5 Alasan Ini Yang Membuat Indonesia Takut Kehilangan Papua

Selama 54 tahun kita ketahui negara ini mempertahankan Papua secara mati-matian dengan cara halus maupun brutal. Tindakan negara ini membuat ribuan Rakyat Papua yang tidak berdosa terbunuh sia-sia.
Pelanggaran Ham bukan lagi ukuran ketidak wajaran bagi negara ini untuk terus mempertahankan Papua. Misalnya, pada tahun 2011 lalu Munarmab yang pernah menjabat sebagai ketua YLBHI, meminta kepada pemerintah untuk tidak takut akan pelanggaran Ham dalam mempertahankan bumi cerderawasih dalam bingkai NKRI.

“Untuk mempertahankan tanah Papua dari pangkuan NKRI, pemerintah diminta untuk tidak takut melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). “Tidak perlu takut juga pada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)”, kata Mantan Ketua YLBHI, Munarman, di Kantor Kemenhan, Jakarta, Jumat (23/12/2011). (m.suara-islam.com)

Pelanggaran Ham tidak lagi bernilai bagi negara ini. Nyawa orang Papua dipandang nomor dua dari kekayaan alamnya. Watak terdahulu seperti Ali Murtopo terus hidup dalam watak para petinggi negara saat ini.
Selain itu, coba anda bertanya apakah masuk akal “sementara masalah internal negara yang menumpuk, utang terus bertambah, rakyatnya masih mengemis untuk sesuap nasi, dan untuk mengatasinya negara membutuhkan dua ribu rupiah. Eeehh, malah negara berani mengeluarkan lima ribu rupiah untuk berdiplomasi menghadang lajunya perjuangan Papua. Terlebih khususnya di wilayah Pasifik.

“Semua alasan ini mengajari kita bahwa negara ini memiliki rancangan yang besar untuk mengatur kekayaan alam dan manusia Papua sesuka hatinya”

Dari alasan di atas, berikut ini  dihaimoma.com merangkum 5 poin musabab, mengapa Indonesia mati-matian mempertahankan Papua dalam NKRI.
Pertama di tangan Indonesia Papua menjadi dapur dunia . Bagaimana tidak, sampai saat ini Papua menjadi sarang kapitalis.
Sumber:http://katadata.co.id
Perusahaan skala internasional milik negara asing seperti PT. Freeport Indonesia, perusahaan minyak BP Indonesia, perusahaan kelapa sawit yang jumlahnya 54 perusahaan di seluruh tanah Papua yang masih  gencar  beropersai. Bukan hanya itu, masih banyak lagi perusahaan mini lainya yang masih eksis di bumi cenderawasih tetapi sampai saat ini belum terkuak ke publik.
Jika anda tertarik untuk mengetahui jumlah perusahaan kelapa sawit yang peroperasi di Papua download daftar perusahaan kelapa sawit di papua yang di keluarkan docplayer.info (Download di sini)
Hasil dari ini pula Papua merupakan salah satu daerah penyumbang terbesar pendapatan negara. Dengan demikian perekonomian Indonesia sangat bergantung kepada Papua dan Papua menjadi aset paling bernilai untuk negara ini.

Tambang Grasberg di Timika, Papua merupakan salah satu tambang yang menyimpan cadangan emas dan tembaga melimpah bagi Freeport. Bahkan, cadangan emas di Papua yang mencapai 29,8 juta ons merupakan cadangan terbesar atau mencakup 95 persen dari total cadangan emas Freeport di dunia. Sedangkan, cadangan tembaga mencakup sekitar 27 persen dari total cadangan Freeport atau cadangan terbesar ketiga di dunia. (katadata.co.id) 


Kedua Papua lepas dari NKRI berarti sudah pasti Indonesia akan mengalami masalah disintegrasi dan masalah perekonomian yang sangat rumit untuk di atasi. Dampaknya, tempat mencari makan dari negara ini akan berpindah ke daerah lain yang masih utuh seperti, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan daerah lainya. Pasalnya, di pulau Jawa hanya ada gedung pencakar langit, kemacetan, serta perusahaan besar yang sangat tidak mungkin dikonsumsi manusia.
Selain itu jika Papua lepas dari negara ini otomatis akan berdampak pula pada pulau-pulau lain di Indonesia, yang juga akan menuntut hal serupa. Misalnya, Gerakan Aceh Merdek (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS),  Bali, dan beberapa daerah lainya.
Ketiga Semua kekayaan alam yang terdapat di Papua merupakan milik negara dan akan terus menjadi aset yang siap diambil kapan saja dan apa saja yang negara inginkan. Melepaskan Papua berarti  juga lepaskan masa depan negara ini. Mempertahankan Papua berarti, mempertahankan masa depan negara ini.
Keempat melepaskan Papua berarti menciptakan Persaingan baru. Bukan hal yang mustahil jika Papua lepas dari negara ini, maka Papua akan lebih baik dan lebih maju. Papua memiliki kekayaan alam yang sekurang-kurangnya mampu menjamin kebutuhan puluhan negara. Jika kemerdekaan itu di manfaatkan secara tepat sasaran, Papua bisa bersaing dengan New Zeland dan Australia di wilayah Pasifik.
Kemajuan ini bisa kita lihat dari perbandingan antara Indonesia dan Malaysia. Dulu orang Malaysia yang belajar di Indonesia. Sekarang terbalik, orang Indonesia yang belajar ke Malaysia.  Banyak TKI serta artis Indonesia yang diperlakukan tidak manusiawi oleh Negeri Jiran. Anehnya lagi, Indonesia pernah keluar dari anggota PBB hanya karena PBB menerima negara itu sebagai anggota tetap PBB.
Hal ini pun bisa terjadi dengan konteks Papua. Papua itu kaya. Setelah merdeka  mungkin hanya membutuhkan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tepat  sasaran dan Sumber Daya Manusia (SDM)  yang memadai. Beda dengan Indonesia, jika Papua lepas dari negara ini mereka membutuhkan SDA untuk membangun negaranya.
Kelima melepaskan Papua berarti melepaskan 466 lebih suku di Indonesia. Ini artinya, keaneka ragaman, suku, budaya, dan bahasa yang menjadi aset negara ini akan berkurang.
Sampai di sini dapat kita ketahui bahwa Indonesia takut kehilangan Papua karena SDAnya. Bukan takut kehilangan manusia Papuanya.

ULMWP : West Papua Bergerak Maju dari Advokasi Menuju Sebuah Negara

Sekjen ULMWP Octovianus Mote
Sekjen ULMWP Octovianus Mote, Juru Bicara ULMWP (Benny Wenda) dan anggota ULMWP Rex Rumakiek saat upacara penerimaan delegasi ULMWP oleh Koalisi Masyarakat Sipil Pasifik untuk West Papua – Jubi/Victor Mambor

Honiara, Jubi – Perjuangan bangsa Papua Barat saat ini mulai bergerak maju dari tahap advokasi menuju tahap membangun negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Honiara kepada sejumlah wartawan.

“Saat ini kami harus bergerak maju membangun sebuah negara. Ini untuk mendapatkan dukungan internasional dalam penentuan nasib sendiri,” kata Octovianus Mote, Sekjen ULMWP, Rabu (13/7/2016).

Bangsa Papua, sebagai bangsa yang besar dan memiliki tanah yang besar harus mempersiapkan diri untuk membantu rakyat Melanesia dan Pasifik yang hidup di pulau-pulau kecil yang mungkin saja akan menghadapi masalah dengan dampak perubahan iklim.

“Bangsa Papua harus mengambil peran dalam pembangunan ekonomi, pembangunan kapasitas pekerja medis, dokter hingga upaya menghadapi dampak perubahan iklim,” ujar Mote.

Menurutnya, saat ini bangsa dan rakyat Papua memiliki kapasitas untuk membantu bangsa dan rakyat Pasifik dan Melanesia.

Terpisah, Juru Bicara ULMWP, Benny Wenda berharap ULMWP mendapatkan status anggota penuh di Melanesia Spearhead Groups (MSG).

“Kami optimis. Saat ini dukungan dari bangsa-bangsa Melanesia dan Pasifik sangat kuat. Ini memberikan harapan besar bagi kami untuk menjadi sebuah negara bebas,” kata Wenda.

Ia menambahkan, perjuangan saat ini bukan untuk dirinya atau para pejuang Papua Merdeka, namun untuk masa depan bangsa dan rakyat Papua.

“Perjuangan ini, perjuangan bangsa dan rakyat Papua agar bisa bebas dari penindasan Indonesia,” kata Wenda.

Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manaseh Sogavare, kepada wartawan usai pertemuan Pacific Islands Development Forum (PIDF) menggambarkan perjuangan bangsa dan rakyat Papua sebagai perjuangan yang menarik perhatian bangsa-bangsa Melanesia dan Pasifik.

“Kesadaran bangsa Papua Barat sebagai bagian dari Melanesia dan Pasifik serta kesadaran untuk membantu bangsa-bangsa Pasifik yang menghadapi ancaman perubahan iklim adalah langkah positif karena menunjukkan kepada Indonesia bahwa Bangsa Papua sangat serius dalam memandang dirinya dan siap dalam mengelola kekeyaan sumberdaya alamnya,”

jelas Sogavare.

Sogavare menambahkan, MSG Summit akan membahas aplikasi ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG agar bangsa Papua Barat bisa menyelesaikan masalah dengan Indonesia, terutama pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi terus menerus di Papua.

“Kepedulian masyarakat internasional terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua juga ditunjukkan oleh Australia, Selandia Baru, Papua New Guinea, Fiji dan Vanuatu baik pemerintah maupun masyarakat sipilnya. Saat ini masalah Papua mendapatkan momentumnya,”

kata Sogavare. (*)

Logika NKRI: London, Canberra, New York Mendukung Keutuhan NKRI?

Logika NKRI: London, Canberra, New York Mendukung Keutungan NKRI, kok Bukan Port Numbay, bukan Manokwari, bukan orang Papua, tetapi orang asing, negara asing, kota asing yang mendukung NKRI?

Lantas mereka mendukung keutuhan NKRI di Tanah mana dan atas bangsa mana?

Sesuatu yang sekali lagi, “Aneh tapi nyata!” Sungguh aneh, tetapi itu menjadi kenyataan dalam retorika dan logika politik NKRI. Pertanyaannya sekali lagi,

Masa yang menjajah NKRI, yang dijajah West Papua, tetapi yang mengakui London, Canberra, dll?

 Ah, yang benar aja, to mas, to mBak! Kok ngawur gitu lho!

Ngawurnya apa?

Pertama, ngawur karena yang menjajah bangsa dan Tanah Papua itu NKRI, tetapi NKRI selalu keliling dunia tanya, “Kamu mengakui nggak, penjajahan saya atas West Papua? Jadi, yang menjajah negara lain, yang dijajah negara lain, yang disuruh mengakui penjajahan negara lain?

Apa artinya drama ini?

Arti langsung dan paling sederhana ialah, bahwa NKRI sebenarnya “Tidak mengakui bahwa ia sedang menjajah dan menduduki Negara West Papua!” makanya dia harus lari ke sana-kemari minta konfirmasi.

Kedua, , ngawur karena “NKRI tidak tahu kalau West Papua itu ibukotanya Port Numbay, bukan London, bukan Canberra, bukan New York!”.

Kalau kita lihat perilaku Indonesia, yang menjajah West Papua dengan ibukota Port Numbay, tetapi sibuk bolak-balik London mempertanyakan status West Papua di dalam NKRI, maka dapa disimpulkan NKRI ada kena penyakit geger otak, salah ingatan, disorientasi, sehingga tidak tahu apa, di mana dan bagaimana?

Masa menanyakan “Apakah West Papua tetap di dalam NKRI kepada bangsa lain?“, Tanyakan saja dong kepada orang Papua, di West Papua. Kalau berani, “Lakukan referendum, tanyakan secara demokratis, kepada selurh Rakyat West Papua”. Katanya NKRI itu sebuah negara modern dan demokratis, kok bertanya tentang nasib sebuah bangsa dan wilayah West Papua kepada bangsa dan wilayah lain? Ini demokrasi jenis apa? Demokrasi keturunan dari mana?

Ketiga , ngawur karena dengan terus bertanya kepada negara luar tentang keutuhan NKRI, sebenarnya NKRI sedang menggenggam bara api di tangannya sendiri, dan pada akhirnya NKRI tidak akan sanggup lagi, karena tangannya akan terbakar kalau kelamaan.

“Politik tidak mengenal teman abadi dan mush abadi!” Ini slogan yang umum di Indonesia saat ini, bukan?

Apakah Indonesia punya antisipasi, kapan London, New York dan Canberra akan mengatakan “Indonsia angkat kaki dari Tanah Papua?” Ataukah NKRI berdoa dan berpuasa agar mereka tetap mengakui West Papua bagian dari NKRI sampai kiamat, sesuai rumus “NKRI Harga Mati”?

Kapan NKRI akan turun ke Tanah Papua, kepada bangsa Papua, dan bertanya secara jujur dan gentlemen, “Apakah West Papua bagian dari NKRI?” Kalau takut, jangan bikin diri berani tanya kepada orang lain.

Katanya “Suara Rakyat itu Suara Tuhan, lalu kenapa rakyat Papua tidak pernah ditanyai pertanyaan yang sama yang diajukan kepada negara-negara asing?” Takut malu kali ya? Ahhh, nggak usah malu-malu, kan udah ketahuan Anda berbohong!

Oh, ataukah “Suara London, Suara Canberra, dan Suara New York itu yang suara Tuhan?” Nah, kalau begitu, bagaimana kalau seandainya mereka ikut rumus tiada kawan abadi dan tiada mush abadi lalu bilang, “NKRI out from West Papua?”, kan akhirnya harus mengaku juga

 London, Canberra, New York TIDAK LAGI Mendukung Keutuhan NKRI, bukan?

Keempat, dan seterusnya cari sendiri aja deh, kokh kekurangan orang lain kita kasih tahu semua malah lama-lama kita balik memperbaiki mereka lagi! Konyol akhirnya!

Argumen NKRI: Pepera Sudah Final?

Argumen NKRI: Pepera Sudah Final? ini sama saja dengan mengatakan kembali kepada Belanda, “Dutch East Indies sudah final” karena itu Indonesia merdeka sebuah kesalahan!

Demikianlah adanya: memang pembagian wilayah penjajahan di antara para penjajah lainnya seperti Belanda, Inggris, Portugis dan Perancis di Asia dan Pasifik telah dilakukan berdasarkan pengakuan dan perjanjian internasional, yaitu sebuah proses hukum dan politik yang “Sudah Final”.  AKAN TETAPI mengapa kok akhirnya “Indonesia Medeka?”, mengapa akhirnya “Malaysia Merdeka?”, mengapa akhirnya “Singapura merdeka dari Malaysia?” dan “mengapa Brunai dilepaskan dari Malaysia dan Singapura?” “Mengapa British Papua dan German New Guinea yang sudah diakui dngan perjanjian internasional yang final kemudian digabungkan lagi ke dalam sebuah negara bernama Papua New Guinea?”

Pertanyaan lebih besar lagi,

  1. Mengapa Amerika Serikat merdeka dari Inggris, padahal sudah ada perjanjian dan pengakuan internasional tentang “New World” itu sebelumnya?
  2. Mengapa Inggris harus keluar lagi dari Uni Eropa, padahal dunia sudah mengakui secara hukum, politik, sebagian ekonomi bahwa United Kingdom adalah anggota dari Uni Eropa?
  3. Mngapa Montenegro merdeka dari uni Serbia-Montenegro, padahal kedua wilayah sudah mengikat perjanjian dan diakui secara internasinal?
  4. Mengapa dan mengapa…..,

Banyak sekali jawaban atas “mengapa…” ini menunjukkan dengan mudah dan gamblang kepada kita bahwa “TIDAK ADA KATA FINAL DALAM POLITIK DAN DIPLOMASI INTERNASIONAL”.  Di dalam perselingkuhan politik NKRI saja kita saksikan “Golkar, PDIP, Demokrat, PKS, dll: sekarang berkoalisi, besok berpisah, besok berpisah, lusa berkoalisi lagi. Jadi, politik lokal, politik nasional dan poltik internasional, semuanya adalah politi. Dan politik itu tidak pernah ada sejarah teman abadi dan musuh abadi. Politik itu yang menyebabkan West Papua dikorbankan. Politik itu yang menyebabkan Papua dan New Guinea dipisahkan. Dan politik pula yang menyebabkan Papua dan New Guinea digabung menjadi satu negara. Politik itu pula-lah yang menyebabkan West Papua harus melepaskan diri dari NKRI.

Pepera Sudah Final adalah Wacana Penyesatan Akal Sehat dan Nalar Manusia Indonesia

Wacana “Pepera Sudah Final” adalah bahasa militer, sikap arogan, menunjukkan perilaku NKRI yang memaksakan kehedak negara terhadap demokratis, yang militeristik dan diktatorial. Sebuah proses politik, sebuah hasil demokrasi tidak pernah dianggap sudah final, karena ia selalu berubah, berkembang, beradaptasi dengan perkembangan terkini, menciptakan kawan dan lawan baru, mencari keseimbangan politik, hukum dan sosial dalam rangka mencari peluang dan mempertahankan kekuasaan.

Kalau Pepera sudah Final, tidak mungkin orang-orang bodoh di Australia, Amerika Serikat, Inggris di sana, tidak mungkin politisi bodoh di dunia barat mendukung perjuangan kemerdekaan West Papua.

Jadi, “Yang bodoh sebenarnya siapa?” dan “Siapa yang membodohi siapa?” Bukanlah ini pendidikan politik yang salah besar?

NKRI membodohi dirinya sendiri, karena dirinya sendiri merdeka dari sebuah perjanjian yang final dilakukan oleh penjajah Belanda tentang Duch East Indies, bukan?

NKRI membodohi dirinya sendiri karena tidak berani mengakui realitas politik global, di mana banyak proses demokrasi sedang berlangsung, dululnya menjadi anggota Uni Eropa bisa berubah menjadi non-Anggota Uni Eropa, bukan?

NKRI sepertinya berlogika di luar logika sehat, bukan?

Apakah ini sesuatu yang membanggakan, atau memalukan? Untuk saya bukan orang Indonesia, jadi paling tidak saya hanya rasa geli dan jijik melihat betapa picik nalar politik NKRI.

Apakah Indonesia Akan Merebut Hati Negara-Negara Di Kawasan Pasifik?

DIHAI MOMA PAGOUDA 11:29:00 PAPUA DALAM NKRI

Jawabannya “Sudah terlambat bagi negara ini membangun nasionalisme Indonesia untuk orang Papua. Sudah terlambat pula Indonesia meyakinkan  orang Papua bahwa negara ini milik bersama.” 

Saat ini generasi muda Papua telah mengetahui wajah asli negara ini dari topeng yang membalut wajah Indonesia sejak puluhan tahun silam.

Perjuangan kemerdekaan West Papua telah melangkah maju dari posisi sebelumnya. Saat ini West Papua di bawah payung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah menjadi anggota peninjau (observer) dalam organisasi regional di wilayah Pasifik Selatan. Bukan mustahil, sebentar lagi ULMWP akan menjadi anggota penuh dalam forum beranggotakan lima negara Melenesia itu.

Perjuangan kemerdekaan West Papua melalui jalur politik di kawasan Pasifik Selaan akan memberi jalan yang pasti untuk Papua Merdeka. Selain itu, dukungan dari forum gereja pasifik dan berbagai organisasi pemerintah maupun non-pemerintah dari berbagai negara terus bertambah. Meningkatnya dukungan ini sudah pasti membuat negara Indonesia sebagai penjajah atas Tanah Papua panik.

Bagaimana dengan Indonesia?

Kemajuan perjuangan kemerdekaan West Papua merupakan sebuah ancaman besar bagi negara ini. Beberapa tahun belakangan negara ini mulai menyadari pentingnya hubungan Indonesia dengan negara-negara  di wilayah Pasifik Selatan. Indonesia mulai membuka mata dan mendekati negara-negara pasifik selatan.

Sebelum dan sesudah ULMWP diterima sebagai anggota Obeserver di MSG. Indonesia melakukan pendekatan ekstra terhadap negara-negara Pasifik Selatan. Perdekatan ini dapat dilihat dari kunjungan menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi, kunjungan Jokowi, dan Menko Polhukam Luhut B Panjaitan.

Negara ini betingkah maju dan beruang diwilayah Pasifik Selatan. Padahal utang luar negeri Indonesia tahun ini  mencapai Rp 4.234 Triliun (CNN Indonesia). Bukan hanya itu masyarakatnya menangis di pinggiran jalan demi sesuap nasi. Rasanya bagi Indonesia persolan internal bukanlah ukuran untuk tampil mewah dihadapan negara-negara Pasifik Selatan khususnya di Negara-negara Melaneia. Saat ini bagi Indonesia lebih penting mengorbankan ratusan miliyar untuk berdiplomasi ke wilayah itu, dari pada melunasi utang negara yang terus melonjak dan memberi makan kepada rakyatnya yang menangis, mengemis, menyundalkan diri di dalam negerinya dan menjual buruh kasarnya ke luar negeri.

Hal ini dapat dilihat dari tindakan Indonesia beberapa tahun lalu. Dengan dalil membantu pembangunan Regional Police Academy Melanesian Spearhead Group (MSG) Indonesia memberikan dana sebesar USD $500,000. Bantuan itu diberikan langsung kepada PM  Fiji  Frank Bainimarama yang saat itu menjabat sebagai ketua MSG  periode 2011-2013.

Sayangnya masyarakat di negara-negara itu telah mengetahui siapa Indonesia dan bagaimana perilakunya terhadap orang Melanesia di West Papua. Setiap kunjungan selalu saja dihadapakan pada aksi protes yang membuat para pemimpin di wilayah itu mati langkah.

Pada tanggal 28 Februari 2015 menteri luar negeri Retno L.P.Marsudi mengunjugi Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Saat berkunjung Indonesia mengeluarkan miliyaran rupiah untuk menutupi dukungan negara-negara Melanesia terhadap perjuangan kemerdekaan West Papua. Kunjungan menteri luar negeri ini pun diprotes oleh  masyarakat sipil Solomon. Berikut seperti di kutip tabloidjubi.com dari Solomon Star.

“Kita tidak punya apa-apa terhadap kunjungan ini tetapi kami mau pemerintah mengangkat isu Papua Barat ketika menlu Indonesia tiba di sini,” kata juru bicara Kepulauan Salomon Untuk West Papua  Ronie.

Selain itu  presiden Jokowi yang benjung ke PNG pada bulan Maret 2015 disambut aksi protes dari masyrakat PNG. Dalam kunjungan itu Indonesia dan PNG membahas peningkatan perhatian terhadap  batas-batas wilayah kedua negara.

Selain membahas masalah keamanan di perbatasan kedua negara. Masyarakat PNG menilai Indonesia menggunakan  jutaan dolar AS untuk melemahkan dukungan PNG terhadap perjungan rakayat West Papua untuk bergabung dalam negara-negara  anggota MSG. Berikut kutipannya dari tabloidjubi.com.

“Kami tahu diplomasi 20 Miliar rupiah yang diberikan oleh menteri luar negeri Indonesia. Sekarang Presiden Indonesia datang menjelang pertemuan Melanesia tanggal 21 Mei nanti untuk memaksakan keberuntungannya,” kata Kenn Mondiai, Direktur PwM. Selasa (12/5/2015).

Pada tahun yang sama Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan berupa uang dan barang kepada  korban  bencana angin topan di Vanuatu senilai US$2 juta. Sayangnya dalam kondisi bencana pun masyarakat Vanuatu tidak berhenti melontarkan protes atas tingkah Indonesia yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Berikut saya kutip dari kompas 7/4/15.

Dari proses panjang perjuangan Papua melalui jalur Pasifik Selatan. Setiap kunjungan Indonesia hampir tidak pernah luput dari  protes masyarakat sipil di negara-negara itu. Hasilnya, dari kelima negara Melanesia. Indonesia  memfokuskan pendekatannya ke negara Fiji dan PNG. Belum puas dengan aksi protes tersebut. Saat ini  Indonesia mengutus Menko Polhukam. Dalam kunjungan  kali ini Luhut mengaku membawa surat  dari presiden Jokowi kepada Perdana Menteri (PM) Fiji. Berikut seperti dimuat Antaranews.com

“Saya juga membawa surat Presiden Joko Widodo untuk Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama.

Selain itu kata dia (Menko Polhukam) dalam kunjungan kali ini juga sekaligus memberikan bantuan kepada Fiji sebesar  lima juta dolar Amerika  untuk proses rehabilitasi  dari badai tropis Winston yang menimpa Fiji belum lama ini. Bukan hanya itu Indonesia juga turut mengirim  TNI AD  untuk mempercepat proses rehabilitasi.

“Di atas kemiskinan rakyatnya dan utang luar negeri  yang mencapai Rp 4.234 Triliun. Negara yang selalu berlaku pintar ini mengeluarkan sekian rupiah untuk mengahadapi  orang Papua yang bodoh dan terbelakangan.

 

Apa Saja Hasil Yang Dicapai Indonesia?

Sejak awal perjuangan Papua melalui Pasifik Selatan khususnya di negara-negara Melanesia. Dari kelima anggota negara MSG: Papua New Guinea dan Fiji menunjukan kedekatan mereka pada  pemerintah Indonesia. Saat ini Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sedang berada di Fiji dan selanjutnya akan berkunjung ke PNG. Hal ini menunjukan  kedua negara ini berada di dalam genggaman Indonesia.

Indonesia berhasil merebut dukungan pemerintah Fiji dan PNG dalam kubu MSG untuk perjungan kemerdekan West Papua. Sementara Vanuatu, Solomon dan Kanaki berada di pihak  para pejuang West Papua (ULMWP).

Keberpihakan itu bisa dilhat dari kunjungan Menko Polhukan di kedua negara tersebut. Kedatangan Luhut disambut hangat oleh  perdana menteri Fiji. Selain itu Kubuabola sebagai PM Fiji menunjukan niatnya untuk mendukung Indonesia dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh di MSG.

“Dalam pertemuan tersebut Perdana Menteri Kubuabola mengatakan niat pemerintah Fiji untuk mengusulkan agar status Indonesia di MSG dapat ditingkatkan dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh, yang akan memperkuat posisi Indonesia di kelompok negara-negara Melanesia tersebut. Antaranews.com (1/4/2016)”

Dukungan itu baru datang dari PM  Fiji. Bukan tidak mungkin besok pemerintah PNG  juga turut mendukung Indonesia menjadi anggota penuh di MSG. Persoalan yang akan lahir dari proses ini, negara-negara anggota MSG akan terbagi. Indonesia secara perlahan akan menghancurkan ikatan kekeluargaan di dalam tubuh MSG.

“Perlu diketahu sejak Indonesia menjadi anggota asosiasi sampai dengan Mei 2015. Indonesia telah melakukan kerjasama teknis untuk peningkatan kapasitas dengan negara anggota MSG sebanyak 130 program yang diikuti oleh 583 peserta”

 

Bagaimana Dengan Hasil yang Dicapai ULMWP?

Satu tahun lalu semua organisasi  perjuangan kemerdekaan West Papua  bersatu di bawah payung ULWP. Mereka (masyarakat West Papua) menyatukan pandangan dan  pendapat  untuk memperjuangkan kemerdekaan West Papua. Hasil dari bergabungnya rakyat West Papua ini membuat ULMWP diterima sebagai aggota Observer di dalam organisasi regional negara-negara Melanesia.

Seperti disinggung di atas dari kelima negara anggota MSG,Vanuatu, Solomon,dan Kanaki  selama ini memperlihatkan dukungannya dalam perjungan kemerdekan West Papua. Dari ketiga negara ini  Vanuatu  tidak dapat diragukan lagi. Hal ini karena negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia ini yang medukung kemerdekaan West Papua secara resmi. Vanuatu tetap memegang amanah dari pendiri negara Vanuatu pastor Father Walter Lini  yang bertekad untuk terus berjuang membebaskan semua orang Melanesia dari penjajahan.

Vanuatu is not free until all Melanesia is free”

Selain itu PM Solomon, Hon Manasye Sogavare di masa kepemimpinannya memperlihatkan dukungan dan perhatiannya untuk West Papua. Hal ini tercermin dalam pidatonya pada  KTT MSG Ke-20 maupun dalam sidang Majelis Umum PBB Ke-70 pada tahun 2015 lalu. Di PBB Sogavare berpidato mengenai perlunya penyelesaian dan tinjauan masalah Ham di West Papua.

Sebelumnya dalam KKT MSG ia juga turut mendorong ULMWP menjadi anggota observer. Dalam kesempatan itu ia pernah menyampaikan. Dukungannya bukan karena keinginan seorang menteri tetapi keingingan rakyat Solomon. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan saya hanya meneruskan mandat rakyat kepulauan Solomon, yang memilih saya menjadi Perdana Menteri.

“Ini bukan semata-mata kehendak seorang perdana menteri. Ini kehendak rakyat Kepulauan Solomon, yang memilih saya sebagai pemimpin mereka. Ini mandat rakyat Kepulauan Solomon,” (TabloidJubi.com)

Sejak ULMWP  diterima sebagai anggota observer di MSG. Organisasi ini  terus melebarkan sayap diplomasinya di wilayah Pasifik Selatan. Sejak awal sepak terjangnya mulai membuahkan hasil . Misalnya  dalam KTT ke-46  Pacific Islands Forum (PIF) yang berlangsung  pada  7 – 11 September 2015 di Port Moresby, Pelanggaran HAM di Papua Barat menjadi salah satu agenda yang harus di bahas dalam forum tersebut.

Bukan hanya itu di wilayah Pasifik Selatan Persekutuan Gereja-Gereja dan organisasi non pemerintah turut mendukung perjuangan kemerdekaan West Papua. Dukungan yang terus bertambah akan mendongkrak  posisi ULWP dalam MSG untuk seposisi dengan Indonesia yang saat ini berstatus sebagai anggota Asosiasi. Bahkan beberpa tahun lagi organisasi penyambung lidah rakyat West Papua itu, akan menjadi anggota penuh di MSG

Suka tidak suka beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota penuh di MSG. Posisi itu akan  mempermudah West Papua untuk  menjadi  anggota Forum Lepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum – PIF).

Selain itu keanggotaan penuh ULWP di MSG merupakan jalan awal menuju kemerdekaan West Papua sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Hal ini karena secara kelembagaan, MSG dilindungi oleh PBB berdasarkan “Agreed Principles of Cooperation Among Independent States of Melanesia”. yang ditandatangani di Port Vila pada 14 Maret 1988. Forum ini  telah sah sebagai badan resmi PBB di bawah Pacific Islands Forum (PIF) .

Setelah masuknya West Papua sebagai anggota penuh di MSG, melalui  ULMWP  West Papua akan bergabung ke dalam PIF dan selanjutnya akan membuka jalan bagi West Papua untuk membawa tuntutan rakyat West Papua ke tingkat PBB untuk mendapatkan kemerdekaan penuh, Referendum, atau  mendesak Komite Dekolonisasi PBB untuk mengembalikan Nederand Niuew Guinea/West Irian/ West Papua dalam daftar dekolonisasinya untuk selanjutnya di berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat West Papua.

Dari proses yang dirancang ULMWP ini  memperlihatkan. Generasi Pejuang Papua saat ini tidak  dapat di bujuk dengan iming-imingan negara yang sejak puluhan tahun digunakan oleh Indonesia.

“Apakah akan terbukti perkataan negara selama ini yang selalu melihat orang Papua bodoh, terbelakang, dan  tertinggal . Bisa jadi senjata makan tuan. Orang Papua akan berjuang melawan negara yang pintar ini dengan kedewasaan, pengetahuaan, dan strategi yang terpelajar”

Apa masalah yang akan terjadi di Pasifik?

Kesadaran  Indonesia akan lemahnya diplomasi di wilayah Pasifik Selatan membuat Indonesia terus menaikan tensi diplomasinya. Kita sepakat ULMWP menyadarkan  pemerintah Indonesia akan  lemahnya hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan. Berkat ULMWP saat ini  Indonesia menempuh berbagai macam cara untuk merebut hati negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Dari barang sampai uang menjadi harga yang harus dibayar.

“Seharusnya Indonesia berterimakasih kepada orang Papua, karena telah mengingatkan kelalaiannya yang selama ini selalu memandang orang Papua itu bodoh dan tertinggal

Kesadaran akan kelemahan mereka  membuat negara ini hadir sebagai serigala  berbulu domba di tengah  negara-negara di Pasifik Selatan. Langkah pertamanya pada tahun 2015 lalu negara ini mengaduh domba negara-negara Melanesia. Sebut saja PM Vanuatu yang tidak hadir saat KKT MSG ke20 karena  dilanda  masalah internal yang menyeret PM Vanuatu Monas Kalosil dan Joe Natuman yang notabanenya mendukung penuh perjuangan Papua Merdeka.

Kasus  ini bisa dibilang masalah internal Vanuatu, tetapi bisa jadi  kasus itu permainan negara ini untuk melemahkan dukungan kepada West Papua dalam KTT  MSG waktu itu. Hal ini kita semua tahu waktu itu Vanuatu merupakan  salah satu negara yang vokal dan secara resmi mendukung Papua Merdeka dan masih berlangsung sampai saat ini.

Selain itu seperti penjelasan awal, lelima negara anggota MSG sendiri  dari awal terbagi. Pemerintah  PNG dan Fiji lebih memihak kepada Indonesia. Sedangkan Vanuatu, Solomon Island, dan Kanaki lebih memihak ke West Papua. Ini artinya jika nanti Vanuatu dan Solomon Island di adu-domba oleh negara ini dan kepemimpinannya beralih ke tangan orang yang pro Indonesia, maka sudah pasti Indonesia akan menjadi anggota penuh di MSG. Setelah itu Indonesia  akan berjaya dalam Forum itu untuk menekan ULMWP yang menjadi penyambung lidah rakyat West Papua.

 

Apa Solusi Bagi Rakyat West Papua Khususnya ULWP ?

Rakyat Papua umumnya dan khusunya ULWP harus mengetahui tak-tik yang digunakan negara ini. Pendekatan pasti yang akan digunakan negara ini di wilayah Pasifik Selatan ada empat. Uang, barang, SDM, dan diplomasi.

Keempat poin ini sangat ampuh untuk melemahkan negara-negara di wilayah pasifik. Hal ini mengingat beberapa tahun terakhir negara-negara tersebut dilanda bencana alam. Selain itu  pengaruh pemanasan global  yang saat ini berdampak di wilayah Pasifik Selatan, sehingga mengakibatkan naiknya air laut dan menenggelamkan beberapa pulau di Pasifik Selatan.

Kita juga  harus mengingat dalam KTT Ke-46  negara-negara Forum Kepulauan Pasifik membahas beberapa persoalan. Perubahan Iklim, Kanker Serviks, Teknologi Informasi, dan pelanggaran HAM di West Papua. Poin-poin masalah ini, sasaran empuk bagi negara ini  untuk bertingkah  pahlawan kepada negara-negara Pasifik Selatan.

 

“Peningkatan  kepentingan Indonesia dengan upaya meringankan beban kebutuhan negara-negara Pasifik Selatan merupakan metode utama negara ini”

Hal ini digunakan Indonesia karena negara ini tahu. Jika mengutamakan ancaman  maka  masalah yang akan timbul lebih rumit. Mengingat Forum-forum resmi di pasifik seperti MSG dan PIF berada langsung di bawa pengawasan PBB.

Dari asumsi pribadi yang menganggap negara ini akan menggunakan empat pendekatan di wilyah Pasifik, sebagaiman yang disingung pada bagian atas  artikel ini. Saya akan berspekulasi untuk memberikan solusi yang  menurut anggapan pribadi dapat di manfaatkan untuk menangkal Indonesia.

Pertama pergerakan ULMWP di wilayah Pasifik Selatan sejauh ini menurut saya sangat baik. Sangat baik sebab para pemimpin ULWP menggunakan metode diplomasi multiarah. Artinya mereka (ULMWP) berdiplomasi bukan hanya di kalangan Pemerintahan dan pejabat negara yang memangku kepentingan dan keputusan. Tetapi menyentuh hingga ke organisasi pemerintah dan non pemerintah. Seperti lembaga masyarakat, agama, akademisi, musisi, masyarakat awan dan lainya.

“Jika kita bandingkan  dengan metode  diplomasi yang digunkan Indonesia maka negara ini hanya menggunakan diplomasi satu arah. Soalnya negara ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat di Pasifik Selatan.”

Diplomasi  yang digunakan Indonesia hanya menyentuh dikalangan para elit dalam pemerintahan. Memang benar para pemimpin negara-negara  Pasifik Selatan memiliki tanggungjawab untuk membangun dan mengambil keputusan, tetapi semakin banyak masyarakat Pasifik Selatan yang paham dengan tangisan orang Papua. semakin besar pula-lah  pertimbangan para pemimpin negara-negara di Pasifik Selatan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan West Papua.

Dengan demikian poin ini dapat disimpulkan diplomasi multi arah yang di gunakan ULWP sangat baik . Hanya butuh peningkatan dan perluasan.

Kedua uang memang segalanya, tetapi kebenaran akan menang atas uang. Apapun masalahnya jika ULMWP berada di jalan yang di kehendaki rakyat Papua. Beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota tetap dalam kedua forum yang di singgung pada bagian atas artikel ini. Selanjutnya akan mempernudah dan mempercepat pencapaian kemerdekaan West Papua yang diperjuangkan.

Ketiga bukan tidak mungkin para anggota ULWP akan menjadi sasaran empuk dari negara ini. Dalam artian, Indonesia akan kembali menggunakan pendekatan klasiknya terhadap orang Papua. Uang, jabatan, dan kekayaan akan menghampiri mereka (pemimpin ULMWP). Dari empat tawaran itu jika tidak di respon, nyawa pula yang akan menjadi taruhannya. Kita semua tahu kasus seperti ini dari  pembunuhan Theys, Mako Tabuni, Arnol Ap, Kelly Kwalik dan masih banyak lainya.

Dalam persoalan  ini saya yakin,  para senior yang memimpin  ULMWP. Mereka lebih mengerti, lebih paham, dan lebih mengetahui sikap dan pendekatan negara ini. Apa pun kondisinya, saya peracaya  West Papua akan lepas secara damai. Hal ini akan menjadi jawaban dari anggapan Jakarta yang selalu menstigma orang Papua dengan, bodoh, terbelang, konsumtif dan sebaginya.

Orang Papua tidak seperti yang di anggap Jakarta, bodoh dan terbelakang. Hanya ruang untuk orang Papua berkembang sajalah yang  selalu ditutupi. Mari kita buktikan Papua akan merdeka dengan damai dan bermartabat. Bukan dengan peperangan.

KAKA-KAKA PENGURUS ULMWP KAMU BIKIN AHH.. BILA PERLU KASIH MENANGIS ORANG SOMBONG TU !!!

 Setelah membaca artikel ini. Apa pendapat anda?

 

Sumber:

  1. http://www.dihaimoma.com/2016/04/apakah-indonesia-akan-merebut-hati.html
  2. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160119102118-78-105232/utang-luar-negeri-indonesia-tembus-rp4234-triliun/

Amunggut Tabi: Politik Melanesia dan Dukungan Negara-Negara Melanesia

Setelah beberapa kali di tahun lalu menyebutkan gelagat Papua Merdeka di kawasan Melanesia dengan tema politik Melanesia, kini Amunggut Tabi, Gen. TRWP, Sekretaris-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) kembali memberikan catatan lewat email kepada PMnews sbb.

Dengan hormat,

Belakangan ini berbagai tanggapan terhadap perjuangan Papua Merdeka telah berdatangan, baik dari kolonial Indonesia maupun dari negara-negara Melanesia. Tentu saja, kita diperhadapkan dengan tanggapan-tanggapan yang beragam, ada yang mendukung Papua Merdeka, ada pula negara Melanesia yang tidak mendukung langsung.

Negara kolonial Republik Indonesia, khusnsnya lewat Menteri-nya Luhut Binsar Panjaitan juga melakukan gerilya politik ala preman ke seluruh Melanesia, di sebelah kanan membawa racun dan di sebelah kiri membawa madu.

Ada beberapa pokok yang harus dicatat oleh orang Papua dan para tokoh Papua Merdeka:

Pertama, bahwa para politisi dan diplomat yang memberikan pendapat dan tanggapan satu sama lain mereka lakukan dalam kapasitas sebagai negara merdeka, kepada negara merdeka kolonial Indonesia. Di dalamnya, sebagai sesama anggota PBB, seabgai sesama negara berdaulat, sebagai sesama pejabat negara, tentu saja ada etika diplomasi dan etika politik yang patut dijaga di antara para politisi dan diplomat NKRI maupun negara-negara Melanesia. Walaupun NKRI jelas-jelas menunjukkan politik premanisme, dan pernyataan-pernyataannya sangat memalukan, itu janganlah menjadikan kita menjadi sama berpikir dan sama berkata-kata seperti mereka. Kita harus tmapil sebagai yang tahu dan yang bijak, yang bijak dalam berkata dan berpolitik.

Kedua, bahwa kita orang West Papua harus dan mutlak menaruh percaya sepenuhnya dan seutuhnya kepada Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Papua New Guinea, Solomon Islands, New Caledonia, Vanuatu dan Fiji. Setiap saat keraguan muncul, setiap waktu kecurigaan timbul, begitu kecemasan mengemuka, marilah kita dengan sadar, dengan berulang-ulang, mengatakan kepadanya, “Aku percaya Melanesia, aku percaya ras-ku adalah diriku. Aku percaya aku tidak akan pernah menipu diri sendiri. Aku percaya, apapun yang terjadi, berapapun kolonial Indonesia menyogok, betapapun NKRI mengancam, Papua Pasti Merdeka, NKRI pasti harus keluar dari Tanah Leluhur bangsa Papua, West New Guinea, wilayah kedaulatan Negara Republik West Papua.

Dengan dasar pemikiran dan percaya ini, mari urungkanlah ucapan, sikap dan tindakan yang membantah, menyinggung atau menyesali pernyataan atau tindakan dari negara-negara Melanesia. Alasan apapun yang dikeluarkan, pernyataan apapun yang diucapkan, kita harus percaya dan kita harus yakin, bahwa bagaimanapun juga, kapanpun juga, oleh siapapun juga, “KEBENARAN SELALU dan PASTI MENANG!” dan kebenaran itu ialah bahwa West Papua sebagai wilayah geografis dan Papua sebagai bagian dari Ras Melanesia ialah bagian dari Masyarakat Melanesia, bukan bagian dari Melayo-Indonesia.

Kita harus percaya bahwa para diplomat ulung Melanesia, para politisi pucuk Melanesia, pada saat ini, pada tahun ini, pada dasawarsa ini, dengan hikmat nenek-moyang kita, dengan marifat ke-Melanesia-an kita, dengan bimbingan dan kekuatan dari Sang Panglima Revolusioner Mahatinggi Semesta Alam Sepanjang Masa, Yesus Kristus sedang memainkan pran dan fungsi masing-masing untuk mengantar diri mereka sendiri, bagian dari mereka sendiri, tanah leluhur mereka sendiri, tanah asal-usul mereka sendiri, yaitu West Papua, terlepas dari penjajahan bangsa dan ras lain.

Mereka tahu, mereka sadar, mereka sudah terjun terlibat dalam perjuangan ini. Jauhkan kecurigaan, buang keraguan dan kecemasan.

Kini waktunya kita bangsa Papua, orang Melanesia di West Papua untuk terus berdoa, berpuasa, dan mendukung negara-negara Melanesia dengan DOA dan DANA, sekali lagi mendukung dengan DOA dan DANA, karena yang dibutuhkan pada hari ini, tahun ini, dekade ini, ialah DANA Perjuangan Papua Merdeka, dan doa-doa dari orang beriman, karena ia berkuasa dan sanggup merubah apapun.

Demikian disampaiakn dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, per tanggal 1 Juli 2016.

Amunggut Tabi: Seruan kepada Pejuang dan Organisasi Perjuangan Papua Merdeka

Dari Kantor Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua (TRWP) Gen. TRWP Amunggut Tabi atas nama Markas Pusat Pertahanan (MPP) TRWP menyerukan agar segera diperhatikan sejumlah hal berikut:

  1. Segera dilakukan perapihan organisasi dan penajaman perjuangan Papua Merdeka, agar ULMWP dan NRFPB segera menyelenggarakan pertemuan-pertemuan secara rutin dan menyeluruh,bersama-sama semua komponen organisasi dan tokoh perjuangan Papua Merdeka, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, dengan satu tujuan bersama, kemerdekaan West Papua dari kolonialisme NKRI.
  2. Agar perapihan dan penajaman program dimaksud dilakukan setelah menerbitkan Panduan Umum/ Master Plan Perjuangan Kemerdekaan West Papua oleh ULMWP sehingga membantu semua pihak untuk mengambil bagian masing-masing menurut kelebihan dan pengalaman setiap pihak pribadi dan organisasi perjuangan yang ada.

    Master Plan dimaksud lengkap dengan Rencana Anggaran Belanja, Anggaran Tenaga dan Anggaran Waktu, dengan target dan framework perjuangan Papua Merdeka yang terorganisir dari sisi dana, tenaga dan waktu;. Kami dari pihak gerilyawan telah memberikan waktu dan kesempatan kepada perjuangan politik dan diplomasi mulai tahun 2006 dan sampai saat ini masih memberikan kesempatan. Oleh karena itu jangan disia-siakan.

  3. Agar Parlemen Nasional West Papua dan Negara Republik Federal Papua Barat, bersama-sama duduk dalam payung ULMWP, segera merangkul semua tokoh, aktivis dan organisasi yang ada demi terus memupuk dan memperkuat persatuan kita yang telah terwujud lewat payung politik ULMWP.
  4. Agar semua gerilyawan atas nama TPN/OPM, TPN-PB dan TRWP tidak terlibat dalam politik dan diplomasi Papua Merdeka, dengan nama Sekretaris Jenderal, Jurubicara ataupun Diplomat, karena itu akan mengacaukan pemahaman dan sikap masyarakat internasional tentang tugas gerilyawan dan tugas politisi dan diplomat. Marilah, para gerilyawan tetap pada prinsip dan tugas pokoknya, tidak berbicara di forum diplomasi dan politik, tetapi tetap menjaga Tanah Leluhur New Guinea dengan memanggul senjata, dan memberikan dukungan doa dan moril, dukungan dana kepada para politisi dan diplomat dan organisasi politik Papua Merdeka.
  5. Agar Parlemen Nasional West Papua segera menyelenggarakan Sidang-Sidang Khusus dan Sidang Paripurna dalam rangka mendukung fungsionalisasi dan kelancaran fungsi organ perjuangan kita bernama ULMWP, bekerjasama dengan NRFPB. Ada banyak hal yang harus disesuaikan, dengan prinsip saling menerima dan saling mengakui, saling mengisi dan saling menopang, saling berkontribusi dan saling menghormati.

Demikian seruan ini kami keluarkan untuk diketahui dan ditindak-lanjuti oleh kita semua, terutama oleh PNWP dan NRFPB.

 

Dikeluarkan di : MPP TRWP

Pada Tanggal: 4 Juli2016

Hormat kami,

 

Amunggut Tabi, Gen. TRWP
BRN: A.DF 018676

Sengkarut Diplomasi Pasifik Selatan

23 June 2016, Angelo Wake Kako, Harian Indoprogress

NDONESIA membuat terobosan baru dalam membangun hubungan kerjasama antar negara. Jikalau pola kerjasama selama ini lebih fokus dengan negara-negara besar, atau negara Utara, maka kali ini Indonesia mencoba menjajaki negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Papua Timur (PNG), Fiji, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan sejumlah negara pasifik lainnya menjadi target kerjasama yang hendak dibangkitkan. Sebagai realisasinya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM langsung melakukan lawatan (Kompas, 13/2/2016). Salah satu misi yang dibawa adalah persoalan Papua. Pasifik Selatan menjadi penting ketika berbicara mengenai Papua. Bagaimanapun, rumpun bangsa penghuni negara-negara Pasifik Selatan merupakan bangsa Melanesia yang sama dengan suku bangsa di Papua, Maluku dan juga Nusa Tenggara Timur. sebagaimana diketahui bahwa Organisasi negara-negara Melanesia (Melanesian Spearhead Group) atau MSG telah memberikan tempat kepada Papua sebagai peninjau, dan isu pelanggaran HAM di Papua menjadi isu utama yang menjadi perjuangan MSG di dunia internasional. Pada titik inilah, diplomasi Pasifik Selatan dipandang mendesak.

Pertanyaan reflektifnya adalah manakah yang lebih penting antara diplomasi Pasifik Selatan sebagai ancaman eksternal keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ataukah pembangunan yang berkemanusiaan di Papua, sebagai masalah internal terhadap ancaman disintegrasi bangsa? Ibarat api dan asap, riakan di wilayah Pasifik Selatan tidak akan pernah berhenti tatkala api di Papua tidak mampu dipadamkan. Singkatnya, pemerintah harus fokus pada penyelesaian masalah Papua. Pendekatan diplomasi Pasifik Selatan sedang menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menjadikan masalah Papua sebagai propaganda dari negara lain yang ingin merongrong keutuhan NKRI. Hemat penulis, tanpa adanya kesadaran dan kejujuran dari pemerintah tentang permasalahan Papua, niscaya pendekatan apapun yang diakukan di Papua, ibarat membuang garam di laut.

Nasionalisme Papua

Pemerintah Indonesia sudah saatnya harus menyadari bahwa nasionalisme Papua itu ada. Dalam diri orang Papua terdapat nasionalisme ganda, yakni nasionalisme Papua dan nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Papua berbasis pada ras Melanesia yang berkulit hitam dan berambut keriting, sementara nasionalisme Indonesia mengacu pada Bhineka Tunggal Ika. Penyemaian Nasionalisme Papua telah dilakukan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1925 melalui pendidikan formal berpola asrama, sementara penyemaian keindonesiaan baru dimulai sejak tahun 1945 (Bernarda: 2012). Nasionalisme Papua berawal dari munculnya sikap anti – amberi (orang bagian Timur yang membawa budaya Melayu) akibat kebrutalan perlakuan tentara jepang dan orang Maluku dan Sulawesi Utara pada saat itu. Selain itu, lambannya pembangunan dan sikap pemerintah belanda di Batavia yang mengabaikan masalah Papua memberikan kontribusi bagi kebangkitan nasionalisme Papua (Penders,2002)

Berangkat dari latar sejarah seperti itu, masih relevankah pengerahan pasukan ke wilayah Papua dalam jumlah yang besar dan memunculkan kekacauan dan keresahan bagi warga sipil Papua? Bukankah segala penindasan dan pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di Papua semakin menumbuhkan nasionalisme Papua?

Perjumpaan penulis dengan beberapa mahasiswa Papua beberapa waktu lalu di Jayapura, semakin menguatkan asumsi bahwa aparat keamanan menjadi biang kerok kemarahan masyarakat Papua. Rupanya, sakit hati ketika sanak keluarganya yang meninggal tertembak timah panas aparat keamanan kian hari kian membatu. Apakah Otsus (otonomi khusus) dan janji pembangunan yang dikampanyekan Jokowi dapat mengobati sakit hati mereka?

Otsus dan Janji Damai

Berbicara tentang Otsus, pasti hanya ada satu hal yang terlintas, yakni membanjirnya uang dalam jumlah besar ke wilayah Papua. Besaran dana yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, malah melahirkan berbagai masalah seperti korupsi para elit lokal Papua. Lagi-lagi hasil diskusi dengan beberapa mahasiswa Papua, masih meyakini bahwa dana Otsus tidak lebih ibarat permen yang diberikan bagi anak Papua yang sedang merengek nasibnya. Besaran dana akhirnya menjadi tidak efektif untuk dikelola demi pembangunan masyarakat Papua, lantaran masyarakat memilih apatis. Apatisme tersebut sungguh beralasan, karena yang mereka butuhkan adalah kedamaian. Apa artinya segepok uang yang diterima tangan kanan, di saat bersamaan tangan kiri harus melepas kepergian sanak saudara yang harus meninggal karena hujaman peluru para serdadu? Apalah artinya sejumlah uang yang diperoleh sementara hidup hanya menunggu mati karena HIV AIDS menjadi “peluru lunak” yang mematikan lapisan generasi? Di sinilah, letak masalah pembangunan Papua. Papua harus dibangun dengan hati agar kedamaian senantiasa dirasakan oleh segenap insan penghuni cendrawasih.

Mengenai kedamaian di tanah Papua, sebenarnya pemerintah Indonesia sudah jauh hari memikirkannya sebelum melahirkan Otonomi Khusus bagi Papua. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua sudah mendorong dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dengan harapan untuk memperkuat integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komisi ini diharapkan dapat mempersempit kesenjangan interpretasi antara pihak Papua dan Jakarta, khususnya dalam aspek kesejarahan dan penyelesaian berbagai pelanggaran HAM yang terjadi. Sudah 15 tahun Undang-Undang ini berjalan, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi masih menjadi mimpi. Parahnya, di tengah penantian hadirnya komisi tersebut guna menyelesaikan aspek kesejarahan dan pelanggaran HAM di Papua, sejak Otsus berlaku, perilaku aparat keamanan semakin menjadi liar, seakan sedang berada di medan perang. Ratusan nyawa manusia Papua hilang di ujung senapan tanpa penyelesaian yang jelas. Ribuan warga Papua kehilangan kebebasan, mereka ditangkap, dipenjara atas nama “Makar”.

Pendekatan Kesejahteraan Berbasis Rekonsiliatif

Rekonsiliasi menjadi urgen. Rekonsiliasi tentu hanya bisa dilakukan apabila semua pihak berkomitmen untuk menghentikan seluruh gejolak berdarah yang sering terjadi di tanah Papua. Konsekuensi dari rekonsiliasi adalah tidak lagi terdengar berita hilangnya nyawa manusia Papua di ujung senapan tentara, Polisi ataupun orang tidak dikenal seperti yang selama ini sering terjadi. Hal yang paling ekstrim untuk dilakukan adalah dengan menarik pasukan bersenjata yang semakin banyak dikerahkan ke Papua. Pengerahan pasukan mengindikasikan bahwa negara masih menggunakan security approach dalam menangani masalah Papua yang sejauh ini dinilai gagal. Pendekatan keamanan tentu akan melahirkan berbagai masalah turunan yang tidak akan pernah menyelesaikan persoalan.

Semangat rekonsiliasi sebenarnya bertalian dengan pendekatan kesejahteraan dalam artian kesejahteraan batiniah. Untuk apa sejahtera kalau tidak mencakupi aspek lahiriah dan batiniah? Untuk apa memobilisasi pembangunan dengan sejumlah instrumen didalamnya tanpa memberikan rasa aman bagi masyarakat setempat? Sejumlah gebrakan pembangunan yang sudah dilakukan pemerintah patut diapresiasi. Kita menunggu kiranya pembangunan yang difokuskan untuk Papua, sekali lagi, tidak hanya menjadi “permen”, sebagai pemanis bibir belaka. Gebrakan pembangunan dengan mengedepankan semangat rekonsiliatif antara pemerintah Indonesia dan Masyarakat Papua adalah sebuah kemendesakan. Tanpa menghabiskan energi untuk berjibaku dengan pergolakan yang terjadi di Pasifik Selatan ataupun negara lainnya. Karena masalah sesungguhnya adalah bagaimana membangun Papua dengan hati. Bukan terjebak dengan gejolak yang terjadi di luar negeri. Mari wujudkan Papua sebagai tanah damai. Tunjukkan kepada pihak luar bahwa Indonesia mencintai Papua sebagai sesama saudara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.***

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana Kajian Ketahanan Nasional UI/Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Periode 2016-2018

Sogavare Dan Salwai Bertemu Bahas Beberapa Isu MSG, Termasuk ULMWP

Jayapura, Jubi – Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare dan rekannya Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai melangsungkan pertemuan untuk membahas beberapa isu paska ditundanya pertemuan para pemimpin Melanesia Spearhead Group yang sedianya dilakukan di Port Vila, Vanuatu. Pertemuan ini dilakukan di Port Vila, Vanuatu, Kamis (12/5/2016).

Dalam pertemuan ini keduanya juga membahas sikap Vanuatu yang kuat mendorong United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh MSG.

“Keputusan anda untuk mendukung gerakan ULMWP menyentuh hati saya dan saya mendukung sepenuhnya. Saya berharap bahwa rekan-rekan lainnya akan memberikan dukungan mereka pada agenda penting ini, ” kata Sogavare, dikutip dari rilis pers Kantor Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang diterima Jubi, Jumat (13/5/2016).

Sebaliknya, Perdana Menteri Salwai juga mengakui posisi pemerintah Kepulauan Solomon pada masalah Papua Barat dan jaminan dukungan dari Perdana Menteri Sogavare untuk peningkatan keanggotaan ULMWP di MSG.

Salwai mengatakan dia akan bertemu dengan juru bicara Front Pembebasan Kanak (FLNKS), Victor Tutugoro saat ia melakukan perjalanan ke Noumea minggu depan dalam upaya mengamankan dukungannya terhadap ULMWP.

Terhadap masalah penunjukan Amena Yauvoli dari Fiji sebagai Direktur Jenderal Sekretariat MSG, baik Sogavare maupun Salwai sepakat bahwa itu adalah masalah kecil dan tidak seharusnya dibesar-besarkan oleh pihak lain untuk melemahkan solidaritas MSG.

“Pemerintah saya menghormati keputusan yang telah diambil dalam kapasitas Sogavare sebagai ketua MSG untuk menunjuk Duta Besar Yauvoli sebagai Direktur Jenderal Sekretariat MSG.
Itu hanya maslaah proses pengangkatannya kami persoalkan setelah menjadi sorotan oposisi Vanuatu,” kata Perdana Menteri Salwai.

Salwai menambahkan Vanuatu akan terus mempertahankan nilai-nilai Melanesia dan kepentingan MSG dalam pengambilan setiap keputusan MSG.
“MSG adalah bayi kami dan kami akan terus mempertahankannya. Kami memiliki banyak kesamaan untuk diperjuangkan bersama sebagai saudara Melanesia,” kata Salwai.

Pertemuan para pemimpin MSG yang rencananya dilangsungkan pada awal bulan Mei ini telah dipindahkan pada akhir Mei atau awal Juni 2016. Meskipun tanggal pastinya belum tetap, pertemuan ini akan dilangsungkan di Port Moresby, Papua Nugini. (*)

Yang Kita Lawan Bukan Indonesia, tetapi Tipu Daya, yaitu Iblis sebagai Bapa Segala Pendusta

Menanggapi perkembangan lagu-lagu yang diluncurkan oleh Benny Wenda bersama anggota Band Lucky Dube di Afrika Selatan ini, Lt. Gen. Amunggut Tabi menyebut sudah banyak beredar musik perjuangan Papua Merdeka, mulai dari Mambesak, Black Brothers, sampai Freedom Songs dan Lani Ndawe, kini sebuah prestasi politik besar diraih Benny Wenda dengan kerjasama antara Lucky Dube Band dan Benny Wenda.

Dalam SMS yang dikirimkan menyebutkan

Yang kita lawan bukan Indonesia saja, bukan NKRI sendiri, tetapi yang kita lawan iala tipu daya Indonesia dan penjajah di dunia ini. Tipu daya, menurut Kitab Suci Agama di dunia, selalu berasal dari satu oknum namanya Iblis sebagai Bapa dari semua pendusta.

Atas nama apapun, atas nama negara, atas nama demokrasi dan HAM, atas nama kesatuan dan persatuan, atas nama kerakusan kita sebagai mausia harus melawan tipu muslihat dan tipu daya. Kita kembali kepada hukum alam, bahwa ada hukum yang mengatur kehidupan ini.

Dengan menyanyikan lagu-lagu perjuangan, bersama para penyanyi terkenal di dunia, kita sudah memasuki era perjuangan global yang menyentuh “kemanusiaan”, bukan hanya menyentuh simpatisan karena sama-sama ras, sama-sama agama, sama-sama politik, tetapi ia sudah menjangkau lebih jauh, lebih dalam, lebih luas.

Menurut Tabi pula, musin berbicara kepada semua makhluk, tumbuhan, hewan, manusia, bahkwan roh-pun memahami, menikmati dan ikut dipengaruhi dan mempengaruhi musik. Tuhan senang dipuja-puji, manusia senang musik, tumbuhan dan hewan juga bernyanyi dan berdansa. Kehidpuan ini terdiri dari alunan musik, yang bernyanyi dalam irama, satu irama menurut hukum alam.

Oleh karena itu, lagu-lagu dan musik yang digabungkan oleh Benny Wenda bersama teman-teman dari South Afrika ini patut kita dukung dengan doa dan persatuan-kesatuan di antara orang Papua sendiri.

Semua orang Melanesia harus bersatu : pertama menyatukan pikiran, lalu menyatukan program perjuangan dan ketiga langkah-langkah perjuangan. Setelah semua pihak sudah membentuk dan menerima ULMWP sebagai payung organisasi perjuangan, maka sekarang saatnya memperkuat dukungan dari Melanesia, Afrika dan Karibea. Tiga kawasan ini mengerti apa artinya penjajahan, apa artinya perjuangan dan apa artinya musik.

Tabi mengatakan, “Tentu saja pendekatan perjuangan untuk kawasan Asia bukan dengan musik, tetapi ada pendekatan lain.” Ketika PMNews tanyakan apa pendekatan lain yang dimaksudkan untuk Asia, Tabi menolak menyebutkannya. Ia melanjutkan “Kita juga akan menggunakan pendekatan lain untuk Amerika Selatan (Latin).” tetapi menolak untuk mengatakan pendekatan itu namanya apa.

Dia akhir percakapan dengan SMS ini, Tabi kembali menyatakan,

“Yang kita lawan bukan Indonesia sebagai sebuah negara, tetapi Indonesia sebagai penipu dan pencuri, perampok dan pembunuh. Yang kita lawan ialah tipu daya, yaitu Iblis sebagai bapa segala pendusta di dunia. Kita berdiri di pihak kebenaran, dan kebenaran pasti akan menang, dan kia akan menjadi bagian dari kemenangan kebenaran itu!”

 

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny