US will take Australia’s ‘boat people’

Australia's Prime Minister Malcolm Turnbull at a recent press conference in Sydney.
Australia’s Prime Minister Malcolm Turnbull at a recent press conference in Sydney. Photo: SAEED KHAN / AFP

The United States and Australia have agreed to a one-off refugee resettlement deal for detainees on Nauru and Manus Island in Papua New Guinea.

Australian Prime Minister Malcolm Turnbull confirmed the agreement today, saying it followed “months and months of planning”.

At the end of October, there were 872 people in the processing centre on Manus Island and 390 people in Nauru’s centre.

Mr Turnbull said the deal would only apply to those currently on the islands.

No timeline was given for the process and Mr Turnbull said it would not be rushed.

In September, Mr Turnbull said Australia would resettle refugees from a US-run camp in Costa Rica, as part of its annual humanitarian intake of refugees.

He denied at the time it was part of a “people swap” arrangement.

Kerry says other countries should help refugees

John Kerry answers media questions at the press conference at Premier House in Wellington.
John Kerry answers media questions at the press conference at Premier House in Wellington. Photo: RNZ / Rebekah Parsons-King

Earlier, US Secretary of State John Kerry told media in Wellington his country had agreed to consider referrals from the United Nations Refugee Agency for refugees on Nauru and Manus Island.

“We in the United States have agreed to consider referrals from UNHCR on refugees now residing in Nauru and in Papua New Guinea,” he said during a media conference with the Prime Minister John Key in Wellington this morning.

“We know that these refugees are of special interest to UNHCR and we’re very engaged with them on a humanitarian basis there and in other parts of the world.”

Mr Kerry said he wanted other countries to consider how they could work with the UNHCR in a similar way.

“We are encouraging all countries to work with the UNHCR as we are going to … to find a durable solution for these refugees.”

Mr Kerry was asked about whether President-elect Donald Trump could overturn any agreement made about refugees with Australia once he took office in January.

He said he was unable to answer that question, but said the US would work to protect vulnerable refugees around the world.

Momentum dekolonisasi Pasifik dorong Gutterres bersikap?

Aksi pengucapan syukur KNPB kepada tujuh negara Pasifik yang membawa masalah Papua ke Majelis Umum PBB (19/9/2016) - Jubi/Zely Ariane
Aksi pengucapan syukur KNPB kepada tujuh negara Pasifik yang membawa masalah Papua ke Majelis Umum PBB (19/9/2016) – Jubi/Zely Ariane

Jayapura, Jubi – Atmosfer dekolonisasi di Pasifik dan dorongan pemerintah serta masyarakat sipil Kepulauan Pasifik terhadap status politik Papua menjadi momentum penting yang berkemungkinan mendorong Sekretaris Jenderal PBB yang baru, Antonio Gutterres untuk bersikap.

Dr. Cammi Webb-Gannon, pemerhati West Papua dari Universitas Sydney, mengatakan tingkat pendiskusian terkait penentuan nasib sendiri dan hak azasi manusia West Papua di Sidang PBB bulan lalu merefleksikan momentum baru menuju dekolonisasi Pasifik.

Peran Perdana Menteri Manasseh Sogavare sebagai ketua MSG dan perdana Menteri Kepulauan Solomon patut dicatat sebagai faktor pendorong penting dalam proses itu, demikian menurut Dr Webb-Gannon seperti dilansir RNZI, Selasa (18/10/2016).

“TIdak saja Sogavare sudah mendorong bertambahnya negara Pasifik berbicara terkait West Papua di Majelis Umum PBB, tetapi dia juga berusaha agar isu tersebut dibawa hingga ke komite dekolonisasi PBB,” ujarnya.

Inilah kali pertama setelah puluhan tahun, lanjutnya, rakyat West Papua berhasil membawa persoalan mereka sampai ke radar internasional, “dan hal itu dimungkinkan karena kerja luar biasa yang dilakukan oleh negeri-negeri Pasifik,” ungkap Webb.

Sementara wakil United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Pasifik, Akouboo Amatus Douw, menanggapi terpilihnya Antonio Gutterres sebagai Sekretaris Jenderal PBB yang baru, berharap Gutterres dapat membantu rakyat Papua memfasilitasi ajakan tujuh negara Pasifik di sidang umum PBB lalu untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM di Papua.

Terkait jasa Gutterres, mantan PM Portugal terhadap kemerdekaan Timor Leste, Douw menilai hal itu memang menguntungkan Timor Leste, namun menurut dia, Belanda tidak memenuhi kewajiban moralnya terhadap rakyat Papua seperti yang dilakukan Portugal.

Douw mencatat peran Gutterres selagi dia masih memimpin UNHCR. Menurut Douw UNHCR telah memberikan bantuan hukum dan kemanusiaan kepada lebih dari 10,000 pengungsi West Papua di PNG.

“Estimasi kasar saya sekitar 30,000 pengungsi politik Papua diseluruh dunia saat ini, termasuk saya,” kata Douw.

Alasan utama orang-orang Papua meninggalkan Papua, lanjutnya, akibat penyangkalan hak atas penentuan nasib sendiri di negerinya.

“Saya punya pikiran positif terkait prioritas Gutterres untuk ikut mengatasi masalah kami,” tegasnya.(*)

Gen. Mathias Wenda: Pulihkan Dulu Status Kebangsaan Orang Papua, baru Bicara Status Kewarga-Negaraan

Terkait ucapan pegiat hukum di Tanah Papua Hendrik Tomasoa, SH, seperti dimuat dalam BintangPapua.com dan dikutip di Blog ini, “Status Warga Negara 10.000 Orang Papua Dipulihkan“, 17 Oktober 2014,Gen. TRWP Mathias Wenda saat dikonfirmasi PMNews menyatakan,

“Kalau benar-benar anak Hendrik dia perduli Hak orang, maka dia mulai dulu dengan Hak Kebangsaan, baru dia bicara tentang Hak Kewargaan. Kalau hak kebangsaan seseorang sudah dibunuh secara masal, apa artinya hak kewargaan individual?”

Dia juga harus tahu apakah kewarga-negaraan itu seuah hak seseorang atau kewajiban seseorang.

Berikut petikan wawancara singkat.

PMNews: Selamat siang. Kami minta permisi, kami tahu Bapak sudah baca berita Bintang Papua yang dimuat tanggal 17 Oktober 2014, judulnya “10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara“. Dan kami dengar Bapak tidak sependapat dengan Pak Hendrik yang diberitakan di sini. Mohon penjelasan.

Gen. TRWP M. Wenda: Iya, itu betul. Hendrik Tomasoa itu Bapak tau dia sudah lama sekali ada di situ, dan dia lama urus hukum di Tanah Papua, di Jayapura. Tetapi tiba-tiba dia bicara isu politik, menyangkut hak bangsa Papua. Itu yang bikin saya bingung. Ini dia sebagai orang Indonesia jadi, dia pasti dibayar untuk bicara itu.

PMNews: Beliau sekarang sudah menjadi Anggota DPRP, Komisi A, dan dia bicara dua hal, pertama meminta pemerintah kolonial Indonesia berikan status WNI kepada semua orang Papua yang ada di PNG, dan kedua memproses orang Papua untuk pulang ke Papua Barat.

Gen. TRWP M. Wenda: Orang Papua punya hak kewargaan-negara terhapus sejak hak kebangsaan orang Papua dihapus oleh NKRI. Kehadiran NKRI di Tanah Papua itu penyebab utamanya. Jadi solusinya harus dengan cara NKRI keluar dari Tanah Papua, maka hak kebangsaan orang Papua dipuluhkan, itu baru hak kewargaan-negara West Papua akan terpulihkan dengan otomatis.

PMNews: Tetapi Pak Tomasoa berbicara dalam konteks NKRI. Jadi….

Gen. TRWP M. Wenda: Tunggu dulu! Kami ini bukan stateless dan kami bukan non-nations. Kami punya state West Papua dan kami punya nation: Papua. Tetapi keduanya dihapus sejak NKRI ada di Tanah Papua. Jadi cara untuk memulihkan bukan dengan menempel kewargaan baru di atas kewargaan West Papua, tetapi NKRI keluar dari tanah leluhur saya dan anak-cucu saya. Termasuk Hendrik Tomasoa keluar dari situ kalau dia mendukung NKRI, tetapi kalau dia sebagai orang Melanesia mendukung saya dan perjuangan kami semua, maka di berhak tinggal di situ.

Tetapi dia jangan bicara seperti orang kampungan. Dia orang tahu hukum, ahli hukum. Dia harus bicara tentang “status kebangsaan” orang Papua sebelum bicara tetang status kewargaan-negara.

Kami ada di PNG ini tanah leluhur kami orang Papua. Orang Papua punya pulau ini. Jadi siapa sibuk urus kami? Kami mau dibawa pulang ke mana? Mereka yang harus pulang ke tanah leluhur mereka. Kami sudah ada di tanah leluhur kami, pulau New Guinea.

PMNews: Pak Tomasoa bicara terkait hak orang Papua di dalam NKRI.

Gen. TRWP M. Wenda: Ya, jelas, tetapi kita tidak perlu menanggapi terlau serius tentang permintaan dia itu karena dia menutup mata sebelah dan buka sebelah mata saja. Ini orang hukum yang tidak tahu HAM. Hak kewargaan-negara, itu hak, jadi negara tidak perlu berikan. Kalau orang Papua, saya menolak menjadi WNI, maka itu hak saya. Itu bukan kewajiban orang Papua dari barat New Guinea untuk menjadi WNI. Ini hak!

Dia keliru dua kali. Pertama dia keliru karena lupa bahwa masalah utamanya ialah penghilangan hak kebangsaan orang Papua, yang berujung kepada penyangkalan dan penolakan orang Papua untuk ber-warga-negara Indonesia. Jadi, hak saya bukan-nya tidak ada tetapi saya tolak. Kedua, saya tolak berkewarga-negaraan Indonesia karena itu hak saya, bukan kewajiban saya.

Oleh karena itu, NKRI tidak usah terlalu sibuk bawa diri mau kasih kewargaan-negara kepada kami. Kami berwarga-negara West Papua, berbangsa Papua, ras Melanesia. Itu barang sudah jelas, tidak perlu dicari dan tidak perlu diberikan oleh siapapun.

Semua orang Papua yang ada di PNG itu pertama kami ada di tanah leluhur kami sendiri, walaupun tidak di dusun kami. Jadi Indonesia tidak usah terlalu pusing dengan kami. Kedua kami yang ada di PNG menolak tegas pencaplokan tanah leluhur kami oleh NKRI, dan pendudukan atas tanah air kami oleh penjajah Indonesia. Itu pilihan politik.

10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara

JAYAPURA – Sekitar 10.000 orang warga asli Papua tinggal di berbagai kampung di Negara Papua New Guinea (PNG) tidak memiliki status kewarganegaraan (stateless) dengan kondisi kehidupan yang memprihatinkan dan tidak manusiawai.

Pada umumnya warga Papua yang berada di negara PNG itu adalah orang-orang korban politik dan konflik Papua, sehingga mereka kehilangan tempat tinggal dan hak kewarganegaraan dengan hidup menderita di negari orang.

“Mereka warga asli Papua adalah bagian dari warga negara Indonesia asli Papua yang disanjung dalam Undang-Undang Otonomi Khusus yang seharusnya mendapat perhatian pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa, S.H., anggota Komisi A DPR Papua dalam Sidang Paripurna DPR Papua, Kamis (16/10) Pihaknya meminta kepada pemerintah agar, para warga asli Papua yang berada di PNG itu diberikan status kewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di PNG untuk sementara menunggu difasilitasi untuk kembali ke Papua, Indonesia.

Apabila mereka ingin tetap tinggal di PNG karena masalah politik, keamanan atau masalah lain, pemerintah provinsi Papua agar mendesak pemerintah pusat untuk membicarakan pemberian kewarganegaraan mereka dengan pemerintah PNG, agar mereka mendapat status warga Negara, sehingga satatus dan hak-hak mereka jelas di sana.

Mereka sudah tiga generasi berada disana (PNG), kalau memang mereka mau tinggal di sana, tidak apa-apa, tetapi mereka berhak mendapatkan status warga Negara PNG,” katanya.

“ Kenapa masyarakat Indonesia bisa membela TKI dan TKW serta warga Indonesia lainnya yang bermasalah di Luar negeri, seperti yang terkait kasus narkoba, pembunuhan, tetapi ada masyarakat asli Papua yang adalah bagian dari bangsa Indonesia yang terlantar di Negara PNG tidak pernah dibicarakan oleh pemerintah,”

ujar Hendrik Tomasoa.

Untuk itu, pihaknya sebagai anggota DPR Papua mendesak pemerintah provinsi Papua agar membicarakan masalah ini dengan pemerintah pusat di Jakarta, sehingga menjadi pembahasan bilateral antara Indonesia dan PNG. (loy/don)

Jum’at, 17 Oktober 2014 07:52, BinPA

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny