Papua Post Mengucapkan “Selamat dan Syukur kepada Tuhan”

Seluruh Anggota Collective Editorial Boards dari The Diary of OPM (Online Papua Mouthpiece), dengan ini mengucapkan

Selamat dan Syukur kepada Tuhan Pencipta Langit dan Bumi dan Tanah serta Bangsa Papua

atas terpilih kembali Rev. Sofyan S. Yoman, M.A. sebagai Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP)

dalam kongres PGBP ke-XVII, 9 Desember 2012 hingga 14 Desember 2012,  di Wamena, Jayawijaya.

Kami segenap  anggota dari WPNews Group Online Services berdoa agar Tuhan melindungi, memagari dan memberi kekuatan spesial kepada Rev. Yoman sehingga memimpin gereja-gereja Tuhan di Tanah Papua, dan umat Tuhan di pulau New Guinea mengadapi masa depan yang Damai dan Sejahtera, seperti kehidupan yang digambarkan dan dijanjikan dalam Kitab Suci.

Melanesia butuh seorang Nelson Mandela dari kawasan Oceania, orang Papua butuh seorang Uskup Belo dari pulau ini untuk menyuarakan suara-suara yang tak tersuarakan, mebela yang tertindas, membebaskan yang terbelenggu dan terjajah, dan terutama dalam memberikan peluang dan kesempatan kepada KEBENARAN! untuk membuktikan dirinya sebagai kebenaran.

Amin!

Enhanced by Zemanta

Dewan Gereja Vanuatu akan Bawa Masalah Papua ke Pertemuan Gereja Pasific dan Dunia

Ketua Vanuatu Christian Council (VCC) , Anglikan Uskup James Ligo (IST)

Jayapura—Ketua Vanuatu Christian Council (VCC) , Anglikan Uskup James Ligo, mengatakan VCC akan membawa kasus Papua Barat dalam Rapat Umum Tahunan VCC pekan depan. VCC akan menekankan perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan Pemerintah baru untuk menjadikan Papua Barat sebagai prioritas.

Kepada tabloidjubi.com, Kamis (15/11) Uskup Ligo mengatakan VCC perlu membawa kasus ini karena sangat jelas Pemerintah caretaker, Perdana Menteri Sato Kilman telah keluar dari jalur asli Bapak Pendiri Perjuangan Vanuatu yang meminta agar rakyat Papua Barat untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Sebagai Ketua VCC, Uskup mengatakan dia tidak melihat alasan mengapa pemerintah belum menentukan sikap atas nasib “saudara dan saudari” di Papua Barat.

Perdana Menteri caretaker menggunakan metafora untuk mengatakan bahwa jika Anda ingin menjinakkan singa, Anda tidak harus mengisolasi tapi tetap dekat dengan Anda. Tapi saya ingin menambahkan bahwa singa tidak dapat diprediksi dan sangat berbahaya, dan akan menyerang Anda dan membunuh Anda jika Anda membiarkannya berkeliaran di lingkungan, ” kata Uskup Ligo.

Dia mengatakan VCC ingin tahu apa jaminan Indonesia yang telah diberikan kepada MSG (Melanesian Spearhead Group) sehingga bisa memperoleh status pengamat di pertemuan tersebut. “Kita tidak bisa menghibur orang yang membunuh saudara-saudara kita sehari-hari kemudian membawanya sebagai pengamat pada Grup negara-negara Melanesia,” katanya.

“Kami yang membentuk VCC akan bekerja sama dengan Pemerintah baru untuk berkonsultasi dan mengejar cara untuk membebaskan rakyat Papua Barat yang menjadi korban setiap hari oleh militer Indonesia,” ujar Uskup Ligo.

Uskup Ligo mengatakan VCC akan menempatkan masalah Papua Barat kepada Dewan Pertemuan Gereja Pacific di Honiara, Kepulauan Solomon tahun depan dan bahkan lebih jauh lagi, VCC akan membawa masalah Papua ini ke Dewan Gereja Dunia dan Komite Dekolonisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Jubi/Victor Mambor)

Friday, November 16th, 2012 | 08:31:09, www.tabloidjubi.com

 

TNI Gagal Melindungi Dan Menjaga Integritas Manusia di Tanah Papua

Pada media lokal Cenderawasih Pos, Rabu, 05 Oktober 2011, Saudara Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dengan bangga menyatakan: “ Tugas pokok yang kami emban adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara. …Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, akan tetap menuntut bela, siapapun lawan aku hadapi”.

Pada umumnya Pemerintah Indonesia dan khususnya aparat keamanan TNI belum mempunyai konsep bernegara dan berbangsa yang benar dan baik. Itu terbukti dengan wajah Pemerintah dan aparat keamanan yang menduduki dan menjajah penduduk asli Papua sejak tahun 1961 sampai di era Otonomi Khusus sekarang ini. Cita-cita TNI sebagai pelindung hidup bersama yang beradab, telah hancur. Tidak disangkal lagi bahwa di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman luar biasa yang dilakukan oleh TNI atas nama kepentingan NKRI. Umat Tuhan, pemilik negeri dan ahli waris Tanah ini dibantai seperti hewan buruan dengan stigma anggota OPM, separatis dan makar. Apa yang harus dibanggakan oleh penduduk asli Papua dari namanya TNI yang mengkleim diri bahwa ia adalah pelindung segenap bangsa dan seluruh tumpah darah?

Yang selama ini Pemerintah dan TNI tunjukkan kepada rakyat Papua adalah wajah dan watak kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Romo Franz Magnis-Suseno dalam bukunya: “Merebut Jiwa Bangsa” dalam konteks Timor-Timur ia menyatakan dengan tegas: “Yang bertanggungjawab atas genosida di Timor Timur ini maupun atas hancurnya kehormatan Indonesia di mata dunia internasional adalah TNI” ( 2007:hal. 33).

Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan tidak pernah menjelaskan dan bahkan mereka sendiri tidak mengerti definisi “kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah NKRI” seperti apa bentuk, model dan wujudnya. Jargon yang diperlihatkan dan diwujudkan selama ini adalah “NKRI Harga Mati”, maka siapa yang melawan akan kami tumpas. Seperti diungkapkan Saudara Kol. Kav. Burhanuddin, waktu menjadi Danrem 172/PWY Jayapura pada 12 Mei 2007 di Cenderawasih Pos, “Pengkhianat Negara Harus Ditumpas. Jika saya temukan ada oknum-oknum orang yang sudah menikmati fasilitas Negara, tetapi masih saja mengkhianati bangsa, maka terus terang saya akan tumpas. Tidak usah demonstrasi-demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang tidak berguna. Jangan lagi mengungkit-ungkit sejarah masa lalu”.(Baca: Socratez Sofyan Yoman: Pemusnahan Etnis Melanesia, Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: 2007:hal. 346). Sedangkan Saudara Pangdam XVII, Mayjen Erfi menyatakan: “Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, akan tetap menuntut bela, siapapun lawan aku hadapi”.

Apa yang diungkapkan oleh kedua Saudara ini, memang benar karena mereka diajarkan dengan doktrin seperti itu. Doktrin itu tercermin melalui perilaku dan watak aparat keamanan selama ini dan telah melahirkan kebencian, kemarahan dan ketidaksenangan terhadap TNI dari rakyat. Jujur saja, aparat keamanan TNI sesungguhnya telah menjadi musuh rakyat bukan pelindung rakyat. Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh TNI di Timor Timur (sekarang: Timor Leste), Aceh, Papua Barat ini, menyatakan bahwa TNI berperan aktif membunuh warga sipil dan pelaku kejahatan dan kekerasan di Indonesia. Kejahatan yang dilakukan TNI ini adalah meruntuhkan dan menghilangkan kecintaan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah Indonesia dan TNI. Ternyata doktrin yang dimiliki aparat TNI selama ini seperti: tugas TNI adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, sudah tidak relevan lagi dalam era demokrasi dan globalisasi dewasa ini. Doktrin seperti itu sudah usang tidak cocok lagi dengan dunia modern sekarang ini.

Jadi, dalam usia TNI yang ke-66 ini, diharapkan TNI tinggalkan paradigma lama ini dan mengubah ke paradigma baru. Setidak-tidaknya TNI menegakkan kedaulatan manusia Indonesia dan mempertahankan kehormatan, hak asasi manusia, dan kesamaan derajat seluruh segenap rakyat Indonesia. Mengapa saya menyatakan demikian? Karena, Negara Indonesia ada atas dasar kepercayaan dan kesepakatan rakyat. Negara Indonesia akan kuat dan kokoh kalau kedaulatan manusia ditegakkan. Negara Indonesia kuat dan kokoh kalau integritas manusia mendapat kehormatan. Negara Indonesia kuat dan kokoh kalau kesamaan derajat dijunjung tinggi. Negara Indonesia kuatdan kokoh kalau perbedaan agama, bahasa, ras dan etnis benar-benar mendapat perlindungan dan tempat yang setara di dalam rumah namanya Indonesia.

Yang perlu diingat selalu oleh Pemerintah Indonesia dan TNI adalah manusia adalah gambar dan rupa Allah. Allah berfirman: “Marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Allah” (Kejadian 1: 26). Selanjutnya, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya dan kepada kita sekarang ini. “ Pencuri datang hanya untuk mecuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh.10:11). “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh. 10:14).

Pemerintah Indonesia dan TNI sebaiknya menempatkan diri sebagai gembala yang melindungi dan menjaga domba-domba yang ada di Indonesia ini. Pemerintah Indonesia dan TNI jangan berwatak pencuri, pembunuh dan pembinasa. Pemerintah dan TNI sebagai gembala sebaiknya mengenal domba-domba dan mendengar suara mereka. Sebab, percaya atau tidak .Akui atau tidak tidak. Yang sesungguhnya bahwa benteng kekuatan dan pertahanan Negara Indonesia adalah rakyat Indonesia, bukan TNI. TNI tanpa dukungan kekuatan rakyat sama dengan sebuah pohon tanpa akar yang kuat. Atau TNI hidup tanpa roh. TNI bukan satu-satunya kekuatan Negara Indonesia. TNI adalah salah satu kekutan bangsa dan Negara Indonesia. Kalau keyakinan seperti ini tidak diterima, maka pertanyaannya ialah apakah Negera Indonesia harus dipertahankan dengan menumpahkan darah rakyatnya sendiri? Apakah Negara Indonesia harus dipertahankan dengan menginjak-injak kehormatan dan hak asasi rakyat Indonesia?

Dalam konteks Papua, selama ini, Pemerintah Indonesia dan TNI telah sukses dengan gemilang mengintegrasikan wilayah dan ekonomi dengan kekuatan politik dan keamanan ke dalam wilayah Indonesia. Tetapi, Pemerintah Indonesia dan TNI telah gagal total mengintegrasikan orang asli Papua ke dalam wilayah Indonesia dan gagal membangun nasionalisme Indonesia bagi penduduk asli Papua. Yang diajarkan adalah kekerasan dan kejahatan yang dapat menjauhkan hati rakyat Papua dari Indonesia. Akibatnya hilanglah trust (kepercayaan) kepada TNI. Pemerintah Indonesia dan TNI membutuhkan 40 tahun lagi untuk membangun kepercayaan rakyat Papua.

Akhirnya, saya menyampaikan selamat kepada TNI yang melaksanakan HUT yang ke-66 pada 5 Oktober 2011. Semoga tulisan ini menjadi koreksi dan harapan saya, teman-teman dari TNI tidak akan menyulut emosi dan kemarahan besar kepada saya. Tetapi, saya mau katakan: “bersahabatlah dengan teman yang selalu mengritik dengan terbuka dan jujur kepada Anda dan berhatilah-hatilah dengan teman yang mendekat dan selalu menjilat” Seperti ada nasihat dalam Kitab Suci: “ Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi dari pada orang yang menjilat” (Amsal 28:23). Shalom. Tuhan memberkati dan melindungi para prajurit TNI dan Prajurit Kristus dalam tugas kemiliteran.

Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.

Hanya Laporan Berkala Biasa, Tidak Ada Perintah Membungkam Aktivis di Papua

Laporan setebal 25 halaman yang dibuat Agustus 2007 atau 13 tahun silam itu di bagian akhirnya tercantum nama Lettu (Inf) Nur Wahyudi sebagai Danpos Satgas Ban-5 Kopassus Pos I Kotaraja.

Didalamnya ada sederet nama para aktivis yang menurut pengakuan mereka dijadikan “target operasi”, namun dari dokumen yang berhasil di peroleh Bintang Papua dari blog berbahasa Inggris milik Alan Nairm jurnalis Amerika Serikat yang pertama kali mempublikasikan dokumen tersebut, nama – nama aktivis dimaksud tidak lebih dari daftar para aktivis yang berdomisili di wilayah Kotaraja dan sekitarnya yang getol menyuarakan ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan mengkritisi Pemerintah, dan sama sekali tidak ada perintah untuk membungkam mereka semua.Dan buktinya nama – nama yang tercatat di dalam dokumen yangdikeluarkan 13 tahun lalu itu, hingga kini orang – orangnya masih segar bugar dan tetap menjalankan aktivitas mereka, memperjuangkan ketidakadilan yang diterima oleh orang Papua selama ini.

“Adapun nama tokoh – tokoh gerakan sipil dan politis vokal yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya, antara lain :

  1. Pdt. Socrates Sofyan Yoman (Ketua Gereja Baptis Pa­pua),
  2. Markus Haluk.(Sekjen AMPTI),
  3. Buchtar Tabuni (Aktivis),
  4. Aloysius Renwarin, SH.(Ketua Elsham)
  5. , DR. Willy Mandowen.(Mediator PDP),
  6. Yance Kayame (Ketua Komisi A DPRP),
  7. Lodewyk Betawi,
  8. Drs.Don Agustinus
  9. Lamaech Flassy MA (Staf Ahli PDP),
  10. Drs. Agustinus Alue Alua (Ketua MRP),
  11. Thaha Al Hamid.(Sekjen PDP),
  12. Sayid Fadal Al Hamid (Ketua Pemuda Muslim Papua),
  13. Drs.Frans Kapisa.(Ketua Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua),
  14. Leonard Jery Imbiri,S.Pd.(Sekretaris Umum DAP),
  15. Pdt.DR.Benny Giay.(Pdt KINGMI Papua),
  16. Selfius Bobby (Mahasiswa STT Fajar Timur)”,

Demikian tertulis pada halaman 6 Laporan Triwulan I Pos Kotaraja yang berhasil diperoleh Bintang Papua. Yang kemudian dilanjutkan dengan daftar nama

Tokoh Adat (Ondoafi), dan Tokoh Masyarakat yang berdomisili di seputar wilayah Kotaraja dan sekitarnya, lengkapnya dalam laporan tersebut tertulis, “Adapun nama tokoh adat, tokoh masyarakat yang berdomisili di Kotaraja dan sekitarnya antara lain :

  1. Ramses Ohee (Ondoafi Waena),
  2. Jhon Mebri (Ondoafi Yoka, Daulat Frengkiw (Ondoafi Nafri), dan
  3. George Awi (Ondoafi Enggros).

Selain itu juga dilaporkan secara lengkap daftar kantor instansi pemerintah, sarana pendidikan, sarana ibadah, pusat – pusat ekonomi dan perbelanjaan, daftar parpol, dan komposisi dan jumlah penduduk di Jayapura secara umum berdasarkan suku bangsa, yang kesemuanya data tersebut terangkum dalam Bagian Keadaan dan Kondisi Daerah Operasi Satgas Ban-5 Pos I Kotaraja, termasuk daftar 6 orang anggota Satgas Ban-5 yang bertugas. Mulai dari awal sampai akhir laporan setebal 25 halaman itu, sama sekali tidak ada instruksi secara halus maupun tersamar, apalagi tegas yang bertujuan untuk “membungkam” apalagi menghabisi para aktivis yang pro Merdeka, maupun yang getol menyuarakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat di Papua dan aktivis yang vokal mengkritisi Pemerintah.

Lembar pertama laporan itu pada kop-nya tertulis dengan huruf balok SATGAS BAN – 5 POS I KOTARAJA, yang disambung dengan judul laporan dengan huruf balok juga “LAPORAN TRIWULAN I POS KOTARAJA, sedangkan sistematika penulisannya terdiri dari Pendahuluan, Keadaan, Tugas Pokok, Konsep Operasi, Pelaksanaan, Prediksi kedepan, Hambatan dan cara Mengatasi, serta Kesimpulan dan Saran. Adapun maksud dari penyusunan Laporan Triwulan tersebut seperti tercantum pada halaman 1 adalah memberikan gambaran, masukan dan laporan tentang kegiatan yang telah dan yang akan dilaksanakan oleh anggota Pos Kotaraja dalam mengimplementasikan tugas pokok Satgas Ban -5, dengan tujuan sebagai bahan masukan kepada Dan Satgas Ban – 5 Kopassus agar mengetahui situasi dan kondisi di daerah Kotaraja, kegiatan anggota Pos Kotaraja serta kegiatan kelompok Gerakan Sipil Politis/Bersenjata di seputaran Kotaraja.

Dalam laporan itu juga dilaporkan beberapa strategi dan pola pendekatan yang dilakukan oleh Satgas untuk meredam dan meminimalisir berkembangnya paham separatisme yang mengancam keutuhan negara yang terus di dengungkan oleh tokoh – tokoh Papua, dimana mereka mencoba mengidentifikasi pola gerakan, paham ideologi, kelemahan, kekuatan, serta pihak – pihak yang bisa dijadikan “kawan” untuk mematikan ideologi separatisme dimana kesemua laporan itu terangkum dalam halaman 8 dengan judul Keadaan Musuh.

Sebagaimana pengakuan Forkorus pada media ini Senin (15/11) bahwasanya selain ia merasa di mata – matai oleh intelijen, saat ini juga beredar sejumlah uang yang bertujuan untuk melenyapkan dan membungkam kevokalannya, dan itu diperkuat dengan informasi bocornya dokumen operasi Kopassus yang menurut pengakuan Forkorus sendiri ia belum melihat secara langsung dokumen tersebut dan hanya mendengarnya dari beberapa rekan yang sudah membaca lansiran beberapa media online atas blog Alan Nairm di, jurnalis Amerika Serikat yang mempublikasikan dokumen itu. Menurut Andi Widjajanto Direktur Executive Pacivis UI dalam bukunya berjudul Panduan Perancangan Undang – Undang Intelijen Negara yang diteribitkan 2006 lalu, bahwa semestinya dalam melakukan kegiatan-kegiatan intelijen, alat negara tidak boleh melanggar hak-hak dasar (non-derogable rights) meliputi:

(a) hak untuk hidup; (b) hak untuk bebas dari penyiksaan;

(c) hak untuk bebas dari perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi;

(d) hak untuk bebas dari perbudakan;

(e) hak untuk mendapatkan pengakuan yang sama sebagai individu di depan hukum; dan

(f) hak untuk memiliki kebebasan berpikir, keyakinan nurani, dan beragama.

Sehingga kegiatan mematai – matai atau memantau setiap kegiatan politis apalagi yang menjurus kepada makar yang dikhawatirkan mengganggu keutuhan suatu negara adalah tindakan legal sama seperti hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang diberikan negara kepada warga sipil. sepanjang tidak melanggar hak – hak dasar manusia, dan itu terjadi di semua negara yang menganut azas demokrasi. Peraturan terakhir yang diberlakukan terhadap intelijen nasional adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2004. Untuk fungsi koordinasi semua kegiatan intelijen, Badan Intelijen Negara (BIN) berpegang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2002, sedangkan terkait Komunitas Intelijen Daerah (KID) yang saat ini terbentuk di semua tingkat kabupaten merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 11 Tahun 2006. (Bersambung)

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny