Logika NKRI: ULMWP, ILWP, IPWP, PNWP Apakah ini Semua Kebohongan Publik?

Logika NKRI memang tidak logis, karena logika NKRI selalu emosional, militeristik, berbasiskan fasis dan rasis. Fondasi fascis dan rasis membuat apa saja yang dikatakannya dipaksakan.

Orang Papua dipaksa menerima Pepera 1969 di West Irian sebagai sebuah fakta sejarah yang disetujui oleh PBB, oleh karena itu orang Papua terima saja.

Orang Papua dipaksa menerima kekejaman Soeharto sebagai sebuah sejarah kelam, tetapi tidak perlu diutak-atik, semuanya sudah lewat, kini Jokowi sudah, jangan ungkit-ungkit masa lalu.

Orang Papua dipaksa melupakan berbagai kasus pembunuhan yang telah terjadi di Tanah Papua sejak NKRI menginvasi secara militer sejak 1 Januari 1962 dan disetujui PBB sejak 1 Mei 1963.

Orang Papua dipaksa untuk mengikuti logika NKRI bahwa laporan pelanggaran HAM oleh Komnas HAM RI, oleh Komisi HAM PBB, oleh Pelapor Khusus Komisi HAM PBB, oleh Perdana Menteri Vanuatu, oleh Perdana Menteri Solomon Islands sebagai “orang-orang yant tidak tahu tentang Papua”. Alasannya karena Jokowi sekarang sudah mengunjungi Papua delapan kali. Tidak menyebutkan dampaknya, karena orang Papua masih dibunuh terus. Jokowi punya kekuatan apa di dalam tubuh militer dan polisi Indonesia?

Kini orang Papua dipaksa untuk menerima logika sesat, bahwa ULMWP, IPWP< ILWP, PNWP, TRWP, dan semua keputusan PIF, MSG dan Westminster Declaration, Deklarasi Port Vila, semuanya dikatakan oleh NKRI sebagai “bohong”, “memprovokasi”, “tipu-tipu cari makan”.

KNPB tidak perlu bicara, NKRI tidak perlu bicara, “Tanyakan saja kepada rumput yang bergoyang: Apakah MSG itu real? Apakah PIF itu bohong? Apakah dukungan parlemen Inggris itu mimpi?” Apa artinya real, apa artinya mimpi, apa artinya bohong, apa artinya realitas.

Mohon maaf sekali, pertanyaan sangat tolol ini harus kita ajukan, dalam rangka meluruskan logika kita tentang logika sesat yang dikebangkan oleh NKRI bahwa apa yang dilakukan oleh KNPB, PNWP, ULMWP, TRWP, dan FWPC adalah bohong. Kita tidak usah saling menyalahkan, fakta, realitas, sejarah menunjukkan benar-tidaknya semuanya ini. Boleh-boleh saja NKRI sebagia penjajah menganggap semua ini kebohongan, tetapi manusia di muka Bumi tidak sebodoh orang Indonesia. Manusia selain orang Indonesia di dunia ini sangat mutalhir dalam pengetahuan mereka, Mereka tidak perlu diajar, tidak perlu disangkal atau di-approve, secara real-nya mereka membuktikan dirinya sendiri.

Hai NKRI, jangan buang-buang waktu dan tenaga mengatakan sebuah fakta sebagai kebohongan, supaya kita tidak usah malu nantinya menelan ludah sendiri.

Logika NKRI: London, Canberra, New York Mendukung Keutuhan NKRI?

Logika NKRI: London, Canberra, New York Mendukung Keutungan NKRI, kok Bukan Port Numbay, bukan Manokwari, bukan orang Papua, tetapi orang asing, negara asing, kota asing yang mendukung NKRI?

Lantas mereka mendukung keutuhan NKRI di Tanah mana dan atas bangsa mana?

Sesuatu yang sekali lagi, “Aneh tapi nyata!” Sungguh aneh, tetapi itu menjadi kenyataan dalam retorika dan logika politik NKRI. Pertanyaannya sekali lagi,

Masa yang menjajah NKRI, yang dijajah West Papua, tetapi yang mengakui London, Canberra, dll?

 Ah, yang benar aja, to mas, to mBak! Kok ngawur gitu lho!

Ngawurnya apa?

Pertama, ngawur karena yang menjajah bangsa dan Tanah Papua itu NKRI, tetapi NKRI selalu keliling dunia tanya, “Kamu mengakui nggak, penjajahan saya atas West Papua? Jadi, yang menjajah negara lain, yang dijajah negara lain, yang disuruh mengakui penjajahan negara lain?

Apa artinya drama ini?

Arti langsung dan paling sederhana ialah, bahwa NKRI sebenarnya “Tidak mengakui bahwa ia sedang menjajah dan menduduki Negara West Papua!” makanya dia harus lari ke sana-kemari minta konfirmasi.

Kedua, , ngawur karena “NKRI tidak tahu kalau West Papua itu ibukotanya Port Numbay, bukan London, bukan Canberra, bukan New York!”.

Kalau kita lihat perilaku Indonesia, yang menjajah West Papua dengan ibukota Port Numbay, tetapi sibuk bolak-balik London mempertanyakan status West Papua di dalam NKRI, maka dapa disimpulkan NKRI ada kena penyakit geger otak, salah ingatan, disorientasi, sehingga tidak tahu apa, di mana dan bagaimana?

Masa menanyakan “Apakah West Papua tetap di dalam NKRI kepada bangsa lain?“, Tanyakan saja dong kepada orang Papua, di West Papua. Kalau berani, “Lakukan referendum, tanyakan secara demokratis, kepada selurh Rakyat West Papua”. Katanya NKRI itu sebuah negara modern dan demokratis, kok bertanya tentang nasib sebuah bangsa dan wilayah West Papua kepada bangsa dan wilayah lain? Ini demokrasi jenis apa? Demokrasi keturunan dari mana?

Ketiga , ngawur karena dengan terus bertanya kepada negara luar tentang keutuhan NKRI, sebenarnya NKRI sedang menggenggam bara api di tangannya sendiri, dan pada akhirnya NKRI tidak akan sanggup lagi, karena tangannya akan terbakar kalau kelamaan.

“Politik tidak mengenal teman abadi dan mush abadi!” Ini slogan yang umum di Indonesia saat ini, bukan?

Apakah Indonesia punya antisipasi, kapan London, New York dan Canberra akan mengatakan “Indonsia angkat kaki dari Tanah Papua?” Ataukah NKRI berdoa dan berpuasa agar mereka tetap mengakui West Papua bagian dari NKRI sampai kiamat, sesuai rumus “NKRI Harga Mati”?

Kapan NKRI akan turun ke Tanah Papua, kepada bangsa Papua, dan bertanya secara jujur dan gentlemen, “Apakah West Papua bagian dari NKRI?” Kalau takut, jangan bikin diri berani tanya kepada orang lain.

Katanya “Suara Rakyat itu Suara Tuhan, lalu kenapa rakyat Papua tidak pernah ditanyai pertanyaan yang sama yang diajukan kepada negara-negara asing?” Takut malu kali ya? Ahhh, nggak usah malu-malu, kan udah ketahuan Anda berbohong!

Oh, ataukah “Suara London, Suara Canberra, dan Suara New York itu yang suara Tuhan?” Nah, kalau begitu, bagaimana kalau seandainya mereka ikut rumus tiada kawan abadi dan tiada mush abadi lalu bilang, “NKRI out from West Papua?”, kan akhirnya harus mengaku juga

 London, Canberra, New York TIDAK LAGI Mendukung Keutuhan NKRI, bukan?

Keempat, dan seterusnya cari sendiri aja deh, kokh kekurangan orang lain kita kasih tahu semua malah lama-lama kita balik memperbaiki mereka lagi! Konyol akhirnya!

Argumen NKRI: Pepera Sudah Final?

Argumen NKRI: Pepera Sudah Final? ini sama saja dengan mengatakan kembali kepada Belanda, “Dutch East Indies sudah final” karena itu Indonesia merdeka sebuah kesalahan!

Demikianlah adanya: memang pembagian wilayah penjajahan di antara para penjajah lainnya seperti Belanda, Inggris, Portugis dan Perancis di Asia dan Pasifik telah dilakukan berdasarkan pengakuan dan perjanjian internasional, yaitu sebuah proses hukum dan politik yang “Sudah Final”.  AKAN TETAPI mengapa kok akhirnya “Indonesia Medeka?”, mengapa akhirnya “Malaysia Merdeka?”, mengapa akhirnya “Singapura merdeka dari Malaysia?” dan “mengapa Brunai dilepaskan dari Malaysia dan Singapura?” “Mengapa British Papua dan German New Guinea yang sudah diakui dngan perjanjian internasional yang final kemudian digabungkan lagi ke dalam sebuah negara bernama Papua New Guinea?”

Pertanyaan lebih besar lagi,

  1. Mengapa Amerika Serikat merdeka dari Inggris, padahal sudah ada perjanjian dan pengakuan internasional tentang “New World” itu sebelumnya?
  2. Mengapa Inggris harus keluar lagi dari Uni Eropa, padahal dunia sudah mengakui secara hukum, politik, sebagian ekonomi bahwa United Kingdom adalah anggota dari Uni Eropa?
  3. Mngapa Montenegro merdeka dari uni Serbia-Montenegro, padahal kedua wilayah sudah mengikat perjanjian dan diakui secara internasinal?
  4. Mengapa dan mengapa…..,

Banyak sekali jawaban atas “mengapa…” ini menunjukkan dengan mudah dan gamblang kepada kita bahwa “TIDAK ADA KATA FINAL DALAM POLITIK DAN DIPLOMASI INTERNASIONAL”.  Di dalam perselingkuhan politik NKRI saja kita saksikan “Golkar, PDIP, Demokrat, PKS, dll: sekarang berkoalisi, besok berpisah, besok berpisah, lusa berkoalisi lagi. Jadi, politik lokal, politik nasional dan poltik internasional, semuanya adalah politi. Dan politik itu tidak pernah ada sejarah teman abadi dan musuh abadi. Politik itu yang menyebabkan West Papua dikorbankan. Politik itu yang menyebabkan Papua dan New Guinea dipisahkan. Dan politik pula yang menyebabkan Papua dan New Guinea digabung menjadi satu negara. Politik itu pula-lah yang menyebabkan West Papua harus melepaskan diri dari NKRI.

Pepera Sudah Final adalah Wacana Penyesatan Akal Sehat dan Nalar Manusia Indonesia

Wacana “Pepera Sudah Final” adalah bahasa militer, sikap arogan, menunjukkan perilaku NKRI yang memaksakan kehedak negara terhadap demokratis, yang militeristik dan diktatorial. Sebuah proses politik, sebuah hasil demokrasi tidak pernah dianggap sudah final, karena ia selalu berubah, berkembang, beradaptasi dengan perkembangan terkini, menciptakan kawan dan lawan baru, mencari keseimbangan politik, hukum dan sosial dalam rangka mencari peluang dan mempertahankan kekuasaan.

Kalau Pepera sudah Final, tidak mungkin orang-orang bodoh di Australia, Amerika Serikat, Inggris di sana, tidak mungkin politisi bodoh di dunia barat mendukung perjuangan kemerdekaan West Papua.

Jadi, “Yang bodoh sebenarnya siapa?” dan “Siapa yang membodohi siapa?” Bukanlah ini pendidikan politik yang salah besar?

NKRI membodohi dirinya sendiri, karena dirinya sendiri merdeka dari sebuah perjanjian yang final dilakukan oleh penjajah Belanda tentang Duch East Indies, bukan?

NKRI membodohi dirinya sendiri karena tidak berani mengakui realitas politik global, di mana banyak proses demokrasi sedang berlangsung, dululnya menjadi anggota Uni Eropa bisa berubah menjadi non-Anggota Uni Eropa, bukan?

NKRI sepertinya berlogika di luar logika sehat, bukan?

Apakah ini sesuatu yang membanggakan, atau memalukan? Untuk saya bukan orang Indonesia, jadi paling tidak saya hanya rasa geli dan jijik melihat betapa picik nalar politik NKRI.

Argumen NKRI: Ide Papua Merdeka Sudah Tidak Relevan Lagi

Kalau sudah tidak relevan lagi, maka apa yang tetap relevan “NKRI Harga Mati?” Sangat tendensius, rasis dan fascis? Mengapa Melayu-Indonesia boleh merdeka tetapi Melanesia-Papua sudah tidak relevan lagi bicara Papua Merdeka?

Sangat ketinggalan zaman dalam konsep berpikir, karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa, seperti ditulis sendiri oleh NKRI di dalam UUD 1945 mereka. Buktinya Inggris saja baru kemarin merdeka dari Uni Eropa. Merdeka bukan barang haram, bukan barang baru! Kalau haram, mengapa Indonesia merdeka dari Belanda? Kalau sudah bukan zamannya, mengapa Inggris sudah merdeka dari Uni Eropa, mengapa Skotlandia bicara referendum? Mengapa Irlandia Utara bicara referendum kemerdekaan? Siapa yang sudah tidak relevan: NKRI dengan segala dalilnya, ataukah ide Papua Merdeka?

Pada tahun 2000, pernah beredar di kalangan Aliansi Mahasiswa Papua (waktu itu organisasi Pemuda lain tidak ada di Tanah Papua), hanya ada TPN/OPM dan AMP.  Isu yang disebarkan oleh intelijen NKRI itu mengatakan bahwa akhir tahun 2000 ialah batas terakhir PBB berikan izin kepada seluruh bangsa di dunia untuk merdeka dari penjajahan. Kalau lewat dari tahun 2000, maka tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang akan didengarkan kalau berbicara kemerdekaan.

Akibatnya apa?

Theys Eluay dkk kebakaran jenggot! AMP kelabakan! TPN/OPM turun ke kota Port Numbay per tanggal 1 Desember 2000.

Ternyata apa? Enembalas tahun kemudian, tahun 2016, Inggris merdeka dari Uni Eropa. Ternyata pada tanggal 21 Mei 2006, Serbia dan Montenegro berpisah, karena Montenegro menyatakan diri merdeka.

Jadi, “Kapan tidak relevannya?” Siapa bilang “tidak relevan lagi?”

Bukankah ini sebuah retorika kampungan? Bukankah ini logika kanak-kanak? Apalagi, kalau ada orang Papua percaya degnan logika kanak-kanak dan kampungan ini, maka mereka lebih buruk daripada kampungan dan kanak-kanak.

Apakah Indonesia Akan Merebut Hati Negara-Negara Di Kawasan Pasifik?

DIHAI MOMA PAGOUDA 11:29:00 PAPUA DALAM NKRI

Jawabannya “Sudah terlambat bagi negara ini membangun nasionalisme Indonesia untuk orang Papua. Sudah terlambat pula Indonesia meyakinkan  orang Papua bahwa negara ini milik bersama.” 

Saat ini generasi muda Papua telah mengetahui wajah asli negara ini dari topeng yang membalut wajah Indonesia sejak puluhan tahun silam.

Perjuangan kemerdekaan West Papua telah melangkah maju dari posisi sebelumnya. Saat ini West Papua di bawah payung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) telah menjadi anggota peninjau (observer) dalam organisasi regional di wilayah Pasifik Selatan. Bukan mustahil, sebentar lagi ULMWP akan menjadi anggota penuh dalam forum beranggotakan lima negara Melenesia itu.

Perjuangan kemerdekaan West Papua melalui jalur politik di kawasan Pasifik Selaan akan memberi jalan yang pasti untuk Papua Merdeka. Selain itu, dukungan dari forum gereja pasifik dan berbagai organisasi pemerintah maupun non-pemerintah dari berbagai negara terus bertambah. Meningkatnya dukungan ini sudah pasti membuat negara Indonesia sebagai penjajah atas Tanah Papua panik.

Bagaimana dengan Indonesia?

Kemajuan perjuangan kemerdekaan West Papua merupakan sebuah ancaman besar bagi negara ini. Beberapa tahun belakangan negara ini mulai menyadari pentingnya hubungan Indonesia dengan negara-negara  di wilayah Pasifik Selatan. Indonesia mulai membuka mata dan mendekati negara-negara pasifik selatan.

Sebelum dan sesudah ULMWP diterima sebagai anggota Obeserver di MSG. Indonesia melakukan pendekatan ekstra terhadap negara-negara Pasifik Selatan. Perdekatan ini dapat dilihat dari kunjungan menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi, kunjungan Jokowi, dan Menko Polhukam Luhut B Panjaitan.

Negara ini betingkah maju dan beruang diwilayah Pasifik Selatan. Padahal utang luar negeri Indonesia tahun ini  mencapai Rp 4.234 Triliun (CNN Indonesia). Bukan hanya itu masyarakatnya menangis di pinggiran jalan demi sesuap nasi. Rasanya bagi Indonesia persolan internal bukanlah ukuran untuk tampil mewah dihadapan negara-negara Pasifik Selatan khususnya di Negara-negara Melaneia. Saat ini bagi Indonesia lebih penting mengorbankan ratusan miliyar untuk berdiplomasi ke wilayah itu, dari pada melunasi utang negara yang terus melonjak dan memberi makan kepada rakyatnya yang menangis, mengemis, menyundalkan diri di dalam negerinya dan menjual buruh kasarnya ke luar negeri.

Hal ini dapat dilihat dari tindakan Indonesia beberapa tahun lalu. Dengan dalil membantu pembangunan Regional Police Academy Melanesian Spearhead Group (MSG) Indonesia memberikan dana sebesar USD $500,000. Bantuan itu diberikan langsung kepada PM  Fiji  Frank Bainimarama yang saat itu menjabat sebagai ketua MSG  periode 2011-2013.

Sayangnya masyarakat di negara-negara itu telah mengetahui siapa Indonesia dan bagaimana perilakunya terhadap orang Melanesia di West Papua. Setiap kunjungan selalu saja dihadapakan pada aksi protes yang membuat para pemimpin di wilayah itu mati langkah.

Pada tanggal 28 Februari 2015 menteri luar negeri Retno L.P.Marsudi mengunjugi Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Fiji. Saat berkunjung Indonesia mengeluarkan miliyaran rupiah untuk menutupi dukungan negara-negara Melanesia terhadap perjuangan kemerdekaan West Papua. Kunjungan menteri luar negeri ini pun diprotes oleh  masyarakat sipil Solomon. Berikut seperti di kutip tabloidjubi.com dari Solomon Star.

“Kita tidak punya apa-apa terhadap kunjungan ini tetapi kami mau pemerintah mengangkat isu Papua Barat ketika menlu Indonesia tiba di sini,” kata juru bicara Kepulauan Salomon Untuk West Papua  Ronie.

Selain itu  presiden Jokowi yang benjung ke PNG pada bulan Maret 2015 disambut aksi protes dari masyrakat PNG. Dalam kunjungan itu Indonesia dan PNG membahas peningkatan perhatian terhadap  batas-batas wilayah kedua negara.

Selain membahas masalah keamanan di perbatasan kedua negara. Masyarakat PNG menilai Indonesia menggunakan  jutaan dolar AS untuk melemahkan dukungan PNG terhadap perjungan rakayat West Papua untuk bergabung dalam negara-negara  anggota MSG. Berikut kutipannya dari tabloidjubi.com.

“Kami tahu diplomasi 20 Miliar rupiah yang diberikan oleh menteri luar negeri Indonesia. Sekarang Presiden Indonesia datang menjelang pertemuan Melanesia tanggal 21 Mei nanti untuk memaksakan keberuntungannya,” kata Kenn Mondiai, Direktur PwM. Selasa (12/5/2015).

Pada tahun yang sama Indonesia memberikan bantuan kemanusiaan berupa uang dan barang kepada  korban  bencana angin topan di Vanuatu senilai US$2 juta. Sayangnya dalam kondisi bencana pun masyarakat Vanuatu tidak berhenti melontarkan protes atas tingkah Indonesia yang mencari kesempatan dalam kesempitan. Berikut saya kutip dari kompas 7/4/15.

Dari proses panjang perjuangan Papua melalui jalur Pasifik Selatan. Setiap kunjungan Indonesia hampir tidak pernah luput dari  protes masyarakat sipil di negara-negara itu. Hasilnya, dari kelima negara Melanesia. Indonesia  memfokuskan pendekatannya ke negara Fiji dan PNG. Belum puas dengan aksi protes tersebut. Saat ini  Indonesia mengutus Menko Polhukam. Dalam kunjungan  kali ini Luhut mengaku membawa surat  dari presiden Jokowi kepada Perdana Menteri (PM) Fiji. Berikut seperti dimuat Antaranews.com

“Saya juga membawa surat Presiden Joko Widodo untuk Perdana Menteri Fiji J.V.Bainimarama.

Selain itu kata dia (Menko Polhukam) dalam kunjungan kali ini juga sekaligus memberikan bantuan kepada Fiji sebesar  lima juta dolar Amerika  untuk proses rehabilitasi  dari badai tropis Winston yang menimpa Fiji belum lama ini. Bukan hanya itu Indonesia juga turut mengirim  TNI AD  untuk mempercepat proses rehabilitasi.

“Di atas kemiskinan rakyatnya dan utang luar negeri  yang mencapai Rp 4.234 Triliun. Negara yang selalu berlaku pintar ini mengeluarkan sekian rupiah untuk mengahadapi  orang Papua yang bodoh dan terbelakangan.

 

Apa Saja Hasil Yang Dicapai Indonesia?

Sejak awal perjuangan Papua melalui Pasifik Selatan khususnya di negara-negara Melanesia. Dari kelima anggota negara MSG: Papua New Guinea dan Fiji menunjukan kedekatan mereka pada  pemerintah Indonesia. Saat ini Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan sedang berada di Fiji dan selanjutnya akan berkunjung ke PNG. Hal ini menunjukan  kedua negara ini berada di dalam genggaman Indonesia.

Indonesia berhasil merebut dukungan pemerintah Fiji dan PNG dalam kubu MSG untuk perjungan kemerdekan West Papua. Sementara Vanuatu, Solomon dan Kanaki berada di pihak  para pejuang West Papua (ULMWP).

Keberpihakan itu bisa dilhat dari kunjungan Menko Polhukan di kedua negara tersebut. Kedatangan Luhut disambut hangat oleh  perdana menteri Fiji. Selain itu Kubuabola sebagai PM Fiji menunjukan niatnya untuk mendukung Indonesia dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh di MSG.

“Dalam pertemuan tersebut Perdana Menteri Kubuabola mengatakan niat pemerintah Fiji untuk mengusulkan agar status Indonesia di MSG dapat ditingkatkan dari anggota asosiasi menjadi anggota penuh, yang akan memperkuat posisi Indonesia di kelompok negara-negara Melanesia tersebut. Antaranews.com (1/4/2016)”

Dukungan itu baru datang dari PM  Fiji. Bukan tidak mungkin besok pemerintah PNG  juga turut mendukung Indonesia menjadi anggota penuh di MSG. Persoalan yang akan lahir dari proses ini, negara-negara anggota MSG akan terbagi. Indonesia secara perlahan akan menghancurkan ikatan kekeluargaan di dalam tubuh MSG.

“Perlu diketahu sejak Indonesia menjadi anggota asosiasi sampai dengan Mei 2015. Indonesia telah melakukan kerjasama teknis untuk peningkatan kapasitas dengan negara anggota MSG sebanyak 130 program yang diikuti oleh 583 peserta”

 

Bagaimana Dengan Hasil yang Dicapai ULMWP?

Satu tahun lalu semua organisasi  perjuangan kemerdekaan West Papua  bersatu di bawah payung ULWP. Mereka (masyarakat West Papua) menyatukan pandangan dan  pendapat  untuk memperjuangkan kemerdekaan West Papua. Hasil dari bergabungnya rakyat West Papua ini membuat ULMWP diterima sebagai aggota Observer di dalam organisasi regional negara-negara Melanesia.

Seperti disinggung di atas dari kelima negara anggota MSG,Vanuatu, Solomon,dan Kanaki  selama ini memperlihatkan dukungannya dalam perjungan kemerdekan West Papua. Dari ketiga negara ini  Vanuatu  tidak dapat diragukan lagi. Hal ini karena negara itu merupakan satu-satunya negara di dunia ini yang medukung kemerdekaan West Papua secara resmi. Vanuatu tetap memegang amanah dari pendiri negara Vanuatu pastor Father Walter Lini  yang bertekad untuk terus berjuang membebaskan semua orang Melanesia dari penjajahan.

Vanuatu is not free until all Melanesia is free”

Selain itu PM Solomon, Hon Manasye Sogavare di masa kepemimpinannya memperlihatkan dukungan dan perhatiannya untuk West Papua. Hal ini tercermin dalam pidatonya pada  KTT MSG Ke-20 maupun dalam sidang Majelis Umum PBB Ke-70 pada tahun 2015 lalu. Di PBB Sogavare berpidato mengenai perlunya penyelesaian dan tinjauan masalah Ham di West Papua.

Sebelumnya dalam KKT MSG ia juga turut mendorong ULMWP menjadi anggota observer. Dalam kesempatan itu ia pernah menyampaikan. Dukungannya bukan karena keinginan seorang menteri tetapi keingingan rakyat Solomon. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan saya hanya meneruskan mandat rakyat kepulauan Solomon, yang memilih saya menjadi Perdana Menteri.

“Ini bukan semata-mata kehendak seorang perdana menteri. Ini kehendak rakyat Kepulauan Solomon, yang memilih saya sebagai pemimpin mereka. Ini mandat rakyat Kepulauan Solomon,” (TabloidJubi.com)

Sejak ULMWP  diterima sebagai anggota observer di MSG. Organisasi ini  terus melebarkan sayap diplomasinya di wilayah Pasifik Selatan. Sejak awal sepak terjangnya mulai membuahkan hasil . Misalnya  dalam KTT ke-46  Pacific Islands Forum (PIF) yang berlangsung  pada  7 – 11 September 2015 di Port Moresby, Pelanggaran HAM di Papua Barat menjadi salah satu agenda yang harus di bahas dalam forum tersebut.

Bukan hanya itu di wilayah Pasifik Selatan Persekutuan Gereja-Gereja dan organisasi non pemerintah turut mendukung perjuangan kemerdekaan West Papua. Dukungan yang terus bertambah akan mendongkrak  posisi ULWP dalam MSG untuk seposisi dengan Indonesia yang saat ini berstatus sebagai anggota Asosiasi. Bahkan beberpa tahun lagi organisasi penyambung lidah rakyat West Papua itu, akan menjadi anggota penuh di MSG

Suka tidak suka beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota penuh di MSG. Posisi itu akan  mempermudah West Papua untuk  menjadi  anggota Forum Lepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum – PIF).

Selain itu keanggotaan penuh ULWP di MSG merupakan jalan awal menuju kemerdekaan West Papua sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Hal ini karena secara kelembagaan, MSG dilindungi oleh PBB berdasarkan “Agreed Principles of Cooperation Among Independent States of Melanesia”. yang ditandatangani di Port Vila pada 14 Maret 1988. Forum ini  telah sah sebagai badan resmi PBB di bawah Pacific Islands Forum (PIF) .

Setelah masuknya West Papua sebagai anggota penuh di MSG, melalui  ULMWP  West Papua akan bergabung ke dalam PIF dan selanjutnya akan membuka jalan bagi West Papua untuk membawa tuntutan rakyat West Papua ke tingkat PBB untuk mendapatkan kemerdekaan penuh, Referendum, atau  mendesak Komite Dekolonisasi PBB untuk mengembalikan Nederand Niuew Guinea/West Irian/ West Papua dalam daftar dekolonisasinya untuk selanjutnya di berikan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat West Papua.

Dari proses yang dirancang ULMWP ini  memperlihatkan. Generasi Pejuang Papua saat ini tidak  dapat di bujuk dengan iming-imingan negara yang sejak puluhan tahun digunakan oleh Indonesia.

“Apakah akan terbukti perkataan negara selama ini yang selalu melihat orang Papua bodoh, terbelakang, dan  tertinggal . Bisa jadi senjata makan tuan. Orang Papua akan berjuang melawan negara yang pintar ini dengan kedewasaan, pengetahuaan, dan strategi yang terpelajar”

Apa masalah yang akan terjadi di Pasifik?

Kesadaran  Indonesia akan lemahnya diplomasi di wilayah Pasifik Selatan membuat Indonesia terus menaikan tensi diplomasinya. Kita sepakat ULMWP menyadarkan  pemerintah Indonesia akan  lemahnya hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan. Berkat ULMWP saat ini  Indonesia menempuh berbagai macam cara untuk merebut hati negara-negara di kawasan Pasifik Selatan. Dari barang sampai uang menjadi harga yang harus dibayar.

“Seharusnya Indonesia berterimakasih kepada orang Papua, karena telah mengingatkan kelalaiannya yang selama ini selalu memandang orang Papua itu bodoh dan tertinggal

Kesadaran akan kelemahan mereka  membuat negara ini hadir sebagai serigala  berbulu domba di tengah  negara-negara di Pasifik Selatan. Langkah pertamanya pada tahun 2015 lalu negara ini mengaduh domba negara-negara Melanesia. Sebut saja PM Vanuatu yang tidak hadir saat KKT MSG ke20 karena  dilanda  masalah internal yang menyeret PM Vanuatu Monas Kalosil dan Joe Natuman yang notabanenya mendukung penuh perjuangan Papua Merdeka.

Kasus  ini bisa dibilang masalah internal Vanuatu, tetapi bisa jadi  kasus itu permainan negara ini untuk melemahkan dukungan kepada West Papua dalam KTT  MSG waktu itu. Hal ini kita semua tahu waktu itu Vanuatu merupakan  salah satu negara yang vokal dan secara resmi mendukung Papua Merdeka dan masih berlangsung sampai saat ini.

Selain itu seperti penjelasan awal, lelima negara anggota MSG sendiri  dari awal terbagi. Pemerintah  PNG dan Fiji lebih memihak kepada Indonesia. Sedangkan Vanuatu, Solomon Island, dan Kanaki lebih memihak ke West Papua. Ini artinya jika nanti Vanuatu dan Solomon Island di adu-domba oleh negara ini dan kepemimpinannya beralih ke tangan orang yang pro Indonesia, maka sudah pasti Indonesia akan menjadi anggota penuh di MSG. Setelah itu Indonesia  akan berjaya dalam Forum itu untuk menekan ULMWP yang menjadi penyambung lidah rakyat West Papua.

 

Apa Solusi Bagi Rakyat West Papua Khususnya ULWP ?

Rakyat Papua umumnya dan khusunya ULWP harus mengetahui tak-tik yang digunakan negara ini. Pendekatan pasti yang akan digunakan negara ini di wilayah Pasifik Selatan ada empat. Uang, barang, SDM, dan diplomasi.

Keempat poin ini sangat ampuh untuk melemahkan negara-negara di wilayah pasifik. Hal ini mengingat beberapa tahun terakhir negara-negara tersebut dilanda bencana alam. Selain itu  pengaruh pemanasan global  yang saat ini berdampak di wilayah Pasifik Selatan, sehingga mengakibatkan naiknya air laut dan menenggelamkan beberapa pulau di Pasifik Selatan.

Kita juga  harus mengingat dalam KTT Ke-46  negara-negara Forum Kepulauan Pasifik membahas beberapa persoalan. Perubahan Iklim, Kanker Serviks, Teknologi Informasi, dan pelanggaran HAM di West Papua. Poin-poin masalah ini, sasaran empuk bagi negara ini  untuk bertingkah  pahlawan kepada negara-negara Pasifik Selatan.

 

“Peningkatan  kepentingan Indonesia dengan upaya meringankan beban kebutuhan negara-negara Pasifik Selatan merupakan metode utama negara ini”

Hal ini digunakan Indonesia karena negara ini tahu. Jika mengutamakan ancaman  maka  masalah yang akan timbul lebih rumit. Mengingat Forum-forum resmi di pasifik seperti MSG dan PIF berada langsung di bawa pengawasan PBB.

Dari asumsi pribadi yang menganggap negara ini akan menggunakan empat pendekatan di wilyah Pasifik, sebagaiman yang disingung pada bagian atas  artikel ini. Saya akan berspekulasi untuk memberikan solusi yang  menurut anggapan pribadi dapat di manfaatkan untuk menangkal Indonesia.

Pertama pergerakan ULMWP di wilayah Pasifik Selatan sejauh ini menurut saya sangat baik. Sangat baik sebab para pemimpin ULWP menggunakan metode diplomasi multiarah. Artinya mereka (ULMWP) berdiplomasi bukan hanya di kalangan Pemerintahan dan pejabat negara yang memangku kepentingan dan keputusan. Tetapi menyentuh hingga ke organisasi pemerintah dan non pemerintah. Seperti lembaga masyarakat, agama, akademisi, musisi, masyarakat awan dan lainya.

“Jika kita bandingkan  dengan metode  diplomasi yang digunkan Indonesia maka negara ini hanya menggunakan diplomasi satu arah. Soalnya negara ini tidak lagi dipercaya oleh rakyat di Pasifik Selatan.”

Diplomasi  yang digunakan Indonesia hanya menyentuh dikalangan para elit dalam pemerintahan. Memang benar para pemimpin negara-negara  Pasifik Selatan memiliki tanggungjawab untuk membangun dan mengambil keputusan, tetapi semakin banyak masyarakat Pasifik Selatan yang paham dengan tangisan orang Papua. semakin besar pula-lah  pertimbangan para pemimpin negara-negara di Pasifik Selatan dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan West Papua.

Dengan demikian poin ini dapat disimpulkan diplomasi multi arah yang di gunakan ULWP sangat baik . Hanya butuh peningkatan dan perluasan.

Kedua uang memang segalanya, tetapi kebenaran akan menang atas uang. Apapun masalahnya jika ULMWP berada di jalan yang di kehendaki rakyat Papua. Beberapa tahun kedepan West Papua akan menjadi anggota tetap dalam kedua forum yang di singgung pada bagian atas artikel ini. Selanjutnya akan mempernudah dan mempercepat pencapaian kemerdekaan West Papua yang diperjuangkan.

Ketiga bukan tidak mungkin para anggota ULWP akan menjadi sasaran empuk dari negara ini. Dalam artian, Indonesia akan kembali menggunakan pendekatan klasiknya terhadap orang Papua. Uang, jabatan, dan kekayaan akan menghampiri mereka (pemimpin ULMWP). Dari empat tawaran itu jika tidak di respon, nyawa pula yang akan menjadi taruhannya. Kita semua tahu kasus seperti ini dari  pembunuhan Theys, Mako Tabuni, Arnol Ap, Kelly Kwalik dan masih banyak lainya.

Dalam persoalan  ini saya yakin,  para senior yang memimpin  ULMWP. Mereka lebih mengerti, lebih paham, dan lebih mengetahui sikap dan pendekatan negara ini. Apa pun kondisinya, saya peracaya  West Papua akan lepas secara damai. Hal ini akan menjadi jawaban dari anggapan Jakarta yang selalu menstigma orang Papua dengan, bodoh, terbelang, konsumtif dan sebaginya.

Orang Papua tidak seperti yang di anggap Jakarta, bodoh dan terbelakang. Hanya ruang untuk orang Papua berkembang sajalah yang  selalu ditutupi. Mari kita buktikan Papua akan merdeka dengan damai dan bermartabat. Bukan dengan peperangan.

KAKA-KAKA PENGURUS ULMWP KAMU BIKIN AHH.. BILA PERLU KASIH MENANGIS ORANG SOMBONG TU !!!

 Setelah membaca artikel ini. Apa pendapat anda?

 

Sumber:

  1. http://www.dihaimoma.com/2016/04/apakah-indonesia-akan-merebut-hati.html
  2. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160119102118-78-105232/utang-luar-negeri-indonesia-tembus-rp4234-triliun/

HUT OPM, HUT TPN/OPM atau HUT Proklamasi Kemerdekaan West Papua?

Baca semua berita yang dikeluarkan oleh kolonial NKRI, termasuk media terkemuka di Tanah Papua seperti Tabloid Jubi, Papua Pos, Bintang Papua dan Cenderawaasih Pos, setiap 1 Juli diturunkan judul “HUT OPM…”. Di media-media lainnya, ada yang mengeluarkan pernyataan “HUT TPN/OPM” dan “HUT TPN-PB”. Media yang dikelola oleh orang Papua sendiri menyatakan 1 Juli 1971 sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara West Papua.

Lalu ada yang bertanya, “Kalau begitu bagaimana dengan 1 Desember 1961″ yang sejak tahun 2000 dideklarasikan sebagai Hari Kemerdekaan West Papua?” Jawabannya sudah jelas disampaikan oleh berbagai media, 1 Desember 1961 ialah Hari Perkenalan dan Peresmian Nama Negara, Nama Bangsa dan Atribut Negara Lainnya seperti Lagu Kebangsaan, batas Wilayah dan Bendera Negara. Ini jelas-jelas bukan Hari Proklamasi Kemerdekaan.

Ada lagi pertanyaan lanjutan di sini, “Orang Papua menggunakan HUT Kemerdekaan West Papua, tetapi NKRI dan media antek mereka menggunakan istilah HUT OPM, apa artinya dan apa maksudnya?

PMNews menyadari penuh bahwa begitu manusia dirubah pola pikirnya dan disajikan dengan informasi yang selalu salah setiap saat, maka akhirnya kita menjadi terbiasa dengan yang salah dan menerima yang salah itu seolah-olah sebagai tidak salah, akhirnya bisa saja kita katakan yang salah tadi benar.

Pertanyaan berikut ialah, “Mengapa NKRI dan media anteknya gemar dan suka menggunakan OPM padahal orang Papua sendiri sudah lama tidak menggunakan OPM lagi?”

Seharusnya pertanyaan berikut yang secara pandai diperbincangkan dan ditelusuuri oleh orang Papua dan Organisasi Perjuangan Papua Merdeka  ialah “Siapa yang sebenarnya mencetuskan nama OPM dan kapan, dan di mana OPM mulai digunakan? Mengapa NKRI kok terus bertahan dengan media antek-anteknya menggunakan nama OPM, padalah orang Papua sudah punya ULMWP?” 

Orang Papua seharusnya pandai membaca apa yang dilihat, apa yang didengar, dari mana asalnya, kapan datangnya, dan di balik semua itu, apa tujuannya.

Pepera 1969 di West Irian Sudah Final Karena Disahkan oleh PBB?

Retorika NKRI bahwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di West Irian Tahun 1969 adalah Final, terbantahkan secara otomatis dan tegas setelah fenomena internasional, terutama di wilayah kerajaan Inggris muncul isu-isu referendum dari politisi Scottish Natioanl Party di Skotlandia dan Irish Republican Party di Irlandia Utara, yang para politisinya mengatakan akan menyelenggarakan referendum untuk meminta pendapat rakyat di wilayah mereka, apakah keluar dari Inggris Raya ataukah tetap tinggal dengan Inggris Raya yang telah keluar dari Uni Eropa.

Selain keluarnya Inggris (Britain Exit – disingkat BREXIT) yang jelas-jelas merupakan referendum separatis dari Uni Eropa juga menunjukkan dengan gamplang dan tidak harus dijelaskan kepada siapapun bahwa referendum ialah sebuah proses demokratis di negara demokrasi untuk menentukan pendapat rakyat.

Referendum bukan barang haram, referendum adalah wajah dari demokrasi. Semua negara yang mengaku demokratis harus menyelenggarakan referendum untuk menentukan nasib masing-masing bangsa.

Politisi NKRI di Tanah Papua, Gubernur, para Bupati, DPRP dan para DPRD di Tanah Papua seharusnya sudah sejak awal-awal ini, menyambung gelombang referendum-referendum ini, mempersiapkan agenda-agenda seperti referendum untuk menentukan sikap rakyat Papua, secara khusus Orang Asli Papua terkait dengan berbagai isu, misalnya

  1. Sikap dukungan atau penolakan Orang Asli Papua terhadap UU Otsus Plus yang diajukan oleh Gubernur Lukas Enembe, Ketua DPRP dan Ketua MRP;
  2. Keberhasilan Otonomi Khusus di Tanah Papua sejak tahun 2001 hingga tahun 2016;
  3. Menerima/ Menolak Pendudukan NKRI di Tanah Papua.

Negara demokrasi, yang mengaku menjunjung tinggi HAM, yang mengaku menuju proses demokratisasi, secara otomatis, dan secara naluri pasti sadar bahwa referendum ialah bagian tak terpisahkan dari proses demokrasi dalam menentukan pilihan rakyat.

Referendum bukan barang haram, referendum bukan agenda separatis, referendum ialah agenda demokrasi, agenda modernisasi, agenda peradaban, cara bermartabat dan beradab untuk mementukan nasib, bukan dengan saling membunuh, bukan dengan saling meneror dan mengintimidasi, tetapi dengan saling mempengaruhi opini rakyat sehingga rakyat menentukan nasib mereka sendiri.

Inggris telah disahkan oleh Uni Eropa sebagai Anggotanya, diakui oleh PBB sebagai anggota Uni Eropa. Skotlandia diakui sebagai anggota Kerajaan Inggris oleh PBB. PBB juga mengakui Irlandia Utara sebagai bagian dari Kerajaan Inggris. Tetapi pengakuan PBB, pengakuan Uni Eropa itu bukanlah “Suara Tuhan”.

“Suara Rakyat, Suara Tuhan”, dalam minggu lalu Suara Tuhan katakan Inggris keluar dari Uni Eropa, maka itu telah terjadi. Minggu lalu Suara Tuhan memunculkan wacana Irlandia Utara dan Skotlandia akan menyelenggarakan referendum untuk menentukan nasib sendiri, yaitu merdeka dari Kerajaan Britania Raya atau bergabung ke Uni Eropa, yang artinya memisahkan diri dari negara Induk Inggris.

Tuntutan referendum di Tanah Papua tidak dapat ditolak dengan alasan pengakuan PBB dan salah fatal kalau dikatakan separatis. Malahan sikap semacam itu menunjukkan dengan terang-benderak betapa ketidak-tahuan, dan kalau boleh lebih jelas, kebodohan kita, tentang hakikat demokrasi. Kkalau kita katakan “Pepera Sudah Final”, maka kita membodohi makna demokrasi bagi diri kita sendiri. Pepera tidak Final dengan alasan demokratis yang jelas bahwa rakyat West Papua tidak pernah menentukan nasibnya sendiri. Dan kalaupun sudah pernah, tidak harus berarti bahwa NKRI harga mati, karena setiap bangsa, setiap pulau, setiap rumpun yang ada di dalam NKRI berhak penuh untuk menentukan nasibnya sendiri. Pengakuan PBB tidak memaksa, tidak mengikat, tidak mematikan konsep Jawa NKRI sebagai sesuatu kodrat dari Tuhan yang diwahyukan yang harus ditaati mati-matian oleh semua wilayah jajahan NKRI.

Papua Merdeka TIDAK untuk Mewujudkan Masyakat Papua yang Adil dan Makmur!

Pada bulan 10 Juni 1999, Utusan Khusus Gen. TPN/OPM Mathias Wenda ke Uni Eropa pernah ditanya oleh seorang aktivis lingkungan di Negeri Belanda, saat melakukan diskusi publik tentang perjuangan kemerdekaan West Papua

“kenapa kalian mau merdeka? saya rasa kalian lebih bagus dengan Indonesia, sebab kalau kalian merdeka, nanti banyak perang suku, dan nanti bagaimana kalian bangun kehidupan yang sejahtera sebagaisebuah negara merdeka?”

Bandingkan pertanyaan/ pernyataan ini dengan apa yang dikatakan oleh salah satu Anggota Cyber Army bentukan Menteri kolonial Indonesia Luhut Binsar Panjaitan,

Papua tra akn prnh merdeka kawan. tra usah di provokasi jg kalian su baku bunuh. Ko sering lihat to perang antar suku. Apa jadinya klo tra ada aparat keamanan. Klian mati semua baku bunuh. NKRI telah mengajarkan peradaban pda kita semua. Kalian merasa terjajah dlm hal apa ? Ekonomi ? Budaya ?atau apa kawan ? We pkir lah pake otak, ini jaman modern. Tra ada di di penjuru bumi ini yg tra merasakan hal semacam itu. Semua orang merasakan kawan. Ko pkir stelah ko merdeka, trus ko bs kaya bs sejahtera ? Ngimpi. Yg terjadi mlh sebaliknya. Dgn taraf pndidikan kalian sj tra bs bkin kalian sejahtera. Yg ada ko gantian di jajah australia dgn USA. ko lihat timor leste skarang, yg katanya lautnya kaya minyak, minyaknya su dirampas australia tanpa ada pembagian yg menguntungkan bgi timor leste. australia dong blg itu adalah harga krn tlh bantu timor leste merdeka. Dan skrang yg hrus kita lakukan adalah memikirkan caranya bgmna agar masyarakat papua itu bs sejahtera. Krna merdeka adalah hal yg mustahil [http://papuanews.id/2016/06/14/penistaan-knpb-terhadap-masyarakat-dan-mahasiswa-papua/]

Kapten TPN/OPM Amunggut Tabi sebagai prajurit yang masih dalam perjalanan pertama mengenal pentas politik global, yang baru mengenal kondisi Negeri Belanda langsung menjawab pernyataan pemuda Belanda tadi,

Saya ucapkan terimakasih kepada Anda karena mengajukan pertanyaan yang sangat penting, maha penting. Pertanyaan Anda sangat berhubungan dengan realitas yang ada di Tanah Papua, yaitu realitas yang Anda tangkap sebagai orang asing. Realitas itu adalah bahwa orang Papua rentan dengan perasng suku, dan karena itu lebih bagus dikendalikan oleh orang Indonesia, dan kedua bahwa orang Papua sendiri masih sangat primitif dan oleh karena itu lebih baik dibangun oleh Indonesia.

Kedua pandangan ini benar, tetapi ini kebenaran “asumsi” dan “reka-rekaan”. Kebenaran yang sebenar-benarnya ialah bahwa orang Papua semuanya sudah beragama, beradab, demokratis dan bermartabat. Perang suku yang terjadi seperti disiarkan di Tanah Papua adalah perang suku buatan NKRI, ciptaan mereka sendiri.

Sebagian insiden yang mereka katakan “perang suku” adalah sebenarnya perang melawan kolonialisme Indonesia. Kami tidak punya media, jadi mereka merekam dan menyiarkan perang kemerdekaan dan menyebutnya perangsuku.

Kita perlu sadari bahwa tahun 1999 itu tidak ada Handphone, tidak ada Internet seperti sekarang, tidak ada keterbukaan informasi sama sekali. Pada waktu itu Mathias Wenda adalah Panglima Tertinggi TPN/OPM, dan Amunggut Tabi hanyalah seorang Komandan Pleton yang ditugaskan ke Eropa untuk merintis pusat pergerakan kemerdekaan West Papua. Hasilnya seperti yang Anda lihat hari. Sudah hampir 20 tahun lalu.

Waktu itu Otsus Papua belum diberlakukan.

Sekarang kita simak pernyataan seorang anggota pasukan Cyber Army kolonial NKRI di situs propaganda mereka papuanws.id seperti dikutip di atas. Dia menyampaikan DUA HAL YANG SAMA, dua isu yang sama, yaitu pertama menyangkut (1) perang suku; dan (2) keterbelakangan orang Papua untuk membangun dirinya dari kemiskinan, kemelaratan, dll.

Percakapan agen NKRI ini mengemukakan dua hal yang sama, yaitu menyangkut bahaya perang suku dan bahaya kemelataran setelah Papua Merdeka.

Menanggapi kedua keprihatinan ini, Amunggut Tabi dengan santun dan otak dingin mengatakan:

Terimakasih banyak, karena apa yang dikatakan di sini merupakan realitas yang “ditangkap” oleh masyarakat internasional. Tanpa saya tahu ini, saya akan keliru menyampaian pesan dari tua-tua adat saya.

Untuk menjelaskan ini, saya perlu tegaskan bahwa perang-suku di Tanah Papua telah berakhir sejak misionaris datang dan memberitakan Injil keselamatan yang mendamaikan antara manusia dengan Tuhan, dan antara manusia dengan manusia. Sejak Raja Damai itu bertahta di Tanah Papua, tempat itu menjadi Tanah Damai. Itu realitas terkini. Gambaran yang disampaikan tadi ialah realitas tahun 1960-an, yang waktu itu dikenal Belanda sebelum meninggalkan Tanah Papua karena diusir oleh Amerika Serikat.

Per hari ini, di Tanah Papua itu yang ada ialah kedamaian, damai sejahtera di dalam hati, di dalam jiwa, di dalam komunitas, di dalam kebersamaan.

Diantara itu, hanya ada satu unsur yang tidak mau tinggal damai dengan orang Papua, yaitu ABRI, tentara dan polisi dilatih untuk berperang dan membunuh, jadi kalau ada kedamaian, mereka selalu berjuang keras menciptakan kekerasan dan peperangan, mereka selalu menikmati kematian orang Papua.

Saya tidak tahu sejak Indonesia masuk ke Tanah Papua, berapa orang Papua mati karena perang suku. Tetapi saya punya data, ini ada paper, yang tulis orang Belanda sendiri, tentang pembunuhan-pembunuhan orang Papua oleh Indonesia. Jadi, yang bikin kacau di Tanah Firdaus (Paradise Land) ialah NKRI, bukan antar suku, bukan antar orang Papua.

Kemudian Amunggut Tabi melanjutkan tentang “Adil dan Makmur” dan anggapan bahwa orang Papua tidak mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan setelah merdeka.

Perlu diperhatikan bahwa percakapan di Belanda ini terjadi hanya 2 bulan sebelum referendum Timor Leste (Agustus 1999). Oleh karena itu komentar orang Belanda tadi tidak mengambil contoh Timor Leste yangsudah merdeka, sedangkan komentar Cyber Army Indonesia pada Juni 15, 2016 menyebutkan Timor Leste sebagai contoh bahwa kemerdekaan orang Melanesia justru tidak akan memakmurkan orang Papua.

Amunggut Tabi menjawab waktu itu, dan menjawab hari ini kepada anggota Cyber Army, bahwa

tujuan akhir, dan cita-cita kemerdekaan West Papua bukan kemakmuran, bukan keadilan, bukan kekayaan, bukan kesejahteraan. Ini hanya proses menuju tujuan akhir, yaitu kehidupan yang harmonis di antara semua makhluk ciptaan Tuhan.

Keharmonisan akan hadir sendiri dengan ada keadilan, pemerataan, kebersamaan, kearifan, maka keharmonisan hadir secara otomatis.

Orang Papua tidak mau jadi kaya, tidak mengejar kekayaan. Orang Papua tidak perlu dengan emas dan perak di Tembagapura. Kalau mau, saya akan minta tua-tua Adat Papua serahkan kepada Belanda saja kalau mau, atau kepada Indonesia kalau mau, atau kepada Amerika Serikat.

Kami tidak butuh, tidak mengejar, dan tidak berdoa untuk menjadi kaya. Yang kami mau hanya satu, satu saja, yaitu NKRI keluar dari Tanah leluhur bangsa Papua.

Saya sanggup menjadi jaminan, sampai riwayat bangsa Papua berakhir, bahwa saya sanggup menandatangani perjanjian penyerahan emas dan perak dari Tanah Papua, tetapi jangan gadaikan bangsa saya ke dalam penjajahan NKRI hanya gara-gara emas dan perak itu.

Dengan mengakhiri jawaban ini, di hadapan semua orang yang mendengarkan dia langsung berdoa dengan menundukkan kepala, kepada Tuhan

Yang Tuhan Bapa di Surga, suruhlah orang Belanda, orang Indonesia, orang Amerika Serikat, untuk datang ambil emas, perak, tembaga, nikel, uranium, gas, apa saja yang ada di dalam perut Bumi Cenderawasih. Saya serahkan kepada Tuhan, supaya suruh mereka datang ambil saja. Tetapi aku mohon di dalam Nama Yesus, Raja Damai semesta alam, Tokoh Revolusioner Sentral  semesta alam dan sepanjang masa, Yesus Kristus, supaya kedamaian, kenyamanan, martabat, jatidiri bangsa Papua jangan turut dicuri dan diambil. Kami hanya mau hidup damai dan aman di Tanah leluhur kami, yang telah Kau tempatkan buat kami. Biarlah sekalian bangsa hidup di tanah leluhur mereka, dan saling menghargai, salng membantu, sebagai sesama bangsa, sesama umat-Mu. Janganlah Indonesia mengulangi kesalahan Belanda menjajah bangsa lain demi kepentingan perut: emas dan perak, mengorbankan kedamaian yang telah pernah kami miliki, dan ingin meraihnya kembali di dalam Negara West Papua. Dalam Nama Yesus, amin!

Begitu “Amin!” ternyata sang prajurit TPN/OPM telah kebanjiran air mata, tidak dapat ditahan lagi.

Setelah “Amin”, Tabi kembali tegaskan

Jadi, Papua tidak minta roti, kami minta Raja Damai bertahta di atas Tanah Firdaus itu, karena di situ tempatnya. Di sini, di Eropa, Yesus sudah ditolak mentah-mentah, banyak pelacuran, banyak narkoba, banyak kekacauan. Kemerdekaan West Papua punya warna yang berbeda, jangan samakan kami dengan negara Indonesia, jangan samakan cita-cita duniawi Indonesia adil dan makmur dengan cia-cita ilahi “keharmonisan” untuk Tanah Papua.

ULMWP dan PNWP Harus Siap Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan ini

Dari Markas Pusat Pertahanan (MPP) Terntara Revolusi West Papua (TRWP), Panglima Tertinggi Komando Revolusi, Gen. TRWP Mathias Wenda bersama Secretary-General Lt. Gen. Amunggu Tabi  mengatakan tahapan perjuagnan saat ini sudah masuk kepada “diplomasi penuh”, di dalam payung perjuangan Politik ULMWP dan perwakilan rakayt PNWP. Oleh karena itu PNWP dan ULMWP harus siap menjawab pertanyaan strategis dan penuh dengan kepentignan masing-masing pihak yang bertanya.

Amnuggut Tabi katakan, “Kalau kita jawab salah, jelas hasilnya juga salah! Selama ini orang Papua selalu jawab salah, jadi pengakuan internasional tentang deklarasi kemerdekaan 1 Juli 1971 dan deklarasi persiapan kemerdekaan 1 Desember 1961 selalu tidak diakui oleh dunia.”

Berikut petikan hasil diskusi oleh Papua Merdeka News (PMNews) dengan Lt. Gen. Amunggut Tabi (TRWP). Tatap muka ini diselenggarakan dalam rangka menyetukan langkah dan persepsi dalam pemberitaan perjuangan kemerdekaan West Papua yang telah berlangsung tanggal 1 Juni 2016 bertempat di MPP TRWP.

Papua Merdeka News sejak berdiri tahun 1999, di kota Norfolkshare, London Utara, Kerajaan Inggris Raya bertugas untuk memberitakan kebenaran dengan dasar kebenaran dengan cara yang benar dan bertanggungjawab. Tugas dan tanggungjawab ini ditegaskan dalam Surat Keputusan Panglima Tertinggi Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), Jenderal TPN/OPM Mathias Wenda dan endorsement dari Ketua OPM Revolutionary Council, Moses Weror pada tahun 2000.

Waktu itu Paduka yang mulia Jenderal TPN/OPM Mathias Wenda mengatakan

“Dunia harus tahu tentang manipulasi dan permainan politik yang dilakukan NKRI sampai-sampai Papua dicaplok dengan kekuatan militer, atas dukungan Amerika Serikat. Hal ini mereka harus tahu.

Bapak masih ada, Pepera tahun 69 kamu harus gugat. Bapak Kepala Suku yang tidur bangun dengan Sukarno di Jakarta. Bapak ikut Pepera. Bapak tahu kami ditipu. Itu sebabnya Bapak perintahkan kamu untuk sampaikan kepada dunia bahwa Pepera itu salah. Indonesia harus digugat. Amerika harus digugat. PBB harus digugat.

Kini kita ada pada tahun 2016, enambelas tahun setelah perintah ini keluar dair bibir mulut Kepala Suku Besar Suku Lani, Panglima Tertinggi TPN/OPM waktu itu, dan kini Panglima Tertinggi Komando Revolusi Tentara Revolusi West Papua.

Pada saat diskuisi dengan PMNews, Gen. Wenda menyatakan

Hampir 20 tahun lalu, saya kirim anak saya ini ke luar negeri, kasih tahu dia untuk sampaikan pesan-pesan kebenaran tentang sejarah Papua dan kebenaran tentang keinginan orang Papua saat ini. Sekarang Jeremy Corbyn yang dulu tahun 2000 mendukung kami, sekarang sudah luncurkan kampanye untuk menggungat Indonesia.

PMNews juga melaporkan tentang pemblokiran situs papuapost.com ini oleh Tentara Nasional Indonesia, maka Gen. Wenda mengatakan

hal itu wajib dan wajar, Tetapi tugas utama menyebarluaskan kebenaran dengan benar itu harus dipegang. Jangan membenci mereka, jangan pikir tentang mereka. Orang Pencuri datang dengan tujuan mencuri, dan setelah mencuri dia jarah harta-benda. Jadi jagnan pusing pikirkan tingkah-laku pencuri, karena fokusi dia mencuri dan berusaya supaya tidak ada orang yang tahu tentang pencurian yang dia lakukan.

Mereka terlambat 10 tahun lebih,di mana-mana papuapost.com itu sudah dikenal. Jadi blokir hanya di Indonesia.

Pada saat itu juga Amunggu Tabi yang duduk berdekatan di posisi yang sama, berhadapan dengan editor PMNews mengatakan.

Era pemberitaan tentang sejarah West Papua sudah berakhir dengan Deklarasi London yang menuntut PBB untuk meninjau kembali Pepera 1969, dan  perjuangan papuapost.com sebagai bibir dari OPM waktu itu sudah berhasil dengan buah-buah yang telah dihasilkan.

Dukungan sudah berdatangan dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia juga sudah ada dukungan. Dukungan dari Indonesia itu berasal dari tokoh politik, akademisi, masyarakat umum,tokoh agama, pemuda, semua sudah mendukung.

PMNews juga menunjukan kepada TRWP berbagai namadomain dan situs yang dibandun oleh NKRI lewat Cyber Army Indonesia yang bertujuan meng-counter hasil dari perjuangan PMNews, antara lain seperti

  1. facta-news.com
  2. satuharapan.com
  3. harianpapua.com
  4. harianpagipapua.com
  5. papuapos.com
  6. cenderawasihpos.com
  7. satuharapan.com
  8. papuanews.id, dan lain-lain

dan juga sampaikan tentang alamat Facebook yang mengatasnamakan Papua, Papua Merdeka dan OPM beredar di mana-mana. Menanggapi laporan itu, Gen. Tabi katakan,

Diskusi juga membahas kehadiran ULMWP, PNWP dan ILWP dan agenda-agenda strategis yang sedang diusung. Gen. Tabi sebagai pemegang mandat strategi perjuangan Papua Merdeka mengatakan tunduk kepada perintah Panglima Tertinggi Komando Revolusi dan menyerukan kepada PNWP dan ULMWP untuk berpikir ke depan.

Kami mintakan kepada semua organ perjuangan Papua Merdeka untuk berpikir ke depan. Dulu sebelum kami terlibat, waktu kami masih ingusan, Bapak Panglima sudah perintahkan PMNews untuk memberitakan kebenaran tentang Pepera 1969 dan penderitaan rakyat Papua selama pendudukan NKRI.

papuapost.com sudah berhasil, dan sekarang sudah banyak paper dan thesis di luar negeri tentang pelanggaran HAM, kesalahan PBB dan tuntutan bangsa Papua untuk melepaskan diri dari NKRI. Itu semuanya sudah luarbiasa. Kita baru datang kepada tahap ini setelah lepas satu generasi dalam memperjuangkan hak asasi kami, setelah kami sudah lakukan banyak ‘upgrading’ dari sisi roh perjuangan, srategi dan pendekatan perjuangan, dan hasilnya sudah kita nikmati saat ini.

Gen. Tabi kemudian melanjutkan

Saat ini sudah waktunya bagi ULMWP dan PNWP untuk merenungkan dan menjawab pertanyaan strategis “Papua Mau Dibawa ke Mana ?” ULMWP dan PNWP Harus Siap Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan ini: Apa gunannya Papua Merdeka buat (1) Amerika Srikat dan Freeport McMoran, inc. Copper & Gold, (2) Indonesia, terutama rakyat dan konglomerat Indonesia (3) Inggris (dan terutama LNG Tangguh), (4) Selandia Baru dan Australia; dan di atas semuanya (5) Negara dan Masyarakat Melanesia.

PMnews memintakan kepada Gen. Tabi untuk menjelaskan satu per satu saran tentang apa kira-kira jawaban-jawaban dimaksud, tetapi Gen. Wenda turun tangan mencegahnya dan kedua Gen. menyatakan “semua orang Papua sudah tahu apa yang harus mereka katakan kepada Tuhan dan kepada Iblis“.

Gen. Tabi melanjutkan

Pokoknya pekerjaan papuapost.com sudah selesai, sudah melahirkan ULMWP, PNWP, TRWP, IPWP dan ILWP. Dalam perjalanan ini dibantu oleh Free West Papua Campaign sebagai sayap propaganda politik. Kita sudah sukses. Seperti kata Panglima tadi, Westminster Declaration dan penerimaan ULMWP sebagai Anggota MSG adalah dua peristiwa bersejarah, yang punya dampak politik regional dan global, dan juga punya ekses ke aspek hukum internasional.

Dalam konteks percaturan inilah, ULMWP harus berdiri sebagai payung dan menjelaskan kepada dunia apa wajah Papua Merdeka, apa wujud Papua tanpa Indonesia, apa yang bisa diberikan oleh West Papua sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat. (berlanjut)

Papua: Saatnya Dialog Setara RI-ULMWP

Penulis: Pdt Socratez Sofyan Yoman 07:15 WIB | Rabu, 25 Mei 2016

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Rakyat Papua, para pemimpin agama, gereja-gereja, para akademisi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), politisi, pekerja kemanusiaan, bahkan beberapa pemerintah negara sahabat menyampaikan tawaran kepada pemerintah Indonesia supaya mengadakan dialog damai dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk mengakhiri konflik politik yang berkepanjangan antar rakyat Papua dan pemerintah Indonesia. Dalam menyikapi penawaran ini, pemerintah merasa kesulitan mengakomodasi rakyat Papua untuk berdialog karena banyak kelompok antara rakyat Papua yang berjuang untuk tujuan politik.

Untuk memudahkan pemerintah Indonesia berdialog yang setara dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM), rakyat Papua dengan cerdas dan inovatif membentuk satu payung politik perjuangan formal yang dinamakan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Wadah politik rakyat dan bangsa Papua ini dikonsolidasikan dan dibentuk resmi pada tahun 2014 di Vanuatu. ULMWP yang mengakomodasikan seluruh kelompok perjuangan dan kepentingan perjuangan rakyat Papua ini disambut luas oleh seluruh rakyat Papua. Persatuan dari seluruh kelompok perjuangan merupakan pergumulan doa seluruh rakyat Papua. Rakyat dan bangsa Papua sekarang dengan sepenuh hati mendukung ULMWP walaupun pemerintah Indonesia tidak mengakui keberadaan ULMWP.

Orang-orang yang menakhodai ULMWP juga sangat representatif dari seluruh rakyat Papua dari Sorong-Merauke. Octovianus Mote sebagai Sekretaris Jenderal, Benny Wenda sebagai Spokeperson, Leoni Tanggahma (anggota mewakili) perempuan, Rex Rumakiek (anggota) dan Jakob Rumbiak (anggota).

Pemerintah Indonesia bereaksi keras bahwa lima orang ini bukan perwakilan rakyat dan bangsa Papua tetapi hanya kumpulan kelompok kecil yang berdiaspora di luar negeri. Walaupun demikian, rakyat dan bangsa Papua menerima dan percaya penuh bahwa lima orang itu sudah merupakan perwakilan resmi rakyat dan bangsa Papua.

Dasar yang dipegang rakyat Papua adalah lima orang itu dipilih resmi dalam Konferensi Perdamaian Papua pada 5-7 Juli 2011 di Auditorium, Jayapura. Konferensi ini dibuka dan sekaligus menjadi KeyNote Speaker adalah Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM pada masa pemerintahan Hj. Bambang Susilo Yudoyono. Para pembicara yang hadir dalam konferensi itu juga mewakili pemerintah, aparat keamanan, dan juga para pemimpin agama. Gebernur Papua, Pangdam VXII Cenderawasih, Kapolda Papua, Uskup Leo Laba Ladjar, Dr. Tonny Wanggai dan saya (Socratez Yoman) sebagai pembicara dalam konferensi itu.

Lima orang ini dipilih resmi oleh peserta Konferensi Perdamaian Papua yang terdiri dari 1.350 orang yang merupakan utusan perwakilan seluruh rakyat Papua. Tidak ada alasan bagi pemerintah Indonesia bahwa lima orang itu mewakili orang-orang Papua yang ada di luar negeri. Kita juga harus jujur bertanya, mengapa lima orang itu ada di luar negeri yang meninggalkan tanah air dan keluarga mereka.

Belakangan ini rakyat Papua semakin solid and kuat. Karena, selama bertahun-tahun, dunia membisu atas pembantaian rakyat Papua atas nama keamanan nasional. Namun demikian, dunia tidak selamanya membisu ketika nilai-nilai kemanusiaan, martabat manusia terus dilecehkan dan direndahkan oleh Negara. Pemerintah, rakyat dan Gereja Vanuatu, pemerintah, rakyat dan Gereja Kepulauan Salomon, rakyat dan Gereja dan Kaledonia Baru, rakyat, Gereja, dan pemerintah Tonga, tidak selamanya membisu, menutup mata dan telinga atas penderitaan rakyat Melanesia dan Pasifik di Papua Barat.

Adapun utusan Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Luhut B. Panjaitan berangkat mengadakan pertemuan dengan Lord Richard Harries, mantan Uskup Oxford, pendukung Papua Merdeka di Parlemen Inggris. Kunjungan itu juga sekaligus mengajukan protes atas pernyataan dukungan Papua Merdeka dari Tuan Jeremy Corbyn, Ketua Partai Buruh Inggris pada 3 Mei 2016 pada pertemuan Parlemen Internasional untuk Papua Barat di London.

Dalam tulisan ini saya mau sampaikan kontribusi pemikiran bahwa substansi masalahnya bukan ada pada Lord Harries, Tuan Jeremy Corbyn, Pemerintah Vanuatu, Pemerintah Kepulauan Salomon, Pemerintah Kanaki dan Pemerintah Tonga. Persoalan sesungguhnya ada pada terjadinya kejahatan kemanusiaan terhadap Papua. Masyarakat internasional, siapapun dia, tidak setuju dengan pembunuhan manusia ciptaan dan gambar Allah atas nama dan kepentingan nasional.

Saya secara pribadi pun mempunyai hubungan yang sangat baik dan kuat dengan Tuan Lord Richard Harries selama 12 tahun sejak 2015 sampai 2016. Tuan Lord Harries sudah mengundang saya tiga kali dan kami berdua bertukar pikiran tentang perbaikan dan perdamaian untuk masa depan rakyat Papua. Pemimpin dan rakyat Papua sudah ada dimana-mana yang sedang membagikan penderitaan mereka kepada sesama manusia di setiap pelosok seluruh dunia. Intinya rakyat Papua telah memenangkan hati masyarakat Internasional dari akar rumput sampai pada pemerintah.

Karena itu, demi kehormatan dan kredibilitas pemerintah Indonesia di mata masyarakat Internasional, saran saya kepada pemerintah, sudah saatnya dialog setara antara Pemerintah Republik Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua. Karena dunia ini sudah menjadi seperti sebuah kampung kecil sehingga tidak ada ruang untuk berpura-pura dan tidak ada tempat untuk kebohongan-kebohongan.

Lagi pula satu-satunya provinsi di Indonesia yang dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia melalui persetujuan masyarakat internasional adalah Provinsi Papua. Maka, Pemerintah Indonesia jangan berpandangan keliru dalam proses sejarah ini.

Penulis adalah Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua beralamat di Jln. Ita Wakhu Purom, Numbay (Jayapura) Papua.

Editor : Eben E. Siadari

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny