosinaen mengytakan,jumlah dana Operasinal Khusus (Otsus) yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Papua tidaklah sebesar seperti yany selama ini diperkirakan banyak orang.

“Salah ketika orang mengatakan dana Otsus besar. Dana Otsus itu kecil sekali. Saya mau kasih gambaran untuk semua. Kalau pernah lihat media massa, itu ada intervensi politik tertentu. Dana Otsus mulai 2003 dikucurkan berdasarkan Undang-Undang 21 tahun 2001, tetapi finansialnya baru dikeluarkan tahun 2003. Dana Otsus itu menjadi kewenangan pemerintah provinsi ketika itu turun satu tahun sekitar Rp2,5 triliun pertama sampai dengan 2014 ini Rp4 trilliun 700 milliar di 2013,”

ujarnya.

Dari 2003 sampai dengan 2013 fresh money dari dana otsus yang dikucurkan ke kabupaten/kota. Satu kabupaten/ kota rata-rata bergerak dari 10-16 milliar setiap tahun. Artinya dari 2003 sampai 2013 sisanya dalam bentuk program yang telah diprogramkan oleh Pemrov dan di dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan ada di tangan Provinsi 10-15 milliar dalam bentuk fresh money diserahkan ke kabupaten/kota.

“Kabupaten-kabupaten di perdalaman membangun satu jembatan menghabiskan dana bisa sampai 30-50 milliar. Pertanyaanya adalah, apakah Rp15 milliar satu tahun dana Otsus bisa mengakomodasi semua aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan? Banyak hal-hal lain ketika orang mengatakan, dana otsus itu besar itu hanya wacana politik yang disampaikan oleh elite-elite pusat termasuk elit lokal yang mempunyai kepentingan tertentu karena realitanya memang begitu,”

tukasnya.

Ditambahkannya, ketika orang mengatakan otonomi kusus gagal kita harus melihat dana alokasi umum untuk satu kabupaten rata-rata bergerak 300-400 milliar. Sementara dana otsus hanya bergerak dari Rp10 sampai 15 milliar satu kabupaten dan dana alokasi umum lebih pada aparatur sekitar 50 persen.

“Perlu diingat, pemekaran daerah otonomi baru di Papua lebih didominasi oleh pertimbangan politis ketimbang pertimbangan dari jumlah penduduk, sumber daya manusia, dan pendapatan asli daerah. Sangatlah tidak mungkin merupakan indikator untuk menjadi satu kesatuan, inilah akan jadi daerah otonom baru, inilah sangat tidak mungkin tapi ketika kita mengedepankan pertimbangan politis maka di Papua banyak daerah otonom baru itulah menjadi catatan kita semua,”

katanya.

Sementara itu, soal masa kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Lukas Enembe dan Klemen Tinal, Sekda mengklaim bahwa semua program pembangunan di Papua bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

“Pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur semua menjadi fokus Pemprov Papua. Visi-misi Gubernur adalah Papua bangkit mandiri dan sejahtera. Untuk itu, semua penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus bermuara pada kesejahteraan masyarakat,”

kata Sekda Papua, Hery Dosinaen kepada wartawan, di Jayapura, Papua, Jumat (9/5).

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, untuk mengubah Tanah Papua yang bangkit, mandiri dan sejahtera tak cukup dilakukan hanya dalam waktu setahun atau 100 hari. Perubahan menurutnya tidak mungkin dilakukan secara instan, namun harus melalui proses panjang yang butuh keseriusan semua pemangku kepentingan.

“Satu tahun kepemimpinan saya ini bukan merupakan suatu keberhasilan, karena Papua tidak bisa diubah hanya dengan waktu satu tahun atau 100 hari. Karena itu saya berterima kasih kepada masyarakat Papua dan seluruh pemangku kepentingan yang bersama-sama dengan kami memikirkan tanah Papua untuk menuju kesejahteraan,”

kata Lukas Enembe.

Untuk itu, Gubernur mengajak seluruh masyarakat Papua yang ada di atas tanah ini agar memberikan dukungan kepada pemerintah untuk mewujudkan kemajuan pembangunan Papua yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Ada berbagai kebijakan pemerintah yang tentu saat ini sementara dilaksanakan, dan itu jelas harus mendapat dukungan dari semua pihak,” ujar Gubernur. (Jubi/Alex)

Jika DOP Papua Diteruskan, Gubernur Pilih jadi Warga Negara Australia

Jayapura, 15/4 ( Jubi) – Pemekaran, kata Gubernur Papua, bukan solusi untuk menjawab persoalan dasar di Papua, justru sebaliknya akan membawa dampak yang buruk bagi rakyat asli Papua.

Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe menyatakan keinginannya untuk menjadi warga negara Australia, jika Pemerintah Pusat meloloskan permohonan pemekaran sejumlah daerah otonom baru ( DOB ) di Provinsi Papua. Hal itu diungkapkan Gubernur Papua, ketika melakukan pertemuan terbatas dengan para Bupati/Walikota se- Papua, yang berlangsung di Hotel Aston, tadi malam.

“Kalau sampai terjadi banyak pemekaran di Provinsi Papua, maka saya memutuskan lebih baik menjadi warga negara Australia, karena saya tidak ingin melihat persoalan dan dampak yang terjadi dari pemekaran itu. Saya tidak mau dengar dan ikuti perkembangan Papua nanti. Lebih baik saya tidak tahu,”

ungkap Gubernur Papua.

Gubernur Papua terlihat cukup prihatin dengan banyaknya usulan pemekaran Daerah Otonom Baru yang diperjuangkan oleh orang-orang Papua dari sejumlah daerah di Papua, bahkan dirinya tidak habis pikir, sampai daerah yang sudah tidak layak dimekarkan, masih saja diperjuangkan oleh warga di daerah tersebut untuk tetap dimekarkan.

Karena menurut Gubernur Papua, pemekaran bukan solusi untuk menjawab persoalan dasar di Papua, justru sebaliknya akan membawa dampak yang buruk bagi rakyat asli Papua.

Orang Papua hanya sedikit orang, jadi kalau kalian mekarkan Kabupaten, itu sama saja membuka ruang bagi orang dari luar untuk datang ke Papua dan menguasai Papua,” tandas Gubernur.

Menurut Gubernur, jika melihat kondisi rakyat Papua saat ini, usulan pemekaran daerah otonom baru di Papua akan mengancam eksistensi orang asli papua di atas tanahnya sendiri.

Menurut saya pemekaran itu sama dengan kematian. Bapak-Bapak Bupati bisa terjemahkan sendiri bahasa saya ini,” ungkap Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Albert/Jubi )

Papua-Papua Barat Teken Nota Kesepahaman

Pendandatanganan MOU DPRP dan DPRPB di Kantor DPRP Port Numbay
Pendandatanganan MOU DPRP dan DPRPB di Kantor DPRP Port Numbay (TabloidJubi.com)

Gubernur Papua Lukas Enembe dan Ketua DPRP, Deerd Tabuni dan perwakilan Pemerintah Provinsi Papua Barat, MRP Serta MRPPB saat menandatangani Draft Otsus plus di Aula Sidang paripurna, Senin (20/1) kemarin.JAYAPURA – Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe S.I.P., bersama Ketua DPRD Papua Deerd Tabuni secara resmi menandatangi nota kesepahaman persetujuan draf Otonomi Khusus Plus dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang diwakili Asisten I Drs Haji Musa Kamudi pada Senin (20/1) kemarin dalam rapat penutupan sidang paripurna DPR Papua.

Draf Otsus Plus menurut rencana akan dibawa Gubernur Lukas Enembe beserta Bupati dan Walikota se-Provinsi Papua, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib, Ketua Majelis Papua Barat Vitalis Yumte hari ini Selasa (21/1) ke Jakarta.

Dimana dalam draf Otsus plus yang akan dibawakan telah dijadwalkan oleh delegasi untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelumnya juga, tiga agenda nota kesepahaman ditandatangani oleh Gubernur Lukas Enembe dan Ketua DPR Papua, Deerd Tabuni didampingi Wakil Ketua I, Yunus Wonda dan Wakil Ketua II, Yop Kogoya dan disaksikan seluruh anggota DPR Papua dan Pimpinan SKPD dilingkungan Pemerintah Provinsi Papua.

Ketiga agenda utama nota kesepahaman tersebut diantaranya, pertama mengenai raperda tentang anggaran pendapatan daerah dan belanja daerah provinsi papua tahun 2014. Kedua, nota kesepakatan untuk pembangunan jalan, jembatan yang dilakukan dalam bentuk tahun jamak tahun 2014 – 2016.

Kemudian, ketiga persetujuan antara pemerintah Provinsi dengan DPR Papua terhadap raperda tentang penggabungan hukum, badan hukum Perusahaan Daerah Irian Bakti ke dalam perusahaan induk PT. Irian bhakti mandiri.

Dalam pidatonya, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe mengungkapkan, dengan penetapan APBD Provinsi Papua tahun anggaran 2014, maka langkah selanjutnya eksekutif dan legislatif bersama-sama akan melakukan konsultasi dan evaluasi ke Pemerintah Pusat, dengan harapan dapat dilakukan konsultasi diharapkan pihak eksekutif harus bekerja dengan sebaik-baiknya untuk mewujudkan target yang telah ditetapkan dalam APBD

Selanjutnya, kata Gubernur Enembe, bahwa persetujuan usulan draft Rancangan RUU pemerintah Otsus di tanah Papua pada sidang Dewan yang terhormat ini perlu disampaikan bahwa keberadaan UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua sudah seharusnya di rekonstruksi karena tidak sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat Papua.

“Perubahan tersebut juga merupakan respon atas komitmen presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam penyelesaian masalah Papua, secara konstruktif dan komprehensif melalui percepatan pembangunan secara berkeadilan dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat Papua,”

katanya.

Lanjut dia, penyusuan rancangan RUU Pemerintah Otsus di tanah Papua telah melalui suatu proses yang panjang, mulai dari pembentukan tim asistensi penyusunan draft rancangan UU yang melibatkan berbagai stakeholder, konsultasi publik termasuk pembahasan dan persetujuan DPRR Papua dan Papua Barat,” ujarnya (Loy/don/l03)

Selasa, 21 Januari 2014 02:41, BinPa

Kepala UP4B: Tanpa Ada Keberpihakan Pembangunan di Papua Tidak Bisa Berjalan

Kepala UP4B bersama Wakil Bupati, Letjen (Purn) Bambang Darmono bersama Wakil Bupati Kepulauan Yapen saat melakukan pertemuan di Gedung Silas Papare, Rabu (27/11) kemarin. MANOKWARI – Kepala Unit Perecepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), Letjen (Purn) Bambang Darmono, mengungkapkan, untuk bisa melakukan percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat harus dibutuhkan bukti yang nyata melalui pembinaan yang realitas dengan memberikan diskriminatif positif (keberpihakan).

Keberpihakan yang dilakukan oleh UP4B, menurut Darmono, salah satunya melakukan pembangunan infrastrukutur jalan, pengembangan SDM, peningkatan pendidikan, kesehatan dan juga peningkatan perekonomian di wilayah Papua dan Papua Barat.

“Saya tegaskan bahwa tanpa adanya keberpihakan di tanah ini, maka pembangunan di Tanah Papua tidak akan bisa berjalan,”

ungkap Darmono dalam kunjungannya di Kepulauan Yapen sekaligus melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah Kepulauan Yapen di Gedung Silas Papare, Rabu (27/11) kemarin sekaligus memantau perkembangan jalan yang dibangun oleh TNI di wilayah Kepulauan Yapen dan wilayah Manokwari.

Hadir dalam pertemuan tersebut, Wakil Bupati, Frans Sanadi S.Sos, M.B.A., Ketua DPRD, Yotam Ayomi, Dandim 1709/Yawa, Letkol Inf. Dedi Iswanto, Wakapolres Kepulauan Yapen, Kompol. T. Ananda, S.P., dan sejumlah Pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah dan sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Kepulauan Yapen.

Darmono mengungkapkan bahwa keberpihakan yang satu-satunya dilakukan adalah Otsus yang pada hakekat utamanya adalah percepatan, namun dirinya tidak ingin masuk pada ruang disposisi Otsus Plus tersebut karena itu merupakan sebuah kewenangan yang diberikan kepada wilayah.

“Otsus itu hakekat utamanya adalah percepatan pembangunan, sebab di akhir Otsus itu kondisi Papua harus sejajar dengan Provinsi lain yang ada di seluruh Indonesia. Apakah dia kondisi SDM maupun kondisi lainnya itu karena merupakan amanah Undang-undang,” katanya.

Darmono kembali menegaskan, bahwa UP4B diberikan 5 tugas oleh Presiden diantaranya, untuk melakukan koordinasi, untuk menjalankan sinkronisasi, untuk menjalankan pengendalian, dan evaluasi, serta semua proses perecepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat.

Dengan lima tugas yang diberikan itu, maka UP4B bukan badan yang memiliki ototritas dari Pemerintah untuk melakukan pelaksanaan program atau mengekesekusi program, akan tetapi UP4B sebuah unit percepatan pembangunan untuk mengkoordinasi semua percepatan pembangunan yang ada di Papua dan Papua Barat, yang kemudian melakukan evaluasi dan pengendalian sejauh mana pembangunan tersebut.

Untuk itu, apapun yang dilakukan oleh UP4B selalu dibatasi pada tugas yang diberikan oleh Presiden sehingga dalam pelaksanaan program itu ada di kementerian kelembagaan.

“Jadi, tanggung jawab sepenuhnya atas program yang dilakukan merupakan tanggung jawab dari Kementerian kelembagaan bukan UP4B,”

tukasnya.
Khusus di Kabupaten Yapen, Darmono mengemukakan, masyarakat sangat merindukan pengembangan berbagai sumber daya yang ada, bahkan sudah 40 tahun jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen itu sangat dirindukan, sehingga adanya UP4B mencoba untuk menerobos untuk melakukan proses percepatan pembangunan dengan tujuan dapat mengembangkan dan meningkatkan SDM, pendidikan dan kesehatan serta berbagai perekonomian lainnya.

“Yang jelas, percepatan pembangunan yang kita lakukan pada hakekatnya untuk mempercepatan pelaksanaan pembangunan dan saya mencoba bagaimana konsep tugas ini bisa dikembangkan untuk bisa melanjutkan pembangunan terutama infrastruktur jalan,”ujarnya.

Sementara itu, kepada wartawan, kata Darmono dalam kunjungan di Papua, khusus di daerah Kepulauan Yapen untuk melihat sejauh mana persiapan dari para prjurit TNI yang akan mengerjakan sebagian jalan UP4B di wilayah Papua, Papua khususnya di Kabupaten Kepulauan Yapen.

Disamping itu, dalam kunjungannya juga ingin mendengar langsung bagaimana rencana TNI dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan jalan itu, sekaligus mendengar langsung respon dari masyarakat terkait pekerjaan yang dilakukan oleh TNI. Namun secara umum, menilai bahwa semuanya harus membutuhkan proses untuk melakukan sosialisasi karena masyarakat sedang menunggu dan mendukung progres dari pada pembangunan yang dilakukan sekarang ini.

Sementara dalam kunjungannya di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari-Provinsi Papua Barat, Darmono mengemukakan, bahwa pihaknya untuk meyakinkan bahwa proyek ini harus jadi. “Apapun buat saya itu hal yang lumrah, karena dalam sebuah proses itu pasti banyak dinamika, yang paling penting endingnya bakal berhasil dengan baik. Saya tegaskan, bahwa TNI bukan main proyek dalam mengerjakan jalan ini, akan tetapi karena kurang dana maka, bagaimana caranya mempersempit agar pembangunan bisa berjalan, sehingga salah satunya dimafaatkan TNI untuk membantu melakukan percepatan pembangunan ini,” pintanya.
Sementara itu, Wakil Bupati Kepulauan Yapen, Frans Sanadi, S.Sos M.B.A., mengakui, Kabupaten Kepulauan yang terletak di pesisir tanah Papua sangat terkendala proses perecepatan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) karena transportasi sangat sulit ditempuh.

Apalagi menurutnya, daerah distrik Angkaisera Kota Serui dan distrik Akasera Manawi serta distrik Kasiwa sangat sulit dijangkau ketika terjadi musim gelombang atau musim angin.

“Salah satu contoh, ada orang sakit tidak bisa tertolong ketika terjadi gelombang, padahal apabila menggunakan kendaraan darat sangat cepat mendapat pertolongan,”

katanya.

Oleh sebab itu, dengan koordinasi yang terus menerus dengan UP4B akhirnya ditahun 2012-2013 akhir ini UP4B melalui Pepres yang dikatakan tadi oleh Pak Kepala UP4B, Darmono, maka kita mendapat tiga ruas jalan pembangunan di daerah Kabupaten Kepulauan Yapen yang cukup sulit pembangunan di Kabupaten Kepulauan Yapen yaitu, di daerah Pantura atau di daerah pantai Utara.

Dia mengungkapkan, dengan koordinasi yang terus menerus dengan UP4B akhirnya ditahun 2012-2013 akhir mendapatkan perhatian serius, terutama kepada Kepala UP4B karena telah melakukan terobosan baru untuk melakukan ruas jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen ini.

“Dengan kehadiran UP4B di Papua, khusus di Kepulauan Yapen yang didukung oleh TNI dan Marinir kami berharap ruas jalan dari Serui sampai di Ansus dan beberapa ruas jalan yang dibangun bisa terjangkau pada pertengahan tahun 2014 mendatang,”
katanya.

Pada dasarnya, ia mengungkapkan, Pemerintah Daerah bersama masyarakat Kabupaten Kepulauan Yapen menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada Pemerintah Pusat dan khusus bapak Bambang Darmono sebagai Kepala UP4B yang telah memberikan perhatian besar bagi masyarakat yang ada di Kabupaten ini.

“Kehadiran beliau merupakan sesuatu penghargaan yang luar biasa bagi pemerintah dan masyarakat Kepulauan Yapen karena beliu telah menyempatkan waktu untuk bisa hadir dan berdiskusi dengan tokoh-tokoh masyarakat serta SKPD dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen ini,”

ujarnya.

Kedepan, Sanadi berharap agar di masa-masa yang akan datang lebih ditingkatkan kebersamaan, dan kepada masyarakat diimbau bisa memberikan dukungan secara positif setiap proses pembangunan di Kabupaten ini, sehingga jalan lingkar Kepulauan Yapen diharapkan bersama bisa terwujud pada waktunya.

Di tempat terpisah, Dandim 1709/Yawa, Letkol Inf. Dedi Iswanto menjelaskan, bahwa pembangunan ruas jalan oleh UP4B yang dijalankan oleh TNI secara kodim 1709/ Yawa mendapatkan lima ruas, diantaranya ruas di Yapen Utara, Roseberi-Poom dan Roseburi-Aubeba, Randawaya-Dawai, kemudian ruaas Geesa-Barapati, dan ruas Wapoga-Botawa.

“Jadi, kalau dari sasaran yang ada ini, maka kodim sampai saat ini secara umum tidak ada kendala, dan masyarakat begitu suka dan antusiasnya atas pembangunan ketika TNI yang akan bekerja. “Masyarakat dengan suka cita membantu kami untuk mengerjakan pembangunan ruas jalan ini,” ujarnya.(loy/don/l03)

Kamis, 28 November 2013 18:54, Binpa

Agustus, SBY Jawab Otsus Plus

JAYAPURA [PAPOS] – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berencana memberikan jawaban realisasi dari 20 poin yang diajukan pemerintah Provinsi Papua dalam otonomi khusus (Otsus)Plus pada bulan Agustus mendatang.

Kepastian tersebut disampaikan Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda, SH, MH kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (21/5). “Nanti bulan Agustus, Presiden SBY akan berada di Jayapura beberapa hari untuk menyerahkan Otsus plus yang di dalamnya ada 20 poin,” ucap Yunus.

Yunus menjelaskan, dari 20 poin otsus yang diajukan kepada presiden SBY, beberapa poin di antaranya adalah pembangunan jalan trans, pemberian grasi bagi tapol/napol, membangun kerja sama ekonomi dengan negara tetanga di pasifik, pembukaan penerbangan internasional, pencanangan Papua sebagai tuan rumah PON 2020 dan lain-lainnya.

Yunus optimis, 20 poin yang diajukan tersebut kepada presiden SBY akan direalisasikan. “Dari pertemuan sebelumnya pada 29 April lalu di Istana dengan presiden yang diikuti gubernur Papua, ketua MRP, ketua DPRP Presiden SBY memberikan respon yang positif, dengan begitu kami optimis,” ugkap Yunus.

Untuk memuluskan itu, pihaknya bersama Gubernur Papua, Ketua MRP, akan berangkat ke Jakarta untuk melakukan koordinasi dan pemantapan.

“Rencananya, bulan Juni dan Juli kami bersama gubernur kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan dan berkoordinasi,”

terang Yunus.

Politisi asal Partai Demokrat ini berharap dukungan dari seluruh elemen masyarakat Papua agar apa yang diperjuangkan ini bisa berhasil.

“Mari saatnya kita bersatu mendukung apa yang diperjuangkan gubernus Papua demi peningkatan kesejahteraan rakyat Papua, jangan lagi kita saling menyalahkan,”

harap Yunus.

Sebab menurut Yunus, Otsus plus yang diberikan Presiden SBY ini menunjukan adanya perhatian pemerintah pusat bagi rakyat Papua.Yunus menjelaskan, kehadiran Otsus plus ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.

“Otsus plus diberikan agar Papua diberikan kewengan yang lebih luas untuk mengelola sumberdaya alam untuk peningkatan kesejahteraan rakyat Papua sendiri,”

jelas Yunus.

Yunus, yakin jika Otsus plus dikelola dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan untuk menyejahterakan rakyat Papua akan tercapai. [frm]

Terakhir diperbarui pada Kamis, 23 Mei 2013 00:30

Kamis, 23 Mei 2013 00:28, oleh Frm/Papos

Enhanced by Zemanta

Perlu Referendum Bagi UU Otsus Papua

JAYAPURA – Pengamat Hukum Internasional dan Sosial Politik di Tanah Papua Faukultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (Fisip Uncen) Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, Referendum merupakan bagian dari cara menyampaikan aspirasi masyarakat dalam proses demokrasi yang sedang menjadi pilihan penyelesaian persoalan Undang-Undang di beberapa negara di dunia.

Dengan demikian, jadi PemerintahIndonesia tidak perlu alergi atau takut terhadap pelaksanaan referendum di Papua, khusus dalam meminta pendapat rakyat Papua terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otsus Papua.

Perdebatan seputar kontroversi Undang-Undang Otsus, menurut hematnya, kalau pemerintah tidak mau berdialog karena mencurigai ada agenda tersembunyi dibalik dialog damai Jakarta-Papua, maka jalan tengahnya adalah pemerintah harus gelarkan referendum terhadap Undang-Undang Otsus Papua.

Namun kalaupun pemerintah pusat terus melaksanakan kebijakan seperti Inpres No 15 Tahun 2007, kebijakan UP4B dan sekarang Otsus Plus, semuanya kebijakan ini dalam prosesnya bertentangan dengan Undang-Undang Otsus Papua pasal 78 itu, dimana dikatakan bahwa seluruh proses kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan orang Papua, usulan awalnya harus datang dari rakyat Papua.

“Usulan dari rakyat Papua, disampaikan ke MRP, dan selanjutnya ke DPRP dan pemerintah daerah, berikutnya ke pemerintah pusat ,” ungkap Dosen Program Studi Hubungan Internasional Fisip Uncen Jayapura kepada Bintang Papua di kediamannya, Jumat, (17/5).

Ditegaskannya, kebiasaan pemerintah membuat Undang-Undang lalu melanggar Undang-Undang yang dibuatnya sendiri ini, seperti Undang-Undang No 21 Tahun 2001. Inilah semakin menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah.

Untuk itulah perlu digelarnya referendum Undang-Undang Otsus Papua, seperti kehidupan demokrasi di Negara Swiss, dimana hampir sebagian besar Negara bagian Swiss sering menggelar referendum untuk meminta pendapat rakyat terhadap penerapan suatu undang-undang, karena demokrasi yang diterapkan di Swiss adalah demokrasi perwakilan dengan sistem referendum. “Sistem model demokrasi ini di Swiss bisa menjadi contoh bagi rakyat Papua dalam menyelesaiakan konflik seputar pelaksanaan Undang-Undang Otsus Papua,” tandasnya.(nls/don/l03)

Sumber: Sabtu, 18 Mei 2013 06:47, Binpa

Enhanced by Zemanta

11 Kursi Tambahan Otsus PB Terancam Tak Terakomodir

MANOKWARI – Pertambahan 11 kursi DPRPB dari jalur Otonomi khusus (Otsus) teracaman tak terakomodir pada pemiilihan umum legislatif 2014 mendatang. Pasalnya, hingga kini belum ada aturan turunan berupa Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang ditetapkan oleh Pemerintah provinsi Papua Barat dan DPRPB. Padahal Perdasus ini sebagai petunjuk teknis.
“Karena belum ada perdasus, 11 (sebelas) kursi Otsus di Papua Barat terancam tidak terakomodir dalam Pemilu legislatif 2014,” kata Ketua KPU Papua Barat Thimotius Sraun kepada wartawan, Kamis (31/1).

Penambahan kursi DPRPB, lanjut Sraun menjelaskan, mengacu pada pertambahan jumlah penduduk provinsi Papua Barat telah mencapai 1.095.161 jiwa. Penambahan alokasi kursi ini pun mengacu pada ketentuan pasal 23 ayat 2 huruf (b) Undang-undang (UU) No. 8 2012 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD,DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Peningkatan jumlah kursi di DPRD PB itu pada gilirannya berpengaruh terhadap peningkatan jumlah kursi dari jalur otsus, yaitu dari 9 kursi menjadi 11 kursi. Sehingga total kursi dari 45 menjadi 56 kursi pada pemilihan umum 2014 mendatang,” jelasnya lagi.

Dikatakan, peningkatan itu sesuai ketentuan pasal 6 ayat (4) UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Prov Papua. Besar kemungkinan sebelas kursi tersebut terancam tidak terakomodir karena belum rujukan aturan (Perdasus) mengaturnya. “Kalaupun sudah ada tetapi belum disahkan maka, para penerima amanah dari rakyat selaku pemilik hak atas kursi otsus hendaknya mengupayakan percepatan proses pengesahan produk hukum tersebut sebagai wujud kepedulian,” ungkap Sraun.

Ditambahkan Sraun, KPU Papua Barat akan berkoordinasi dengan pihak eksekutif, legislatif dan Majelis Rakyat Papua Barat, untuk mendorong percepatan proses pengesahan yang mengatur tentang mekanisme dan prosedur rekrutmen anggota DPRPB terkait pengisian kursi Otsus di Papua Barat sebanyak sebelas kursi.(Sera/don/l03)

Jum’at, 01 Februari 2013 21:45, Binpa

Tahun ini Indonesia Rencanakan, Dialog Papua-Jakarta Dilaksanakan

Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan saat diwawancarai wartawan di Kota Jayapura, Papua. (Jubi/Levi)
Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan saat diwawancarai wartawan di Kota Jayapura, Papua. (Jubi/Levi)

Jayapura — Setelah melakukan kunjungan ke Papua terkait penyelesaian masalah Papua pada September 2012 lalu, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hukum dan HAM, Albert Hasibuan, mengaku sudah memberikan pertimbangannya ke Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Saya sudah memberikan pertimbangan, penyelesaian masalah Papua sebaiknya dibicarakan bersama. Jawaban Presiden SBY menyambut baik hal itu,”

kata Albert, saat ditemui usai mengikuti perayaan malam Natal bersama Partai Amanat Nasional di Kota Jayapura, Papua, Minggu malam (13/1).

Menurut Albert, pihaknya juga telah didatangi beberapa tokoh Papua seperti Pater Neles Tebay dan Beny Giay, serta beberapa tokoh agama lainnya asal Papua. “Mereka mendorong untuk diadakan dialog dan mudah-mudahan dialog itu bisa dilaksanakan pada tahun 2013 ini. Tapi saya tak tahu pastinya di bulan apa,” katanya.

Hanya saja menurut Albert, pihaknya bekerja ke arah itu (mendorong adanya dialog). Sebab semuanya, termasuk Presiden SBY mengharapkan tanah damai bagi Papua.

“Saya pikir semua, termasuk Presiden SBY bekerja dan mempunyai kemauan ke arah itu (dialog) dan tinggal tunggu waktunya,”

katanya.

Sedangkan pertimbangan lain ke Presiden SBY, kata mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini, yakni Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua agar dilaksanakan sepenuhnya, baik oleh jajaran di daerah, maupun pemerintah pusat.

“Yang lain, KPK harus diadakan nyata di Papua dan harus turun ke Papua, karena banyak rakyat Papua mengeluh, mereka mengajukan pertanyaan tentang bagaimana pertanggungjawaban dana Otsus itu. Sehingga KPK sebaiknya ada disini (Papua),”

kata Albert.

Sekadar diketahui, Albert yang saat menjadi anggota Komnas HAM, dia pernah menjadi Ketua Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Timtim (1999), KPP HAM Abepura (2000), Ketua KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (2001), serta dilantik menjadi Watimpres Bidang Hukum dan HAM pada Januari 2012 lalu.

Pada kunjungannya ke Papua selaku Watimpres, Albert bertemu jajaran pemerintahan di Provinsi Papua dan Kabupaten Jayawijaya. Diantaranya, MRP, Mapolda Papua dan Makodam XVII Cenderawasih, para pimpinan LSM, dan tokoh gereja. Kunjungan ini, tindaklanjut dari pertemuan dengan para tokoh masyarakat Papua di Kantor Wantimpres pada tanggal 3 Juli 2012 sebelumnya. (Jubi/Levi)

Tuesday, January 15th, 2013 | 18:01:02, TJ

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny