Berdosa Terhadap Jatidiri Sendiri kalau Ada Pribadi OAP Berharap Jakarta Bangun Papua

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi berpesan bahwa orang Papua hari ini sedang bermain-main dengan logika sesat yang disuntikkan oleh NKRI karena begitu lama diberi janji-janji manis, yang tak kunjung datang.

NKRI sebenarnya punya sikap yang jelas, punya warna yang jelas, punya program yang jelas, punya perbuatan dan kelakuan yang jelas. Tetapi yang tidak jelas ialah orang Papua, dari pikirannya dan dari perbuatanya.

NKRI punya Komnas HAM, menempatkan Natalius Pigai, yang adalah anak Koteka, memberikan warna seolah-olah apa yang dikatakan Natalius adalah keinginan orang Papua, padahal Nataius berbicara sebagai orang Papindo, orang Papua di kulit, orang Indonesia di hatinya.

NKRI juga punya ELSAM, Kontras, Walhi, Setara Institute, dan Tim Penyelesaian HAM Papua, yang berperan sebagai pemain drama penyelesaian pelanggaran HAM Papua.

Di bidang politik dan pemerntahan, Yohana Yembise, Lukas Enembe, Willem Wandik, dan sederetan nama pejabat negara lainnya ditempatkan, mereka berteriak, seolah-olah membela orang Papua. Mereka bertindak, seolah-olah membela pemerintah. Mereka lupa, bahwa mereka adalah pemerintah kolonial NKRI. Orang Papua, apalagi, terbius, dan lupa bahwa orang-orang Papindo ini sebenarnya berbicara atas nama dan untuk NKRI, bukan untuk orang Papua sama sekali.

Di bidang ekonomi, mereka mempromosikan banyak petani, petender proyek, dan pengusaha-pengusaha dadakan, tanpa punya pengetahuan bisnis atau proyek sedikitpun, muncul ke sana-kemari sebagai pengusaha Papua. Padahal kita tidak tahu, bahwa mereka adalah kaki-tangan langsung dari BIN, dikepalai oleh Lukas Enembe sebagai Kepala BIN se-tanah Papua.

Selain itu, Unit Percepatan Pembangunan, baik pusat maupun provinsi juga sudah ada. MRP/B sudah ada, dana Otsus sudah bergulir, total keseluruhan pasti ratusan trilyun sampai hari ini.

Apalagi?

Ditambah lagi, Presiden Kolonial Indonesia saat ini sangat rajin datang ke Papua. Ia hampir jarang ke Solo, tanah leluhurnya, malahan Papua dijadikan seperti tanah-leluhurnya, dan orang Papua sanak-saudaranya. Kemarin di suruh polisinya bunuh ornag Papua, hari ini dia datang ke Tanah Papua menjanjikan penyelesaikan pelanggaran HAM, padahal sampai kiamat dia tidak akan pernah sanggup menyelesaikannya.

***

 

Di tengah drama-drama yang penuh dengan manipulasi dan muslihat ala iblis ini, ada harapan-harapan yang mulai mekar di Tanah Papua.

Pertama, kelompok Papua Merdeka kelihatannya melihat perkembangan seperti diceritakan di atas sebagai sebuah angin segar. TPN PB tampil menawarkan gerilyawan di hutan siap berdialogue dengan NKRI. Yang menyebut diri Ketua OPM-pun muncul datang ke Jakarta, minta dialogue dengan Presiden kolonial Indonesia.

Tidak ketinggalan, para TAPOL/NAPOL juga menuntut Presiden Kolonial Republik Indonesia menyelesaikan kasus-kasus HAM NKRI atas bangsa Papua, termasuk membebaskan TAPOL/NAPOIL.

Tidak mau kalah, mama-mama Papua juga berkali-kali menuntutpembangunan Pasar Mama-Mama, berdemo di sana-sini, menuntut hamir setiap saat ada kesempatan.

Tidak mau ketinggalan juga, organisasi-organisasi bentukan pro-M, maupun bentukan BIN NKRI juga melakukan demo-demo, menuntut pemerintah kolonial Jakarta untuk membangun jalan raya, membangun lapangan terbang, memberikan dana Otsus, dan sebagainya.

***

 

Semua aksi orang Papua bermuatan harapan-harapan. Harapan supaya pelanggaran HAM di selesaikan, harapan supaya pasar khusus OAP dibangun, harapan supaya TAPOL/NAPOL dibebsakan, harapan supaya dana Otsus dicairkan, harapan supaya pembangunan infra-struktur dipercepat, harapan, dan harapan, dan harapan….

Padahal orang Papua dibodohi, orang Papua dipermainkan, orang Papua dikelabui, orang Papua dipermainkan. Akhirnya orang Papua menipu diri sendiri, dengan berharap Jakarta berbuat sesuatu kebaikan terhadap orang Papua.

Setiap manusia yang punya akal sehat dan naluri di Tanah Papua harus bertanya:

  • “Mengapa atau untuk apa NKRI ada di Tanah Papua? Apa tujuan Anda di sana?”

NKRI datang ke tangah Papua dengan cara invasi militer, teror dan kekerasan. NKRI bertahan di atas tanah Papua dengan teror, kekerasan dan pembunuhan hampir setiap ada kesempatan. NKRI punya fokus urusan dan kepentingan, yang jelas fokus dan kepentingan itu BUKAN ANDA, BUKAN KITA, BUKAN MANUSIA PAPUA.

Fokus mereka ialah “sumberdaya alam”, “kekayaan alam”, yang tersedia di Tanah Papua, yang mereka sebut “Bumi Cenderawasih”.

Mereka datang untuk mengambil, bukan untuk memberi. Mereka datang sebagai pencuri, bukan sebagai tamu. Mereka datang karena lapar, bukan setelah kenyang. Mereka ada karena rakus, bukan karena berbelas-kasihan kepada orang Papua.

Kalau ada orang Papua punya harapan NKRI datang membangun tanah Papua, sama dengan harapan-harapan orang-orang tersesat, yang berharap Ibilis dapat membela mereka, menyelamatkan mereka dari neraka, berbuat sesuatu kebaikan buat nasib kebinasaan mereka. Orang Papua seperti ini seharusnya tidak usah dilahirkan sebagai orang Papua, karena kahirnya nasib sial ada di depan mereka.

  • Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang menghargai dirinya sebagai orang kulit hitam, rambut keriting, bertanah air Sorong – Samarai.
  • Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang papua yang berbicara apa yang ada di dalam hatinya kepada dirinya dan kepada sesamanya, tanpa takut apa yang dianggap dan ditanggapi oleh NKRI.
  • Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang tidak menaruh harapan satu titik dan satu detik-pun kepada NKRI untuk berbuat apa-apapun yang baik buat Tanah dan Bangsa Papua.
  • Orang Papua yang harus dilahirkan dan ada di Tanah Papua ialah orang Papua yang menuntut hak asasi nya untuk terlepas dari genggaman penjajah NKRI.

Kalau tidak begitu, maka orang Papua yang demikian berdosa terhadap jatidirinya sendiri. Sial, Tuhan telah menciptakan dia sebagai seorang manusia dengan jatidirinya yang melekat padanya.

 

Papuan pro-independence leader calls for referendum

Radio NZ – Papuan pro-independence leader Filep Karma has called on the Indonesian government to hold a referendum on independence.

West Papuan independence campaigner Filep Karma.

West Papuan independence campaigner Filep Karma. Photo: RNZI / Koroi Hawkins

Mr Karma is a former political prisoner who was released last year after being jailed for 11 years for raising the banned Morning Star flag.

He told the Jakarta Post that the long-demanded referendum was a win-win solution for both the government and the Papuan people, who still suffered from mistreatment and abuse despite the region being granted special autonomy status.

Mr Karma said the referendum would provide a fair mechanism for Papuans to decide for themselves whether they wanted to remain as part of the unitary state of Republic of Indonesia or independence.

He said should the referendum result show that Papuans wanted to remain Indonesian citizens, the rebels would stop demand separation.

He said however that the government should also promise Papuans a peaceful transfer to independence if the referendum showed otherwise.

Indonesia annexed the former Dutch colony after a 1969 UN-backed vote which is widely seen as a farce.

Filep Karma: Pembangunan Papua bukan untuk rakyat Papua

Rebecca Henschke Wartawan BBC Indonesia, 3 Mei 2016

Eks tahanan politik sekaligus tokoh pro kemerdekaan Papua, Filep Karma, mengatakan kebijakan Presiden Jokowi yang mempercepat pembangunan infrastruktur di Papua dan mengedepankan pendekatan lunak terhadap persoalan politik di Papua, bukanlah untuk kepentingan masyarakat Papua.

“Rakyat Papua tidak meminta itu,” kata Filep Karma yang dibebaskan dari Penjara Abepura, Papua, pada pertengahan November 2015 lalu, setelah Presiden Joko Widodo melakukan terobosan politik untuk menyelesaikan masalah separatisme di Papua.

Filep, kelahiran 15 Agustus 1959, sebelumnya dihukum 14 tahun penjara karena dianggap terbukti menaikkan bendera Bintang Kejora.

Sebelum membebaskan Filep, Presiden Jokowi telah memberikan grasi kepada lima orang tapol yang terlibat Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Walaupun masih dipertanyakan pelaksanaannya, Jokowi juga menyatakan akan mencabut persyaratan ketat bagi jurnalis asing untuk memasuki Papua.

Sejauh ini, Presiden Jokowi telah mengunjungi Papua lebih dari tiga kali untuk meresmikan berbagai proyek pembangunan infrastruktur di wilayah itu, termasuk pembangunan jalan dan bandar udara.

Tetapi di mata Filep Karma, apa yang dilakukan Jokowi di Papua, “untuk kepentingan penjajahan dan bukan kepentingan rakyat Papua”.

Selengkapnya inilah petikan wawancara dengan Filep Karma dalam rubrik BINCANG bulan ini:
Bagaimana kehidupan Anda setelah dibebaskan dari penjara semenjak November 2015 lalu?

Setelah lepas dari penjara, saya masih diikuti intelijen. Tapi prinsip saya, saya mau hidup bebas. Jadi, saya tidak peduli diikuti intelijen, tapi kalau intelijen sampai menganggu aktivitas saya, atau menekan saya, membuat saya tidak nyaman, saya langsung mendatangi mereka dan saya akan bilang: ‘Anda intelijen ‘kan? Kenapa Anda mengikuti saya’.

Kalau saya selalu tertekan, ketakutan terhadap intelijen, hidup saya tidak akan bebas lagi.
Tapi otoritas hukum Indonesia mengatakan pemantauan terhadap Anda dilakukan agar Anda tidak kembali melakukan aktivitas separatisme?

Oh, tidak apa-apa. Saya tidak takut. Penjara itu rumah saya. Jadi penjara itu bagi kami, para pejuang, itu rumah kami. Karena kami kalau tidak di luar, ya dipenjara. Jadi ibaratnya, penjara itu rumah alternatif kedua.
Presiden Joko Widodo telah beberapa kali ke Papua untuk meresmikan proyek pembangunan infrastruktur. Mayoritas masyarakat Papua juga memilih dia dalam pemilu lalu. Presiden juga membuat kebijakan baru agar aparat militer tidak boleh melakukan pelanggaran HAM. Apakah Anda dapat menerima kebijakan Jokowi seperti itu?

Kami sudah tidak percaya sama sekali dengan pemerintah Indonesia. Karena selama bersama Indonesia, kami diperlakukan secara diskriminatif dan rasialis.

Jadi itu tidak bisa mengubah ideologi kami, dan apapun Jokowi yang mau bangun di Papua, itu ‘kan untuk kepentingan penjajahan, bukan kepentingan rakyat Papua.

Rakyat tidak meminta itu. Jokowi tidak pernah mendengarkan rakyat mau apa. Tapi ini Jokowi berpikir: ‘oh ini menurut Jokowi ini yang terbaik bagi rakyat Papua’. Itu pikiran Jokowi, bukan pikiran rakyat Papua.
Tapi bukankah saat ini banyak orang Papua sudah menjadi pemimpin pemerintahan di Papua? Lagipula mayoritas masyarakat Papua telah memilih Jokowi dalam pemilu lalu?

Itu tidak menjamin. Orang Papua mau menjadi gubernur, mau menjadi bupati, itu tidak menjamin.

Bapak saya menjadi bupati di Wamena, di jam kerjanya komandan Kopassus di Wamena masuk dan menodong pistol di depan muka bapak saya, meminta uang.

Bapak saya katakan: ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Tidak bisa saya berikan kepada Anda. Kalau Anda mau tembak, silakan tembak saya. Itu terjadi pada 1977.
Image caption Sejumlah warga Papua menggelar unjuk rasa di Jakarta menuntut digelarnya referendum di Papua terkait masa depan provinsi itu.
Bukankah sekarang sudah banyak terjadi perubahan yang lebih baik di Papua, setelah ada reformasi 1998 dan ada kebijakan terbaru dari Presiden Jokowi?

Tidak ada perubahan. Jadi kalaupun orang Papua menjadi bupati, dia hidup dalam tekanan, karena mereka selalu dimintai uang oleh Komandan Kodim atau Kapolres.

Kalau tidak kasih, nanti mereka ciptakan macam-macam masalah di sana, seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyerang, dan sebagainya.

Dan itu selalu digunakan, sehingga setiap tanggal bersejarah bagi bangsa Papua, mereka melakukan show force (pamer kekuatan), lalu membuat himbauan-himbauan, jangan bikin ini, jangan bikin itu, akan kami tindak tegas di tempat.
Image copyright Yuliana Lantipo
Image caption Anggota kepolisian Indonesia melakukan penjagaan terkait unjuk rasa kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Dan itu yang mereka lakukan. Jadi TNI-polisi sendiri yang menciptakan suasana jadi tegang, bikin rakyat ketakutan.
Faktanya, Papua telah mendapat dana luar biasa dari pusat melalui kebijakan otonomi khusus, dari tahun ke tahun?

Yang kami dapat itu terlalu kecil dibandingkan dengan apa yang diambil Indonesia dari Freeport.

Jadi saya tidak mengatakan dana itu banyak, tidak. Itu terlalu kecil, karena apa yang diambil Indonesia dari Freeport lebih banyak daripada yang dia berikan.

Ibarat kalau kita makan ayam, itu hanya kulit-kulitnya yang dikembalikan ke Papua, tapi daging seluruhnya dimakan di Jakarta.

Papua Merdeka berpotensi Menimbulkan Rasisme dan Perang Suku?

TabloidJubi.com dalam tulisannya Arjuna PademmeNov 30, 2015 menurunkan berita berjudul, “Filep Karma Khawatir Bom Waktu Diantara OAP Suatu Saat Meledakak“. Di dalamnya beliau katakan seperti berikut

“Saya melihat ini adalah bom waktu. Kalau Papua berhasil dan Indonesia pulang, sudah ada bom waktu yang suatu saat akan meledak. Saya tak ingin itu terjadi,” ucapnya.

Dengan kata lain, “saya diberitahu oleh agen NKRI bahwa kalau Papua Merdeka nanti kalian perang habis-habisan, dan akibatnya kalian yang jadi korban jadi kalau dengan NKRI kalian tidak perang suku, jadi kalian perlu pikir ulang.”

Pak Filip Karma perlu paham tiga hal: Pertama, rasisme tidak sama dengan sentimen kesukuan, maka tidak mungkin ada rasisme di dalam satu ras. Rasisme ada di antara orang Papua dan orang Indonesia, itu benar, karena ada ras Melayu dan ras Melanesia di sana, tetapi kalau rasisme di antara orang Papua, itu rasisme ataukah sentimen kesukuan.

Pertanyaan selanjutnya ialah apakah “sentimen kesukuan” itu salah? Jawabannya harus kita pahami dalam buku-buku tulisan Sem Karoba, Demokrasi Kesukuan, yang ditulis dalam 10 Buku.

Kedua, pemikiran tentang Papua Merdeka nanti berbahaya karena akan ada perang suku di mana-mana itu MURNI keberhasilan NKRI mencuci otak beliau, karena itulah kampanye yang selalu dipakai NKRI di pentash politik global. Itulah sebabnya perang suku di Mimika, di Wamena, di Jayapura selalu dipupuk NKRI, itu juga yang dikhawatirkan Karma, jadi perlu ada pencucian kembali supaya kembali kepada template pemikiran yang asli sebelum masuk ke penjara.

Kita sebagai orang Papua harus bertanya kepada diri sendiri, Perang suku di antara siapa? Antar keluarga, antar marga, antar suku, antar ras?

“Perang suku itu dipicu oleh apa?” Oleh politik? Oleh parta politik? Oleh perbedaan suku?

Kita jangan terpengaruh oleh hasutan penjajah melihat Perang Suku sebagai penyakit masyarakat, sementara menganggap pembunuhan orang Papua yang berlangsung setiap hari di Tanah Papua, pengeboman di Timur Tengah sampai menghancurkan Presiden yang resmi sebagai tindakan legal dan halal. Jangan kita dibodohi oleh logika pemutar-balik-kan yang biasanya berlangsung di penjara-penjara di seluruh dunia. Mari kita berpikir jernih, menurut realitas sosial-budaya dan sosial politik Papua, bukan menurut anggapan orang asing yang dibisikkan kepada kita.

Ketiga, kondisi terkini bukan hanya karena kesalahan NKRI, tetapi juga karena kondisi semesta yang tidak dapat kita sangkali dan elakkan. Melihat semua masalah disebabkan oleh NKRI membuat kita menjadi tidak berdaya, karena kita setiap hari berpikir tentang kesalahan NKRI, tanpa melihat kekurangan sendiri, kesalahan orang Papua sendiri. Termasuk kesalahan berpikir bahwa Papua Merdeka menyebabkan perang suku ialah buktinya.

Kita harus punya visi yang jelas, apalagi sebagai pimpinan, sebagia tokoh Papua Merdeka, kita seharusnya tidak menunjukkan paradigma berpikir yang meragukan bangsa yang kita pimpin. Kita tidak mudah dipengaruhi oleh “framing” pemikiran yang dilakukan oleh intelijen Indonesia atau oleh siapa saja yang tidak mendukung Papua Merdeka.

Apapun yang terjadi di tanah Papua, di antara orang Papua ialah persoalan orang Papua, yang harus diterima sebagai realias yang harus dihadapi secara gentlemen dan diselesaikan secara komprehensiv oleh orang Papua, bukan dengan cara mengkambing-hitamkan NKRI sebagai penyebabnya.

Staf Khusus Presiden Blusukan ke Lapas Biak

Biak, Jubi/Antara – Staf khusus Presiden Joko Widodo, Lenis Kogoya, blusukan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kabupaten Biak Numfor, Papua, Selasa 96/10/2015).

Kunjungan blusukan staf Presiden ke Lapas Biak diterima Kalapas, Danang Agus Triyanto, dan melakukan pertemuan dengan narapidana kasus makar ‘Bintang Kejora” Oktovianus Warnares dan Agustinus Sawias.

Lenis Kogoya mengakui kunjungan ke Lapas Biak untuk melihat dari dekat tentang aktivitas narapidana politik yang sedang menjalani hukuman karena kasus pidana dialami para narapidana kasus makar.

“Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi memberikan pengampunan grasi kepada narapidana kasus makar di Papua,” katanya.

Ia berharap dengan data dan hasil tatap muka dengan narapidana kasus makar warga binaan Lapas Biak akan disampaikan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dalam mengambil kebijakan terhadap Papua.

Salah satu narapidana makar, Oktovianus Warnares, menyatakan menolak pemberian grasi atau bentuk pengurangan hukuman atas kesalahan yang dibuatnya saat pengibaran bendera “Bintang Kejora’pada 1 Mei 2013 di kantor Diklat Jalan raya Adibay distrik Biak Timur.

“Saya harus menjalani hukuman selama enam tahun. Putusan Mahkamah Agung tetap saya jalani demi negeri Papua,” kata Oktovianus.

Usai tatap muka dengan narapidana kasus makar, staf khusus Presiden Jokowi, meninjau kamar narapidana.(*)

Gubernur Bantu Pulangkan 5 Napol ke Daerah Asalnya

Jayapura – Gubernur Papua Lukas Enembe memberikan bantuan kepada lima narapidana politik (Napol) yang menerima grasi dari Presiden RI Joko Widodo berupa fasilitas untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing.

Juru Bicara Gubernur Papua Lamadi de Lamato, di Jayapura, Rabu, mengatakan pada 27 Mei lalu, Gubernur sudah membantu lima napol untuk pulang langsung ke kampung halamannya di Wamena dan sekitarnya.

“Begitu mengajukan surat permohonan bantuan langsung direspon dan sudah membantu lima napol untuk pulang ke kampung masing-masing,” katanya.

Lamadi menjelaskan dana bantuan gubernur itu diperuntukkan untuk bakar batu, dikarenakan selama ini pihak keluarga lima napol ini menganggap kelimanya sudah meninggal.

“Gubernur Papua sangat merespon apa yang disampaikan pemerintah daerah, sehingga sudah berkoordinasi dengan staf khusus presiden Lenis Kogoya untuk melihat lima napol ini,” ujarnya.

Dia menuturkan pada intinya setelah kelimanya pulang kampung, dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua berharap kepada pemerintah daerah setempat agar memperhatikan lima napol ini.

“Sebab di antara kelimanya ada yang masih berstatus pelajar, jadi mungkin bisa didorong untuk dapat kuliah lagi,” katanya lagi.

Dia menambahkan sedangkan sebagian lainnya akan dipantau, apakah akan diberikan pekerjaan dan rumah yang layak, dimana bantuan diberikan agar jangan ada yang merasa bahwa ini bagian dari pencitraan presiden dan Pemprov Papua tetapi murni bantuan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Sabtu (9/5) di penjara Abepura memberikan grasi kepada lima narapidana politik Papua, yang terlibat dalam kasus pembobolan gudang senjata Kodim Wamena, 4 April 2003.

Di antaranya termasuk Apotnalogolik Lokobal (20 tahun penjara di Biak), Numbungga Telenggen (seumur hidup di Biak), Kimanus Wenda (19 tahun di Nabire), Linus Hiluka (19 tahun di Nabire) dan Jefrai Murib (seumur hidup di penjara Abepura).(ant/don/l03)

Source: BintangPapua.com, Kamis, 04 Jun 2015 17:24

30 Tapol Papua Akan Dapat Amnesty

JAYAPURA — Sedikitnya, 30 Tahanan Politik (Tapol) Papua akan mendapat amnesty (pengampunan) dari Presiden RI H. Ir. Joko Widodo (Jokowi) secara bertahap.

Hal itu diawali dengan pemberian amnesty yang dilakukan dalam rangkaian kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Papua, yang mengagendakan bertemu sekaligus memberikan Amnesty atau pengampunan bagi 8 Tahanan Politik (Tapol) Papua yang selama ini menghuni Lapas Abepura, Sabtu (9/5) sekitar pukul 15.00 WIT.

Pembela HAM Papua, Matius Murib kepada wartawan di Abepura, Jumat (8/5) mengatakan, 8 Tapol Papua tersebut, masing-masing Jafrain Murib, Numbungga Telenggen, Apotnagolik Lokobal, Jefri Wanimbo, Jogor Telengen, Kimanius Wenda dan Linus Hiluka.

Menurut Matius Murib, Tapol Papua hingga bulan Februari 2015 berjumlah 38 Tapol. Presiden Jokowi pada tahap awal ini memberikan pengampunan kepada 8 Tapol, sedangkan sisa 30 Tapol secara bertahap bakal dibebaskan puncaknya pada saat HUT Proklamasi RI tahun 2015 mendatang.

Ia menjelaskan, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua, Lenis Kogoya mewakili Presiden Jokowi pada Jumat (8/5) telah menemui sekaligus menyampaikan tawaran pengampunan kepada ke-8 Tapol tersebut.

Hanya saja, ke-8 Tapol mengakui masalah politik Papua masa lalu telah melibatkan pihak internasional, seperti PBB, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia.

Makanya sangat fair bila persoalan politik diharapkan melibatkan pihak internasional. Ke-8 Tapol ini juga menginginkan setelah mereka dibebaskan Papua langsung merdeka. “Tapi setelah bebas masih dijajah oleh Indonesia dan masih tak aman, bahkan ditangkap lagi mereka justru menolak Amnesty Presiden,” tandas Matius Murib.

Dikatakan Matius Murib, Amnesty adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Amnesty diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif dan legislatif atau yudikatif.

Di Indonesia Amnesty merupakan salah-satu hak Presiden di bidang yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembangunan kekuasaan. (Mdc/aj/l03

Source: Minggu, 10 Mei 2015 02:30, BinPa

Forkorus Yaboisembut Cs Akhirnya Hirup Udara Bebas

Forkorus Yaboisembut Cs
Massa penjemputan Forkorus Yaboisembut Cs (Foto: Oktovianus Pogau/Suara Papua)

PAPUAN, Jayapura — Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Forkorus Yaboisembut, bersama keempat tahanan politik lainnya, akhirnya dapat menghirup udara bebas dari Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Abepura, Jayapura, Papua, sejak Senin (21/7/2014), pagi tadi.

Forkorus keluar dari tahanan bersama Edison Waromi, Agust Kraar, Selpus Bobi, dan Dominikus Surabut. Kelima aktivis Papua ini ditahan sejak 19 Oktober 2011, saat mendeklarasikan berdirinya Negara Republik Federal Papua Barat (NRPB), di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Papua, dan dihukum tiga tahun penjara.

Edison Waromi, salah satu tahanan politik Papua, saat memberikan keterangan pers di depan Lapas Abepura mengaku tidak benci dan bahkan menyimpan dendam terhadap aparat kepolisian negara Indonesia yang telah memukul, menahan, dan memenjarakan mereka.

“Kami sama sekali tidak dendam dengan aparat kepolisian. Kami memaafkan mereka seperti Nelson Mandela memberikan pengampunan kepada polisi Afrika Selatan yang menahan dia,” kata Waromi.

Menurut Waromi, dirinya bersama keempat aktivis Papua lainnya akan tetap perjuangkan hak-hak politik bangsa Papua Barat yang telah dirampas oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1969 silam melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).

Selengkapnya baca di SuaraPapua.com

Ribuan Warga Hadiri Syukuran Presiden NRFPB

 Forkorus Yoboisombut Cs.
Tampak Ribuan Warga Papua yang menghadir acara syukuran pembebasan Forkorus Yoboisombut Cs. (Foto: Richard/SP)

Jayapura (SP) – Ribuan warga Papua menghadiri acara syukuran terkait dibebaskannya Forkorus Yoboisombut (Presiden NRFPB), Edison Waromi (Perdana Menteri NRFPB) bersama Selpius Bobi, Dominikus Sorabut dan Agus Kraar di kediamannya di Kampung Sabron Yaru, Sentani Barat Kabupaten Jayapura, Selasa (22/7).

Ribuan warga yang menghadiri syukuran tidak saja warga Papua yang ada di kota Jayapura, namun juga perwakilan masyarakat papua dari Papua Barat, yakni, Manokwari dan Sorong.

Acara syukuran ini berlansung sekitar Pukul 10.30 siang yang diawali dengan Ibadah syukur dipimpin Oleh Pdt. Dimara, S.Th.

Usai ibadah syukur, dilanjutkan dengan acara kenegaraan yang dikemas dalam pembacaan naskah pidato saat pembebasan Fokorus Cs, dibaca oleh sekum dewan adat Papua (DAP), Willem Rumaseb.

Edison Waromi (Perdana Menteri NRFPB), yang berkempatan untuk menyampaikan sambutan pertamanya, menuturkan, Kongres Papua III terjadi karena peyertaan dan maksud “Tuhan” sehingga itu dapat terjadi.

“Masih teringat dibenak kita saat Tomas Wanggai memproklamasikan kemerdakaan Papua yan dipenjara 20 Tahun. Namun, mengapa saya bersama Forkorus Yoboisombut Selpius Bobi, Dominikus Sorabut dan Agus Kraar yang mendeklarasikan NRFPB, hanya dipenjara 3 Tahun. Itu karena Tuhan itu baik dan luar biasa dalam menyertai umatnya yang memperjuangkan akan kebenaran,”

ujarnya.

Sementara Forkorus dalam pidatonya, mengatakan dirinya bersama empat rekannya, saat di dalam tahanan “Tidak tinggal diam atau konyol”, namun menjalin kerja melalui komunikasi dengan tahanan lainya, yakni, Filep Karma dan Viktor Yeimo yang semuanya memiliki talenta yang diberikan Tuhan, sehingga dapat berbagi satu dengan lainnya.

Lanjutnya, dari hasil menjalin komunikasi diantara mereka, menghasilkan satu naskah pidato yang dibacakan saat pembebasan di Lapas Abepura.

Diakuinya, pengalaman selama di penjara yang paling mengesankan dirinya, yakni ketika dirinya bersama empat rekannya, mendapat potongan 3 Tahun dari ancaman yang dalam benak mereka itu, mereka diancam 36 Tahun penjara. Namun, kekwatiran itu hilang dengan mendapat 3 Tahun penjara.

Ditambahkan, dirinya masih teringat ketika waktu ada kunjungan ibadah dedominasi Gereja yang melakukan kunjungan ibadah di Gereja Emaus Lapas Abepura dimana pelayan mengambil suatu pembacaan dari Kitab Lukas Pasal 10 ayat 17 hingga 20 yang menceritakan tentang “Pemberian kuasa kepada setiap orang yang mau bekerja untuk kebenaran bagi orang banyak”.

Dia menghimbau, jika ada pihak yang tidak mengaku pendeklarasian dirinya sebagai
Presiden NRFPB yang terpilih pada KRP III, dirinya memperbolehkan siapa-siapa yang mau menggantikan dirinya bersama Edison Waromi.

“Namun, melalui sebuah kongres yang dihadiri oleh seluruh rakyat Papua dengan nama Negara yang lain, serta dikemas dalam Kongres Rakyat Papua IV (empat) yang dilakukan ditempat umum di Tanah Papua Barat,”

pungkasnya. (A/RIC/R4/LO3)

 

Wednesday, 23-07-2014, SP

Ribuan Pendukung Siap Jemput Forkorus Cs

Elias Ayakeding di dampingi anggotanya saat memberikan keterangan persnyaJAYAPURA – Pembebasan ‘Presiden’ NFRPB, Forkorus Yoboisembut, dan ‘Perdana Menteri’ NFRPB, Edison Waromi dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura, Senin, (21/7), bakal disambut dengan kemenangan oleh ribuan massa pendukungnya.

Elias Ayakeding, yang disebut-sebut sebagai ‘Kepala Kepolisian’ Negara Federal Republik Papua Barat, (NFRPB), mengklaim ada sekitar 10 ribu massa Papua Barat akan menjemput pembebasan Forkorus Cs. “Ya kami pastikan sekitar 10 ribu rakyat Papua Barat akan memadati areal Lapas Abepura hingga kediaman Presiden di Sabron Yaru,” ungkapnya kepada wartawan dalam keterangan persnya di Prima Garden Abepura, Jumat, (18/7).

Dalam penyambutan itu tentunya diwarnai dengan sejumlah acara, seperti nyanyian suling tambur dengan berpakain adat sesuai dengan negara bagian masing-masing, dan baik Presiden Forkorus dan ‘Perdana Menteri’ Waromi akan diarak dari Lapas Abepura hingga Sabron Yaru. Setiba di Sabron Yaru dilanjutkan dengan berbagai agenda lainnya.

Terkait dengan itu, sebagaimana dengan statemennya yang sebelumnya bahwa, menghimbau kepada seluruh rakyat yang dihidup di Tanah Papua, supaya pada Senin (21/7) menghormati/menghargai pemimpin besar NFRPB, dengan cara tetap menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban. Disamping itu pula hendaknya berhenti sejenak melakukan aktivitasnya untuk turut mendukung kelancaran hari pembebasan Presiden dan Perdana Menteri NFRPB. Termasuk kepada pemilik toko-toko di pinggir jalan dari Abepura sampai kediaman Presiden Forkorus harus menghentikan (tutup) aktivitas usahanya. Ini agar adanya kebersamaan.
Ditegaskannya, bagi masyarakat yang hendak turut berpartisipasi dalam melakukan penjemputan sebaiknya diminta jangan membawa alat tajam, alat tumpul dengan tujuan anarkis (mengganggu ketertiban keamanan) dan tidak boleh membawa Bendera Bintang Kejora (BK).

Namun sangat disarankan untuk membawa busana-busana adat dan menampilkan tari-tarian dan suling tambur untuk memeriahkan hari pembebasan Presiden Forkorus Cs.

  “Itu perintah tegas dari Presiden Forkorus Yoboisembut. Dalam penjemputan itu nantinya pihaknya menurunkan sekitar 1000 personil Polisi NFRPB untuk melakukan pengamanan,”

tegasnya.

Dirinya juga meminta kepada TNI/Polri RI diharapkan dapat membantu Polisi NFRPB untuk menjaga keamanan dan ketertiban agar kehidupan masyarakat tetap aman. Disamping itu pula diharapkan pula TNI/Polri jangan mengintervensi jalannya penjemputan itu, demi menghindari terjadi gesekan-gesekan yang pada akhirnya memunculkan terjadinya konflik.

 “Saya minta Kapolda dan Pangdam agar sama-sama bersama kami menjaga keamanan di Tanah Papua, karena keamanan itu kebutuhan semua pihak. Kami minta masyarakat jangan membawa hal-hal yang memancing aparat keamanan bertindak ,”

pungkasnya.

Forkorus Minta Tidak Dirayakan Besar-besaran

Sementara itu, Forkorus Yaboisembut, S.Pd, August M. Sananay Kraar, S.IP, Dominikus Serabut, Edison Gladius Waromi dan Selpius Bobii minta seluruh pendukungnya tak perlu  merayakan besar-besarannya pembebasannya pada Senin (21/7) sekitar pukul 09.00 WIT.  Tapi tetap berdoa dan bersyukur kepada Tuhan Yesus yang masih mempertemukan masing-masing umatnya.

Permintaan Forkorus Cs ini disampaikan Kepala Lapas Klas I A Abepura Endang Lintang Hardiman, SH., MH., ketika dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Jumat (18/7).

Dikatakan Endang Lintang Hardiman, Forkorus Cs  juga mengharapkan masa pembebasan Forkorus Cs sudah selesai dari masa tuntutan pidana sesuai prosedur, sehingga pihaknya mengharapkan masyarakat ikut menjaga kamtibmas tetap tenang, aman dan kondusif. Tak ada hal-hal yang membuat situasi di Papua tak aman.
Kami juga sudah koordinasi dengan instansi-instansi agar ikut menjaga kamtibmas saat Forkorus Cs bebas,” tukas Endang Lintang Hardiman.

Dikatakan, Forkorus Cs ditahan pada  20 Oktober 2011 karena secara sah dan resmi terbukti melanggar Pasal 106 Jo Pasal 55 Ayat (i) ke-1 KUHP tentang kejahatan terhadap keamanan negara, pasca peringatan Kongres Rakyat Papua (KRP) III di Lapangan Zakeus, Padang Bulan, Distrti Heram, Kota Jayapura. Forkorus Cs akhirnya dibebaskan pada 21 Juli 2014. (nls/Mdc/don/l03)

Sabtu, 19 Juli 2014 11:17, BintangPapua.com

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny