18 Orang Napi Lapas Abe Melarikan Diri

Jayapura [PAPOS] – Sebanyak 18 orang penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) kelas II Abepura terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahanan melarikan diri, Senin (3/5) sekitar pukul 17.30 WIT.

Kapolresta Jayapura, AKBP H.Imam Setiawan, SIK didampingi Kasat Rekrim Polresta Jayapura, AKP IGG Era Adhinata,SIK kepada Papua Pos mengatakan, Para penghuni Lapas itu melarikan diri diduga terkait dengan adanya pergantian Kepala Lapas Kelas II A Abepura, Antonius Ayorbaba,SH yang digantikan Liberti Sitinjak,SH, M.Si.

Ke-18 orang tersebut masing-masing bernama Roy Kabarek, Yonas C. Aruway, Albert Tortolius Konyep, Petrus Menti, Theopilus Bano, Ferdinan Yoku, Teni Tabuni, Yunus Sembra, Asin Alias Dani, John Nelson Hanwebi, Yoseph Karafir, Ronald Ohee, Samuel Nanulaita, Yulius Nemnay, Asbudi alias Aco, Iwan Wenda, Inas Kogoya, Bomay Walela.

“ Kita baru mendapat laporan tentang larinya para penghuni tahanan Abepura itu dan segera diturunkan anak buah untuk melakukan pengejaran hingga semua tertangkap,” katanya.

Masih menurut Kapolresta, mereka yang melarikan diri terdiri dari 15 Napi dan 3 Tahan. Mereka melarikan diri sekitar pukul 17.30 WIT ketika petugas Lapas sedang melakukan penguncian gembok di blok tahanan, kemudian para tahanan melakukan pengrusakan gembok lalu melarikan diri.

Akibat kejadian itu, Kapolresta Jayapura telah menggerahkan anggota Polresta dan jajarannya untuk melakukan pengejaran terhadap para pelarian. “ Kami terus melakukan pengejaran terhadap pelarian dari Lapas itu sampai tertangkap,” tegas Kpolresta. [loy]

Ditulis oleh Loy/Papos
Selasa, 04 Mei 2010 00:00

Buchtar Dianiaya, LP Abepura Dirusak

Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com — Sekitar 30 orang warga Pegunungan Tengah Papua, Jumat (27/11) siang, mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Abepura. Massa datang memprotes penganiayaan yang dialami rekannya, Buchtar Tabuni.

Buchtar dipenjara karena kasus makar. Dari dalam Lapas terdengar suara teriakan-teriakan khas masyarakat Pegunungan dan sesekali terdengar kaca-kaca dipecahkan.

Sementara itu, massa yang berada di halaman Lapas masih menunggu perkembangan kasus penganiayaan yang dialami Buchtar. Masyarakat di sekitar lokasi Lapas hingga saat ini turut tegang.

Mereka turut memprotes kinerja dan kelakuan para sipir penjara. Kepala Lapas Anthonius Ayorbaba baru tiba menggunakan mobil.

Dia masih berusaha menenangkan massa di dalam Lapas. Kejadian ini bermula semalam (Kamis malam) sekitar pukul 19.00, Buchtar Tabuni mengabarkan kepada teman-temannya kalau dirinya dianiaya.

Menurut informasi, penganiaya Buchtar adalah oknum aparat dan sipir Lapas. Hingga saat ini, polisi berusaha memaksa massa keluar dari halaman Lapas sehingga menimbulkan suasana tegang.

Mantan Tapol Tuding WPNA Lakukan Pembohongan Publik

Oleh : Media Papua

Manokwari, Media Papua – Mantan tahanan politik dan narapidana politik (Tapol/Napol) Papua Merdeka Eliezer Awom menuding kelompok West Papua National Authority (WPNA) selama ini telah melakukan pembohongan terhadap orang -orang Papua. Tudingan tersebut disampaikan Eliezer saat menggelar jumpa pers di kantor Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Kepala Burung yang difasilitasi Direktur LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH.

Eliezer mengaku sengaja menggelar jumpa pers untuk meluruskan konsensus yang saat ini sedang dibangun oleh WPNA. Sebab, jika tidak diluruskan masyarakat akan terus menjadi korban. Menurutnya, konsensus-konsensus sudah dibangun sejak tahun 2002 lalu. Sehingga saat ini tidak perlu lagi membangun konsensus baru untuk mencari dukungan, karena senantiasa akan membingungkan masyarakat.

Mantan Tapol/Napol ini juga mengaku sudah menyarankan kepada tim konsensus untuk mencari jalan terbaik untuk perjungan Papua Merdeka. Tapi lanjut Eliezer saat pertemuan di Jayapura beberapa waktu lalu, tim konsensus tetap ngotot untuk membentuk konsensus baru. “Kelompok yang melakukan kebohongan ada selama ini dan terjadi dimana-mana, sehingga ada yang masuk penjara,” tuturnya seraya menyebut kelompok WPNA yang melakukan kebohongan tersebut.

Menurutnya, keolompok tersebut telah merugikan masyarakat dengan membentuk kegiatan-kegiatan. Bahkan, mereka juga sudah berani mengedarkan selebaran kepada masyarakat. Bukan hanya itu, tapi akibat kegiatan-kegiatan seperti demo telah membawa beberapa orang Papua untuk ditahan dengan tuduhan melakukan tindak pidana makar. Dirinya mengku sudah banyak bukti-bukti berupa video dan selebaran yang menyatakan Edison Waromi akan membawa persoalan Papua ke PBB. Eliezer dengan tegas mengatakan hal itu tidak benar.

Lanjut Eliezer, yang berhak membawa persoalan Papua ke PBB adalah negara-negara anggota PBB yang mendukung kemerdekaan bangsa Papua. “Tidak ada seorangpun yang bisa membawa persoalan Papua ke PBB. Tetapi yang bisa hanyalah negara anggota PBB yang mendukung bangsa Papua untuk berdaulat sendiri. Jadi stop kebohongan, rakyat juga mulai ambil sikap karena kelompok tersebut merugikan perjuangan,” tuturnya lagi.

Ketika ditanya soal keinginan warga Papua untuk berdialog dengan pemerintah, Eliezer mengku bagi dirinya selaku pilar Tapol/ Napol Papua Merdeka tidak mau lagi untuk berdialog. Apalagi ia melihat pemerintah Indonesia sendiri yang tidak menginginkan dialog tersebut. Dengan terang-terangan ia menginginkan perundingan dengan melibatkan pihak ketiga.

Aktivis Papua Merdeka, Melkianus Bleskadit pada kesempatan itu juga meminta pemimpin-pemimpin perjuangan Papua Merdeka untuk bersikap dewasa dalam melihat dan menyelesaikan persoalan. Jangan sampai target perjuangan yang sudah dicapai terganggu dengan sikap yang tidak dewasa tersebut. “Saya cuma menginginkan pemimpin-pemimpin organisasi Papua Merdeka untuk bersikap lebih dewasa,” tuturnya. (es)

Sidang Buchtar Kacau

Buchtar TabuniJAYAPURA (PAPOS) –Adu mulut mewarnai lanjutan sidang Buchtar Tabuni di Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Rabu (15/4) kemarin. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasehat hukum (PH) terdakwa nyaris adu jotos. Kericuhan ini baru dapat dihentikan setelah majelis hakim memukul palu ke meja.

Ketegangan berawal saat saksi Ahli Bahasa Indonesia Davit Gustaf Manuputi yang di datangi Jaksa Penuntut Umum dari Lembaga Bahasa Makassar untuk memberikan keterangan.

Ketika itu terjadi aduk mulut karena JPU menilai tim PH terdakwa tidak memberikan kesempatan kepada saksi menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan tim PH terdakwa.

Sidang tersebut berjalan sekitar 1 jam dipimpim Najelis Hakim H Simarmata SH MH dengan JPU Maskel Rambolangi, SH. Terkuak dalam sidang PH terdakwa meragukan keahlian yang dimiliki saksi ahli.

PH terdakwa menolak seluruh pernyataan yang ditafsirkan oleh saksi ahli tersebut. Menurut tim PH terdakwa Buchtar, Iwan Niode SH mengatakan bahwa pihaknya sangat meragukan keahlian saksi ahli.

Saksi ahli didatangi JPU untuk menafsirkan perkataan-perkataan yang dipakai terdakwa kasus makar Buchtar saat berunjuk rasa beberapa waktu yang lalu. Kata Iwan, saksi ahli tidak sepenunya memahami kondisi dan situasi di Papua.

“Jadi tidak seharusnya dihadirkan sebagai saksi dalam perkara ini, seharusnya yang diajukan sebagai saksi ahli bukan hanya menguasai keahliannya saja, tapi juga harus menguasai kondisi, situasi dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di Papua,” ujar Iwan. (cr-45)

Ditulis oleh Cr-45/Papos
Kamis, 16 April 2009 00:00

BERDEMO : Terdakwa Buchtar Tabuni saat berdemo. Membuat dia harus berhadapan dengan hukum di Pengadilan Negeri Jayapura dengan tuduhan makar.

JAYAPURA (PAPOS) – Bertepatan dengan digelarnya sidang kedua Buchtar Tabuni,Rabu (25/2) kemarin sekitar pukul 10.00 Wit di Pengadilan Negeri Klas I Jayapura dengan agenda pembacaan eksepsi penasehat hukum Buchtar Tabuni terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada sidang pertama, Rabu (18/2) minggu lalu.

Puluhan massa pendukung Buchtar Tabuni melakukan aksi demo di depan Pengadilan Nageri Klas I Jayapura. Mereka menuntut agar Buchtar Tabuni dan Sebi S Sembon dibebaskan dari penjara dengan alasan demi tegaknya demokrasi,hukum dan HAM. Massa datang dengan membawa sejumlah spanduk dan poster bertuliskan antara lain, ”Papua zona darurat tindakan militer anti hukum, HAM dan Demokrasi. Segera bebaskan Buktar Tabuni dan Seby Sambon. Stop Stigmanisasi separatis terhadap orang Papua”.

Saat berada didepan Halaman Pengadilan Negeri Kelas I Jayapura yang berada I bepura, massa menggelar orasi yang dalam orasinya mengatakan, penangkapan terhadap Buktar Tabuni oleh Polda Papua, merupakan bentuk pengalihan perhatian dalam pengungkapan penembakan terhadap Opius Tabuni. Dan sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berpendapat dan berdemokrasi bagi rakyat Papua ditanah leluhurnya.

Untuk itu rakyat Papua yang tergabung dalam Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (MPTPI) menyatakan sikap, demi tegaknya martabat hukum dan demokrasi, Polda Papua dan Kejaksaan harus membebaskan Buchtar Tabuni dan Seby S Sambon tanpa syarat. Juga diminta hentikan segala bentuk intimidasi hukum dengan terus menerus menuduh rakyat Papua menggunakan pasal karet makar, separatis dan berbagai tuduhan yang tidak berperikemanusiaan.

Setelah Muchtar Tabuni menjalani persidangan dan meninggalkan Pengadilan Negeri Jayapura para pendemo membubarkan diri dan meninggalkan Pengadilan.

Dakwaan JPU Dinilai Kabur

Tim Kuasa Hukum Buchtar Tabuni, Iwan Miode,SH dan Rahman Ramli,SH menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Maskel Rambulangi,SH terhadap terdakwa Buchtar Tabuni, seperti disampaikan pada sidang pertama, Rabu (18/2) minggu lalu adalah kabur (kurang jelas).

Penilaian itu disampaikan pada sidang kedua terakwa Buchtar Tabuni, Rabu (25/2) kemarin di Pengadilan Negeri Kls I Jayapura dalam agenda pembacaan eksepsi penasehat hukum Buchtar Tabuni terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Sidang yang digelar selama kurang lebih 30 menit itu dipimpin oleh Majelis Hakim H.Sinarmata,SH.MH dihadiri Jaksa Penuntut Umum, Maskel Rambulangi,SH dan terdakwa Buchtar Tabuni didampingi kusa hukumnya, Iwan Miode SH dan Rahman Ramli,SH.

Sidang berjalan aman namun singkat, setelah mendengar eksepsi dari tim kuasa hukum Buchtar Tabuni ahirnya sidang ditunda sampai tanggal 4 Maret mendatang sekaligus memberikan kesempatan terhahap Jaksa Penuntut Umum untuk membuat tanggapan terhadap eksepsi yang dibacakan tim kuasa hokum, Buchtar Tabuni.

Merurut tim kuasa hukum Buchtar Tabuni, Piter Ell,SH dan Iwan K Niode,SH yang di temuai Papua Pos setelah selesai siding, bahwa eksepsi yang dibuat tim pengacara ini berjudul mengadili sebuah wacana. Dikatakan mengadili sebua wacana karena dakwaan JPU terhadap terdakwa adalah kabur (tidak jelas). Salah satu contoh pada surat dakwaan tidak tercantun pendidikan terdakwa disitu tertulis pendidikan terdakwa tidak ada padahal terdakwa lulusan dari sebuah perguruan tinggi di Jayapura.

“Bukan itu saja, masih ada hal lain, seperti pada surat dakwaan yang lalu pada halaman 2 poin 9 kata Free yang artinya bebas. JPU keliru mengartikan kata kebebasan. Menurut analisa JPU, kata Free berarti ingin bebas dari negara kesatuan Indonesia pada hal kalau kita lihat, kata kebebasan itu luas bisa saja diartikan sebagai bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan sebagainya,” ujarnya.
Olah karena itu, selaku kuasa hukum Buchtar Tabuni menilai dakwaan yang dibuat JPU kabur dan tidak jelas, karena hanya berdasarkan opini sendiri, ujar Iwan Niode. (cr-45/47)

Buchtar Tabuni ResmiTahanan Kejaksaan Tinggi

Buchtar Tabuni bersama tim pengacara, Iwan Niode SH dan Piter Ell, SH
Buchtar Tabuni bersama tim pengacara, Iwan Niode SH dan Piter Ell, SH

JAYAPURA (PAPOS) -Proses penyidikan terhadap Buchtar Tabuni dinyatakan oleh Polda Papua telah memasuki tahap dua, Rabu (28/1) kemarin, resmi kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Papua.

Pelimpahan BAP (Berita Acara Pemeriksaan ) dari tim penyidik Polda Papua ke Kejati berlangsung aman dan tertib. Menurut kuasa hukum Buchtar Tabuni, Iwan Niode SH, dengan pelimpahan BAP dan tersangka ke Kejati maka, dianggap proses penyelidikan di Polda telah selesai. Dengan demikian kata dia, tanggung jawab penahanan atas Buhtar Tabuni beralih kepada penuntut umum (Jaksa, red). Oleh sebab itu, Iwan mengatakan, dalam waktu dekat tim pengacara Buchtar akan melakukan pertemuan terkait penyerahan kasus Buchtar ke Kejati.

Sementara itu, penyidil menjerat Buhtar Tabuni dengan lima pasal berlapis diantaranya pasal 106 KUHP JO pasal 110 (Makar) KUHP, pasal 160 KUHP, pasal 212 KUHP serta pasal 216 KUHP terkait kasus makar, penghasutan dan melawan perintah jabatan.

Pelimpahan berkas dan tersangka juga diikuti dengan penyerahan barang Bukti (BB) yang terdiri dari dua buah HP milik Buchtar, berkas-berkas atau dokumen lainnya, serta CD tentang insiden yang terjadi di Expo pada oktober tahun 2008 lalu.

Menanggapi pasal yang dijeratkan, Iwan, mengatakan kliennya tidak pernah melakukan kasus makar, dugaan makar hanya merupakan unsur politik dari pihak kepolisian semata.

“Dari awal saya katakan klien saya tidak ada unsure makar dalam melakukan kegiatannya,” ungkap Iwan kepada wartawan disela-sela pelimpahan berkas dan tersangka ke Kejaksaan, Rabu (28/1) kemarin.

Dikatakan, dugaan makar yang dituduh kepada kliennya sebenarnya tidak pernah terjadi. Yang terjadi pada Oktober tahun 2008 lalu itu, adalah apresiasi atas dukungan terhadap IPWP yang berlangsung di London.

Hanya saja, Indonesia yang merasa kebakaran jenggot, hingga kliennya dijadikan sebagai tersangka dengan mengatakan telah melakukan kasus makar. Diharapkan olehnya, Polda seharusnya bersikap adil.

Adil menurut Iwan, dalam penyelidikan terhadap berbagai kasus misalnya, menyelidiki kasus yang terjadi terhadap Opinus Tabuni, jangan hanya kasus makar yang dituduhkan terhadap kliennya saja yang dikejar, sedangkan kasus-kasus lainnya didiamkan.

“Kami juga mengharapkan Polda dapat menuntaskan insiden yang menewasdkan Opinus Tabuni dengan mengungkapkan siapa pelaku dari insiden tersebut,” papar dia.

Sementara itu, pada pelimpahan pukul 12:00 WIT Bucthar terlihat tampak kurus dan pucat.

Sepanjang perjalanan dari Polda menuju Kejati menggunakan Mobil tanahan Dir Reskrim Polda Papua Buchtar tampak tenang, dia duduk sambil bernyanyi sepanjang perjalanan.

“Saya sakit hati tidak mau banyak bicara, saya diperlakukan kurang baik selama berada ditahanan oleh mereka,” ujar Buchtar saat berada didalam mobil tahanan bersama para wartawan.(lina)

Ditulis Oleh: Lina/Papos
Kamis, 29 Januari 2009
http://papuapos.com

Sepuluh Napi DPO Ditempatkan di Ruang Khusus

Cepos, 18 Oktober 2008 08:22:21

JAYAPURA-Dari 147 narapidana (Napi) Lembaga Pemasyarakatan (LP) Abepura yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), 10 diantaranya telah ditangkap. Ke-10 Napi tersebut kini ditempatkan ruang isolasi sebagai sanksi dan bentuk penanganan agar tidak keluar lagi dari LP.

“Kami konsisten dengan aturan yang ada, memang ada ruang khusus untuk mereka yang menjadi DPO dan akhirnya tertangkap,”kata Kepala LP Abepura, AM Ayorbaba SH,M.Si saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (17/10).

Ruang khusus tersebut kata dia tidak terlalu kecil, ke-10 Napi tersebut ditempatkan menjadi satu, jika ruang tahanan umum mulai pagi sudah dibuka maka ruang khusus ini hanya dibuka jika ada ibadah mingguan.”Namun pemenuhan hak tahanan seperti makan 3 kali tetap diberikan,”katanya.

Lanjutnya, jika dari hasil penilaian petugas para DPO ini tidak menunjukkan perubahan maka tidak menutup kemungkinan mereka dapat direkomendasikan untuk dimasukkan dalam register F atau buku yang mencatat pelanggaran Napi. Beratnya, jika terdaftar adalah tidak mendapatkan hak-haknya seperti remisi, kebebasan bersyarat, izin keluar bertemu keluarga maupun izin untuk kepentingan darurat.

“Kami juga akan memeriksa satu persatu Napi DPO ini untuk diketahui proses keluarnya. Berapa ia membayar, siapa oknum yang mengeluarkannya dan apa saja yang sudah dilakukan di luar LP, dengan demikian dari pemeriksaan ini akan terungkap oknum petugas yang mengeluarkannya,”paparnya.

Dejak kepemimpinannya 2 bulan ini sudah 6 petugas LP yang dimutasikan sebagai bentuk sanksi mengeluarkan tahanan tanpa prosedur yang benar.”Kami juga sampaikan bahwa tindakan tegas tetap diberlakukan agar masyarakata paham bahwa kami tidak pilih-pilih dalam penerapan sanksi,”tegasnya.(ade)

Untuk Siaran Media: Pernyataan bersama Amnesty International, East Timor and Indonesia Action (ETAN), dan Team Advokasi Papua Barat sehubungan dengan Surat Kongres kepada Presiden SB Yudoyono

Untuk Siaran Media
18 Agustus 2008.

Pernyataan bersama Amnesty International, East Timor and Indonesia Action (ETAN), dan Team Advokasi Papua Barat sehubungan dengan Surat Kongres kepada Presiden SB Yudoyono.

Pada tanggal 29 July 2009, empat puluh anggota Perwakilan Rakyat Amerika mengirimkan sebuah surat kepada Presiden Republik Indonesia, Bapa Susilo Bambang Yudhoyono memohon agar beliau membebaskan dua tahanan politik yakni Filep Karma dan Yusak Pakage. Karma dan Pakage kini sedang menjalani 10 dan 15 tahun masa tahanan karena mengibarkan bendera Bintang Kejora, dalam sebuah demonstrasi damai di Abepura, Papua, Indonesia. Amnesty International menjadikan mereka sebagai tawanan hatinurani “prisoner of conscience” dan menggalang dukungan International untuk pembebasan mereka.

Presiden Republik Indonesia, Bapak Yudhoyono tidak memberikan reaksi atas surat ini, namun pejabat pemerintah lainnya telah memberikan berbagai komentar melalui media massa nasional dan internasional. Dengan penuh hormat harus meluruskan kita harus meluruskan tiga pernyataan mereka mengenai surat ini.Perlu ditegaskan bahwa bahwa pernyataan ini kami buat bukan mewakili anggota Kongres Amerika yang mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia tersebut.

Pertama, surat itu adalah mengenai hak asasi manusia yang dikenal secara umum dan karena itu sewajarnya bahkan disyaratkan agar hak-hak itu disuarakan oleh anggota komunitas dunia. Seperti halnya Kongres Amerika Serikat, tanpa menghilangkan kepedulian yang penting ini sebagai kepentingan politik belaka.

Ramses Wally, wakil ketua Komisi A DPRP mengatakan: “saya pikir permintaan anggota Kongres Amerika ini bersifat politik bukan sebuah tindakan hukum. Mereka mengklaim bahwa tindakan mereka adalah atas dasar pandangan hak asasi manusia. Pertanyaannya adalah hak asasi manusia apa yang Indonesia langgar dalam menjatuhkan hukuman bagi Filep Karma dan Yusak Pakage?” Penahanan dan pemenjaraan Karma dan Pakage karena menaikkan bendera bintang fajar dalam sebuah demonstrasi damai merupakan pelanggaran akan hak kebebasan berpendapat sebagaimana tertulis dalam pasak 19 dan 20 ayat 1 Pernyataan Umum akan Hak-Hak Asasi Manusia:

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah),” dan “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.

Menurut sumber terpercaya dilaporkan bahwa Karma dan lain-lainnya dianiaya aparat dalam demonstrasi damai, yang secara jelas-jelas melanggar pasal 5, “Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya. Dan sudah barangtentu, secara khususnya pelanggaran hak asasi manusia yang paling ekstrim adalah membunuh dalam sebuah demosntrasi damai sebagaimana terjadi di Wamena, 9 Agustus 2008 saat rakyat papua merayakan hari pribumi sedunia.

Kedua, anggota kongres amerika yang menandatangani surat kepada Presiden Republik Indonesia tidak untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua dari Indonesia, ataupun NGO yang dimaksud oleh Ramses Wally. Ramses mengatakan bahwa surat itu bagian dari permainan politik yang dimobilisasi oleh sejumlah Internasional NGO yang mencoba menginternasionalisasi masalah Papua sebagai upaya memisahkan Papua Barat dari Indonesia. Tentu saja menyesatkan bila ada yang mengatakan bahwa bahwa surat itu diprakarsai oleh Gerakan Papua Merdeka. Karena baik Amnesty International, maupun East Timor and Indonesia Action Network serta West Papua Advocacy Team tidak bersikap dalam kemerdekaan Papua Barat.

Kami dan anggota Kongres Amerika memahami bahwa Karma dan Pakage harus memiliki hak-hak paling dasar terlepas daripada pandangan politiknya. Mereka tidak dituduh terlibat dalam kekerasaan namun dipenjarakan semata-mata karena menyatakan pendapatnya mengenai hak menentukkan nasib sendiri bagi bangsanya. Seperti para aktivis politik di seluruh dunia, mereka mempergunakan sejumlah simbol sebagai alat peraga dalam mempertegas pandangannya.

Kami didorong oleh pernyataan dari Menteri Pertahanan, Prof Dr Juwono Sudarsono, dalam wawancaranya dengan Reuters. “Saya berusaha meyakinkan kolega saya di pemerintah … bahwa aksi-aksi/ledakan pengibaran benndera atau kebanggaan budaya seharusnya ditolerir pada tingkat tertentu.”

Ketiga dan akhirnya, kita sangat menyadari akan kelemahan Pemerintah Amerika Serikat dalam penegakkan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu kami secara aktif bekerja untuk memastikan agar pemerintah kami menghormati hak asasi manusia, sebagaimana dilakukan pula oleh sejumlah anggota Kongres Amerika. Amnesty International Amerika Serikat, misalnya dengan penuh semangat menentang berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh sejumlah Pejabat Pemerintah Amerika Serikat.

Karena itu dengan segala hormat kami tidak sependapat dengan Abdillah Toha, Ketua DPR RI, Lembaga Kerjasama Interparlemen, yang menyatakan secara tegas bahwa pelanggaran Hak oleh Pemerintahan Bush dapat dijadikan alasan yang kuat bagi Presiden Yudhoyono untuk tidak mengabaikan permintaan anggota Kongres agar menghargai hak asasi Karma dan Pakage.

Hormat Kami,

Amnesty International

East Timor and Indonesia Action Network

West Papua Advocacy Team

diedarkan oleh:
***********************************************************************
Watch Indonesia! e.V.
Arbeitsgruppe für Demokratie, Menschenrechte
und Umweltschutz in Indonesien und Osttimor
Planufer 92 d       Tel./Fax +49-30-698 179 38
10967 Berlin      e-mail: watchindonesia@snafu.de
http://www.watchindonesia.org

Konto: 2127 101 Postbank Berlin (BLZ 100 100 10)
IBAN: DE96 1001 0010 0002 1271 01, BIC/SWIFT: PBNKDEFF

Bitte unterstützen Sie unsere Arbeit durch eine Spende.
Watch Indonesia! e.V. ist als gemeinnützig und besonders
förderungswürdig anerkannt.
***********************************************************************

Bila Bebaskan Tahanan OPM, SBY Akui Separatis di Papua

Jakarta – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tidak membebaskan dua tahanan politik Organisasi Papua Merdeka (OPM) atas permintaan Kongres AS. Bila itu dilakukan, SBY dianggap diintervensi dan mengakui eksistensi organisasi separatis di Papua.

“Jadi surat itu, suka atau tidak suka harus diberitahukan kepada publik, minimal diberitahu ada surat itu dari Kongres AS yang meminta dua anggota OPM itu dibebaskan,” kata anggota Komisi I DPR dari FPBB Ali Muchtar Ngabalin yang dihubungi wartawan, Sabtu (9/8/2008).

Menurut Ngabalin, bila Presiden SBY sampai mengakui dan membebaskab dua anggota OPM ini memiliki dua arti. Pertama, pemerintah di bawah pimpinan SBY mengakui adanya organisasi separatisme yang ingin memisahkan diri dari NKRI.

Kedua, hal itu sebagai isyarat bahwa presiden secara nyata telah mendapat intervensi dari Kongres AS. “Terakhir, Dino Patti Djalal justru sebagai kepanjangan tangan dan juru bicara presiden telah melakukan kebohongan publik,” tegasnya.

Ngabalin juga mengkritisi pernyataan Menhan Juwono Sudarsono bahwa surat ini dibahas di Desk Papua kantor Kementerian Polhukam. “Tidak perlu, untuk apa dibahas di Desk Papua. Itu kewenang presiden, itu kan urusan parlemen. Jadi, kita tunggu apa sikap pemerintah soal ini, baru kita akan menyikapinya,” ujarnya.

Terkait sinyalemen banyak LSM di AS dan Indonesia yang sering membawa isu Papua. Ngabalin menegaskan, pihaknya sudah sering menyuarakan agar pemerintah harus segera membuat aturan pengganti UU tentang LSM.

“LSM yang menjual diri bangsa, yang menjadi mata bagi kepentingan AS yang banyak mengatur bangsa ini, ternyata informasinya banyak tidak benar. Jadi tidak bisa dikasih hati lagi,” tandasnya.

Ditanya apa tindakan tegas yang harus dilakukan pemerintah terhadap LSM tersebut. “Ya buat aturan pengganti UU yang mengatur soal LSM dan harus dibubarkan atau dinyatakan sebagai organisasi terlarang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, DPR saat ini sedang berencana mengirimkan surat ke Presiden Bush untuk meminta pembebasan tahanan WNI di Guantanamo, AS. Surat ini sebagai balasan surat Kongres AS kepada Presiden SBY yang meminta pembebasan dua anggota OPM tanggal 28 Juli 2008 lalu.

Adanya surat ini secara tidak langsung dibenarkan oleh Menhan Juwono Sudarsono. Namun, Jubir Kepresidenan urusan Luar Negeri Dino Patti Djalal surat dari Kongres AS itu belum diterima.(zal/djo)

Protes Pembebasan OPM, Massa HTI Demo Kedubes AS

Rachmadin Ismail – detikNews
Jakarta – Puluhan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) demo di depan Kedubes AS memprotes tindakan anggota kongres AS yang meminta 2 anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) dibebaskan.

Massa HTI yang akan berunjuk rasa diperkirakan sebanyak 500 orang. Namun yang baru datang baru sekitar 50 orang.

Massa HTI mulai berdatangan secara bergelombang di Kedubes AS, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (9/8/2008) sejak pukul 09.45 WIB.

“Kami memprotes aksi intervensi AS ke Papua,” kata koordinator lapangan HTI, Sodiq Ramadhan.

Aksi diisi oleh orasi-orasi yang intinya meminta AS tidak mengintervensi Indonesia. Massa HTI juga mengibarkan bendara dan 6 spanduk bertuliskan “HTI Menolak Intervensi AS.”

HTI juga meminta agar pemerintah tidak terpengaruh oleh intervensi anggota kongres AS dan meminta masyarakat di Papua tetap mendukung NKRI.

Sekitar 50 aparat kepolisian tampak berjaga-jaga. Arus lalu lintas di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan dan sebaliknya masih lancar.

40 Anggota Kongres AS menyurati Presiden SBY meminta agar 2 anggota OPM, Filep Karma dan Yusak Pakage dibebaskan tanpa syarat. Mereka menilai tindakan Filep dan Yusak itu merupakan wujud dari kebebasan mengeluarkan pendapat.(aan/djo)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny