Amunggut Tabi: Tinggalan Egoisme Individualis dan Mari Sepenuhnya Dukung ULMWP

Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua menyatakan memang “perjuangan dan pengorbanan ialah dua sisi mata uang yang satu“. Setiap perjuangan pasti ada pengorbanannya, tetapi kita harus mengajukan tiga pertanyaan penting:

  1. Pengorbanan apa yang pantas pada waktu kapan?
  2. Berapa banyak dan berapa lama pengorbanan harus kita berikan? dan
  3. Apakah pengorbanan itu dipersembahkan secara berencana ataukah sporadis?

Amunggut Tabi kembali mengajak semua pejuang dan aktivis, organisasi dan tokoh Papua Merdeka untuk belajar dari Persipura Jayapura dan Persiwa Wamena, dari kesebelasan di dunia seperti Barcelona dan Mancester City.

Yang harus diperhatikan ialah “irama” dan “momentum”, karena keduanya tidak selalu sama setiap saat. Itulah sebabnya semua pihak harus sadar, bahwa irama saat ini ialah “Irama Melanesia-hood”, dan momentum saat ini ialah “momentum MSG dan ULMWP”. Oleh karena itu, semua pihak, termasuk TRWP, PNWP, KNPB, AMP, DeMMAK, FNRPB, OPMRC, TPN-PB, TPN/OPM, siapapun, di manapun, semua harus memainkan peran masing-masing sesuai dengan “irama” dam “momentum” ini.

Dari sini kita tahu “pengorbanan apa yang pantas” untuk waktu ini, bukan? Kita harus berjuang, bukan dengan aksi-aksi militeristik dan premanisme politik, kita harus bermain secara elegan dan presentable kepada pentas diplomasi regional dan global. Kita harus memainkan politik ini menjadi sebuah “fashionable issue” di kawasan dan secara global.

Untuk membuatnya menjadi “fashionable” dan elegan, maka semua pihak harus “menahan diri” dan “memberikan kepercayaan sepeunuhnya kepada ULMWP untuk memainkan perannya. NRFPB, PNWP, KNPB, TPN-PB, TRWP jangan bawa diri ke sana kemari mengatasnamakan kelompok kecil lagi. Kita harus persembahkan “waktu ini, 2015-2017” untuk ULMWP agar embrio ini terbentuk menjadi telur, dan tahun-tahun berikutnya telur dimaksud menetas dan menjadi anak.

Mempersembahkan untuk perjuangan bukan hanya harga dan nyawa, dan tenaga kita, ia berarti juga “menghilangkan jejak pribadi dan organisasi kita atas nama kebersamaan untuk tujuan bersama kita”. Persembahan yang mulia, kalau demi kepentingan bersama kita berani dengan sengaja menghilangkan nama-nama, identitas dan slogan-slogan kelompok kecil.

Terlihat banyak aktivis KNPB, PNWP, TPN-PB, WPNCL dan sebagainya keluyuran melakukan wisata politik ke sana-kemari, mendukung ULMWP tetapi sebenarnya mereka membawa agenda pribadi mengobati egoisme masing-masing adalah sebuah wisata yang konyol, karena itu tidak menyehatkan buat embrio politik kita bersama: ULMWP.

Justru cara ini membunuh embrio kita, yang kita lahirkan. Kita menjadi kanibal politik, membunuh anak politik yang kita lahirkan sendiri. Itu sejarah hidup dari perjuangan Papua Merdeka, bukan? Itu wajah tokoh Papua Merdeka selama ini, bukan? Pendiri OPM menyerahkan diri, bukan? Tokoh OPM menjadi pelayan NKRI, bukan? Mendirikan OPM, lalu bubar dan mendirikan cabang-cabang OPM, bukan? Kanibalisme Politik dalam sejarah perjuangan West Papua sangat menyedihkan. Oleh karena itu surat ini kami dari TRWP sampaikan sebelum embrio ULWMP ini terlanjur dimakan mati oleh organ-organ dan tokoh-tokoh perjuangan Papua Merdeka sendiri.

Kita berulang kali melakukan Politik Bunuh Diri (commit suicidal politics) karena kita tidak tahu mengelola egoisme individualisme kita. Kita tidak sanggup mengelola keberagaman organisasi perjuangan dan suku-bangsa kita. Kita belum mampu melihat perbedaan ini sebagai modal dasar. Kita mengatasnamakan perjuangan, kita mengatasnamakan organisasi, tetapi sebenarnya yang kita lakukan ialah memupuk dan mengobati “egoisme individualis” oknum aktivis dan tokoh Papua Merdeka.

Makanya, kalau berani mengalahkan dan percaya bisa mengalahkan NKRI, maka pertama-tama “harus berani, dan pastikan sudah mengalahkan egoisme individualistik pribadi dan kelompok”. Kalau tidak, jangan coba-coba bermain di air keruh, jangan coba-coba berwisata politik seolah-olah atas nama West Papua. Karena kami dari Rima Raya New Guinea telah menjadi guru-guru perjuangan, dari pengalaman hidup pribadi dan dari pengalaman hidup organisasi perjuangan yang penuh dengan resiko pertumpahan darah dan nyawa orang Papua sendiri.

Kami berikan catatan ini karena kami sudah melihat fenomna yang menghawatirkan. Kami saksi hidup! Kami sendiri telah menjalani dan telah sanggup melewati babak gelap dan kelam dalam perjuagnan ini.

Dengan mengelola egoisme individualis yang mengatasnamakan, maka kita bisa memperpendek atau juga memperpanjang rentang waktu perjuangan Papua Merdeka. Mengapa Timor Leste yang mulai berjuang 10 tahun setelah perjuangan kemerdekaan West Papua dimulai saja sudah puluhan tahun duluan merdeka? Bukankah itu karena kita belum sanggup mengalahkan egoisme dan individualisme diri sendiri?

Untuk mengetahui berapa lama dan berapa sumberdaya, kita haruslah punya “Anggaran Belanja Perjuangan Papua Merdeka”.

Di dalam negeri kita sudah menang, di dunia maya kita sudah menang, di kawasan Melanesia kita juga sudah menang. Di Pasifik Selatan juga kita pemenang. Yang belum kita kalahkan ialah “individualisme” perseorangan dan individualisme kelompok kecil.

Seharusnya, setelah ULMWP berdiri, secara teori, begitu ULMWP diterima ke dalam keluarga besar MSG, kita semua harus serta-merta menanggalkan atribut, nama dan embel-embel organisasi kita. Kita harus menyatukan barisan, mengatur nada dan irama, mengoptimalkan momentum ini demi kemerdekaan West Papua.

Sekarang saatnya ULMWP muncul sebagai sebuah organisasi perjuangan, sebagai sebuah Lembaga Resmi menuju sebuah Pemerintahan West Papua. ULMWP harus berani membuka diri, menerima semua pihak orang Papua, baik pro-NKRI maupun pro-Papua Merdeka. ULMWP ialah wadah orang-orang West Papua, karena itu dalam kepengurusannya harus melihatkan semua orang Papua, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, baik di kota dan kampung maupun di hutan-rimba.

Kita harus belajar dari teladan yang telah diberikan oleh teman-teman seperjuangan kita yang kita selama ini sebuat sebagai “Kelompok-14”.  Demi kepentingan bersama, mereka secara stuktural dan sistematis telah meninggalkan atribut Bintang Empatbelas dan mendukung Bintang Satu dalam rangka agenda bersama mengusir penjajah. Tokoh Papua Merdeka dan organisasi Papua Merdeka lain harus belajar dari mereka.

Perjalanan yang pahit, sungguh pahit antara kelompok gerilyawan Pemka dibawah komado Jacob Hendrick Pray dengan Komando Markas Victoria (Marvic) di bawah komado Seth Jafeth Roemkorem telah berakhir setelah para perwira TRWP yang telah menjelma dari barisan Pemka bersama tokoh politik mereka, Dr. OPM John Otto Ondawame bersatu dan membangun WPPRO bersama barisan OPM Marvic Senior OPM Andy Ayamiseba dan Senior OPM Rex Rumakiek di Port Vila, Republik Vanuatu tahun 2004 dan 2005.

Terbentuklah WPNCL, sebagai wujud dan bukti persatuan antara OPM Pemka dan OPM Victoria.

Dengan persatuan kubu gerilyawan, maka telah tiba saatnya untuk bersatu membangun harmonisasi dengan kelompok Bintang-14. Dan ULMWP ialah hasil dari harmonisasi, dan “pengorbanan nyata” dari semua pihak, terutama pengorbanan identias dan organisasi masing-masing untuk kebersamaan. Orang Papua sudah sanggup mengorbankan nyawa, harga, waktu dan identitas organisasi masing-masing demi kepentingan bersama: Papua Merdeka.

Kami dari Tentara Revolusi West Papua, sejak tahun 2000 telah memberikan mandat penuh agar bergulir sebuah proses politik dengan memberikan Surat Mandat kepada PDP dan AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), perjuangan lewat Free West Papua Campaign. Lebih-lebih tahun 2006, dengan pemisahan organisasi politik dan militer, maka Tentara Revolusi West Papua memfokuskan diri semata-mata untuk perjuangan dengan mengangkat senjata, menjauhkan diri dari segala bentuk dan kegiatan sipil dan politik, membatasi diri kepada memberikan dukungan moril dan doa.

Sekarang kita sudah punya ULMWP. Sekarang saatnya untuk kita masing-masing

  • mengorbankan egoisme individualis pribadi masing-masing tokoh
  • mengambil langkah-langkah strategis dan taktis dalam rangka menyelamatkan ULMWP sebagai embrio Pemerintahan Negara West Papua.

Untuk itu, kami dari rimbaraya New Guinea, atas nama tulang-belulang, leluhur, anak-cucuk Pencipta Langit dan Bumi, menyerukan kepada semua pihak untuk

menyatukan barisan dan mendukung semua kebijakan ULMWP, mendukung dengan sepenuhnya dalam doa, dana, waktu dan tenaga.

Dikeluarkan di: Secretariat-General TRWP, MPP

Pada Tanggal: 18 Juli 2016

An. Panglima Tertinggi Komando Revolusi,

 

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen. TRWP
BRN: A.DF 018676

 

 

Brigjend Richard Joweni, Sosok Tentara dan Diplomat Revolusioner

Author : Admin Jubi, October 19, 2015 at 08:55:07 WP, Editor : Victor Mambor

Upacara Penguburan Richard Joweni, TabloidJubi.com
Upacara Penguburan Richard Joweni, TabloidJubi.com

Jayapura, Jubi – Seluruh rakyat Papua terlebih Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN) telah berduka atas kehilangan sosok pemimpin kharismatik Brigjen Richard Joweni. Pria bernama lengkap Uria Hans Joweni ini sebelumnya telah dikabarkan meninggal dunia pada Jumat 16 Oktober 2015, pukul 23.00 WP dalam usia 72 tahun.

Sebelum meninggal, Richard Joweni sempat dibawa ke rumah sakit Vanimo untuk mendapat pengobatan karena menderita sakit pada saluran pencernaan dan juga karena kelemahan fisik akibat usia senja. Sebab ia telah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya atau selama 48 tahun dengan bergerilya di belantara Papua.

Kepergiannya telah meninggalkan luka yang mendalam, terlebih bagi 3 orang anaknya yang ditinggalkan karena sebelumnya istrinya telah lebih dahulu meninggal pada tanggal 22 September lalu karena sakit. Dari riwayat hidupnya, almarhum yang juga pemimpin tertinggi komando Tentara Revolusioner Pembebasan Papua Barat (TRP PB) ini lahir pada 3 Desember 1943 di sebuah kampung di Teluk Wondama, Papua Barat.

Sebagai pemimpin komando tertinggi TRP PB, ia mengepalai 9 Kodap dan 10 Kodam di beberapa wilayah dan sebagian berada di wilayah Pegunungan Papua. Joweni juga merupakan ketua Koalisi Nasional Papua Barat untuk Pembebasan atau West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) yang tergabung dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dalam memperjuangkan persoalan Papua Barat lewat cara diplomasi di forum MSG (Melanesian Spearhead Group) dan Pasific Island Forum (PIF).

Selain bergerilya, sosok Richard Joweni juga dikenal sebagai seorang diplomat yang pernah melobi sejumlah pimpinan negara-negera Melanesia di Pasifik Selatan untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Atas jasa-jasa perjuangannya dan selaku pimpinan tertinggi Tentara Revolusioner Pembebasan Papua Barat (TRP PB), ia kemudian dianugerahi pangkat Jenderal Gerilya (Anumerta) pada saat prosesi pemakaman jenasah yang berlangsung secara militer di Markas Pusat TRP PB Kampung Endokisi Yokari, Tanah Merah Kabupaten Jayapura.

Menurut Jonah Wenda selaku juru bicara Dewan Militer TRP PB, selain sebagai seorang pejuang yang gigih bergerilya di hutan, Richard Joweni dikenal sebagai sosok kharismatik dalam memimpin perjuangan menuju pembebasan nasional bangsa Papua Barat. “Ia telah mengajarkan cara-cara berjuang secara bermartabat, damai dan menghargai orang lain,” kenang Wenda.

Selanjutnya untuk mengisi kekosongan kepemimpinan sementara di tubuh TRP PB, kata Wenda, kolonel Amos Serondanya selaku kepala staf Angkatan Darat telah ditunjuk sementara untuk menggantikan posisi Richard Joweni hingga ada penentuan pemimpin tertinggi tetap. Penentuan itu akan dilakukan setelah 14 hari berkabung yang ditandai dengan penaikan bendera bintang kejora setengah tiang di sejumlah Kodam dan Kodap yang dikendalikan oleh markas TRP PB.
Upacara pemakaman jenasah almahum Richard Joweni berlangsung dengan penuh hikmah karena diawali oleh ibadah pelepasan dan kemudian dilanjutkan dengan prosesi penguburan peti jenasah ke liang lahat secara militer. Prosesi ini juga ditandai dengan tembakan salvo sebanya 3 kali ke udara sebagai penghormatan bagi almarhum.

Almarhum Richard Joweni telah bergabung sebagai anggota gerilyawan OPM pada tahun 1968 saat masih berusia 25 tahun. Sebelumnya ia sempat bekerja sebagai staf pegawai di masa Pemerintahan Belanda di Papua. Saat bergerilya di masa kepemimpinan Seth Rumkorem, sejumlah jabatan strategis pernah disandangnya hingga kemudian ia diberi mandat menjadi pemimpin tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) hingga akhir hayatnya. (J. Howay)

Jenderal TPNPB Goliath Tabuni Tak Pernah Menyerah!

Nggoliar Tabuni, Panglina Tinggi TPN PB
Nggoliar Tabuni, Panglina Tinggi TPN PB

Jayapura, MAJALAH SELANGKAH — “Saya Goliat Tabuni tidak pernah berkata bahwa menyerakan diri ke NKRI, itu tidak benar, karena NKRI dan TNI/Polri itu musuh-musuh saya.”

Hal ini ditegaskan Jenderal Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Goliath Tabuni, melalui sumber AMP Numbay, Rabu (25/03/2015) menanggapi isu yang beredar.

Sebelumnya, sejumlah media nasional dan lokal seperti  viva.co.id, wartabuana.com, jakartagreater.com, tak ketinggalan bintangpapua.com dan media nasional-lokal lainnya ramai-ramai memberitakan perihal menyerahnya panglima tinggi TPNPB ini.

Sumber informasi menyerahnya Jendral Goliath Tabuni yang hoaks alias bohong ini disebarkan oleh oknum Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di Papua. Di situs wartabuana.com dan Viva.co.id, edisi Selasa, 24 Maret 2015 ada pembenaran akan menyerahnya Jenderal Goliath dari  Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Gatot Nurmantyo.

Sementara itu, Kepala Staf Kodam (Kasdam) XVII/Cendrawasih, Brigjen TNI Tatang Sulaiman, saat berkunjung di Tingginambut, Senin (23/3/2015) rupanya salah satu sumber utama isu dari berita  mengenai hal ini  di jakartagreater.com edisi 24 Maret 2015 dan bintangpapua.com edisi Rabu, 25 Maret 2015.

“Ke-23 anggota KSB (kelompok saparatis bersenjata) pimpinan Goliat Tabuni itu mau turun gunung ke daerah Tingginambut beserta anak dan istrinya, mereka sudah menyadari dan ingin kembali menjadi WNI akan kita terima,”

kata Kasdam XVII/Cendrawasih dilansir bintangpapua.com edisi Rabu, 25 Maret 2015.

Jenderal Goliath Tabuni membantah semua tuduhan dan isu bohong yang diamanatkan pada dirinya dengan sebuah komentar singkat, “Saya Goliat Tabuni tidak pernah berkata bahwa menyerakan diri ke NKRI, itu tidak benar, karena NKRI dan TNI/Polri itu musuh-musuh saya.”

Pihak TPNPB sendiri melalui sumber kami menjelaskan, semua itu upaya negara Indonesia sebagai pihak penjajah yang dilawan oleh TNPPB untuk menghancurkan perjuangan TPNPB. sumber yang sama juga menghimbau untuk semua rakyat Papua tidak terganggu dengan propaganda bohong dari TNI/Polri melalui media-media binaannya dan tetap semangat bekerja sesuai profesi, kemampuan dan kapasitasnya untuk mencapai Papua Merdeka.

Jenderal Goliath Tabuni tidak pernah menyerah kepada penjajah sampai Papua merdeka.

Dikonfirmasi, Jenderal tetap pada sikapnya seperti isi pidato saat pengangkatannya menjadi panglima tinggi TPNPB, dengan menyatakan kebulatan tekad dengan berjanji siap memimpin TPNPB dan melaksanahkan revolusi tahapan guna revolusi total untuk hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat bangsa Papua barat. (SAL/MS)

Mengenai TPNPB, klik: #Pencarian-TPNPB

Sumber: MajalahSelangkah.com, Penulis : Admin MS | Rabu, 25 Maret 2015 09:50

“Stop Kambinghitamkan OPM”

SERUI- Komandan Operasi TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) Kepulauan Yapen, Maikel Merani membantah pernyataan pihak kepolisian melalui Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patrige Renwarin ( di Binpa 13 Februari 2015) yang menyatakan bahwa pelaku penembakan warga sipil di kilometer 6-7 arah Saubeba-Kontiunai, Distrik Angkaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen, diduga berasal dari kelompok bersenjata yang dipimpin Maikel Merani.

Kepada wartawan di Serui, Senin (16/2) , Maikel Merani, dengan tegas membantah dan mengklarifikasi hal tersebut. Dikatakan, pernyataan itu tidak benar, bahkan ia menuding pernyataan itu sebagai upaya memutarbalik fakta yang sebenarnya. Ia menuturkan, jika memang pelakunya adalah anggota dari kelompok TPNPB yang dipimpinnya maka perlu dipertanyakan latar belakang dari penembakan terhadap masyarakat sipil yang tidak bersalah itu apa?, apalagi korban tewas adalah seorang petani. Ia juga mempertanyakan sejak kapan TPNPB punya mobil Toyota Avanza berwarna putih yang digunakan untuk menghadang masyarakat di jalan untuk ditembak tanpa alasan apapun.

“Penembakan pada malam hari tanggal 11 Februari 2015 sebenarnya ditujukan untuk saya (Maikel Merani-red), namun naas karena justru mengenai masyarakat sipil yang hendak melakukan perburuan kus-kus saat itu. Sementara, pada saat kejadian, saya sedang berada di rumah salah satu kerabat yang tinggal di Kampung Kontiunai dan melihat sendiri ada mobil berwarna putih yang lewat pada saat itu, dimana menurut informasi mobil tersebut milik aparat yang sering dipakai mondar mandir di Kampung Kontiunai,”

katanya.

Ia juga mengungkapkan, pada malam tanggal 11 Februari 2015 sebelum kejadian warga sipil ditembak mati, dirinya dihubungi via telepon oleh 2 orang anggota Polsek setempat yang mengatakan agar dirinya harus segera kembali ke Utara dikarenakan Tim Dalmas akan melakukan penyisiran di Kampung Kontiunai pada malam tanggal 11 Februari 2015 lalu.

“Mengingat sejak pagi hingga malam hari pada tanggal 11 Februari 2015, saya sedang mengunjungi kerabat di kampung setempat dan rencananya akan kembali pada malam itu juga. Setelah diberi info demikian saya tidak langsung meninggalkan Kampung Kontiunai mengingat baru saja melihat mobil putih tersebut melewati kampung setempat menuju Saubeba. Sehingga saya memilih tempat persembunyian alternative (dirahasiakan-red) dan beberapa saat kemudian terdengar kabar bahwa di kilo 4 arah Kontiunai-Saubeba telah terjadi penembakan terhadap seorang warga sipil yang diketahui bernama Sony Fairumbak (33 tahun) yang saat itu hendak berburu kus-kus bersama saudara iparnya Y.S (saksi mata-red),”

terang Maikel.

Maikel Merani dengan tegas mengatakan, penembakan terhadap masyarakat sipil di Kontiunai tidak berasal dari dirinya maupun anggota TNPB lainnya, karena warga sipil yang ditembak masih merupakan kerabat dekat, sehingga tidak ada alasan kuat unttuk membunuhnya dengan cara yang demikian sadis. Maikel juga menyampaikan ucapan terimakasih dari kedua anggota polsek Wenawi yang sengaja memancingnya dengan cara yang sedemikian rupa, namun perlu diingat bahwa rencana yang dibuat manusia jika tidak di kehendaki Tuhan maka tidak akan terjadi. Ia juga menghimbau kepada Polres Yapen agar jangan memutarbalikan fakta yang ada dan mengkambing hitamkan OPM maupun pihak-pihak lainnya.

“Kami berjuang untuk melindungi masyarakat Papua bukan untuk memusnahkan, dan perlu dicek kebenarannya terkait kepemilikan senjata yang dikatakan Kabid Humas Poda Papua Kombes Patrige Renwarin bahwa saya Maikel Merani dilaporkan saat ini memegang satu pucuk senjata organik jenis SS1- V5,”

tuturnya.

Maikel kembali menegaskan bahwa pihak kepolisian baik Polres Yapen maupun Polda Papua jangan menciptakan persoalan baru guna mencari jabatan atau pangkat semata, karena korban-korban dari tindakan ini hanyalah masyarakat sipil biasa.

“Saya juga menghimbau kepada Gubernur Papua dan Ketua MRP agar jangan hanya berdiam diri saja melihat masyarakat Papua dijadikan sasaran empuk oleh pihak-pihak yang hanya mengejar pangkat maupun jabatan. Karena jika dibiarkan demikian, maka masyarakat pribumi asli Papua akan habis lenyap secara perlahan-lahan dari atas tanah sendiri. Selama ini OPM maupun TPNPB selalu dikambing hitamkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,”

tegasnya. (seo/don/l03)

Source: Selasa, 17 Februari 2015 00:19, BinPa

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny