Sambom: Saya Bebas Dari Penjara Ketika Rakyat Papua Barat Bebas Dari Penjara Kolonial

Jubi—Tahanan politik Sebby Sambom akhirnya bisa menghirup udara bebas setelah mendekam di balik terali besi sejak 17 Desember 2008. Tanggal 26 Juli 2011, pemerintah melalui Kanwil Hukum dan HAM provinsi Papua memberikan pembebasan bersyarat kepada Sambom. Pembebasan Sebby ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.PAS.2.XVIII.5180.PK.01.05.06 TAHUN 2011.

Namun pembebasan bersyarat ini dikritik oleh Sambom sendiri. Ia menyayangkan pembebasan bersyarat terhadap dirinya yang tidak tepat waktu sehingga menurutnya pembebasan bersyarat ini tidak adil.

Seby Sambom
Seby Sambom

“Saya sangat menyanyangkan sikap KAKANWIL Hukum dan HAM provinsi Papua yang membebaskan saya bulan ini, sementara surat ini tertanggal 31 Maret. Surat ini juga keluar bersamaan dengan surat pembebasan teman-teman tahanan lain. Mereka yang lain dibebaskan tepat waktu dan saya tidak tepat waktu. Suatu tindakan yang tidak adil,” ujar Sambom.

Menurut Sambom, tindakan Kakanwil ini, menunjukkan bahwa penegak hukum telah berlaku tidak adil, tidak bekerja efektif dan tidak konsisten menegakkan keadilan dan kebenaran. Penegak hukum sebagai simbol keadilan dinegeri hanya bersandiwara. Akibatnya hak-hak NAPI tidak terpenuhi tepat waktu bahkan boleh dibilang diskriminatif.

Lanjut Sambom, meskipun dirinya saat ini sudah bebas dari penjara, namun dirinya merasa belum bebas dari kolonialisme.

“Saya belum bebas dari penjara. Saya akan bebas ketika semua orang Papua Barat bebas dari penindasan kolonial. Kita harus menegakkan kebenaran. Siapapun yang tidak mengenal kebenaran mesti memperoleh pelajaran melalui kebaranian kita menegakkan kebenaran.” tegas Sambom.

Meski demikian, Sambom tak lupa meminta maaf dan mengucapkan terima kasih kepada Wimane, anaknya yang berusia 2 tahun dan isterinya karena bisa bertahan menghadapi situasi-situasi sulit tanpa kehadirannya dan selalu mendukung perjuangannya. (J/18)
Wednesday, 27 July 2011 23:58
http://tabloidjubi.com/daily-news/jayapura/13396-sambom-saya-bebas-dari-penjara-ketika-rakyat-papua-barat-bebas-dari-penjara-kolonial.html

Tahanan Polsek Kawasan Bandara Sentani Tewas

SENTANI-Jajaran Polsek Kawasan Bandara Sentani Sabtu (28/5) sekitar pukul 19.00 WIT dikejutkan dengan penemuan salah seorang warga bernama Alfius Molay (35) dalam keadaan tidak bernyawa di dalam tahanan Polsek Kawasan Bandara Sentani. Korban ditemukan pertama kali oleh salah satu anggota jaga bernama Briptu Stevi Pangaya yang sedang melakukan pemeriksaan ke ruang tahanan. Kapolres Jayapura AKBP Mathius Fakhiri SIK ketika dikonfirmasi wartwan melalui Kapolsek Kawasan Udara Sentani Iptu Harianja membenarkan tahanannya bernama Alfius Malai itu telah meninggal dunia. Namun menurut Kapolsek, penyebab kematian korban sampai saat ini masih misteri, apakah karena over dosis konsumsi minuman keras ataukah penyebab kematian korban karena yang bersangkutan dianiaya. Karena menurut Kapolsek sebelum diamankan korban awalnya diduga melakukan aksi yang menggangu ketertiban umum di dalam terminal bandara dalam keadaan mabuk berat dan tubuhnya juga sudah melemas.

Saat diamankan petugas, salah satu pelipis mata korban telah dalam keadaan mengalami luka sobek sekitar 2 cm yang mana diduga korban sebelumnya telah dianiaya. Saat diamankan sekitar pukul 17.10 korban langsung disuruh istirahat di dalam ruang tahanan, seperti biasanya petugas mengamankan oknum warga yang ditemukan mabuk berat dan menggangu ketertiban umum di bandara.

Namun ketika pukul 18.00 Briptu Stevi Pangaya yang pada saat itu sedang piket melakukan pemeriksaan ke dalam ruang tahanan dan menemukan korban sedang tertidur, dan untuk memastikan korban baik-baik saja Briptu Stevi Pangaya memanggil salah satu rekan piketnya bernama Johan M Telussa untuk memeriksa korban.

Namun saat keduanya memeriksa korban denyutnya nyadinya berdenyut lambat sekali, dan keduanya langsung menghubungi Kapolsek. “Ketika 2 anggota saya memeriksa nadi korban melemah keduanya langsung menghubungi saya dan saya memerintahkan untuk segera dilarikan ke RSUD Yowari,” jelas Kapolsek kepada wartwan kemarin.

Menurut Kapolsek dalam perjalanan dirinya sempat mengontak anak buahnya dan keduanya melaporkan nadi korban telah kembali normal, namun ketika korban masuk ke dalam UGD nadinya tiba-tiba melemah lagi, dan akhirnya nyawa pria yang diduga akan berangkat ke Kabupaten Yahukimo itu sudah tidak tertolong lagi.

Kapolsek juga menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan outopsi untuk memastikan penyebab sebenarnya dari kematian korban. “Kami sedang outopsi, untuk memastikan penyebab kematiannya,” ujarnya melalui pesan singkat pada ahad (29/5) kemarin.

Selain itu Kapolsek juga menjelaskan pihaknya juga telah memeriksa daftar tugas security di bandara Sentani untuk juga dimintai keterangannya terkait penyebab luka di pelipis mata korban itu.

Sementara itu, beberapa para tukang ojek di bandara Sentani mengatakan bahwa sebelum diamankan korban yang dalam keadaan mabuk berat sekali dan tubuhnya sangat lemas itu berulang kali ditolak oleh para petugas di pintu masuk keberangkatan karena yang bersangkutan dalam keadaan mabuk berat. Saat itu sekitar pukul 11.00 WIT korban keluar ke parkiran terminal bandara.

Dan tepatnya pada deretan parkiran ketiga salah satu mobil kijang avanza berwarna biru tiba-tiba berpapasan dengan korban, pada saat itu korban yang masih terlihat kesal karena ditolak di pintu masuk keberangkatan itu langsung memukul mobil tersebut.

Saat itu terlihat salah seorang oknum anggota Polsek Kawasan bandara berinsial NVL turun dari mobil dan langsung melepaskan sebuah bonggem mentah ke pelipis mata korban dan langsung korban terjatuh dan mulutnya terbentur aspal dan mengeluarkan darah segar pula. “Waktu NVL pukul dia itu darah yang keluar itu macam air pancuran saja, jadi mungkin dia kehabisan darah tuh,” ujar Nobo salah seorang tukang ojek di bandara Sentani di dampingi beberapa rekannya sambil menunjukkan bekas-bekas darah di TKP kepada wartwan. Dan usai dipukul korban langsung diamankan ke Polsek Kawasan Bandara. (jim/don)

Aktivis Papua Merdeka Jefry Pagawan Bersama 33 Orang Lainnya ditangkap Di Bewan, PNG

Laporan dari Barias Yikwa, Koordinator Stasiun Vanimo dari WPRRA (West Papua Refugee Relief Assiciation) menyatakan 34 orang West Papua ditangkap dan dimasukkan dalam tahanan Polda Vanimo hari ini. Penangkapan ini dilakukan termasuk aktivis muda Jefry Pagawak ditangkap.

Penangkapan ini menyusul 79 orang yang telah ditahan di Polda Vanimo sejak dua minggu silam.

Diberitahukan kepada para pemuda dan mahasiswa Papua pada khususnya dan tokoh gereja agar membentuk barisan bersama dan mempertanyakan kepada Pemerintah Papua New Guinea melalui Konsulat Jenderal yang ada di Port Numbay:

  1. Kenapa orang yang sudah datang ke tanah mereka sendiri mencari hidup dari pengejaran dan ancaman mati dari NKRI mesti harus dikejar dan ditangkap lagi?
  2. Perbuatan salah apa yang mereka lakukan di PNG yang melanggar hukum PNG? Kalau mereka melanggar hukum PNG, kenapa harus dilakukan dengan pembakaran rumah-rumah tinggal sementara dan penghancuran kebun-kebun mereka dengan sikop dan parang sampai hancur-lebur? Apa salahnya makanan dan rumah dengan manusia? Tidakkah rumah memberikan perlindungan kepada semua manusia dan tidakkah makanan membuat kita semua hidup sebagai manusia? Apa salah rumah dan makakan?
  3. Siapa yang membayar polisi dan tentara preman/ gadungan ini sehingga beroperasi secara liar dan brutal?
  4. Kalau PNG sudah tidak sanggup lagi menahan dan menangani orang-orang yang mencari perlindungan ke tanah mereka di sebelah timur, sebaiknya PNG mengurus mereka dan mengirimkan mereka ke negara ketiga supaya mereka hidup lebih aman tanpa ditangkap, tanpa kebun mereka dihancurkan, tanpa rumah mereka dibakar di sana.

Sekali lagi, para pemuda dan mahasiswa Papua janganlah berdiam diri, jangan sibukkan diri dengan isu-isu lemparan NKRI yang murahan yang tidak ada manfaatnya tetapi memeras tenaga, waktu dan biaya seperti isu MRP, isu Pilkada, isu Pemekaran, isu dana Otsus dan sebagainya. Fokuskanlah dan sibukkanlah dalam menggunakan dan memanfaatkan tenaga, waktu dan talenta yang Anda miliki untuk isu-isu yang berdampak luas dan jangka panjang, isu yang bermanfaat untuk keberlangsungan diri, hargadiri dan keturunan Anda ribuan tahun ke depan.

Demikian kami sampaikan laporan dari Barias Yikwa, Koordinator WPRRA dari Tanahan Polda PNG di Vanimo, Sandaun Province, Papua New Guinea.

PMNews

Kalapas Abe dan 14 Staf Dituding Lakukan Kekerasan Terhadap Napi

JAYAPURA- Rentetan dua aksi kekerasan terpisah yang terjadi di Abepura dalam dua bulan terakhir , belum mendapatkan kejelasan siapa sebenarnya pelaku kekerasan di dalam LP itu. Karena itu aparat kepolisisan diharapkan lebih serius dalam melakukan penelitian untuk dapat menyingkap dua aksi yang telah mendorong aparat melakukan penyisiran di wilayah Abepura. Penegasan, agar aparat dapat melakukan penelitian yang lebih manusiawi terlebih bila berhadapan dengan para korban, terungkap kembali dalam jumpa Pers yang dilakukan Forum Demokrasi Rakyat Papua( Fordem ) Senin ( 13/12) di Abepura.Dari semua rentetan peristiwa salah satunya penembakan di Nafri dan kaburnya kelima orang Narapidana dari Lapas Abepura masih menimbulkan pertanyaan besar dari Fordem terutama dalam menyikapi tindakan pemindahan paksa lima orang narapidana salah satunya Filep Karma, Buctar Tabuni, Dominggus Pulalo, Lopez Karubaba dan Eni Elopere dari lembaga pemasyarakatan Abepura ke rumah tahanan Polda Papua dinilai tidak jelas statusnya untuk kelimanya.

Kelima orang Napi tersebut, dua diantaranya merupakan Napol sementara tiga lainnya napi yang tersangkut kasus kriminal biasa. Dari pengakuan lima terpidana, mereka dijemput aparat kepolisian dari Polda Papua dan dipindahkan pada Jumat 3 Desember sekitar pukul 23.00 malam atas perintah Kalapas Abepura Berthy Sitinjak.Hingga saat ini, pihak Lapas belum memberitahukan secara langsung kepada mereka apa yang menjadi alasan mereka dipindahkan ke rutan Polda Papua, sebab yang diutarakan kalapas justru pernyataannya kepada Media bahwa kelima narapidana ini dianggap telah memprovokasi para narapidana lainnya dengan merusak fasilitas bangunan di LP Abepura pada jumat sore.Menurut kelima narapidana, terjadinya pengrusakan beberapa bagian kaca bangunan Lapas sebagai wujud dari ketidakpuasan para narapidana terhadap sikap Kalapas yang tidak terbuka dan tidak bertanggung jawab menjelaskan mengapa lima orang kawan mereka bisa melarikan diri pada siang hari tepat dijam yang sama sekitar pukul 12 waktu Papua pada 3 Desember lalu yang menyebabkan seorang diantaranya tertembak mati oleh aparat TNI- Polri.

Korban tewas tertembak atas nama Wiron Wetipo itu, sesuai pengakuan mereka, bahwa posisi Filep Karma dan Buctar Tabuni saat itu hanyalah berjuang meredahkan kemarahan narapidana lainnya sambil meminta staf Lapas untuk menghadirkan Kalapas ke LP Abepura guna menjelaskan nasib narapidana yang ditembak mati di Tanah Hitam Abepura. Menurut Fordem, seperti yang diungkapkan Simon Yumame kepada wartawan posisi Dominggus Pulalo, Lopez Karubaba dan Eni Elopere yang tidak terlibat melakukan pengrusakan fasilitas Lapas, namun dianiaya oleh Kalapas Berthy Sitinjak bersama sekitar 14 orang anak buahnya.Tindakan sewenang wenang Kepala Penjara dan bawahannya ini menyebabkan narapidana yang bernama Dominggus Pulalo mengalami luka robek di telinga kiri, bengkak pada kepala dan rusuk akibat tendangan dan injakan bertubi tubi saat dianiaya.Korban hingga kini masih merasa pusing dan sakit sekujur tubuhnya, ujar Frederika Korain. Menurut keterangan Filep Karma dan kawan kawannya sesama Napi, kelima narapidana yang lari dari penjara Abepura pada jumat 3 Desember lalu adalah narapidana murni dan tidak ada hubungannya dengan kegiatan Politik Papua atau OPM atau organisasi apapun didalam LP sebab selama ini mereka hanya menekuni bidang keterampuilan anyaman dan berkebun sayuran.

Berdasarkan fakta fakta tersebut, Fordem mendesak Kalapas Abepura Berthy Sitinjak dan Kakanwil Hukum dan HAM Nasarudin Bunas untuk bertanggung jawab dan segera mengembalikan kelima narapidana untuk menjalani sisa masa tahanan mereka di LP Abepura, serta menjelaskan kepada publik di Papua mengapa kelima narapidana termasuk Wiron Wetipo yang tertembak aparat dengan mudahnya melarikan diri keluar Lapas ditengah sistim pengamanan Lapas yang ketat.

Fordem juga mendesak Menteri Hukum dan HAM serta Ditjen Lapas untuk segera menindak tegas Kepala penjara Abepura atas kekerasan yang dilakukannya dengan sewenang wenang kepada narapidana di penjara Abepura. Menurut Fordem dalam jumpa pers yang dilakukan, justru sikap Kepala Penjara Berty Sitinjak telah menunjukkan bahwa yang bersangkutan tak benar lagi dalam melakukan pembinaan terhadap para narapidana dan malah menimbulkan ketidakamanan dan ketidaknyamanan bagi narapidana secara khusus aparat TNI dan Polri yang sewenang wenang melakukan penembakan terhadap narapidana Wiron Wetipo yang kedapatan meninggal dunia.

Dengan rentetan dua kejadian di Nafri dan kaburnya narapidana itu, Fordem secara tegas meminta aparat TNI dan Polri agar dalam menyelidiki kasus penembakan Nafri maupun kasus hukum lainnya, tidak menggunakan kekerasan serta lebih berlaku profesional dan taat hukum sehingga tidak menimbulkan ketakutan yang mendalam dikalangan warga sipil di Kota jayapura dan sekitarnya.

Kalapas Abepura Berthy Sitinjak, yang dihubungi terpisah soal adanya tudingan keterlibatnnya bersama stafnya melakukan kekerasan terhadap napi di penjara Abepura, menanggapinya biasa. Dikatakan, tudingan itu merupakan hak mereka untuk menyatakan Kalapas bersama anak buahnya lakukan kekerasan, tetapi yang jelas lanjut kalapas, justru merekalah yang dahulu melakukan pelemparan kantor Kalapas. “Dan buktinya kami telah adukan mereka ke Polda Papua dan merekalah yang terlibat peristiwa 3 Desember lalu, “kata Kalapas sambil menambahkan mereka juga menghasut dan melempari anak buahnya. BUktinya katanya kelima orang itu sudah tindaklanjuti ke Polda Papua dan hari Rabu, ( 8/12) Polisi dari Polsek Abepura telah melakukan olah TKP.(Ven/don/03)

Tak Terima Rekannya Ditembak, Buchtar Mengamuk di Lapas

Sementara itu menyusul, tewasnya 1 rekannya di tangan aparat keamanan saat melarikan diri dari Lapas Abepura Jumat (3/12) sekitar pukul 12.00 WIT, sore harinya sekitar pukul 18.30 WIT, Buchtar Tabuni bersama Filep Karma dan diikuti puluhan orang penghuni lapas lain melakukan aksi keributan di dalam lapas.

Dari informasi yang didapat Bintang Papua bahwa hal itu dipicu saat Buctar Tabuni meminta bertemu dengan Kalapas Abepura untuk mengklarifikasi kejadian penembakan rekannya bernama Miron Wetipo. Buchtar Tabuni yang merupakan Ketua Umum KNPB (Komite Nasional Papua Barat) meminta kepada kalapas untuk menghadirkan aparat yang menembak rekannya hingga tewas di lapas Abepura.

Karena permintaannya tidak dikabulkan Kalapas Abepura Liberti Sitinjak, Bucktar Tabuni bersama Filep Karma mengkoordinir puluhan penghuni lapas Abepura melakukan keributan. Yaitu melempari petugas lapas, serta fasilitas lapas Abepura menggunakan batu. Melihat aksi tersebut, petugas dari Satbrimobda Papua yang berjaga di Lapas bersama petugas Lapas Abepura sempat memberikan tembakan peringatan. Tidak lama kemudian dua unit Truk membawa pasukan dari Brimobda Papua datang ke Lapas Abepura untuk membantu proses pengamanan. Setelah dilakukan sweeping akhirnya situasi di lapas Abepura kembali aman. Dari kejadian tersebut, lima orang narapidana masing-masing Buchtar Tabuni, Filep Karma, Dominggus Pulalo, Alex Elopere dan Dani Karobaba diamankan dan dibawa ke Polresta Jayapura.

Kalapas Abepura Liberti Sitinjak saat dihubungi Bintang papua via Ponselnya membenarkan kejadian tersebut. “Iya kita sudah berkoordinasi dengan kepolisian. Lima orang sementara kita amankan untuk dibawa ke Polresta Jayapura,” ungkapnya.(aj/don/03)

Tapol Papua Akan Dapat Amnesti

Jakarta [PAPOS] – Kementerian Hukum dan HAM akan memberikan amnesti kepada sejumlah tahanan politik di Provinsi Papua karena alasan tertentu.

"Kita sedang mempelajari terhadap tahanan politik untuk diberikan amnesti, karena latar belakang politik terutama di Papua," kata Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Gedung DPR, Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan, dari hasil kunjungannya ke Papua dan Maluku, banyak ditemukan adanya tahanan politik (tapol) yang diputuskan oleh pengadilan karena ikut-ikutan.

"Dia tinggal di kampus, kemudian orang kampus melakukan demo dan kalau tidak ikut dipecat, ada unsur paksaan dan ikut-ikutan. Kita akan lihat apakah ada orang yang diputuskan oleh pengadilan hanya gara-gara ikut-ikutan berdemo ingin disintegrasi bangsa atau memang serius," katanya.

Ia mencontohkan, mengibarkan bendera Bintang Kejora, padahal dia hanya diajak dan dipaksa. "Kalau yang begitu-begitu, kita akan usulkan kepada Presiden untuk diberikan amnesti karena latar belakang politik asal tidak melakukan tindakan kriminal lainnya," kata Patrialis.

Politisi PAN itu menambahkan, sampai saat ini pihaknya sedang melakukan inventarisasi tahanan politik yang hanya ikut-ikutan dan dipaksa.

"Kita sedang dilakukan penyelidikan. Saya sudah temukan dan saya sudah laporkan ke Presiden SBY dan Menko Polhukam Djoko Suyanto. Penelitian itu belum selesai karena harus bisa dipertanggungjawabkan, harus tertulis. Kalau bisa diberikan amnesti pada tanggal 17 Agustus mendatang. Saya usulkan lebih baik diampuni saja semua," ujar Patrialis.

Sebelumnya, anggota DPR dari Partai Golkar Yorris Raweyai menyesalkan adanya perlakuan yang berbeda terhadap masyarakat Papua.

Ia mencontohkan pelaku pembunuhan terhadap tokoh Papua Theys Eluay dan tokoh Papua lainnya hanya dihukum 4 tahun dan banyak yang dibebaskan, tetapi masyarakat Papua yang mengibarkan bendera Bintang Kejora dihukum 15 tahun penjara karena PP No.77/2007.

"Termasuk dengan apa yang disampaikan oleh anggota DPR Yorris, asal benar-benar hanya ikut-ikutan saja," kata Menkumham Patrialis Akbar. [ant/agi]

Ditulis oleh Ant/Papos
Sabtu, 24 Juli 2010 00:00

Bebaskan Tapol Papua Seperti Aceh

Pieter Ell SHJAYAPURA—Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didesak untuk segera membebaskan Tahanan Politik (Tapol) dan Narapidana Politik (Napol) di seluruh  Tanah Papua. Pasalnya, sesuai perjanjian Hensilki tahun 2006, pemerintah pusat telah membebaskan Tapol dan Napol yang terlibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tapi  Tapol dan Napol di Tanah Papua masih terus menjalankan hukuman di penjara, baik di Jayapura maupun pada  penjara pada  beberapa kota di Pulau Jawa.

“Kalau Tapol dan Napol di Aceh telah dibebaskan, tapi  Tapol dan Napol masih ada di Tanah Papua.  Saya minta Presiden SBY  saat ini juga  segera bebaskan Tapol dan Napol di Tanah Papua tanpa syarat, “ tukas  Pieter Ell SH, pengacara hukum tersangka kasus makar saat dikonfirmasi Bintang Papua di Jayapura, Selasa (22/6) siang terkait  pernyataan pollitik dari Ketua Komite  Nasional Papua Barat (KNPB) Buchtar Tabuni mendesak aparat keamanan segera menangkap dan memproses hukum  massa MRP yang menuntut referendum saat   menyerahkan 11 poin tuntutan dari hasil Musyawarah Besar (Mubes) MRP  pada Jumat(18/6) siang di Gedung DPRP, Jayapura. Menurut Pieter Ell, penyidik polisi pada saat  KNPB melakukan aksi unjukrasa  langsung menjerat Buchtar Tabuni dan kawan kawan melakukan makar dan penghasutan serta  menuntut kemerdekaan bagi  bangsa  Papua Barat. Tapi kini penyidik polisi berbeda saat massa MRP melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Buchtar Tabuni dan kawan kawan yakni  menuntut referendum.   “Penyidik polisi dulu dan kini berbeda, padahal aturannya sama,” tuturnya.  Dia menegaskan, kedepan siapapun yang mendengungkan orasi bernuasa politik tak perlu ditangkap, karena unsur membentuk negara  dan memisahkan diri dari NKRI  mesti memenuhi 3 unsur unsur penting,  yakni  ada pengakuan dari negara lain, ada rakyat serta wilayah. “Kalau tidak memenuhi unsur unsur penting tersebut maka apapun yang dilakukan seseorang  tak bisa dikategorikan makar,” tukasnya.

Dia menambahkan, Buchtar Tabuni dan kawan kawan adalah korban ketidakprofesionalan aparat keamanan seiring dengan kebijakan Presiden SBY  yang dinilai diskriminatif dalam penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua.   Karena itu, lanjutnya, aparat keamanan dalam hal ini Polda Papua mesti profesional dan proporsional. Pasalnya, apapun tindakan  yang dilakukan aparat keamanan dalam mengamankan kasus- kasus yang bernuansa politik di Tanah Papua tak terlepas dari kebijakan Presiden SBY yang belum memberikan grasi bagi Tapol dan Napol diseluruh Tanah Papua.  (mdc)

Lembaga HAM Dunia Soal Tahanan Politik Papua

Elin Yunita Kristanti
Rabu, 23 Juni 2010, 11:33 WIB

VIVAnews – Penjara di Indonesia setidaknya menahan 100 tahanan politik (tapol) dari wilayah Papua dan Maluku. Menurut lembaga pro hak asasi manusia, beberapa dari tahanan itu mengalami kekerasan di penjara. Demikian laporan yang dikeluarkan Human Rights Watch, Rabu 23 Juni 2010.

Lembaga HAM berbasis di New York itu meminta pemerintah Indoensia membebaskan tahanan yang dibui karena pandangan politik yang berbeda.

Kata mereka, pemerintah seharusnya mencabut larangan pemakaian bendera atau logo kelompok separatis di dalam penjara.

"Para pembela kemanusiaan dan milisi bersenjata diperlakukan sebagai kriminal di dalam penjara Papua dan Maluku Selatan," demikian bunyi laporan tersebut seperti dimuat laman KyivPost, Rabu 23 Juni 2010.

Tidak adilnya pengelolaan kekayaan alam telah memicu gerakan separatis di Papua selama puluhan tahun. Di Pulau itu terdapay tambang Grasberg dioperasikan oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc

Kelompok bersenjata secara sembunyi-sembunyi melancarkan serangan fatal pada pekerja Freeport, tapi sampai kini belum jelas bukti yang menunjukkan kelompok separatis ada di balik serangan ini.

Sementara kelompok adat di Maluku Selatan, khususnya di Ambon diguncang isu pembentukan Republik Maluku Selatan (RMS).

Polisi dan pasukan militer telah berusaha untuk menghancurkan gerakan separatis itu dan menerapkan hukuman yang keras untuk pelanggaran-pelanggaran seperti, pengibaran bendera RMS, dan tarian perang "Cakalele" – sebuah tarian perang tradisional yang dikaitkan dengan gerakan separatis.

Human Rights Watch melaporkan kasus-kasus dugaan penyiksaan terhadap tahanan politik.

Salah satunya terhadap John Teterisa, guru sekolah yang ditahan pada 2007 dalam insiden tarian Cakalele sambil mencoba mengibarkan bendera RMS di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kata laporan itu, dia dipukuli terus-menerus selama 12 jam sehari selama 11 hari setelah penangkapannya.

"Beberapa petugas polisi memukulnya dengan batang besi dan batu, juga mengirisnya dengan bayonet," kata laporan itu.

Teterisa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2008, tapi hukuman itu dikurangi menjadi 15 tahun di tingkat banding.

Aktivis Maluku lain yang dikutip dalam laporan tersebut digambarkan dipukul dengan potongan kayu — hingga menyebabkan perdarahan saluran usus dan kencing — setelah mengibarkan bendera separatis, RMS.

Dikonfirmasi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, pemerintah tidak mengetahui kebenaran klaim yang diungkapkan dalam laporan tersebut.

Namun, "saya yakin ada prosedur klaim yang bisa dilakukan para tahanan jika ada perlakuan buruk dalam tahanan," kata dia.
http://www.vivanews.com
http://nasional.vivanews.com/news/read/159654-seruan-lembaga-ham-untuk-pemerintah-indonesia
Dipublikasikan : Rabu, 23 Juni 2010, 11:33 WIB
©VIVAnews.com

26 Napi dan Tahanan Lapas Abe Kabur – Merebak Isu Ada Unsur Kesengajaan

JAYAPURA-Lagi-lagi, para narapidana (Napi) dan tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas ) Kelas II A Abepura berhasil kabur. Jika pada saat proses kisruh pelantikan Kalapas Abepura (Senin, 3/5) lalu, 18 Napi dan tahanan berhasil kabur, maka jumlah Napi dan tahanan yang berhasil kabur Sabtu (5/6) akhir pekan kemarin bertambah banyak yaitu 26 orang (lihat tabel).

Para Napi dan tahanan itu kabur sekitar pukul 15.30 WIT dengan menaiki pagar tembok Lapas yang tingginya lebih dari 6 meter. Mereka memanjat tembok dengan seutas tali tambang sebesar kelingking orang dewasa yang berpengait besi. Tali tambang tersebut kemudian dikaitkan ke dinding tembok, kemudian dipanjat, lalu melompat keluar melalui batang pisang yang berada tepat di bawah tembok tersebut.

Meski telah dilakukan pencarian oleh Petugas Lapas dibantu Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura, namun hingga berita ini diturunkan belum ada satupun yang berhasil ditangkap kembali.

"Kejadian sekitar pukul 15.30 WIT. Kami mengetahui beberapa saat setelah mereka kabur. Lokasi mereka kabur tepat di belakang ruang anak, tembok sudut sebelah barat Lapas. Setelah berhasil memanjat tembok, mereka kemudian melompat melalui batang pisang warga, yang berada tepat di dekat dingding tembok," ungkap Kalapas Abepura Liberti Sitinjak,MM,M.Si saat ditanya wartawan terkait kaburnya Napi dan tahanan di Lapas Abepura, Sabtu (5/6) sekitar pukul 20.00 WIT.

"Saat kejadian, baik tahanan dan Napi dikelurkan dari blok untuk persiapan mandi dan ibadah Sabtu. Kesempatan itulah yang kemudian dimanfaatkan untuk meloloskan diri," ungkapnya.

Dijelaskan, petugas jaga pada hari itu semestinya ada tujuh orang, namun pada saat kejadian, dari 7 orang yang harusnya berjaga, 4 diantaranya tidak masuk, sedang dari 4 yang tidak bertugas hari itu tiga diantaranya tanpa keterangan dan satu lainnya, izin (lihat tabel). “Jadi di saat kejadian tersebut hanya ada tiga pegawai yang bertugas. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika hanya 3 petugas yang menjaga 338 Napi dan tahanan," tuturnya.

Pada Sabtu (5/6) pukul 14.00 WIT, Kalapas masih berada di ruang kerjanya, akan tetapi saat makan siang, pihaknya telah mendapat laporan dari anggotanya bahwa sejumlah Napi dan tahanan telah melarikan diri. Sebelum ada kejadian Napi dan tahanan yang lari itu, jumlah tahan dan Napi yang ada di Lapas sebanyak 340 orang.

Setelah ada laporan Napi dan tahanan kabur tersebut, Kalapas Abepura langsung berkoordinasi dengan Kapolresta Jayapura untuk melakukan pencarian. "Kami langsung kontak untuk membantu melakukan pencarian dan mengamankan sejumlah lokasi keluar-masuk Jayapura, seperti bandara dan pelabuhan, dan perbatasan," tukasnya.

Saat ditanyi penyebab kejadian, Kalapas Abepura menjelaskan, ada dua faktor penyebab, yang pertama kondisi Lapas Abepura yang sudah tidak layak, baik bangunan dan lokasi bangunan. Sendang faktor yang lain adalah kedisiplinan petugas dalam melakukan penjagaan.

"Semua sistem di Lapas ini sudah tidak berjalan. Coba anda pikirkan, dari 7 yang seharusnya menjaga, hanya ada 3 petugas saja yang hadir," ucapnya.

Saat ini, lanjutnya, jumlah keseluruhan petugas di Lapas Abepura sebanyak 84 orang dan tiap harinya per regu ditugaskan 7 hingga 9 personel sipir yang berjaga.

Selama satu bulan lebih pihaknya memimpin di Lapas tersebut, diakui, penerapan aturan standar Lapas tidak berjalan dengan baik. "Harus saya akui bahwa, petugas saya masih banyak yang tidak disiplin, bahkan mabuk saat bertugas, apa yang diharapkan dari seorang pemabuk," terangnya lagi.

Yang lebih parah lagi hingga saat ini ada petugas yang hanya datang ke kantor bila sudah menjelang penerimaan gaji bulanan.

Usai kejadian, sambung Kalapas, telah dilakukan pemeriksaan terhadap tiga orang pegawainya yang bertugas saat kejadian dan akan dilanjutkan hari ini terhadap petugas yang tidak hadir.

Untuk memperketat pengamanan di Lapas, pihaknya juga meminta bantuan pihak kepolisian untuk melakukan penjagaan. "Kita meminta PAM sebanyak 10 orang, yang dibagi dalam dua sift, pagi-hingga sore dan sore hingga pagi lagi," terangnya.

Diduga kuat sejumlah Napi dan tahanan yang kabur itu belum begitu jauh dari wilayah hukum Polresta Jayapura. Karena itu pihaknya menghimbau bagi warga atau siapa saja yang melihat Napi dan tahanan yang berkeliaran itu untuk melaporkannya kepihak kepolisian terdekat.

Minggu siang (6/6), sejumlah wartawan kembali mendatangi Kalapas, karena merebak isu bahwa kasus kaburnya Napi dan tahanan itu ada unsur kesengajaan dari oknum yang tidak bertanggungjawab, bahkan disinyalir adanya otak pelaku dibalik kejadian itu.

Namun Kalapas tidak begitu terpengaruh atas isu yang merebak itu. "Saya tidak mau menduga-duga atau berilusi. Fakta bahwa sekarang ada 26 Napi dan tahanan yang sedang berkeliaran bebas. Laporan atas kejadian ini telah kami sampaikan, dan saya membuka diri untuk diperiksa. Akan saya beberkan semua fakta yang ada, bukannya menduga-duga. Kalau memang benar demikian, biarlah pihak yang berwenang yang akan menanggapinya," terang Kalapas.

Menganggapi kaburnya 26 Napi dan tahanan itu, Kakanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua, Nazaruddin Bunas,SH saat dihubungi melalui telepon selulernya mengakui beberapa saat setelah kejadian atau sekitar pukul 16.00 WIT mendapat laporan tentang kaburnya 26 Napi dan tahanan itu dan pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kapolsek Abepura, Kapolresta Jayapura, dan Kapolda Papua untuk turut membantu pengamanan dan pencarian kembali, bahkan kasus ini juga telah dilaporkan pada Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar.

Pihaknya meminta kepada sejumlah Napi dan tahanan yang saat ini berkeliaran, untuk segera menyerahkan diri, karena aparatnya dibantu aparat Kepolisian akan terus melakukan pencarian.

Atas kasus ini, pihaknya menilai sejumlah petugas yang saat itu bertugas menjada dinilai tidak disiplin, bahkan selama sebulan terakhir ini pihaknya juga mendapat laporan beberapa petugas yang masih mabuk-mabukan. Karena itu, pihaknya akan akan turun langsung dan memanggil seluruh pegawainya itu.

Kanwil Hukum dan HAM ini juga mengakui ada ketidakberesan dengan petugasnya yang ada sekarang ini. “Bagaimana penjagaan terhadap Napi dan tahanan tersebut berlangsung baik, sedang petugas sendiri tidak disiplin. Segera akan kita tanyakan dari hati ke hati, apakah mereka memang masih mau bertugas di sana atau tidak. Kalau tidak, mereka akan kita tarik di kanwil. Bekerja di sini tanpa tunjangan pemasyarakatan,” tandasnya.

Saat ditanya bagaimana penilainnya soal kinerja Kalapas, apalagi melihat kenyataan 26 Napi dan Tahanan berhasil kabur? "Saya menilai kinerja Kalapas bagus, perbaikan berjenjang telah dilakukan di sana. Mungkin anda telah melihat sendiri perbaikan makanan dan penyediaan air saat ini, ” ungkapnya.

Menanggapi pendapat Napi yang menyatakan pelarian warga binaan di Lapas Abe akibat diperketatnya izin keluar Napi dan tahanan di Lapas itu. Bunas menjelaskan, semua ada prosedur tetap (protap)nya. “Kalapas juga tentunya tahu apa yang dia lakukan, tidak mungkin sembarangan memberikan izin keluar masuk, Itu lembaga pemasyarakatan loh," tandasnya.

Pasca kejadian, Cenderawasih Pos sempat mendatangi warga di belakang tembok Lapas itu. Seorang ibu mengaku melihat dengan jelas para tahanan dan Napi tersebut melenggang bebas sesaat turun dari tembok. "Mereka berjalan saja ke arah BTN Kamkey sembari menunjuk arah komplek perumahan warga itu,” katanya.

Seorang Narapidana Hendrik Pusup mengatakan, semua warga binaan tahu dan melihat mereka kabur. Menurutnya, mereka kabur setelah masalah izin keluar semakin diperketat. "Saya menduga, mereka lari karena tidak diizinkan keluar seperti untuk bekerja atau kuliah, jadi mereka stress di dalam," ungkapnya.

Sementara itu, Wakapolresta Jayapura, Kompol Amazona Pelamonia,SIK,SH didampingi Kapolsekta Abepura, AKP Kristian Sawaki saat dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut.

"Memang kami diberitahu Kalapas soal kaburnya tahanan dan narapidana tersebut sekitar pukul 18.45 WIT, tapi kejadian sekitar pukul 16.00 WIT," ujarnya.

Mendapatkan kabar tersebut, Wakapolresta mengatakan bahwa Kapolsekta Abepura bersama jajarannya diback up Polresta Jayapura langsung menuju ke Lapas Abepura.

"Yang pertama kita lakukan pendataan narapidana dan tahanan tersebut," ujarnya.

Setelah itu, pihaknya langsung membantu melakukan upaya pengejaran terhadap tahanan dan narapidana yang kabur tersebut.

"Kami berupaya melakukan pengejaran terhadap mereka. Salah satunya, kami melakukan razia di beberapa tempat terutama tempat mangkalnya angkutan, termasuk pangkalan ojek, taksi untuk mencari ke-26 orang kabur tersebut," ujarnya.

Di samping itu, pihaknya juga melakukan penyelidikan penyebab kaburnya 26 orang penghuni Lapas Abepura itu.

"Ada beberapa yang piket, termasuk kepala jaganya. Jadi ada 3 orang petugas Lapas Abepura yang kami lakukan pemeriksaan di Polsekta Abepura," ujar mantan Kabag Ops Polres Mimika ini.

Apakah ada unsur kesengajaan dalam kaburnya narapidana dan tahanan tersebut? Pihaknya masih melakukan penyelidikan secara intensif, termasuk dari hasil olah TKP dan keterangan saksi-saksi, masih dalam penyelidikan. (rik/bat/fud) (scorpions)

18 Penghuni Lapas Abe DPO

JAYAPURA [PAPOS] –Sebanyak 18 orang Narapidana (Napi) dan Tahanan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Abepura yang kabur, Senin (3/5) lalu sekitar pukul 17.30 Wit, kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dari pihak aparat Kepolisian. Ke-18 orang yang sudah ditetapkan DPO itu masing-masing, Roy Kabarek, Yonas C Karuway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinand Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra dan Asin alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay dan Asbudi alias Aco. Sementara 3 orang tahanan diantaranya, Wenda,Nas Kogoya dan Boy Walela.

Kepala Kepolisian Resort Kota Jayapura, AKBP H Imam Setiawan SIK, melalui Kasar Reskrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata SIK, saat di temui wartawan di halaman Mapolresta Jayapura Rabu (6/5) kemarin mengatakan, 18 orang yang melarikan dari Lapas Abepura, kini telah di keluarkan DPO. Dikatakan, dari ke-18 orang DPO ini, tahanan Polresta khususnya ada beberapa penanganan awal yang ditangani oleh Polresta Jayapura yakni, sebanyak 5 orang.

Namun foto wajah baru 4 orang yang sudah ada.“ Di antara ke-18 orang ini, di dalamnya kami menangani sebanyak 5 orang, sedangkan yang lainnya dari Polresta Sentani,” ujar Kasat Era Adhinata. Era mengatakan, ke lima orang yang di tangani pihak Polresta ini, masing-masing Roy Kbarek (37), Ronald Ohee (31), Petrus Menti Alias Petu (33), Yunus Sembra (17), Nas Kogoya (24). Namun ke -13 orang DPO lainnya rencana besok (Hari ini, Red) akan mengambil data-datanya di Polres Sentani untuk mengetahui lebih pasti wajah pelaku yang sempat melarikan diri tersebut. “Setelah kami mengeluarkan DPO ini, akan membantu pihak Lapas untuk terus dilakukan pengejaran terhadap 18 orang DPO ini sampai terungkap,” pungkas Kasat Reskrim. Era menegaskan, tindakan awal yang harus di lakukan adalah untuk menyebarkan foto-foto ke-18 DPO ini baik dari Media masa maupun kepada masyarakat, sehingga bila ada yang mengetahui, maka agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan pengejara. Ditanya soal pelarian ke-18 orang ini? Kasat Era mengatakan, mereka masih di lakukan penyelidikan untuk melakukan tindakan awal bagi pihak kepolisian dan keluarga setempat untuk mengetahui lebih pasti keberadaan mereka. “ Kita belum memastikan apakah ada unsure kesengajaan pelarian ini atau tidak. Yang jelas akan di lakukan penyelidikan lebih lanjut dengan memanggil saksi-saksi untuk di maintain keteranganya serta melakukan olah TKP,”tuturnya. Lanjutnya lagi, dari hasil olah TKP yang di lakukan oleh penyidik Reskrim beserta jajarannya telah mengamankan Handuk para pelaku, dan perlatan besi yang di duga alat untuk menjebol pintu tahanan Lapas tersebut, sementara saksi telah dimintain keterangan sebanyak 5 orang, di antaranya dari pihak Sipir Lapas sebanyak 3 orang dan yang mengetahui

di TKP saat melarikan diri sebanyak 2 orang. Disinggung dari kelima yang di tangani Polresta ini, apakah ada yang menonjol dalam kasusnya? Kasat Reskrim mengungkapakan bahwa di antara kelima itu yakni, Roy Kbarek dimana yang bersangkutan telah melarikan diri dari Lapas sebanyak 3 kali dengan melakukan kasus yang sama yakni tentang pemerkosaan baik orang mayat maupun kepada bayi.

Ujar Kasat Era Kasat Era, dari ke-18 orang yang sudah di tetapkan DPO ini rata-rata kasus tindak pidana perlindungan anak. “ Dari hasil penyelidikan kami terhadap ke-18 orang DPO ini, lebih banyak kasus tentang perlindungan anak,” teranganya. Kasat mengatakan dengan adanya foto yang di sebarkan ini nanti, meminta kepada masyarakat untuk membantu, bila menemukan pelaku tersebut agar segera memberitahukan kepada pihak kepolisian untuk di lakukan tindakan lebih lanjut.[loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Kamis, 06 Mei 2010 00:00

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny