Jayapura – Mewakili puluhan orang Papua di balik jeruji, 26 tahanan politik (Tapol) Papua Merdeka menolak rencana pemerintah Indonesia memberikan grasi. “Kami tawanan politik menolak rencana pemberian grasi oleh Presiden Republik Indonesia,” kata Sem Yanu, salah satu narapidana politik Papua Merdeka saat membacakan pers rilis yang ditandatangani 26 Tapol Papua Merdeka dalam jumpa pers di Kantor Dewan Adat Papua (DAP) di Expo Waena, Kota Jayapura, Papua, Senin (3/6).
Dari pers rilis yang dibacakan Sem, para Tapol Papua Merdeka ini mengatakan, grasi itu akan diberikan dalam rangka Otonomi Khusus (Otsus) Plus. Para Tapol Papua Merdeka yang dibebaskan dengan jaminan jabatan-jabatan dan fasilitas dalam pemerintah Indonesia. Sehingga para Tapol Papua dengan tegas menolak tawaran dan jaminan kesejahteraan itu.
“Kami berjuang bukan untuk mencari jabatan, mencari kesejahteraan personal, melainkan kami berjuang dan ditawan karena mempertahankan harga diri kebangsaan dan menyelamatkan bangsa Papua dari diskriminasi, marginalisasi, minoritasisasi dan kepunahan etnis,”
tutur Sem membacakan pers rilisnya.
Sehingga, lanjut Sem, para Tapol Papua Merdeka mengatakan tidak butuh dibebaskan dari penjara.
“Tetapi kami butuh dan tuntut bebaskan bangsa Papua dari penjajahan negara kolonial Pemerintah Republik Indonesia,”
tuturnya.
Sedangkan nama-nama yang menandatangani pers rilis itu, yakni FIlep J.S. Karma, Victor F. Yeimo, Selpius Bobii, Agust M.S. Kraar, Dominikus Sorabut, Alex Makabori, Nicodemus Sosomar, Petrus Narotou, Denny I Hisage, Dago Ronald Gobay, Jufry Wandikbo, Mathan Klembiab, Rendy W. Wetipo, Boas Gombo, Jhon Pekey, Oliken Giyai, Panius Kogoya, Marsel Asso, Ferdinan Pakage, Timur Wakerkwa, Kimeus Wenda, Andinus Karoba, Jepray Nurip, Yulianus Wenda, dan Anike Kogoya.
Aktivis Hak Asasi Manusia Papua, Markus Haluk yang mendampingi Sem Yanu dalam pers rilisnya mengatakan, tak ada satupun Tapol Papua Merdeka menerima grasi itu.
“Sampai hari ini tidak ada Tapol yang menerima Grasi. Pada Kamis lalu, pernyataan para Tapol itu telah dikirim kepada Presiden Republik Indonesia dan Kadubes negara-negara yang peduli dengan masalah kemanusiaan di Papua,”
Jayapura — Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Yunus Wonda belum lama ini mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah berjanji untuk membebaskan semua Tahanan Politik (Tapol) Papua.
Kata dia, presiden telah membuat janji dalam pertemuan di kediaman pribadinya di Cikeas bersama tokoh-tokoh Papua termasuk Gubernur Papua Lukas Enembe.
Rencana ini ditolak keras oleh para Tapol Papua di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura Papua. Dalam Release yang diterima majalahselangkah.com, 25 orang Tapol di LP Abepura membuat sebuah pernyataan bersama yang berisi penolakan atas rencana pemberian grasi oleh SBY tersebut.
“Jumat 24 Mei 2013, sikap tawanan politik Papua Merdeka dalam penjara negera kolonial Indonesia. Dengan ini tawanan politik yang bertandatangan dibawa ini menyatakan bahwa ‘kami menolak rencana pemberian grasi oleh Presiden Republik Indonesi. Kami tidak butuh dibebaskan dari penjara, tetapi butuh dan tuntut bebaskan bangsa Papua dari penjajahan negera kolonial Republik Indonesia’,”
tulisnya dalam pernyataan itu.
Tawanan politik Papua Merdeka yang menandatangi pernyataan itu adalah Filep J.S. Karma, Victor F Yeimo, Selpius Bobii, A. Makbrawen Sananay Krasar, Dominikus Sarabut, Beni Teno, Alex Makabori, Nico D. Sosomar, Petrus Nerotou, Denny I Hisage, Dago Ronald Gobai, Jefry Wandikbo, Mathan Klembiab, Rendy W. Wetipo, Boas Gombo, Jhon Pekei, Oliken giyai, Panus Kogoya, Warsel Asso, Yunias Itlay, Timur Waker, Kondison Jikibalom, Serko Itlay, Japrai Murib, dan Yulianus Wenda.
Para Tapol itu mengatakan, akan tetap bertahan dari tawaran apa pun oleh SBY sebagai Presiden Republik Indonesia. (GE/MS)
Jayapura – Pengacara empat Tahanan Politik yaitu Nikodemus Sosomar dan kawan-kawan mendapat kendala saat hendak membesuk kliennya. Matius Rumbrapuk dari Lambaga Studi Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua yang membawa kamera dipersoalkan Arif, petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura.
“Saya merasa, itu adalah aturan yang dibuat-buat untuk mencegah agar persoalan yang dilakukan di dalam Lapas tidak keluar ke publik,”
kata Matius Rumbrapuk kepada tabloidjubi.com di Kantor Elsham Papua, Padangbulan, Jayapura (21/5).
Menurut Rumbrapuk, ini adalah bentuk halus dari intimidasi dan diskriminasi melalui aturan ini. Tidak ada peraturannya tetapi mereka sendiri yang membuat aturan tersebut, ini pelecehan. Ini artinya pengacara tidak dihargai. Menurutnya, hal ini juga terjadi di Lapas Manokwari, Sorong dan Merauke. Bukan hanya pada Tahanan Politik (Tapol) tapi pada semua tahanan di Lapas.
“Kalau senjata, memang dilarang dan kami tidak memiliki dan tidak juga membawa peralatan yang dimaksud,” demikian kata Rumbrapuk lagi. Dirinya sempat meminta Arif, petugas Lapas tersebut untuk menunjukan aturan mana yang tidak memperbolehkan pengacara membawa kamera saat membesuk kliennya tetapi Arif tidak menunjukkan aturan tersebut.
Keempat Tapol yang dikunjungi yaitu Nikodemus Sosomar, Alex Makabori, Benny Teno dan Petrus Nerotouw. Keempat Tapol dalam keadaan sehat tanpa kekurangan apapun. Mereka masih menunggu proses persidangan minggu depan.
Mamfred Naa, pengacara dari Elsham Papua yang mendampingi Nikodemus dan kawan-kawan kepada tabloidjubi.com di Padangbulan membenarkan penahanan kamera Elsham di Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura, Selasa (21/5).
“Secara aturan, dalam aturan baku secara hukum sebenarnya tidak melarang pengacara kamera. Itu kebijakan internal Lapas yang melarang hal tersebut,”
kata Naa.
Menurut Naa, pengambilan gambar ditujukan untuk pelaporan administrasi saja di Kantor Elsham bahwa barang-barang kebutuhan sehari-hari yang diberikan lembaga kepada Tapol yang menjadi klien sudah sampai ke tangan kliennya dengan baik. (Jubi/Aprila Wayar)
Jayapura – Filep Karma, Tahanan Politik (Tapol) Papua mengatakan, keberhasilan lobbi yang dilakukan West Papua National Coalition for Libaration (WPNCL) di Wilayah Pasifik dan Benny Wenda di Oxford inggris adalah jawaban dari doa dan tangis Rakyat Papua.
“Ini adalah kerja Tim yang baik. Saya bersyukur pada Tuhan Yesus karena penderitaan dan tangis Rakyat Papua selama ini sudah mulai terjawab. Sudah ada solidaritas dari negara-negara serumpun yang memberi dukungan politik bagi Papua, itu baik,”
ungkap Filep Karma kepada tabloidjubi.com di Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura, Selasa (21/5).
Bagi Karma, Benny Wenda membuka kantor ini suatu hal yang luar biasa. Hanya dirinya memberi sedikit catatan untuk Benny Wenda yaitu bahwa Wenda harus belajar dari sejarah Papua. Dulu juga pernah ada Kantor Free West Papua Campaign yang sama dengan yang di Oxford saat ini, yaitu di Sinegal tetapi akhirnya tutup. Ini harus menjadi pelajaran bagi Wenda agar peristiwa tersebut tidak terulang kembali.
“Saya berterima kasih banyak untuk teman-teman di WPNCL, Otto Onowame, Rex Rumakiek, Andy Ayamiseba dan Paula Makabory juga Benny Wenda untuk terobosan-terobosan yang luar biasa ini,”
tutur Karma lagi.
Menurut Karma, tugasnya adalah menjaga tungku di dalam kota, jadi yang lain juga bisa melakukan hal yang sama di tempatnya masing-masing.
“Kita bekerja tim, jadi tidak boleh ada yang bertepuk dada atas keberhasilan-keberhasilan ini. Kita harus bermain cantik seperti Persipura,”
kata putra mantan Bupati Jayawijaya dan Kabupaten Yapen Waropen, Andreas Karma mengakhiri wawancara. (Jubi/Aprila Wayar)
Jayapura – Benarkah di Papua tak ada Tahanan Politik seperti yang selalu dikatakan Pemerintah Indonesia?
Baru-baru ini LSM yang berbasis di London, TAPOL menggugat pemerintah Indonesia yang selalu menekankan bahwa negara ini tidak memiliki ‘tahanan politik.’ Laporan ini mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membuka ruang demokrasi di Papua Barat dan memerintahkan pembebasan kepada semua pihak yang dipenjara karena mengekspresikan opini dan aspirasi.
Laporan setebal 31 halaman berjudul ‘Tidak Ada Tahanan Politik? Pembungkaman protes politik di Papua Barat,’ mendokumentasikan kasus-kasus terhadap puluhan tahanan politik yang diketahui berada di penjara hingga Maret 2013. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah yang selama ini mengklaim tidak ada tahanan politik di Papua dan hanya ada kriminal yang melanggar hukum.
Siapa saja 40 orang yang menjadi tahanan politik di Papua, mereka ditahan atas tuduhan apa dan dimana mereka di tahan? Jubi mengumpulkan data 40 tahanan politik dari beberapa sumber. Mereka tersebar di tahanan polisi hingga Lembaga Pemasyarakatan. Dari Abepura, Wamena, Serui, Timika, Biak, Nabire dan Manokwari. Sebagian dari mereka sedang menjalani proses persidangan dan sebagian lainnya sudah menjalani masa hukuman. Bahkan ada yang dihukum seumur hidup. Tuntutan yang dialamatkan pada mereka juga beragam. Dari makar, UU Darurat, Kepemilikan Senjata Tajam, hingga tindakan melawan penguasa.
1. Yahya Bonay
Penahanan : 27-Apr-13
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Tewasnya Polisi di Yapen
Ditahan di : Tahanan Polisi Serui 2. Yosia Karoba
Penahanan : 01-Apr-13
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Penangkapan masyarakat sipil Paniai
Ditahan di : Kantor Polisi Tolikara 3. Nonggop Tabuni
Penahanan : 9 March 2013
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Penangkapan masyarakat sipil Paniai
Ditahan di : Tak diketahui 4. Delemu Enumby
Penahanan : 9 March 2013
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Penangkapan masyarakat sipil Paniai
Ditahan di : Tak diketahui 5. Jelek Enembe
Penahanan : 9 March 2013
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Penangkapan masyarakat sipil Paniai
Ditahan di : Tak diketahui 6. Boas Gombo
Penahanan : 28 February 2013
Tuduhan : Tak diketahui
Status : Tak diketahui
Kasus : Pengibaran bendera di PNG
Ditahan di : LP Abepura 7. Matan Klembiap
Penahanan : 15 February 2013
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Pencarian Terianus Satto and Sebby Sambom
Ditahan di : Tahanan Polisi Jayapura 8. Daniel Gobay
Penahanan : 15 February 2013
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Pencarian Terianus Satto and Sebby Sambom
Ditahan di : Tahanan Polisi Jayapura 9. Alfret Marsyom
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 10. Jack Wansior
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 11. Yantho Awerkion
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 12. Paulus Marsyom
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 13. Romario Yatipai
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 14. Stephen Itlay
Penahanan : 19 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Timika
Ditahan di : Timika 15. Yan Piet Maniamboy
Penahanan : 9 August 2012
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Perayaan Hari Pribumi Sedunia, Yapen
Ditahan di : Serui 16. Edison Kendi
Penahanan : 9 August 2012
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Perayaan Hari Pribumi Sedunia, Yapen
Ditahan di : Serui 17. Timur Wakerkwa
Penahanan : 1 May 2012
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera dan Demo 1 Mei
Ditahan di : Abepura 18. Darius Kogoya
Penahanan : 1 May 2012
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera dan Demo 1 Mei
Ditahan di : Abepura 19. Paulus Alua
Penahanan : 21 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Biak
Ditahan di : Biak 20. Bastian Mansoben
Penahanan : 21 October 2012
Tuduhan : UU Darurat 12/1951
Status : Pengadilan sedang berjalan
Kasus : Bom Biak
Ditahan di : Biak 21. Forkorus Yaboisembut
Penahanan : 19 October 2011
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : KRP III
Ditahan di : LP Abepura 22. Edison Waromi
Penahanan : 19 October 2011
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : KRP III
Ditahan di : LP Abepura 23. Dominikus Surabut
Penahanan : 19 October 2011
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : KRP III
Ditahan di : LP Abepura 24. August Kraar
Penahanan : 19 October 2011
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : KRP III
Ditahan di : LP Abepura 25. Selphius Bobii
Penahanan : 20 October 2011
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 3 Tahun Penjara
Kasus : KRP III
Ditahan di : LP Abepura 26. Wiki Meaga
Penahanan : 20 November 2010
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 8 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera di Yalengga
Ditahan di : Wamena 27. Oskar Hilago
Penahanan : 20 November 2010
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 8 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera di Yalengga
Ditahan di : Wamena 28. Meki Elosak
Penahanan : 20 November 2010
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 8 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera di Yalengga
Ditahan di : Wamena 29. Obed Kosay
Penahanan : 20 November 2010
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 8 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera di Yalengga
Ditahan di : Wamena 30. Yusanur Wenda
Penahanan : 30-Apr-04
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 17 Tahun Penjara
Kasus : Penahanan di Wunin
Ditahan di : Wamena 31. Dipenus Wenda
Penahanan : 28 March 2004
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 14 Tahun Penjara
Kasus : Boikot Pemilu di Bokondini
Ditahan di : Wamena 32. George Ariks
Penahanan : 13 March 2009
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 5 Tahun Penjara
Kasus : Tak Diketahui
Ditahan di : Manokwari 33. Filep Karma
Penahanan : 1 December 2004
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 15 Tahun Penjara
Kasus : Pengibaran Bendera di Abepura, 2004
Ditahan di : Abepura 34. Ferdinand Pakage
Penahanan : 16 March 2006
Tuduhan : Pasal 214 KUHP
Status : 15 Tahun Penjara
Kasus : Abepura 2006
Ditahan di : Abepura 35. Luis Gedi
Penahanan : 16 March 2006
Tuduhan : Pasal 214 KUHP
Status : 15 Tahun Penjara
Kasus : Abepura 2006
Ditahan di : Abepura 36. Jefrai Murib
Penahanan : 12-Apr-03
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : Seumur Hidup
Kasus : Pembobolan Gudang Senjata di Wamena
Ditahan di : Abepura 37. Linus Hiel Hiluka
Penahanan : 27 May 2003
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 20 Tahun Penjara
Kasus : Pembobolan Gudang Senjata di Wamena
Ditahan di : Nabire 38. Kimanus Wenda
Penahanan : 12-Apr-03
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 20 Tahun Penjara
Kasus : Pembobolan Gudang Senjata di Wamena
Ditahan di : Nabire 39. Numbungga Telenggen
Penahanan : 11-Apr-03
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : Seumur Hidup
Kasus : Pembobolan Gudang Senjata di Wamena
Ditahan di : Biak 40. Apotnalogolik Lokobal
Penahanan : 10-Apr-03
Tuduhan : Pasal 106 KUHP
Status : 20 Tahun Penjara
Kasus : Pembobolan Gudang Senjata di Wamena
Ditahan di : Biak
Jakarta —Papuans Behind Bars (Orang Papua di Balik Jeruji), sebuah proyek tentang tahanan politik di Papua Barat melaporkan hingga akhir Maret 2013 terdapat 40 Tahanan Politik Papua dalam penjara di Papua.
Dalam laporan itu menulis, sepanjang Maret terdapat peningkatan pelaporan terkait penangkapan sewenang-wenang, penahanan, penyiksaan dan pelecehan terhadap warga sipil di Papua Barat. Terdapat penangkapan di Sarmi, Manokwari dan Paniai.
“Terjadi peningkatan dalam bulan Maret. Sebelumnya, pada Februari Tahanan Politik Papua berjumlah 35 orang. Pada Maret naik menjadi 40 orang,”tulis dokumen itu.
Seperti dilaporkan Papuans Behind Bars, tahanan Politik Papua yang berada dalam penjara hingga Maret 2013 adalah:
Tahanan
Tanggal Penahanan
Dakwaan
Hukuman
Kasus
Dituduh melakukan kekerasan?
Kekhawatiran dilaporkan sementara proses hukum?
LP/Penjara
Markus Yenu
6 Maret 2013
106
Dalam persidangan
Demonstrasi Manokwari dan pertemuan KNPP
Tidak
Tertunda
Manokwari
Isak Demetouw (alias Alex Makabori)
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
Dalam persidangan
Dituduh TPN/OPM
Tidak
Tertunda
Sarmi
Daniel
Norotouw
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
Dalam persidangan
Dituduh TPN/OPM
Tidak
Tertunda
Sarmi
Niko Sasomar
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
Dalam persidangan
Dituduh TPN/OPM
Tidak
Tertunda
Sarmi
Sileman Teno
3 Maret 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/1951
Dalam persidangan
Dituduh TPN/OPM
Tidak
Tertunda
Sarmi
Matan Klembiap
15 Februari 2013
110; Pasal 2, UU Darurat 12/195112/1951
Dalam persidangan
Afiliasi dengan Terianus Satto dan Sebby Sambom
Tidak
Ya
Tahanan polisi, Jayapura
Dukungan atas para Tapol itu datang dari berbagai pihak. Pada tanggal 1 Maret, Komunitas Melbourne Papua Barat mengadakan malam peningkatan kesadaran di Kindness House di Melbourne. Bersama dengan makanan dan nyanyian, acara ini juga menunjukkan sebuah film diproduksi oleh Peter Woods, yang berisi rekaman dari dua kunjungan terakhirnya ke Papua Barat.
Dikabarkan, Film ini disambut antuasias oleh 50 orang, dan mengungkapkan sejauh mana demonstrasi publik besar menuntut kemerdekaan di Papua Barat selama 12 bulan paska Kongres Ketiga Rakyat Papua pada Oktober 2011. Film ini akan siap diuncurkan pada pertengahan Mei 2013. Acara ini menggalang dana AUD300 untuk mendukung tahanan politik di Papua Barat.
Sebuah koalisi LSM termasuk Komisi HAM Asia (AHRC), Koalisi Internasional untuk Papua (ICP) dan Survival International (SI), tanggal 12 Maret 2013 lalu mengajukan pernyataan lisan bersama kepada sesi persidangan ke-22 di Dewan HAM PBB.
Papuans Behind Bars mengabarkan, pernyataan tersebut menujukan peningkatan penganiayaan dan penangkapan sewenang-wenang aktivis politik dan pembela HAM di Papua Barat, dengan berkedok usaha melawan terrorisme.
Kasus penyiksaan 20 tahanan di penjara Abepura, penangkapan tujuh orang di Depapre sehubungan dengan aktivis pro-kemerdekaan dan penangkapan dan perlakuan kejam terhadap Yunus Gobai disorot dalam pernyataan untuk menggambarkan masalah kekerasan yang sedang berlangsung dan impunitas di Papua Barat. Pernyataan tersebut menyerukan dialog damai di bawah mediasi netral, akses terbuka ke Papua dan pembebasan semua tahanan politik.
Dukungan juga datang dari Herman Wainggai, seorang mantan tahanan politik yang kini membela hak asasi manusia orang Papua di Amerika Serikat, sudah mengadakan acara dalam rangka Kampanye Pembebasan Tahanan Politik di Papua Barat.
Kampanye ini bertujuan untuk menginformasikan masyarakat umum tentang masalah yang dihadapi di Papua Barat dan untuk memperoleh dukungan bagi pembebasan para tahanan politik. Wainggai ditangkap pada tahun 2002 dan dituduh dengan pasal makar untuk peran dia dalam mengorganisir acara di mana Bendera Bintang 14 dikibarkan.
Sementara, di Inggris, Benny Wenda juga terus menyeruhkan untuk pembebasan para Tapol di Papua.
Diketahui, tujuan Papuans Behind Bars adalah memberikan data yang akurat dan transparan, dipublikasi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, untuk memfasilitasi dukungan langsung terhadap para tahanan dan meningkatkan diskusi dan kampanye lebih luas sebagai dukungan terhadap kebebasan berekspresi di Papua Barat.
Papuans Behind Bars adalah satu proyek kolektif yang dimulai oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil Papua yang bekerjasama dalam rangka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakat Hukum dan HAM di Papua. Ini adalah gagasan kelompok bawah dan mewakili kerjasama yang lebih luas antara para pengacara, kelompok-kelompok HAM, kelompok-kelompok adat, para aktivis, wartawan dan para individu di Papua Barat, LSM-LSM di Jakarta, dan kelompok-kelompok solidaritas internasional.
Proyek ini menyimpan data lebih dari 200 tahanan politik saat ini dan bekas tahanan politik dan website – http://www.papuansbehindbars.org akan diluncurkan akhir bulan ini.
Website ini akan mempublikasikan semua perkembangan terbaru secara bulanan, memberikan tanda waspada terhadap peristiwa penangkapan dalam kaitannya dengan masalah politik dan informasi perkembangan terkini yang memberi dampak terhadap para tahanan politik.
Diinformasikan, data iniadalah bagian ketiga dari seri ini. Papuans Behind Barsmengatakan, menerima pertanyaan, komentar dan koreksi serta bisa dikirimkan melalui info@papuansbehindbars.org. (GE/Ist/MS)
Ketua Umum Front PEPERA-PB, Selpius Bobii. Foto: tabloidjubi.com
Jayapura — Ketua Umum Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (Front-PEPERA-PB) melalui surat terbuka yang dikirimkan kepada media ini, Selasa, (2/3/13) menyeruhkan kepada semua kelompok perjuangan Papua Merdeka untuk mendukung upaya John Otto Onawame,cs untuk memasukan Papua Barat menjadi anggota Melanesian Spearhead Groups (MSG).
“Pelan-pelan orang Papua sedang habis. Maka, untuk mengahirinya, orang Papua harus saling menghargai dalam perjuangan. Kita harus menghindari saling tuding menuding atau klaim mengklaim atau membangun mosi tidak percaya antara sesama aktivis atau antar komponen bangsa Papua yang dapat melemahkan dan merugikan perjuangan luhur bangsa Papua,”
tulisnya dalam surat itu.
Lebih lanjut dalam surat itu, Tahanan Politik (Tapol) Papua itu menulis, salah satu upaya yang sedang didorong oleh tuan John Otto Onawame, cs untuk menjadi anggota MSG dalam tahun ini adalah suatu kemajuan dalam perjuangan bangsa Papua yang perlu diberi apresiasi dan didukung oleh rakyat semesta bangsa Papua dan komponen-komponen bangsa Papua di mana saja berada.
Secara khusus, ia sebagai ketua Front PEPERA PB mengatakan mendukung penuh upaya tuan John Otto Onawame, cs yang sedang memperjuangkan untuk Papua Barat diterima menjadi anggota MSG.
Pada kesempatan ini Front PEPERA PB menyerukan kepada pimpinan Negara-Negara di kawasan Malanesia untuk menerima Papua Barat menjadi anggota resmi MSG dalam tahun ini,tulia Bobii.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada solidaritas masyarakat Internasional selama ini.
“Atas segala pengorbanan Anda semua dalam mendukung perjuangan bangsa Papua baik secara moril maupun materil kami ucapkan terima kasih,”
tulisnya.
Ia juga berharap masyarakat Internasional ikut memberikan dukungan kepada tuan John Otto Onawame, cs yang sedang mendorong Papua Barat diterima menjadi anggota MSG dalam tahun ini, yang mana pertemuan MSG akan digelar pada bulan Juni atau Juli 2013 mendatang. (GE/MS)
Jayapura — Filep Karma, Tahanan Politik (Tapol) Papua mengungkapkan keprihatinannya atas terbungkamnya demokrasi di tanah Papua sejak tahun 1969. Kata dia, ketika sebuah wilayah diisolasi apa saja bisa terjadi dan dunia lain tidak tahu.
Salah satu contoh besar menurut dia adalah pemilihan gubernur pada 29 Januari 2013 lalu tanpa pemantau independen baik dari Papua, Jakarta maupun dari dunia internasional. Selain itu, kata dia, tidak ada media asing yang memonitor pelaksanaan Pilkada.
“Saya melihat pengawasan lemah sejak proses awal karena tidak ada pengawas independen dari Papua, nasional maupun internasional. Juga,tidak ada LSM atau jurnalis internasional yang meliput proses ini,”
kata Filep Karma beberapa waktu lalu di Lapas Klas IIA Abepura, Jayapura.
Ia menilai, proses demokrasi di Papua tidak semakin baik. Agenda negara saja berjalan tidak demokratis, bagaimana dengan agenda-agenda protes rakyat atas carut-marutnya kondisi Papua saat ini. Rakyat Papua benar-benar terisolasi dari pemberitaan media di Indonesia dan media asing sejak Papua dipaksakan bergabung dengan Indonesia.
Kata dia, dalam proses demokrasi yang tidak ada pemantau independen baik LSM maupun jurnalis, tidak akan ada pendidikan demokrasi. Masyarakatnya tidak akan berkembang baik.
Ini adalah cara pembunuhan dalam bentuk lain yang pelan tetapi pasti. Masyaralat tetap dibuatnya tidak berkembang secara demokrasi.
Kata dia, mestinya cara-cara Orde Baru mulai harus ditinggalkan. Ini adalah cara-cara Orde baru, kata Karma yang mengaku tidak mendukung proses Pilgub yang baru saja berlalu karena baginya itu memilih budak-budak yang memperpanjang kolonialisme Indonesia di Tanah Papua. (Aprila Wayar/MS)
Jayapura — Dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Indonesia yang sedang diusung oleh Pater Neles Tebai dan kawan-kawan menurut Filep Karma, Tahanan Politik (Tapol) Papua dapat saja dilaksanakan, tergantung pada Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Menurut saya, proses dialog damai tidak tergantung siapa yang menjadi pemimpin atau gubernur Papua saat ini. Dialog itu tergantung pada Presiden Indonesia, SBY,”
demikian tutur Karma kepada tabloidjubi.com yang berkunjung ke Lapas Klas IIA Abepura belum lama ini.
Bagi Karma, dialog bukanlah sebuah wacana baru Orang Papua karena Tom Beanal bersama Tim 100 juga pernah ke Jakarta untuk berdialog dengan Pemerintah Indonesia.
“Sekarang tinggal itikad baik dari Pemerintah Pusat saja. Istilahnya begini, Orang Papua siap berdialog tetapi Jakarta yang tarik ulur atau cari-cari alasan. Kalau Jakarta bingung, mau bicara dengan siapa karena banyak faksi seharusnya Jakarta tahu bahwa yang mau berunding adalah orang atau pihak yang selalu bermasalah dengan Pemerintah Indonesia atau yang beroposisi dengan pemerintah yaitu TPN-OPM, Tapol dan diplomat Papua yang berada di luar negeri saat ini,”
ungkap Karma lagi.
Jadi menurut Karma, kalau mau bilang tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan yang menjadi wakil dalam dialog tersebut itu hanyalah omong kosong belaka.
“Saat kami buat aksi lalu ditangkap dan dibungkam setelah itu baru mereka mulai bicara mengatasnamakan kami atau Rakyat Papua. Bila dialog memang akan terlaksana maka dialog harus dilakukan di luar negeri, di negara yang netral karena kami perlu bicara dengan bebas tanpa intimidasi, teror, penculikan, penghilangan dan pembunuhan. Saya menilai bahwa wakil dalam dialog juga harus ditentukan oleh tiga pihak yang beroposisi dengan pemerintah tadi,”
demikian harap Karma pada proses dialog. yang masih terus berproses ini. (Jubi/Aprila Wayar)
Jayapura — Tahanan Politik (Tapol) Papua, Filep Karma menilai ada rekayasa dalam proses pemilihan gubernur (pilgub) yang baru saja berlangsung 29 Januari 2013 lalu. Hal ini disampaikan kepada tabloidjubi.com beberapa waktu lalu saat berkunjung ke Lapas Klas IIA, Abepura, Jayapura.
“Saya juga tidak percaya bila pada akhirnya proses Pilgub yang diikuti oleh enam pasang calon itu menang dengan suara lebih dari lima puluh persen, ini adalah rekayasa,”
demikian kata Karma yang ‘dituding’ negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas Kasus Biak Berdarah ini.
Menurutnya, seperti Joko Widodo (Jokowi) pada Pilgub DKI Jakarta lalu misalnya, hanya mencapai empat puluh persen. Logikanya, pilgub seharusnya dilakukan dua putaran karena jumlah suara otomatis terbagi ke enam calon gubernur ini.
“Saya bercerita dengan banyak orang tentang pilgub, ternyata banyak Orang Papua yang tidak ke TPS untuk ikut memilih pada Tanggal 29 lalu. Bukan hanya Orang Asli Papua tetapi juga Orang Non Papua dengan alasan tidak mendapat undangan,”
ungkap Karma lagi kepada tabloidjubi.com
Sementara itu, Yuliana S. Kowi, warga Uncen Bawah mengatakan dirinya mengikuti proses pilgub tetapi kelihatannya tidak terbuka dan tidak jujur.
“Yang kami tahu sebenarnya, di sini kan Pak Habel Melkianus Suwae (HMS) yang menang tapi kan tidak. Jadi pokoknya sudah tidak jujurlah. Kami waktu pemilihan waktu itu tahu saja pasti HMS tapi tahunya malah kalah begitu,”
tutur Kowi pada tabloidjubi.com beberapa waktu lalu. (Jubi/Aprila Wayar)