Orang Papua Sekarang Bersatu untuk Menyusun Program Kerja dan Langkah-Langkah

dari KNPB Facebook
Generasi Penerus Perjuangan Bangsa Papua

Menanggapi perkembangan terakhir yang terjadi di Port Vila, Vanuatu, Tentara Revolusi West Papua (TRWP) lewat Jurubicaranya, Gen. Amunggut Tabi dari Markas Pusat Pertahanan TRWP Menyatakan

“Worskhop ini lebih bertujuan untuk menyatukan program kerja dan langkah-langkah menuju kemerdekaan.”

Ketika ditanyakan pembentukan lembaga baru, Gen. Tabi menyatakan,

“Itu bukan organisasi, tetapi sebuah wadah koordinasi kerja, yang mengkoordinir semua elemen dan organisasi perjuangan yang ada di dalam negeri dan di luar negeri.”

Berikut petikan wawancara per telepon.

PMNews: Selamat pagi.

TRWP: Selamat pagi, selamat memasuki Hari Natal 2015, Selamat merayakan HUT Hari Kebangkitan Nasional I, Bangsa Papua.

PMNews: Selamat pagi. Terimakasih. Kami punya satu pertanyaan mengenai perkembangan yang terjadi di Vanuatu saat ini. Apa pendapat dari TRWP?

TRWP: Perkembangan yang terjadi saat ini sangat kami banggakan. Waktu-waktu penderitaan kami di rimba raya New Guinea akan diperpendek. Waktu itu semakin dekat. Kami hanya bersyukur kepada Tuhan, Pencipta dan Pelindung Tanah dan Manusia Papua.

PMNews: Kami maksud terkait penyatuan yang terjadi di Vanuatu. Semua organ perjuangan akan disatukan ke OPM atau WPNCL atau NFRPB, atau apa?

TRWP: Jangan salah baca. Worskhop ini lebih bertujuan untuk menyatukan program kerja dan langkah-langkah menuju kemerdekaan, bukan untuk menyatukan organisasi. Kita harus lihat Papua dan organisasi perjuangan dalam konteks “Papua” bukan dalam konteks dunia barat dan dunia modern. Kami di Papua ini terdiri dari 245 suku lebih, dengan segala sistem suku, adat dan organisasi sosial yang sekian jumlahnya juga. Jadi menyatukan kami semua ke dalam satu struktur akan makan waktu lebih lama daripada waktu yang kita butuhkan untuk mewujudkan Papua Merdeka.

Kita jangan lawan realitas suku-bangsa kita. Kita harus jalan atas koridor fakta adat-istiadat, dan berjalan di atas jembatan itu. Jangan keluar jalur.

PMNews: Maksudnya TRWP memandang banyak faksi dan organisasi perjuangan Papua Merdeka tidak menjadi masalah?

TRWP: Tepat! Kami para pejuang tidak pernah melihat fakta yang ada sebagai masalah, atau penghambat. Lihat saja kami punya banyak Panglima, banyak organisasi, tetapi kami tidak baku tembak di antara kami sendiri. Jadi, jangan berpandangan yang keliru. Jangan jadikan barang yang bukan masalah menjadi masalah.

PMNews: Kalau begitu, sebenarnya kenapa harus ada pertemuan ini? Kami dengar ada pembentukan wadah baru.

TRWP:  Itu bukan organisasi, tetapi sebuah wadah koordinasi kerja, yang mengkoordinir semua elemen dan organisasi perjuangan yang ada di dalam negeri dan di luar negeri.

Yang kita pejuang Papua Merdeka perlu saat ini ialah “koordinasi kerja” dan “penyatuan program kerja dan langkah-langkah kerja” menuju Papua Merdeka.

PMNews: Apakah itu artinya semua organisasi lain dihapus?

TRWP: Sudah jelas tadi saya katakan. Semua organisasi yang ada tidak akan pernah dihapus. Tidak boleh kita membiasakan diri mendirikan organisasi lalu bunuh orgasasi kami sendiri. Itu kebiasaan tidak produktif. Kita harus menjaga dan mendayagunakan semua organisasi perjuangan yang ada.

PMNews: Bagaimana dengan negara yang sudah didekalarasikan di Padang Bulan, dalam kongres yang mereka sebut KRP III?

TRWP: Negara bukan baru didirikan, negara sudah ada sejak 1 Desember 1961, dan dikukuhkan 1 Juli 2971, cuman belum ada pengakuan dari negara lain. Yang kekurangan selama ini ialah Pemerintah Revolusi dan Dewan Perwakilan. Jadi kami sudah punya Parlemen Nasional West Papua, kami tinggal tunggu membentuk pemerintahan, bekerjasama dengan pemberintah bentukan KRP III itu, dan semua pihak.

Kita harus membangun sejarah perjuangan yang logis dan jelas secara logika hukum. Jangan bikin negara di atas negara, sama seperti yang dibuat NKRI. Jangan anggap proklamasi tidak pernah ada dan membuat proklamasi baru. Itu cara-cara yang justru membuat masyarakat internasional akan menilai kita tidak tahu bernegara.

Jadi, semua terlibat, semua bersama, semua bersatu. Kami punya semboyan kan, “One People – One Soul”.

Semua, artinya semua orang Melanesia, dari dalam negeri, dari luar negeri, yang pro Papua Merdeka yang anti Papua Merdeka, semua perlu bersatu dalam satu barisan, yaitu Barisan Orang West Papua sebagai manusia Ras Melanesia, tanpa membeda-bedakan, tanpa harus menuduh dan saling menolak.

PMNews: Maksudnya semua pendukung Merah-Putih termasuk?

TRWP: Pendukung Merah-Putih itu orang mana? Mereka orang Melanesia toh? Jadi, sekarang ini kita orang Melanesia yang satukan agenda dan program kerja. Agenda pertama ialah mendaftarkan diri ke MSG, jadi itu yang kita kemukakan. Itu membangun kebersamaan kita. Kita harus mendaftarkan diri sebagai orang Melanesia, bukan sebagai orang Merah-Putih atau orang Papua Merdeka.

PMNews: Apakah orang Merah-Putih menentang Bintang Kejora?

TRWP: Siapa bilang mereka menentang Bintang Kejora? Yang mereka tentang ialah cara perjuangan, pendekatan perjuangan, strategi perjuangan. Tadi saya sudah bilang, orang Papua ini bermacam-macam suku, dengan budaya dan tradisi yang berbeda. Ada yang senang perang, ada yang tidak memilik budaya perang. Jadi, kalau Papua Merdeka ialah pereang, maka itu membuat suku-suku lain menjadi tidak sejalan. Jadi, yang menimbulkan perbedaan ialah fakta latar-belakang kita.

Karena itu pertemuan ini membantu kita berkoordinasi dan menyatukan program dan langkah-langkah. Program pertama ialah mendaftarkan diri ke MSG. Itu sesuai dengan pesan Komunike MSG tahun 2013 dan tahun 2014.

PMNews: Terimakasih, kami sudah dapat penjelasan. Kami akan hubungi kalau ada perlu penjelasan. Terimakasih dan cukup sekian, kami mohon permisi.

TRWP: Selamat pagi. terimakasih. Kami selalu terbuka. Terimakasih.

Gen. Mathias Wenda: Pulihkan Dulu Status Kebangsaan Orang Papua, baru Bicara Status Kewarga-Negaraan

Terkait ucapan pegiat hukum di Tanah Papua Hendrik Tomasoa, SH, seperti dimuat dalam BintangPapua.com dan dikutip di Blog ini, “Status Warga Negara 10.000 Orang Papua Dipulihkan“, 17 Oktober 2014,Gen. TRWP Mathias Wenda saat dikonfirmasi PMNews menyatakan,

“Kalau benar-benar anak Hendrik dia perduli Hak orang, maka dia mulai dulu dengan Hak Kebangsaan, baru dia bicara tentang Hak Kewargaan. Kalau hak kebangsaan seseorang sudah dibunuh secara masal, apa artinya hak kewargaan individual?”

Dia juga harus tahu apakah kewarga-negaraan itu seuah hak seseorang atau kewajiban seseorang.

Berikut petikan wawancara singkat.

PMNews: Selamat siang. Kami minta permisi, kami tahu Bapak sudah baca berita Bintang Papua yang dimuat tanggal 17 Oktober 2014, judulnya “10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara“. Dan kami dengar Bapak tidak sependapat dengan Pak Hendrik yang diberitakan di sini. Mohon penjelasan.

Gen. TRWP M. Wenda: Iya, itu betul. Hendrik Tomasoa itu Bapak tau dia sudah lama sekali ada di situ, dan dia lama urus hukum di Tanah Papua, di Jayapura. Tetapi tiba-tiba dia bicara isu politik, menyangkut hak bangsa Papua. Itu yang bikin saya bingung. Ini dia sebagai orang Indonesia jadi, dia pasti dibayar untuk bicara itu.

PMNews: Beliau sekarang sudah menjadi Anggota DPRP, Komisi A, dan dia bicara dua hal, pertama meminta pemerintah kolonial Indonesia berikan status WNI kepada semua orang Papua yang ada di PNG, dan kedua memproses orang Papua untuk pulang ke Papua Barat.

Gen. TRWP M. Wenda: Orang Papua punya hak kewargaan-negara terhapus sejak hak kebangsaan orang Papua dihapus oleh NKRI. Kehadiran NKRI di Tanah Papua itu penyebab utamanya. Jadi solusinya harus dengan cara NKRI keluar dari Tanah Papua, maka hak kebangsaan orang Papua dipuluhkan, itu baru hak kewargaan-negara West Papua akan terpulihkan dengan otomatis.

PMNews: Tetapi Pak Tomasoa berbicara dalam konteks NKRI. Jadi….

Gen. TRWP M. Wenda: Tunggu dulu! Kami ini bukan stateless dan kami bukan non-nations. Kami punya state West Papua dan kami punya nation: Papua. Tetapi keduanya dihapus sejak NKRI ada di Tanah Papua. Jadi cara untuk memulihkan bukan dengan menempel kewargaan baru di atas kewargaan West Papua, tetapi NKRI keluar dari tanah leluhur saya dan anak-cucu saya. Termasuk Hendrik Tomasoa keluar dari situ kalau dia mendukung NKRI, tetapi kalau dia sebagai orang Melanesia mendukung saya dan perjuangan kami semua, maka di berhak tinggal di situ.

Tetapi dia jangan bicara seperti orang kampungan. Dia orang tahu hukum, ahli hukum. Dia harus bicara tentang “status kebangsaan” orang Papua sebelum bicara tetang status kewargaan-negara.

Kami ada di PNG ini tanah leluhur kami orang Papua. Orang Papua punya pulau ini. Jadi siapa sibuk urus kami? Kami mau dibawa pulang ke mana? Mereka yang harus pulang ke tanah leluhur mereka. Kami sudah ada di tanah leluhur kami, pulau New Guinea.

PMNews: Pak Tomasoa bicara terkait hak orang Papua di dalam NKRI.

Gen. TRWP M. Wenda: Ya, jelas, tetapi kita tidak perlu menanggapi terlau serius tentang permintaan dia itu karena dia menutup mata sebelah dan buka sebelah mata saja. Ini orang hukum yang tidak tahu HAM. Hak kewargaan-negara, itu hak, jadi negara tidak perlu berikan. Kalau orang Papua, saya menolak menjadi WNI, maka itu hak saya. Itu bukan kewajiban orang Papua dari barat New Guinea untuk menjadi WNI. Ini hak!

Dia keliru dua kali. Pertama dia keliru karena lupa bahwa masalah utamanya ialah penghilangan hak kebangsaan orang Papua, yang berujung kepada penyangkalan dan penolakan orang Papua untuk ber-warga-negara Indonesia. Jadi, hak saya bukan-nya tidak ada tetapi saya tolak. Kedua, saya tolak berkewarga-negaraan Indonesia karena itu hak saya, bukan kewajiban saya.

Oleh karena itu, NKRI tidak usah terlalu sibuk bawa diri mau kasih kewargaan-negara kepada kami. Kami berwarga-negara West Papua, berbangsa Papua, ras Melanesia. Itu barang sudah jelas, tidak perlu dicari dan tidak perlu diberikan oleh siapapun.

Semua orang Papua yang ada di PNG itu pertama kami ada di tanah leluhur kami sendiri, walaupun tidak di dusun kami. Jadi Indonesia tidak usah terlalu pusing dengan kami. Kedua kami yang ada di PNG menolak tegas pencaplokan tanah leluhur kami oleh NKRI, dan pendudukan atas tanah air kami oleh penjajah Indonesia. Itu pilihan politik.

Gen. Mathias Wenda: Pulihkan Dulu Status Kebangsaan Orang Papua, baru Bicara Status Kewarga-Negaraan

Terkait ucapan pegiat hukum di Tanah Papua Hendrik Tomasoa, SH, seperti dimuat dalam BintangPapua.com dan dikutip di Blog ini, “Status Warga Negara 10.000 Orang Papua Dipulihkan“, 17 Oktober 2014,Gen. TRWP Mathias Wenda saat dikonfirmasi PMNews menyatakan,

“Kalau benar-benar anak Hendrik dia perduli Hak orang, maka dia mulai dulu dengan Hak Kebangsaan, baru dia bicara tentang Hak Kewargaan. Kalau hak kebangsaan seseorang sudah dibunuh secara masal, apa artinya hak kewargaan individual?”

Dia juga harus tahu apakah kewarga-negaraan itu seuah hak seseorang atau kewajiban seseorang.

Berikut petikan wawancara singkat.

PMNews: Selamat siang. Kami minta permisi, kami tahu Bapak sudah baca berita Bintang Papua yang dimuat tanggal 17 Oktober 2014, judulnya “10.000 Warga Papua di PNG Tak Miliki Status Warga Negara“. Dan kami dengar Bapak tidak sependapat dengan Pak Hendrik yang diberitakan di sini. Mohon penjelasan.

Gen. TRWP M. Wenda: Iya, itu betul. Hendrik Tomasoa itu Bapak tau dia sudah lama sekali ada di situ, dan dia lama urus hukum di Tanah Papua, di Jayapura. Tetapi tiba-tiba dia bicara isu politik, menyangkut hak bangsa Papua. Itu yang bikin saya bingung. Ini dia sebagai orang Indonesia jadi, dia pasti dibayar untuk bicara itu.

PMNews: Beliau sekarang sudah menjadi Anggota DPRP, Komisi A, dan dia bicara dua hal, pertama meminta pemerintah kolonial Indonesia berikan status WNI kepada semua orang Papua yang ada di PNG, dan kedua memproses orang Papua untuk pulang ke Papua Barat.

Gen. TRWP M. Wenda: Orang Papua punya hak kewargaan-negara terhapus sejak hak kebangsaan orang Papua dihapus oleh NKRI. Kehadiran NKRI di Tanah Papua itu penyebab utamanya. Jadi solusinya harus dengan cara NKRI keluar dari Tanah Papua, maka hak kebangsaan orang Papua dipuluhkan, itu baru hak kewargaan-negara West Papua akan terpulihkan dengan otomatis.

PMNews: Tetapi Pak Tomasoa berbicara dalam konteks NKRI. Jadi….

Gen. TRWP M. Wenda: Tunggu dulu! Kami ini bukan stateless dan kami bukan non-nations. Kami punya state West Papua dan kami punya nation: Papua. Tetapi keduanya dihapus sejak NKRI ada di Tanah Papua. Jadi cara untuk memulihkan bukan dengan menempel kewargaan baru di atas kewargaan West Papua, tetapi NKRI keluar dari tanah leluhur saya dan anak-cucu saya. Termasuk Hendrik Tomasoa keluar dari situ kalau dia mendukung NKRI, tetapi kalau dia sebagai orang Melanesia mendukung saya dan perjuangan kami semua, maka di berhak tinggal di situ.

Tetapi dia jangan bicara seperti orang kampungan. Dia orang tahu hukum, ahli hukum. Dia harus bicara tentang “status kebangsaan” orang Papua sebelum bicara tetang status kewargaan-negara.

Kami ada di PNG ini tanah leluhur kami orang Papua. Orang Papua punya pulau ini. Jadi siapa sibuk urus kami? Kami mau dibawa pulang ke mana? Mereka yang harus pulang ke tanah leluhur mereka. Kami sudah ada di tanah leluhur kami, pulau New Guinea.

PMNews: Pak Tomasoa bicara terkait hak orang Papua di dalam NKRI.

Gen. TRWP M. Wenda: Ya, jelas, tetapi kita tidak perlu menanggapi terlau serius tentang permintaan dia itu karena dia menutup mata sebelah dan buka sebelah mata saja. Ini orang hukum yang tidak tahu HAM. Hak kewargaan-negara, itu hak, jadi negara tidak perlu berikan. Kalau orang Papua, saya menolak menjadi WNI, maka itu hak saya. Itu bukan kewajiban orang Papua dari barat New Guinea untuk menjadi WNI. Ini hak!

Dia keliru dua kali. Pertama dia keliru karena lupa bahwa masalah utamanya ialah penghilangan hak kebangsaan orang Papua, yang berujung kepada penyangkalan dan penolakan orang Papua untuk ber-warga-negara Indonesia. Jadi, hak saya bukan-nya tidak ada tetapi saya tolak. Kedua, saya tolak berkewarga-negaraan Indonesia karena itu hak saya, bukan kewajiban saya.

Oleh karena itu, NKRI tidak usah terlalu sibuk bawa diri mau kasih kewargaan-negara kepada kami. Kami berwarga-negara West Papua, berbangsa Papua, ras Melanesia. Itu barang sudah jelas, tidak perlu dicari dan tidak perlu diberikan oleh siapapun.

Semua orang Papua yang ada di PNG itu pertama kami ada di tanah leluhur kami sendiri, walaupun tidak di dusun kami. Jadi Indonesia tidak usah terlalu pusing dengan kami. Kedua kami yang ada di PNG menolak tegas pencaplokan tanah leluhur kami oleh NKRI, dan pendudukan atas tanah air kami oleh penjajah Indonesia. Itu pilihan politik.

Gen. Mathias Wenda: Pulihkan Dulu Status Kebangsaan Orang Papua, baru Bicara Status Kewarga-Negaraan was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Gubermur Papua dan Papua Barat Harus Akui: Ini Otsus Minus

Dari Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Secretary-Genera TRWP atau WPRA (West Papua Revolutionary Army) menyatakan

“Para Gubernur di Tanah Papua, yang notabene adalah orang Papua sendiri secara ras dan suku-bangsa, harus berani menyatakan dan mengganti nama Otsus Plus menjadi Otsus Minus berdasarkan tindakan-tindakan Mendagri kolonial Indonesia yang telah diprotes baru-baru ini oleh Ketua MRP Papua, Ketua DPRP dan Gubernur Provinsi Papua”.

Mendengar polemik pemerintah kolonial NKRI di Pusat dan pemerintah kolonial di daerah, di mana para pejabat pemerintah kolonial di daerah diisi oleh Orang Asli Papua (OAP) yang selama setahun lebih belakangan ini berbangga hati dan memamerkan slogan “Papua Bangkit Untuk Mandiri dan Sejahtera” dengan meluncurkan proyek-proyek besar, antara lain “Otsus Plus”, maka PMNews menyempatkan diri sedikit bertanya kepada pendapat di luar pejabat kolonial.

Berikut petikan wawancara PMNews dan Lt. Gen. Amunggut Tabi, Secretary-General TRWP per email (koteka@papuapost.com).

PMNews: Dengan hormat, kami sampaikan berita-berita terlampir berisi perkembangan terakhir dan tindakan kolonial di Jakarta terhadap usulan yang disampaikan para pejabat kolonial di provinsi di Tanah Papua. Kami mohon kiranya TRWP menyampaikan tanggapan-tanggapan berdasarkan pertanyaan kami sebagai berikut:

  1. Apa tanggapan TRWP terhadap perkembangan dari DOM ke Otda ke Otsus ke Otsus Plus ini?
  2. Apa tanggapan TRWP terhadap tanggapan yang disampaikan Gubernur Papua, Ketua MRP dan Ketua DPRP?
  3. Apa Sarang TRWP terhadap para pejabat kolonial NKRI di Tanah Papua yang adalah pemuda Papua atau orang asli Papua?
  4. Apa sarang TRWP kepada bangsa Papua di seluruh Tanah Papua dari Sorong sampai Samarai terkait perkembangan ini?

TRWP: Dengan hormat, kami ucapkan terimakasih. MERDEKA HARGA MAT! Kami sudah baca semua lampiran berita dengan cermat dan berulang-ulang, dan kami juga mendiskusikan di antara kami, terutama dengan Bapak Panglima Tertinggi Komando Revolusi Gen. TRWP Mathias Wenda.

Kami sebenarnya tidak mau menanggapi perkembangan yang terjadi di dalam negeri, mengingat tugas kami bukan untuk menanggapi perkembangan politik. Oleh karena itu kami dari Marks Pusat TRWP menugaskan Kantor Sekretariat untuk menjawabnya, karena kantor Sekretariat sepenuhnya bekerja untuk strategi politik perjuangan Papua Merdeka.

Berikut jawaban atau tanggapan kami.

  1. Tanggapan pertama tidak perlu ditanggapi karena memang tugas penjajah harus begitu. Bukan NKRI saja, semua penjajah di dunia punya strategi memang begitu, mereka rubah-rubah selalu untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan politik di wilayah jajahan ataupun di pusat pemerintahan kolonial. Itu bukan sesuatu yang perlu ditanggapi, karena memang selalu dinamis, selalu berubah, selalu harus begitu. Kalau tidak begitu, kalau saja NKRI tetap pertahankan Tanah Papua wilayah DOM, pasti ceritanya tidak sama dengan sekarang ini.
  2. TRWP menanggapi dengan dua sikap: (1) lucu; dan (2) salut. Pertama pandangan lucu muncul karena para pejabat kolonial di Tanah Papua, gubernur dan jajarannya masih saja mengharapkan NKRI berbuat tulus, ikhlas dan sepenuh hari membangun Papua. Ini sebuah lelucon, sebuah cerita mop, sebuah mimpin buruk. Mengharapkan penjajah berbaik hati, berbuat banyak, mendengarkan suara wilayah jajahan, itu sangat tidak masuk akal. Apalagi memintanya dengan cara hanya menulis surat dan melakukan revisi draft UU Otsus Plus. Kami baca pernyataan Ketua MRP “Kalau mereka sejahtera kebangaan orang Indonesia juga,” merupakan sebuah pemikiran yang sangat menyedihkan karena ia berharap menjaring angin? Sekarang kita tanya, “Apakah orang Papua sejahtera itu NKRI atau Indonesia bangga? Apa unsur yang akan membuat orang Jawa bangga karena orang Papua sejahtera? Sangat lucu, sekali lagi lucu. Mengharapkan kolonial merasa bangga karena bangsa jajahannya maju merupakan mimpi buruk pejabat kolonial di Tanah Papua.

    Di sisi lain kami bangga karena semua gubernur di tanah Papua, bahkan Gubernur Papua Barat-pun takut atau merupakan bagian dari permainan NKRI, tetapi Gubernur Papua dan jajarannya terbukti membela rakyat Papua. Walaupun harapan muluk-muluk mereka menjadi bahan tertawaan, tetapi dari sisi keberanian membela kepentingan bangsa dan Tanah Papua patut dicontoh dan diteladani oleh semua orang Papua, baik yang ada dalam sistem kolonial maupun yang berjuang untuk Papua Merdeka, semuanya harus bejalar dari teladan ini. Ini teladan penting dan bernilai luhur. Lebih baik mati demi kepentingan umum, bangsa dan tanah air daripada mempertahankan nama-baik dan jabatan tetapi dalam hati penuh dengan dosa, dengki, amarah, frustrasi dan merasa tak berdaya yang disusul doa keluhan kepada Tuhan Sang Pencipta dan Pelindung Tanah Papua.

  3. Saran kami kepada orang Asli Papua yang menjabat di pemerintahan kolonial NKRI ialah supaya berpolitik sesuai dengan “real-politik” yang ada. Jangan terlalu muluk-muluk, jangan bermimpi melampaui batas kemampuan NKRI utnuk menyetujuinya, nanti yang menjadi korban bangsa Papua sendiri. Perjuangan Papua Merdeka itu bukan kita minta dari NKRI, seperti anak-anak di Tanah Papua selalu tuntut merdeka dan minta referendum. Itu mengemis namanya. Kita tidak perlu mengemis. Perjuangan Papua Merdeka ialah untuk merebut kembali kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Papua yang telah ada dan dirampas oleh NKRI. Itu tidak muluk-muluk. Itu fakta, itu kebenaran! Itu telah memakan korban nyawa, waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Sejarah perjuangan bangsa-bangsa di dunia tidak pernah dimatikan dengan kesejahteraan atau keadilan atau penghakiman yang tegas dan hukuman yang setimpal terhadap para pelanggar HAM atau pembangunan. Justru pembangunan dan kesejahteraan di wilayah jajahan selalu berakhir dengan wilayah kemerdekaan wilayah jajahan. Kita lihat contoh pasti dan jelas dari NKRI sendiri. Indonesia dulu dididik, dimajukan dan akhirnya mereka menuntut merdeka dan sudah merdeka.  Kalau minta Otsus menjadi Plus itu apakah tidak muluk-muluk? Apakah itu melebihi batas kemampuan NKRI untuk memenuhinya? NKRI bukannya tidak mau, jelas-jelas tetapi TIDAK SANGGUP memenuhi tuntutan para gubernur kolonial di Tanah Papua. Maka saran kami,

    Para Gubernur di Tanah Papua, yang notabene adalah orang Papua sendiri secara ras dan suku-bangsa, harus berani menyatakan dan mengganti nama Otsus Plus menjadi Otsus Minus berdasarkan tindakan-tindakan Mendagri kolonial Indonesia yang telah diprotes baru-baru ini oleh Ketua MRP Papua, Ketua DPRP dan Gubernur Provinsi Papua

  4. Saran kepada bangsa Papua dari Sorong sampai Samarai supaya kita semua bersatu dan senantiasa berdoa, memanjatkan syukur kepada Tuhan atas apa yang telah Ia lakukan untuk tanah dan bangsa ini, dan memandang ke masa depan yang cerah, yang penuh damai dan sejahtera, tanpa takut akan kematian, tanpa rasa gelisah atau tanya-tanya akan keamanan nyawa, tanpa terancam otak dan benak kita, tanpa harus lari mengembara kesasar di hutan-rimba seperti pencuri dan perampok, tanpa harus mati oleh tangan penjajah.

    Tanah Papua yang kita perjuangankan dan hendak kita ciptakan setelah West Papua terlepas dari NKRI ialah Tanah yang damai, harmonis dan sustainable: damai dan harmonis dengan sesama manusia, dan dengan sesama makhluk, yang berakibat kehidupan yang berkelanjutan. Kami tidak memperjuangkan kemakmuran, kami tidak bercita-cita mendirikan negara West Papua yang adil dan makmur seperti cita-cita NKRI. Kami tidak bangkit uuntuk mandiri dan sejahtera seperti slogan Gubernur Papua!

    Kami bercita-cita mendirikan negara West Papua yang damai, harmonis dan sustainable; karena kami berangkat dari filsafat Melanesia, sebuah filsafat yang berasal dari Taman Firdaus, Tanah Surgawi, di mana ada Burung Surga bernyanyi menyambut kegiatan kita sehari-hari. Bangsa yang hidup di Tanah Surga, Firdaus tidak perlu memperjuangkan adil-makmur, karena mereka sudah ada di surga. Yang perlu diharidkan kembali setelah era penjajahan dan dilestarikan di Taman Firdaus ialah Kedamaian, Keharmonisan dan Kesinambungan.

Demikian.

PMNews: Demikianlah petikan wawancara per email yang kami lakukan tanggal 24 Agustus 2014.

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi: Mari Kita Baca Politik Melanesia

Menanggapi tanggapan TRWP atas keputusan para pemimpin Melanesia atas lamaran WPNCL untuk menjadi anggota MSG, maka PMNews menggali sedikit latar-belakang pernyataan yang telah dikeluarkan para pemimpin Melanesia.

General Tabi menyatakan,

Sekarang waktunya kita berbicara dalam kerangka ke-Melanesia-an. Asia dan Asia Tenggara sudah bergerak ke arah pemikiran dan pembicaraan ke-Asia-an, Eropa sudah tuntas menyelesaikan ke-Eropa-an mereka. Amerika masih bergulat antara Amerika Utara dan Selatan. Afrika masih berjuang dengan yang Kristen dan non-Kristen, yang bekas jajahan Perancis dan Inggris dan Jerman dan lain sebaginya. Kita di Melanesia harus mulai berpikir secara ke-Melanesia-an”

Berikut petikan wawancara singkat

PMNews: Selamat malam. Kami mengganggu sedikit untuk menggali sedikit terkait pernyataan yang telah dibuat dan telah kami terbitkan terkait dengan keputusan para pemimpin MSG menyangkut lamaran WPNCL menjadi anggota MSG.

Amunggut Tabi (TRWP): Saya mau kita tarik pelajaran pertama dan terpenting dari semua ini ialah bahwa masalah dan isu Papua sekarang sudah menjadi agenda Melanesia. Itu yang begitu lama kami tunggu. Jadi, setelah bola bergulir ke meja MSG, baru kita kana atur agenda lainnya menyusul.

PMNews: Sebenarnya pada prinsipnya mereka menolak lamaran WPNCL, bukan?

Amunggut Tabi (TRWP): Bukan begitu. Justru sebaliknya, pada prinsipnya mereka semua menerima lamaran tentang West Papua menjadi anggota MSG, tetapi mereka menyatakan perlu ada pembicaraan inclusive semua orang Papua untuk menentukan keterwakilan itu. Jadi bukan WPNCL yang mewakili West Papua, tetapi semua elemen orang Papua yang mewakili orang Papua.

Jadi, orang Melanesia ialah orang Melanesia, orang Melanesia anggota OPM, orang Melanesia Gubernur, orang Melanesia Bupati, orang Melanesia anggota DPR RI atau DPRP, semua orang Melanesia, semua perwira maupun pejabat TRWP, semuanya, seluruhnya. Itu yang mereka maksudkan. Mereka bukannya tidak menerima lamaran, tetapi mereka menerima dengan memperluas cakupan manusia yang terwakili dalam keanggotaan itu.

PMNews:Tetapi pada prinsipnya WPNCL tidak diterima, bukan?

TRWP: WPNCL bukan tidka diterima tetapi disuruh memperluas jangkauan keanggotaannya. Orang Papua ada yang di pengasingan, ada yang di tanah ai di Timur dan Barat pulau New Guinea, ada pendukung OPM, ada pejabat NKRI, ada orang gereja, ada orang LSM, jadi semua harus diwakili. Itu maksud mereka. Kalau semua diwakili, itu baru wakil dari West Papua ke dalam komunitas Melanesia. Jadi bukan Melanesia Papua Merdeka saja, dan bukan Melanesia NKRI harga mati saja, tetapi semua Melanesia.

PMNews: Bagaimana kalau nantinya Melanesia NKRI harga mati lagi masuk ke dalam kelompok ini?

TRWP: Jadi, keterwakilan di MSG itu tidak terkait dengan pandangan politik, tetapi terkait dengan Manusianya, ras orang itu. Jadi semua orang Melanesia tanpa membedakan pandangan politik.

PMNews: Lalu di mana letak kemenangan sampai TRWP sudah terlanjut sampaikan ucapan salut dan hormat?

TRWP: Ucapan itu kami sampaikan berdasarkan fakta pertama negara-negara Melanesia sudah berani berbicara dan mengagendakan serta mengambil langkah tindak-lanjut tentang isu West Papua. Itu sudah langkah luarbiasa. Dulu masalah ini dihindari dengan berbagai macam alasan, bahkan antara mencium kotoran manusia dengan mencium nama West Papua hampir sama. Begitu mereka mendengarnya, mereka akan lari dari Anda. Sangat menyakitkan! Tetapi itu kan sekarang tidak lagi, mereka sudah terlibat dalam membicarakan masalah mereka sendiri, masalah Melanesia secara resmi dalam forum pemimpin negara-negara Melanesia.

Jadi kejadian ini dan langkah ini dan keputusan ini harus disambut gembira. Tinggal tidak optimal atau tidaknya itu diupayakan bersama dalam perjuangan ke depan. Kita harus mensyukuri apa yang telah diraih, baru dari situ kita bangun terus ke dapan. Jangan selamanya kita mengutuk, menolak dan menyesali raihan-raihan kita orang Melanesia sendiri.

PMNews: Bagaimana kalau WPNCL memandang keputusan ini tidak tepat?

TRWP: Itu penilaian kita serahkan kepada para pemimpin WPNCL. Tetapi kami pikir mereka akan melihat masalah ini sama dengan yang kami lihat. Mereka itu para politisi senior, tidak sama dengan kami di hutan yang tidak tahu banyak tentang politik.

PMNews: Apa yang akan dilakukan TRWP menyusul keputusan ini?

TRWP: Pekerjaan pokok TRWP itu mengangkat senjata dan berperang menentang penjajah. Itu tidak bisa dirubah oleh kondisi apapun.

PMNews: Kalau misalnya para pemimpin MSG meminta Anda untuk tidak mengangkat senjata?

TRWP: Itu harapan Anda? Dalam pernyataan tadi tidak ada satupn mereka singgung tentang TRWP atau OPM atau apapun. Mereka hanya singgung WPNCL. Yang mereka permasalahkan di sini isu Melanesia dan keanggotaannya. Mereka tidak menyinggung Papua Merdeka atau organisasinya. Agenda itu tidak ada. Jadi yang kami sampaikan ucapan selamat ini menyangkut “integrasi Melanesia” menurut ras dan keturunan kita, bukan secara politik.

PMNews: Apakah ada harapan proses penyatuan ras dan keturuan ini mengantar kita kepada kemerdekaan?

TRWP: Itu tidak perlu ditanyakan. Dan juga tidak perlu dijawab. Ada pepatah Indonesia, “Tak kenal maka tak sayang”, begitu kah? Itu maksudnya. Kita tidak usah bermimpi sebelum waktu mimpi tiba. Kita bangun dulu, baru akan tidur, baru waktu tidur kita bermimpi.

Kita harus baca politik Melanesia dari kacamata Melanesia, dalam ke-Melansia-an kita. Kita jangan terpengaruh oleh politik “curiga” dan “tidak pecaya” yang diajarkan NKRI. Kita harus yakin bahwa para pemimpin Melanesia ini tahu mereka sedang berbicara tentang tanah leluhur mereka sendiri. Tetapi mereka tahu bahwa dunia ini ada yang mengatur dan mereka harus bermain dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh para pemimpin dunia.

Kita harus melihat tembus ke dalam hati para pemimpin yang mengambil keputusan, bukan sebatas kata-kata yang tertera dalam komunike. Kita sebagai orang Melanesia sebenarnya dalam budaya kita biasa memahami pesan dari cara kita menyampaikan dan dalam konteks apa kita sampaikan, bukan hanya apa yang kita sampaikan saja. Itu sejak nenek-moyang kita ketahui. Semua perkembangan yang terjadi di Melanesia mari kita soroti dan amati dari kacamata Melanesia.

Itu sebabnya dulu dalam salah satu wawancara saya katakan “Let us do it in our Melanesia way”. Kita orang Melanesia punya sistem sosial, sistem nilai, sistem kekerabatan, sistem politik dan militer, aturan perang, aturan politik yang sudah baku, yang harus diamalkan oleh orang Melanesia sekarang dan yang akan datang. Oleh karen aitu apa pun yang terjadi di wilayah kita haruslah kita sambut dalam roh ke-Melanesia-an dan dalam kacamata Melanesia.

Sekarang waktunya kita berbicara dalam kerangka ke-Melanesia-an. Asia dan Asia Tenggara sudah bergerak ke arah pemikiran dan pembicaraan ke-Asia-an, Eropa sudah tuntas menyelesaikan ke-Eropa-an mereka. Amerika masih bergulat antara Amerika Utara dan Selatan. Afrika masih berjuang dengan yang Kristen dan non-Kristen, yang bekas jajahan Perancis dan Inggris dan Jerman dan lain sebaginya. Kita di Melanesia harus mulai berpikir secara ke-Melanesia-an

PMNews; Sudah jelas sekarang, dan kami ucapkan terimakasih. Kami sudah dapat gambaran lebih sekarang. Untuk sekarang kami cukupkan dulu. Sekali lagi terimakasih.

TRWP: Terimakasih banyak.

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi: Mari Kita Baca Politik Melanesia

Menanggapi tanggapan TRWP atas keputusan para pemimpin Melanesia atas lamaran WPNCL untuk menjadi anggota MSG, maka PMNews menggali sedikit latar-belakang pernyataan yang telah dikeluarkan para pemimpin Melanesia.

General Tabi menyatakan,

Sekarang waktunya kita berbicara dalam kerangka ke-Melanesia-an. Asia dan Asia Tenggara sudah bergerak ke arah pemikiran dan pembicaraan ke-Asia-an, Eropa sudah tuntas menyelesaikan ke-Eropa-an mereka. Amerika masih bergulat antara Amerika Utara dan Selatan. Afrika masih berjuang dengan yang Kristen dan non-Kristen, yang bekas jajahan Perancis dan Inggris dan Jerman dan lain sebaginya. Kita di Melanesia harus mulai berpikir secara ke-Melanesia-an”

Berikut petikan wawancara singkat

PMNews: Selamat malam. Kami mengganggu sedikit untuk menggali sedikit terkait pernyataan yang telah dibuat dan telah kami terbitkan terkait dengan keputusan para pemimpin MSG menyangkut lamaran WPNCL menjadi anggota MSG.

Amunggut Tabi (TRWP): Saya mau kita tarik pelajaran pertama dan terpenting dari semua ini ialah bahwa masalah dan isu Papua sekarang sudah menjadi agenda Melanesia. Itu yang begitu lama kami tunggu. Jadi, setelah bola bergulir ke meja MSG, baru kita kana atur agenda lainnya menyusul.

PMNews: Sebenarnya pada prinsipnya mereka menolak lamaran WPNCL, bukan?

Amunggut Tabi (TRWP): Bukan begitu. Justru sebaliknya, pada prinsipnya mereka semua menerima lamaran tentang West Papua menjadi anggota MSG, tetapi mereka menyatakan perlu ada pembicaraan inclusive semua orang Papua untuk menentukan keterwakilan itu. Jadi bukan WPNCL yang mewakili West Papua, tetapi semua elemen orang Papua yang mewakili orang Papua.

Jadi, orang Melanesia ialah orang Melanesia, orang Melanesia anggota OPM, orang Melanesia Gubernur, orang Melanesia Bupati, orang Melanesia anggota DPR RI atau DPRP, semua orang Melanesia, semua perwira maupun pejabat TRWP, semuanya, seluruhnya. Itu yang mereka maksudkan. Mereka bukannya tidak menerima lamaran, tetapi mereka menerima dengan memperluas cakupan manusia yang terwakili dalam keanggotaan itu.

PMNews:Tetapi pada prinsipnya WPNCL tidak diterima, bukan?

TRWP: WPNCL bukan tidka diterima tetapi disuruh memperluas jangkauan keanggotaannya. Orang Papua ada yang di pengasingan, ada yang di tanah ai di Timur dan Barat pulau New Guinea, ada pendukung OPM, ada pejabat NKRI, ada orang gereja, ada orang LSM, jadi semua harus diwakili. Itu maksud mereka. Kalau semua diwakili, itu baru wakil dari West Papua ke dalam komunitas Melanesia. Jadi bukan Melanesia Papua Merdeka saja, dan bukan Melanesia NKRI harga mati saja, tetapi semua Melanesia.

PMNews: Bagaimana kalau nantinya Melanesia NKRI harga mati lagi masuk ke dalam kelompok ini?

TRWP: Jadi, keterwakilan di MSG itu tidak terkait dengan pandangan politik, tetapi terkait dengan Manusianya, ras orang itu. Jadi semua orang Melanesia tanpa membedakan pandangan politik.

PMNews: Lalu di mana letak kemenangan sampai TRWP sudah terlanjut sampaikan ucapan salut dan hormat?

TRWP: Ucapan itu kami sampaikan berdasarkan fakta pertama negara-negara Melanesia sudah berani berbicara dan mengagendakan serta mengambil langkah tindak-lanjut tentang isu West Papua. Itu sudah langkah luarbiasa. Dulu masalah ini dihindari dengan berbagai macam alasan, bahkan antara mencium kotoran manusia dengan mencium nama West Papua hampir sama. Begitu mereka mendengarnya, mereka akan lari dari Anda. Sangat menyakitkan! Tetapi itu kan sekarang tidak lagi, mereka sudah terlibat dalam membicarakan masalah mereka sendiri, masalah Melanesia secara resmi dalam forum pemimpin negara-negara Melanesia.

Jadi kejadian ini dan langkah ini dan keputusan ini harus disambut gembira. Tinggal tidak optimal atau tidaknya itu diupayakan bersama dalam perjuangan ke depan. Kita harus mensyukuri apa yang telah diraih, baru dari situ kita bangun terus ke dapan. Jangan selamanya kita mengutuk, menolak dan menyesali raihan-raihan kita orang Melanesia sendiri.

PMNews: Bagaimana kalau WPNCL memandang keputusan ini tidak tepat?

TRWP: Itu penilaian kita serahkan kepada para pemimpin WPNCL. Tetapi kami pikir mereka akan melihat masalah ini sama dengan yang kami lihat. Mereka itu para politisi senior, tidak sama dengan kami di hutan yang tidak tahu banyak tentang politik.

PMNews: Apa yang akan dilakukan TRWP menyusul keputusan ini?

TRWP: Pekerjaan pokok TRWP itu mengangkat senjata dan berperang menentang penjajah. Itu tidak bisa dirubah oleh kondisi apapun.

PMNews: Kalau misalnya para pemimpin MSG meminta Anda untuk tidak mengangkat senjata?

TRWP: Itu harapan Anda? Dalam pernyataan tadi tidak ada satupn mereka singgung tentang TRWP atau OPM atau apapun. Mereka hanya singgung WPNCL. Yang mereka permasalahkan di sini isu Melanesia dan keanggotaannya. Mereka tidak menyinggung Papua Merdeka atau organisasinya. Agenda itu tidak ada. Jadi yang kami sampaikan ucapan selamat ini menyangkut “integrasi Melanesia” menurut ras dan keturunan kita, bukan secara politik.

PMNews: Apakah ada harapan proses penyatuan ras dan keturuan ini mengantar kita kepada kemerdekaan?

TRWP: Itu tidak perlu ditanyakan. Dan juga tidak perlu dijawab. Ada pepatah Indonesia, “Tak kenal maka tak sayang”, begitu kah? Itu maksudnya. Kita tidak usah bermimpi sebelum waktu mimpi tiba. Kita bangun dulu, baru akan tidur, baru waktu tidur kita bermimpi.

Kita harus baca politik Melanesia dari kacamata Melanesia, dalam ke-Melansia-an kita. Kita jangan terpengaruh oleh politik “curiga” dan “tidak pecaya” yang diajarkan NKRI. Kita harus yakin bahwa para pemimpin Melanesia ini tahu mereka sedang berbicara tentang tanah leluhur mereka sendiri. Tetapi mereka tahu bahwa dunia ini ada yang mengatur dan mereka harus bermain dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh para pemimpin dunia.

Kita harus melihat tembus ke dalam hati para pemimpin yang mengambil keputusan, bukan sebatas kata-kata yang tertera dalam komunike. Kita sebagai orang Melanesia sebenarnya dalam budaya kita biasa memahami pesan dari cara kita menyampaikan dan dalam konteks apa kita sampaikan, bukan hanya apa yang kita sampaikan saja. Itu sejak nenek-moyang kita ketahui. Semua perkembangan yang terjadi di Melanesia mari kita soroti dan amati dari kacamata Melanesia.

Itu sebabnya dulu dalam salah satu wawancara saya katakan “Let us do it in our Melanesia way”. Kita orang Melanesia punya sistem sosial, sistem nilai, sistem kekerabatan, sistem politik dan militer, aturan perang, aturan politik yang sudah baku, yang harus diamalkan oleh orang Melanesia sekarang dan yang akan datang. Oleh karen aitu apa pun yang terjadi di wilayah kita haruslah kita sambut dalam roh ke-Melanesia-an dan dalam kacamata Melanesia.

Sekarang waktunya kita berbicara dalam kerangka ke-Melanesia-an. Asia dan Asia Tenggara sudah bergerak ke arah pemikiran dan pembicaraan ke-Asia-an, Eropa sudah tuntas menyelesaikan ke-Eropa-an mereka. Amerika masih bergulat antara Amerika Utara dan Selatan. Afrika masih berjuang dengan yang Kristen dan non-Kristen, yang bekas jajahan Perancis dan Inggris dan Jerman dan lain sebaginya. Kita di Melanesia harus mulai berpikir secara ke-Melanesia-an

PMNews; Sudah jelas sekarang, dan kami ucapkan terimakasih. Kami sudah dapat gambaran lebih sekarang. Untuk sekarang kami cukupkan dulu. Sekali lagi terimakasih.

TRWP: Terimakasih banyak.

Lt. Gen. TRWP Amunggut Tabi: Mari Kita Baca Politik Melanesia was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Saya Bertanggungjawab atas Kontak Senjata di Perbatasan West Papua – PNG Tadi Siang

Mendengar pemberitaan terkait terjadinya kontak senjata antara Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di pintu perbatasan West Papua – Papua New Guinea, yang terjadi pada hari ini (Selasa,03/06/14) jam 13:15 WP, Papua Merdeka News (PMNews) mencoba untuk memastikan kebenaran terkait pemberitaan media dengan mewawancarai Gen. TRWP Mathias Wenda via seluler.

Ketika ditanyakan terkait kontak senjata yang terjadi antara TRWP dan TNI di perbatasan, Gen. TRWP Mathias Wenda, membenarkan kejadian tersebut dilakukan oleh anak buahnya dan menyatakan sepenuhnya bertanggung jawab atas penembakan yang terjadi di perbatasan,

“Ya, penembakan yang terjadi siang ini di perbatasan dilakukan oleh anak buah saya, atas perintah saya. Saya sepenuhnya bertanggung jawab atas kontak senjata yang terjadi hari ini (Selasa,03/0614)”.

Tegas Gen. Berbintang empat ini.

Sambungnya,

“kami akan terus melancarkan aksi-akasi gerilya sapai Indonesia keluar dari wilayah Kedaulatan WEST PAPUA. Dan juga saya ingatkan kembali kepada Seluruh Orang Papua, untuk Memboikot proses Pemilihan Presiden Indonesia di seluruh Tanah Papua.”

Lanjutnya.

PMNews kembali mengajukan pertanyaan kepada sang Jenderal, apakah ada korban dari pihak TRWP dalam kontak senjata yang terjadi siang tadi ? Gen. TRWP Mathias Wenda merespon pertanyaan PMNews dan menyatakan bahwa semua anak buahnya dalam keadaan baik-baik saja,

“semua anak buah saya dalam kondisi baik-baik saja, tidak ada pasukan kami yang gugur dalam pertempuran tadi siang. Laporan yang saya dapat dari anak buah saya adalah mereka berhasil menjatuhkan satu anggota TNI”.

Tegas sang Jenderal.

Kasdam : Dialog Politik Papua Sudah Terlambat

Kasdam XVII Cenderawasih, Brigadir Jenderal (TNI) Hinsa Siburian (Jubi/Indrayadi TH)

Jayapura, 22/5 (Jubi) – Kasdam XVII Cenderawasih, Brigjen (TNI) Hinsa Siburian mengatakan dialog tentang Papua pada akhirnya akan tergantung dari sudut pandang Negara. Hal ini diungkapkan dalam pertemuan hari kedua Konferensi Nasional VI, Selasa (20/5) di Hotel Sentani Indah, Sentani.

“Dialog akan sangat tergantung dari sudut pandang siapa. Bagi kami, sebagai alat negara, dialog politik sudah terlambat, selesai. Sebab, Papua sudah menjadi wilayah NKRI yang diakui PBB. Jadi secara politik sudah sah dari segi hukum, undang-undang termasuk hukum internasional,”

ungkap Kasdam seperti rilis yang diterima tabloidjubi.com, Rabu (21/5) sore.

Maka, lanjut Hinsa , yang diperlukan sekarang adalah membangun kesejahteraan. Jika ingin melakukan dialog, hal itu memungkinkan melalui Otonomi Khusus di mana masyarakat bisa menggunakan berbagai jalur atau sarana di pemerintahan daerah dan DPR yang di Papua untuk membicarakan setiap permasalahan kesejahteraan yang ada di masyarakat.

“Papua sama seperti wilayah-wilayah Indonesia yang status hukum dan politiknya adalah tertib sipil. Sehingga, fungsi kami sebagai TNI melakukan pembinaan teritorial dan membantu serta melindungi masyarakat agar tidak terganggu. Kami mengambil peran agar Papua damai karena itu operasi yang kami lakukan adalah membangun kepercayaan dengan pendekatan terhadap masyarakat,”

tutur Hinsa

Dia mengatakan , operasi yang dilakukan pihaknya bukan dengan menerjunkan berkompi-kompi pasukan tetapi ikut mendorong kesejahteraan Papua. Untuk itulah Babinsa bersama-sama dengan masyarakat. Tugasnya membantu polisi mengatasi kriminalitas dan di beberapa wilayah yang di perbatasan maupun di pedalaman. Di antaranya membantu masyarakat dengan mengajar atau membuka jalan untuk pembangunan jalan.

“Namun begitu setiap ada oknum-oknum yang melakukan kesalahan dalam bertugas harus pula diproses secara hukum. TNI harus profesional juga menghormati hak asasi manusia. Itu undang-undang tentang TNI yang sekarang ini,”

katanya.

Tetapi, Pungky Indarti, Direktris Imparsial Jakarta, selaku moderator diskusi justru membantah pernyataan Kasdam tersebut.

“Apa yang disampaikan Kasdam jauh dari realitas sehari-hari di Papua yang itu tercermin dari proses Konferensi Nasional VI Jaringan Antariman Indonesia yang sedang berjalan di Hotel Sentani Indah,”

kata Poengky dalam release yang diterima tabloidjubi.com melalui surat elektronik. (Jubi/Aprila)

May 22, 2014 at 21:57:38 WP,TJ

Kasdam : Dialog Politik Papua Sudah Terlambat

Kasdam XVII Cenderawasih, Brigadir Jenderal (TNI) Hinsa Siburian (Jubi/Indrayadi TH)

Jayapura, 22/5 (Jubi) – Kasdam XVII Cenderawasih, Brigjen (TNI) Hinsa Siburian mengatakan dialog tentang Papua pada akhirnya akan tergantung dari sudut pandang Negara. Hal ini diungkapkan dalam pertemuan hari kedua Konferensi Nasional VI, Selasa (20/5) di Hotel Sentani Indah, Sentani.

“Dialog akan sangat tergantung dari sudut pandang siapa. Bagi kami, sebagai alat negara, dialog politik sudah terlambat, selesai. Sebab, Papua sudah menjadi wilayah NKRI yang diakui PBB. Jadi secara politik sudah sah dari segi hukum, undang-undang termasuk hukum internasional,”

ungkap Kasdam seperti rilis yang diterima tabloidjubi.com, Rabu (21/5) sore.

Maka, lanjut Hinsa , yang diperlukan sekarang adalah membangun kesejahteraan. Jika ingin melakukan dialog, hal itu memungkinkan melalui Otonomi Khusus di mana masyarakat bisa menggunakan berbagai jalur atau sarana di pemerintahan daerah dan DPR yang di Papua untuk membicarakan setiap permasalahan kesejahteraan yang ada di masyarakat.

Papua sama seperti wilayah-wilayah Indonesia yang status hukum dan politiknya adalah tertib sipil. Sehingga, fungsi kami sebagai TNI melakukan pembinaan teritorial dan membantu serta melindungi masyarakat agar tidak terganggu. Kami mengambil peran agar Papua damai karena itu operasi yang kami lakukan adalah membangun kepercayaan dengan pendekatan terhadap masyarakat,”

tutur Hinsa

Dia mengatakan , operasi yang dilakukan pihaknya bukan dengan menerjunkan berkompi-kompi pasukan tetapi ikut mendorong kesejahteraan Papua. Untuk itulah Babinsa bersama-sama dengan masyarakat. Tugasnya membantu polisi mengatasi kriminalitas dan di beberapa wilayah yang di perbatasan maupun di pedalaman. Di antaranya membantu masyarakat dengan mengajar atau membuka jalan untuk pembangunan jalan.

“Namun begitu setiap ada oknum-oknum yang melakukan kesalahan dalam bertugas harus pula diproses secara hukum. TNI harus profesional juga menghormati hak asasi manusia. Itu undang-undang tentang TNI yang sekarang ini,”

katanya.

Tetapi, Pungky Indarti, Direktris Imparsial Jakarta, selaku moderator diskusi justru membantah pernyataan Kasdam tersebut.

“Apa yang disampaikan Kasdam jauh dari realitas sehari-hari di Papua yang itu tercermin dari proses Konferensi Nasional VI Jaringan Antariman Indonesia yang sedang berjalan di Hotel Sentani Indah,”

kata Poengky dalam release yang diterima tabloidjubi.com melalui surat elektronik. (Jubi/Aprila)

May 22, 2014 at 21:57:38 WP,TJ

Kasdam : Dialog Politik Papua Sudah Terlambat was originally published on PAPUA MERDEKA! News

Gen. TRWP Mathias Wenda: Tidak Benar ada Korban di Pihak Tentara Revolusi West Papua (TRWP)

Sambil menyatakan bertanggungjawab atas peristiwa penembakan agen NKRI di wilayah perbatasan West Papua – PNG, Gen. TRWP Mathias Wenda menyatakan “Saya bertanggungjawab atas kegiatan gerilya di wilayah dan tanah air saya, pulau New Guinea.”

Menanggapi kekaburan informasi dan kesimpang-siuran berita yang disiarkan media kolonial NKRI dan berbagai tafsiran keliru atau spekulasi yang tidak sehat dari masyarakat Papua di bagian Timur ataupun Barat pulau New Guinea, maka dengan ini PMNews memberanikan diri mewawancarai Gen. TRWP Mathias Wenda.

Mengingat wawancara sebelumnya sangat singkat, maka kami berharap kali ini sang General punya agak banyak waktu untuk meluruskan berbagai isu dan spekulasi yang berkembang. Berikut petikan tanya-jawab:

Papua Merdeka News (PMNews): Selamat sore Tuan Jenderal. Kami permisi mau tanya sedikit, terutama tentang berita-berita yang tersebar di tanah air yang simpang-siur. Ada yang bilang kejadian di perbatasan ialah permainan NKRI sebagai lanjutan dari permainan NKRI selama ini di Pegunungan Tengah Papua. Ada juga yang bilang ini permainan NKRI untuk menarik simpati dunia menyudutkan OPM dan perjuangan Papua Merdeka. Ada lagi yang bilang ini permainan NKRI untuk membuat orang PNG membenci orang Papua. Sementara kleim Bapak atas kegiatan yang lau sama sekali ditolak oleh rakyat Papua sendiri. Apa yang harus kami sampaikan?

Tentara Revolusi West Papua (TRWP): Yang terpenting ialah tujuan kegiatan gerilya sudah tercapai. Apapun yang diartikan oleh penjajah ataupun rakyat Papua itu urusan belakangan. Intinya semua orang Papua mau merdeka, dan kami mengemban amanat penderitaan rakyat yang mencita-citakan kemerdekaan West Papua. Tidak usah terlalu pusing dengan spekulasi dan skenario yang dibuat. Orang kurang pekerjaan selalu saja menciptakan pekerjaan bagi otaknya untuk berspekulasi dan berskenario. Kami tidak ada di sini untuk meluruskan pikiran atau membenarkan interpretasi atau semacam itu. Kami punya tugas hanya satu: menentang penjajah dan mengusir penjajah keluar dari Tanah Papua, dari pulau New Guinea ini.

PMNews: Polda Papua juga mengkleim telah menembak dengan sniper mereka tiga orang anggota TRWP, dan selanjutnya barusan mereka bilang salah satunya sudah mati. Apa tanggapannya?

TRWP: Kalau yang mereka tembak mati itu orang Papua, pasti salah satu dari kalian semua sudah dengar berita duka, dan pasti ada acara duka di kampung kalian. Jadi, kebenaran berita itu silahkan cek saja di kampung kalian dari Sorong sampai Samarai. Kematian orang Papua di waktu dulu boleh banyak tidak ketahuan. Hari ini bunyi kecilpun, kematian tikuspun bisa diketahui. Jadi, NKRI juga harus jelas bicara kepada rakyat Indonesia. Orang jenderal TNI atau POLRI kalau bicara tidak bisa mengada-ada seperti itu. Kita bukan cerita mimpi atau harapan di sini, tetapi tentang fakta.

PMNews: Orang Papua juga minta Bapak keluarkan Surat Pernyataan Resmi untuk membuktikan bahwa ini benar-benar kegiatan gerilya dari Tentara Revolusi West Papua.

TRWP: Minta maaf, itu yang belum kami lakukan. Anak buah saya sebagian besar sudah turun lapangan jadi tidak sempat lakukan itu. Tetapi kalian dari PMNews ini kan bisa kasih tahu. Ini kan kami punya media resmi, kenapa media resmi ini ada orang Papua yang masih curiga? Itu orang Papua tidak tahu diri, tidak tahu medianya sendiri. Kecuali kalau pernyataan itu keluar di Kompas.com atau lain-lain baru bisa keluar tanggapan begitu. Saya kira begitu tentang itu.

PMNews: Pemilu NKRI untuk memilih wakil rakyat di parlemen NKRI sudah berakhir. Kini Indonesia menunggu Pemilu untuk Presiden RI. Apa yang direncanakan TRWP?

TRWP: TRWP tidak punya rencana khusus. Kami ikuti perintah dari Diplomat Tunggal Papua Merdeka di London, Inggris bahwa siapa saja, kalau Anda merasa diri orang Papua, dan kalau Anda bukan orang Indonesia, Anda tidak usah ikut Pemilu. Itu bukan melanggar Undang-Undang Kolonial tetapi itu sesuai dengan UU Indonesia juga. UU Indonesia tidak memaksa Anda ikut Pemilu, jadi himbauan Benny Wenda sangat sederhana, “Tidak usah ikut Pemilu 2014”. Itu sudah jelas! Atau ada yang tidak paham bahasa itu ka?

PMNews: Semua paham, tetapi kelihatannya tidak ada orang Papua yang dengar itu.

TRWP: Sudah saatnya kami orang Papua saling dengar-dengaran. Matikan ego-ego yang merugikan diri dan bangsa sendiri. Waktu untuk kita bergerak, bukan menutup pintu hati dan buat diri seperti tidak dengar apa-apa.

PMNews: Banyak orang Papua sudah terbius oleh uang Otsus, jadi sulit kita ketahui maunya orang Papua hari ini sebenarnya apa?

TRWP: Bukan orang Papua terbius. Orang Papua sedang membius NKRI sampai NKRI dia pikir orang Papua semua Ikut Republik Indonesia Anti Nederland (IRIAN). Jadi, orang Papua sibuk membius, makanya kami peringatkan mungkin kegiatan membius NKRI itu tidak usah terlalu lama.

Soalnya apa tahu? Dari Otsus 1960-an sampai 1980-an sudah gagal. Sekarang dari 2001 sampai 2010 sudah gagal. Kemudian dari 2011 sampai 2015 ini juga akan gagal. Lihat saja dari Otda, Pembangunan 25 Tahun, Otsus, UP4B, Otsus Plus. Terakhir 12 pas-nya di mana: Pasti Referendum. Apakah dunia percaya NKRi sanggup selesaikan masalah Papua? Sama sekali tidak. Kalau tidak, perlu ada orang ketiga menjadi wasit untuk selesaikan masalah ini.

PMNews: Terimakasih. Apa tujuan dari kegiatan gerilya yang sekarang ini dilakukan di wilayah perbatasan West Papua – Papua New Guinea?

TRWP: Tujuannya sudah tercapai, tadi sudah jelas to? Apa yang kurang jelas?

PMNews: Berapa lama kegiatan gerilya di perbatasan ini akan berlangsung?

TRWP: Pertanyaan ini seperti kami baru mulai kegiatan kemarin, jadi kamu tanya kapan selesai? Itu pikiran salah! Perjuangan ini Mandatjan bersaudara, Awom, Roemkorem-Prai, Prawar, Ap, Bomay, Tabuni, Logo, Yikwa, Eluay, Zonggonau, Runawery dan semua pahlawan bangsa Papua sudah mulai, dan perjuangan ini tidak akan berhenti sampai Papua Merdeka. Perintah Operasi (PO) yang pernah saya keluarkan untuk seluruh Panglima Komando Revolusi belum saya cabut. Saya akan cabut setelah Papua Merdeka. Itu komando revolusi, selama revolusi berlangsung, tidak ada yang bilang berhenti hari apa begitu.

PMNews: Kami tanya begitu karena selama beberapa tahun ini Jenderal dianggap sepi dari kegiatan tetapi baru buat kegiatan gerilya di tahun Pemilu 2014 ini.

TRWP: Itu saya sudah bilang tadi. Kami tidak main sendiri. Semua orang Papua sekarang dengarkan arahan dari diplomat. Mari belajar saling dengar kalau itu tujuannya untuk kepentingan umum, bukan untuk menonjolkan diri atau untuk kepentingan perut. Kelihatan rakyat Papua di dalam negeri tidak memperdulikan, maka kami buat kegiatan begitu untuk mengingatkan.

PMNews: Rakyat Papua di dalam negeri….. (Tanpa selamat telepon tiba-tiba terputus) – bersambung–

Catatan: Sebenarnya kami mau tanyakan tanggapan sang Jenderal terhadap sikap tidak aktiv dari rakyat Papua untuk mendukung Papua Merdeka tetapi telepon terputus)

 

Up ↑

Wantok COFFEE

Organic Arabica - Papua Single Origins

MAMA Minimart

MAMA Stap, na Yumi Stap!

PT Kimarek Aruwam Agorik

Just another WordPress.com site

Wantok Coffee News

Melanesia Foods and Beverages News

Perempuan Papua

Melahirkan, Merawat dan Menyambut

UUDS ULMWP

for a Free and Independent West Papua

UUDS ULMWP 2020

Memagari untuk Membebaskan Tanah dan Bangsa Papua!

Melanesia Spirit & Nature News

Promoting the Melanesian Way Conservation

Kotokay

The Roof of the Melanesian Elders

Eight Plus One Ministry

To Spread the Gospel, from Melanesia to Indonesia!

Koteka

This is My Origin and My Destiny