Surat Kongres Soal OPM, AS Tetap Tolak Papua Merdeka

Jakarta – Pemerintah AS membantah bila surat dari 40 Anggota kongres yang meminta Presiden SBY membebaskan anggota OPM (organisasi Papua merdeka) sebagai bentuk intervensi. Negeri Paman Sam tetap menghormati kedaulatan RI.

“Pemerintah AS mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia dan tidak mendukung gerakan kemerdekaan di wilayah mana pun di Indonesia, termasuk Papua,” tulis Kedubes AS dalam pernyataannya yang diterima detikcom, Sabtu (9/8/2008).

AS juga menghargai usaha pemerintah Indonesia yang tengah melaksanakan UU no 21/2001 tentang otonomi khusus bagi Papua dan Papua Barat.

“Pelasanaan UU itu akan membantu mengurangi perlawanan sejumlah orang Papua terhadap pemerintah pusat. Pemerintah AS bersama dengan pemerintah Indonesia bersama dengan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat, berupaya melakukan pembangunan termasuk kesehatan, pendidikan, dan perlindungan lingkungan,” jelas rilis tersebut.

Lebih jauh, AS tetap mendorong pemerintah Indonesia untuk tetap melindungi dan melaksanakan HAM, termasuk meningkatkan akuntabilitas. “Yang lebih baik di banding pada masa lalu,” tutup pernyataan itu.(ndr/)
Sumber: detik.com

Pembebasan OPM – Djoko Susilo: Menhan Tidak Wisdom

Jakarta – Menhan Juwono Sudarsno menilai fair pertukaran tahanan Warga Negara Indonesia (WNI) di Guantanamo dengan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Namun hal tersebut dibantah anggota Komisi I DPR Djoko Susilo yang menganggap Menhan tidak bijaksana.

“Ngawur itu! Nggak bisa itu! Kita tidak setuju. Itu tidak ada urusannya dengan itu. Saya kira Menhan tidak wisdomlah,” ujar Djoko.

Djoko mengatakan itu usai diskusi bertajuk ‘Presiden Baru Bicara Burma’ di Kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/8/2008).

Menurut politisi PAN ini, pelepasan anggota OPM dengan pertukaran WNI di Guantanamo merupakan dua hal yang berbeda. “Apa urusannya dengan WNI kita yang di Guantanamo? Ini masalah kedaulatan kita,” kata Wakil Ketua FPAN ini.

Djoko memprotes keras usaha kongres Amerika Serikat yang mengirim surat kepada SBY untuk meminta membebaskan 2 anggota OPM. Presiden SBY diminta untuk menolak permintaan tersebut.

“Kita tolak itu. Itu merupakan campur tangan yang sangat kasar sekali terhadap kita. Kita harus merasa terhina dengan campur tangan yang terus menerus itu dan saya kira wajar kalau kita secara tegas menolak. Presiden tak perlu menghiraukan itu,” tandas dia.
(nik/iy)

AS Minta OPM, Ngabalin Minta WNI di Guantanamo Dibebaskan

M. Rizal Maslan – detikNews

Jakarta – Anggota DPR dari Partai Bulan Bintang (PBB) Ali Muchtar Ngabalin akan mendorong DPR untuk mengirimkan surat kepada Presiden AS George W Bush dalam watu dekat ini. Surat itu untuk meminta dukungan politik untuk membebaskan tahanan muslim asal Indonesia yang dipenjara di Guantanamo.

Alasan pengiriman surat ini sebagai balasan dari surat Kongres AS kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang meminta agar dua anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), pelaku pengibaran bendera Bintang Kejora, dibebaskan dari tahanan. Menurut informasi, surat itu dikirimkan kepada Presiden SBY pada tanggal 29 Juli 2008 lalu.

“Saya akan bertemu dengan Pak Agung Laksono dan Badan Kerjasama antar Parlemen (BKSAP) DPR untuk mengirim surat kepada Presiden AS untuk melepaskan tahanan Indonesia yang Islam di Guantanamo,” kata anggota Komisi I DPR Ali Muchtar Ngabalin yang dihubungi wartawan, Kamis (7/8/2008).

Surat Kongres AS kepada SBY tersebut, lanjut Ngabalin, berisi tentang permintaan agar pemerintah Indonesia melepaskan dua tahanan OPM. Seharusnya, sesuai perjanjian internasional, permintaan itu harus saling menguntungkan.

“Permintaan tersebut berdasarkan perjanjian hukum internasional yang seharusnya bersifat saling menguntungkan kedua pihak,” jelasnya.

Kapan surat itu dikirim ke SBY? “Surat Kongres itu sudah diterima dan masuk ke SBY pekan ini,” jawab dia singkat.(zal/asy)

Bintang Kejora Berkibar di LP

JAYAPURA-Isu akan adanya pengibaran Bendera Bintang Kejora tanggal 1 Juli kemarin yang diklaim sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka (OPM), benar-benar terbukti. Hanya saja, tempatnya bukan di halaman kantor Mejalis Rakyat Papua (MRP) sebagaimana isu yang merebak sebelumnya, melainkan di atas atap Lembaga Pemasyasrakatan (LP) Kelas II A Abepura, Jayapura.

Bintang Kejora di LP Abepura itu, dikibarkan sekitar pukul 13.00 WIT oleh terpidana 10 tahun kasus makar Yusak Pakage. Kabarnya Pakage tidak sendiri, tetapi juga dibantu dua teman Napi lainnya, Cosmos Yoal dan Simson W. Seperti diketahui, Yusak Pakage adalah terpidana makar kasus pengibaran Bintang Kejora di Lapangan Trikora Abepura sekitar dua tahun lalu bersama Filep Karma.

Peristiwa pegibaran bendera Bintang Kejora kemarin memang berlangsung begitu cepat dan singkat, hanya selama lima (5) menit. Meski berlangsung singkat, namun sempat menyedot perhatian warga sekitar, termasuk aparat keamanan setempat.

Dari informasi yang dihimpun Cenderawasih Pos di lapangan, sebelum pengibaran dilakukan Yusak Pakage bersama temannya di LP Abepura rencananya akan melakukan konferensi pers, terkait 1 Juli.

Hanya saja niat Yusak Pakage untuk membuat konferensi itu dilarang petugas LP, sehingga sempat terjadi adu mulut antara petugas dengan Yusak Pakage Cs. Dari salah seorang sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, Yusak Pakage dibantu oleh temannya Cosmos Yoal dan Simson W di LP itu bergegas pergi. Namun tak lama kemudian tiba-tiba mereka sudah berada di atap LP mengibarkan Bendera Bintang Kejora yang berukuran 60 cm x 120 cm.

Dia mengatakan bahwa dari aksi yang dilakukan itu terkesan kalau pengibaran Bendera Bintang Kejora itu sebelumnya telah dipersiapkan. Pasalnya, setelah dilarang untuk melakukan konferensi pers, mereka tidak masuk di kedalam baraknya di LP, namun tiba-tiba sudah ada di atas atap meneriakkan “merdeka”.
“Saat dilarang konferensi pers oleh petugas, Yusak bersama temannya pergi. Namun dia tidak pergi lagi ke barak-barak LP, tapi langsung ke bagian samping bangunan, tiba-tiba sudah ada di atas LP bersama dua teman itu mengibarkan bendera selama lima menit,” kata sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Setelah di atap mengibarkan bendera tersebut, kata sumber itu, petugas LP dengan nada keras dan tegas meminta Yusak dan temannya turun dari atap. Tanpa banyak komentar, permintaan itu dituruti lalu mereka ke kembali ke baraknya.

Sementara itu Kepala LP Abepura Johan Yarangga, SH yang dimintai komentarnya seputar pengibaran tersebut tidak bersedia berkomentar lebih jauh. Bahkan dengan nada tinggi menolak kedatangan wartawan. “Kamu siapa, saya tidak kenal kamu lagi,” katanya dengan nada tinggi kepada Cenderawasih Pos sambil berlalu ke dalam ruang kerjanya, kemarin sore.

Sikap Kalapas ini, terntu saja berbeda dengan hari-hari biasanya yang mudah ditemui wartawan, termasuk Cenderawasih Pos.

Setelah pengibaran Bendera Bintang Kejora itu, barang bukti baru diamankan ke Polresta Jayapura sekitar pukul 19.00 WIT setelah rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Pengamanan barang bukti itu terkait dengan penyelidikan lebih lanjut.

Sekedar diketahui, Pengibaran Bendera Bintang Kejora di LP kali ini, merupakan yang kesekian kalinya setelah beberapa waktu lalu terpidana 15 tahun kasus makar lainnya Filep Karma juga melakukan hal yang sama. Menariknya, pengibaran itu dilakukan di atas atap LP, tempatnya di bagian yang sama pula, yakni di dekat bagian pintu gerbang masuk LP.

Tapol/ Napol Gelar Pengucapan Syukur

Sementara itu, adanya rencana sejumlah eks Tapol-Napol untuk melakukan orasi dan mimbar Bebas di Taman Imbi Jayapura, urung dilaksanakan. Batalnya acara tersebut lantaran tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.

“Kami batal melakukan kegiatan orasi dan mimbar bebas di Taman Imbi, dan kami alihkan untuk kegiatan ibadah pengucapan syukur di salah satu gereja di Dok IX,”ungkap Saul J Bomay yang mengaku sebagai Sekjen Dewan Revolusi Damai saat bertandang ke redaksi Cenderawasih Pos, Minggu (1/7) tadi malam.

Menurut Saul Boma, meski di era demokrasi ini ada kebebasan untuk menyampaikan pendapat umum, namun pengajuan surat ijin dari tokoh-tokoh Eks Tapol/Napol untuk melakukan kegiatan mimbar bebas ini, terkendala izin dengan alasan bertepatan dengan HUT Bhayangkara. Namun begitu, ibadah pengucapan syukur tersebut diakui Saul hanya diikuti 4 orang Napol, termasuknya dirinya bersama dengan Sem Yaru selaku ketua.

“Banyak intel juga yang datang untuk ikut ibadah pengucapan syukur yang dimulai jam 3 sore tadi (kemarin),”ujar.
Sementara itu terkait dengan peringatan 1 Juli ini, menurut Saul merupakan peringatan kemerdekaan Papua secara de jure, melalui penyataan proklamasi kemerdekaan yang disampaikan pada 1 Juli 1971 oleh Presiden Papua Barat Seth J Rumkorem. “Proklamasi ini sebagai wujud penolakan kami terhadap hasil Pepera,”terangnya.

Menurut Saul, bila peringatan 1 Juli ini merupakan pernyataan de jure terhadap kemerdekaan Papua Barat, secara de facto kemerdekaan bangsa Papua ini diperingati pada 1 Desember. Dengan kemerdekaan Bangsa Papua yang sudah dinyatakan secara de facto dan dejure ini, maka sejalan dengan penolakan otsus pihaknya juga menolak adanya MRP, termasuk bendera Bintang Kejora sebagai lambang kultur budaya. “Kalau hanya bendera kultur budaya, mengapa tanggal 1 Juli ini juga tidak boleh dikibarkan,”ujarnya.

Sementara itu, Staf khusus Kepala BIN Janzi Sofyan mengatakan, insiden pengibaran bendera RMS di Ambon dinilai BIN susah diikuti gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Strategi gerakan yang dilakukan RMS berbeda dengan OPM. “Mereka hanya butuh eksistensi diakui, kalau aktivisnya sebenarnya sudah sangat sedikit, jaringannya lebih banyak di luar negeri,” ujarnya pada wartawan di Jakarta kemarin.

Orang kepercayaan Syamsir itu menambahkan, OPM juga punya agenda mencari simpati. Namun, justru lebih banyak dilakukan oleh simpatisan OPM di luar negeri. “Orang Papua sendiri malah jarang demonstratif, lebih banyak melakukan penggalangan pendukung di bukit-bukit,” katanya.

Sofyan menilai, tindakan RMS justru mengakibatkan OPM tiarap sementara. Sebab, mereka tahu kewaspadaan aparat sedang tinggi-tingginya. “Kalau mereka nekat, justru blunder,” katanya.
BIN, kata Sofyan, terus memberikan laporan berkala tentang gerakan separatis di Papua. “Informasi itu selalu sampai pada presiden,” katanya.

Menurut Sofyan, yang harus menjadi perhatian utama justru kesejahteraan aparat TNI dan POLRI di Papua. “Karena letaknya jauh dari Jakarta, lokasi Papua juga terpencil dan akses komunikasi terbatas, karena itu harus ada supervisi yang lebih ketat dari pimpinannya,” katanya.

Menanggapi pernyataan BIN soal OPM, anggota Komisi 1 (Bidang Pertahanan dan Intelijen) DPR Untung Wahono meminta kinerja instansi yang dipimpin Syamsir Siregar itu lebih optimal. “Kalau ada jaringan atau pergerakan baru, harus segera dilaporkan agar aparat lain bisa mengantisipasinya,” katanya.(ito/tri/jpnn)

By Sumber Cepost, 3 Jul 2007, 06:22
Cepost
© Copyright by w@tchPAPUA

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny