Papua Merdeka News: Educating The World, for A Free and Independent West Papua

Papua Merdeka News sejak didirikan di Camden Town, London Utara, Inggeris Raya pada tahun 1999 diberi label sebagai The Diary of OPM (Online Papua Mouthpiece). Gagasan nama ini diajukan oleh Richard Reinsford, seorang WN Inggris pendukung murni Papua Merdeka. Utusan Khusus Gen. TPN/OPM Mathias Wenda waktu itu menerima usulan nama ini dan mulai menyiarkan berita-berita Papua Merdeka sejak itu.

Pada waktu itu hanya ada satu website tentang West Papua, yaitu diupdate atas nama OPMRC (Organisasi Papua Merdeka Revolutionary Council) di bawah komando Moses Weror. Setelah utusan Mathias Wenda berkomunikasi dengan Boyjah (nama waktu itu alamat website mengatakan boyjah.jp), maka Ketua OPMRC dari Madang Papua New Guinea juga memberikan Rekomendasi Resmi kepada utusan Khusus Mathias Wenda untuk menjalankan fungsi-fungsi pemberitaan perjuangan Papua Merdeka.

Dengan dasar itulah, maka Papua Merdeka News diluncurkan.

Sampai akhir tahun 2015, PMNews menjadi salah satu bagian dari pemberiatan perjuangan Papua Merdeka. Akan tetapi sejak berdirinya ULMWP, maka kebijakan dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua memutuskan untuk menjadikan papuapost.com sebagai situs resmi perjuangan politik Papua Merdeka, dengan fokus utama pada 10 tahun pertama (2016 – 2026) sebagai media Pendidikan Politik bagi pejuang Papua Merdeka dan rakyat Papua pada khususnya dan juga bagi negara dan bangsa di dunia dalam rangka membangun solidaritas dan dukugnan mereka.

Slogan yang pernah ditetapkan tahun 1999, yaitu “Educating The World, for A Free and Independent West Papua” menjadi relevan dengan garis komando yang diturunkan oleh Panglima Tertinggi Komando Revolusi Gen. TRWP Mahias Wenda.

Setelah itulah, maka sejak tahun 2016, PMNews kini menjadi media pendidikan politik dan media penerangan perjuangan Papua Merdeka.

Harap bermanfaat bagi kita semua. Segala kritik dan saran kami terima. Semua sumbangan tulisan juga kami siap terima: email kami di koteka@papuapost.com atau papuapost@yahoo.com dan papuapress@yahoo.com

Papua Merdeka ialah sebuah kepastian!

 

 

Collective Editorial Board of the Diary of OPM

Andy Ayamiseba: Aktivis Abadi atau Pejuangan Tulen Kemerdekaan?

Senior OPM Andy Ayamiseba
Senior OPM Andy Ayamiseba

Setelah berpengalaman selama 5 dasawarsa dalam perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Tanah Air Papua Barat, saya merenungkan kembali visi dan misi perjuangan kemerdekaan yg telah memakan Umur para pejuang2 kemerdekaan termasuk pahlawan2 yg telah mendahului kita. Apa kiranya hal2 yg membuat perjuangan ini makin berkepajangan???

Saya secara pribadi berpendapat bhw ada banyak sebab yg membuat perjuangan ini TINGGAL DITEMPAT karena kepentingan Nama Besar para Pemimpin2 yg mabuk hormat dan prestige tanpa memperhitungkan pengorbanan rakyat jelata.

Kelihatannya perjuangan ini disengajakan berkepanjangan oleh beberapa Pemimpin yg dipakai oleh penasihat2 asingnya selaku mata pencarian mereka se-hari2 membuat perjuangan nasional sesuatu bangsa tampil selaku suatu organisasi LSM dan para Pemimpin berperan selaku aktivis2 dari LSM tersbt.

Saya memiliki visi yg berbeda dan menolak segala versi Papua selaku zona DAMAI karena kata Damai secara sepihak tidak memiliki sesuatu MAKNA apapun.

Saya menyerukan kepada seluruh institusi2 perjuangan utk membangun kekuatan (empowerment) dan bersiap siaga bilamana ada seruan MOBILISASI UMUM utk menghadapi Pejajah Sadisme. Ingat bhw penjajah kita tidak pernah menganggap kita selaku manusia ciptaan Tuhan, melainkan binatang yg mereka berhak membunuh seenaknya, jadi jangan terbuai oleh segala tipu muslihatnya.

PAPUA MERDEKA

Orang Kristen Indonesia Harus Pintar Berhitung, West Papua ialah Asset Jangka Menengah

Orang Kristen Indonesia Harus pintar berhitung, gunakan matematika logika politik yang rasional, bahwa West Papua ialah Asset Jangka Menengah yang Harus dan Wajib mereka investasikan untuk selamatkan diri dari ekstrimisme dan fundamentalisme Islam Indonesia. IIni bukan drama, bukan propaganda, apalagi spekulasi.

demikian kata Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi,  Sekretaris-Jenderal.

Karena ekstrimisme dan fundamentalisme Islam di dalam wilayah NKRI sudah semakin para, mengundang perhatian dari Tentara Revolusi West Papua, bidang komunikasi politik dan informasi, atau Sekretariat-Jenderal lewat Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi sebagai Sekretaris-Jenderal.

Lt. Gen. Tabi juga menyampaikan pesan dari Gen. TRWP Mathias Wenda bahwa umat Kristen di seluruh dunia saat ini mendokan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok atas penyaliban yang terjadi di Indonesia saat ini, menyusul banyak penderitaan yang didatangkan oleh orang Islam Indonesia sejak Indonesia merdeka. Penginjil sedunia, Franklin Graham, anak dari penginjil terkenal dari Gereja Baptis, Billy Graham telah menyerukan kepada semua orang Kristen di dunia, semua gereja di dunia juga sudah menyerukan lewat jaringan pokok doa, bahwa Ahok kita doakan, agar Yesus menyatakan kehendak-Nya dinyatakan kepada dunia, terutama kepada umat Islam Indonesia.

Tabi melanjutkan

Orang Indonesia semuanya harus sadar, bahwa Yesus adalah satu-satunya Tokoh Revolusi Semesta Sepanjang Masa, dan Yesus tidak pernah takut dengan apapun, Yesus tidak takut bukan karena dia punya Bom Atom atau Bom Nuklir, bukan karena dia mayoritas atau bisa sholat di tengah jalan, tetapi karena cinta-kasih dan kasih-sayang yang terkandung sebagai titik pusat dan titik temu pengajaran Yesus: Cintailah Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu dan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.

Revolusi yang sedang berlangsung di Tanah Papua, bukan revolusi multi-dimensi seperti maksud Sukarno, yang ternyata tipu besar, dan melahirkan kapitalisme yang mematikan. Revolusi West Papua berbasiskan Kasih Kristus, fundamental dan berbasiskan cinta kasih dan persaudaraan, revolusi mental-spiritual, bukan revolusi ekonomi, politik, hukum, dll seperti maksud pendiri NKRI.

Kwano selanjutnya katakan

Revolusi West Papua bukan untuk umat Kristen, tetapi Revolusi West Papua ialah sebuah proses perubahan fundamental untuk memupuk dan memelihara kebersamaan berdasarkan prinsip keseimbangan untuk harmony dalam kehidupan bersama. Negara West Papua mengutamakan keadilan, bukan mayoritas-minoritas, tidak ada pemerintahan dari mayoritas dan keadilan untuk minoritas, tetapi pemerintahan berdasarkan keadilan untuk harmoni kehidupan.

Itu artinya, semua orang Kristen yang diusir dari Indonesia akan diterima dengan lapang-dada di Negara West Papua secara seratus persen dan otomatis.

Tetapi ada syarat, mereka harus benar-benar merasa diusir dan terancam kehidupannya di Indonesia.

Akan tetapi, Tabi juga mengatakan bilamana umat Kristen Indonesia punya alternatif lain untuk melarikan diri dari pengejaran dan pembunuhan oleh Indonesia, ya itu dialkukan berdasarkan suara hati masing-masing. West Papua hanya memberikan tawaran kepada umat Kristen Indonesia untuk tahu sejak hari ini, menjelang perayaan Natal Tahun 2016 ini bahwa Hadiah Natal dari West Papua untuk Indonesia ialah

“Tawaran kepada Umat Kristen di Indonesia untuk mulai secara logis dan matematis berhitung, dan mencadangkan West Papua sebagai tempat pelarian yang aman dan terdekat dari serangan ekstrimis dan fundamentalis Indonesia”

 

 

Menurut surat dari TRWP ini, banyak orang Kristen di seluruh dunia, termasuk para gerilyawan Papua Merdeka sudah terusik dengan cara memperlakukan umat Kristen di Indonesia, hanya karena alasan agama mereka menjadi tidak berhal memimpin di dalam jabatan-jabatan publik, dan sangat menyesal bahwa Indonesia pernah ada di muka Bumi.

Let. Gen. Tabi menambahkan

Kami hanya memberikan tawaran terbuka. Dan tawaran ini berdasarkan cinta-kasih Kristus, agape, cinta kasih tanpa tumbal atau alasan imbalan apapun. Karena realitas politik NKRI jelas-jelas menunjukkan bahwa NKRI ialah negara tak layak bagi manusia non-Muslim. Yang masih merasa aman dan nikmat, ya itu hak Anda sliahkan nikmati diskriminasi, marginalisasi, dan terorisme. Apa artinya nasionalisme NKRI kalau nyawa dan agama minoritas jelas-jelas terancam dan tidak layak hadir di pos-pos publik NKRI? Sama saja bohong! menyedihkan dan mengecewakan bagi para pendukung NKRI yang selama ini memandang Indonesia toleran, ramah, rukun. Ternyata sandiwara wayang itu terbukti, semua hanya wayang, bukan realitas di dunia nyata.

WPRA Extends Condolences for the Death of Our Hero: George Junus Aditjondro

Hari-hari Terakhir George Junus Aditjondro
George Junus Aditjondro

From the Central Command of West Papua Revolutionary Army, the Officers of the WPRA would like to officially

Extend Our Condolences

 

 

 

for the death of Our Great Hero from Indonesia, hero of freedom and truth.

 

All West Papuan fighters in the jungle of New Guinea hereby acknowledge the great work he had done during his lifetime, especially for the oppressed and marginalised communities in Indonesia.

His death on December 10, 2016, the Day all humanity on Earth celebrate the Day for Human Rights in the world, he has completed his journey on this same day indicating how the Late George Junus Aditjondro and human rights cannot be separated from one another.

Since the rise of open support from Indonesia, led by Indonesian Young Democrat Surya Anta Ginting, the head of FRI West Papua, all heroes of West Papua independence movement, and all who are alive today, as well as those to come, are very happy that the Late George Junus Aditjondro is resting in peace after knowing that Young Indonesians are now lining up on his side, supporting the marginalised and coloniased peoples.

May he Rest In Peace, may his examples become our model in fight for justice and truth, in our lives.

Issued in: Central Command of West Papua Revolutionary Army

On Date: 11 December 2016

 

Secretariat-General

 

 

 

Amunggut Tabi, Lt. Gen
BRN: A.DF 018676

 

ULMWP Geser Fokus Diplomasi dari Pasifik ke Dunia

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Pidato lengkap Sekretaris Jenderal United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote, dibacakan serentak di Papua dan diberbagai lokasi pada peringatan 1 Desember, hari Kamis (1/12).

Anggota tim kerja ULMWP Markus Haluk mengatakan dia membacakan pidato Sekjen ULMWP pada peringatan 1 Desember yang dipusatkan di halaman asrama mahasiswa rusunawa Kampus Universitas Cenderawasih, Kota Baru, Jayapura, Papua, hari Kamis (1/12).

Pada peringatan itu, dilaksanakan doa syukur, pembacaan pidato Sekretaris Jenderal ULMWP Octovianus Mote oleh Markus Haluk, dan orasi politik dari masing-masing wakil organisasi dan para tokoh yang hadir. Di akhir acara dilakukan penandatanganan petisi dukungan rakyat Papua untuk ULMWP dan keanggotaannya di Melanesian Spearhead Group (MSG).

Dalam isi pidatonya, Octovianus Mote mengatakan ULMWP telah melakukan berbagai upaya diplomasi internasional mulai dari kawasan Pasifik, Afrika, hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekjen ULMWP itu meminta dukungan doa dan dana dari berbagai pihak untuk menunjang aneka upaya diplomasi tersebut.

“Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua kemajuan di atas. Karena semua terjadi sebagai buah dari kasih karuniaNya. Selain itu, dibalik kemajuan di atas kini kita dihadapkan pada tantangan yang semakin hari semakin berat,” kata Octo, sapaan akrabnya, dalam naskah pidato peringatan 1 Desember yang diterima satuharapan.com, hari Kamis (1/12)

“Karena itu ULMWP memerlukan dukungan doa dan dana dalam menunjang aneka lobi politik di berbagai belahan bumi. Karena sejak bulan September 2016 fokus lobi sudah bergeser dari Pasifik kepada dunia,” dia menegaskan.

Octo mengatakan, fokus utama ULMWP bukan lagi semata-mata memastikan keanggotaanya di MSG melainkan bagaimana membentuk Koalisi Pendukung Papua Barat di berbagai belahan bumi lainnya. Dukungan ini bukan sekadar dalam bentuk sekali dua kali pernyataan politik tetapi dukungan yang konsisten termasuk ikut mencari dukungan anggota PBB lainnya.

“Semua orang Papua perlu bangkit untuk lobi dengan caranya sendiri berbagai macam negara di dunia darimana pun kita berada. Kasih tahu kepada mereka bahwa kami mohon suara dukungan mereka dalam ketika anggota PBB bersama sama membatalkan resolusi 2504 tahun 1969 dan membiarkan bangsa Papua hidup berdaulat secara damai,” kata Octo.

Octo mengatakan, ULMWP menyadari akan tugasnya dalam mewujudkan kedaulatan bangsa. Tantangannya adalah bagaimana bisa memastikan dukungan dari (paling tidak) satu per tiga jumlah anggota Negara Anggota PBB.

“Untuk itu, ULMWP mengubah pola diplomasi, tidak seperti di tahun 1960an dan sesudahnya yakni lobinya tidak lagi bertolak dari Papua ke dunia Barat dan Afrika,” katanya.

Octo menyebut capaian yang telah dilakukan ULMWP dalam memfokuskan dukungan dari negara-negara di kawasan Pasifik. Menurut dia, dalam dua tahun pertama, ULMWP memperkuat basis dukungan di seluruh kawasan ini melalui jaringan adat, NGO, Gereja adan kalangan terdidik serta politisi. Secara kelembagaan, ULMWP menjadi anggota oberserver dan kini dalam proses menjadi anggota penuh MSG.

“Dalam tahun kedua dukungan itu meningkat dari wilayah Melanesia kepada Polinesia dan Micronesia melalui wadah baru bernama Pasifik Island Coalition on West Papua atau PICWP yang dibentuk atas inisiatif dari Perdana Menteri Solomon Island, Manase Sogovare yang juga adalah Ketua MSG,” kata Octo.

Dari sisi dukungan politik, lobi ULMWP berhasil memasukan masalah Papua menjadi salah satu masalah utama di kawasan pasifik. Dalam sidang tahunan (2015) Negara-negara Anggota Forum Pasifik (PIF) memutuskan untuk mengirim tim pencari fakta ke Papua.

Octo mengatakan kerja keras anggota ULMWP tidak hanya terbatas di kawasan Pasifik tetapi juga terjadi di Indonesia. Menurut dia, sebagian rakyat Indonesia terutama di kalangan terdidik sudah mulai mengakui aneka kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia terhadap rakyat Papua Barat.

“Lebih daripada itu dalam minggu ini kita baru menyaksikan dideklarasikannya Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua). Gerakan rakyat Indonesia ini pun kini meningkat kepada dukungan terhadap hak bangsa Papua Barat untuk merdeka sebaga bangsa berdaulat,” kata Octo.

Octo mengatakan berbagai kelompok orang Papua di Belanda pun menuntut tanggungjawab Belanda yang lalai dalam melindungi kepentingan rakyat Papua. Menurut dia, dalam proses gugatan secara hukum tersebut, kelompok tersebut telah melakukan konsultasi dengan United Liberation Movement for West Papua.

“Sementara itu negara-negara di pasifik ini membuat tidak sedikit negara anggota PBB dari berbagai belahan bumi lainnya yang terpukau dan mengikuti secara serius setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia dan Papua,” kata dia.

Editor: Eben E. Siadari

Ini pidato 1 Desember Sekjen ULMWP

Ilustrasi - Dok. Jubi
Ilustrasi – Dok. Jubi

Papua……Merdeka, Merdeka,Merdeka

Seluruh rakyat bangsa Papua Barat yang tersebar di seluruh dunia, khususnya yang hari ini kumpul di Lembah Agung Balim-Jantung Papua, Wilayah Adat Lani Pago. Saya atas nama pribadi dan keluarga serta seluruh pengurus United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)baik yang di luar negeri maupun di tanah air saya hendak menyambut dengan salam khas dari Wilayah ini yang kini popular di seluruh dunia, waa….waa… waaa….. waaaa.

Hari ini, sebagaimana biasa setiap tanggal 1 December kita berkumpul untuk rayakan peristiwa yang terjadi 54 tahu lalu di Holandia Baru. Yakni saat bendera bintang kejora dikibarkan untuk pertama kali dan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua dinyanyikan serta simbol nasionnal lainya seperti nama bangsa dengan wilayahnya di umumkan. Peristiwa ini dilihat pula sebagai saat lahirnya sebuah bangsa baru bernama Papua Barat. Tentu saja pandangan demikian itu ada benarnya, karena kalau saja Belanda dan bangsa barat tidak menghianati apa yang mereka wartakan, Bangsa Papua semestinya merupakan negara pertama yang merdeka dari berbagai colonial eropa yang menguasai bangsa bangsa di wilayah Melanesia, Polinesia dan Micronesia.

Sayang, sejarah berputar kearah yang berbeda. Negara Kolonial Belanda keluar denga watak aslinya sebagai bangsa pedagang, mereka sama sekali tidak perdulikan dengan nasib dan masa depan bangsa Papua. Mereka sama sekali tidak melibatkan pemimpin resmi bangsa Papua yang sudah mereka siapkan selama kurang lebih 10 tahun sebelumnya. Belanda dan Amerika sama sekongkol untuk jual bangsa Papua kepada colonial baru bernama Indonesia melalui perjanyian New York yang di tanda tangani di markas besar PBB di kota New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Perjanjian ini merupakan lebih dari sebuah transaksi perbudakkan.  Karena yang di jual adalah bukan saja kebebasan dari 1025 orang yang di ditodong dengan moncong senjata melainkan yang mereka perdagangkan adalah nasib dan masa depan sebuah bangsa: bangsa Papua. Sebagai imbalannya, Belanda menikmati keuntugan ekonomi dari berbagai perdagangan hingga hari ini dan Indonesia membayar Amerika dengan menyerahkan gunung emas Nemangkawi dari tanah papua yang di tambang oleh perusahaan raksasa Freeport MacMoRan.

Saudara saudari rakyat bangsa Papua yang saya hormati. Setiap kali kita memandang bintang kejora dalam apapun bentuknya senentiasa memperkuat sentiment kebangsaan kita. Setiap kali kita menyanyikan lagu Hai Tanahku Papua, membakar rasa cinta akan tanah air kita, Tanah Papua. Semua itu merupakan darah yang mengalir dalam diri setiap anak negeri yang terus bahu membahahu berupaya mewujudkan negara Papua Barat. Kemerdekaan itu diperjuangkan silih berganti oleh berbagai kepemimpinan nasional melalui aneka wadah nasional yang diawali oleh Komite Nasional Papua Barat (1961), Kongres Rakyat Papua II (2000)  hingga United Liberation Movement for West Papua (2014).

Sekali lagi kalau dalam Kongres Papua I menghasilkan symbol-simbol nasional maka dalam kongres Papua kedua, rakyat papua melalui resolusinya memutuskan bahwa sejarah integrasi Papua ke dalam wilayah Republik Indonesia di luruskan. Yakni bahwa (aa) rakyat Papua Barat adalah berdaulat sebagai sebuah bangsa sejak 1 Desember 1961, bahwa (bb) rakyat bangsa Papua menolak perjanjian new york baik dari sisi moral maupun hukum karena di susun tanpa melibatkan perwakilan bangsa papua dan bahwa (cc) rakyat bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil pepera (hak penentuan nasib sendiri) karena di laksanakan secara paksa, penuh intimidasi dan pembunuhan secara sadis, disertai aneka kejahatan militer dan berbagai macam perilaku tidak tidak bermoral yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Dan karena itu melalui Kongres II ini rakyat bangsa Papua menuntut PBB untuk membatalkan resolusi  2504, 19 November 1969.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Papua yang demikian ini, ULMWP sadar akan tugasnya dalam mewujudkan kedaulatan bangsa. Tantangannya adalah bagaimana bisa memastikan dukungan dari (paling tidak) 1 per tiga jumlah anggota Negara Anggota PBB. Untuk itu, ULMWP merobah pola diplomasi, tidak seperti di tahun 60an dan sesudahnya yakni lobbynya tidak lagi bertolak dari Papua ke dunia barat dan Africa. ULMWP focuskan dukungan dari negara negara di kawasan Pasifik. Dalam dua tahun pertama, ULMWP memperkuat basis dukungan di seluruh kawasan ini melalui jaringan adat, NGO, Gereja adan kalangan terdidik serta politisi. Secara kelembagaan, ULMWP menjadi anggota oberserver dan kini dalam proses menjadi anggota penuh MSG. Dalam tahun kedua dukungan itu meningkat dari wilayah Melanesia kepada polinesia dan Micronesia melalui wadah baru bernama Pasifik Island Coalition on West Papua atau PICWP yang dibentuk atas inisiative dari Perdana Menteri Solomon Island, Manase Sogovare yang juga adalah Ketua MSG.

Darisi sisi dukungan politik, Lobby ULMWP berhasil memasukan masalah Papua menjadi salah satu masalah utama di kawasan pasifik. Dalam sidang tahunan (2015) Negara Negara Anggota Forum Pasifik|PIF memutuskan untuk mengirim tim pencari fakta ke papua. Indonesia menolak dan keputusan ini tidak bisa di wujudkan tetapi secara politik kita menang. Dalam sidang tahun ini (2016) pimpinan Negara anggota PIF dalam Komunike kembali memutuskan bahwa masalah papua akan selalu menjadi agenda pimpina dalam setiap pertemuan tahunan. Selain itu, tidak kurang dari 7 Negara bersama sama mengangkat masalah Papua. Isinya bukan saja mempersoalkan aneka masalah pelanggaran hak asasi Manusia. Lebih daripada itu mereka minta tanggungjawab PBB untuk intervensi termasuk menggugat tanggungjawab dalam membuka kembali menguji keabsahaan daripada perjanjian new York and pelaksanaannya.

Saudara-saudari rakyat bangsa Papua. Kerja keras anggota ULMWP pun tidak hanya terbatas di kawasan pasifik tetapi juga terjadi di Indonesia. Rakyat Indonesi terutama di  kalangan terdidik sudah mulai akui aneka kejahatan yang dilakukan pemerintah dan militer Indonesia terhadap rakyat papua barat. Lebih daripada itu dalam minggu ini kita baru menyaksikan dideklarasikannya Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua). Gerakan rakyat Indonesia inipun kini meningkat kepada dukungan terhadap hak bangsa Papua Barat untuk merdeka sebaga bangsa berdaulat. Sementara itu, rakyat berbagai kelompok orang Papua di Belanda pun bangkit untuk menuntut dalam sebuah gugatan hukum tanggungjawab Belanda yang lalai dalam melindungi kepentingan rakyat Papua. Dalam proses gugatan secara hukum tersebut, sejawak awal mereka melakukan konsultasi dengan United Liberation Movement for West Papua. Dan akhirnya perlu dipahami bahwa kebangkitan negara negara di pasifik ini membuat tidak sedikit negara anggota PBB dari berbagai belahan bumi lainnya yang terpukau dan mengikuti secara serius setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia dan Papua.

Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua kemajuan diatas. Karena semua terjadi sebagai buah dari kasih karuniaNya. Selain itu, dibalik kemajuan di atas kini kita dihadapkan pada tantangan yang semakin hari semakin berat. Karena itu ULMWP memerlukan dukungan doa dan dana dalam menunjang aneka lobby politik di berbagai belahan bumi. Karena sejak bulan September 2016 focus lobby sudah bergeser dari Pasifik kepada dunia. Focus utama ULMWP bukan lagi semata mata memastikan keanggotaanya di MSG melainkan bagaimana membentuk Kualisi Pendukung Papua Barat di berbagai belahan bumi lainnya. Dukungan ini bukan sekedar dalam bentuk sekali dua kali pernyataan politik tetapi dukungan yang konsisten termasuk ikut mencari dukungan anggota PBB lainnya. Semua orang Papua perlu bangkit untuk lobby dengan caranya sendiri berbagai maam negara di dunia darimana pun kita berada. Kasih tahu kepada mereka bahwa kami mohon suara dukungan mereka dalam ketika anggota PBB bersama sama membatalkan resolusi 2504 tahun 1969 dan membiarkan bangsa papua hidup berdaulat secara damai.

Allah Bangsa Papua dan leluhur moyang kita, seluruh darah dari pejuang terdahulu kita memberkati kita sekalian.

Papua…..Merdeka, Merdeka,Merdeka (*)

Agar Indonesia Keluar dari Tanah Papua, Orang Papua Harus Keluar dari NKRI dan Indonesia

Menjelang Hari Kebangkitan I Bangsa Papua, yang pernah terjadi 1 Desember 1961, dari Sekretariat-Jenderal Tentara Revolusi West Papua, Lt. Gen. Amunggut Tabi menyampaikan pesan-pesan kebangkitan semangat perjuangan bangsa Papua sebagai berikut:

Pertama, bahwa jikwalau dan agar Indonesia keluar dari Tanah Papua, orang Papua sendiri harus keluar dari Indonesia dan NKRI

Kedua, bahwa cara untu keluar dari Indonesia adalah dengan cara tidak lagi menganggap apa-apapun yang terjadi di Jakarta, yang terjadi di Jayapura, yang terjadi di Indonesia sebagai sebuah bahan atau dasar untuk menjadi penyemangat dan pendorong perjuangan Papua Merdeka. Contohnya, kejadian pemenjaraan Ahok dan Papua Merdeka sama sekali tidak boleh dikaitkan, dan tidak ada hubungan.

Yang menghubungkan keduanya adalah sama dengan orang gila, gila politik, gila nalar sehat, salah dalam paradigma berpikir tentang Papua Merdeka.

Ketiga, bahwa cara praktis dan langkah jelas untuk keluar dari NKRI ialah meninggalkan Bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi perjuangan dan menggunakan bahasa yang lebih netral, yaitu Bahasa Inggris atau bahasa yang sudah di-Melanesia-kan yaitu Tok Psin dan Bislama.

Keempat, bahwa cara lanjutan untuk keluar dari NKRI ialah membebaskan diri, memerdekakan diri dari memikirkan, mengolah pikiran, dan menyiakpi apa-apa-pun, bagaimana-pun, kapan-pun yang dilakukan oleh NKRi dan orang Indonesia, sehingga kita meniadakan hubungan sebab-akibat antara NKRI-West Papua, dan dengan dalam keadaan sadar, dengan rasional, dan dengan sadar kita mengkaitkan diri, memikirkan menyikapi dan ikut dalam alur pemikiran masyarakat Melaensia, di Pasifik Selatan.

Keenam, bahwa sebagai wujudnya kita memuat semua berita, semua wacana, semua fenomena dan dinamika kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, agama, filsafat yang berkembang dan terjadi di masyarakat Melaensia di Pasifik Selatan, bukan di kawasan Melayo-Indos di Asia Tenggara.

Ketujuh, bahwa sebagai wujudnya kita memuat, mendengarkan, menyanyikan dan mengikuti perkembangan musik-musik Melanesia, menonton film-film Melanesia, mengolah lagu-lagu Melanesia. Kita sudah lama dijajah oleh lagu-lagu nostalgia Melayo-Indos, dan lagu-lagu bernada Malayo-Indos begitu teracuni, kita harus keluar sendiri dari semua ini,

Akibat dari semua langkah-langkah yang bersifat paradigm shift dan perubahan kecenderungan ini, kita harapkan bahwa orang Papua sendiri keluar dari NKRI,, sehingga NKRI akhirnya keluar dari Tanah Papua.

Kita tidak punya tanggungjawab dan kewajiban untuk menunggu sampai kiamat NKRI keluar dari Tanah Papua, tetapi apa yang harus kita lakukan ialah KITA KELUAR DARI NKRI.

Mengharapkan NKRI keluar dari orang Papua dan Tanah Papua ialah cara berpikir generasi tua. Generasi muda Papua harus mengambil langkah rasional, progresif dan radikal, langkah revolusioner dari diri sendir, diri masing-masing individu orang Papua, dengan meninggalkan dan keluar dari NKRI.

Kami dari MPP TRWP, Sekretariat-Jenderal berdoa agar semua makhluk memaklumi maksud Surat Penerangan ini, sehingga pada waktunya, Tuhan turun tangan untuk membawa bangsa Papua keluar dari Tanah Kanaan, bukan menunggu Firaun keluar dari Mesir.

Dikeluarkan di: Sekretariat-Jenderal TRWP

Pada tanggal: 29 November 2016

Secretary-General

 

 

Amunggut Tabi, Lt. General
BRN: A.DF 018676

 

Revolutionary Fidel Alejandro Castro Ruz Dies: General Mathias Wenda Expresses Condolences

Castro lights a cigar with Che Guevara
Castro in the mid-1950s with another leading revolutionary – Che Guevara. http://www.bbc.co.uk/news/world-latin-america-38114953

From the jungles of New Guinea, I am, Gen. Mathias Wenda, with all my militari officers and Commanders, from our Central Command of West Papua Revolutionary Army, we would like to send our

 

DEEP CONDOLENCES

 

and our military SALUTE to the late

Fidel Alejandro Castro Ruz

 

 

 

  1. as a military commanders in a revolution who had helped Cuba out from dictatorship and imperialism, to a fair and just society, based on local wisdom and reality of the surrounding environment and
  2. for what he had contributed to our humanity, and to world revolutions against global powers and influences that destroy our society.

Fidel Alejandro Castro Ruz is a great example for revolution everywhere in the World, and also in West Papua as well as in Melanesia.

Melanesia does need a revolution, it dearly waiting for revolutionary leaders to come out and speak for the truth, and according the will of the Melanesian peoples, not surrendering to the orders from colonial masters who live in Canberra, Wellington, New York, London, etc.

We understand, that many approaches and tactics that the Late Castro took do not perfectly match to our West Papua Revolution against Indonesian military invasion and occupation during the last 53 years, we do share the same mission to accomplish, that is, to free our people from colonialism, and from foreign interventions purely for the sake of financial profits.

Yes, Comrade Fidel Castro, Ia m Gen. Mathias Wenda, your Comrade from the Pacific is with you in our spirits all the way along, until West Papua is free, until Melanesia faces the revolution, until the world is revolutionized, just as Jesus Christ did to triger and continuously support revolutions in the whole world.

We are with you, and you are with us, Salute!!

Rest in Peace, we will continue the revolution you started.

 

Issued in West Papua Revolutionary Army Headquarters

On Date: 27 November 2016

West Papua Revolutionary Army,

Commander in Chief

 

 

Mathias Wenda, Gen. PRA
NBP:A.001076

Dr. Willy Esau Mandowen Telang Berpulang: TRWP Turut Berduka Cita

Dr. Willy Esau Mandowen
Dr. Willy Esau Mandowen

Willy Esau Mandowen ialah Pendiri FORERI, yang kemudian memajukan format perjuangan bangsa Papua menghadapi kekejaman NKRI di era Suharto sebagai presiden kolonial. FORERI kemudian memfasilitasi Dialog Nasional bangsa Papua dengan NKRI di Jakarta, yang hasilnya ialah Presiden Kolonial RI waktu itu B.J. Habibie memerintahkan di hadapan Panglima dan kabinetnya agar bangsa Papua pulang ke Tanah Papua dan “merenungkan” tuntutan Papua Merdeka.

Willy Esau Mandowen kita catat sebagai jantung dari perjuangan Damai yang mengedepankan dialog politik daripada aksi, demonstrasi dan kekerasan.

Pada tanggal 30 Oktober 2016, tepat pukul 09.10 West Papua Time di Rumah Sakit Dian Harapan Waena, dengan tenang telah berpulang ke Pangkuan Allah Pencipta Langit dan Bumi Papua, pencipta Alm. Willy Esau Mandowen.

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua, dengan ini dengan menundukkan kepala dan meninggikan hati, menyatakan

TURUT BERDUKA-CITA SEDALAM-DALAMNYA

atas kepulangan ke Pangkuan Allah Bapa.

DR. WILLY ESAU MANDOWEN

 

dosen FKIP Universitas Cenderawasih, pelaku sejarah perjuangan damai bangsa Papua, formatur Foreiri dan Moderator Presidium Dewan Papua.

Kami sebagai sesama pejuang, berdoa kepada Tuhan Allah, melalui Putra-Nya Yesus Kristus, agar memberikan hikmat dan kepandaian Alm. kepada generasi muda Papua, sehingga dapat kita lanjutkan perjuangan ini, sampai penjajah NKRI keluar dari Tanah dan Bangsa Papua.

Dikeluarkan di: Markas Pusat Pertahan

Pada tanggal: 30 Kotober 2016

Sekretariat-Jenderal

 

Amunggut Tabi
Lt. Gen. TRWP BRN: A.DF.018676 

Papuan pro-independence leader calls for referendum

Radio NZ – Papuan pro-independence leader Filep Karma has called on the Indonesian government to hold a referendum on independence.

West Papuan independence campaigner Filep Karma.

West Papuan independence campaigner Filep Karma. Photo: RNZI / Koroi Hawkins

Mr Karma is a former political prisoner who was released last year after being jailed for 11 years for raising the banned Morning Star flag.

He told the Jakarta Post that the long-demanded referendum was a win-win solution for both the government and the Papuan people, who still suffered from mistreatment and abuse despite the region being granted special autonomy status.

Mr Karma said the referendum would provide a fair mechanism for Papuans to decide for themselves whether they wanted to remain as part of the unitary state of Republic of Indonesia or independence.

He said should the referendum result show that Papuans wanted to remain Indonesian citizens, the rebels would stop demand separation.

He said however that the government should also promise Papuans a peaceful transfer to independence if the referendum showed otherwise.

Indonesia annexed the former Dutch colony after a 1969 UN-backed vote which is widely seen as a farce.

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny