Jangan Membunuh, Bila Perlu Dilumpuhkan Saja

Jayapura, Jubi – Wakil Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat, Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah se-Indonesia, (DPP AMPTPI), Hendrikus Madai mengatakan, perkembangan situasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di tanah Papua yang sangat memprihatinkan akhir-akhir ini.

Hal ini dikatakan Hendrikus Madai, sebab banyak anak-anak sekolah, mahasiswa dan pemuda yang telah menjadi korban penembakan, pembunuhan, penculikan bahkan penangkapan baik di Papua maupun di luar Papua.

“Maka, pada kesempatan ini saya selaku Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) mengutuk keras setiap kekerasan dan pembunuhan oleh aparat TNI/POLRI yang ditargetkan lebih banyak kepada para siswa dan mahasiswa di Papua, seperti kasus Paniai Berdarah 8 Desember 2014 yang menewaskan empat anak sekolah, penembakan di Tolikara pada 17 Juli 2015 di mana 11 anak muda ditembak, salah satunya tewas. Kasus penembakan yang melibatkan TNI di Mimika pada Agustus 2015 yang menewaskan dua orang dan tiga lainnya mengalami luka tembak, dan penembakan terakhir di Mimika tadi malam, 28 September 2015 yang menjadi korban adalah anak sekolah tingkat SMA di mana salah satunya tewas dan satu lainnya kritis di rumah sakit Timika,” kata Wakil Sekjen DPP AMPTPI, Hedrikus Madai kepada Jubi di Jayapura, Selasa (29/09).

Selanjutnya, kata dia pihaknya meminta kepada Pangdam XII/Cenderawasih dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua untuk segera memroses hukum seberat-beratnya bagi setiap anggotanya yang menjadi pelaku penembakan dan pembunuhan di Papua.

“Juga, kami meminta kepada institusi TNI/Polri agar tidak membunuh anak-anak Papua dari waktu ke waktu dengan berbagai alasan, tetapi jika memang terpaksa harus ditembak, bukan dengan tujuan membunuh akan tetapi bisa dengan dilumpuhkan (ditembak di kaki dengan peluru karet, bukan dengan timah panas)”, katanya berharap.

Menurut Madai, pihaknya menyarankan kepada seluruh pelajar, mahasiswa dan pemuda di Papua lebih khusus Orang Asli Papua (OAP) agar selalu waspada dan berhati-hati dalam setiap aktivitasnya. Sebab, kata dia jika dilihat dari berbagai kasus pembunuhan, penembakan dan penangkapan yang terjadi di Papua yang target pembunuhannya lebih banyak adalah pelajar dan mahasiswa Papua.

“Itu bukan terjadi di Papua saja, tapi di luar Papua juga. Kami menyarankan agar para pelajar dan mahasiswa agar jangan keluar malam sendirian jika tidak ada agenda yang mendesak,” tuturnya.

Anggota Komisi 1, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Laurenzus Kadepa mengatakan, setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, banyak sekali rentetan-rentetan pelanggaran HAM di Papua.

“Lalu, yang menjadi sasaran itu adalah anak muda, siswa dan mahasiswa. Ini dirancang oleh negara untuk membasmikan generasi muda, karena Papua ke depan itu ada di tangan anak muda,” tutur Laurenzus Kadepa kepada Jubi di Jayapura melalui sambungan telpon, Selasa (29/09).

Apalagi sekarang, kata Kadepa, anak muda semakin gigih pertahankan ideologi Papua Merdeka. “Maka, kami minta jangan jadikan anak muda sebagai tempat sasarannya adalah anak muda. Kami bisa benarkan proses genoside itu sedang terjadi seiring dengan waktu yang berjalan ini,” tukasnya.

Oleh karena itu, pihak aparat harus mengetahui fungsi dari penggunaan senjata itu untuk apa. Sebab, ada tertulis bahwa untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. (Abeth You)

Kapolda Papua: Polisi Hanya Membela Diri

Jayapura, Jubi – Kepolisian Daerah (Polda) Papua menyatakan, penembakan yang diduga dilakukan oknum anggota polisi di Mimika dan menyebabkan seorang siswa SMK meninggal dunia, serta satu lainnya kritis, di Kampung Pisang, Gorong- Gorong Distrik Mimika Baru, Kabupaten Timika, pada Senin (28/9) malam, sesuai protap.

Kapolda Papua, Inspektur Jenderal (Pol) Paulus Waterpauw mengatakan, anggota polisi hanya membela diri, dan melakukan prosedur. Katanya, ia menyesalkan kejadian itu. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi, tapi kenyataannya sudah terjadi sehingga harus ditangani secara serius karena dampaknya akan meluas.

“Tiga anggota Polsek ketika itu datang ke lokasi, dimana ada korban pencurian yang sebelumnya melapor ke polisi dan rumahnya dirusak oleh orang yang diduga rekan pelaku. Anggota diserang. Mobil patroli dirusak. Tiga anggota itu boleh dikata terancam, sehingga mereka melakukan tembakan peringatan. Tapi sesaat kemudian diketahui ada korban jiwa, ada korban kena tembak di paha,” kata Kapolda Waterpauw di Polda Papua, Selasa (29/9/2015) malam.

Menurutnya, anggota polisi tak bertindak responsif. Namun menangani secara hati-hati. Polisi tegas agar masalah tak melebar. Sesuai prosedur, memberikan peringatan.

“Jika sudah mengganggu keselamtan jiwa harus dilakukan. Kalau melakukan upaya sebagaimana dianggap keras, pasti lebih banyak korban. Harus melakukan pencegahan dengan melakukan tembakan peringatan. Kalau mengakibatkan meninggal, saya pikir situasional. Kondisi malam hari, dan gelap,” ucapnya.

Katanya, ketika itu, anggota polisi tersudut. Kapolda yakin, tindakan oknum polisi tersebut sudah sesuai protap. Namun untuk memastikan, Polda Papua menurunkan tim yang di komandoi Wakapolda, Brigjen (Pol) Albert Rudolf Rodja mengumpukan berbagai informasi dan melakukan penyelidikan, apakah upaya yang dilakukan anggota di Polsek sesuai proresdur atau tidak.

“Saya menyampaikan rasa prihatin dan duka yang dalam kepada pihak keluarga yang ditinggalkan. Sebagai umat percaya bahwa jalan Tuhan kita tidak pernah tahu. Saya tidak berkata-kata banyak. Saya hanya minta maaf dengan kejadian ini. Tapi Sesungguhnya sudah melakukan upaya mencegah,” katanya.

Tiga anggota polisi yang berada di lokasi kejadian yakni Bripka H, Bripka N, dan Briptu IP dan senjata yang mereka gunakan lanjut Kapolda, telah diamankan untuk menjalani pemeriksaan oleh Propam.

Selain melakukan penyelidikan, kata Waterpauw, pihaknya memprioritaskan negosiasi dengan keluarga korban untuk segera memakamkan jenazah. Namun sebelum pemakaman, jenazah harus diotopsi terlebih dulu.

Sebelumnya, Senin (28/9/2015) sekira pukul 19:45 WIT, seorang siswa SMK Kalleb Baggau (18 tahun) meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada. Seorang lainnya yang juga siswa SMK, Fernando Saborefek (17) tertembak di bagian perut. (Arjuna Pademme)

Dua Hari, 264 Orang Ditangkap Karena Kebebasan Berekspresi

Jakarta, Jubi – “Dalam dua hari, 30 April – 1 Mei 2015, 264 orang ditangkap dan ditahan sewenang-wenang di Jayapura, Nabire, Merauke, Manokwari dan Kaimana, Papua. Mayoritas mereka adalah anak muda dan mahasiswa anggota dan simpatisan Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan satu orang wartawan yang sedang melakukan peliputan. Penangkapan dilakukan oleh Brimob dan Tim Khusus Polda Papua dan Papua Barat ketika massa sedang mempersiapkan dan melakukan aksi damai serta menyebarkan selebaran sosialisasi rencana aksi.” kata Zelly Ariane, Kordinator #papuaitukita, kelompok advokasi HAM untuk Papua yang berbasis di Jakarta.

1 Mei, ujar Zelly, adalah momentum bersejarah bagi masyarakat Papua yang diperingati setiap tahun.

“Bagi orang Papua 1 Mei 1963 adalah penanda Aneksasi Papua Barat, ketika administrasi Papua (waktu itu masih bernama West New Guinea) diserahkan oleh UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) PBB ke Indonesia. Peringatan 1 Mei secara damai telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat Papua, dan respon pemerintah serta aparat keamanan selalu sama: paranoid dan represif,”

kata Zelly kepada Jubi, Senin (4/5/2015).

Penangkapan yang terbesar sejak beberapa tahun terakhir ini dipandang oleh #papuaitukita sebagai pelanggaran serius terhadap hak berkumpul dan menyatakan ekspresi di Papua. Inilah wujud pembungkaman hak menyatakan pendapat dan ketiadaan ruang demokrasi di Papua, apalagi peristiwa semacam ini sudah terjadi terus menerus selama 10 tahun terakhir pasca reformasi.

Lanjut Zelly, penangkapan dan penyiksaan kali ini terjadi secara sistematik dan meluas. Hal ini ditunjukkan dengan [1] pengerahan sumberdaya kepolisian yang besar, [2] terjadi di lima kota di Papua di dua wilayah Polda yang berbeda, dan [3] dilakukan secara serentak. Karenanya sulit dihindari kesimpulan bahwa tindakan ini melibatkan unsur pengambil kebijakan keamanan tertinggi di tingkat nasional.

Aktivis HAM asal Aceh ini menegaskan bahwa tidak ada alasan apapun untuk menangkap dan menahan masyarakat yang bermaksud melakukan aksi damai memperingati Hari Penolakan Aneksasi Papua Barat, 1 Mei 2015. Kebebasan berekspresi, berpendapat dan berorganisasi dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Tuduhan makar yang ditujukan pada para aktivis, yang sedang berjuang mendorong pemenuhan HAM, dan masyarakat biasa, di Papua telah dijadikan pola oleh aparat untuk membungkam kritisisme.

Zelly yang baru-baru ini dinobatkan oleh situs petisi online, change.org sebagai Kartini Modern bersama enam perempuan pembawa perubahan lainnya, menambahkan Presiden RI Joko Widodo harus memberikan perhatian terhadap hal ini. Pemerintah dan aparat penegak hukum, lanjut Zelly, harus menghentikan semua tindakan kriminalisasi kepada para aktivis mahasiswa yang kritis di Papua.

“Pemerintah juga harus membuka ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat secara damai tanpa ancaman di Papua. Perlu diingatkan pula bahwa pemerintah Indonesia masih berjanji untuk Pelapor Khusus PBB tentang Kebebasan Berekspresi dan Beropini dalam Peninjauan Berkala Universal di Jenewa tahun 2012. Publik berhak mendapatkan informasi bebas dan kebenaran atas situasi yang terjadi di Papua,”

tegas Zelly.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan #papuaitukita, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang kepada ratusan aktivis mahasiswa, khususnya kepada anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan simpatisannya di Jayapura, Nabire, Merauke, Manokwari dan Kaimana terjadi pada tanggal 30 April-1 Mei 2015. Tercatat 264 orang mahasiswa ditangkap secara sewenang-wenang. Secara bertahap mereka telah dibebaskan setelah melalui proses interogasi. Beberapa dari mereka mengalami penganiayaan dalam proses interogasi tersebut. Pada tanggal 2 Mei, 3 orang yang ditangkap bersama 30 orang lainnya di Jayapura, akhirnya dibebaskan.

“Berdasarkan informasi yang kami terima, pada 27 April 2015 Kapolres Merauke, AKBP Sri Satyatama teah menyatakan bahwa Polri tidak akan memberikan ruang kepada KNPB untuk melakukan berbagai kegiatan termasuk doa bersama pada 1 Mei 2015 mendatang. Ia akan membubarkan kegiatan yang akan dilakukan oleh KNPB.”

terang Zelly.

Aktivis Hak Asasi Manusia lainnya, Indria Fernida menambahkan aparat kepolisian juga melakukan tindakan intimidatif kepada para aktivis KNPB. Sebab pada 17 April 2015, aparat kepolisian mendatangi sekretariat KNPB Wilayah Sentani dan mengancam para aktivisnya.

“Sepanjang April 2015, aparat Polres Merauke telah dua kali menggerebek sekretariat KNPB Wilayah Merauke dan menyita dokumen-dokumen milik KNPB. Selain itu, beredar selebaran gelap di kalangan masyarakat Merauke yang menyatakan bahwa KNPB adalah organisasi terlarang dan ancaman melakukan makar jika masyarakat bergabung di dalamnya,”

kata Indri, aktivis yang aktif di KontraS Jakarta.

Pada 30 Mei, lanjut Indria, 12 orang anggota KNPB ditangkap oleh anggota Polres Manokwari saat membagikan selebaran untuk ajakan aksi damai. Pada 1 Mei, sebanyak 30 orang anggota KNPB dan simpatisannya ditangkap dan diamankan oleh aparat kepolisian dari Polres Jayapura tepat di depan gapura Universitas Cendrawasih, Jayapura. Di Manokwari total penangkapan 203 orang, dari dini hari hingga siang hari ketika aksi dilakukan. Di Kaimana, aparat kepolisian membubarkan aksi dan menangkap 2 orang aktivis KNPB. Aparat kepolisian juga melakukan pengrusakan sekretariat KNPB dan PRD Maimana. Di Merauke, penangkapan tersebut terus berlanjut, dimana 15 orang anggota KNPB dan 1 Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Papua Barat wilayah Merauke. Siang harinya aparat membangun pos aparat di sekitar sekretariat KNPB wilayah Merauke dan menempatkan ratusan anggota polisi dalam pos tersebut. Aparat juga menggeledah sekretariat dan membawa spanduk, poster, dan dokumen milik KNPB.

Selain penangkapan aktivis dan simpatisan KNPB, ditambahkan oleh Budi Hernawan, mantan Direktur Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Jayapura, di Nabire seorang wartawan Majalah Selangkah online, Yohanes Kuayo, ditangkap dan diborgol oleh Satgas Polda Papua dan Tim Khusus Polda Nabire, ketika melakukan peliputan di RSUD Nabire.

Ia ditangkap hanya karena dicurigai karena mengenakan kaos Free West Papua ketika melakukan peliputan terhadap korban kontak senjata di rumah sakit tersebut,” kata Hernawan yang saat ini mengajar di Universitas Indonesia dan Universitas Paramadina.

Yohanes, lanjut Hernawan, dibebaskan setelah Pemimpin Redaksi Majalah tersebut datang dan protes atas perlakuan aparat kepolisian.

“Per-3 Mei 2015, aparat kepolisian telah membebaskan hampir semua tahanan, kecuali satu orang di Manokwari. Di sisi lain, peristiwa ini luput dari pemberitaan sehingga hak atas informasi bagi publik juga terabaikan,” ujar Hernawan. (Benny Mawel)

Source: Diposkan oleh : Dua Hari, 264 Orang Ditangkap Karena Kebebasan Berekspresi on May 5, 2015 at 09:18:56 WP [Editor : Victor Mambor]

Pelajar dan Mahasiswa Dihajar Brimob Polda Papua Hingga Babak Belur

Jayapura, Jubi – Aparat Brigade Mobil (Brimob) diduga telah melakukan penganiayaan dan penyiksaan terhdap empat anak muda Papua, Timotius Tabuni (18), Lesman Jigibalom (23), Eldi Abimael (18) dan Mies Tabo (15) di Cigombong, Kotaraja pada hari Rabu 18 Maret 2015.

“Kemarin (Mingggu 22/3/2015) sempat melaporkan kasus ini ke Propam Polda Papua, tetapi dari pihak propam katakan kepada kami bahwa harus ada pelaku baru bisa diproses. Hari ini juga kami sempat ke polda untuk ketemu dengan kapolda untuk menyampaikan tindakan brimob ini. Dan kami kontras mendampinginya atas permintaan keluarga korban,” jelas Olga Hamadi, koordinator KontraS Papua kepada wartawan di Padang Bulan, Senin (23/3/2015).

Olga menjelaskan, kejadian ini terpisah dengan kejadian yang terjadi antara anggota brimob dan masyarakat di Mall Ramayana pada pukul 21.00 malam, hari Rabu tanggal 18 Maret 2015. Insiden perkelahian di Mall Ramayani ini melibatkan masyarakat dari gunung dengan anggota brimob.

“Empat adik ini hendak pulang ke rumah di kotaraja dalam, lalu dihadang oleh angggota brimob dan langsung melakukan penganiayaan di Cigombong tepatnya di depan pasar Cigombong,”

kata Olga.

Olga menambahkan, beberapa pengacara sudah tandatangan suarat kuasa untuk mendampingi proses hukumnya hingga keluarga mendapat keadilan.

“Dan ini tidak bisa dibiarkan. Karena ini anggota brimob lakukan tindakan yang tidak manusiawi,” ungkapnya.

Sementara itu, Lis Tabuni, kakak dari Timotius Tabuni mengatakan keempat anak ini tidak tahu masalah dan tidak tahu apa-apa lalu mereka dihadang oleh anggota brimob yang langsung menganiaya mereka. Setelah itu ada saksi yang datang dan beritahu di rumah bahwa adiknya bersama teman-temannya dipukul.

“Maka, malam itu om dari rumah sudah datang ke mabes Brimob di kotaraja dan tanya kepada mereka yang piket. Tetapi aparat bilang mereka memang sudah ditahan. Dan mereka baik-baik saja. Kami akan pulangkan besok setelah panggil orang tua dan berikan nasihat. Jadi om saya pulang malam itu juga karena dipikirnya mereka masih baik-baik saja,”

jelasnya.

Padahal, kata Lis, mereka sedang dalam keadaan kritis yang musti mendapat perawatan medis cepat. Karena akibat dari pengeroyokan yang dilakukan terhadap keempat anak ini terluka parah.

Pengeroyokan dilakukan oleh anggota brimob dua jam setelah terjadi perkelahian antara anggota brimob dan masyarakat di Mal Ramayana. Dan keempat anak ini adalah korban salah sangka. Karena anak-anak tersebut berasal dari gunung maka angggota brimob mengira mereka juga merupakan bagian dari masyarakat yang tadinya berkelahi dengan anggota Brimob.

Akibat dari pengeroyokan itu, Eldi Kogoya (18) mengalami tulang rusuk retak dan luka memar di belakang tubuh akibat diseret di aspal jalan dan kedua lutut lecet.

Timotius Tabuni (18) mengalami gigi bagian depan satu lepas dan satunya retak. Selain itu kepala luka bocor, bagian belakang badan tergores karena ditikam dengan pisau sangkur, muka lebam, dan lecet akibat pukulan, mulut luka dan kedua lutut lecet.

Lesman Jigibalom (23) ditusuk dengan pisau sangkur dibagian bahu kanan, sampai paru-paru kana bocor dan luka memar di seluruh tubuh. Lesman dioperasi pada 19 Maret karena paru-paru bocor akibat ditusuk dengan pisau. Dan Lesman masih kritis dan sedang mendapat perawatan di rumah sakit Bhayangkara.

Mies Tabo (14) luka memar di kepala bagian depan, belakang, pundak kiri dan kanan akibat diseret di jalan aspal. Dahi lecet dan lutut kiri maupun kanan juga lecet.

Sementara itu, Wakil Kasad brimob Polda Papua, AKBP Tono Budiarto membantah jika pelakunya adalah anggota Brimob. Dikatakan, saat itu justru anggotanya yang menyelamatkan keempat pelajar tersebut dari amukan massa di pasar Cigombong.

“Anggota saya yang menyelamatkan malah dibilang yang melakukan pemukulan. Pada saat itu pukul 21.00 WIT kita masih fokus di Polsek Abepura untuk melakukan perdamaian dengan massa yang membuat kerusuhan di depan Mall Abepura. Dan pada pukul 23.00 anggota kita kembali mendapati laporan ada kerusuhan dan amukan massa terhadap empat pelajar tersebut dan menyelamatkan ke markas kita dan selanjutnya anggota membawa ke RS Bhayangkara,”

ungkapnya seperti ditulis salah satu korah harian di Jayapura. (Arnold Belau)

Source: Jubi, Diposkan oleh : Arnold Belau on March 23, 2015 at 21:03:25 WP [Editor : Victor Mambor]

Mahasiswa Kembali Tuntut Penyelesaian ‘Paniai Berdarah’

JAYAPURA – Untuk kesekian kalinya, puluhan mahasiswa Papua dari berbagai universitas di Kota Jayapura mendatangi kantor DPR Papua, Rabu (18/2). Massa yang dikoordinir Septi Modga itu menuntut para legislator mendorong penyelesaian kasus penembakan yang menewaskan empat warga sipil di Paniai (baca: ‘Paniai Berdarah’) pada 8 Desember 2014 lalu.

Massa membawa sejumlah spanduk. Salah satunya berbunyi ‘Presiden RI, TNI. Polri Segera Mengungkap Pelaku Penembakan Paniai’.

Dalam orasinya Septi mengungkapkan bahwa Jokowi telah berjanji akan mengusut pelanggaran HAM di Papua, namun sampai kini belum jelas, sehingga meminta DPR Papua menjelaskan dan terbuka kepada masyarakat hasil investigasi yang dilakukan TNI/Polri di lapangan.

Adapun pernyataan sikap mereka antar lain, Kapolda Papua, Pangdam, Gubernur dan DPR Papua segera usut kasus penembakan. “Semua tim investigasi yang dibentuk oleh eksekutif dan legislatif segera mempertanggungjawabkan hasilnya di hadapan keluarga korban. Kami akan terus menuntut hingga kasus ini tuntas,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Fisip Uncen, Pontius Omoldoman dalam orasinya mengungkapkan, peristiwa penembakan di Kabupaten Paniai yang mengakitbatkan 4 warga sipil dibiarkan oleh Pangdam dan Kapolda terhadap pelaku penembakan tersebut.

“Kami tidak akan berhenti menyuarakan jika Pangdam dan Kapolda serta DPR Papua tidak menseriusi penembakan. Keluarga kami. Jika dianggap bagian dari NKRI, kenapa aparat harus meneror dan membunuh rakyat Papua tanpa jelas. Kami bukan bagian dari NKRI karena hak-hak kami selaku orang Papua diambil alih,” katanya disambut baik para pendemo lainnya.

Ia menyatakan, jikalau aparat pemerintah, Kodam, Polda Papua, Kodam dan DPRP, mempunyai hati dengan rakyat Papua maka tidak seharusnya membiarkan rakyat menderita dan berada dibawa penyiksaan serta penindasan.

Pontius Omoldoman juga menandaskan bahwa pernyataan Kapolda Papua yang meminta menggali mayat korban penembakan itu ditolak secara tegas, karena menggali mayat sama saja melanggar hukum adat di Papua, lebih khusus di daerah Paniai.

“Kami tau bahwa negara ini adalah negara hukum. Tapi, kenapa seseorang pelaku penembakan yang tak lain aparat itu sendiri dibebaskan dan tidak mau diungkap. Kami hanya butuh kejujuran, dan keadilan di negara ini” ungkap Pontius.

Salah satu anggota DPR Papua yang menemui massa, Tan Wie Long mengatakan, keprihatinan dari mahasiswa atas meninggalkan 4 warga Sipil di Paniai, DPR Papua juga turut prihatian atas peristiwa itudan kasus yang terjadi di Paniai merupakan kasus pelanggaran HAM. Kemudian apa yang diduga Mahasiswa bahwa penembakan itu adalah TNI/Polri, DPRP juga punya hal yang sama.

“Perisitwa penembakan di Paniai, kami dari tim investigasi DPR Papua sudah melakukan semua tahapan yakni, langsung turun ke lapangan, baik menemui keluarga korban untuk memintai keterangan serta melakukan tatap muka dengan tokoh agama, dan tokoh adat. Hasilnya sudah melakukan telaah namun kami tidak menjastis siapa pelaku karena kami tidak punya kewenangan dan tidak punya keahlian,”

ucapnya.

Kata dia, DPR Papua tidak tak bisa menuduh siapa pelaku karena itu bukan ranah kami, tapi hasil investigasi kami, apa yang diduga mahasiswa saudara-saudara mahasiswa itu juga yang kami duga. Bahwasanya oknum TNI/Polri. “Tapi kami lagi menunggu dari pihak berwenang. Kami sudah menyurati Kapolda dan Pangdam untuk bertemu, tapi ketika mau rapat dengar pendapat, mereka ke Timika,” kata Tan Wie Long.

Katanya, DPR Papua juga mempertanyakan sampai kapan penyelesain kasus itu. Parlemen Papua juga masih menunggu, sehingga meminta kepada mahasiswa dan masyarakat bersama-sama mendorong penyelesaian kasus itu.

“Kalau nanti tak ada hasil, kami tim investigasi meminta ketua DPR Papua menindaklanjuti ke lembaga lebih tinggi. Apa yang jadi tuntutan adik-adik kami juga prihatin dan ingin kasus itu segera terungkap siapa pelaku. Silahkan koreksi kami, dan kritik kami demi mencapai tujuan yang diinginkan rakyat Papua. Kami akan terus kawal ini,”

ucapnya.

Ditempat yang sama, Laurenzus Kadepa pernyataan Kapolda Papua untuk menggali Mayat para korban penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai dengan alasan untuk dilakukan Visum atau otopsi bukan solusi. “Penggalian Mayat sangat bertentangan dengan adat istiadat Suku Mee. Kami hanya tanggap dan Kapolda dan Pangdam siapa pelaku penembakan itu bukan dengan cara melakukan penggalian mayat,” ungkapnya. (loy/don/l03)

Souece: Jum’at, 20 Februari 2015 10:44, BinPa

TNI-Polri Tak Takut Soal Ancaman KKB

Timika – Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen G Siahaan menegaskan bahwa aparat TNI dan Polri tidak mengkhawatirkan ancaman perang yang dinyatakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), Ayub Waker.

“Soal ancaman itu, kami tidak menganggap bahwa kelompok Ayub Waker akan melakukan tindakan-tindakan itu karena kami mengetahui kekuatan amunisi yang mereka punya dan kemampuan mereka seperti apa,” kata Fransen Siahaan di Timika, Senin.

Pada Senin siang Pangdam Cenderawasih menggelar pertemuan dengan Pemkab Mimika, PT Freeport Indonesia dan pihak kepolisian bertempat di Rimba Papua Hotel Timika.

Pertemuan itu untuk mengevaluasi upaya penegakkan hukum pasca peristiwa tewasnya dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport di Utikini Lama, Distrik Tembagapura, 1 Januari lalu.

Fransen mengatakan yang menjadi fokus perhatian semua pihak hingga kini yaitu ekses dari penertiban ribuan pendulang liar di bantaran Kali Kabur.

Dengan adanya penertiban kegiatan dulang butiran emas di Kali Kabur, maka ribuan orang menjadi kaum pengangguran.

Jika kondisi tersebut tidak segera dicarikan solusinya maka bisa berdampak negatif pada terjadinya gangguan kamtibmas dan meningkatnya angka kriminalitas di Timika.

“Saya kira hal ini yang memiliki dampak yang luar biasa. Selama ini mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah karena mendulang emas di sungai, tapi sekarang mereka tidak punya pekerjaan. Ini yang perlu diantisipasi oleh pemerintah daerah,” ujarnya.

Pangdam menegaskan bahwa keterlibatan prajurit TNI dalam tugas operasi penegakkan hukum di bantaran Kali Kabur, Tembagapura semata-mata hanya membantu pihak kepolisian dalam menjalankan fungsi polisionil.

“Dalam hal melakukan pengejaran KKB Ayub Waker yang diduga sebagai pelaku penembakan dua prajurit Brimob di Tembagapura beberapa waktu lalu, kita sifatnya hanya membantu. Pak Kapolda (Irjen Polisi Yotje Mende) meminta bantuan dari TNI untuk memberikan perkuatan dalam melakukan tindakan polisionil,” jelasnya.

Forum komunikasi antarlembaga itu juga dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi internal bagaimana pengamanan yang dilakukan Polda Papua di area obyek vital nasional PT Freeport Indonesia serta bagaimana pelaksanaan operasi perbantuan yang melibatkan prajurit TNI dalam pengejaran KKB Ayub Waker.

Rapat koordinasi dan evaluasi itu dihadiri oleh Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang baru Maroef Sjamsuddin dan Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang.

Adapun Kapolda Papua Irjen Polisi Yotje Mende dan Gubernur Papua Lukas Enembe serta para bupati se-wilayah Pegunungan Tengah Papua tidak sempat hadir dalam pertemuan tersebut karena sedang melakukan tugas ke luar daerah. (ant/don/l03)

Source: Selasa, 20 Januari 2015 06:23, BinPa

Aparat Gabungan Buru KKB Ayub Waker

Timika – Waka Polres Mimika Komisaris Polisi Wirasto Adi Nugroho di Timika, Kamis, mengatakan jajarannya mendapat perintah dari pimpinan untuk melakukan pengejaran terhadap anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Ayub Waker dan meningkatkan patroli di kawasan PT Freeport Indonesia maupun di luar kawasan itu.

Peningkatan patroli di kawasan pertambangan Freeport dan sekitarnya itu menyusul adanya pernyataan sikap yang mengatasnamakan KKB Ayub Waker bahwa yang bersangkutan akan melawan aparat TNI dan Polri mulai dari tambang Grasberg hingga Pelabuhan Portsite Amamapare.

“TNI dan Polri siap menghadapi KKB Ayub Waker dalam kondisi sesulit apapun. Makanya pimpinan telah memerintahkan seluruh anggota agar meningkatkan patroli di daerah yang dianggap rawan,” jelas Wirasto.

Untuk diketahui, KKB Ayub Waker diduga kuat sebagai dalang utama pelaku penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia di Utikini Lama, Tembagapura, 1 Januari lalu.

Pihak kepolisian, katanya, meminta warga Mimika tetap melaksanakan aktivitas seperti biasa dan tidak terprovokasi dengan berbagai teror yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

Menurut Wirasto, pasca operasi penertiban ribuan pendulang di sepanjang bantaran Kali Kabur terutama di wilayah Utikini Lama hingga Banti, Distrik Tembagapura beberapa waktu lalu, terjadi sejumlah aksi teror yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu.

Beberapa hari lalu sebuah mobil yang membawa petugas keamanan internal PT Freeport dan sebuah bus yang mengangkut pekerja dilempar dengan batu oleh orang tak dikenal saat melintas di Mil 29.

Terkait kasus penembakan yang menewaskan dua anggota Brimob dan seorang petugas keamanan internal PT Freeport di Utikini Lama, Tembagapura itu, polisi telah mengamankan dua orang tersangka berinisial MW dan JW. (ant/don/l03)

Source: Jum’at, 16 Januari 2015 00:21, BinPa

Ungkap Kasus Paniai, Mabes Polri Bentuk TPF

JAYAPURA – Mabes Polri saat ini sudah membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk mengungkap kasus kerusuhan di Enarotali, Papua yang menewaskan empat warga sipil dan melukai puluhan lainnya. Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende kepada Antara, Rabu, mengakui, sudah mendapat informasi kalau Mabes Polri sudah membentuk TPF namun belum diketahui dengan pasti apakah tim tersebut sudah di lapangan atau belum.

Diakui, kami sendiri (polisi) mengalami kesulitan dalam mengungkap kasus tersebut karena warga terutama yang saat itu berada di sekitar TKP sulit memberikan keterangannya ke polisi.

Karena itulah hingga saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014 lalu.

Walaupun demikian saat ini pihaknya sudah 56 orang yang dimintai keterangannya, kata Irjen Pol Mende seraya mengatakan, dari jumlah tersebut sekitar 20 diantaranya berasal dari anggota polisi. “Saya bisa memastikan pelaku penembakan bukan dari anggota polisi,” tegas Kapolda Papua.

Menurutnya, tidak mungkin peluru yang bersarang dari para korban berasal dari anggota polisi karena senjata SS 1 yang dipegang anggota tidak efektif dalam jarak 300 meter.

“Senjata SS 1 tidak akan efektif bila ditembak dari jarak 300 meter,” kata Kapolda Papua Irjen Pol Mende, seraya menambahkan letak kantor Polsek Enarotali berada sekitar 300 meter dari posisi jenasah korban saat ditemukan. Anggota juga menyatakan kalau mereka menggeluarkan tembakan ke atas sebagai tembakan peringatan.

Kasus kerusuhan yang terjadi 8 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, yang berawal dari masalah lalu lintas itu hingga menyebabkan warga melakukan aksi pemalangan di ruas jalan Enarotali, namun saat palang dibuka warga menyerang pos koramil hingga akhirnya ditemukan empat orang tewas. Keempat korban yang tewas tertembak itu masing-masing Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw.(ant/don/l03)

Sumber: Kamis, 15 Januari 2015 01:02, BinPA

Lekhakha Telenggen Jadi Target Operasi Polda

Timika – Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Lekhakha Telenggen dan putranya sebagai pelaku utama penyerangan yang menewaskan dua anggota Brimob di Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak pada awal Desember 2014, terus diburu pihak Polda Papua. Penegasan itu diungkapkan Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Yotje Mende.

“Kalau kasus di Ilaga itu pelakunya Lekhakha Telenggen. Dia masuk target operasi kita. Kemana pun dia pergi, kita akan kejar. Termasuk anaknya juga sebagai pelaku,” kata Yotje Mende kepada Antara di Timika, Selasa.

Kasus penembakan terhadap dua anggota Brimob itu terjadi pada Rabu (3/12). Dalam kejadian tersebut, dua anggota Brimob Polda Papua Ipda Thomson Siahaan dan Bripda Jeferson tewas seketika dan para pelaku membawa kabur dua pucuk senjata api jenis AK 47.

Kedua korban ditembak saat melintas di depan Kantor Bupati Kabupaten Puncak menggunakan truk saat sedang mengangkut kursi untuk dibawa ke gereja GKI.

KKB Lekhakha Telenggen dan anaknya Tengahmati Telenggen diketahui merupakan Kelompok Yambi, anggota jaringan Wamena.

Yotje mengatakan kasus penyerangan aparat oleh KKB di Papua akhir-akhir ini kian meningkat dengan target untuk merampas senjata api.

Kasus serupa terjadi di Utikini Lama, Tembagapura pada 1 Januari lalu, dimana para pelaku yang disinyalir merupakan anggota KKB Ayub Waker menembak mati dua anggota Brimob Satgas Pengamanan PT Freeport Indonesia dan seorang petugas keamanan internal perusahaan.

Para pelaku juga membawa kabur dua pucuk senjata api jenis Steyer serta ratusan amunisi.

“Kalau dalam kasus di Utikini Tembagapura itu, anaknya juga sebagai pelaku,” jelas Kapolda Papua Irjen Yotje.

Terkait kasus tersebut, polisi sudah menahan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka.

Kedua tersangka yaitu MW dan JW. MW ditangkap di bantaran Kali Kabur di sekitar lokasi penembakan anggota Brimob dengan barang bukti sebilah pisau sangkur yang masih berlumuran darah. Sedangkan JW diketahui merupakan anggota KKB Ayub Waker yang melakukan penyerangan mobil yang ditumpangi anggota Brimob dan petugas keamanan internal Freeport. (ant/don)

DPR Papua Ingatkan Aparat Keamanan Bertindak Profesional

Jayapura, Jubi – DPR Papua mengingatkan aparat keamanan, polisi dan TNI yang bertugas di Papua agar bertindak profesional dalam melakukan pengamanan di Bumi Cenderawasih.

Ketua DPR Papua terpilih, Yunus Wonda mengatakan, pihak tak menyudutkan aparat keamanan, namun hanya mengingatkan agar lebih mengedepankan pendekatan persuasif. Tidak dengan cara yang bisa membuat jatuhnya korban jiwa.

“Kalau ada tanggapan yang menyebut TNI dan Polri disudutkan, kami tidak menyudutkan. Hanya mengingatkan agar bertindak profesional. Senjata kan alat negara. Bukan untuk membunuh rakyat. Aparat keamanan kan untuk melindungi rakyat. Masyarakat berharap aparat bisa melindungi mereka,”

kata Yunus Wonda, Selasa (16/12).

Namun menurutnya, kini kondisi terbalik. Kehadiran aparat keamanan justru membuat masyarakat Papua trauma. Trauma yang ada sejak tahun 60-an itu, terbawa hingga kini.

“Harusnya bagaimana membuat masyarakat Papua hingga ke pelosok agar mencintai aparat kemanan polisi dan TNI. Jangan justru membuat mereka takut. Jadi kami tidak menyudutkan aparat keamanan,” ucapnya.

Kata Yunus, aparat keamanan harus bijaksana menyikapi setiap kejadian. Jangan arogan. Melakukan pengamanan tak harus hanya dengan senjata. Satu nyawa orang Papua mahal harganya.

“Kalau datang melindungi orang Papua, buktikan seperti Apa. Harusnya bagaimana membuat orang Papua mencintai bangsa ini. Selama ini setiap peristiwa selalu katakan barang bukti amunisi dikirim ke pusat untuk mengetahui jenis amusi. Tapi sampai kini tidak diketahui siapa pemilik amunisi itu,”

katanya.

Politisi Partai Demokrat itu juga menyarankan, agar selalu dilakukan pergantian atau roling untuk aparat keamanan yang bertugas di daerah, guna menghindari rasa jenuh anggota yang bisa berpengaruh pada psikologi mereka.

Sebelumnya, Kapolda Papua Inspektur Jenderal (Pol) Yotje Mende mengatakan, pihaknya berharap semua pihak bisa jeli melihat berbagai kejadian yang ada di Papua kini. Katanya, jangan selalu menyudutkan Polri.

“Seharusnya kalau HAM, itu mengingatkan kami juga. Sebagai manusia harus juga melakukan penyelidikan dalam kasus pembunuhan Brimob. Dalam permasalahan ini jangan menyudutkan Polri,”

kata Kapolda Yotje kala itu. (Arjuna Pademme)

Sumber: TabloidJubi, Posted by Arjuna Pademme, Date: December 17, 2014in: Jayapura

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny